A. Pengertian Agama
1. Secara Bahasa
“Agama” diucapkan oleh orang Barat dengan Religios (bahasa Latin), Religion
(bahasa Inggris, Perancis, Jerman), Religie (bahasa Belanda). Istilah ini
bukannya tidak mengandung arti yang dalam melainkan mempunyai latar
belakang pengertian yang lebih mendalam daripada pengertian agama yang
telah disebutkan di atas.
a. Religie (religion) menurut pujangga Kristen, Saint Augustinus, berasal dari
“re dan eligare” yang berarti “memilih kembali” dari jalan sesat ke jalan
Tuhan.
b. Religie, menurut Lactantinus, berasal dari kata “re dan ligare” yang artinya
“menghubungkan kembali sesuatu yang telah putus”. yang dimaksud ialah
menghubungkan antara Tuhan dan manusia yang telah terputus oleh
karena dosa-dosanya.
c. Religie menurut Cicero, berasal dari “re dan ligare” yang berarti “membaca
berulang-ulang bacaan-bacaan suci” dengan maksud agar jiwa si
pembaca terpengaruh oleh kesuciannya.
d. Menurut Harun Nasution (1979 : 9), selain kata agama, dikenal pula kata
din dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya
agama berasal dari kata Sanskrit, kata itu tersusun dari dua kata a = tidak
dan gama = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi
secara turun-temurun. Hal demikian menunjukkan pada salah satu agama
yaitu diwarisi secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya.
Agama juga berarti teks atau kitab suci, dan agama-agama memang
mempunyai kitab suci. Agama juga berarti tuntunan, pengertian ini
menggambarkan salah satu fungsi agama sebagai tuntunan bagi
kehidupan manusia. Adapun kata religi berasal dari bahasa Latin, lebih
lanjut Harun Nasution mengatakan bahwa kata religi adalah relegere yang
mengandung arti mengumpulkan dan membaca. pengertian ini sejalan
dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi
kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. namun
1
ada pendapat yang lain bahwa kata religi berasal dari kata religare yang
berarti mengikat, karena ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat
mengikat bagi manusia, dimana terdapat ikatan antara roh manusia
dengan Tuhan, dan agama memang mengikat manusia dengan Tuhan.
Dengan demikian Harun Nasution menyimpulkan bahwa agama memang
mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia.
e. Selanjutnya din dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum.
Dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan,
patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian ini juga sejalan dengan
kandungan agama yang di dalamnya terdapat peraturan-peraturan yang
merupakan hukum yang harus dipatuhi penganut agama yang
bersangkutan. Selanjutnya agama juga menguasai diri seseorang dan
membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-
ajaran agama. Agama lebih lanjut membawa utang yang harus dibayar
oleh para penganutnya. Paham kewajiban dan kepatuhan ini selanjutnya
membawa kepada timbulnya paham balasan.
2. Secara Istilah
Menurut Harun Nasution (1979 : 10), bahwa agama dapat diberi definisi
sebagai berikut : (1) pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan
kekuatan ghaib yang harus dipatuhi, (2) pengakuan terhadap adanya
kekuatan ghaib yang menguasai manusia, (3) mengikatkan diri pada suatu
bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada
di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia, (4)
kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup
tertentu, (5) suatu system tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari
kekuatan ghaib, (6) pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang
diyakini bersumber pada suatu kekuatan ghaib, (7) pemujaan terhadap
kekuatanghaib yang timbul dari perasaa lemah dan perasaan takut terhadap
kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia, (8) ajaran yang
diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui rasul.
Menurut Taib Thahir Abdul Mu’in (1986 : 121), mengemukakan definisi agama
sebagai suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang
mempunyai akal untuk dengan kehendak dan pilihannya sendiri mengikuti
2
peraturan tersebut, guna mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia dan
akhirat.
Sedangkan menurut H.M. Arifin (1987 : 4) memberikan pengertian agama
secar definitive bahwa agama selain mengandung hubungan dengan Tuhan
juga hubungan dnegan masyarakat dimana terdapat peraturan-peraturan
yang menjadi pedoman bagaimana seharusnya hubungan-hubungan tersebut
dilakukan dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di
akhirat.
Agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada Nabi sebagai
petunjuk bagi manusia dan hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan
manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur
hubungan dengan dan tanggung jawab kepada Allah, kepada masyarakat
serta alam sekitarnya.
Agama sebagai sumber system nilai, merupakan petunjuk, pedoman dan
pendorong bagi manusia untuk memecahkan berbagai masalah hidupnya
seperti ilmu agama, politik, ekonomi, social, budaya dan militer, sehingga
terbentuk pola motivasi, tujuan hidup da perilaku manusia yang menuju
kepada keridhaan Allah (akhlak).
Dari beberapa definisi tersebut, maka Harun Nasution (1979 : 11)
mengemukan bahwa ada 4 unsur yang menjadi karakteristik agama sebagai
berikut :
1. Unsure kepercayaan terhadap kekuatan gaib. Kekuatan gaib itu
bermacam-macam, dalam agama primitive kekuatan gaib berbentuk
benda-benda yang memiliki kekuatan misterius (sakti), ruh atau jiwa yang
terdapat pada benda-benda yang memiliki kekuatan misterius; dewa-dewa
dan Tuhan atau Allah dalam agama Islam.
2. Unsure kepercayaan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di
dunia ini dan akhirat nanti tergantung pada adanya hubungan yang baik
dengan kekuatan gaib yang dimaksud. dengan hilangnya hubungan yang
baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula.
Hubungan yang baik diwujudkan dalam bentuk peribadatan, selalu
mengingat, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya.
3
3. Unsure respon yang bersifat emosional dari manusia, seperti rasa
takut, seperti terdapat pada agama primitive, atau perasaan cinta pada
agama-agama monoteisme, respon yang lain juga dalam bentuk
penyembahan seperti pada agama-agama monoteisme.
4. Unsure paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk
keuatan gaib, dalam bentuk kekuatan kitab suci yang mengandung ajaran-
ajaran agama yang bersangkutan, tempat-tempat tertentu, peralatan untuk
menyelenggarakan upacara dan sebagainya.
Dengan demikian, maka dapat kita jumpai adanya 5 aspek yang terkandug
dalam agama, yaitu :
1. aspek asal usulnya, yaitu ada yang berasal dari Tuhan seperti agama
samawi, dan ada yang berasal dari pemikiran manusia seperti agama ardli
atau agama kebudayaan.
2. aspek tujuannya, yaitu untuk memberikan tuntunan hidup agar bahagia di
dunia dan akhirat.
3. aspek ruang lingkupnya, yaitu keyakinan akan adanya kekuatan gaib,
keyakinan manusia bahwa kesejahteraan di dunia dan hidupnya di akhirat
tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib, respon
yang bersifat emosional, dan adanya yang dianggap suci.
4. aspek pemasyarakatan, yaitu disampaikan secara turun temurun dan
diwariskan dari generasi ke generasi lain
5. aspek sumbernya, yaitu kitab suci
Sebagian ahli bahasa yang lain berpendapat bahwa Islam berasal dari
akar kata Salim yang mengandung arti selamat, damai dan sejahtera. Jadi
hubungan asal kata Islam baik Aslama maupun Salim terdapat hubungan
mendasar yaitu menyerahkan diri kepada Allah yang maha pencipta.
