Anda di halaman 1dari 28

SIAPAKAH

MANUSIA?
Mzm 8
Manusia hina sebagai makhluk mulia
8:4 apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya?  Apakah
anak manusia , sehingga Engkau mengindahkannya? 8:5 Namun
Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah,  dan
telah memahkotainya dengan kemuliaan dan
hormat.  8:6 Engkau membuat dia berkuasa  atas buatan tangan-
Mu;  segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya: 8:7 
kambing domba dan lembu sapi sekalian,  juga binatang-
binatang di padang;  8:8 burung-burung di udara dan ikan-ikan
di laut,  dan apa yang melintasi arus lautan. 8:9  Ya TUHAN,
Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! 
Cicero: “Homo solus particeps rationis et cogitationis”.
Artinya hanya manusia yg mampu ambil bagian dalam nalar dan
pikir, atau kata lain,
hanya manusia yang mampu menggunakan nalar dan pikiran.
Rene Descartes: “cogito ergo sum” : aku berpikir, maka aku ada.

Manusia adalah makhluk yang bernalar-berpikir. Namun manusia


bukan hanya memiliki akal budi sehingga mampu untuk berpikir dan
bernalar tetapi juga memiliki hati nurani-suara hati (ber-discernment).
homo sapiens
 Manusia itu diciptakan atau hasil evolusi?
 Joseph Ratzinger:
Manusia adl rencana Allah, bukan ‘kesalahan’ Allah.
Iman (jawaban atas Wahyu Allah) dan pengetahuan (buah olah
pemikiran manusia-biologis).
 Agustinus:
“percaya tidak lain adalah berpikir dengan bersetuju… Orang yang percaya
adalah juga seorang pemikir: dalam percaya, mereka berpikir dan dalam
berpikir, mereka percaya. Jika iman kepercayaan tdak berpikir, maka bukan
apa-apa. Jika tidak ada persetujuan (amin), maka tidak ada iman
kepercayaan, karena jika tidak ada persetujuan (amin) orang tidak benar-
benar percaya”.
Pennenberg: evolusi = peziarahan menuju ke kesempurnaan.
Manusia sebagai Pribadi
• Prosopon: persona  unik (unus).
• persona itu bersifar singular dan konkret dalam realitasnya
• Memiliki kebebasan – kehendak bebas: eksistensi manusia
• Dialog dg Allah: relasi personal  persatuan dalam cinta.
• Memiliki kesatuan badan dan jiwa  martabat manusia
• Manusia sebagai pribadi  bersifat unik sekaligus kompleks dan
menyejarah sekaligus bersifat kekal.
• Manusia itu bernilai dalam dirinya sendiri.
• Memiliki tujuan akhir  memuliakan Allah dan melaksanakan
hukum cintakasih.
Manusia memiliki kemerdekaan/kebebasan
 Hakekat dan syarat-syarat bagi manusia yang mulia itu adalah
bahwa ia merdeka/memiliki kebebasan dan bertanggungjawab
dalam hal mencari/mengupayakan tujuan hidupnya.
Kemerdekaan manusia pada dasarnya bersifat jasmani dan rohani.
Adanya kemerdekaan pada dirinya dikarenakan manusia memiliki
akal-budi/pikiran sehingga ia memiliki kemampuan untuk memilih.
Kebebasan bersifat jasmani yaitu bila tubuh manusia tidak
terbelenggu untuk melakukan aktifitas yang dimaui, sejauh sesuai
dengan kodratnya.
Kebebasan yang bersifat rohani mencakup dua hal yaitu kebebasan
dalam arti pikiran dan dalam arti moral.
Manusia menjadi subyek dari segala perbuatannya
 Hakekatnya manusia itu sebagai subyek dan bukan obyek.
Sebagai subyek berarti manusia adalah pelaku dan penanggung-
jawab segala perbuatannya.
 Ada ungkapan latin: “cogito ergo sum dan cogito ergo passum”.
Artinya manusia itu aktif dan kreatif karena harus memikirkan,
merencanakan, yang melakukan dan yang mempertanggung-
jawabkan segala apa yang diperbuatnya.
 Manusia bukan obyek atau yang dikenai tindakan (bersifat pasif).
Maka keliru besar bila kita mengobyektivasi manusia sesama kita,
karena di sana mesti muncul penindasan martabat manusia dan
ketidak-adilan.
Manusia dituntut tanggung-jawab dalam hidupnya

