Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEWARNEGARAAN

“Islam , Demokrasi dan HAM ”

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


Tauhid Hudini,S.Sos,M.Soc.Sc

Disusun Oleh :

Lazuardi Agachi (41902004)


Muhammad Qassam M (41902065)

MPS 2019 B

SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI


DEPOK
2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan dan kesehatan sehingga makalah yang berjudul “Islam ,
Demokrasi dan HAM” ini dapat diselesaikan.Shalawat serta salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, keluarganya dan sekalian
umatnya hingga akhir zaman. Ucapan Terimakasih juga tidak lupa kami haturkan kepada
Bapak Tauhid Hudini,S.Sos,M.Soc.Sc selaku dosen yang mengampu Mata Kuliah
Kewarnegaraan di kelas kami MPS2019B.

Makalah ini merupakan ulasan terkait “Islam , Demokrasi dam HAM “ beserta
Studi kasus terkait dan Studi komparasinya.

Dengan kemampuan yang sangat terbatas dan makalah ini masih jauh dari
sempurna, baik dalam pengetikan maupun isinya, oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk


pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Depok, 25 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
Abstrak.................................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.....................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................................1
1.3. Tujuan..................................................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................................................2
LANDASAN TEORI............................................................................................................................2
2.1. Hukum Islam..............................................................................................................................2
2.2. Demokrasi..................................................................................................................................4
2.3. Hak Asasi Manusia.....................................................................................................................5
BAB III..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
3.1. Islam dan Demokrasi..................................................................................................................6
3.2. Islam dan HAM..........................................................................................................................8
BAB IV.................................................................................................................................................9
PENUTUP.............................................................................................................................................9
4.1. Kesimpulan.................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................9

iii
Abstrak

Islam memiliki dasar fondasi yang kuat, Al-Qur’an merupakan salah satunya. Demokrasi terkadang di
didefinisikan sebagai rasa menghargai atau hormat kepada Manusia lain, berpartisipasi dalam membuat
keputusan dan kesetaraan sebelum Hukum. Dari dahulu telah muncul sebuah istilah mengenai Demokrasi
yaitu , as egalite (equation), Kesetaraan ( Keadilan ), Kebebasan , Hak Manusia, dan sebagainya. Hak Asasi
Manusia juga termasuk dan ada dijelaskan dalam Al-Quran. Dan juga telah ada dalam Undang undang tiap
Negara. Di negara negara Demokrasi , hak asasi manusia juga menghasilkan konseptualisasi praktis tentang
nilai-nilai hak asasi manusia tentang individualitas dan sosialitas. Kontestasi filosofis dan teologis telah
melahirkan interpretasi dan keyakinan yang berbeda di antara nilai-nilai Islam, demokrasi dan hak asasi
manusia para aktor politik. Tulisan ini akan mengupas tentang Islam, Demokrasi dan Hak asasi manusia.\

Kata Kunci: Islam ,Demokrasi dan HAM

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Saat ini, demokrasi merupakan komoditas rejim konseptual yang paling laku di dunia ini,
serta menjadi keimanan sebagian besar umat manusia sebagai model ideal untuk mencapai
tujuan perdamaian dan keadilan. Demokrasi tidak hanya berdiri kokoh di tempat kelahirannya
saia, tetapi telah sedemikian jauh mengglobal dari Barat ke Timur, mengalir dari utara ke
selatan. Tenfu saja proses perpindahan dan penyebaran demokrasi tidak seperti yang
dibayangkan dan tidak semurah yangperkirakan dan tidak semudah yang diharapkan. Karena
demokrasi tidak hanya terkait sistem yang kongkrit, tetapi sarat akan muatan nilai, ide,
konsesi yang lebih abstrak sifatnya. Atau dengan kata lain demokrasi itu tidak hanya
mempermasalahkin mekanisme perwujudan dan pembentukan sistem (prosedural) atau
schumpeterian tetapi juga terkait dengan substansi ( hakekat ) yang sifatnya fundamental.
1.2. Rumusan Masalah
a) Mengetahui Islam ?
b) Mengetahui Demokrasi ?
c) Mengetahui HAM ?