4
Dengan demikian arti yang terkandung dalam perkataan Islam adalah
kedamaian, kesejatraan, keselamatan, penyerahan diri dan kepatuhan kepada
Allah SWT.
Agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad, untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia, yang mengandung
ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah) dan ketentuan-ketentuan ibadah dan
mu’amalah (syari’ah), yang menentukan proses berpikir, merasa dan berbuat dan
proses terbentuknya kata hati.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka Agama Islam mengandung tiga
unsure, yaitu :
1. Iman : keyakinan kepada : Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya, hari
AKhir dan Qadha dan Qadar
2. Islam : penyerahan diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah, yaitu :
Syahadatain, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji.
3. Ihsan, berakhlak serta melaskanakan ibadah kepada Allah dan bermu’amalah
dengan sesame makhluk dengan penuh keikhlasan seakan-akan disaksikan
oleh Allah, meskipun dia tidak melihat Allah.
Adapun mu’amalah dengan sesama makhluk, terdiri dari :
1. bermu’amalah dengan manusia :
hubungan dengan Rasul : mentaati, meniru dan menyintai
menyantuni/membina diri
hubungan dengan keluarga
hubunga dengan masyarakat
hubungan dengan bangsa
hubungan antar bangsa
2. hubungan dengan tumbuh-tumbuhan
3. hubungan dengan hewan
4. hubungan dengan benda, baik organic maupun anorganik
Dengan demikian, Agama Islam itu membawa peraturan-peraturan Allah
yang dipatuhi,maka orang Islam itu bukan saja menjauhkan diri dari kemungkaran
dan selalu berbuat kebajikan, melainkan juga mengajak kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran itu (Zakiah Daradjat, 1986 : 62).
5
C. Ruang Lingkup Agama Islam
Dari pangertian kata sebagaimana diungkapkan di atas dapat disimpulkan
bahwa Islam mengandung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya
kepada kehendak Allah. Kepatuhan dan ketundukan kepada Allah itu melahirkan
keselamatan dan kesejahteraan diri serta kedamaian sesama manusia dan
lingkungannya.
Agama Islam yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad SAW adalah
Islam yang terakhir diturunkan Allah kepada manusia. Agama Islam berisi ajaran
yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, sebagai hamba Allah,
individu, anggota, masyarakat maupun sebagai makhluk dunia.
Secara garis besar, ruang lingkup agama Islam menyangkut tiga hal pokok
yaitu :
1. Aspek keyakinan yang disebut aqidah, yaitu aspek kredial
atau keimanan terhadap Allah dan semua yang difirmankan-Nya untuk
diyakini.
2. Aspek norma atau hukum yang disebut syariah, yaitu
aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama
manusia, dan dengan alam semesta.
3. Aspek perilaku yang disebut akhlak, yaitu sikap-sikap atau
perilaku yang nampak dari pelaksanaan aqidah dan syariah.
Antara aqidah, syariah dan akhlak masing-masing saling berkaitan. Aqidah
atau iman merupakan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk
melaksanakan syariah. Apabila syariah telah dilaksanakan berdasarkan aqidah
akan lahir akhlak. Oleh karena itu iman tidak hanya ada didalam hati, tetapi
ditampilkan dalam perbuatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aqidah
merupakan landasan bagi tegak berdirinya syariah dan akhlak adalah perilaku
nyata pelaksanaan syaraiah.
6
atau Utusan Allah. Wahyu-wahyu itu diturunkan melalui Malaikat kepada
utusan itu. Penunjukkan seorang manusia menjadi utusan oleh Tuhan adalah
gaib, karena penyampaian wahyu oleh Malaikat kepda manusia itu bersifat
gaib.
Adapun cirri-ciri Agama Wahyu (langit), ialah :
a. Secara pasti dapat ditentukan lahirnya, dan bukan tumbuh dari
masyarakat, melainkan diturunkan kepada masyarakat.
b. Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah sebagai utusan-Nya. Utusan
itu bukan menciptakan agama, melainkan menyampaikannya.
c. Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia
d. Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirannya dapat berubah sesuai
dengan kecerdasan dankepekaan manusia
e. Konsep ketuhanannya adalah : Monotheisme mutlak (Tauhid)
f. Kebenarannya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia, masa
dan keadaan.
2. Agama Budaya
Agama budaya adalah ajaranyang dihasilkan oleh pikiran atau persamaan
manusia secara kumulatif. Adapun cirri-cirinya adalah :
a. Tumbuh secara kumulatif dalam masyarakat penganutnya
b. Tidak disampaikan oleh utusan Tuha (Rasul Allah)
c. Umumnya tidak memiliki kitab suci, kalaupun ada, akan mengalami
perubahan-perubahan dalam perjalanan sejarahnya
d. Ajarannya dapat berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal pikiran
masyarakatnya (penganutnya)
e. Konsep ketuhanannya : dinamisme, animisme, politheisme, dan paling
tinggi ialah monotheisme nisbi
f. Kebenaran ajarannya tidak universal, yaitu tidak berlaku bagi setiap
manusia, masa dan keadaan
7
Sedangkan agama budaya itu bersumber pada hasil pikiran atau perasaan
manusia secara kumulatif. oleh sebab itu, kebenarannya juga terbatas
bagikelompok tertentu pada ruang serta waktu tertentu. bisanya makin
berkembang suatu masyarakat maka makin kecil peranan agama budaya, sebab
adanya berdasar pada pengalaman masa lalu.
Dalam pandangan Islam, bahwa manusia itu dijadikan Allah untuk
beragama sebagaimana ditegaskan oleh Allah melalui firman-Nya :
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui[1168], (QS. (30) Ar-Ruum : 30)
[1168]. Fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri
beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah
wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
8
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan janganlah
kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang
kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada-Nya). (QS.Asy-Syuura : 13)
[1340]. Yang dimaksud: agama di sini ialah meng-Esakan Allah s.w.t., beriman kepada-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan larangan-
Nya.
Setiap Nabi atau Rasul melanjutkan ajaran Nabi atau Rasul sebelumnya
untuk setiap umatnya, Allah berfirman :
Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran [1255] sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umatpun
melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. (QS. Fathir : 24)
[1255]. Yang dimaksud dengan kebenaran di sini ialah agama tauhid dan hukum-hukumnya.
9
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan
cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi
oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan
pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah
dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada
manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku
dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah : 44).
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud, 1998, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Perkasa.
10
Daradjat, Zakiyah dkk, 1986, Dasar-Dasar Agama Islam, Universitas Terbuka
H.M. Arifin, 1987, Menguak Misteri Ajaran-Ajaran Agama Besar, Jakarta : golden
Terayon Pres
11
BAB II
SUMBER AGAMA DAN AJARAN ISLAM
12
4. Surat-surat dalam Al-qur’an
Jumlah surat-suratnya 114. susunan ayatnya menurut ketentuan yang
ditetapkan dan diajarkan oleh Rasulullah.
5. Isi Al-quran.
Secara garis besar al-quran berisi tentang
prinsip-prinsip keimanan kepada allah,malaikat, rasul,hari akhir dan
qada dan qadar.
prinsip-prinsip syariah baik ibadah maupun muamalah.
janji dan ancaman al-quran.
sejarah.seperti kisah nabi-nabi.
ilmu pengetahuan,ekonomi,kesehatan,teknologi dll.
