Anda di halaman 1dari 14

MA’RIFATUL INSAN

BAGIAN KE-1
Ta'rif Al-Insan (Pengenalan Manusia)
1. Pengantar

Ma’rifatul Insan mempunyai dua kata yaitu ma’rifat dan Insan. Ma’rifat
berarti mengenal sedangkan insan berarti manusia atau diri sendiri. Jadi Ma’rifatul
Insan dapat diartikan mengenali diri sendiri. Secara istilah ma’rifatul insan sendiri
merupakn suatu proses mengenali dan memahami penciptaan manusia oleh Allah
SWT yang mana manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di antara
makhluk lainnya. Sehingga keika sesorang sudah mengenali dirinya sendiri, siapa
diri kita, darimana asalnya, dan untuk apa kita di ciptakan, di akan membuahkan
hasil yaitu ketaatan dalam menjalankan amanahya sebagai manusia. Dan ini
menjadi langkah awal untuk menganal sang pencipta ( Allah SWT).

Materi ini akan memfokuskan pada mengenali diri sendiri sendiri sebagai
manusia yang di beri amanah dan tugas dan di bekali bebrbagai potensi yang telah
allah berikan.

2. Tujuan Intruksional umum


Setelah mempelajari materi ini di harapkan anda dapt mengenali dan
mengerti dari apa manusia di ciptkan dan untuk apa manusia di ciptakan kedunia.

3. Tujuan intruksi Khusus

a) Memahami pengertian manusia sebagai makhluk yang terdiri dari ruh dan jasad
yang dimuliakan Allah dengan tugas ibadah dan kedudukan sebagai khalifah
di muka bumi.
b) Memahami potensi kelebihan manusia dari makhluk lainnya dalam hati, akal
dan jasadnya.
4. Bagan Materi
MA’RIFATUL INSAN
(MENGENAL HAKIKAT PENCIPTAAN MANUSIA)
Bagian Ke-1
Ta'rif Al-Insan (Pengenalan Manusia)

Sebagai seorang manusia, kita sudah sepantasnya memahami apa itu arti
manusia yang sesungguhnya, dan mestinya kita harus mengenal diri kita sendiri;
siapa diri kita, darimana kita berasal, apa yang sedang kita kerjakan di muka bumi
ini, dan seterusnya. Dengan begitu kita dapat memposisikan diri.

5. Uraian Materi

Definisi Manusia

Definisi manusia itu sendiri bisa pahami secara bahasa bahwa manusia
berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir,
berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk
lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta,
sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah SWt yang memiliki
peranan penting dalam kehidupan di muka bumi. Manusia juga dipandang sebagai
makhluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk Allah SWT yang
lainya, bahkan Allah menyuruh para malaikat untuk bersujud kepada Adam Alaihi
salam. Sebagaiman dalam firman allah dalam Qur’an surat al-Baqarah: 34

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu
kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan
adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. ( Q.S AL-Baqarah: 34 ).

1. Asal Penciptaan Manusia


Dilihat dari asal penciptaannya, manusia tersusun dari unsur bumi dan unsur
langit. Unsur bumi karena manusia diciptakan dari tanah. Unsur langit karena
setelah proses penciptaan fisiknya sempurna, Allah meniupkan ruh kepadanya.

a. Tanah
Dalam penciptaan makhluk hidup, termasuk manusia, beberapa ayat Alquran
menyatakan pentingnya peranan tanah liat. Hal ini dikemukakan dalam beberapa
ayat berikut.

Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal
(kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia
sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang
berbangkit itu).( AL-An’am: 2)

Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang
memulai penciptaan manusia dari tanah.(Q.S As-sajdah: 7)

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:


"Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,( Q.S AL-Hijr: 28)

b. Ruh
Ruh merupakan zat yang tak terlihat, tetapi hakekat ruh itu terasa
eksistensinya dalam jiwa manusia. Fungsi utama ruh untuk merasakan, meyakini,
menghendaki, dan memutuskan. Rasulullah saw mengatakan bahwa di dalam jasad
ada segumpal daging. Bila daging itu baik, maka baiklah seluruh jasad. Namun
bila daging itu rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Segumpal daging itu adalah
hati manusia, dalam hal ini konteks pembahasan hati bukanlah hati secara fisik,
walaupun hepar juga sangat menentukan kesehatan tubuh.
Selain tercipta dari unsur tanah (at-turab), manusia juga tercipta dari unsur
ruh (ar-ruh). Mengenai hal ini Allah Ta’ala berfirman :

“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-


Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati;
(tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS. As-Sajdah, 32: 9)

2. Unsur Manusia
Dil ihat dari asal penciptaannya, manusia tersusun dari unsur bumi dan unsur
langit. Unsur bumi karena manusia diciptakan dari tanah. Unsur langit karena
setelah proses penciptaan fisiknya sempurna, Allah meniupkan ruh kepadanya. Dari
dua unsur itu, berdasar fungsinya manusia disimbolkan dengan tiga unsur utama
yaitu hati, akal dan jasad.

a. Qalb (Hati)
Qalbu pada dasarnya memiliki makna ganda. Ada makna secara syariah
dan hakikiyah. Secara syariah Qalbu diartikan sebagai segumpal daging yg mana
baik buruknya akan memberi dampak besar terhadap jasad seseorang.
Sebagaimana Sabda Rasulullah saw :

َ ‫سدَ ْال َج‬


َ‫سد ُ ُكلُّهُ أَال‬ َ َ‫ت ف‬
ْ َ ‫سد‬ َ ‫صلَ َح ْال َج‬
َ َ‫سد ُ ُكلُّهُ َو ِإذَا ف‬ َ ‫ت‬ َ ‫ضغَةً ِإذَا‬
ْ ‫صلَ َح‬ َ ‫َو ِإ َّن ِفي ْال َج‬
ْ ‫س ِد ُم‬
)‫ب (رواه البخاري و مسلم‬ ُ ‫ي ْالقَ ْل‬
َ ‫َو ِه‬
“ Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging, jika ia baik, maka baik
pula seluruh jasad, jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa
ia adalah hati (Jantung). (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Secara lughawiyah, Qalbu memiliki arti asli yaitu Jantung. Dan ini sejalan
dengan Hadits diatas bahwa ketika jantung kita sehat, maka seluruh tubuh kita pun
akan sehat dan bebas dari berbagai penyakit. Namun sebaliknya, jika jantung kita
biarkan kotor, maka darah yg mengalir ke seluruh tubuh pun akan menjadi darah
yang kotor dan menjadi biang penyakit
Sementara makna secara hakikiyah, qalbu adalah sebuah organ yang
bersifat sir (tidak berwujud), namun ketika seseorang tersebut melakukan sebuah
kemaksiatan, maka akan muncul bercak-bercak hitam yang lama kelamaan akan
mengeraskan qalbu
Berbicara tentang qalb [hati] yang dimaksud bukan hati fisik. Ia abstrak,
termasuk unsur rohani, yang merasa haru, bahagia, suka, duka, pedih dan emosi
lainnya. Hati yang berbolak-balik di antara berbagai perasaan itu. Karena tidak
berada di satu keadaan itulah kemudian ia dinamakan qalb. Berdasarkan
terminologi bahasa, qalb berasal dari qalaba yang berarti berbolak-balik. Dalam
konteks kekhalifahan, di dalam hatilah tersimpan potensi besar untuk berniat dan
bertekad.