1.3. Tujuan
a) Untuk mengetahui Islam
b) Untuk mengetahui Demokrasi
c) Untuk mengetahui HAM

8
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Hukum Islam

Pengertian hukum Islam atau syariat islam adalah sistem kaidah kaidah yang
didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukallaf
(orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat
bagi semua pemeluknya. Dan hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Rasul
untuk melaksanakannya secara total. Syariat menurut istilah berarti hukum-hukum yang
diperintahkan Allah Swt untuk umatNya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik yang
berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan dengan amaliyah.
Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dilalui umat manusia untuk menuju
kepada Allah Ta’ala.

Dan ternyata islam bukanlah hanya sebuah agama yang mengajarkan tentang
bagaimana menjalankan ibadah kepada Tuhannya saja. Keberadaan aturan atau sistem
ketentuan Allah swt untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah Ta’ala dan
hubungan manusia dengan sesamanya. Aturan tersebut bersumber pada seluruh ajaran
Islam, khususnya Al-Quran dan Hadits. Definisi hukum Islam adalah syariat yang berarti
aturan yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi SAW,
baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum
yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan) yang dilakukan oleh umat Muslim
semuanya.

Sumber Hukum islam :


1. Al-Quran
Sumber hukum Islam yang pertama adalah Al-Quran, sebuah kitab suci umat
Muslim yang diturunkan kepada nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW
melalui Malaikat Jibril.
2. As-Sunnah

8
Sumber hukum Islam yang kedua adalah Al-Hadist, yakni segala sesuatu yang
berlandaskan pada Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan, perilaku, diamnya
beliau
3. Ijma’
Kesepakatan seluruh ulama mujtahid pada satu masa setelah zaman Rasulullah
atas sebuah perkara dalam agama.” Dan ijma’ yang dapat dipertanggung
jawabkan adalah yang terjadi di zaman sahabat, tabiin (setelah sahabat), dan
tabi’ut tabiin (setelah tabiin).
4. Qiyas
Sumber hukum Islam yang keempat setelah Al-Quran, Al-Hadits dan Ijma’
adalah Qiyas. Qiyas berarti menjelaskan sesuatu yang tidak ada dalil nashnya
dalam Al quran ataupun hadis dengan cara membandingkan sesuatu yang serupa
dengan sesuatu yang hendak diketahui hukumnya tersebut.

Macam-macam Hukum Islam :


1. Wajib
Wajib adalah sesuatu perbuatan yang jika dikerjakan akan mendapatkan pahala
dan jika ditinggalkan akan diberi siksa.
2. Sunnah
Sunnah ialah sesuatu perbuatan yang dituntut agama untuk dikerjakan tetapi
tuntutannya tidak sampai ke tingkatan wajib atau sederhananya perbuatan yang
jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak akan
mendapatkan siksaan atau hukuman.
3. Haram
Haram ialah sesuatu perbuatan yang jika dikejakan pasti akan mendapatkan
siksaan dan jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala.
4. Makruh
Makruh adalah suatu perbuatan yang dirasakan jika meninggalkannya itu lebih
baik dari pada mengerjakannya.
5. Mubah
Mubah adalah suatu perbuatan yang diperbolehkan oleh agama antara
mengerjakannya atau meninggalkannya.

Tujuan dari sistem Hukum Islam :

8
1. Pemeliharaan atas Keturunan
2. Pemeliharaan atas Akal
3. Pemeliharaan atas Jiwa
4. Pemeliharaan atas Kemuliaan
5. Pemeliharaan atas Harta

2.2. Demokrasi

Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai tatanan
aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa Negara. ada dua alasan dipilihnya
demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara. Pertama, hampir semua negara
didunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamamental.; Kedua,
demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan
masyarakat untuk menyelenggarakan Negara sebagai organisasi tertingginya.

Secara epistemologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu ”demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cretein” atau
“cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa adalah keadaan
Negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat,
kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa,
pemerintah rakyat dan oleh rakyat.

Hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan
memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam
penyelenggaraan berada di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal, yaitu:
 Pemerintahan dari Rakyat ( government from people)
Mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintah yang sah dan
diakui (ligimate government) dimata rakyat.
 Pemerintahan oleh Rakyat ( government by the people )
Mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintah yang sah dan
diakui (ligimate government) dimata rakyat.

8
 Pemerintahan untuk rakyat ( government for the people )
Mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada
pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat.

Tujuh norma norma dan pandangan hidup demokratis yang dikemukakan oleh
M.Nur Cholis Majid :
1. Pentingnya kesadaran akan Pluralisme
2. Musyawarah
3. Pertimbangan Moral
4. Mufakat yang jujur dan sehat
5. Pemenuhan segi Ekonomi
6. Kerjasama antar warga untuk itikad baik
7. Pandangan demokratis harus menyatu dengan Pendidikan Demokratis

2.3. Hak Asasi Manusia

Istilah Hak Asasi Manusia merupakan terjemahan dari istilah droits de'l homme
(Peruncis) yang berarti Hak-hak Asasi Manusia, atau disebut Human Rights (Inggris) ,
Menselijke Rechter (Belanda). Di Indonesia, biasanya digunakan istilah hak-hak asasi,
yang berarti hak yang melekat pada martabat manusia yang melekat padanya sebagai
insan ciptaan Allah YME. Atau hak-hak dasar yang prinsip sebagai anugerah Ilahi.
Berarti Hak Asasi Manusia merupakan hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya,
yang tidak bisa dipisahkan dari hakekatnya. Oleh karena demikian, maka hak asasi
manusia itu bersifat luhur dan suci.

Secara objektif, HAM merupakan kewenangan yang melekat pada manusia sebagai
manusia yang harus diakui dan dihormati oleh pemerintahan.Oleh karena itu, landasan
HAM ada dua, kodrat manusia serta Tuhan sendiri yang menciptakan manusia. HAM itu
melekat pada manusia sendiri artinya hak-hak paling fundamental itu tidak lain dari
aspek kodrat manusia atas kemauan manusia sendiri. Sedangkan dalam arti landasan
kedua, HAM tidak tergantung dari pengakuan orang lain. Oleh masyarakat atau oleh
negara manusia memperoleh hak-hak asasi itu langsung dari Tuhan sendiri menurut
kodratnya.

8
Sehingga pada hakekatnya HAM bukan hanya sebatas kebebasan dari penyiksaan dan
penindasan fisik saja, atau kebebasan hati nurani, kebebasan berpikir dan berpendapat
saja, soal keamanan nyawa manusia, akan tetapi jrgu soal kelangsungan hidup dan
martabat manusia. Dengan demikian Hak Asasi Manusia mencakup hak asasi yang
fundamental untuk memperoleh makanan; tempat berteduh dan hal-hal lain yang penting
bagi kehidupan spiritual , kebudayaan dan intelektual.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Islam dan Demokrasi

Fokus dan ruang lingkup demokrasi adalah pada persoalan kemanusiaan, dari
manusia kepada manusia. Dan lebih fokus lagi adalah persoalan kekinian, duniawi.
Dalam demokrasi tidak ada intervensi yang berasal dari pihak luar, di luar diri
manusia, yaitu Allah Swt. Dengan demikian, dalam demokrasi tidak ada nilai-nilai
yang bercorak ilahiah. Tidak ada nilai-nilai yang dipandang transendental yang abadi.
Justifikasi benar dan salah yang dihasilkan dari demokrasi bercorak relatif, sangat
bergantung kepada hasil kesepakatan bersama suatu masyarakat. Keputusan dan
aturan yang dilembagakan sebagai hasil demokrasi tidak memiliki kemutlakan dan
nilai transenden (spiritual). Produk aturan demokrasi semata bersifat temporal dan
kekinian (duniawiyah) semata.