Sesuai dengan kedudukannya sebagai wahyu allah yang terakhir,al-quran
merupakan kitabullah yang paling lengkap dan sempurna. Fungsi Al-Quran
Sebagai pembenar kitab-kitab sebelumnya
Sebagai Al-furqon (pemisah antara hak dan bathil)
Sebagai hidayah (petunjuk)
Sebagai rahmat
Sebagai obat penyakit jiwa
Sebagi peraturan hidup
Sebagai penjelasan segala sesuatu
Sebagai cahaya petunjuk
Sebagai pedoman hidup
Sebagai penyempurna kitab-kitab terdahulu
13
2. Macam-macam hadits
a. Ditinjau dari segi bentuknya
Fiili yaitu perbuatan Nabi
Qauli yaitu perkataan Nabi
Taqriri yaitu kizinaan Nabi artinya perbuataan sahabat yang disaksikan
nabi dan tidak ditegurnya
b. Ditinjau dari segi imtas orang-orang yang menyampaikan Hadits terbagi
menjadi
Mutawatir yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak.yang
menurut akal tidak mungkin mereka bersepkat dusta serta disampaikan
melalui jalan indra
Masyhur yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang bangak kepada orang
banyak tapi tidak sampai kepada derajat mutawattir
Ahad yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seseorang atau lebih yang tidak
sampai kepada tingkat masyarakat maupun mutawattir
c. Ditinjau dari kualitasnya hadis terbagi kepada
Shahih yaitu hadis yang sehat yang diriwayatkan oleh orang-orang yang
baik dan kuat hafalannya
Hasan yaitu hadis yang memenuhi persyaratan hadis shahis kecuali dari
hafalan hafalan dari pembawanya yang kurang baik
Dlaif yaitu hadis lemah, baik karena terputus salah satu sanadnya atau
karena seorang pembawanya kurang baik dan lain-lian
Madlu yaitu hadis palsu
d. Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya
Maqbul yaitu hadis yang harus diterima
Mardud yaitu hadis yang harus ditolak
e. Ditinjau dari segi orang yang berperan dalam berbuat atau berkata
Marfu’ yaitu benar-benar Nabi yang berperan atau bersabda
Mauquf yaitu sahabat Nabi yang berperan dan Nabi tidak menyaksikan
Maqtu yaitu tabiin yang berperan yang berhubungan dengan soal-soal
agama.
14
3. Kedudukan sunnah
Sebagai tafsiran Al-qur’an
Sebagi sumber hokum islam yang kedua
15
Menggunakan kemampuan berpikir sekedar mengartikan, menafsirkan
dan mengambil kesimpulan dari suatu ayat atau hadist yang ada. Contoh :
perbedaan pendapat Mazab Syafi’I dan Hanafi dalam mengartikan potongan
ayat QS Almaidah “Au lamastumun Nisa” tentang batalnya Whudlu
seseorang.
Ijtihad dibagi menjadi enam bagian antara lain :
1. Ijma’ (menghimpun) adalah kesepakatan para ulama
terhadap suatu masalah sesudah meninggalnya Rasulullah. Ijma dibagi
menjadi dua macam :
Ijma sharih adalah ijma yang dinyatakan dengan tegas
dan jelas baik perkataan, perbuatan dan tulisan. Contoh : kesepakatan
para sahabat Nabi untuk membaiat Abubakar sebagai Khalifah
Ijma sukuti adalah kesepakatan para ulama secara
diam (setuju). Contoh fatwa haramnya operasi selaput darah bagi wanita
oleh Hamka pada tahun 1970
2. Qias (mengukur sesuatu menurut contoh lain) adalah
menetakan hokum suatu masalah yang tidak ada ketentuan hukumnya dalam
Al-qur’an dan hadist karena ada sebab yang menyamakan antara keduanya.
Contoh : bolehnya membayar zakat fitrah dngan beras. Haramnya narkotika
dan di qiaskan dengan miras.
3. Istishan (menganggap baik suatu hal) adalah menalankan
keputusan yang tidak didasarkan atas qias tapi berdasarkan kepentingan
umum atau keadilan. Contoh : boleh tdaknya perempuan haid membaca Al-
qur’an berdasrkan kepentingan umum kaum wanita. Istishan hanya di anut
oleh mazhab Hanafi.
4. Mushalahah mursalah atau istislah adalah menetapkn hokum
terhadap suatu persoalan ijtihadiah atas pertimbangan kegunaan dan
kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syara. Contoh : disyaratkannya surat
nikah untk sahnya gugatan dalam soal perkawinan, nafkah dan warisan
5. istishab adalah menjadikan hukum yang telah tetap pada
masa lampau terus berlaku sampai sekarang karena tidak diketahui ada dalil
yang mengubahnya
6. Saddudz-dzariah adalah perkara lahiriah yang hukumnya
boleh tapi membuka jalan kepada perbuatan yang dilarang
16
BAB III
AQIDAH
A. Pengertian Akidah
Akidah berasal dari kata Aqadah-Ya ’qidu-Aqdan yang berarti simpul,ikatan
dan perjanjian yang kokoh dan kuat. Setelah terbentuk menjadi Aqidahtan (Aqidah)
berarti kepercayan atau keyakinan. Kaitan antara Aqqdan dengan Aqidatan adalah
bahwa keyakinan itu tersimpul dan terlambat yang kokoh dalam hati. Bersifat
mengikat dan mengandung perjanjian makna akidah secara etimologis ini akan lebih
jelas apabila dikaitkan dengan pengertian terminologisnya. Seperti yang
diungkapkan oleh Hasan Al-Bana Dalam majmu Ar-raasail.
Akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh
manusia berdasarkan akal, wahyu, (didengar) dengan fitrah. Kebenaran itu
dipatokan dalam hati dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu.
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam memahami Akidah
secara lebih tepat dan jelas.
1. Setiap manusia memiliki sifat untuk mengakui kebenaran dengan potensi
yang dimiliki, indra dan akal digunakasn untuk mencari dan menguji
kebenaran , wahyu menjdi pedoman untuk menentukan mana yang baik dan
buruk. Allah berfirman dalam suraty An-nahal :16-18
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun dan dia memberi kamu pendengaran,penglihatan dan
hati agar kamu bersukur.
2. Keyakinan itu harus bulat dan penuh, tidak berbaut dengan kesemaran dan
keraguan. Oleh karena itu untuk sampai kepada keyakinan manusia harus
memiliki ilmu sehingga ia dapat menerima kebenaran dengan sepenuh hati
setelah mengetai dalil-dalinya.
3. Akidah harus manpu mendatangkan ketentraman jiwa kepada orang yang
meyakininya, untuk itu diperlukan adanya keselarasan antara keyakinan
lahiria dan batinia.
4. Apabila seseorang telah meyakini suatu kebenaran maka konsekuensinya ia
harus sanggup membuang jauh-jauh segala hal yang bertentangan dengan
kebenaran yang diyakininya itu.
17
B. Istilah Akidah dalam Al-Qur’an
Tak ada satu ayat pun di dalam Al-qur’an yang secara literal menunjukan
pada istilah akidah. Namun demikian, kita dapat menjumpai istilah tersebut dalam
akar yang sama (Akadah) Yaitu Akadat dan kata akadatun terdapat pada ayat
dibawah ini
Artinya : Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak
dimaksud untuk bersumpah tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah
yang kamu sengaja.