a) Di dalam al-qalb inilah terletak al-‘azmu (tekad, keputusan, niat, dan rencana,
bersumber dari keyakinan), disinilah letak taqwa itu, sebagaimana disabdakan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ِ‫علَى بَيع‬
َ ‫ض ُكم‬ ُ ‫ َوالَ َي ِبع بَع‬،‫ َوالَ تَدَابَروا‬،‫ َوالَ تَبَاغَضوا‬،‫ َوالَتَنَا َجشوا‬،‫سدوا‬ َ ‫الَ تَ َحا‬
‫ َوال‬،ُ‫ َوالَ َيخذُلُه‬،ُ‫ الَ َيظ ِلمه‬،‫ ال ُمس ِل ُم أَخو ال ُمسلم‬،ً‫خوانَا‬
َ ‫ َوكونوا ِعبَادَ الل ِه ِإ‬،‫عض‬ ٍ َ‫ب‬
‫قوى هَا ُهنَا‬ َ َّ ‫ الت‬،ُ‫ َوال َي ْح ِق ُره‬،ُ‫ت –ي ْك ِذبُه‬ ٍ ‫ث َمرا‬ َ َ‫در ِه ثَال‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ير ِإلَى‬ ُ ‫ب – َويُش‬ ِ ‫ِب َح ْس‬
‫علَى ال ُمس ِل ِم َح َرام دَ ُمهُ َو َمالُه‬ ِ ‫ ُك ُّل ال ُمس‬،‫شرأَن يَ ْح ِق َر أَخَاهُ ال ُمس ِل َم‬
َ ‫ِلم‬ َّ ‫امرىء ِمن ال‬
‫ضه‬
ُ ‫َو ِعر‬
”Janganlah kalian saling hasad, saling berbuat najasy (menawar barang dagangan
lebih tinggi untuk mengecoh pembeli lain), saling membenci, saling membelakangi,
dan janganlah salah seorang di antara kalian menjual barang di atas jual beli oleh
orang lain, dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim
adalah saudara bagi muslim yang lain, ia tidak boleh menzhaliminya,
menelantarkannya (tidak peduli padanya), berdusta kepadanya, meremehkannya.
Taqwa tempatnya di sini—beliau menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali.
Cukuplah seseorang itu dikatakan telah berbuat kejelekan manakala merendahkan
saudaranya sesama muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain itu haram
darahnya, harta, dan kehormatannya( ”.(HR. Imam Muslim)

b) Bebas memlih

Akan tetapi allah memberikan kebabasan kepada manusia untuk memlih jalan,
yaitu jalan yang lurus (taat kepada Allah) atau mau belok (ingkar kepada Allah).
Tiap hari kita dihadapkan pada keharusan memilih. Memilih bangun atau
meneruskan tidur. Memilih marah atau memaafkan. Memilih bekerja atau berlibur.
Memilih membeli sekarang atau nanti. Memilih diam atau bicara. Begitu seterusnya
setiap hari sampai datang saatnya dimana kita tidak bisa memilih lagi ketika harus
menuju ke liang kubur. Yang jelas apapun yang kita pilih pasti mempunyai
konsekuensi yang harus di tanggung.

Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu
membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih
dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan
kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia
dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah
memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan sesunguhnya Allah telah
memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang
orang yang beriman. ( Q.S Al- Imran: 152)

b. Akal
Di dalam ruh manusia bersemayam pula akl ( al-aqlu). Disebutkan pula
bahwa tempat al-aqlu ini adalah di dalam al qalb (hati) sebagaimana al-azmu. Hal
ini berdasarkan firman allah berikut ini,

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati
yang dengan itu mereka dapat berakal dengannya. ”(QS. Al-Hajj, 22: 64)

Imam al-Ghazali memasukkan akal sebagai bagian dari hati, sehingga


beliau memasukkan tafakkur [kerja akal] dalam bab dzikr [yang merupakan kerja
hati]. Allah berfirman bahwa pemahaman merupakan pekerjaan hati.

