Anda di halaman 1dari 18

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Minimal Invasive Surgery : Stapled Haemmorhoidopexy

Fasilitator : Erna Dwi Wahyuni, Ns,. M.Kep

Kelompok V

1. Diana Hardianti 131614153016


2. Putu Intan Daryaswanti 131614153017
3. Komang Agus Jerry W. 131614153020
4. Rafika Rosyda 131614153041
5. Hamdan Hariawan 131614153043
6. Nurul Khoirun Nisa 131614153044
7. Diny Kusumawardani 131614153070
8. Nurul Khusnul Khotimah 131614153079
9. Galih Noor Alivian 131614153081
10. Rizky Meuthia Pratiwi 131614153083

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017

1
BAB 1
PENDAHULUAN

Haemoroid adalah masalah yang terjadi pada anus, dimana terjadi pelebaran
pembuluh darah pada daerah sekitar anus. Haemoroid terjadi karena adanya
peningkatan tekanan darah di dalam pembuluh darah yang berada di anus dan
sekitarnya. Penyebab haemoroid sampai saat ini belum jelas namun sebagian besar
kondisi haemoroid disebabkan karena terlalu lama mengejan saat buang air besar.
Konstipasi merupakan penyebab klien mengejan, dan hal itu dikarenakan
kurangnya nutrisi serat dalam makanan serta kurangnya minum air putih.
Perubahan gaya hidup seperti kurangnya olahraga dan mengkonsumsi kafein juga
dapat meningkatkan risiko terjadinya haemoroid.
Penyakit haemorroid merupakan gangguan umum dan terjadi 4% dari
populasi dunia (Cerato, 2014). Dan tentunya, saat ini akan terus meningkat seiring
dengan meningkatnya konsumsi makanan cepat saji dengan minim kandungan serat
serta kurangnya kesadaran akan melakukan olahraga. Gejala haemoroid yang
muncul kadang bisa menghilang dengan sendirinya dalam beberapa hari. Bahkan
beberapa orang tidak menyadari bahwa merka menderitaa haemoroid.
Tindakan yang dilakukan pada penderita haemoroid dapat dilakukan dengan
cara operasi maupun non operasi. Pada haemoroid yang membutuhkan penanganan
dengan operasi yaitu dengan haemoroid internal derajat tiga atau lebih, dan
haemoroid eksternal dengan nyeri yang hebat. Terdapat beberapa jenis tindakan
operasi yang dilakukan, salah satunya yaitu dengan Stapled Hemorrhoidopexy atau
sering dikenal dengan stapling. Tindakan ini dilakukan untuk menangani hemoroid
yang menggantung di luar anus. Langkah ini dilakukan dengan pembiusan umum.
Manfaat dari prosedur ini dibandingkan dengan eksisi haemoroidectomy yaitu nyeri
pasca operasi lebih sedikit, lama rawat inap lebih cepat dan klien dapat melakukan
aktivitas lebih cepat pula. Akan tetapi, tindakan Stapled Haemorrhoidopexy ini
efektif jika dilakukan pada haemorroid stadium 2-3, jika dilakukan diatas stadium
3 biasanya akan berisiko perdarahan (Panarese, 2012).

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hemoroid


2.1.1 Pengertian
Hemorrhoid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus vena
hemorrhoidalis interna. Mekanisme terjadinya hemorrhoid belum diketahui secara
jelas. Hemorrhoid berhubungan dengan konstipasi kronis disertai penarikan feces.
Pleksus vena hemorrhoidalis interna terletak pada rongga submukosa di atas
valvula morgagni. Kanalis anal memisahkannya dari pleksus vena hemorrhoidalis
eksterna, tetapi kedua rongga berhubungan di bawah kanalis anal, yang
submukosanya melekat pada jaringan yang mendasarinya untuk membentuk
depresi inter hemorrhoidalis. Hemorrhoid sangat umum dan berhubungan dengan
peningkatan tekanan hidrostatik pada system porta, seperti selama kehamilan,
mengejan waktu berdefekasi, atau dengan sirosis hepatis (Isselbacher, 2000). Pada
sirosis hepatic terjadi anatomosis normal antara system vena sistemik dan portal
pada daerah anus mengalami pelebaran. Kejadian ini biasa terjadi pada hipertensi
portal. Hipertensi portal menyebabkan peningkatan tekanan darah (>7 mmHg)
dalam vena portal hepatica, dengan peningkatan darah tersebut berakibat terjadinya
pelebaran pembuluh darah vena di daerah anus (Underwood, 1999).