18
2. Sifat mustahil artinya sifat-sifat yang tidak mungkin ada atau terjadi pada
Allah.
3. Sifat jais artinya sifat yang mungkin ada bagi Allah untuk membuat sesuatu
atau berbuat sesuatu dengan kehendaknya.
Beriman kepadas Allah akan mendatangkan manfat terhadap seseorang. Bila
Iman itu diikuti dengan perbuatan nyata, begitu pula tidak ada manfatnya jika
tidak dibuktikan dengan perbuatan, dan tidak dianggap sah amal seseorang
melainkan didasarkan dengan iman dan takwa.
19
C. Fungsi Iman Kepada Allah dalam Kehidupan Sehari-hari
1.Mengenal adanya Allah dan segala sifat kesempurnaannya
2.Memperkuat keyakinan
3.Menumbuhkasn rasa disiplin
4.Meningkatkan rasa percaya diri
5.Meningkatkan semangat kerja
6.Menyadarkan manusia supaya ingat Allah
20
8. Malaikat Atid mencatat amal buruk
9. Malaikat Malik menjaga neraka
10. Malaikat Ridwan menjaga surga.
Fungsi beriman kepada Malaikat apabila dikaitkan dengan tugas-tugas
malaikat sbb :
1. Pendorong bagi manusia untuk berbuat amal kebaikan
2. Membiasakan dan mendidik manusia agar berhati-hati dan teliti dalam berbuat
3. Memperkuat keimanan seseorang.
4. Menjadikan jiwa manusia tenang
5. Menjadikan manusia tidak berambisi dan menghalalkan segala cara dalam
mencari rezki.
21
VI. IMAN KEPADA KITAB ALLAH
A. Pengertian Kitab Secara Etimologis adalah tulisan, karya tulis atau nama
bagian seratus tulisan Yang mempunyai makna. Secara terminalogi adalah
kitab kumpulan wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada para Rasul melalui
malaikat jibril.
B. Kitab Allah dan Rasul Penerimanya
Kitab yang diturunkan Allah adalah 104 kitab antara lain 50 suhuf diwahyukan
kepada Nabi Syis as, 30 suhuf diwahyukan kepada Nabi Idris as, 10 suhuf
diwahyukan kepada Ibrahim as, dan 4 kitab diwahyukan kepada 4 Rasul yakni
:
1. Kitab taurat diwahyukan kepada Nabi Musa as
2. Kitab Zabul diwahyukan kepada Nabi Daud as
3. Kitab Injil diwahyukan kepada Nabi Isa as
4. Kitab Al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw
Adapun kitab-kitab Al-Qur’an mengandung fungsi-fungsi sbb :
1. Pedoman hidup umat manusia yang beriman
2. Petunjuk bagi setiap manusia
3. Panduan bagi manusia dibdang akidah,ibadah,muamalah,ekonomi sosial
dan budaya
4. Penyalamat umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
22
Ayat ini turun pada hari jum’at 9 julhijah tahun 10 hijriyah (16 maret 632
M) sewaktu Nabi Muhammad berumur 63 tahun disaat Nabi berada dipadang
Arafah dalam Ibadah Haji yang dikenal dengan Haji Wadah. Nabi wafat 12
Rabiulawal tahun 11 hijriyah (8 juni 632 M).
2. Kandungan Al-Qur’an
Kandungan al-qur’an memuat tentang masalah-masalah sbb:
a. Tauhid dan akidah
b. Ibadah dan cara mengabdi kepada Allah
c. Janji dan ancaman Allah
d. Cara atau jalan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
e. Cerita sejarah manusia sebelum Nabi Muhammad Saw.
f. Ahlak atau budi pekerti
g. Memuat soal Muamalah keduniaan dalam hidup pergaulan dengan
sesamanya
h. Ilmu pengetahuan
3. Keutamaan Al-Qur’an
Adapun kelebihan-kelebihan Al-Qur’an sbb :
a. Membenarkan kitab-kitab suci terdahulu
b. Memuat kisah-kisah Nabi terdahulu
c. Memberi kebahagiaan, pengobat hati yang sedang susah apabila
sering di baca.
d. Mengangkat derajat umat Islam yang sungguh-sungguh
mengamalkannya.
e. Merupakan mukjizat sepanjang sejarah dunia
23
3. Nabi Syis as menerima 50 suhuf
4. Nabi Musa as menerima 10 suhuf sebelum diturunkan kitab taurat kepadanya.
24
b. Khianat berarti tidak dapat dipercaya
c. Kitman berartimenyembunyikan
d. Baladah berarti bodoh
25
akhir yang mengetahui hanya Allah Swt. Bahkan para rasulpun tidak ada yang
mengetahuinya. Meskipun demikian kita sebagai manusia wajib meyakini
akan terjadinya hari akhir. Allah Swt berfirman
Artinya : Sesungguhnya hari kiamat itupasti datang tidak ada keraguan padanya,
dan bahwasanya Allah membangkitkan yang ada dalam kubur. (Qs. Al-
Hajji : 7 ).
Selain ayat diatas masih banyak lagi ayat Al-Qur’an yang menjelaskan terjdinya
hari kiamat. Seperti, surat An-nahal :87, Al-zalzlah : 1-2, dan Al-Haqqa : 14, Al-
muzammil dan masih banyak ayat al-qur’an lainnya.
26
VII. IMAN KEPADA QADA DAN QADAR
A. Pengertian Qada dan Qadar
Qada adalah ketentuan Allah Swt sejak zaman Azzali sedangkan
Qadar adalah ketentuan Allah yang sudah terjadi pada mahluk Allah.
Dalam kaitannya dengan Qada dan Qadar dan Ikthiar takdir dibedakan
menjadi dua :
a. Takdir mualak adalah takdir yang berkaitan dengan ikhtiar manusia
b. Takdir Mubram adalah taktir yang tidak dapat di Ikhtiar manusia
B. Fungsi beriman kepada Qada dan Qadar
1. Mendorong untuk berikhtiar
2. Meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah
3. Meningkatkan keteguhan hati
4. Tidak berputus asa jika usahanya gagal
5. Mendorong untuk selalu bersyukur kepada Allah
6. Mendorong untuk selalu bertawakal kepada Allah
A. KESIMPULAN
Ada beberapa kesimpulan yang dapat kami simpulkan adalah sbb :
1. aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat yang diterima secara mudah
oleh manusia berdasarkan akal, wahyu ( didengar dan fitrah) kebenaran itu
dipastikan dalam hati.
2. Iman kepada Allah menurut bahasa adlah percaya atau yakin menurut istilah
ilham yang berrarti sikap hati untuk membenarkan segala yang datang dari
Allah. Kemudian kita meyakini adanya malaikat sebagai mahluk Allah yang
ghaib.
3. Iman kepada Rasul Allah adalah meyakini bahwa Allah Swt telah mengutuskan
rasul-rasulnyan untuk menyampaikan amanatnya seperti kitab-kitab yang
disampaikan kepada rasul kita, terutama kitab Al-Qur’an Karena kitab Al-Qur’an
kitab yang menyempurnakan tiga kitab tersebut.