 Karena kesadaran akan keberadaan dirinya termasuk apa yang dipikirkan


dan diperbuatnya, dalam kebebasannya, maka manusia selalu dituntut
untuk mempertanggung-jawabkan segala perbuatannya.
 Pertanggungan jawab itu pada dirinya sendiri (suara hatinya), pada
sesamanya (dalam sebuah system dan komunitas) dan kepada Tuhan
Allah yang menjadi tujuan akhir dari hidupnya.
 Dalam hal ini manusia diajarkan ajaran moral yaitu bahwa manusia
hendaknya bertindak segala sesuatu dengan kesadaran, kemauan (tidak
dipaksa) dan bermotivasi luhur.
Bila tidak demikian maka menurut ajaran moralitas, hal itu disebut dosa.
Manusia sebagai ciptaan yang istimewa

• Pertama, manusia bersifat rohani.


• Artinya, Allah adalah Roh, maka ketika manusia diciptakan
menurut citra Allah, manusia adalah makhluk yang bersifat
rohaniah.
• Manusia mempunyai bagian yang tidak kelihatan yang mirip
dengan Allah.
• Manusia adalah makhluk rohani, sehingga manusia dapat
berkomunikasi dengan makhluk rohani lainnya, manusia dapat
berkomunikasi dengan dunia yang tidak kelihatan. Hal ini tidak
dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya.
• Kedua, bermoral.
• Karena Allah suci adanya, maka ketika Ia menciptakan
manusia, Ia menciptakannya dengan keutamaan moralitas.
Keutamaan inilah yang membuat manusia berbeda dengan
ciptaan lain sekaligus mengembangkan tanggungjawab dari
Allah.
• Manusia adalah makhluk bermoral, maka ia akan selalu
mengupayakan kesejatian hidup dalam kebenaran dan
kebijaksanaan daripada kejahatan. Allah menciptakan manusia
dengan suatu mandat untuk menguasai bumi dan segala isinya
(bdk GS 16).
• Ketiga, rasional.
• Sebagai citra Allah, manusia dikaruniai rasio untuk bisa
membedakan mana yang baik dan benar maupun yang tidak baik
dan jahat. Dengan rasionalitasnya, manusia menemukan dirinya
sebagai makhluk yang istimewa, makhluk yang mampu
membedakan (berpikir) untuk mengerti setiap kebenaran (bdk GS
15).
• Keempat, menguasai namun tidak diskriminatif.
• Allah menentukan untuk menciptakan manusia, di mana manusia
diberi potensi untuk mengusai dan mengembangkan kemampuan
demi kesejahteraan bersama. Namun harus diakui bahwa semua
orang mempunyai jiwa yang berbudi dan diciptakan menurut
rencana Allah, dengan demikian mempunyai kodrat serta asal mula
yang sama. Mereka semua mengemban panggilan serta tujuan ilahi
yang sama pula.
• Kelima, relasional dan komunal.
• Manusia diciptakan untuk berelasi dan bersekutu. Relasi dan
persekutuan ini memperlihatkan suatu ketergantungan dasariah
antarmanusia sebagai makhluk yang selalu ada bersama.
• Sikap saling ketergantungan itu semakin meningkat dan lambat
laun meluas ke seluruh dunia, maka kesejahteraan umum
sekarang ini juga semakin bersifat universal, dan oleh karena
itu mencakup hak-hak dan kewajiban-kewajiban, yang
menyangkut seluruh umat manusia.
• Katarina dari Siena:
• “Mengapa Allah meninggikan manusia ke martabat yang begitu mulia? Cinta
yang tidak ternilai, yang dengannya Allah memandang makhluk ciptaanNya
dalam diri-Nya sendiri dan jatuh cinta kepadanya, sebab Allah menciptakannya
karena cinta, karena cinta Allah memberi kepadanya satu kodrat, yang dapat
merasakan kegembiraan pada diri-Nya, harta abadi" (KGK, 365).
• Karena diciptakan menurut kehendak dan rencana Allah, manusia memiliki
martabat sebagai pribadi : ia bukan hanya sesuatu, melainkan seorang. Ia mampu
mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas dirinya, mengabdikan diri dalam
kebebasan dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain.
• Keunggulan martabat manusia ini diletakkan dalam hati nurani.
• “Hati nurani adalah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia
seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya. Berkat hati
nurani dikenallah secara ajaib hukum, yang dilaksanakan dalam cinta kasih terhadap
Allah dan sesama” (GS 16).
• Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk manusia, tetapi manusia itu
sendiri diciptakan untuk melayani Allah, untuk mencintai-Nya dan
untuk mempersembahkan seluruh ciptaan kepada-Nya.
• Yohanes Krisostomus:
• "Makhluk manakah yang diciptakan dengan martabat yang demikian itu?
Itulah manusia, sosok yang agung, yang hidup dan patut dikagumi, yang
dalam mata Allah lebih bernilai daripada segala makhluk. Itulah manusia;
untuk dialah langit dan bumi dan lautan dan seluruh ciptaan. Allah sebegitu
prihatin dengan keselamatannya, sehingga la tidak menyayangi Putera-Nya
yang tunggal untuk dia. Allah malahan tidak ragu-ragu, melakukan segala
sesuatu, supaya menaikkan manusia kepada diri-Nya dan memperkenankan
ia duduk di sebelah kanan-Nya,“Sesungguhnya hanya dalam misteri Sabda
yang menjelmalah misteri manusia benar-benar menjadi jelas" (GS 22,1).
Manusia: Kesatuan Jiwa dan Badan