2.1.2 Faktor resiko


1. Keturunan: dinding pembuluh darah yang tipis dan lemah.
2. Anatomi: vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemorrhoidalis kurang mendapat sokongan otot atau fasi sekitarnya.
3. Pekerjaan: orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus mengangkat
barang berat, mempunyai predisposisi untuk hemorrhoid.
4. Umur: pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, otot
sfingter menjadi tipis dan atonis.
5. Endokrin: misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas anus
(sekresi hormone relaksin).

3
6. Mekanis: semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan meninggi
dalam rongga perut, misalnya pada penderita hipertrofi prostate.
7. Fisiologis: bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada derita
dekompensasio kordis atau sirosis hepatic.
8. Radang adalah factor penting, yang menyebabkan vitalitas jaringan di daerah
berkurang.

2.1.3 Klasifikasi
1. Derajat I : Hemoroid (+), prolaps (keluar dari dubur) (-).
2. Derajat II : Prolaps waktu mengejan, yang masuk lagi secara spontan.
3. Derajat III : Prolaps yang perlu dimasukkan secara manual.
4. Derajat IV : Prolaps yang tidak dapat dimasukkan kembali
(Merdikoputro, 2006).

2.1.4 Tanda dan gejala


Dalam praktiknya, sebagian besar pasien tanpa gejala. Pasien diketahui
menderita hemoroid secara kebetulan pada waktu pemeriksaan untuk gangguan
saluran cerna bagian bawah yang lain waktu endoskopi/kolonoskopi (teropong usus
besar). Pasien sering mengeluh menderita hemorrhoid atau wasir tanpa ada
hubungan dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang
sekali ada hubungan dengan hemorrhoid interna dan hanya timbul pada hemorrhoid
eksterna yang mengalami trombosis (Sjamsuhidajat, 1998). Gejala yang paling
sering ditemukan adalah perdarahan lewat dubur, nyeri, pembengkakan atau
penonjolan di daerah dubur, sekret atau keluar cairan melalui dubur, rasa tidak puas
waktu buang air besar, dan rasa tidak nyaman di daerah pantat (Merdikoputro,
2006).

2.1.5 Penatalaksanaan
Macam-macam tatalaksana Hemoroid menurut (Sudarsono, 2015)
1. Penatalaksanaan konservatif untuk hemoroid adalah:
Perawatan konservatif biasanya terdiri dari nutrisi dengan diet tinggi serat,
asupan cairan secara oral untuk menjaga agar tubuh tidak mengalami dehidrasi,