4. Iman kepada hari akhir ialah merupakan keyakinan yang harus kita yakini juga
krena kita nanti pasti menghalangi yang namanya hari kiamat dan mendapat
siksaan dari Allah sesuai dengan perbuatan kita di akhirat nanti.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
BAB IV
SYARI’AH
29
kembali kamu semuanya, diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan itu” (Al-Maidah : 48).
30
BAB V
MANUSIA DAN AGAMA
A. Latar Belakang.
Di kala Allah SWT hendak menciptakan manusia di muka bumi ini untuk
dijadikan sebagai khalifah. Allah berfirman kepada Malaikat ”Aku hendak
menjadikan khalifah di muka bumi” (Q.S. al-Baqarah: 30). Yang dimaksudkan
dengan khalifah di sini adalah Pemimpin. Setiap pemimpin tentunya mempunyai
pegangan sebagai pedoman hidup dalam kepemimpinannya. Oleh karena itu
Allah SWT membekali manusia dalam hidup dan kehidupannya di muka bumi ini
dengan tuntunan, pedoman ataupun aturan melalui sebuah wahyu yang
disampaikan kepada manusia pilihan-Nya yang disebut dengan Nabi dan Rasul.
Tugas dari pada Rasul adalah melanjutkan kalam Allah atau wahyu itu kepada
manusia yang kemudian diberi nama dengan agama atau dalam bahasa Arab
disebut dengan din. Sehingga antara manusia dengan agama tidak dapat
dipisahkan ibarat simbiosis komensalisme dalam arti bahwa manusia sangat
membutuhkan agama sebagai pedoman hidup dan kehidupannya di dunia.
Pepatah Arab mengatakan bahwa manusia tidak dibekali dengan agama adalah
buta dan manusia tidak dibekali dengan ilmu adalah lumpuh dan jika manusia
tidak dibekali dengan kedua-duanya maka manusia ibarat benda mati yang hanya
memenuhi bumi.
31
Manusia menyadari bahawa dirinya sangat berbeda dari binatang apapun
tetapi memahami siapa sbebnarnya manusia itu bukan persoalan yang mudah, ini
terbukti dari pembahasan manusia tentang dirinya sendiri yang telah berlangsung
demikian lama. Barangkali sejak manusia diberi kemampuan berfikir secara
sistimatik tentang manusia terletak pada masa pemikir kuno Romawi yang konon
dimulai dari Thales (abad 6 SM).
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang bergerak dari zaman ke
zaman juga senantiasa memperkaya wawasan mereka tentang manusia. Pada
zaman modern pendefinisian manusia banyak dilakukan oleh mereka yang
menekuni bidang psikologi. Para penganut teori psikoanalilsis menyebut manusia
sebagai homo volens (manusia berkeinginan), menurut aliran ini manusia adalah
makhluk yang memiliki perilaku hasil interaksi antara komponen biologis (Id),
psikologis (ego) dan sosial (super ego). Di dalam diri manusia terdapat unsur
animal (hewani), rasional (akali), dan moral (nilai).
Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo
mehanicus (manusia mesin). Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap
intropeksionisme atau aliran yang menganalisis manusia berdasar laporan-
laporan subyektif dan psikoanalisis (aliran yang berbicara alam bawah sadar
yang tidak nampak). Behaviorisme ingin menganalisis perilaku yang nampak
saja, yang diukur, dilukiskan dan diramalkan. Menurut aliran ini segala tingkah
laku manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap
lingkungannya, tidak disebabkan aspek rasional dan emosionalnya.
Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens
(manusia berfikir). Menurut aliran ini manusia tidak lagi dipandang sebagai
makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungannya. Penganut teori kognitif
mengecam pendapat yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena
tanpa tidak mempengaruhi peristiwa. Padahal berfikir, memutuskan, menyatakan,
memahami dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia.
Para penganut teori humanisme menyebut manusia sebagai homo ludens
(manusia bermain), aliran ini mengecam teori psikoanalisis dan behaviorisme
karena keduanya dianggap tidak menghormati manusia sebagai manusia.
Menurut humanisme manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan
dan mengaktualisasikan diri. Perdebatan mengenai siapa manusia itu di kalangan
para ilmuan terus berlangsung dan tidak menemukan satu kesepakatan yang
32
tuntas. Manusia tetap menjadi misteri yang paling besar dalam sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan sampai sekarang.
Yang disebut alam semesta (universal) sulit mendefinisikannya selain
dengan menyebut bahwa segala sesuatu yang ada pada diri manusia dan di luar
dirinya (dapat diketahui batas-batasnya) sejak zaman awal manusia senantiasa
berfikir tentang hakikat sejarah terbentuknya alam semesta.
Astronomi abad ke-17 mengungkapkan bahwa bumi bukanlah pusat tata
surya melainkan salah satu dari sekitar planet yang mengedari matahari. Pada
abad ke-19 para astronomi mengarahkan teleskopnya ke bintang-bintang dan
menggunakan peralatan spektroskop yang baru dikembangkan untuk mengukur
berbagai gelombang cahaya bintang.
Asal usul alam semesta menjadi titik perhatian serius para ilmuan
kosmologi berdasarkan pergerakan dan pengembangan galaksi-galaksi, memang
ada sebagian pendapat yang menyatakan bahwa kerapatan jagat raya ini tidak
berubah. Hipotesis ini disebut Stedy state.
Sampai saat ini manusia memahami bahwa dirinya adalah satu-satunya
makhluk beradab dalam kosmos yang laus dan kosong ini. Asal-usul manusia
dikaitkan dengan keberadaan alam semesta merupakan topik yang menarik.
Bagaimanapun proses penciptaannya manusia adalah bagian integral dari
alam semesta. Teori Cosmozoa yang menyatakan bahwa manusia berasal dari
luar angkasa kenyataannya kurang mendapat tempat di kalangan ilmuan. Bukti-
bukti ilmiah yang memperkuat hal itupun tidak cukup kuat sebaliknya
pembahasan semakin mengarahkan bahwa bahan baku manusia berasal dari
bumi tempat manusia itu sendiri berpijak.
Dalam sistem cosmos, manusia dan alam semesta merupakan satu
kesatuan yang tak terpisahkan. Karena memiliki keunggulan dalam sistem
kesadaran maka alam semesta menjadi sebuah obyek yang sangat penting
dalam kehidupan manusia.
Semakin dalam pengetahuan semakin terasa hubungan saling
ketergantungan antara manusia dan alam semesta ini.
33
C. Manusia Menurut Agama Islam
Manusia telah berupaya memahami dirinya selama beribu-ribu tahun,
namun gambaran yang pasti dan meyakinkan tak mampu mereka dapatkan
dengan mengandalkan daya nalarnya yang subjektif.
Penyebutan nama manusia dalam Al-Qur’an tidak hanya satu macam.
Berbagai istilah digunakan untuk menunjukan berbagai aspek kehidupan manusia
diantaranya:
1. Dari aspek historis penciptanya manusia disebut bani Adam.
2. Dari aspek biologis kemanusiaannya disebut basyar yang mencerminkan
sifat-sifat fisik, kimia dan biologisnya.
3. Dari aspek kecerdasan disebut dengan insan yakni makhluk terbaik yang
diberi akal sehingga mampu menyerap ilmu pengetahuan.
