Anda di halaman 1dari 5

Definisi (tarif) Insan

Manusia dapat didefinisikan sebagai makhluk Allah SWT yang terdiri dari ruh dan jasad yang
muliakan Allah SWT dengan posisi sebagai khalifah di muka bumi dan bertugas untuk
mengabdi kepada-Nya.
Hakekat Insan (Manusia)
Manusia itu terdiri dari ruh dan jasad. Dan ruh yang hidup dalam daging dan tulang-belulang,
ia memiliki nilai lebih besar daripada seluruh alam kebendaan. Meskipun ruh dan jiwa
berkaitan dengan jasad yang berupa benda, namun adanya manusia adalah berkat adanya ruh.
Dan ruh adalah asal dan sumber kepribadian manusia, seolah-olah seluruh alam wujud ini
diciptakan Allah SWT untuk membentuk manusia agar dapat mengenal hakekat dirinya.
Ruh manusia itu berasal dari alam arwah (alam yang hakikatnya tidak dapat diketahui oleh
manusia di mana tempatnya), sedangkan jasmani berasal dari tanah. Setelah keduanya
digabung menjadi satu, manusia dimasukkan ke alam yang ke dua yaitu alam rahim (alam
kandungan). Setelah terlahir dari perut ibunya, manusia memasuki alam ke tiga yaitu alam
dunia (alam fana).
Di alam dunia ini manusia akan tinggal untuk sementara sesuai dengan
jatah umur yang diberikan oleh Allah SWT.
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?,
Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang
ditentukan.Dan sesungguhnya kebanyakan diantara manusia benar-benar
ingkar akan pertemuan dengan Rabbnya. (QS. Ar-Rum (30) : 8).
Kemudian setelah manusia mati, baik secara husnul khatimah maupun
suul khatimah, ia akan memasuki alam ke empat, yaitu alam kubur (alam
barzakh). Di alam ke empat ini manusia akan tinggal sampai tiba hari
kiamat atau hari kebangkitan (yaumul bats). Setelah dibangkitkan
kembali, manusia akan memasuki alam yang ke lima yaitu padang
Mahsyar. Dan di padang Mahsyar inilah semua manusia akan
mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatannya selama hidup di
dunia.
Apabila ia berbuat baik selama hidupnya, maka surgalah bagiannya, dan
apabila selama hidupnya banyak berbuat maksiat, maka nerakalah yang
akan menjadi tempat kedudukannya. Surga dan neraka adalah alam yang
ke enam setelah alam Mahsyar.
Islam menghendaki supaya manusia, selama hidup di dunia selalu berada
pada martabat yang luhur. Islam memandang, bahwa manusia sebagai
makhluk hidup yang memiliki roh, akal dan hati. Islam juga hendak
meningkatkan manusia dari makhluk yang hanya memiliki rasa indra
seperti alam tumbuh-tumbuhan, alam hewani dan terus
meningkatkannya, sehingga menjadi makhluk yang berakal, berperasaan
dan rasa indra. Islam menghendaki, agar manusia menjadi anggota yang
berdaya guna bagi masyarakatnya.
Dengan akal yang dimilikinya, dalam pandangan Islam, manusia tidak
hanya dimuliakan karena ia berbeda dari makhluk yang lainnya, akan
tetapi ia dimuliakan karena kualitas kehidupannya di dunia. Kualitas
kehidupan manusia tersebut, ditentukan oleh kualitas dan kuantitas
pengabdiannya kepada sang pencipta, Allah SWT; karena pada dasarnya
manusia diciptakan hanya untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT.