4
obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), rendam duduk, dan istirahat. Asupan
serat yang tinggi memberikan hasil yang baik, dan dapat dicapai dengan
mengubah diet atau mengkonsumsi suplemen serat. Tidak banyak bukti yang
mendukung manfaat dilakukannya rendam duduk selama masa perawatan. Dan
jika hal ini dilakukan, harus dibatasi hanya selama 15 menit saja setiap kali.
Walaupun tersedia banyak obat topikal dan supositoria untuk mengobati
hemoroid, manfaat obat-obatan ini belum menunjukkan bukti yang
nyata.Senyawa yang mengandung steroid tidak boleh digunakan lebih dari 14
hari karena dapat menyebabkan penipisan kulit. Kebanyakan senyawa yang
digunakan merupakan kombinasi dari berbagai zat aktif. Kombinasi ini
biasanya terdiri dari krim pelapis seperti vaselin atau zink oksida, senyawa
analgesik seperti lidokain, dan vasokonstriktor seperti epinefrin.
2. Penatalaksanaan farmakologi untuk hemoroid adalah:
1) Obat-obatan yang dapat memperbaiki defekasi. Serat bersifat laksatif
memperbesar volume tinja dan meningkatkan peristaltik.
2) Obat simptomatik yang mengurangi keluhan rasa gatal dan nyeri. Bentuk
suppositoria untuk hemoroid interna dan ointment untuk hemoroid eksterna.
3) Obat untuk menghentikan perdarahan campuran diosmin dan hesperidin.
4) Obat analgesik dan pelembut tinja mungkin bermanfaat. Terapi topikal
dengan nifedipine dan krim lidokain lebih efektif untuk menghilangkan rasa
sakit daripada lidokain (Xylocaine). Pada pasien hemoroid eksternal berat,
pengobatan dengan eksisi atau insisi dan evakuasi dari trombus dalam
waktu 72 jam dari onset gejala lebih efektif daripada pengobatan
konservatif.
3. Penatalaksanaan invasif dilakukan bila manajemen konservatif mengalami
kegagalan, antara lain:
1) Rubber band ligation merupakan prosedur dengan menempatkan karet
pengikat di sekitar jaringan hemoroid interna sehingga mengurangi aliran
darah ke jaringan tersebut menyebabkan hemoroid nekrosis, degenerasi, dan
ablasi.
2) Laser, inframerah, atau koagulasi bipolar menggunakan laser atau sinar
inframerah atau panas untuk menghancurkan hemoroid interna.

5
3) Penatalaksanaan bedah:
(1) Pengangkatan hemoroid secara bedah eksisi merupakan suatu
pembedahan dengan pemotongan jaringan hemoroid, hanya dilakukan
pada kasus yang parah. Pada umumnya menyebabkan nyeri
pascaoperasi yang bermakna dan memerlukan 2–4 minggu untuk
pemulihan. Namun, terdapat manfaat jangka panjang pada mereka yang
menderita wasir tingkat 3 dibandingkan dengan ligasi gelang karet. Ini
merupakan penanganan yang direkomendasikan pada mereka yang
menderita hemoroid eksterna karena trombosis jika dilaksanakan dalam
waktu 24–72 jam. Salep Gliseril trinitrat setelah pembedahan, dapat
mengurangi nyeri dan membantu penyembuhan.
(2) Dearterialisasi hemoroid trans-anal dengan panduan doppler,
merupakan pengobatan yang bersifat invasif minimal dengan
menggunakan ultrasonografi doppler untuk menentukan lokasi aliran
darah arteri secara akurat. Arteri ini kemudian "diikat" dan jaringan
yang prolaps akan kembali ke posisi normal. Melalui prosedur ini
tingkat kemunculan berulang agak tinggi, tetapi memiliki tingkat
komplikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan hemoroidektomi.
(3) Stapling hemorrhoidectomy. tehnik operasi terbaru untuk hemoroid /
wasir. Tindakan operasi ini adalah tindakan yang amat minimal invasif.
Dan dari penelitian yang dilakukan, setelah operasi memakai tehnik ini
rasa nyeri nya amat sangat sedikit serta masa rawat inap nya lebih
pendek dibandingkan tehnik operasi yang konvensional.