4. Dari aspek sosiologisnya disebut anas yang menunjukan sifatnya yang
berkelompok sesama sejenisnya.
5. Dari aspek posisinya disebut ’abdun (hamba) yang menunjukan
kedudukannya sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh kepada-
Nya.
Dari ayat-ayat Al-Qur’an menjelaskan bahwa asal usul manusia bersifat
air, hal ini dimulai dari pembentukan alam semesta.
Manusia adalah makhluk bumi. Manusia dibentuk dari komponen-
komponen yang dikandung di dalam tanah. Gambaran ini dengan sangat jelas
diuraikan dalam berbagai ayat yang menunjukan komponen-komponen
pembentuk tersebut dengan berbagai nama. Ayat-ayat lain menyebutkan
manusia dibentuk dari:
1. Thuraab yaitu tanah gemuk (Surat al- Kahfi: 37).
2. Thin yaitu tanah lempung (Surat Sajdah: 7). Dalam ayat ini Al-Qur’an
menyebut kata badaa yang berarti memulai, dengan ini menunjukan adanya
awal suatu penciptaan dari thin.
3. Thilnul laazib yaitu tanah lempung yang pekat (Surat Shafat: 11)
4. Shalshalun yaitu lempung yang dikatakan kalfakhhar (seperti tembikar), citra
di ayat ini menunjukan bahwa manusia dimodelkan.
5. Shalshalun min hamain masnuun yaitu lempung dari lumpur yang
dicetak/diberi bentuk (surat al-Hijr: 26).
34
6. Sulaalatun min thin yaitu dari sari pati lempung sulaalat berarti sesuatu yang
disarikan dari sesuatu yang lain.
7. Air yang dianggap sebagai asal usul seluruh kehidupan (Surat al-Furqan: 54)
2. Jenis-Jenis Agama
a. Ditinjau dari sumbernya agama dibagi menjadi 2, ayitu;
Agama wahyu, yaitu agama yang diterima oleh manusia dari Allah
Sang Pencipta melaui Malaikat Jibril dan disampaikan serta disebarkan
35
oleh Rasul-Nya kepada umat manusia. Wahyu dilestarikan melalui Al-
Kitab, Shuhuf (lembaran-lembaran bertulis).
Agama bukan wahyu bersandar semata-mata kepada ajaran seorang
manusia yang dianggap memiliki pengetahuan tentang kehidupan
dalam berbagai aspeknya secara mendalam. Misalnya: Agama Budha
yang berpangkal pada ajaran Sidharta Gautama dan Confusianisme
yang berpangkal pada ajaran Kong Hucu, meskipun pada umumnya
tidak diakui secara formal. Sesungguhnya banyak isme-isme yang
dianut oleh manusia berlaku pula sebagai agama bukan wahyu.
b. Ditinjau dari segi misi penyebarannya antara lain;
Agama misionari yaitu agama yang menuntut penganutnya untuk
menyebarkan ajaran-ajarannya kepada manusia lainnya.
Agama yang bukan misionari, yaitu agama yang tidak menuntut
penganutnya untuk mneyebarkan ajarannya kepada orang lain.
Dilihat kembali agama Islam sangat jelas dan tegas menekankan aspek
misionarinya. Akan tetapi pada kenyataannya hampir semua agama saat ini
menjadi agama misionari.
Seorang ahli psikologi antara lain Freud memandang bahwa agama berasal
dari ketidakmampuan manusia menghadapi kekuatan alam di luar dirinya dan
juga kekuatan insting dari dalam dirinya. Freud juga melihat agama sebagai
fenomena manusia primitif. Muhammad Iqbal membantahkan pendapat Freud
dengan menyatakan bahwa adanya adagama yang membuka jalan pelarian
secara pengecur dari kenyataan-kenyataan hidup.
Para ahli sosiologi melihat agama sebagai fenomena sosial masyarakat,
tertarik pula untuk menyelediki agama, seorang sosiolog Aguste Comte (1789-
1853) menilai agama sebagai salah satu bagian dari tahap-tahap pemikiran
yang berkembang intelektual. Pertama, dinamakan tahap teologis atau fiktif
yaitu tahap dimana manusia menafsirkan gejala-gejala di sekelilingnya secara
teologis. Terdapat kekuatan-kekuatan yang mengendalikan alam semesta ini
berupa roh dewa dewa atau Tuhan Yang Maha Esa. Penafsiran ini penting
bagi manusia untuk menyesesuaikan diri dengan lingkungannya yang
memusuhinya dan untuk melindungi dirinya terhadap faktor-faktor yang tidak
terduga timbulnya. Kedua merupakan pekembangan dari faktor-faktor
pertama yaitu tahap metafisik, tahap teologik dan tahap positif. Dari ketiga
36
tahap tersebut maka melahirkan filsafat positivisme abad ke XIX. Dari tahap-
tahap tersebut mempengaruhi ilmu pengetahuan soaial dan humoria (ilmu
pengetahuan yang bertujuan dibuat manusia lebih manusiawi, dalam
pengertian membuat manusia lebih berbudaya, dengan teologi, filsafat,
hukum, sejarah, bahasa kesusastraan dan kesenian).
37
3. Konsistensi keagamaan.
Manusia diciptakan dengan hati nurani yang sepenuhnya mampu mengatakan
realita yang secara benar dan apa adanya. Namun manusia juga memiliki
ketrampilan kejiawaan lain yang dapat menutupi apa yang terlintas dalam hati
nuraninya, yaitu sifat berpura-pura. Sikap konsisten sesorang terhadap
agamanya terletak pada pengakuan hati nuraninya terhadap agama yang
dipeluknya. Namun membentuk sikap konsisten juga bukanlah persoalan
yang mudah, diantara langkah-langkahnya adalah;
a. Pengenalan.
Seseorang harus mengenal dengan jelas agama yang dipeluknya
sehingga bisa membedsakannya dengan agama yang lain. Jika ada orang
yang menyatakan bahwa semua agama itu sama maka hampir dipastikan
bahwa ia sebenarnya tak mengenali agam itu satu persatu.
b. Pengertian.
Ajaran agama yang dipeluk pasti memiliki landasan yang kuat. Seseorang
yang mengerti ajaran agamanya akan dengan mudah
mempertahankannya dari upaya-upaya pengacauan dari orang lain. Ia
juga dapat menyiarkan ajaran agamanya dengan baik dan bergairah.
c. Penghayatan
Penghayatan terhadap suatu ajaran agama lebih tinggi nilainya dari
sekedar pengertian. Dengan penghayatan yang mendalam seorang dapat
mengamalkan ajaran agamanya, melahirkan keyakinan atau keimanan
yang mendorong utnuk melaksanakan agama dengan tulus ikhlas.
d. Pengabdian.
Seorang yang tidak lagi memiliki ambisi pribadi dalam mengamalkan
ajaran agamanya akan dapat memasuki pengabdian yang sempurnah.
Kepentingan hidupnya adalah kepentingan agamanya, tujuan hidupnya
adalah tujuan agamanya dan warna jiwanya adalah warna agamanya.
Fase penghambaan ini disebut ibadah, yaitu penyerahan diri secara total
dan menyeluruh kepada Tuhannya.
e. Pembelaan.
Apabila kecintaan seseorang terhadap agamanya telah demikian tinggi
maka tak boleh ada lagi perintang yang menghalangi laju jalannya agama.