“Mereka mempunyai hati, namun tidak dipergunakan untuk memahami [ayat-ayat


Allah].” (al-A’raaf: 179)
Akal juga bukan otak karena otak bahasa Arabnya dimagh, yang ini bersifat
fisik. Dengan demikian akal pun bersifat abstrak. Akal termasuk karunia Allah yang
terbesar bagi manusia karena dengan akal inilah kemudian ia menjadi makhluk
yang paling istimewa. Dengan akal itu manusia dapat memahami berbagai hal yang
Allah ajarkan kepadanya. Dalam konteks kekhalifahan, akal memberi manfaat
besar kepada manusia dalam bidang ilmu pengetahuan hingga ia dapat melakukan
pengembangan dan inovasi.
Akal adalah alat untuk berfikir dan memahami ayat-ayat Allah baik yang
kauniyah maupun kauliyah. Tapi berfikir dengan akal tidak seperti berfikir dengan
otak, berfikir dengan akal itu akan berujung dengan satu kesimpulan : َ‫َربَّنَا َما َخلَ ْقت‬
ِ َ‫“ َٰ َهذَا ب‬tidak ada sesuatu apapun yang Allah telah ciptakan itu sia-sia. ”Apabila
‫اط ًال‬
seseorang telah mempergunakan akalnya dalam berfikir dengan baik dan benar
maka keimanannya akan semakin mantap dan terus meningkat.

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya. ( Q.S Al-Isra: 36)

Terlepas dari perdebatan tentang hakekat hati dan akal, yang jelas kita dapat
merasakan keberadaannya. Lebih penting lagi, adalah bagaimana memanfaatkan
keduanya secara baik. Dengan hati manusia bercita-cita, beobsesi, dan bertekad;
dengan akal ia memperoleh ilmu yang ia gunakan untuk merencanakan strategi
demi mencapai tujuan.
c. Jasad
Jasad sangat mudah dikenali karena ia dapat kita lihat dan kita raba. Karena
itu tidak ada perbedaan tentang hakekat jasad ini. Yang terpenting bagi manusia
adalah menggunakannya sebagai pelaksana sebagai apa yang telah ditekadkan oleh
hati dan direncanakan oleh akal. Tanpa jasad, tekad dan pengetahuan hanya akan

menjadi impian dan teori yang kosong.

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada
(Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At-Taubah : 501)
Hati, akal dan jasad adalah anugerah Allah yang harus digunakan untuk
menjalankan amanah, yang langit, bumi, dan gunung tak sanggup mengembannya.
Amanah itu tidak lain adalah ibadah dan khalafah. Yang menjadi perhatian kita
adalah bagaimana manusia menunaikan amanah itu.

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan


gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, ( Q.S AL-Ahzab:72)

3. Amanah manusia
a) Amanah Al-ibadah (ibadah)
Dalam kehidupannya di dunia ini, manusia diberi tugas-tugas agama, yaitu
mengerjakan perintah dan menjauhi larangan, di mana jika dikerjakan mereka akan
mendapatkan pahala, dan jika ditinggalkan mereka akan mendapatkan siksa.

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.( Q.S Adzariat: 56)

Dalam memikul tugas amanah ini, manusia terbagi menjadi tiga golongan:
1. Kaum munafik yang menampakkan dirinya bahwa mereka melaksanakannya
baik lahir maupun batin, padahal tidak.
2. Kaum musyrik yang tidak melaksanakannya sama sekali, baik lahir maupun
batin.
3. Kaum mukmin yang melaksanakannya lahir maupun batin.

b) Amanah Al-khalafah (kepemimpinan di muka bumi)


Allah Ta’ala telah menegaskan amanah ini melalui firman-Nya,
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah, 2:
30)

Dijadikan khalifah di muka bumi maknanya adalah menugaskan kepada


manusia untuk mengelola bumi dan memberlakukan perintah-perintah
Allah Ta’ala di sana, di mana sebagiannya akan digantikan oleh yang lain.

