Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia sejatinya memang diciptakan oleh Allah Swt. Kesimpulan ini
bukan karena ada teori yang menyatakan semisal Cretion Theory ataupun
Inteligent Design, melainkan argumentasi ini sudah inheren menyatu ada dalam
pengetahuan dasar manusia. Manusia pada mulanya tidak ada kemudian ada,
adanya manusia bukan karena ada dengan sendirinya tetapi ada yang
mengadakan, yang mengadakan atau menciptakan manusia adalah Allah Swt.
Allah lah yang menciptakan manusia dengan segala kelengkapannya, rezeki
dan segala urusannya dari mulai penciptaannya sampai kepada batas akhir
kehidupannya.
Manusia keluar dari rahim ibunya hingga masuk kubur bukan hanya untuk
bersenang-senang, tetapi ada tujuan dari penciptaanya. Bahkan saking
mulianya manusia, dari setiap bagian tubuh yang diciptakan-Nya terdapat pula
tujuan nya masing-masing yang sangat luar biasa. Ada perintah yang harus
dilaksanakan, ada larangan yang harus dijauhi dan ada peraturan yang harus
ditaati oleh manusia, yang pada saatnya akan dimintai pertanggungjawabannya
akan apa yang ia kerjakan di dunia. Dibalik perintah dan larangan tersebut ada
hikmah atau manfaat dari suatu perbuatan dan rahasia dibalik sesuatu yang
ditetapkannya yang tidak selalu manusia paham dan mengetahui segala
ketetapannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hakikat manusia sebagai makhluk individu
menurut Al-Qur’an?

1
2. Apa yang dimaksud dengan hakikat manusia sebagai makhluk individu
menurut Bimbingan Konseling?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui mengenai hakikat manusia menurut Al-Qur’an
2. Untuk mengetahui hakikat manusia dalam Bimbingan Konseling

BAB II

PEMBAHASAN

A. Manusia Sebagai Makhluk Individu Menurut Al-Qur’an

2
1. Hakikat Manusia
Dalam Al-Qur’an terdapat empat kata atau istilah yang digunakan untuk
menunjukkan manusia. Pertama, kata ins yang kemudian membentuk kata
insan dan unas. Kata “insan” diambil dari kata “uns” yang artinya jinak,
tidak liat, senang hati, tampak atau terlihat. Kedua, basyar yang berarti kulit
luar. Ketiga, Bani Adam berarti anak Nabi Adam. Keempat, Dzuriyat Adam
yang berarti keturunan Adam.
Menurut Achmad Mubarak, kejiwaan manusia diciptakan Tuhan dengan
sangat sempurna, berisi kapasitas-kapasitas kejiwaan, seperti berpikir,
merasa, dan berkehendak. Jiwa merupakan sistem yang terdiri dari
subsistem ‘Aql (akal), Qalb (hati), Bashirat (pandangan mata batin/nurani),
Syahwat (manusiawi dan netral), dan Hawa (dorongan kepada objek yang
rendah dan tercela/hawa nafsu.
Dalam redaksi al-Qur’an, Allah berbicara lebih luas, karena Allah
memuliakan bani adam (manusia) tanpa tendensi status. Dalam redaksi
tersebut, Allah menyebutkan bani adam dalam bentuk universal. Lebih
jelasnya Allah menyebutkan dalam al-Qur’an QS. Al-Isra’ [17]: 70.

‫ضفل ىنتههفم تعلتىى تكضثيِرر ممممفن تخلتفقتناَ تتفف ض‬


‫ضيِلل‬ ‫تولتقتفد تكمرفمتناَ بتنضىى تءاَتدتم توتحتمفل ىنتههفم ضفى ٱفلبتمر توٱفلبتفحضر توترتزفق ىنتههم ممتن ٱلطميِم ىبت ض‬
‫ت توفت م‬

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami


angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.

Manusia menurut Islam mempunyai kapasitas yang paling tinggi,


mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui
kesadarannya tentang kehadiran Tuhan yang terdapat jauh dibawah alam
sadarnya. Manusia juga diberi kesabaran moral untuk memilih mana yang
baik dan mana yang buruk, sesuai dengan nurani mereka atas bimbingan
wahyu.

