Anda di halaman 1dari 16

MASA’IL FIQHIYYAH PERGAULAN : MENYIKAPI PERGAULAN

MAINSTREAM DALAM PANDANGAN FIQIH

Dina Nurul Zannah 1201040046 1, Fauzi Abdurahman 1201040061 2, Irfan


Muhammad Nawawi 1201040076 3
1
Jurusan Tasawuf Psikoterapi 3B , Fakultas Ushuluddin,
UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Dinanurulzannah91@gmail.com,
fauziqzyofficial@gmail.com, Nawawii657@gmail.com,

Abstrak

Pergaulan merupakan bagian kecil dari mu’amalah , dan


pergaulan dalam Islam itu sendiri diatur berdasarkan ahlak
dan amal shaleh dan ayat Qur’an dan Sunnah menjadi
barometer dalam bersosialisasi.Pengertian muamalah menurut
istilah syariat Islam ialah suatu Kegiatan yang mengatur hal-hal
yang berhubungan dengan tata cara hidup Sesama umat
manusia untuk memenuhi keperluan hidup sehari-
hari.Pergaulan merupakan proses interaksi yang dilakukan
oleh individu dengan individu, dapat juga oleh individu
dengan kelompok, seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles
bahwa manusia sebagai makhluk sosial (zoon-politicon), yang
artinya manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas dari
kebersamaan dengan manusia lain.Dalam ruang lingkup Islam
serta hukum Fiqih Pergaulan termasuk dalam Ranah
Mua’mallah . Pengkajian nya tidak bisa lepas dari Hukum-
hukum Nash , dalil naqli , dalil aqli dan Teladan / Akhlak.
Dalam ajaran Islam, ahlak dan amal shaleh menjadi patokan
utama dalam bergaul , mengikuti Adab atau etika pergaulan
tersebut baik kepada sesama , orang tua , guru , atau non
muslim serta masyarakat umum.

Abstract
Association is a small part of mu’amalah, and association in
Islam itself is regulated based on morals and righteous deeds
and the verses of the Qur’an and Sunnah are barometers of
socializing. Way of life fellow human beings to meet the needs
of daily life. Association is a process of interaction carried out
by individuals with individuals, it can also be by individuals
with groups, as stated by Aristotle that humans as social beings
(zoon-politicon), which means humans as social beings who
cannot be separated from togetherness with other humans.
Within the scope of Islam and the law of Fiqh Association, it is
included in the realm of mua’mallah. The study cannot be
separated from the Nash Laws, naqli arguments, aqli
arguments and exemplary / morals. In Islamic teachings,
morality and good deeds are the main benchmarks in getting
along, following adab or social ethics both to others, parents,
teachers, or non-Muslims and the general public.

Kata kunci: Akhlak, Masail Fiqhiyah, Mu’amalah, Nash dan sosial


Pendahuluan
Pergaulan menjadi salah satu bagian dari bermu’amalah dalam islam, dan
banyak media dalam bergaul di zaman modern ini , baik itu melalui media sosial,
pertempuan tatap muka, percakapan jarak jauh dan lain-lain yang menghasilkan
hubungan harmonis. Pergaulan itu sendiri memiliki etika-etika agar terhindar dari
dosa dan maksiat atau suatu perbuatan yang merugikan diri sendiri atau
mendatangkan kemadharatan. Karena dengan bergaul seseorang dapat terhubung,
dan Rasulullah pun menerapkan akhlak dalam bergaul kepada masyarakat yang di
arab, Masyarakat non muslim dan masyarakat bukan arab yang dapat
mensukseskan dakwah ajaran Islam.
Pergaulan merupakan aktivitas sosial yang selalu ada dalam lingkungan
kehidupan, manusia tidak bisa lepas dari ranah bergaul karena pada dasarnya
manusia ialah makhluk sosial. Agama memberikan sebuah kaidah-kaidah yang
memiliki korelasi dengan pergaulan diantara ilmu fiqih memberikan menejemen
mengenai pergaulan yang diatur berdasarkan etika, adab , dan amal shaleh.
Pergaulan termasuk dalam ranah mu’amalah. Akhlak atau adab dan etika telah
tertulis berdasarkan dalil nash dan ditafsirkan oleh ulama fiqih sebagai konsep
bermu’amalah.Dalam penerapan nya, akhlak dalam pergaulan mesti beriringan
dengan aktivitas sehari-hari baik itu dalam ruang lingkup yang mainstream
maupun tidak. Sehingga status sebagai muslim mampu dimaksimalkan dengan
baik dengan sikap totalitas terhadap akhlak mulia.
Selanjutnya yang menjadi pokok pembahasan dari artikel ini sebagai
application theory yakni terkait dengan isyu yang ada pada ruang lingkup
pergaulan pada zaman milenial. Dan penulis juga berusaha membahas ruang
lingkup pergaulan berdasarkan Fatwa dan pandangan ulama. Dan tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai etika dan fatwa dalam bergaul
agar terhindar dari dosa dan maksiat.
Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan merupakan penelitian kualitatif dengan jenis
penelitian pustaka (library research), yakni penelitian yang objek kajiannya
menggunakan data pustaka berupa buku buku, artikel sebagai sumber datanya.
Penelitian ini dilakukan dengan membaca, menelaah, dan menganlisis berbagai
literatur yang ada, berupa artikel, jurnal, Al Quran, Kitab, maupun hasil penelitian
sebelumnya.