“Kemudian Kami jadikan kamu khalifah-khalifah (pengganti-pengganti) di muka


bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu
berbuat.” (QS. Yunus, 10: 14)

Di antara tugas khalifatullah fil ardi ialah menegakkan hak dan keadilan di
muka bumi, membersihkan alam ini dari perbuatan najis, syirik, fasik serta
meninggikan kalimat Allah. Allah akan memperhatikan dan mencatat semua
perbuatan manusia dalam melaksanakan tugasnya itu, apakah sesuai dengan yang
diperintahkan-Nya atau tidak, sebagaimana firman-Nya:
“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah
singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara
kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah):
"Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang
kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata” (QS. Hud, 11: 7)

Sehubungan dengan ayat ini Qatadah berkata: “Tuhan kita telah berbuat yang benar.
Dia menjadikan kita sebagai khalifah di muka bumi, tidak lain hanyalah untuk
melihat amal-amal kita, maka perlihatkanlah kepada Allah amalan-amalan kamu
yang baik di malam dan di siang hari.”

4. Balasan
Jadi, berkenaan dengan dua amanah ini Allah Ta’ala telah menyiapkan al-jaza-
u (balasan). Mereka yang melakukan amal kebajikan akan memperoleh balasan
kebaikan yang setimpal, bahkan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan,

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan


dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-
Nahl, 16: 97)

Sementara balasan bagi orang-orang yang ingkar kepada perintah-perintah


Allah Ta’ala adalah azab yang keras yang setimpal dengan keingkarannya itu.
“Maka sungguh, akan Kami timpakan azab yang keras kepada orang-orang yang
kafir itu dan sungguh, akan Kami beri balasan mereka dengan seburuk-buruk
balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Demikianlah balasan (terhadap)
musuh-musuh Allah (yaitu) neraka; mereka mendapat tempat tinggal yang kekal di
dalamnya sebagai balasan atas keingkaran mereka terhadap ayat-ayat Kami.” (Al-
Fushshilat, 41: 27-28)

Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya? ( Q.S At-tin:8)

6. LATIHAN 1
Kerjakan latihan dibawah ini dengan baik agar lebih memahami materi ini.
1. Apa arti dari kata marifatul insan..?
a. Manusia c. Mengenal Manusia
b. Mengenal Allah d. Mengenal Pencipta
2. Sebutkan salah satu asal penciptaan manusia ?
a. Cahaha d. Api
b. Tanah c. Semua benar
3. Apa yang amanah manusaia hidup di dunia ini?
a. Menjadi Khlifah d. Merawat bumi
b. Menjadi khalifah c. Bersenang-senang
4. Orang yang menampakkan dirinya bahwa mereka melaksanakannya baik lahir
maupun batin, padahal tidak, maka orang tersebut adalah.?
a. Musyrik c. muslim
b. Kafir d. Munafik
5. Apa arti dari khalifah di muka bumi.?
a. Pemimimpin c. Kepemimpinan
b. Yang memimpin d. Semua benar
6. Menugaskan kepada manusia untuk mengelola bumi dan memberlakukan
perintah-perintah Allah Ta’ala di sana (bumi). Pernyataan tersebut merupakan
amanah manusia sebagai..?
a. Hamba c. Ruh
b. Manusia d. khalifah
7. Apa arti dari al-jaza-u?
a. Hinaan c. Balasan
b. Harapan d. Pahala
8. Merasakan, meyakini, menghendaki, dan memutuskan itu merupakan fungsi
dari.?
a. Jasad c. akal
b. Otak d. Ruh

9. Dalam surat apa yang menjelaskan amanah manuia untuk menjadi khalifah?
a. Q.S 2: 20 c. Q.S 3: 30
b. Q.S 2: 30 d. Q.S 3: 20

10.
Ayat tersebut merupakan ayat yang menjalasakan amanah manusia sebagai
a. Khalifah c. Solat
b. Ibadah d. Kepemimpinan

Anda mungkin juga menyukai