Semakin baik pengabdiannya kepada Allah SWT, maka ia akan semakin


baik dan mulia kedudukannya di sisi Allah SWT. Akan tetapi apabila
manusia itu tidak sanggup memerankan sebagai hamba Allah yang baik
yang selalu meningkatkan pengabdian kepada-Nya, maka ia akan lebih
hina sekalipun harus dibandingkan dengan makhluk Allah yang bernama
hewan.
Oleh karena itu, maka sudah seharusnya sebagai manusia yang beriman
mengoptimalkan anugerah Allah SWT berupa pendengaran, penglihatan
dan hati untuk mendengar, melihat dan memahami ayat-ayat Allah SWT,
agar keimanan senantiasa bertambah, sehingga terus bersemangat untuk
membelkali diri dengan ketakwaan atau pengabdian kepada Allah SWT
dalam rangka menyongsong kehidupan yang abadi di akhirat kelak
dengan penuh kebahagiaan dan kesejahteraan.
Sesungguhnya, tidak ada lagi perbekalan yang akan meninggikan derajat
manusia di dunia dan di akhirat kelak, kecuali bekal ketakwaan,
sebagaimana firman Allah SWT,
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan
bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah (2)
:197)
Potensi Manusia (Thaqatul insan)
Di antara potensi-potensi yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada
manusia adalah :
Pendengaran, Penglihatan dan Hati
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
(QS. An-Nahl (16) :78)
Akal
Di antara semua makhluk yang ada di dunia, manusia adalah makhluk yang paling sempurna,
baik dari segi fisik maupun pemikiran. Makhluk yang mendekati kesemurnaan manusia
adalah hewan, namun ia hanya sanggup mendekati tidak mungkin menyamai kesempurnaan
manusia.
Kesempurnaan manusia adalah karena manusia diberi akal oleh Allah SWT, sehingga ia
memiliki kemampuan untuk memahami siapa dirinya, dan siapa Allah SWT dan untuk
sebenarnya ia diciptakan, di mana dengan pemahaman ini akan menghantarkannya kepada
kemuliaan yang sesungguhnya, dan bukan hanya mulia dari sisi penciptaannya saja.
Jasad
Jasad atau anggota tubuh merupakan bagian dari potensi yang dimiliki oleh manusia, untuk
membuktikan keimanan dan keislamannya dengan perbuatan. Apa yang telah dilihat oleh
hamba, didengar dan difahami dengan akalnnya dari syriat Islam melalui ayat-ayat Allah
SWT, kemudian ditentukan oleh hatinya mana yang harus dipilih dan dilakukan, maka giliran
jasadlah selanjutnya untuk membuktikan dengan perbuatan.
Dengan demikian sesungguhnya potensi yang diberikan kepada manusia sudah sangat
sempurna, tinggal bagaimana manusia itu mengoftimalkan potensi tersebut untuk menjadi
manusi yang paling mulia baik didunia ataupun diakhirat kelak dihadapan mahkamah Allah
SWT.

Kisah Teladan Seputar Marifatul Insan


Dalam Al-Quran dikisahkan mengenai kehidupan seorang Nabi Allah yang bernama Yusuf
bin Yaqub ketika ia berada di lingkungan istana tempat di mana ia dirawat dan dibesarkan.
Yusuf adalah seorang nabi yang sangat tanpan, sehingga dengan ketampanannya, istri
majikan yang merawatnya sampai tergoda dan tergila-gila olehnya.
Pada suatu ketika istri majikannya bermaksud menggoda Yusuf untuk melakukan perbuatan
tidak senonoh dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengannya,
andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Rabbnya, seingga ia berpaling dari kemungkaran dan
kekejian tersebut.
Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan istri majikannya itu menarik baju gamis
Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu dimuka
pintu. Wanita itu berkata:"Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud serong
dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih". Yusuf
berkata:"Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)",
Dalam pada itu, seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya:"Jika baju
gamisnya koyak di muka, maka istri majikannya itu benar, dan Yusuf termasuk orang-orang
yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka istri majikannya itulah yang
dusta, dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar".
Maka tatkala majikan Yusuf itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang berkatalah
dia:"Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara tipu daya kamu, sesungguhnya tipu daya
kamu adalah besar". Selanjutnya majikan Yusuf berkata,(Hai) Yusuf :"Berpalinglah dari ini,
dan kamu hai isteriku mohon ampunlah atas dosamu itu kepada Allah; karena kamu
sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah".
Kejadian tersebut diam-diam telah tersiar ke luar istana, sehingga wanita-wanita di kota
berkata:"Isteri Al-Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya),
sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami
memandangnya dalam kesesatan yang nyata".
Maka tatkala istri majikan yusuf mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita
itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing
mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada
Yusuf):"Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka". Maka tatkala wanita-wanita itu
melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya
dan berkata:"Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain
hanyalah malaikat yang mulia".
Singkat cerita, Yusuf pun dipenjarakan oleh majikannya, namun hal itu tidak membuat Yusuf
bersedih atau berontak, akan tetapi ia segera memohon kepada Allah SWT,"Wahai Rabbku,
penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau
hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk ( memenuhi
keinginan mereka ) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh".
Dari kisah tersebut, dapat diambil hikmahnya, bahwa secara fitrah memang manusia
memiliki kecendrungan untuk melakukan hal-hal yang menurut perasaan dan hawa nafsunya
baik lagi menyenangkan. Seandainya tanpa ada bimbingan wahyu dan kecerdasan akalnya,
maka sudah barang tentu hawa nafsu tersebut sudah terlampiaskan, meskipun sudah diketahui
dampak atau akibat yang ditimbulkannya.
Manusia dituntut agar senantiasa menggunakan akalnya dengan baik, senantiasa memikirkan
akibat baik dan buruk dari suatu amal yang hendak dilakukannya, agar supaya tidak menyesal
dikemudian hari. Dan disamping itu, ia tidak lupa untuk selalu memohon pertolongan dan
hidayah Allah SWT.
Yusuf adalah sosok manusia yang cerdas dalam berfikir, tidak terburu-buru dalam
menentukan sikapnya; karena ia menyadari bahwa hal yang demikian itu akan