Hasil dan Pembahasan


1. Kaidah-kaidah dalam pergaulan berdasarkan perspektif Islam
Definisi dan Hakikat pergaulan berdasarkan perspektif Islam
Pergaulan merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh Individu
dengan individu, dapat juga oleh individu dengan kelompok,Seperti yang
dikemukakan oleh Aristoteles bahwa manusia sebagai Makhluk sosial (zoon-
politicon), yang artinya manusia sebagai makhluk Sosial yang tak lepas dari
kebersamaan dengan manusia lain. Pergaulan Mempunyai pengaruh yang besar
dalam pembentukan kepribadian seorang Individu. Pergaulan yang ia lakukan
itu akan mencerminkan Kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun
pergaulan yang Negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama
antar individu Atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif.
Sedangkan Pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal
itulah Yang harus dihindari.
Ajaran Islam memberikan suatu nilai-nilai akhlak dalam bergaul sehari-
hari sebagai standar utama dalam statusnya sebagai Muslim. Akhlak dan Amal
Shaleh menjadi patokan utama dalam pergaulan. Dengan standar keimanan
tersebut Allah memberikan esensi yang sebenarnya dalam bergaul yang
bersanad pada Ruang lingkup keimanan dalam ayatnya yang berbunyi : “
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar
kamu mendapat rahmat.”( Qs. Al- Hujurat . 10 ) selain itu juga ada pula hadits
yang berbunyi : “Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman pada hari kiamat
kelak: “Mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Hari
ini kunaungi mereka, di mana tidak ada naungan pada hari ini selain naungan-
Ku.” (HR. Muslim (no.4655), Ahmad (no.7190), Malik (no.1776)). Dalam
hadits tersebut memiliki keterkaitan antara keimanan dengan pergaulan dan
dampak baik dari pergaulan yang dinaungi oleh dalil-dalil dan adab islami
tersebut mengantarkan pada kebaikan itu sendiri.
Akhlak menjadi barometer utama dalam bergaul bagi seorang muslim .
mengatakan bahwa akhlak mulia yang sesuai dengan ajaran Allah merupakan
tugas para Rasul diutus oleh Allah kepada umat Manusia. Meskipun para Rasul
diutus pada zaman yang tidak sama dan kondisi umat yang berbeda-beda,
namun tugas mereka sama yakni berusaha agar umat berada di jalan Allah,
menyembah Allah, mengerjakan perbuatan baik, menjauhi perbuatan munkar,
serta untuk menegakkan kebenaran dan keadilan yang merupakan prinsip
akhlak al karimah (yakub, 1985 : 33).
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫َوتَ َعا َونُوْ ا َعلَى ْالبِ ِّر َوالتَّ ْق ٰو ۖى َواَل تَ َعا َونُوْ ا َعلَى ااْل ِ ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن ۖ َواتَّقُوا َ ۗاِ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.
Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.( Qs. Al-
Maidah : 2) . memerintahkan hamba-Nya yang Beriman untuk saling
membantu dalam perbuatan baik dan itulah yang Disebut dengan (al-birr) dan
meninggalkan kemungkaran yang merupakan Ketakwaan. Dan Allah melarang
mereka saling mendukung dalam berbuat Kejahatan, kebathilan dan
kedholiman dan perkara-perkara yang berhungan Dengan pelanggaran hukum
menurut agama Islam. Menurut Imam Ibnu Qayyim , beliau menilai ayat ini
mencakup semua jenis bagi kemaslahatan umat manusia, di dunia maupun
Akhirat, baik antara mereka dengan sesama, ataupun dengan Rabbnya. Sebab
seseorang tidak luput dari dua kewajiban, yaitu kewajiban hablu minallah
Yakni hubungan terhadap Allah dan hablu minannas kewajiban sebagai
Makhluk sosial terhadap sesamanya.Selanjutnya, beliau memaparkan bahwa
hubungan seseorang dengan Sesama dapat terlukis pada jalinan pergaulan,
saling menolong dan Persahabatan. Hubungan itu wajib terjalin dalam rangka
mengharap ridha Allah dan menjalankan ketaatan kepada-Nya. Itulah puncak
kebahagiaan seorang hamba. Tidak ada kebahagiaan kecuali dengan
mewujudkan hal tersebut, dan itulah kebaikan serta ketakwaan yang
merupakan inti dari agama ini.(Samsul , 2016 : 183).