Sekalipun ada pemilikan kemutlakan dan kedaulatan yang berbeda antara


Islam dan demokrasi, tidak berarti dengan sendirinya Islam tidak kompatibel dengan
demokrasi. Banyak persoalan yang harus diurai lebih jauh mengenai kompatibilitas
dan tidak kompatibelnya Islam dengan demokrasi. Tetapi, penjajaran Islam dengan
demokrasi secara serta merta adalah merupakan cara pandang yang salah dan jelas
keliru. Karena Islam merupakan seperangkat ketentuan dan aturan yang terkait
dengan otoritas Allah Swt., secara mutlak. Jika terdapat Persamaan maka itu hanyalah

8
sebagian hakekat saja , karena hakekat yang murni antara islam dan demokrasi
memiliki perbedaan.

Hamid Enayat: “Jika Islam sampai pada konflik dengan postulat-postulat


demokrasi tertentu, itu adalah karena karakter umumnya sebagai sebuah agama…
melibatkan banyak asksioma yang suci”8 . Sementara demokrasi bersandar pada
otoritas manusia, dan lebih menyangkut masalah prosedural.

Kedaulatan dalam pengertian yang paling luas adalah „kekuasaan tertinggi,


mutlak, dan tidak bisa dikontrol; hak mutlak untuk memerintah ,dalam Islam
kedaulatan tertinggi hanya milik Allah SWT semata Allahlah yang berdaulat atas
manusia, yang di dalamnya meliputi kehidupan moral, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik manusia. Menurutnya konsep kedaulatan ini sebenarnya cukup sederhana,
karena di dalam al-Qur‟an secara jelas dikatakan bahwa Allah adalah Pencipta,
Pemelihara dan Penguasa alam semesta ini. Oleh karena itu kehendakNyalah yang
dominan dalam kehidupan alam ini. Kehendaknyalah yang kemudian berkedudukan
menjadi atau sebagai undang-undang.

Dari cara pandang di atas, maka Islam tidak kompatibel dengan demokrasi.
Oleh karena dalam demokrasi, kekuasaan dan hukum sepenuhnya diputuskan dan
berada di tangan rakyat, apakah itu langsung maupun melalui perwakilan. Dalam
demokrasi hukum dan perundang-undangan diubah dan diganti semata-mata
berdasarkan pendapat dan keinginan rakyat.

Dalam konteks prinsip “syura‟ (musyawarah) maka Islam tidak bertentangan


dengan demokrasi. Melalui mekanisme syura ini bisa diterapkan kepada unsur-unsur
politik demokrasi seperti misalnya pemilihan umum, pemilihan presiden, pemilihan
anggota parlemen, penetapan perundang-undangan dan seterusnya.

Hanya saja persoalan yang dihadapi di sini tidak semata mekanisme


pemerintahan yang memang tidak diatur secara tegas, tetapi yang lebih mendasar
adalah apakah prosedur demokratik itu tidak bertentangan dengan Islam ketika ia
diberlakukan untuk memutuskan suatu suatu hukum atau perundang-undangan yang
jelas-jelas sudah ditegaskan dalam al-Qur‟an. Prinsip musyawarah ini tidak bisa
diberlakukan kepada semua persoalan. Persoalan-persoalan yang telah ada
petunjuknya dari Allah secara tegas dan jelas, baik langsung maupun melalui Nabi-
Nya, tidak dapat dimusyawarahkan, seperti misalnya cara-cara beribadah.
Musyawarah hanya dilakukan pada hal-hal yang belum ditentukan petunjuknya, serta
persoalan-persoalan kehidupan duniawi, baik yang petunjuknya bersifat global
maupun tanpa petunjuk dan yang mengalami perkembangan dan perubahan.

Sementara itu, seperti diketahui ada sejumlah masalah yang sudah mutlak
ketentuan hukumnya, misalnya saja berkaitan dengan kewajiban ibadah-ibadah
mahdhah (murni), keharaman babi, judi, riba dan seterusnya. Prosedur demokratik,
dalam hal-hal tertentu tidak bisa merubah ketentuan wajibnya ibadah shalat, puasa,
zakat atau haji, karena ia merupakan persoalan yang sudah qath‟i. Prosedur
demokratik barangkali baru bisa dilakukan pada persoalan-persoalan yang sifatnya
dzanni. Oleh karena itu, untuk memperjelas di mana letak otoritas Allah dan otoritas
manusia, kiranya di sini harus dijelaskan dan dipilahkan pula persoalan-persoalan
yang masuk ke dalam dua kategori tadi, qath‟i dan dzanni.