menjadikannya menyesal seumur hidup. Dengan kesabaran dan kecerdasan yang dimilikinya,
ia mampu bangkit menjadi orang yang terpandang di tengah-tengah masyarakat banyak dan
kisahnya senantiasa dikenang sepanjang masa. Wallahu Alam bish-Shawwab.
Dari tiga pokok bahasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa Islam merupakan sistem
yang sangat menjanjikan kebahagiaan. Kenyataannya tidak semua manusia menerima Islam
dengan baik, bahkan ada yang antipati dan memusuhi. Padahal Islamlah yang menentukan
nasibnya, konon sebagai khalifah Allah di muka bumi, manusia diberi kelebihan yang
makhluk lain tidak diberi.
Dilihat dari asal penciptaannya, manusia tersusun dari unsur bumi dan unsur langit. Unsur
bumi karena manusia diciptakan dari tanah. Unsur langit karena setelah proses penciptaan
fisiknya sempurna, Allah meniupkan ruh kepadanya. Dari dua unsur itu, berdasar fungsinya
manusia disimbolkan dengan tiga unsur utama yaitu hati, akal dan jasad.

1. Hati
Rasulullah mengatakan bahwa di dalam jasad ada segumpal daging. Bila daging itu baik,
baiklah seluruh jasad. Namun bila daging itu rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Meskipun
hepar [hati secara fisik] sangat menentukan kesehatan tubuh, namun dilihat dari konteks
pembahasan ayat-ayat maupun hadist nabawi yang berbicara tentang qalb [hati] yang
dimaksud bukan hati fisis. Ia abstrak, termasuk unsur rohani, yang merasa haru, bahagia,
suka, duka, pedih dan emosi lainnya. Hati yang berbolak-balik di antara berbagai perasaan
itu. Karena tidak berada di satu keadaan itulah kemudian ia dinamakan qalb. Berdasarkan
terminologi bahasa, qalb berasal dari qalaba yang berarti berbolak-balik. Dalam konteks
kekhalifahan, di dalam hatilah tersimpan potensi besar untuk berniat dan bertekad.

2. Akal
Imam al-Ghazali memasukkan akal sebagai bagian dari hati, sehingga beliau memasukkan
tafakkur [kerja akal] dalam bab dzikr [yang merupakan kerja hati]. Allah berfirman bahwa
pemahaman merupakan pekerjaan hati.
Mereka mempunyai hati, namun tidak dipergunakan untuk
memahami [ayat-ayat Allah]. (al-Araaf: 179)
Akal juga bukan otak karena otak bahasa Arabnya dimagh, yang ini bersifat fisik. Dengan
demikian akal pun bersifat abstrak. Akal termasuk karunia Allah yang terbesar bagi manusia
karena dengan akal inilah kemudian ia menjadi makhluk yang paling istimewa. Dengan akal
itu manusia dapat memahami berbagai hal yang Allah ajarkan kepadanya. Dalam konteks
kekhalifahan, akal memberi manfaat besar kepada manusia dalam bidang ilmu pengetahuan
hingga ia dapat melakukan pengembangan dan inovasi.
Terlepas dari perdebatan tentang hakekat hati dan akal, yang jelas kita dapat merasakan
keberadaannya. Lebih penting lagi, adalah bagaimana memanfaatkan keduanya secara baik.

Dengan hati manusia bercita-cita, beobsesi, dan bertekad; dengan akal ia memperoleh ilmu
yang ia gunakan untuk merencanakan strategi demi mencapai tujuan.

3. Jasad
Jasad sangat mudah dikenali karena ia dapat kita lihat dan kita raba. Karena itu tidak ada
perbedaan tentang hakekat jasad ini. Yang terpenting bagi manusia adalah menggunakannya
sebagai pelaksana sebagai apa yang telah ditekadkan oleh hati dan direncanakan oleh akal.
Tanpa jasad, tekad dan pengetahuan hanya akan menjadi impian dan teori yang kosong.
Hati, akal dan jasad adalah anugerah Allah yang harus digunakan untuk menjalankan amanah
yang langit, bumi, dan gunung tak sanggup mengembannya. Amanah itu tidak lain adalah
ibadah dan khilafah. Yang menjadi perhatian kita adalah bagaimana manusia menunaikan
amanah itu.

Anda mungkin juga menyukai