Etika pergaulan ditinjau dari Qs.Al-Hujurat


Agama Islam telah memberi pedoman dan petunjuk bagi umat manusia
bagaimana mereka harus bergaul, bermu’amalah dan berhubungan satu dengan
yang lain didalam suatu masyarakat dan lingkungan, dimana tiap pribadi
merasa aman, tenang dan tentram, karena ia tahu bahwa ia dikeliingi oleh
sesama manusia yang beradab, bertata-krama, tolong-menolong, sayang–
menyayangi dan cinta-menyintai.(Ahmad , 21)
Adapun petunjuk-petunjuk dan ajaran-ajaran yang diberikan oleh Islam
itu adalah bahwa orang harus bersikap lemah-lembut, sopan-santun dalam
pergaulannya dengan sesama manusia, tidak menggunakan kekerasan atau
kekejaman dalam kata-kata maupun dalam tindak dan geraknya. Perlakuan
yang penuh lemah-lembut dan rendah diri itu tidaklah berlaku hanya terhadap
golongan atau kelompok tertentu dari umat manusia, namun ia berlaku
terhadap semua orang, yang jauh maupun yang dekat, yang taat maupun yang
durhaka.
Sikap lemah lembut dan rendah diri harus dilakukan terhadap semua
orang mukmin termasuk orang-orang yang melanggar hukum dan orang yang
melakukan kesalahan. Dan karena sifat sombong dan membanggakan diri
bertentangan dengan budi pekerti dan akhlak serta adab Islam dan sering
menjadi bibit kebencian dan permusuhan didalam pergaulan hidup, maka
dilaranglah orang yang memiliki sifat-sifat itu dan dianjurkan agar ia menekan
nafsu sombong dan rasa tinggi diri yang dibenci oleh allah swt.(Ahmad , 22-
25)
Dalam surah al-Hujurat terdapat beberapa etika pergaulan yang harus
dijaga dan dipelihara oleh setiap muslim, dimana jika hal tersebut diabaikan
akan berdampak buruk terhadap orang Islam itu sendiri. Adapun etika dalam
surah al-Hujurat adalah sebagai berikut:
1) Kebenaran berita dari orang fasik
Jika datang kepada mereka seorang fasik membawa berita apa saja,
supaya mereka jangan segera menerima berita itu sebelum diperiksa dan
diteliti dahulu kebenarannya. Sebelum diadakan penelitian yang seksama,
jangan lekas percaya kepada berita dari orang fasik itu karena seorang yang
tidak memperdulikan kefasikannya, tentu tidak akan memperdulikan pula
kedustaan berita yang disampaikannya. Perlunya berhati-hati dalam
menerima sembarangan berita ialah supaya jangan ada suatu kaum yang
menerima musibah akibat tindakan yang timbul karena berita bohong itu.
Penyesalan yang akan timbul sebenarnya dapat dihindari jika bersikap lebih
hati-hati
2) Mendamaikan (Ishlah)
Tidak ada yang lebih berbahaya secara psikologis, sosialis,
ekonomi, dan politik atas manusia dimanapun mereka berada, dari pada
timbulnya perpecahan, pertentangan, dan percekcokan, diantara personil-
personilnya. Untuk itulah Islam sangat menganjurkan umat Islam agar
membasmi berbagai penyebab perpecahan dan pertentangan itu sampai
keakar-akarnya, dan menyuruh umat Islam selalu menggalang persaudaraan
dan persatuan serta kesatuan yang lebih erat dan mantap.
Islam memerintahkan mereka agar saling menyayangi, tidak saling
menjauhi, dan membelakangi, sebab hal itu merupakan bahaya yang sangat
memberatkan umat dan akan menjadikan kehidupan mereka tersesat.
Bahkan dunia akan terasa sempit dengan adanya permusuhan yang lahir
dari pertentangan yang sangat tajam yang kerap kali terjadi ditengah-tengah
umat Islam (Hasan , 1994 : 467). Dalam kehidupan orang-orang awam
atau yang khusus, ia belum pernah menemukan kehidupan yang lebih baik
dan lebih indah dari pada kehidupan manusia yang beriman kepada Allah,
rajin beribadah yang didasarkan kepada ilmu makrifat (mengenal Allah
swt) dan bagus akhlaknya dengan sesama insan. Akan tetapi, orang sering
melihat sebagian umat Islam yang menyimpan rasa iri, dengki, dan dendam
didalam jiwanya yang sebetulnya akan merusak hatinya sendiri dan
membahayakan kehidupannya. Disisi lain, tidak sedikit umat Islam yang
suka mengumpat dan mencela saudara-saudaranya yang muslim sehingga
mereka tejerumus kedalam empat dosa yang sangat berbahaya yaitu:
 Mereka telah berbuat dosa karena membenci saudaranya dengan
perbuatan-perbuatan jelek yang tidak diizinkan Allah.
 Mereka hidup bergelimang rasa iri, dengki, dendam kesumat dan
kebencian terhadap saudaranya seagama.
 Mereka mendzalimi (menganiaya) saudaranya (seagama) karena telah
merugikan mereka sehingga mereka sendiri telah tenggelam kedalam
jurang dosa yang tidak akan (mudah) dihapuskan oleh ketaatan mereka
dan bakti atau ibadahnya.
 Mereka telah menghambat kelangsungan” jihad ”perjuangan dijalan
allah swt. Mereka tersesat dan menyesatkan, serta mencegah orang lain
yang menjadi pengikutnya untuk menggalang persatuan dan kesatuan
uamt Islam
3) Persaudaraan(Ukhuwah) dalam Isam
Ukhuwah dalam Islam memiliki makna yang tidak sederhana. Ia
bisa saja dimaknai sebagai persaudaraan atau bersaudara. “Ukhuwah”
berasal dari akar kata ”akh” dengan arti teman akrab atau sahabat. Bentuk
jamak dari “akh” dalam al-Qur’an ada dua macam. Pertama, “ikhwan”
yang biasanya digunakan untuk persaudaraan dalam arti tidak sekandung.
Kata ini ditemukan sebanyak 22 kali, sebagian digandengkan dengan kata
al-din,( al-Taubah:11), dan sebagian lagi tanpa al-din, seperti dalam surat
al-Baqarah:22). Kedua, adalah ”ikhwan” yang terdapat dalam al-Qur’an