• Berbicara tentang manusia, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa manusia terdiri
dari jiwa dan badan. Manusia adalah suatu kesatuan, tetapi kesatuan itu
menampakkan adanya keduaan (jiwa dan badan). Akan tetapi realitas jiwa dan badan
ini sering dipandang sebagai saling bertentangan.
• Sokrates, jiwa merupakan azas hidup manusia.
• Jiwa adalah intisari manusia dan oleh karenanya manusia wajib mengutamakan
kebahagiaan jiwanya melebihi kebahagiaan badannya sendiri.
• Plato, jiwa dan badan berbeda dan saling bertentangan.
• Jiwa berasal dari dunia atas (idea-idea) sedangkan tubuh berasal dari dunia bawah
(materi). Dualisme Plato ini jiwa dipandang lebih tinggi daripada badan, karena
bersifat adikodrati dan kekal. Sebaliknya, badan dilihat sebagai penjara bagi jiwa
dan bersifat fana.
• Bagi Aristoteles, materi adalah azas yang paling akhir.
• Materi tidak bisa dipisahkan dari segala bentuk. Materi tanpa bentuk
tidak memiliki kenyataan. Namun itu tidak berarti bahwa materi
adalah hal yang “tidak ada” sama sekali, melainkan ia merupakan
kenyataan yang masih belum mewujud. Ia bisa mewujud dalam
kesatuannya dengan bentuk.
• Secara singkat dapat dikatakan bahwa menurut Aritoteles, materi
dan bentuk tidak dapat dipisahkan. Materi tidak dapat berada tanpa
bentuk, sebaliknya bentuk tidak dapat berada tanpa materi. Tiap
ada yang dapat diamati tersusun dari materi dan bentuk. Pada
kesimpulannya, Aristoteles berpendapat bahwa baik jiwa maupun
badan keduanya bersifat fana. Tak ada jiwa yang tidak dapat mati.
• Badan manusia mengambil bagian pada martabat keberadaan
"menurut citra Allah“.
• "Manusia, yang satu jiwa maupun raganya, melalui kondisi
badaniahnya sendiri menghimpun unsur-unsur dunia jasmani dalam
dirinya, sehingga melalui dia unsur-unsur itu mencapai tarafnya
tertinggi, dan melambungkan suaranya untuk dengan bebas
memuliakan Sang Pencipta. Oleh karena itu manusia tidak boleh
meremehkan hidup jasmaninya; tetapi sebaliknya, ia wajib
memandang baik serta layak dihormati badan-nya sendiri, yang
diciptakan oleh Allah dan harus dibangkitkan pada hari terakhir"
(GS 14,1).
• Seluruh aspek interior manusia (perasaan, pikiran, kehendak, dsb) tidak hanya
terpendam di dalam batin manusia, tetapi terungkap ke luar melalui tubuh.
• Tubuh mengekspresikan seluruh diri manusia (jasmani dan rohani),
• Tubuh manusia merupakan pengungkapan sekaligus penghadiran simbolis
dari seluruh kemanusiaannya,
• Tubuh manusia juga merupakan jembatan yang mengkomunikasikan
pribadi manusia dengan sesama, alam dan Tuhan.
• “Tidak ada aku ‘an sich’. Tak mungkin memikirkan suatu cara berada
manusia yang tidak sekaligus suatu cara berada di dunia”.
• Nilai tubuh didasarkan pada iman bahwa Allah-lah yang menciptakan tubuh
manusia. Allah menciptakan manusia (jiwa dan tubuh) sebagai citranya dan