2.2 Konsep MIS (Minimally Invasive Surgery)


Prosedur MIS (Minimum Invasive Surgery), yang meliputi operasi
laparoskopi, menggunakan state-of-the-art teknologi untuk mengurangi kerusakan
jaringan manusia ketika melakukan operasi. Sebagi contoh, di sebagian besar
prosedur ini ahli bedah membuat beberapa sayatan kecil ¾ inci dan memasukkan
tabung tipis yang disebut Trocars selanjutnya gas karbon dioksida dapat digunakan
untuk mengembang daerah sayatan, menciptakan ruang antara organ internal dan
kulit. Kemudian kamera miniatur (biasanya laparoskopi atau endoskopi)

6
ditempatkan melalui salah satu Trocars sehingga tim bedah dapat melihat prosedur
tersebut dalam sebuah gambar yang diperbesar di monitor video di ruang operasi.
Kemudian, instrumen khusus ditempatkan melalui Trocars lain untuk melakukan
prosedur. Dalam beberapa kasus, seperti operasi usus minimal invasif, sayatan
sedikit lebih besar mungkin diperlukan. Akan tapi pada kasus lain seperti prosedur
wasir minimal invasif, tidak diperlukan ada sayatan atau Trocars (Ethicon. 2017)
Ada beberapa prosedur bedah canggih minimal invasif yang dapat
dilakukan hampir secara eksklusif melalui satu titik masuk yang berarti hanya satu
sayatan kecil, ini disebut Tunggal Site Laparoskopi, dan pendekatan lain untuk
melakukan operasi laparoskopi tradisional menggunakan alat yang sama. Tidak
semua tenaga medis ataupun dokter bisa melakukan tindakan MIS (Minimum
Invasive Surgery) ini melainkan dokter yang sudah mengikuti beberapa pelatihan-
pelatihan minimum invasive surgery sehingga memang betul-betul kompeten di
dalam bidang ini dan dapat menentukan apakah operasi minimal invasif yang tepat
dilakukan pada kasus tertentu. Prosedur ini telah terbukti lebih efektif dari operasi
konvensional. Dan lebih dari 20 juta orang Amerika memilih prosedur ini (Ethicon.
2017)
Prosedur MIS ini tidak hanya bisa memberikan hasil yang setara dengan
prosedur konvensional atau operasi terbuka (yang kadang-kadang memerlukan
sayatan besar), tetapi prosedur MIS ini juga mungkin menawarkan manfaat yang
signifikan juga seperti:
1. Meminimalisir pendarahan
2. Mengurangi resiko terjadinya infeksi
3. Mengurangi resiko komplikasi
4. Mengurangi hari rawat
5. Lebih cepat proses pemulihan
6. Meminimalisir timbulnya jaringan parut
7. Bianya yang lebih rendah (Ethicon. 2017)
Kekurangan MIS (Minimun Invasive Surgery)
1. Mungkin tidak sesuai untuk semua pasien.
2. Mungkin memerlukan waktu yang lebih lama daripada bedah terbuka.

7
3. Mungkin ada tambahan biaya akibat peralatan khusus yang lebih
mahal. Bagaimanapun, biaya tambahan ini dapat dikompensasikan dengan
waktu rawat inap yang lebih singkat dan lebih cepat kembali ke aktivitas
normal.
4. Memerlukan pelatihan spesialis sehingga mungkin tidak tersedia di beberapa
tempat.
5. Apabila komplikasi terjadi, atau pada situasi yang tidak diinginkan, bedah
minimal invasif dapat berubah menjadi bedah terbuka (Singhealth. 2014)
Macam-macam MIS (minimum Invasive Surgery)
1. Prosedur MIS Dan Biopsi Payudara
2. Prosedur Laparoskopi Anti refluks
3. Apendikektomi Laparoskopi
4. Bedah Bariatrik (Penurunan Berat Badan)
5. Bedah Kantong Empedu Laparoskopi
6. Perbaikan Hernia Laparoskopi
7. Bedah Liver Laparoskopi
8. Prosedur MIS Torasik
9. Prosedur MIS Vaskula
10. Cangkok Cincin Aorta Endovaskular Dan Bedah Aorta Laparoskopi
11. Arterioplasti Transluminal Perkutan (PTA) Dan Cincin
12. Perawatan Laser Endovenus untuk review Varises Vena
13. Prosedur Endoskopi Gastrointestinal Bagian Atas
14. Prosedur MIS Kebidanan Dan Kandungan (O & G)
15. Prosedur MIS Ortopedi
16. Artroskopi
17. Prosedur MIS Tulang Belakang
18. Prosedur MIS Bedah Saraf
19. Otolaringologi (Telinga, Hidung Dan Tenggorokan)
20. Prosedur MIS Urologi
Bedah Kolorektal (Singhealth. 2014)