sebanyak 7 kali. Keseluruhannya digunakan dalam makna persaudaraan
seketurunan, kecuali ayat satu” innama al-mu’minuna akhwat ikhwat” (al-
Hujurat:10). Ukhuwah pada mulanya berarti “persamaan dan keserasian
dalam banyak hal.” Adanya persamaan dari satu keturunan maka dua orang
yang berbeda disebut bersaudara, juga sebab ada persamaan dalam sifat-
sifat mengakibatkan persaudaraan.
Surah al-Hujurat diatas, pada ayat 10 menggunakan kata ”ikhwat”
bagi persaudaraan antar iman / Islam. Padahal kata ”ikhwat” seperti telah
dikemukakan lebih bermakna persaudaraan karena ikatan keturunan. Jika
melihat bahwa orang muslim berasal dari bangsa yang berbeda-beda dan
tentunya dari keturunan yang berbeda, maka kata yang tepat seharusnya
adalah ”ikhwan”. Tetapi rupanya al-Qur’an menganggap bahwa kesamaan
dalam iman / Islam bukan kesamaan biasa-biasa, kesamaan dalam iman /
Islam adalah persaudaraan yang menyebabkan bahkan yang asing menjadi
satu keturunan. Iman/Islam dengan demikian bukan sekedar institusi religi,
namun menjelma menjadi sumber kehidupan, sehingga yang memasukinya
sama seperti beribu padanya. Konsekuensinya, siapa pun yang memiliki
kesamaan dalam iman/Islam harus dianggap sedarah dan sedaging, saudara.
4) Larangan menghina dan mencemooh
Menghina ataupun mencemooh merupakan suatu penghinaan bila
seseorang menganggap kecil dan hina saudaranya, menganggap orang lain
berhak menyandang kehinaan atau membiarkan orang lain dalam kehinaan.
Jika hal ini terjadi di antara orang Islam sungguh hal itu merupakan
pukulan yang menyakitkan dan meretakkan hubungan yang telah ada di
antara keduanya. Sebab tidak layak dan tidak wajar di antara yang sama
akidahnya, saling menghina. Padahal persaudaraan dalam satu akidah itu
sebetulnya lebih kuat, lebih mendasar dan lebih mulia.
5) Larangan berprasangka buruk (suudzann)
Dalam istilah sehari-hari, prasangka dipahami sebagai pendapat
atau anggapan kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui
(menyaksikan dan menyelidiki) sendiri. Dalam istilah agama, prasangka
maknanya dapat dipersamakan dengan kata ”al-zhann”. Kata ini tidak
selalu berkonotasi negatif, tetapi dapat bermakna positif. Prasangka yang
baik biasa disebut ”husnuzhan” dan prasangka yang buruk disebut
”suuzhann”. Prasangka dalam masalah keimanan dilarang Islam. Mereka
yang menjadikan selain Allah sebagai sembahan, tidak didasarkan pada
keyakinan yang kuat. Hal itu hanya dugaan atau prasangka semata. Seorang
muslim yang menjadikan al-Quran sebagai pedoman hidup tidak
dibenarkan berprasangka buruk kepada orang lain. Prasangka seperti itu
merupakan dosa yang harus dijauhi.(Arif , 2004 : 129-130)
Prasangka jelek bukanlah suatu dosa bila hanya berupa bisikan hati
sesaat. Allah akan mengampuni segala sesuatu yang melintas sesaat dalam
jiwa manusia. Demikian pula bila kita berprasangka kepada orang yang
nyata-nyata berbuat jelek, tidak berdosa. Meskipun demikian, prasangka
buruk tetap saja merupakan hal yang dilarang. Oleh karena itu, setiap
muslim hendaknya berhati-hati dan menghindari berprasangka kepada
orang lain sekalipun dalam batas yang diwenangkan.
2. Pergaulan jika ditinjau dari hukum fiqih nya
Sunnah-Sunnah dalam pergaulan
1. Saling memberi nasihat di antara sesama muslim termasuk dalam
kesempurnaan persaudaraan.
Saling memberi nasihat merupakan tuntutan syar’i yang dianjurkan
oleh Allah SWT merupakan bagian dari perkara-perkara yang menjadi
sebab para sahabat Rasulullah SAW berbai’at kepada beliau.
Diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah radhiallahu anhu, bahwa ia
berkata, “Saya membai’at Rasulullah SAW agar menegakkan shalat,
menunaikan zakat, dan memberi nasihat kepada setiap muslim.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Rasulullah menggandengkan syari’at memberi nasihat ini bersamaan
dengan shalat dan zakat, padahal yang kita ketahui shalat dan zakat
merupakan bagian dari rukun islam, hal ini menunjukkan betapa
besarnya dan tingginya kedudukan saling menasihati di antara sesama
muslim. Berdasarkan hal ini, maka nasehat untuk saudara-saudara kita,
harus dilandasi dengan tujuan untuk memberikan kebaikan kepada
mereka, menjelaskan kebenaran kepada mereka, mengarahkan mereka
kepada kebaikan, tidak menipu mereka, serta berlemah lembut kepada
mereka dalam masalah agama Allah.
2.  Saling Tolong Menolong Sesama Saudara Seiman
Mengenai hal ini, Anas radhiallahu anhu berkata, Mereka
memindahkan batu-batuan sambil mendendangkan Ar-Rajaz –
yaitu salah satu macam alunan puisi- dan Rasul Saw bersama mereka,
begitupun pada peristiwa perang Khondaq, Rasulullah SAW
bergabung bersama para sahabatnya dalam menggali parit pertahanan.
Sebagai seorang muslim kita harus saling memberi bantuan dalam
menutupi kekurangan dan kefakiran yang ada pada saudara kita, atau
memberi rekomendasi yang baik di dalam menunaikan hajat kebutuhan
3. Saling Merendah Di Antara Saudara, Tidak Sombong atau
Meremehkan yang Lain.
Saling merendahkan diri dan bersikap lemah lembut kepada sesama
saudara, dapat melanggengkan persaudaraan, serta memperkuat ikatan
persaudaraan di antara kita. Sedangkan bersikap sombong atau