Rintangan terhadap agamanya adalah rintangan terhadap dirinya sendiri
38
sehingga ia akan segera melakukan pembelaan. Ia rela mengorbankan
apa saja yang ada pada dirinya, harta benda bahkan nayawanya bagi
nama baik dan keagungan agama yang dipeluknya. Pembelaan ini disebut
jihad, yaitu suatu sikap jiwa yang sungguh-sungguh dalam membela
agamanya. Itulah makna konsistensi keagamaan sesorang yang
ditampakan pada jalan kehidupannya. Dalam kaitan ini Allah SWT
berfirman yang artinya ” Sesungguhnya orang-orang yang beriman
hanyalah orang-orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian
mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa
mereka pada jalan Allah, mereka itu adalah orang-orang yang benar”. (Al-
Hujurat: 15).
Daftar Pustaka.
Departemen Agama Republik Indonesia. 2000. Buku Teks Pendidikan Agama Islam
Pada Perguruan Tinggi Umum. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam..
39
BAB VI
KEDUDUKAN AKAL DAN WAHYU DALAM ISLAM
2. Akal
Akal adalah perimbangan anatara intelek (budi) dan intuisi (hati) manusia,
antara pildran dan emosi manusia. Intelek adalah alat untuk memperoleh
pengetahuan untuk alam nyata sedangkan intuisi adalah alat untuk alam tak nyata.
Dalam membentuk pengetahuan ia dapat melakukan lompatan dari tidak tahu tiba-
tiba menjadi tahu. Contohnya : orang yang akan memahami alam semesta melalui
astronomi, ia tidak dapat melakukannya kecuali secara bertahap. Ia harus
membekali pengetahuannya dengan matematika, fisika dan kimia. Untuk mengetahui
ketiganya ia harus memulainya dengan huruf dan angka. Lain halnya dengan
seorang yang memperoleh pengetahuan tentang keindahan sekuntum bunga. Cukup
dengan melihat sekilas segera ia dapat mengambil kesimpulan tentang keindahan
bunga tersebut.
Pengajaran melalui intelek hanya mungkin mengubah seorang sedikit demi
sedikit. Tetapi pendidikan melalui intuisi dapat mengubah seseorang dengan cepat.
Ia tidak terikat oleh lahiria, karena itu dapat menangkap kesatuan tentang sesuatu
yang diketahuinya tanpa dianalisa dan dipecah-pecah. Tetapi dalam kenyataan
hidup manusia kedua lembaga pengetahuan dalam jiwa manusia itu tidak dapat
bekerja secara terpisah sepenuhnya. Keduanya saling berinteraksi dan
40
mempengaruhi dengan pola-pola yang berbeda-beda dan itulah yang membentuk
corak akal manusia. Sebagai contoh otak laki-laki berbeda dengan otak wanita.
Apabila intelek dan intuisi benar-benar sudah terasa maka kerja akal manusia
menjadi demikian sensitifnya. Oleh karena itu seorang ahli seni dapat menghasilkan
karya yang sangat bernilai intelek dan seorang ahli fisika dapat menemukan hukum-
hukum alam melalui kerja intuisi. Akal sepetri ini mampu menghasilkan pengetahuan
yang lebih utuh dan menyeluruh. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Hajj,
22 : 46
Artinya “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai
hati yang dengan itu mereka dapat memahami (ya’qilunabiha) atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka mendengar? Karena
sesungguhnya bukanlah mata hanya buta, tetapi yang buta ialah hati yang di
dalam dada.
3. Wahyu
Wahyu adalah tuntunan yang diberikan Allah kepada para hamba-Nya dan
ciptaan-Nya dalam menjalankan fungsi kehidupannya di alam semesta ini. Hubungan
dengan pencipta itu tidaklah khusus bagi manusia. Sebenarnya cara yang dipakai Al-
Qur’an dengan kata wahyu menunjukkan bahwaAl-Qur’an memandangnya sebagai
suatu milik hidup yang universal sebagai kodrat dan waktunya berbeda menurut
perbedaan tingkat-tingkat perbedaan itu. Contoh, tumbuh-tumbuhan bebas dalam
ruang, binatang yang mengembangkan jenis baru untuk menyesuaikan diri dengan
sekitarnya. Makhluk manusia memperoleh penerangan dari makna yang mendalam
dari kehidupan. Sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 68
Artinya ; “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : buatlah sarang-sarang dibukit-
bukit, di pohon-pohon kayu dan tempat-tempat yang dibuat manusia”.
Selain berarti bimbingan fungsional biologis, wahyu juga merupakan bimbingan
ajaran kepada manusia pilihan Allah SWT. Cara penyampaiannya bermacam-
macam baik langsung maupun tidak langsung yakni melalui malaikat jibril. Wahyu
mencegah pemikiran seserang dari pengaruh hawa nafsu dan kecenderungan
dominasi akal rasional. Sesuai dengan firman Allah dalam Surat An-Najm ayat 3 – 4.
Artinya : “Tidaklah ia berbicara menurt kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu tidak
lain hanya yang diwahyukan kepadanya.
41
Iman Sayuti berpendapat bahwa hadist-hadist Rasulullah SAW pada dasarnya
adalah wahyu juga, tetapi jibril menyampaikan dalam bentuk makna. Sedangkan Al-
Qur’an adalah wahyu yang disampaikan dalam bentuk lafaz.
42
Arrtinya : Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, Maka Sesungguhnya
kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. dan
masa (kejayaan dan kehancuran) itu kami pergilirkan diantara manusia
(agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-
orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu
dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'[231]. dan Allah tidak menyukai
orang-orang yang zalim,
2. Keterbatasan Ilmu
Manusia diberi anugerah oleh Allah dengan alat-alat kognitif yang alami
terpasang pada dirinya. Dengan alat ini manusia mengadakan observasi,
eksperimentasi, dan rasionalisasi. Sesuai dengan surat An-Nahl 16 : 78.
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Realitas yang bersifat fisik dan kasar berada pada tingkat yang mudah
terjangkau oleh ilmu dibandingkan dengan realitas yang sangat halus, rinci, dan
abstrak seperti pada hukum-hukum alam. Buktinya, alam telah bergerak bermiliar-
milliar tahun yang lalu, tetapi baru seribu tahun manusia mendeteksi keteraturan
demi keteraturannya dan baru satu abad manusia mengenal secara global sebagai
hukum yang mengaturnya sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Haqqah ayat
38 – 39.
Artinya : Maka aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat dan dengan apa yang
kamu tidak lihat. Serta surat Lukman ayat 10 yang artinya : Dia
menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya.
Keterbatasan ilmu manusia tidak menghilangkan makna ayat-ayat Allah di alam
semesta yang diciptakan agar manusia dapat mengenal alam eksistensinya. Secara
relatif semakin lama ilmu seseorang akan mengantarkannya kepada pengetahuan
akan keberadaan dan keagungan Allah yang semakin dalam pula. Sesuai dengan
surat Al Fatir ayat 28 yang artinya : Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya hanyalah ulama sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.
43
3. Ilmu-Ilmu Semu
Pertama ; sikap apriori dari para pencari ilmu dengan tidak meyakini bahwa
ajaran islam benar-benar dari Allah SWT da berguna bagi kehidupan manusia di
dunia sesuai dengan surat Yunus ayat 101.