8
2.3 Konsep Stapled Haemorroid
2.3.1 Pengertian
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse Hemorrhoids
(PPH) atau Hemorhoid Circular Stapler (HCS). Teknik ini mulai diperkenalkan
pada tahun 1993 oleh dokter berkebangsaan Italia yang bernama Longo, sehingga
teknik ini juga sering disebut teknik Longo. Di Indonesia sendiri alat ini
diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja
stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong
di belakangnya. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemorhoid dengan
mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan hemorhoid
ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemorhoid ini masih diperlukan
sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.

2.3.2 Indikasi (Menurut Los Angles Colon dan rectal Assosiasi)


1. Hemoroid interna dengan derajat III dan IV dengan komponen eksternal .
2. Pasien dengan kelas 2 wasir yang telah memiliki kegagalan mode terapi lain
3. Pasien dengan prolaps mukosa dubur

2.3.3 Kontraindikasi
1. Pasien dengan penyakit anorektal Crohn atau kolitis ulserativa. Dijepit
hemorrhoidectomy tidak boleh dilakukan saat ada sebuah abses anorektal aktif.
2. Pasien dengan penurunan tonus sfingter atau gangguan otot oleh Karena operasi
sebelumnya.
3. Pasien yang telah memperoleh terapi antikoagulan. Oleh karena itu, status fisik
dan medis pasien secara keseluruhan. harus dievaluasi sebelum memulai.

9
2.3.4 Prosedur
1. Alat dan bahan
Alat dan bahan terdiri disebut dispossible hemorroid stapler yang terdidir
dari :
1) Hemorroidal circular stapler
2) Anorectal introducer
3) Anorectal dilator
4) Anorectalo transfixtation tools
5) hook

2. Prosedur
Memasukkan anal dilator/
obdurator sirkular.
Anal dilator/obdurator sirkular
dimasukkan melalui analis kanalis
untuk mendorong hemoroid yang
prolapse kembali naik ke atas / ke
tempat semula.

10
Mempersiapkan jahitan
Hemoroid internal diposisikan ke
tempat semula dan jahitan
dipersiapkan di mukosa rektal atau
submukosa kira – kira sekitar 4 – 6 cm
dari dentate line.

Memasukkan stapler sirkular


Stapler dimasukkan, jahitan kemudian
disimpul. Casing stapler
didekatkan kepala stapler dengan
memutar tombol adaptor pada pangkal
stapler

Menutup dan menarik stappler


Proses Stapling ini kemudian menutup
dengan semurna, dinding kanalis
analis direkatkan

11
Reposisi Mukosa dan Hemoroid
Akhir dari proses Stapling.
Mengembalikan hemoroid internal
yang prolapse ke posisi anatomis
semula.

Hemoroid telah berhasil diambil

2.4 Peran perawat


Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan stapled
hemorrhoidectomy terbagi menjadi tiga, sesuai dengan fase perioperatif. Pasien
yang akan menjalani tindakan operasi biasanya akan mengalami gangguan
psikologis ringan seperti stress, takut, tengang cemas dan gangguan psikologis
lainnya. Perawat berperan untuk memberikan rasa nyaman dan aman untuk pasien
dan keluarga pasien, seperti memberikan penjelasan tentang tindakan operasi yang
akan dilakukan, biaya yang diperlukan selama perawatan, dan menjelaskan terkait
dishcarge planning. Apabila pasien sudah mengerti tentang prosedur tindakan,
maka pada saat dilakukan operasi akan lebih siap, aman, trauma berkurang, dan
proses pemulihan lebih cepat. Malam sebelum dilakukan tindakan operasi, perawat
melakukan pemberian enema. Ini penting dilakukan untuk menunjang keberhasilan
operasi, mengurangi resiko infeksi dan mempercepat penyembuhan. Peran perawat