Dimensi spiritual atau ruh mengantar manusia kepada suatu realitas yang
Maha Sempurna, yaitu realitas ilahiah. Menurut Plato dan Aristoteles,
manusia pada hakikatnya adalah hewan yang dapat berbicara, berpikir, dan

3
mengerti. Yang membedakan manusia dari hewan adalah segi kejiwaannya
yang berupa akal dan pikiran.1

2. Hakikat Manusia sebagai makhluk individual


Manusia lahir sebagai makhluk individual yang bermakna tidak berbagi
atau tidak terpisahkan antara jiwa dan raga. Secara biologis, manusia lahir
dengan kelengkapan fisik tidak berbeda dengan makhluk hewani,
namun,secara rohani ia sangat berbeda dengan makhluk hewani apapun.
Jiwa manusia merupakan satu kesatuan dengan jiwa dan raganya untuk
selanjutnya melakukan aktivitas dan kegiatan. Kegiatan manusia tidak
semata-mata digerakkan oleh jasmaninya, tetapi juga aspek rohaniah.
Manusia mengerahkan seuruh jiwa raganya untuk berkegiatan dalam
hidupnya.
Manusia sebagai individu merupakan pribadi yang terpisah, berbeda dari
pribadi lain. Manusia sebagai makhluk individu adalah manusia sebagai
perseorangan yang memiliki sifat sendiri-sendiri. Manusia sebagai individu
adalah bersifat nyata, berbeda dengan manusia lain dan sebagai pribadi
dengan ciri khas tertentu yang berupaya merealisasikan potensi dirinya.
Sebagai individu, manusia memiliki harkat dan martabat yang mulia.
Setiap manusia dilahirkan sama dengan harkat dan martabat yang sama
pula. Perbedaan yang ada seperti berbeda keyakinan, tempat tinggal, ras,
suku, dan golongan tidak meniadakan persamaan akan harkat dan martabat
manusia.oleh karena itu, pengakuan dan penghargaan manusia sebagai
manusia mutlak diperlukan. Pengakuan dan penghargaan itu di wujudkan
dengan pengakuan akan jaminan atas hak-hak asasi manusia. Seorang
individu pastilah tidak mau harkat dan martabatnya di rendahkan, bahkan di
injak-injak oleh individu lain.2
Tafsir Q.S. Al-an’am : 164

1
Purwanto Yadi, Psikologi Kepribadian, P T Refika Aditama; Bandung: 2017. Hal.
25
2
Faizah, Psikologi Dakwah, Prenada Media Group (kencana), Jakarta:
cet.IV,2018.

4
‫س إضمل تعلتفيِتهاَ توتل تتزهر تواَزترةة ضوفزتر أه‬
‫ب هكلُل نتفف ر‬‫ب هكمل تشفيرء توتل تتفكضس ه‬ ُ‫اض أتفبضغي تر بلباَ توههتو تر ل‬‫قهفل أتتغفيِتر م‬
‫ض‬ ‫ض‬
‫فخترىى ثهمم إضلتىى تربمهكفم تمفرضجهعهكفم فتيِهنتبمئههكفم بضتماَ هكفنتهفم ضفيِضه تتفختتلضهفوتن‬

Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia
adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa
melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang
yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada
Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang
kamu perselisihka”.
Allah berfirman: qul (“Katakanlah.”) Wahai Muhammad kepada orang-
orang yang menyekutukan Allah dalam keikhlasan beribadah dan
bertawakkal kepada-Nya: a ghairallaaHi abghii rabban (“Apakah aku akan
mencari Rabb selain Allah.”) Maksudnya, apakah aku harus mencari Rabb
lain selain-Nya?
Wa Huwa rabbu kulli syai-in (“Padahal Dia adalab Rabb bagi segala
sesuatu.”) Allahlah yang memelihara, menjaga, dan melindungiku, serta
mengatur urusanku. Karena itu aku tidak akan bertawakkal dan kembali
(bertaubat) kecuali kepada-Nya, karena Dia adalah Rabb dan Pemilik segala
sesuatu, dan kepunyaan-Nyalah penciptaan dan perintah.
Dalam ayat ini terkandung perintah untuk ikhlas bertawakkal,
sebagaimana yang terkandung dalam ayat sebelumnya yang memerintahkan
untuk ikhlas beribadah hanya kepada Allah saja yang tiada sekutu bagi-Nya.
Firman-Nya: wa laa taksibu kullu nafsin illaa ‘alaiHaa wa laa taziru
waariratu wizra ukhraa (“Dan tidaklah seseorang berbuat dosa melainkan
kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri. Dan seorang yang
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”)
Ayat tersebut memberitahukan mengenai kenyataan pada hari Kiamat
kelak yaitu mengenai balasan, ketentuan, dan keadilan Allah swt. Bahwa
masing-masing orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan amal
perbuatannya, jika baik maka akan mendapat kebaikan, dan jika buruk maka
akan mendapatkan keburukan pula, dan bahwasanya seseorang tidak akan
menanggung kesalahan orang lain, dan hal ini merupakan salah satu
keadilan Allah.
irman-Nya: tsumma ilaa rabbikum marji’ukum fa yunabbi-ukum bimaa
kuntum fiiHi takhtalifuun (“Kemudian kepada Rabbmulah kamu kembali,
dan akan diberitakannya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”)
Maksudnya, berbuatlah semampu kalian, sesungguhnya kami akan berbuat
pula sepenuh kemampuan kami, kemudian akan diperlihatkan kepada kalian
dan kepada kami, dan Allah akan memberitahu kalian dan kami semua amal
perbuatan kita, serta apa yang kita perselisihkan di dunia.3
3
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=2ahUKEwjk9Izn4arlAhXSfH0KHXo7C_QQFjABeg
QIAhAB&url=https%3A%2F%2Ftafsirq.com%2F6-al-anam%2Fayat-
164&usg=AOvVaw1Y1v7kPiqWTiPmHHTeTJYS