memberikan kepada manusia martabat yang lebih tinggi daripada makhluk
ciptaan lainnya.
Manusia: Pria dan Wanita
• Pria dan wanita diciptakan, artinya, dikehendaki Allah dalam persamaan
yang sempurna di satu pihak sebagai pribadi manusia dan di lain pihak dalam
kepriaan dan kewanitaannya.
• "Kepriaan" dan "kewanitaan" adalah sesuatu yang baik dan dikehendaki Allah:
keduanya, pria dan wanita, memiliki martabat yang tidak dapat hilang, yang
diberi kepada mereka langsung oleh Allah, Penciptanya.
• Keduanya, pria dan wanita, bermartabat sama "menurut citra Allah". Dalam
kepriaan dan kewanitaan mereka mencerminkan kebijaksanaan dan kebaikan
Pencipta.
• Allah sendiri sama sekali tidaklah menurut citra manusia. Ia bukan pria,
bukan juga wanita. Allah adalah Roh murni, pada-Nya tidak bisa ada
perbedaan jenis kelamin. Namun dalam "kesempurnaan-kesempurnaan" pria
dan wanita tercermin sesuatu dari kesempurnaan Allah yang tidak terbatas.
Kejadian
2:18, 21-13
• 2:18 TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri
saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”
• 2:21 Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia
tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu
menutup tempat itu dengan daging. 
• 2:22 Dan dari rusuk  yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu,
dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. 
• Pria dan wanita diciptakan "satu untuk yang lain“
• Bukan seakan-akan Allah membuat mereka sebagai manusia
setengah-setengah dan tidak lengkap,
• la menciptakan mereka untuk satu persekutuan pribadi, sehingga
kedua orang itu dapat menjadi "penolong" satu untuk yang lain,
• di satu pihak mereka itu sama sebagai pribadi ("tulang dari
tulangku"),
• di lain pihak mereka saling melengkapi dalam kepriaan dan
kewanitaannya.
• Dalam perkawinan, Allah mempersatukan mereka sedemikian erat,
sehingga mereka "menjadi satu daging" dan dapat meneruskan kehidupan
manusia.
• Dengan meneruskan kehidupan kepada anak-anaknya, pria dan wanita
sebagai suami isteri dan orang-tua bekerja sama dengan karya
Pencipta atas cara yang sangat khusus.
• Diciptakan menurut citra Allah, yang "mengasihi segala yang ada“, pria
dan wanita terpanggil untuk mengambil bagian dalam penyelenggaraan
ilahi untuk makhluk-makhluk lain.
• Mereka bertanggungjawab untuk dunia yang dipercayakan Allah
kepada mereka.
• Dalam dokumen Gaudium et Spes para Bapa Konsili Vatikan II mengatakan
bahwa semua orang diciptakan dalam citra Allah.
• Mereka memiliki kodrat dan asal-usul yang sama. Mereka memiliki kesetaraan
dasariah. Kesetaraan tersebut harus semakin diakui. Oleh karenanya, “segala bentuk
diskriminasi yang menyangkut hak-hak asasi manusia, entah yang bersifat sosial atau
budaya, berdasarkan jenis kelamin, suku, warna kulit, kondisi sosial, bahasa atau
agama, harus diatasi dan disingkirkan, karena bertentangan dengan rencana Allah”