12
saat intra operasi, monitor hemodinamik, mencegah cidera, pemberian dukungan
emosional pada saat anastesi dimulai dan selama proses pembedahan berlangsung,
mengatur dan mempertahankan posisi tubuh fungsional, mempertahankan asepsis.
Post operasi pasien dipindahkan ke ruang PACU dan dimonitor oleh
perawat sampai kondisi stabil, lama rawat di PACU tergantung pada progress
pasien dan anstesi yang diterima, sebelum meninggalkan PACU pasien harus sadar
dan koheren. Pasien dipindahkan keruang rawat setelah pulih dengan
mempertahankan IV line sampai pasien boleh minum. Kadang-kadang general
anastesi menimbulkan mual yang mungkin menunda pasien untuk boleh minum,
saat pasien dapat mentoleransi cairan pasien direncanakan untuk mendapatkan yang
lebih padat. Efek spinal anstesi biasanya hilang dalam beberapa jam, selama jam
pertama setelah pembedahan perawat memposisikan pasien terlentang untuk
mengurangi resiko sakit kepala lama akibat anastesi. Sebelum pasien dipindahkan
ke ruang rawat, perawat harus memastikan tubuh bagian bawah pasien dapat
merasakan sensasi. Karena pembengkakan dan pembalutan beberapa pasien
mengalami kesuitan buang air kecil sementara, jika terjadi urgensi namun urin tidak
keluar, kateter dapat digunakan untuk mengeluarkan urin. Pasien diperbolehkan
keluar rumah sakit apabila sudah bisa buang air kecil tanpa kateter (Swierzewski
2015).
Walaupun obat anastesi sudah dieliminasi kebanyakan pasien mengalami
pusing sepanjang hari, sehingga perawat harus melibatkan keluarga dalam
pendampingan klien untuk menghidarkan cidera. Pasien akan merasa nyeri dan
tidak nyaman sekitar 10 hari,untuk mengurangi nyeri dokter memberikan analgesik
dan perawat mengajarkan teknik distraksi relaksasi, kompres dingin untuk
mengurangi bengkak. Perawat dapat mengganjurkan penggunaan bantal donat,
untuk meningkatkan kenyamanan pasien.
Sangat penting untuk mencegah konstipasi, dokter memberikan laksatif dan
perawat memberikan pasien makanan tinggi serat dan minum yang cukup. Saat
pasien buang air besar dapat terjadi perdarahan minimal atau sedang, hal ini normal
terjadi pada pasien post operasi hemoroid, perawat berperan penting untuk
menjelaskan situasi ini agar pasien tidak khawatir dan sengaja tidak tidak buang air
besar.

13
Sebelum pasien pulang perawat harus melakukan dishcarge planning,
menginstruksikan pasien untuk segera ke pelayanan kesehatan apabila perdarahan
banyak, nyeri berat pada rektum dan abdomen, retensi urin, demam atau menggigil,
retensi flatus dan fekal 48jam setelah pembedahan, mual muntah, kulit gatal,
bengkak atau kemerahan. Menganjurkan pasien konsumsi obat sesuai aturan.
Menjaga area rektum tetap bersih. Memberikan edukasi pada pasien tentang
perilaku untuk mencegah kekambuhan.