8
3.2. Islam dan HAM

Hak asasi manusia adalah sebuah konsep hukum dan normatif yang


menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah
seorang manusia. Hak asasi manusia berlaku kapanpun, di manapun, dan kepada
siapapun, sehingga sifatnya universal. HAM pada prinsipnya tidak dapat dicabut. Hak
asasi manusia juga tidak dapat dibagi-bagi, saling berhubungan, dan saling
bergantung. Hak asasi manusia biasanya dialamatkan kepada negara, atau dalam kata
lain, negaralah yang mengemban kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan
memenuhi hak asasi manusia, termasuk dengan mencegah dan menindaklanjuti
pelanggaran yang dilakukan oleh swasta.

Dalam terminologi modern, hak asasi manusia dapat digolongkan menjadi hak
sipil politik yang berkenaan dengan kebebasan sipil (misalnya hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, dan kebebasan berpendapat), serta hak ekonomi, sosial dan
budaya yang berkaitan dengan akses ke barang publik (seperti hak untuk memperoleh
pendidikan yang layak, hak atas kesehatan, atau hak atas perumahan).

HAM merupakan hak yang secara alamiah diperoleh seseorang sejak lahir,
karena itu HAM sejalan dengan ftrah manusia itu sendiri. HAM pada hakikatnya
merupakan anugrah Allah kepada semua manusia.

Menurut Syari‟ah, manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab, dan karenanya ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya
adalah keadilan yang ditagakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa pandang
bulu. Artinya, tugas yang diemban tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan,
sementara kebebasan secara eksistensial tidak terwujud tanpa adanya tanggung jawab
itu sendiri.

Oleh Islam manusia di tempatkan sebagai makhluk yang memilki kemuliaan


dan keutamaan, memiliki harkat dan martabat yang tinggi, sebagaimana dinyatakan
dalam QS. Al. Isra : 70 , Sistem HAM Islam mengandung prinsip prinsip tentang
Persamaan, Kebebasan dan Penghormatan terhadap sesama manusia , artinya islam
memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satusatunya
keunggulan yang dinikmati atas manusia lainnya hanya ditentukan oleh tingkat
ketakwaannya.

Pada dasarnya HAM dalam Islam terpusat pada lima hal pokok yang
terangkum dalam al-dloruriyat al-khomsah atau yang disebut juga al-huquq
alinsaniyah fi al-Islam (hak-hak asasi manusia dalam Islam). Konsep ini mengandung
lima hal pokok yang harus dijaga oleh setiap individu, yaitu:

1. Hifdzu al-nafs wa al-ird atau Hak Untuk Hidup


2. Hifdzu al-„aql atau Hak Persamaan Derajat
3. Hifdzu al-nasl atau Hak memperoleh keadilan
4. Hifdzu al mal atau Hak Perlindungan harta/Milik
5. Hifdzu al-din atau Hak Kebebasan Beragama

8
Penegasan Jalalain dapat mempertegas bahwa usaha untuk menyamakan semua
perbedaan semua umat manusia adalah sebuah tindakan pelanggaran HAM. Ini juga
menunjukkan bahwa dengan perbedaan manusia didorong untuk saling menolong dan
bekerjasama. Karena itu, sikap menghargai atas perbedaan di antara manusia adalah sikap
primordial yang tumbuh secara organik sejak Islam diserukan kepada umat manusia 1500
tahun yang lalu.

Islam menyadari bahwa mengakui perbedaan adalah sikap paling realistis. Hal ini
ditegaskan dalam al-Qur'an Surat al-Baqarah ayat 272 "Bukan tugasmu (hai Rasul) memberi
petunjuk kepada mereka. Tetapi Allah lah yang memberi petunjuk kepada siapapun yang
kekehendaki-Nya". Ayat-ayat ini adalah prinsip HAM dalam beragama dan dalam
menghormati perbedaan. Namun demikian, ayat ini menganjurkan agar setiap orang yang
beriman harus tetap teguh tanpa harus terpengaruh oleh ajaran yang lain.