(GS, 29).
• Kendati terdapat perbedaan-perbedaan yang wajar antara laki-laki dan
perempuan, namun martabat mereka yang sama sebagai pribadi menuntut agar
kita berusaha untuk mewujudkan kondisi hidup lebih manusiawi.
• Kesenjangan ekonomi dan sosial yang berlebihan antara individu dan bangsa-
bangsa merupakan sumber skandal dan bertentangan dengan keadilan sosial,
keadilan, martabat manusia, serta perdamaian sosial dan internasional.
• Bila kaum perempuan masih belum diakui wewenangnya untuk
dengan bebas memilih suaminya, menentukan jalan hidupnya,
atau untuk menempuh pendidikan dan meraih kebudayaan
seperti yang mereka inginkan (GS, 29), wajarlah kalau “Kaum
perempuan menuntut kesetaraan dengan kaum laki-laki
berdasarkan hukum dan keadilan (equity) maupun dalam
kenyataan, bila kesetaraan itu belum mereka peroleh” (GS, 9).
• Yohanes Paulus II
• Perempuan memiliki martabat yang sederajat dengan laki-laki.
Kesetaraan martabat antara laki-laki dan perempuan ini dilandaskan pada
kenyataan bahwa mereka diciptakan oleh Allah sendiri menurut citra
dan keserupaan dengan diri-Nya (FC 22). Berbeda dengan pandangan
Aristoteles (384/3-322 sebelum Masehi) yang meyakini bahwa perempuan
adalah seorang “pria yang tidak sempurna” yang keberadaannya hanya
dibutuhkan demi membantu laki-laki untuk melahirkan anak-anak.
• Berdasarkan kesetaraan martabat sebagai citra Allah ini, baik perempuan
maupun laki-laki memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk berperan
aktif dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup
berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
• Yohanes Paulus II
• “kesetaraan martabat” tidak identik dengan “kesamaan dengan”
laki-laki. Kesetaraan martabat ini akan mencapai kepenuhannya
ketika perempuan dan laki-laki mampu untuk hidup dalam
komunio dengan satu sama lain, dengan saling menerima dan saling
memberikan diri, dengan saling membantu dan bekerjasama untuk
mewujudkan kesejahteraan bersama bagi seluruh ciptaan Allah.
• Dengan penciptaan laki-laki dan perempuan menurut citra dan
keserupaan dengan Allah mereka dipanggil untuk secara timbal
balik hidup bagi satu sama lain. Yohanes Paulus II menegaskan
bahwa dalam diri perempuan, laki-laki memperoleh mitra,
dengannya ia dapat berdialog dalam kesetaraan yang lengkap.
Kesimpulan
• Manusia diciptakan menurut gambar Allah
• Manusia diciptakan menurut gambar Allah sebagai kesatuan badan dan jiwa
• Manusia diciptakan menurut gambar Allah sebagai makhluk bebas
• Manusia diciptakan menurut gambar Allah sebagai makhluk sejarah
• Manusia diciptakan menurut gambar Allah sebagai makhluk sosial
(communio)
• Manusia diciptakan menurut gambar Allah sebagai makhluk seksual
• Manusia diciptakan menurut gambar Allah dihadapan dunia ciptaan dan
pekerjaan
• Martabat manusia sebagai pribadi (persona)

Anda mungkin juga menyukai