Anda di halaman 1dari 4

Nama : Fikri Subakti Priatna

NIM : 2222010595

Nama Dosen : H. Purwanto, S.Pd., M.M.

Mata Kuliah : Pendidikan Agama

Hari, Tanggal Mengerjakan : Kamis, 1 Desember 2022

KERANGKA DASAR AJARAN ISLAM

Kerangka dasar ajaran Islam merupakan dasar-dasar pokok ajaran Islam yang membekali

setiap orang untuk bisa mempelajari Islam yang lebih luas dan mendalam. Memahami dan

mengamalkan kerangka dasar ajaran Islam merupakan keniscayaan bagi setiap Muslim yang

menginginkan untuk menjadi seorang Muslim yang kaffah. Tiga kerangka dasar Islam, yaitu

Aqidah, syariah, dan akhlak mempunyai hubungan yang sangat erat, bahkan merupakan satu

kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Oleh karena itu, ketiga kerangka dasar tersebut

harus terintegrasi dalam diri seorang Muslim.

1. Aqidah

Aqidah Akidah berakar dari kata yang berarti tali pengikat sesuatu dengan yang lain, sehingga

menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jika masih dapat dipisahkan berarti belum ada

pengikat dan sekaligus berarti belum ada akidahnya. Dalam pembahasan yang masyhur akidah diartikan

sebagai iman, kepercayaan atau keyakinan. Akidah adalah ikatan dan perjanjian yang kokoh.Ruang

Lingkup kajian akidah berkaitan erat dengan rukun iman. Adapun kata iman, secara etimologis, berarti

percaya atau membenarkan dengan hati. Sedang menurut istilah syara’, iman berarti membenarkan

dengan hati, mengucapkan dengan lidah, dan melakukan dengan anggota badan.
Tujuan Aqidah Islam:

a) Untuk mengikhlaskan niat dan ibadah hanya kepada Allah.

b) Membebaskan akal dan pikiran dari kegelisahan yang timbul dari lemahnya akidah.

c) Ketenangan jiwa dan pikiran tidak cemas.

2.Syariah

Secara etimologis, syariah berarti jalan ke sumber air atau jalan yang harus diikuti, yakni jalan ke arah
sumber pokok bagi kehidupan. Orang-orang Arab menerapkan istilah ini khususnya pada jalan setapak
menuju palung air yang tetap dan diberi tanda yang jelas terlihat mata (Ahmad Hasan, 1984: 7).

Adapun secara terminologis syariah berarti semua peraturan agama yang ditetapkan oleh Allah untuk
kaum Muslim baik yang ditetapkan dengan al-Quran maupun Sunnah Rasul (Muhammad Yusuf Musa,
1988: 131).

Mahmud Syaltut mendefinisikan syariah sebagai aturan-aturan yang disyariatkan oleh Allah atau
disayariatkan pokok- pokoknya agar manusia itu sendiri menggunakannya dalam berhubungan dengan
Tuhannya, dengan saudaranya sesama Muslim, dengan saudaranya sesama manusia, dan alam semesta,
serta dengan kehidupan (Syaltut, 1966: 12).

Syaltut menambahkan bahwa syariah merupakan cabang dari aqidah yang merupakan pokoknya.
Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat yang tidak dapat dipisahkan. Aqidah merupakan
fondasi yang dapat membentengi syariah, sementara syariah merupakan perwujudan dari fungsi kalbu
dalam beraqidah (Syaltut, 1966: 13).

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kajian syariah tertumpu pada masalah aturan Allah dan Rasul-
Nya atau masalah hukum. Aturan atau hukum ini mengatur manusia dalam berhubungan dengan
Tuhannya (hablun minallah) dan dalam berhubungan dengan sesamanya (hablun minannas). Kedua
hubungan manusia inilah yang merupakan ruang lingkup dari syariah Islam. Hubungan yang pertama itu
kemudian disebut dengan ibadah, dan hubungan yang kedua disebut muamalah. Ibadah mengatur
bagaimana manusia bisa berhubungan dengan Allah.
Dalam arti yang khusus (ibadah mahdlah), ibadah terwujud dalam rukun Islam yang lima, yaitu
mengucapkan dua kalimah syahadah (persaksian), mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di
bulan Ramadhan, dan pergi haji bagi yang mampu. Sedang muamalah bisa dilakukan dalam berbagai
bentuk aktivitas manusia dalam berhubungan dengan sesamanya. Bentuk-bentuk hubungan itu bisa
berupa hubungan perkawinan (munakahat), pembagian warisan (mawaris), ekonomi (muamalah),
pidana (jinayah), politik (khilafah), hubungan internasional (siyar), dan peradilan (murafa’at). Jika aqidah
merupakan konsep kajian terhadap iman, maka syariah merupakan konsep kajian terhadap islam. Islam
yang dimaksud di sini adalah islam sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis Nabi saw. yang di
riwayatkan oleh Umat Ibn Khaththab sebagaimana yang diungkap di atas.

3.Akhlak

Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlaq yang merupakan bentuk jamak dari
kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat (Hamzah Ya’qub, 1988: 11).
Sinonim dari kata akhlak ini adalah etika, moral, dan karakter.

Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan
perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu
Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada jiwa ang
daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada pikiran
(Rahmat Djatnika, 1996: 27).

Adapun ilmu akhlak oleh Dr. Ahmad Amin didefinisikan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada sebagian lainnya,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan
untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Hamzah Ya’qub, 1988: 12).

Dari pengertian di atas jelaslah bahwa kajian akhlak adalah tingkah laku manusia, atau tepatnya nilai
dari tingkah lakunya, yang bisa bernilai baik (mulia) atau sebaliknya bernilai buruk (tercela). Yang dinilai
di sini adalah tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, yakni dalam melakukan
ibadah,dalam berhubungan dengan sesamanya, yakni dalam bermuamalah atau dalam melakukan
hubungan sosial antar manusia, dalam berhubungan dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang
dan tumbuhan, serta dalam berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga
merupakan makhluk Tuhan.
Secara singkat hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu akhlak kepad Khaliq (Allah Sang Pencipta)
dan akhlak kepada makhluq (ciptaan-Nya). Akhlak merupakan konsep kajian terhadap ihsan. Ihsan
merupakan ajaran tentang penghayatan akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri
yang sedang menghadap dan berada di depan Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga merupakan suatu
pendidikan atau latihan untuk mencapai kesempurnaan Islam dalam arti sepenuhnya (kaffah), sehingga
ihsan merupakan puncak tertinggi dari keislaman seseorang. Ihsan ini baru tercapai kalau sudah dilalui
dua tahapan sebelumnya, yaitu iman dan islam. Orang yang mencapai predikat ihsan ini disebut muhsin.
Dalam kehidupan sehari-hari ihsan tercermin dalam bentuk akhlak yang mulia (al-akhlak al-karimah).
Inilah yang menjadi misi utama diutusnya Nabi saw. ke dunia, seperti yang ditegaskannya dalam sebuah
hadisnya: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia”.

Anda mungkin juga menyukai