Artinya : Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah
bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi
peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman".
Kedua Sikap kesombongan terhadap kebenaran dengan membiarkan hawa
nafsu menguasai hawa nafsu dan cara berpikir mereka. Al-Baqarah 2 : 120.
Artinya : Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga
kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk
Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu
mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka
Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.
Surat An-Naml, 27 : 13 – 14.
Artinya : Maka tatkala mukjizat-mukjizat kami yang jelas itu sampai kepada mereka,
berkatalah mereka: "Ini adalah sihir yang nyata". Dan mereka
mengingkarinya Karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal
hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa
kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.
Ketiga ; terbelenggu akal pikiran karena peniruan yang membabi buta
terhadap karya-karya pendahulu mereka. Juga terbelenggu orang-orang yang
memiliki otoritas terhadsap diri mereka, sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-
Ahzab 36 : 67.
Artinya : Dan mereka berkata;:"Ya Tuhan kami, Sesungguhnya kami Telah mentaati
pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka
menyesatkan kami dari jalan (yang benar).
Dan Surat Al-Baqarah 170.
Artinya : Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang
Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka
akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".
44
Keempat ; mengikuti prasangka yang tidak memiliki landasan ilmiah yang
kokoh, hanya bersifat spekulatif belaka. Sesuai dengan firman Allah surat An-Najm
ayat 53 : 28.
Artinya : Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu.
mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang Sesungguhnya
persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.
4. Klasifikasi Ilmu
Upaya mengklasifikasi ilmu pengetahuan telah berlangsung selama berabad-
abad dikalangan ilmuan muslim. Beberapa tipe klasifikasi telah dihasilkan dengan
berbagai apek peninjauan dan penghayatan terhadap ilmu-ilmu yang berkembang.
Diantaranya klasifikasi oleh Al-Kindi (801 – 873), Al-Farabi (870-950), Al-Ghazali
(1058-1111 M) dan Ibnu Khaldun (wafat 1406 M).
Pada dasarnya ilmu itu dibagi atas dua bagian yakni :
a. Ilmu tanzilia yaitu ilmu-ilmu dikembangkan akal manusia terkait dengan
nilai-nilai yang diturunkan Allah baik daalm kitab-Nya maupun hadist-hadist
Rasulullah SAW.
b. Ilmu-ilmu kaunia yaitu ilmu-ilmu yang dikembangkan akal manusia karena
interaksinya dengan alam.
Antara ilmu tanzilia dan kaunia tidak bisa dipisahkan karena keduanya saling
melengkapi bagi kehidupan manusia. Ilmu tanzilia berfungsi menuntun jalan
kehidupan manusia, sedangkan ilmu kaunia menjadi sarana manusia dalam
memakmurkan alam ini.
45
Kedua : Allah SWT memandang rendah orang-orang yang tidak mau
menggunakan potensi akalnya sehingga mereka disederajatkan dengan binatang
bahkan lebih rendah lagi. Sesuai dengan firman Allah Al-A’raaf ayat 179.
Artinya : Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku
Sesungguhnya Aku Telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku,
dan Aku Telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai
orang-orang yang memberi nasehat".
Ketiga : Allah memandang lebih tinggi derajat orang yang berilmu dibandingkan
dengan orang-orang yang bodoh, kedua kelompok ini tidak sama. Sesuai dengan
surat Az-Zumar, 39 : 9.
Artinya : (Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-
orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran.
Keempat : Allah akan meminta pertanggungjawaban orang-orang yang
melakukan sesuatu tidak berdasarkan ilmu. Tradisi ilmu dalam kehidupan seorang
muslim dengan demikian menjadi suatu keniscayaan. Sesuai dengan Qur’an surat
Al-Isra 17 : 36.
Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
46
Artinya : Barang siapa menjalani suatu jalan untuk menuntut ilmu maka dianugerahi
Allah kepadanya jalan ke surga (Hadist. Riwayat Muslim.
3. Model Kewajiban
Ilmu yang telah dicapai adn diterima manusia sangat luas. Hampir dapat
dipastikan sangat mustahil bagi seseorang untuk mencari segala jenis ilmu dengan
sedalam-dalamnya. Kewajiban menuntut ilmu yang terkait dengan kepentingan
setiap individu muslim sebagaimana digambarkan di atas disebut dengan fardu ain.
Doktor Yusuf Kardawi menyebutkan ilmu yang termasuk dalam fardu ain yaitu :
Pertama : Ilmu yang mengenai aqidah yakinia (prinsip-prinsip aqidah yang
perlu dipercayai) yang benar selamat dari syirik dan kurafat.
Kedua : ilmu yang bisa mendisiplinkan tingkah laku dalam hubungan
seseorang dengan dirinya atau keluarganya atau dengan khalayak banyak, baik itu
penguasa atau rakyat, muslim atau non muslim. Dengan begitu ia mengetahui
hukum halal haram, wajib bukan wajib, pantas tidak pantas, bermanfaat tidak
bermanfaat.
Sedangkan ilmu-ulmu yang termasuk fardhu kifaya yakni ilmu yang terkait
dengan pendalaman pemahaman syariat seperti tafsir, ilmu mustalah hadist, ilmu
usulflqh dengan sebagainya.
47
melainkan kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya.
tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom)
di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula)
yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam Kitab yang
nyata (Lauh mahfuzh).
c. Astronom
Luqman, 31 : 29.
Artinya : Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah
memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam
malam dan dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan
sampai kepada waktu yang ditentukan, dan Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
d. Asal Usul Kehidupan
Al-Anbiyah, 21 : 30.
Artinya : Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu,
Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan
segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?
2. Ilmu Kemanusiaan
Al-Qur’an juga memuat ayat-ayat yang mengisyaratkan kondisi kejiwaan
manusia dan segala sifat yang terkait dengan kemanusiaan. Ayat-ayat tersebut
sebagai berikut :
a. Psikologi
Surat Al-Mudatsir, 74 : 38.
Artinya : Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang Telah diperbuatnya,
b. Bahasa
Surat Ar-Rum, 30 : 22.
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan
bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya
pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-
orang yang Mengetahui.
48
c. Sastra
Surat Asy-Syu’araa, 26 : 224 – 227
Artinya : Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah
kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah,
Dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri
tidak mengerjakan(nya)? Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang
beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat
kemenangan sesudah menderita kezaliman. dan orang-orang yang zalim
itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.
3. Ilmu Sosial
Ayat Al-Qur’an yang terkait dengan bidang ilmu sosial sebagai berikut :
1. Politik
Surat Al-Imran, 3 : 26
2. Ekonomi
Surat At-Tatfif, 83 : 1-3.
Artinya : Kecelakan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang yag
apabila menerima takaran dari orang-orang lain mereka minta dipenuhi
dan apabila menakar atau menimbang untuk orang lain mereka merugi.
3. Hukum
Al-An’aam, 6 : 57
Artinya : Katakanlah: "Sesungguhnya Aku berada di atas hujjah yang
nyata (Al Quran) dari Tuhanku[479], sedang kamu mendustakannya. tidak
ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan
kedatangannya. menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. dia
49
menerangkan yang Sebenarnya dan dia pemberi Keputusan yang paling
baik".
4. Pendidikan
Al-Alaq, 96 : 1-5
50
51