5
B. Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Individu Dalam Bimbingan Konseling
Untuk memahami hakikat manusia ada beberapa pendekatan. Pertama,
mempelajari dan menyelidiki manusia dalam hakikatnya yang murni dan
esensial. Pendekatan ini dilakukan oleh para psikolog, filsuf, dan teolog.
Kedua, melalui pendekatan ideologis dan spiritual yang mengatur tindakan
manusia yang memengaruhi dan membentuk personalitasnya. Pendekatan ini
dilakukan oleh ahli moral, tasawuf, dan sosiolog. Ketiga, mengambil konsep
tentang manusia dari penyelidikan tentang lembaga-lembaga etika dan yuridis
yang telah terbentuk dari pengalaman-pengalaman sejarah yang dihormati.
Pendekatan ini dilakukan oleh ahli hukum dan sejarah.
Setiap manusia memliki perbedaan hal itu di karenakan manusia memiliki
karakteristik sendiri. Ia memiliki sifat, watak, keinginan, kebutuhan, dan cita-
cita yang berbeda satu sama yang lainnya. Setiap manusia diciptakan oleh
tuhan dengan ciri dan karakteristik yang unik satu sama lain berbeda. Oleh
karena itu, manusia sebagai makhluk individu adalah unik. Setiap orang
berbeda bahkan orang yang dikatakan kembar pun pasti ada perbedaan.
Individu berasal dari kata in dan devided . Dalam bahasa
inggris in mengandung arti tidak, sedangkan devided berarti terbagi. Jadi
individu artinya tidak berbagi , atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu
berasal dari kata individium yang berarti yang tak berbagi, jadi merupakan
suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling
kecil dan tak terbatas. Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur
jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang
dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu
pada dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang
tidak disebut sebagai makhluk individu. Setiap manusia memiliki keunikan dan
ciri khas tersendiri, tak ada yang sama persis. Seorang individu adalah
perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yamg
dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan. Kalau seorang
individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia jga
akan memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dipengaruhi oleh faktor