14
BAB 3
PEMBAHASAN

Beberapa penelitian terkait penggunaan Stapled Haemorroidhectomy yang


dibandingkan dengan metode tatalaksana hemoroid, penelitian rata-rata dilakukan
dalam kurun waktu satu tahun penuh hingga sepuluh tahun. stapled
haemorroidhectomy dibandingkan dengan teknik operatif untuk hemoroid lain
diantaranya pada penelitian yang membandingkan antara Rubber Band Ligation
dan Stapled Hemorrhoidectomy (Peng, 2003), kedua metode sama efektifnya
dalam mengontrol prolaps simtomatik, namun pada kelompok Rubber Band
Ligation terjadi peningkatan insiden perdarahan berulang. Penelitian Stapled
Hemorrhoidectomy versus Conventional Excision Hemorrhoidectomy for Acute
Hemorrhoidal Crisis (Lai, 2007) kedua metode memiliki tingkat komplikasi yang
sama, kelebihan dari Stapled Hemorrhoidectomy memiliki skala nyeri pasca operasi
lebih rendah, waktu operasi lebih singkat, lama hari rawat di rumah sakit lebih
pendek dan lebih cepat kembali beraktivitas normal. Dalam beberapa penelitian lain
terkait Stapled Hemorrhoidectomy ini dapat diterima dan mendapatkan kepuasan
pasien, fungsi usus lebih cepat kembali meskipun tidak secara signifikan (Ellaban
2010), dan biaya yang diperlukan lebih sedikit dibandingkan dengan metode
tatalaksana hemoroid lain (Touzin 2006). Dibandingkan dengan metode open
hemrrhoidectomy, stapled Hemorrhoidectomy secara signifikan lebih baik dalam
hal pemulihan dan pmengurangi nyeri tanpa harus menggunakan analgesik (Wong
2008)
Kekurangan dari metode stapled Hemorrhoidectomy kebanyakan terjadi
pada pasien hemoroid grade III dan IV diantaranya terjadi muncul komplikasi
seperti prolaps berulang, thombosed hemorrhoids, tingkat kekambuhan masih
tinggi (Arif 2016). Retensi urin yang muncul menjadi komplikasi umum yang
ditemukan, inkontinensia flatus dan fekal (Manfredelli 2012).
Stapled Hemorrhoidectomy efektif dan minimal komplikasi apabila
dilaksanakan pada pasien hemoriod dibawah grade 3. Stapled Hemorrhoidectomy
diindikasikan untuk penetalaksanaan hemoroid grade 2-3 dan metode open

15
Hemorrhoidectomy untuk grade 4 sehingga menghasilkan outcome yang baik
(Panarese 2012).

16
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Saleem., Talat Waseem., Javaid-ur-Rehman Ashraf., Farooq Ahmad. 2016.


Stapled Hemorrhoidectomy; Is It Really Superior To Conventional
Hemorrhoidectomy? A Longterm Analysis. Professional Med J. Vol.
23(12): 1505-1512
Bikhchandani, Jai., P.N. Agarwal., Ravi Kant., V.K. Malik. 2005. Randomized
controlled trial to compare the early and mid-term results of stapled versus
open hemorrhoidectomy. The American Journal of Surgery 189: 56–60
Cerato, Marlise Mello., Cerato Nilo Luiz., Passos Patricia., Alberto Treiguer.,
Damin, Daniel C. 2014. Surgical Treatment of Hemorrhoids: A Critical
Appraisal of the Current Options. ABCD Arq Bras Cir Dig 27 (1): 66-70
Cheetham, M. J., C. R. G. Cohen., M. A. Kamm., R. K. S. Phillips. 2003. A
Randomized, Controlled Trial of Diathermy Hemorrhoidectomy vs.
Stapled Hemorrhoidectomy in an Intended Day-Care Setting With Longer-
Term Follow-Up. Dis Colon Rectum. Vol 46 (4): 491-497
Drugs. 2016. Stapled Hemorrhoidopexy. [online] available at :
https://www.drugs.com/cg/stapled-hemorrhoidopexy-discharge-
care.html. Diakses pada 9 Maret 2017
Ellabban, Gouda M. 2010. Stapled Hemorrhoidectomy versus Traditional
Hemorrhoidectomy for the Treatment of Hemorrhoids. World Journal of
Colorectal Surgery. Vol. 2(1):1-25
Ethicon. 2017. minimally invasive surgery. [online] avaible at :
http://www.ethicon.com/patients/learn-more/minimally-invasive-
surgery# . diakses pada 9 Maret 2017
Guraya, Salman Yousuf., Gamal A Khairy. 2013. Stapled Hemorrhoidectomy;
Results of a Prospective Clinical Trial in Saudi Arabia. Journal of Clinical
and Diagnostic Research. Vol-7(9): 1949-1952
Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. 2000. “Harrison Prinsip-
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam”, Volume 4, Edisi 13. EGC : Jakarta.
Lai, Huang-Jen., Shu-Wen Jao., Chin-Cheng Su., Ming-Che Lee., Jung-Cheng
Kang. 2007. Stapled Hemorrhoidectomy versus Conventional Excision
Hemorrhoidectomy for Acute Hemorrhoidal Crisis. J Gastrointest Surg.
11:1654–1661
Manfredelli, Simone., Gioacchino Montalto., Giovanni Leonetti., Marco Covota.,
Chiara Amatucci., Alfredo Covota., Angelo Forte. 2012. Conventional
hemorrhoidectomy (CH) vs stapled hemorrhoidectomy (SH) in surgical
treatment of hemorrhoid. Ten yeras experience. Ann. Ital. Chir. Vol 83:
129-134

17
Merdikoputro, D. 2006. “Jalan Kaki Cegah Wasir”. Dikutip dari <www.
suaramerdeka.com> pada 10 Maret 2017.
Panarese, Alessandra.,Daniele Pironi., Maurizio Vendettuoli., Stefano Pontone.,
Stefano Arcieri., Andrea Conversi., Anna Maria Romani., Angelo
Filippini. 2012. Stapled and conventional Milligan–Morgan
haemorrhoidectomy: different solutions for different targets. Int J
Colorectal Dis. 27:483–487
Peng, Benedict C., David G. Jayne., Yik-Hong Ho. 2003. Randomized Trial of
Rubber Band Ligation vs. Stapled Hemorrhoidectomy for Prolapsed Piles.
Dis Colon Rectum. Vol. 46 (3): 291-297
Picchio, Marcello., Domenico Palimento., Ugo Attanasio., Andrea Renda. 2006.
Stapled vs open hemorrhoidectomy: long-term outcome of a randomized
controlled trial. Int J Colorectal Dis. 21: 668–669
Sgourakis, George., Georgios C. Sotiropoulos., Georgia Dedemadi., Arnold
Radtke., Ioannis Papanikolaou., Thalis Christofides., Andreas D. Rink.,
Constantine Karaliotas., Hauke Lang. 2008. Stapled versus Ferguson
hemorrhoidectomy: is there any evidence-based information?. Int J
Colorectal Dis. 23:825–832
Singhealth. 2014. Bedah Minimal Invasif (MIS). [online] avaible at :
https://www.singhealth.com.sg/PatientCare/Overseas-
Referral/bh/Conditions/Pages/Minimally-Invasive-Surgery-
Laparoscopic-Surgery.aspx . diakses pada 9 Maret 2017
Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Ilmu Badah. EGC : Jakarta.
Swierzewski, Stanley J. 2015. Postoperative Care after Hemorrhoidectomy,
Hemorrhoidectomy Complications. [online] available at :
http://www.healthcommunities.com/gastrointestinal-
surgery/postoperative-care-complications-hemorrhoidectomy.shtml .
diakses pada 9 Maret 2017
Touzin Eric., Susan Hegge., Craig McKinley., 2006. Early experience of stapled
hemorrhoidectomy in a community hospital setting. J can chir, Vol. 49 (
5): 316-320
Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik. Volume 2, Edisi 2. EGC :
Jakarta
Wong, J.CH., C.C Chung., K.K Yau., H.Y.S Cheung., D.C.T Wong., O.C.Y Chan.,
M.K.W Li. 2008. Stapled Technique for acute Thrombosed Hemorrhoids:
A randomized, Controlled Trial with Long Term Result. Disease of Colon
& Rectum. Vol. 51: 397-403

18

Anda mungkin juga menyukai