meremehkan orang lain merupakan sebab timbulnya sikap saling
menjauhi di antara kita, juga merupakan tanda putusnya tali
persaudaraan di antara kita.
Merendah itu merupakan sifat yang dituntut dan juga diperintahkan.
Sedangkan sifat angkuh adalah sifat terlarang dan tercela.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari
‘Iyadh bin Himar radhiallahu anhu, bahwa Nabi shalallahu alaihi
wasallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian
merendahkan diri, sampai tidak ada seorang pun meremehkan orang
lain dan bersikap sombong kepada orang lain.” (HR. Muslim)
4. Membersihkan Noda Dalam Hati Dalam Pergaulannya
Di antara doa Rasulullah SAW adalah beliau mengucapkan
doa, “Lepaskanlah kedengkian di dalam hatiku”.
Terkadang dalam sebuah pergaulan di antara kita, terjadi suatu hal
yang mengganggu kita, atau bahkan ada kezhaliman yang dilakukan
oleh orang lain terhadap diri kita. Ada pula perbedaan-perbedaan
karunia dari Allah, sehingga hal tersebut memancing timbulnya
kedengkian dalam hati kita.
Maka membersihkan noda dalam hati kita di sini maksudnya adalah,
kita tidak menyikapi kezhaliman, kesewenang-wenangan orang lain
dengan niat membalas kejahatan mereka, tidak juga dengki ketika
saudara kita memperoleh suatu nikmat.
Pergaulan yang memuat unsur keharaman
Pergaulan yang diharamkan dalam islam yaitu pergaulan bebas.
Pergaulan bebas adalah bentuk perilaku yang melanggar norma agama dan
norma kesusilaan. Pergaulan bebas termasuk perilaku negatif. Pergaulan
bebas terjadi pada remaja disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
kegagalan remaja menyerap norma agama dan norma pancasila dan
adanya rasa kecewa terhadap keluarga yang tidak harmonis. Pergaulan
bebas berdampak pada kepribadian seseorang. Dampak pergaulan bebas
memberikan pengaruh besar untuk diri sendiri, orang tua, dan negara.
Seperti ketergantungan obat, tertularnya penyakit HIV, meningkatkan
kriminalitas, membuat hubungan keluarga rusak, kehamilan di luar
pernikahan, dikucilkan masyarakat.(Ricky , 2009 : 69)
1. Khalwat
Khalwat secara etimologis ‘khulwah’ berasal dari kata ‘khala’
yang berarti ‘sunyi’ atau ‘sepi’. Khalwat adalah istilah yang
digunakan untuk keadaan tempat seseorang yang tersendiri dan jauh
dari pandangan orang lain. Istilah khalwat dapat mengacu
kepada hal-hal negatif, yaitu seorang pria dan seorang wanita
berada di tempat sunyi dan sepi dan terhindar dari pandangan
orang lain, sehingga sangat memungkinkan mereka berbuat
maksiat.Dalam terminologi hukum Islam, khalwat didefinisikan
dengan keberadaan seorang pria dan wanita yang tidak ada
hubungan kekerabatan sehingga halal menikahinya, di tempat yang
sepi tanpa didampingi oleh mahram dari pihak laki-laki atau
perempuan. Berdasarkan pengertian di atas bahwa khalwat antara
seorang pria dengan seorang wanita yang bukan muhrimnya tanpa
disertai oleh mahram maka hukumnya haram, meskipun keduanya
tidak melakukan hal-hal yang melanggar ajaran Islam, sebab
larangan tersebut ditujukan kepada perbuatan khalwatnya.
Sebagaimana yang telah ditegaskan dalam firman Allah Q.S Al-
Isra yang Artinya: ‘’Dan janganlah kamu mendekati zina;
Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan
suatu jalan yang buruk’’. (Q.S Al-Isra, ayat 32). Ayat tersebut
mengharamkan dua hal sekaligus: (a) zina; dan (b) segala perilaku
yang mendekati perbuatan zina termasuk di antaranya adalah berduaan
antara dua lawan jenis yang bukan mahram yang disebut
dalam istilah bahasa Arab dengan khalwat dengan yang selain
mahram.(Bukhari , 2018 : 111 – 112)
2. Pergaulan bebas dan Meminum Khamr
Islam melarang mengkonsumsi minuman keras dan zat-zat
sejenisnya. Proses pengharaman ini dilakukan melalui tahapan yang
berulang-ulang sebanyak empat kali.
a. Pertama Allah Subhanahu Wa Ta’Ala menurunkan ayat tentang
khamar yang bersifat informatif Semata. Hal ini dilakukan karena
tradisi meminumnya sangat membudaya di masyarakat. Ayat yang
diharamkan pertama kali adalah sebagai berikut :Artinya : “Dan
dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang
memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi
orang yang memikirkan.” (Q.S An-Nahl ayat 67).
b.  Kedua diturunkannya ayat yang menjelaskan secara lebih lanjut
mengenai khamr Allah berfirman : “Mereka bertanya kepadamu
tentang khamr dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa
yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah (2):
219) Apabila dibandingkan isi dan kandungan kedua ayat di atas,
tampak jelas bahwa ayat yang kedua sudah menyentuh sisi manfaat
dan mudharat. Ketika diturunkannya ayat ini, tradisi meminum
khamr masih tetap berlangsung: tidak hanya dilakukan oleh orang-
orang kafir, tetapi juga dilakukan oleh sahabat-sahabat Nabi.
Mengenai hal ini, Al-Suyuthi memaparkan bahwa Ali bin Abi
Thalib menceritakan, "Abdurrahman bin Auf mengundang kami
untuk berpesta dan memberikan jamuan berupa khamr. Ketika itu,
banyak di antara kami yang meminum khamr. Selanjutnya,
datanglah waktu shalat dan kami pun shalat. Salah seorang di
antara kami menjadi imam. Karena sang imam masih setengah
mabuk, maka dibaca seperti ini: tiga ayat pertama Surah Al-
Kâfirûn dibaca seperti ini:
‫فل بأنها الكفرون ال أعبد ما تعبدون ونحن نعبد ما تعبدون‬
“Wahai orang-orang kafir, saya tidak menyembah Tuhan yang
kalian sembah, dan kami menyembah Tuhan yang kalian sembah."
c. Ketiga, diturunkannya ayat yang menerangkan tentang proses
pengharaman khamr. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk”. (QS. Al-Nisa’ (4): 43)
Mengenai proses pengharaman khamr ini; Imam Ahmad, Abu
Dawud, dan Al-Tirmidzi sebagaimana dikutip oleh Al-Shabuni;
Umar bin Al-Khaththab berdoa kepada Allah agar hukum tentang
khamar dipertegas. “Ya Allah, berikanlah kejelasan kepada kami
tentang khamr dengan penjelasan yang tegas”.
d. Keempat, diturunkannya satu ayat terakhir yang mengharamkan
khamr. Ayat ini sekaligus menjadi jawaban dari doa Umar bin Al-
Khaththab. “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamr, berjudi. (berkorban untuk) berhala, dan
mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan”. (QS. Al-Ma'idah (5): 90). (Nurul , 2013 : 48-49)
3. Ghibah
Menurut Luis Ma’luf ghibah berasal dari kata Al igtiyaabun ,
yang berarti mengumpat. Sinonim mengumpat adalah
menyembunyikan perkataan dan tidak ditampakan dihadapan orang
yang bersangkutan. Definisi ghibah tidak hanya dikemukakan oleh
para ulama, melainkan Nabi Muhammad SAW sendiri telah
memberikan definisi tersebut. Menurut Hadits Ghibah didefinisikan
sebagai berikut:
Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwasanya
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “Tahukah kalian apa
itu ghibah? Mereka (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul Nya
yang lebih tahu”, beliau menjawab: “Ghibah adalah engkau
membicarakan saudaramu dengan sesuatu yang ia tidak suka.” Beliau
ditanya, “Bagaimana jika apa yang aku bicarakan itu benar adanya.”
Beliau menjawab, “jika apa yang engkau bicarakan itu benar maka
sungguh engkau telah mengghibahnya, tapi jika tidak benar maka
sungguh engkau telah menuduh (menfitnah) nya.”(HR. Muslim 2589 .
Sementara menurut Hasan Al Thusiy ghibah adalah membicarakan
keburukan seseorang dibalik muka, dimana perilaku tersebut sama
sekali tidak memberi hikmah atau manfaat. (Velly , 2020 : 51)
Kesepakatan para ulama (ijma’) memutuskan gibah sebagai perbuatan
terlarang. Secara umum tidak ada pengecualian terbebasnya seseorang
dari aturan ini kecuali beberapa kondisi, seperti al-jarh wa at-ta’dil
(penetapan status dan keaslian perawi hadis) dan pemberian saran yang
sepenuh hati (an-nasihah). Gibah adalah dosa besar yang
mengharuskan pelakunya melakukan pertobatan kepada Allah. Gibah
adalah dosa karena orang yang digunjingkan tidak hadir dan terlibat
dalam perbincangan sehingga dia tidak bisa membela diri. Orang yang
digunjing tidak bisa melindungi diri dari serangan sekaligus tidak
dapat memberi alasan yang tepat untuk menjelaskan duduk perkara
sebenarnya. (Shakil , 2004) Gibah juga bertentangan dengan perintah
Allah: “Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia”. (QS Al
Baqarah [2]: 83)
3. Beberapa Isyu pergaulan dalam ruang lingkup masyarakat milenial
Pergaulan Terhadap Non-Muslim
1. Etika pergaulan terhadap Non-Muslim
Dalam kaidah ajaran Islam, pergaulan tidak dibatasi karena perbedaan
status bahkan keyakinan. Dalam arti tidak melibatkan dan campur tangan
terhadap urusan keyakinan melainkan hanya sebatas sosial saja. Mengutip
salah satu pesan dari Sayidina Ali r.a yang berbunyi “Tanamkanlah dalam
hatimu rahmat kepada rakyat serta cinta kasih dan kelemah lembutan
terhadap mereka! Jangan sekali-kali engkau menjadi binatang buas yang
siap menerkam mereka, karena sesungguhnya mereka hanya dua kelompok
Saudaramu seagam atau serupa penciptaan (sekemausiaan denganmu).
Banyak dari mereka tergelinciran dan dihadapkan kepada mereka aneka
penyakit, serta terjadi dari aktivitas mereka apa saja yang disengaja dan
yang keliru, maka anugerahilah mereka pemuafan dan pengampunanmu
sebagaimana engkau suka dan ridha dianugerahi Allah pemaafan dan
pengampunan-Nya. Karena engkau di atas mereka, sedang yang
menugaskanmu berada di atasmu dan Allah di atas yang menugaskanmi”.
(Quraish : 76) Hakikat nya pesan dari Sayidina Ali ini diambil dari Al-
Qur’an itu sendiri dan hubungan agama itu tidak membatalkan hubungan
kemanusiaan.
Etika larangan untuk menyakiti seorang non-muslim.
Sementara ada etika berupa larangan untuk menganiaya seorang non-
muslim :
‫س فَأَنَا َح ِجي ُجهُ يَوْ َم‬ ِ ‫ق طَاقَتِ ِه أَوْ أَ َخ َذ ِم ْنهُ َش ْيئًا بِ َغي ِْر ِطي‬
ٍ ‫ب نَ ْف‬ َ ْ‫صهُ أَوْ َكلَّفَهُ فَو‬
َ َ‫ظلَ َم ُم َعا ِهدًا أَ ِو ا ْنتَق‬
َ ‫أَاَل َم ْن‬
‫ْالقِيَا َم ِة‬
“Ketahuilah, bahwa siapa yang menzalimi seorang mu’ahad (non-Muslim
yang berkomitmen untuk hidup damai dengan umat Muslim),
merendahkannya, membebaninya di atas kemampuannya atau mengambil
sesuatu darinya tanpa keridhaan dirinya, maka saya adalah lawan
bertikainya pada hari kiamat.”(H.R Abu Dawud).
ِ‫ َو َم ْن آ َذانِ ْي فَقَ ْد آ َذى هللا‬،‫َم ْن آ َذى ِذ ِّميًا فَقَ ْد آ َذانِ ْي‬
“Barangsiapa menyakiti seorang zimmi (non Muslim yang tidak
memerangi umat Muslim), maka sesungguhnya dia telah menyakitiku. Dan
barang siapa yang telah menyakitiku, maka sesungguhnya dia telah
menyakiti Allah.”(H.R Thabrani)
2. Toleransi dalam pergaulan terhadap Non-Muslim dan batasan Nya
Salah satu dalil Bertoleransi terhadap non-muslim jikalau dilihat dari
sunnah yang dicontohkan oleh Rasulullah ketika Rasulullah saw Menerima
sejumlah pembesar delegasi dari Kristen Najran Bertamu di Masjid
Nabawi. Ketika sampai Saatnya untuk beribadah, maka Rasulullah Saw.
Memberi kesempatan kepada mereka Beribadah. Bahkan, dengan senang
hati Nabi Saw. Mengizinkan delegasi tersebut untuk Beribadah di Masjid
Nabawi, inilah tanda bahwa syariat Islam tidak menghalangi umat Agama
lain melakukan ibadahnya, kalau perlu (dalam keadaan darurat) mereka
diberi izin Untuk beribadah dalam masjid.(Abdillah , 1372H : 4)
ٓ ‫هّٰللا‬
ِ ‫ار ُك ْم َوظَاهَرُوْ ا ع َٰلى اِ ْخ َر‬
‫اج ُك ْم اَ ْن‬ ِ َ‫اِنَّ َما يَ ْن ٰهى ُك ُم ُ َع ِن الَّ ِذ ْي ۤنَ قَاتَلُوْ ُك ْم فِى ال ِّد ْي ِن َواَ ْخ َرجُوْ ُك ْم ِّم ْن ِدي‬
ٰ ‫ك هُم‬
َ‫الظّلِ ُموْ ن‬ ٰ ُ ‫ت ََولَّوْ هُ ۚ ْم َو َم ْن يَّتَ َولَّهُ ْم فَا‬
ُ َ ¡ِ‫ول ِٕٕى‬
“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai
kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan
mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain)
untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan,
mereka itulah orang-orang yang zalim.(Qs.Al-Mumtahanah/60 : 9)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah menafsirkan,
“Allah tidak Melarang kalian untuk berbuat baik, me nyambung
silaturrahmi, membalas kebaikan, berbuat adil kepada orang-orang
musyrik, baik Dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak
memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian
dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan
mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam seperti ini tidak
ada larangan dan tidak ada kerusakan.”(Taisir , 1424 : 819)
Berpegang pada dalil Naqli QS. Al-Baqarah ayat 190 dan al-Hajj ayat 39.
Memiliki esensi mengenai perintah Allah kepada Umat muslim untuk tetap
menjaga perdamaian dengan muslim dan non-muslim. Meskipun ayat ini
merupakan etika dalam berperang.
Hubungan dan kerja Sama dengan pihak non-muslim adalah Tidak
terlarang. Akan tetapi, pihak yang Diajak kerjasama harus memenuhi
Persyaratan: (Sholeh, 2010 : 247-266)
(a) telah terikat perjanjian Damai atau tidak menunjukkan Permusuhan
terhadap Islam
(b) bukan Pihak-pihak yang membuat agama Menjadi bahan ejekan
(c) bukan orang Yang mengingkari kebenaran
(d) bukan Pihak atau yang membantu pihak-pihak Yang mengusir umat
Islam.
Pergaulan dalam media sosial
Media sosial adalah media Percakapan yang berlangsung di internet dan
ditopang oleh alat berupa Aplikasi atau software(Mardiana, 2009 : 13). Dalam
pembentukan fikih, tidak terlepas dari perspektif usul fikih sebagaiupaya
menetapkan metode yang tepat untuk menggali hukum dari sumbernya
terhadap suatu kejadian konkret yang belum terdapat naṣnya dan
mengetahui dengan sempurna dasar-dasar serta metode para mujtahid
mengambil hukum. Kajian teori hukum Islam menunjukkan bahwa dalam
menghadapi masalah-masalah yang tidak jelas rinciannya dalam al-Qur’an
atau petunjuk yang ditinggalkan Nabi SAW, penyelesaiannya adalah
dengan metode ijtihad(al-Syatibi , 48) Pergaulan dalam media sosial ini
mencangkup pada Persaudaraan , interaksi dan komunikasi.
a. Etika bersosial media secara luas menurut fatwa M.U.I Nomor 24 tahun
2017
Dalam bermuamalah dengan sesama, baik di dalam kehidupan riil
maupun media sosial, setiap muslim wajib mendasarkan pada
keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu’āsyarah bil ma’rūf),
persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-ḥaqq)
serta mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran.Berdasarkan
dari pendapat para ulama dan pleno, setiap muslim, kata MUI, yang
bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk:
1. Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.
2. Bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama,
ras, atau antar golongan.
3. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan
baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.
4. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang
terlarang secara syar’i.
5. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau
waktunya
b. Percakapan pribadi dengan maksud yang jelas.
Di antara adab seseorang kepada orang lain adalah dia Tidak mengambil
waktu orang lain yang dia tahu bahwa Orang tersebut memiliki waktu
terbatas. Hendaknya mengirim pesan yang menunjukkan Maksud pesan
tersebut secara langsung. Jangan kemudian Seseorang berbasa-basi terlebih
dahulu sebelum Menyampaikan maksud utamanya. Karena hal seperti Itu
terkadang membuat risih sebagian orang yang Memiliki waktu terbatas.
Akan tetapi ketika mengirim Pesan kepada sahabat, keluarga, yang kita
tahu mereka Adalah orang yang sering menanti pesan dari kita, maka Tidak
mengapa. Akan tetapi secara umum, hendaknya Seseorang tatkala
mengirim pesan dia mengirim pesan Yang langsung kepada intinya
(Firanda : 40-46) . Rasulullah saw. Bersabda yang artinya : “Sesungguhnya
di antara ciri kebaikan keislaman seseorang Adalah meninggalkan sesuatu
yang tidak bermanfaat Baginya.” (HR. Tirimidzi 4/558 no. 2317)

Kesimpulan
Pergaulan ialah bagian dari muamalah, dan terdapat banyak literatur islam
mengenai pergaulan, baik itu berupa ayat , hadist dan fatwa ulama.
Pergaulan tersebut diarahkan dengan akhlak mulia, dan beberapa batasan
untuk terhindar dari dosa dan maksiat. Sementara, terdapat etika yang diatur
berdasarkan Qs.al Hujurat diantaranya tabayun, bersaudara, mendamaikan
pihak yang konflik dan larangan ghibah. Dan pergaulan negatif juga mesti
dihindari yang diantaranya terdapat Minuman keras, perzinahan dan
pergaulan bebas lainya.
Pergaulan juga tidak hanya dengan sesama muslim, namun ada beberapa
pergaulan terhadap non muslim dan agama Islam tidak melarang untuk
melakukan hubungan muamalah dengan non muslim, namun terdapat
toleransi dan batasannya serta etika untuk bergaul dengan non muslim.
Selain itu juga terdapat pergaulan dalam media sosial yang diatur
berdasarkan fatwa M.U.I agar terhindar dari kemadharatan yang sangat
merugikan kedua belah pihak.
Referensi
Abdillah al-Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, Juz IV (Qahirah: Dar alSya’b, 1372 H), h. 4.
Abdul Rahman, dkk , 2010 , Fiqh muamalat , cet ke-I , Jakarta : kencana
Ahmad Wardi , 2013 , Fiqh Muamalat , cet ke-II , Jakarta : Amzah
Ahmad , Khutbah pilihan , Surabaya : P.t Amanah
Al-Syatibi , Al Muwafaqat fi Usul al-Syari’ah , h.48
Arif supriono, 2006 , seratus cerita tentang akhlak, Jakarta : p.t Republika
Bukhari , 2018 , KHALWAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF,
Jurnal Ilmu syariah , perundang-undangan dan hukum ekonomi syariah , Juli-Desember h.
111-112
Firanda Andirja , Fiqih bermedia sosial , h.40-46
Hasan Ayub , 1994 , Etika Islam Menuju kehidupan yang hakiki , Bandung : P.t Trigenda Karya
Ibnu hazm, 1424 H , Taisir Karimur Rahman , Beirut .
Mardiana , Rizky , 2009 , 5 Jam menjadi terkenal lewat Facebook , Bandung : CV Yrama Widya
Nurul Irfan , Masyrofah , 2013 , FIQH JINAYAH , Jakarta
Ricky Firmasnyah, dkk, MENGATASI PERGAULAN BEBAS DIKALANGAN MASYARAKAT
ILMIAH, Journal of Teacher Professional Vol 1, No, 2 Agustus 2020, hal. 69
Shakil Ahmad, Wasim Ahmad ,2004 , GIBAH SUMBER SEGALA KEBURUKAN , Sharjah
Shihab Quraish, Wasathiyyah , Wawasan Islam tentang modersasi Beragama cet. Ke-2 , Ciputat :
lentera hati
Soleh, A. K , 2010 , Kerjasama Umat Beragama dalam Al-Qur’an: Perspektif Hermeneutika Farid,
Esack.Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 6, 247-266.
Velly Yuneta, 2020, MENGHINDARKAN PERILAKU GHIBAH DALAM MEMBENTUK
KEPRIBADIAN REMAJA, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Dakwah Volume 02 (1), hal. 51
Ya’qub, H, 1985, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar).Bandung: Diponegoro.
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, ACADEMIA Accelerating the world’s research,
https://bit.ly/2ZkGQ05, diakses tanggal 21/09/21, hal. 153-155
ISLAMUNA: JURNAL STUDI ISLAM 2019, VOL. 6, NO. 1, 64-79
https://kominfo.go.id/content/detail/9824/haram-dan-dilarang-dilakukan-di-medsos-menurut-
mui/0/sorotan_media diakses pada kamis,30 September 2021.

Anda mungkin juga menyukai