6
lingkungan (faktor fenotip). Karakterisristik yang khas dari seseorang dapat
kita sebut dengan kepribadian.
Manusia sebagai makhluk individu akan berusaha :
1. Menjaga dan mempertahankan harkat dan martabatnya
2. Mengupayakan terpenuhi hak-hak dasarnya sebagai manusia
3. Merealisasikan segenap potensi diri, baik sisi jasmani maupun rohani
4. Memenuhi kebutuhan dan kepentingan diri demi kesejahteraan dirinya
Berbicara mengenai individu maka tidak jauh dari teori tentang kepribadian,
menurut Adler kepribadian adalah pencarian dan perjuangan untuk menggapai
superioritas. Ketika seseorang tenggelam dalam rasa ketidakberdayaan atau
mengalami suatu peristiwa yang membuat dirinya tidak mampu berbuat apa-
apa, orang tersebut kemungkinan akan merasa inferior. Jika perasaan tersebut
semakin dalam, ia sangat mungkin mengembangkan kompleks inferioritas
yaitu rasa minder. Kompleks inferioritas membuat perasaan normal akan
ketidakmampuan menjadi berlebihan, membuat individu merasa tidak mungkin
meraih tujuan dan akhirnya tidak mau lagi mencoba. Perjuangan sesesorang
untuk mengatasi kompleks inferioritas mungkin menyebabkan berkembangnya
kompleks superioritas (perasaan ego protektif mengenai keagungan diri)
sebagai cara untuk mempertahankan rasa harga diri. Pandangan Adler ini
merupakan pandangan psikologi individu yang berfokus pada keunikan
individu dan pentingnya cara individu tersebut memandang dirinya. Ia yakin
bahwa banyak masalah kepribadian dapat dihindari dengan menggunakan
pengetahuan yang mendetail tentang individu untuk membentuk lingkungan
sosial yang lebih sehat. Adler dikenal sebagai orang yang sangat percaya
dengan sifat alami manusia yang positif dan mengacu pada tujuan hidup
masing-masing.
Psikolog Tory Higgins menulis tentang diri actual (konsep diri saat ini), diri
ideal (harapan, keinginan, atau aspirasi), dan diri yang seharusnya (keyakinan
mengenai kewajiban diri). Ketidakcocokan antara diri actual dan diri ideal
dapat mengakibatkan munculnya rasa tidak puas dan kecewa yang parah.
Jurang pemisah antara diri actual dan diri yang seharusnya dapat menyebabkan
munculnya rasa bersalah dan kecemasan akan kegagalan dalam
mempertanggungjawabkan sesuatu. Emosi dan motivasi mungkin muncul dari

7
diskrepansi ini. Sebagai contoh, jika anda selalu ingin mengejar penghargaan
lebih, anda mungkin akan merasa depresif, sedangkan jika anda selalu
mencemaskan tanggung jawab yang semakin besar, anda akan menjadi
pencemas. Hal ini penting, baik ketika anda sedang mencoba mendapatkan
prestasi atau menggapai diri ideal anda, motivasi anda menuju ke arah itu akan
meningkat. Teori kecil seperti itu tidak mempertimbangkan kedalaman
psikologi dari teori neoanalisis, namun lebih melihat motivasi dan regulasi diri
dalam kehidupan sehari-hari.
Roy Baumeister adalah peneliti kontemporer yang mencoba untuk
menjelaskan lebih banyak tentang apa yang mereka maksud dengan “self” yang
menarik, ia yakin bahwa usaha untuk menemukan diri sendiri sebenarnya
merupakan usaha untuk mencari hidup yang bermakna, dan bahwa bukanlah
harga diri yang sebenarnya dituju. Kita semua mempunyai kebutuhan untuk
merasa memiliki sebuah hasrat akan kelekatan interpersonal. Ia menekankan
bahwa hidup terus berubah namun pengertian yang akan kita berikan kepada
hidup akan selalu konstan.
Bertentangan dengan apa yang dipercaya oleh banyak orang, harga diri yang
tinggi tidak harus memberikan hasil akademis yang baik, atau unjuk kerja yang
baik, juga tidak perlu selalu menyebabkan terciptanya relasi sosial yang baik.
Sebaliknya, orang-orang yang memperoleh hasil akademis yang bagus akan
merasa senang dengan diri mereka karena pemenuhan yang berhasil mereka
capai. Ini menyarankan bahwa kita harus lebih sedikit memuji anak secara
abstrak dan lebih sering mengajarkan mereka keterampilan-keterampilan
tertentu dan menghargai pencapaian yang mereka peroleh.4

4
Howard friedman and Miriam schustack, kepribadian teori klasik dan riset
modern, Jakarta, Erlangga, 2006, hal.16

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai individu, manusia memiliki harkat dan martabat yang mulia. Setiap
manusia dilahirkan sama dengan harkat dan martabat yang sama pula.
Perbedaan yang ada seperti berbeda keyakinan, tempat tinggal, ras, suku, dan
golongan tidak meniadakan persamaan akan harkat dan martabat manusia.oleh
karena itu, pengakuan dan penghargaan manusia sebagai manusia mutlak
diperlukan. Pengakuan dan penghargaan itu di wujudkan dengan pengakuan
akan jaminan atas hak-hak asasi manusia. Seorang individu pastilah tidak mau
harkat dan martabatnya di rendahkan, bahkan di injak-injak oleh individu lain.
Manusia sebagai makhluk individu berupaya merealisasikan segenap
potensi dirinya, baik potensi jasmani maupun potensi rohani. Sebagai makhluk

9
individu, manusia berusaha memenuhi kepentingan atau mengejar kebahagiaan
sendiri. Motif tindakkannya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang
meliputi kebutuhan jasmani dan rohani.

10

Anda mungkin juga menyukai