Jadi, persamaan hak, keadilan, tolong-menolong, dan persamaan di depan hukum


adalah prinsip-prinsip kunci yang sangat diperhatikan di dalam Syari'ah. Dalam sejarah
peradaban Islam, prinsip-prinsip ini dipegang oleh umat Islam sebagai cara hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dengan prinsip-prinsip yang sangat jelas di atas, maka setiap pemaksaan kehendak,
penindasan, diskriminasi, intoleransi, terorisme, dan hal-hal yang menyalahi sunnatullah
bukanlah ajaran Islam. Sekalipun hal ini dilakukan oleh oknum umat Islam, namun ini tetap
sebagai bukan ajaran Islam. Penegasan ini perlu, karena semua pelanggaran HAM dalam
bentuk pemerintahan otoriter (Saddam Hussein Abd al-Majid al-Tikriti, Moammar Abu
Minyar Al- Khadafi dan lain-lain), dalam bentuk terorisme, dan dalam bentuk penindasan
kaum wanita selalu dialamatkan kepada umat Islam. Terorisme adalah persoalan politik dan
ada di setiap agama manapun. Terorisme bukan ajaran agama karena ia bertentangan dengan
nilai nilai kemanusiaan dan sunnatullah.

HAM di dunia Barat


Sejarah HAM atau Hak Asasi Manusia berawal dari dunia Barat (Eropa).Serorang
Filsuf Inggris pada abad ke 17 ,John Locke,merumuskan adanya hak alamiah (natural right)
yang melekat pada setiap manusia,yaitu hak atas hidup,hak kebebasan dan hak milik. Pada

8
masa itu,hak masih terbatas pada bidang sipil (pribadi) dan bidang politik. Sejarah
perkembangan HAM ditandai dengan adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat,
yaitu Magna Charta,Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis. Hak Asasi itu ialah :
a.Kebebasan untuk beragama (freedom of religion);
b.Kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech);
c.Kebebasan dari kemelaratan (freedom from want);
d.kebebasan dari ketakutan (freedom from fear)

HAM perspektif Barat bersifat anthroposentris dan sekuler. Pandangan HAM dalam
Islam mengenai HAM mengarah pada hak-hak yang diberikan Allah sebagai pemegang
kedaulan tertinggi. HAM perspektif Islam menganut pandangan yang bersifat theosentris atau
religious (ketuhanan).
Pandangan antropesentris , nilai-nilai utama dari kebudayaan Barat manusia menjadi
sasaran utama dan akhir dari pelaksanaan HAM yang berimplikasi pada pertanggung jawaban
semata.Sedangkan pandangan theosentris , larangan dan perintah lebih didasarkan atas ajaran
Islam yang bersumber dari Al-Quran dan hadis.Pengakuan akan hak-hak asasi manusia
adalah sebuah kewajiban dalam rangka kepatuhan kepada-Nya yang menjadi orientasi
hidupnya karena itu pertanggung jawaban HAM dalam Islam tidak hanya kepada manusia
namun juga kepada Tuhan kelak.

Berikut tabel perbedaan HAM di barat dan Islam


HAM Barat HAM Islam
1.Bersumber dari pemikiran filosofis semata 1.Bersumber pada ajaran Al-Quran dan Hadis
2.Bersifat antroposentris 2.Bersifat theosentris
3.Lebih mementingkan hak dari pada 3.Keseimbangan antara hak dan kewajiban
kewajiban 4.Kepentingan social diperhatikan
4.Lebih bersifat Individualistik 5.Manusia dilihat sebagai makhluk yang
5.Manusia dilihat sebagai pemilik dititipi hak-hak dasar oleh Tuhan, Sehingga
sepenuhnya hak-hak dasar mereka wajib mensyukuri dan
memeliharanya

8
3.3 Studi Kasus
 Demokrasi
Money Politic
Sepertinya money politik ini selalu menyertai dalam setiap pelaksanaan pemilu.
Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah,
maka dengan mudah mereka dapat diperalat. Politik uang atau politik perut adalah suatu
bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan
haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada
saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik
uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan
simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum.

Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako
antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik
simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang
bersangkutan. Money politik sendiri merupakan hal kerpa kita temui disetiap
penyelenggaran pemilu. Maraknya kasus money politik sendiri menunjukkan bahwa
negeri ini sedang dilanda krisis kepercayaan diri terutama yang dialami oleh para
kandidat.

Politik uang juga tergolong kedalam kasus pelanggaran. hal ini tertuang jelas
dalam Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi:
“Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-
undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu
tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya
dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga
tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa
pemberian atau janji berbuat sesuatu.”

Tragedi Trisakti
Demokrasi sendiri memiliki dua sisi yang berbeda, Sebagaimana pada Tragedi
Trisakti yang merupakan sebuah peristiwa kelam dalam ejarah demokrasi Indonesia.
Dimana hal ini merupakan sebuah peristiwa penembakan, yang terjadi pada tanggal 12

8
Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari
jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di
Jakarta,Indonesia serta puluhan lainnya luka. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia
Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977 – 1998), Hafidin Royan (1976 – 1998 ), dan
Hendriawan Sie (1975 – 1998). Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru
tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada.

Sudah bukan rahasia lagi jika ketika maa orde baru demokrasi adalah sesuatu yang
mahal harganya, bahkan untuk menebusnya harus dibayar dengan nyawa. Sebagaimana
yang terjadi pada tregedi trisakti. Dilatarbe;akangi oleh kondisi Ekonomi Indonesia mulai
goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia sepanjang 1997-1999.
Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung Nusantara,
termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.

Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pada
pukul 12.30 aksi ini sendiri adalah perwujudan dari impelementasi demokrasi yang
harusnya berlaku di Indonesia. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polri dan
militer datang kemudian. Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri.
Akhirnya, pada pukul 17.15, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak majunya
aparat keamanan.

Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para


mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di Universitas Trisakti.
Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun berjatuhan, dan
dilarikan ke RS Sumber Waras.

 Hak Asasi Manusia

Tragedi Westerling
pada Desember 1946 adalah pembantaian Westerling. Sedikitnya 40.000 orang
rakyat Indonesia dibantai oleh pasukan Belanda di bawah komando Raymond Pierre
Paul Westerling di Sulawesi Selatan. Pembantaian ini dilakukan mulai dari Desember
1946 hingga Februari 1947. Target utama mereka adalah warga sipil yang mendukung

8
kemerdekaan Indonesia. Awalnya, pasukan Belanda hanya menyiksa dan menembaki
para pria dan pemuda. Di hadapan wanita dan anak-anak, mereka yang dituduh
langsung ditembak mati di tempat. Rumah-rumah mereka pun dibakar.

Kerusuhan Tanjung Priok


Kerusuhan Tanjung Priok (1984) Bentrokan antara aparat dan warga yang berawal
dari urusan politis dan meluas menjadi masalah SARA terjadi di Tanjung Priok,
Jakarta Utara, pada 12 September 1984. Dalam peristiwa ini, ratusan orang tewas
akibat kekerasan dan penembakan yang dilakukan secara membabi buta oleh aparat
bersenjata. Sementara ratusan orang lainnya menderita luka-luka dan ratusan orang
ditangkap. Operasi Militer Aceh (1989-1998) Berbagai pelanggaran HAM terjadi saat
pemerintah Indonesia melakukan operasi militer di Aceh. Aceh dalam status Daerah
Operasi Militer (DOM) pada 1989-1998. Misi pasukan Kopassus saat itu adalah
memburu pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ingin memisahkan Aceh dari
Indonesia. Saat menjalankan misi, tidak sedikit anggota militer yang melakukan
pelanggaran HAM, seperti penyekapan, penyiksaan, pembunuhan, dan pemerkosaan
terhadap rakyat Aceh atau yang diduga anggota GAM. Akibatnya, banyak korban
yang merupakan penduduk sipil berjatuhan.

3.4

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari paparan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan :

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai