Anda di halaman 1dari 16

BIDANG KAJIAN FILSAFAT :

ONTOLOGI,EPISTIMOLOGI,AKSIOLOGI

Dody Masyarulfallah 12010400501,Erlin Maehwa Sani 12010400512,Fadna


Qintana 12010400523,Fakhri Shidiq 12010400574 ,Fia Fadhilah 1201040062
5
,Fufu Rianti 12010400646,Jamaludin Fitroh12010400807,Lenny Fitriyani
12010400848
1
Jurusan Tasawuf Psikoterapi 3B , Fakultas Ushuluddin,
UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Email : dodymasyarul10@gmail.com1, Erlinmaehwa26@gmail.com2,


fadnaqin04@gmail.com3, fakhriisiddiqq04@gmail.com4, Fiafadilah178@gmail.com5,
fufurianti99@gmail.com6,Jamaludidin74@gmail.com7, fitriyani.lenn@gmail.com8

Abstrak:

Pada setiap kajian disiplin suatu ilmu, biasanya ada aspek-aspek


tertentu yang mendominasi bersifat mayor, disamping ada juga aspek
lain yang yang akan menjadi aspek pendukung yang bersifat minor.
Terlebih lagi jika kajian ini membahas dari suatu induk. Induk yang
dimaksud di sini ialah induk pengetahuan itu sendiri atau sering
disebut dengan ‘filsafat’, sebelum melahirkan turunannya yang
kemudian menjadi berbagai cabang berbagai disiplin ilmu
pengetahuan.Tiga hal tersebut itu adalah ontologi, epistemology, dan
aksiologi, akan selalu menjadi prolog suatu pembahasan sehingga
dapat membedakan akar suatu pembahasan dengan pengetahuan yang
melingkupi suatu akar pembahasan.Di banyak kesempatan sebagian
orang malah justeru tiga pembahasan tersebut (ontology,
epistemology, dan aksiologi) diposisikan sebagai tiga cabang dari
filsafat itu sendiri. Adapun ontologi dimaksud di sini adalah suatu
kajian yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan “apa”, sehingga
ini sangatlah mendasar dan awal sebelum membahas hal yang
lainnya. Pembahasan pertama dari tema apapun seharusnya diawali
dengan menjawab “apa”, sehingga akan teridentifikasi batasan-
batasan apa yang menjadi kajiannya. Sementara tahapan berikutnya
adalah epistemologi, yaitu bagaimana mencari berbagai pengetahuan
yang berhubungan dan berkaitan terhadap jawaban “apa” yang
dimaksud di kajian ontologi seperti tersebut di atas. Adapun langkah
berikutnya adalah, tidak hanya cukup dengan mendefinisikan ‘apa
sesuatu’ itu tetapi harusnya melengkapi berbagai macam halnya
tentang ‘sesuatu’ yang sedang menjadi objek pembahasan. Oleh
karena itu berbagai pengetahuan yang berkaitan dengan ‘sesuatu’
yang sedang menjadi objek pembahasan menjadi target utama aspek
epistemologi ini, guna melahirkan suatu disiplin ilmu tertentu.
Hanya dengan dua aspek utama inilah lalu kemudian lahir berbagai
cabang ilmu dan cabang pengetahuan hingga kini berkembang begitu
pesat tidak seperti awal mula filsafat muncul yang hanya melahirkan
beberapa disiplin ilmu seperti; logika, biologi, sosiologi, etika, estetika,
ekonomi, dan metafisika. Tetapi lahir berbagai disiplin ilmu
pengetahuan dari induknya yaitu filsafat, dengan melalui tiga aspek
utama yang sangat penting telah diletakkan oleh para filosof Yunani
bahkan hingga kini; ontologi, epsitemologi, dan aksiologi. Melengkapi
pertanyaan dari “apa” yang ada di kajian “ontologi’, kemudian
penjelasan tentang pertanyaan dari pertanyaan “bagaimana” yang
ada di kajian “epitemologi” ini, lalu kemudian dilengkapi dengan apa
yang dikaji dalam aksiologi. Karena aksiologi ini membahas tentang
daya manfaat dan daya guna dari bahasan tersebut, apakah memberi
kemanfaatan dan berguna ataukah tidak memberikan manfaat dan
tidak berguna.
Kata Kunci: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

Abstract:

In every study of the discipline of a science, there are usually certain


aspects that dominate are major, besides there are also other aspects
that will become minor supporting aspects. Moreover, if this study
discusses from a parent. The parent referred to here is the parent of
knowledge itself or often referred to as 'philosophy', before giving
birth to its derivatives which later became various branches of various
scientific disciplines. These three things, namely ontology,
epistemology, and axiology, will always be the prologue of a
discussion so that can distinguish the root of a discussion with the
knowledge that surrounds a root of discussion. On many occasions
some people even think that the three discussions (ontology,
epistemology, and axiology) are positioned as three branches of
philosophy itself. The ontology referred to here is a study aimed at
answering the "what" question, so this is very basic and initial before
discussing other things. The first discussion of any theme should
begin by answering "what", so that the boundaries of what the study
will be will be identified. While the next stage is epistemology, which
is how to find various related knowledge and relate to the "what"
answer referred to in the ontology study as mentioned above. As for
the next step, it is not enough just to define 'what something' is, but
it must complete various kinds of things about 'something' that is
being the object of discussion. Therefore, various knowledge related to
'something' that is being the object of discussion becomes the main
target of this epistemological aspect, in order to give birth to a
particular scientific discipline. Only with these two main aspects were
then born various branches of science and branches of knowledge until
now growing so rapidly unlike the beginning of philosophy which
only gave birth to several disciplines such as; logic, biology, sociology,
ethics, aesthetics, economics, and metaphysics. However, various
scientific disciplines were born from their parent, namely philosophy,
through which three main aspects of great importance have been laid
down by the Greek philosophers even today; ontology, epistemology,
and axiology. Completing the question of "what" in the study of
"ontology", then an explanation of the question of "how" in this
study of "epitemology", then completed with what is studied in
axiology. Because this axiology discusses the usefulness and usability
of the discussion, whether it is useful and useful or not useful and
useless.
Keywords: Ontology, Epistemology, Axiology

1. Pendahuluan
Sejarah filsafat tidak selalu lurus terkadang berbelok kembali ke belakang,
sedangkan sejarah ilmu selalu maju. Dalam sejarah pengetahuan manusia, filsafat
dan ilmu selalu berjalan beriringan dan saling berkaitan. Filsafat dan ilmu
mempunyai titik singgung dalam mencari kebenaran. Ilmu bertugas melukiskan dan
filsafat bertugas menafsirkan fenomena semesta, kebenaran berada disepanjang
pemikiran, sedangkan kebenaran ilmu berada disepanjang pengalaman. Tujuan
befilsafat menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran yang sebenarnya
itu disusun secara sistematis, jadilah ia sistematika filsafat. Sistematika filsafat itu
biasanya terbagi menjadi tiga cabang besar filsafat, yatu teori pengetahuan, teori
hakikat, dan teori nilai.
Ilmu pengetahuan sebagai produk kegiatan berpikir yang merupakan obor
peradaban dimana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup lebih
sempurna. Bagaimana masalah dalam benak pemikiran manusia telah
mendorong untuk berfikir, bertanya, lalu mencari jawaban segala sesuatu yang
ada, danakhirnya manusia adalah makhluk pencari kebenaran.
[ CITATION Lih98 \l 1057 ]
Oleh karena itu, ilmu tidak terlepas dari landasan ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Ontologi membahas apa yang ingin diketahui mengenai teori tentang
“ ada “ dengan perkataan lain bagaimana hakikat obyek yang ditelaah sehingga
membuahkan pengetahuan. Epistemologi membahas tentang bagaimana proses
memperoleh pengetahuan. Dan aksiologi membahas tentang nilai yan berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dengan membahas
ketigunsur ini manusia akan mengerti apa hakikat ilmu itu. Tanpa hakikat ilmu
yansebenarnya, maka manusia tidak akan dapat menghargai ilmu sebagaimana
mestinya.[ CITATION Juj901 \l 1057 ]
Berdasarkan uraian teroretis di atas, maka penulis akan membahas
pengertian Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi serta segala permasalahannya
sebagai unsur yang sangat penting dalam filsafat ilmu yang dipandang sebagai
satu kesatuanyang tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya.
2. Hasil dan Pembahasan
1.1. Pengertian Otologi
Ontologi
Ontologi dalam bahasa Yunani, berarti ‘studi, teori, atau ilmu wujud‘, terkait
dengan sesuatu yang ada. Oleh karena demikian ontologi adalah cabang filsafat
yang kehadirannya permaka kali untuk memastikan ilmu pengetahuan. Atas dasar
itulah sebabnya semua filsuf Yunani Kuno berurusan dengan ontologi.

Bahkan filsuf pra-Socrates adalah ahli ontologi yang mencoba menentukan apa
yang ada dan apa yang tidak. Misalnya, Empedocles (yang hidup dari tahun 490
hingga 430 SM) mengatakan bahwa ada empat elemen universal (bumi, air, api,
dan udara) yang digerakkan oleh kekuatan, cinta dan kebencian. Semua hal di
dunia lahir dari hubungan enam entitas ini.

Sedangkan ahli ontologi Aristoteles (yang hidup dari tahun 384 sampai dengan
322 SM) dan Plato (yang hidup dari tahun 428 hingga 348 SM)
mengklasifikasikan entitas-entitas ini ke dalam kelompok-kelompok dan mencoba
untuk mengidentifikasi karakteristik yang sama.

Pengertian Ontologi
Ontologi adalah cabang fundamental dari filsafat yang senantiasa mempelajari ada
atau tidak ada sesuatu hal dan terlebih lagi bagaimana benda-benda yang ada
berhubungan satu sama lain.

Oleh karena itulah seperti semua cabang filsafat dapat berhubungan dengan
berbagai bidang pengetahuan. Misalnya saja dalam hal ini seperti ontologi
kedokteran melihat secara mendalam apa itu penyakit, karakteristik apa yang
dimilikinya, dan bagaimana kita mengartikannya.

Ontologi hukum mengkaji ciri-ciri hukum dan apa yang membedakannya dari
sistem lain, seperti adat istiadat. Akhir-akhir ini ontologi ilmu komputer semakin
berkembang pesat. Ini mempelajari entitas yang ada dalam bidang ilmu komputer
dan bagaimana mereka berhubungan satu sama lain.

Pengertian Ontologi Menurut Para Ahli


Adapun definisi ontologi menurut para ahli, antara lain:

1. Aristoteles, Ontologi adalah rangkaian pembahasan tentang hal ada


sebagai hal ada (hal ada sebagai demikian) mengalami perubahan dalam,
sehubungan objeknya.
2. Bakhtiar, Pengertian ontologi adalah sebagai ilmu yang membahas
tentang hakikat yang ada, sebagai suatu ultimate reality baik yang
mempunyai bentuk jasmani atau konkret maupun tentang rohani ataupun
abstrak.
3. Suriasumantri , Arti ontologi adalah ilmu pengetahuan tentang apa yang
ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain
suatu pengkajian terhadap teori tentang ada.

Konsep Pertanyaan dalam Ontologi


Adapun rangkaian pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ontologi adalah beberapa
pertanyaan tertua yang diajukan oleh umat manusia. Misalnya saja untuk beberapa
konsep sebagai berikut;

1. Apakah Tuhan itu ada?


2. Apakah ada ide, ingatan, dan emosi?
3. Apakah angka itu ada?
4. Dan, jika Tuhan, ingatan, atau angka ada, bagaimana hubungannya dengan
pohon atau batu?

Pertanyaan semacam ini bukanlah pertanyaan yang mudah untuk dijawab.


Sehingga untuk mempelajari konsep-konsep ini, ontologi membagi semua hal
menjadi dua kelompok besar:

1. Entitas Konkrit: seperti pohon atau batu


2. Entitas Abstrak: seperti Tuhan atau gagasan

Sehingga dari daftar pertanyaan tersebutlah secara logika tidaklah mungkin untuk
mempelajari kedua jenis entitas tersebut dengan cara yang sama karena keduanya
memiliki karakteristik yang berbeda.

Contoh Ontologi
Contoh kajian dalam kaitannya dengan kebahasaan dan ontologi. Antara lain;

1. Ontologi dan bahasa


Beberapa filsuf berpendapat bahwa pertanyaan “Apa itu?” adalah (setidaknya
sebagian) masalah pertanyaan tentang fakta. Perspektif ini disampaikan oleh
analogi yang dibuat oleh Donald Davidson:

Misalkan seseorang mengacu pada ‘cangkir’ sebagai ‘kursi’ dan membuat


beberapa komentar yang berkaitan dengan cangkir, tetapi menggunakan kata
‘kursi’ secara konsisten daripada ‘cangkir’. Orang mungkin langsung mengerti
bahwa orang ini menyebut ‘cangkir’ sebagai ‘kursi’ dan keanehannya dijelaskan.

Secara analogi, jika kita menemukan orang yang menyatakan ‘ada’ ini dan itu,
dan kita sendiri tidak berpikir bahwa ‘ini dan itu’ ada, kita mungkin
menyimpulkan bahwa orang-orang ini tidak gila (Davidson menyebut asumsi ini
sebagai ‘charity‘), mereka hanya menggunakan ‘ada’ secara berbeda dari kita.
Pertanyaan apa itu? setidaknya sebagian merupakan topik dalam filsafat bahasa,
dan tidak sepenuhnya tentang ontologi itu sendiri.

2. Ontologi dan geografi manusia


Dalam geografi manusia ada dua jenis ontologi: “o” kecil yang menjelaskan
orientasi praktis, mendeskripsikan fungsi menjadi bagian dari kelompok, dianggap
terlalu menyederhanakan dan mengabaikan aktivitas utama. “O” yang lain, atau
“O” besar, secara sistematis, logis, dan rasional menggambarkan karakteristik
esensial dan sifat universal.

Konsep ini berkaitan erat dengan pandangan Plato bahwa pikiran manusia hanya
dapat melihat dunia yang lebih besar jika mereka terus hidup dalam batas-batas
“gua” mereka. Namun, terlepas dari perbedaan tersebut, ontologi bergantung pada
kesepakatan simbolik di antara anggota. Konon, ontologi sangat penting untuk
kerangka bahasa aksiomatik.

Aliran-aliran dalam ontologi

A. Monisme
Aliran ini menyatakan bahwa hanya satu kenyataan yang fundamental. Pernyataan
tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi lainnya yang tidak dapat
diketahui. Tokoh aliran ini diantaranya adalah Thales (625-545 SM) dan
Aniximander (610-547 SM).
B. Dualisme
Aliran ini menganggap adanya dua substansi yang masing-masing berdiri sendiri.
Tokoh-tokoh yang termasuk aliran ini adalah Plato, Rene Descartes, Leibniz, dan
Imanuel Kant.
C. Materialisme
Aliran ini menyatakan bahwa tidak ada yang nyata kecuali materi. Pikiran dan
kesadaran hanyalah penjelmaan materi yang dapat dikembalikan pada unsur-unsur
fisik. Materi adalah sesuatu yang terlihat, dapat diraba, berbentuk, dan menempati
ruang. Tokoh aliran ini antara lain demokritos yang berkeyakinan bahwa alam
semesta tersusun atas atom-atom kerdil yang memiliki bentuk dan badan, Thomas
Ahobbes yang berpendapat bahwa sesuatu yang terjadi di dunia merupakan gerak
dari materi.
D. Spirituliasme
Aliran ini menganggap bahwa hakikat kenyataan yang beranekaragam itu semua
berasal dari roh (Sukma) atau sejenis dengan itu. Menurut aliran ini materi atau
zat itu hanyalah penjelmaan roh. Menurut aliran ini "manusia menganggap roh
lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Roh
dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya sehingga materi hanyalah penjelmaan
nya saja." (Verdi Yasin, dkk, 2018 : 68-75)
Ruang lingkup kajian ontologi
Objek kajian ontologi dibagi menjadi dua bagian yaitu objek material dan objek
formal.
A. Objek material ontologi adalah yang ada, artinya adalah ada objek yang akan
dikaji atau diteliti. Contoh objek yang sering dikaji adalah Tuhan, manusia dan
alam.
Objek material dibagi menjadi tiga macam
1. Teologi
Teologi adalah ilmu yang mengkaji tentang agama dan Tuhan. Spinoza
mengatakan bahwa segala sesuatu ada karena kehendak tuhan.
2. Antropologi
Antropologi adalah ilmu yang mengkaji tentang manusia.
3. Kosmologi
Kosmologi adalah ilmu yang mempelajari tentang alam. Hal yang sering dikaji
adalah mengenai waktu, perubahan, kemungkinan-kemungkinan dan keabadian.
Ada beberapa yang membahas tentang alam seperti teori kabut, teori Big Bang,
dan lainnya.
B. Objek formal
Objek formal adalah mengkaji bagian dari objek material secara lebih mendalam
lagi. Yang bisa juga diartikan sebagai sudut pandang dari mana hal tersebut
dipandang atau sudut pandang yang menyeluruh secara universal. (Ahmad Tafsir,
2000 : 28-29)
1.2. Pengertian epistemologi
Kata Epistemologi berasal dari bahasa Yunani artinya knowledge yaitu
pengetahuan. Kata tersebut terdiri dari dua suku kata yaitu logia artinya
pengetahuan dan episteme artinya tentang pengetahuan. Jadi pengertian etimologi
tersebut, maka dapatlah dikatakan bahwa epistemologi merupakan pengetahuan
tentang pengetahuan. Pengetahuan yang telah didapatkan dari aspek ontologi
selanjutnya digiring ke aspek epistemologi untuk diuji kebenarannya dalam
kegiatan ilmiah. Menurut Ritchie Calder proses kegiatan ilmiah dimulai ketika
manusia mengamati sesuatu. Dengan demikian dapat dipahami bahwa adanya
kontak manusia dengan dunia empiris menjadikannya ia berpikir tentang
kenyataan-kenyataan alam. Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri yang
spesifik mengenai apa, bagaimana dan untuk apa, yang tersusun secara rapi dalam
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Epistemologi itu sendiri selalu dikaitkan
dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Persoalan utama yang dihadapi oleh setiap
epistemologi pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana cara mendapatkan
pengetahuan yang benar dengan mempertimbangkan aspek ontologi dan aksiologi
masing-masing ilmu.
Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana proses mendapatkan ilmu
pengetahuan, hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar mendapatkan
pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran dan apa kriterianya. Objek
telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang,
bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan lainnya, jadi
berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu mengenai sesuatu hal.
Jadi yang menjadi landasan dalam tataran epistemologi ini adalah proses apa yang
memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara
dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni,
apa yang disebut dengan kebenaran ilmiah, keindahan seni dan kebaikan moral.
Dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan tidak cukup dengan
berpikir secara rasional ataupun sebaliknya berpikir secara empirik saja karena
keduanya mempunyai keterbatasan dalam mencapai kebenaran ilmu pengetahuan.
Jadi pencapaian kebenaran menurut ilmu pengetahuan didapatkan melalui metode
ilmiah yang merupakan gabungan atau kombinasi antara rasionalisme dengan
empirisme sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi. Banyak pendapat para
pakar tentang metode ilmu pengetahuan, namun penulis hanya memaparkan
beberapa metode keilmuan yang tidak jauh beda dengan proses yang ditempuh
dalam metode ilmiah Metode ilmiah adalah suatu rangkaian prosedur tertentu
yang diikuti untuk mendapatkan jawaban tertentu dari pernyataan yang tertentu
pula.
Epistemologi dari metode keilmuan akan lebih mudah dibahas apabila
mengarahkan perhatian kita kepada sebuah rumus yang mengatur langkah-
langkah proses berfikir yang diatur dalam suatu urutan tertentu Kerangka dasar
prosedur ilmu pengetahuan dapat diuraikan dalam enam langkah sebagai berikut:
a. Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah
b. Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan
c. Penyusunan atau klarifikasi data
d. Perumusan hipotesis
e. Deduksi dari hipotesis
f. Tes pengujian kebenaran (Verifikasi)
Keenam langkah yang terdapat dalam metode keilmuan tersebut masingmasing
terdapat unsur-unsur empiris dan rasional.
Menurut AM. Saefuddin bahwa untuk menjadikan pengetahuan sebagai ilmu
(teori) maka hendaklah melalui metode ilmiah yang terdiri atas dua pendekatan:
Pendekatan deduktif dan Pendekatan induktif. Kedua pendekatan ini tidak dapat
dipisahkan dengan menggunakan salah satunya saja, sebab deduksi tanpa
diperkuat induksi dapat dimisalkan sport otak tanpa mutu kebenaran, sebaliknya
induksi tanpa deduksi menghasilkan buah pikiran yang mandul. Proses metode
keilmuan pada akhirnya berhenti sejenak ketika sampai pada titik “pengujian
kebenaran” untuk mendiskusikan benar atau tidaknya suatu ilmu. Ada tiga ukuran
kebenaran yang tampil dalam gelanggang diskusi mengenai teori kebenaran, yaitu
teori korespondensi, koherensi dan pragmatis. Penilaian ini sangat menentukan
untuk menerima, menolak, menambah atau merubah hipotesa, selanjutnya
diadakanlah teori ilmu pengetahuan.
1. Aliran Epistemologi
Ahmad Tafsir ( 2005: 23 ) menyatakan bahwa Epistemologi
membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh
pengetahuan. Istilah epistemologi muncul pertama kali dan digunakan oleh
J.F. Ferrier pada tahun 1854. Pengetahuan yang dimiliki manusia terbagi
menjadi 3 macam, yaitu pengetahuan sains, pengetahuan filsafat dan
pengetahuan mistik. Dalam memperoleh pengetahuan tersebut manusia
melewati beberapa cara dan menggunakan alat. Dikutip dari buku filsafat
umum oleh Ahmad Tafsir (2005:24-27) terdapat beberapa aliran yang
membahas tentang hal ini, di antaranya :
1) Empirisme
Empirisme berasal dari kata Yunani empeirikos yang berarti
pengalaman. Aliran ini menyatakan bahwa manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. Bila di kembalikan pada kata
Yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi.
Contohnya ialah manusia mengetahui bahwa es itu dingin karena
menyentuhnya atau mengetahui rasa gula manis karena mencicipinya.
John Locke (1632-1704), bapak aliran ini pada zaman modern
mengemukakan teori tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin.
Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari
pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas
ia memiliki pengetahuan. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera
bukanlah pengetahuan yang benar. pengalaman indera itulah sumber
pengetahuan yang benar. Karena itulah metode penelitian yang menjadi
tumpuan aliran ini adalah metode eksperimen. Di samping itu Kelemahan
aliran ini cukup banyak.
(1) Indera terbatas, Benda yang jauh kelihatan kecil. Keterbatasan
kemampuan indera ini dapat melaporkan objek tidak sebagaimana adanya;
dari sini akan terbentuk pengetahuan yang salah.
(2) indera menipu, Pada orang yang sakit malaria, gula rasanya pahit,
udara panas dirasakan dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris
yang salah juga.
(3) objek yang menipu, contohnya ilusi, fatamorgana. Jadi, objek itu
sebenarnya tidak ada sebagaimana ia ditangkap oleh alat indera; ia
membohongi indera. Ini jelas dapat menimbulkan pengetahuan inderawi
yang salah.
(4) berasal dari indera dan objek sekaligus, dalam hal ini indera seperti
indera mata tidak mampu melihat objek secara keseluruhan. Jika kita
melihat seekor sapi dan melihatnya dari depan, yang kelihatan adalah
kepala sapi, dan sapi pada saat itu memang tidak mampu sekaligus
memperlihatkan ekornya Kesimpulannya ialah empirisme lemah karena
keterbatasan indera manusia. Oleh karena itu, Muncul berbagai aliran lain.
2) Rasionalisme
Aliran Rasionalisme ini menyatakan bahwa akal adalah dasar
kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan
akal. Menurut aliran ini, manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan
akal menangkap objek.
Bagi aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan
kelemahan alat indera, dapat dikoreksi seandainya akal digunakan. Benda
yang jauh kelihatan kecil karena bayangannya yang jatuh di mata kecil, kecil
karena jauh. Gula pahit bagi orang yang demam karena lidah orang yang
demam memang tidak normal. Fatamorgana adalah gejala alam.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh
pengetahuan, pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan
memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Bahan yang
diberikan oleh indera ini kemudian dipertimbangkan oleh akal dalam
pengalaman berpikir. Akal mengatur bahan itu sehingga dapatlah terbentuk
pengetahuan yang benar. Jadi, akal bekerja karena ada bahan dari indera.
Akan tetapi, akal dapat juga menghasilkan pengetahuan yang tidak
berdasarkan bahan inderawi sama sekali, jadi akal dapat juga menghasilkan
pengetahuan tentang objek yang betul-betul abstrak. Namun, Indera dan akal
yang bekerja sama belum juga dapat dipercaya mampu memperoleh
pengetahuan yang lengkap, yang utuh. Dengan indera, manusia hanya mampu
mengetahui bagian-bagian tertentu tentang objek. Dibantu oleh akal, manusia
juga belum mampu memperoleh pengetahuan yang utuh. Akal hanya sanggup
memikirkan sebagian dari objek. Manusia mampu menangkap keseluruhan
objek hanyalah dengan intuisinya.
Aliran empirisme dan rasionalisme ini kemudian bekerja sama dan
melahirkan metode sains hingga lahirlah pengetahuan sains atau yang disebut
pengetahuan ilmiah. Pengetahuan sains merupakan pengetahuan yang logis
dan empiris. Jika yang bekerja hanya rasio (rasionalisme) maka pengetahuan
yang diperoleh ialah filsafat.
3) Positivisme
pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri
sendiri. Teori ini hanya menyempurnakan teori dari aliran empirisme dan
rasionalisme yang bekerja sama. Dengan kata lain, ia menyempurnakan
metode ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-
ukuran. Jadi, pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme plus
rasionalisme.
Tokoh aliran ini ialah August Compte (1798-1857). Ia penganut
empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam
memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan
diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi
lewat eksperimen. Dari sinilah kemajuan sains benar-benar dimulai.
Kebenaran diperoleh dengan akal, didukung bukti empiris yang terukur.
“Terukur" itulah sumbangan positivisme.
4) Intuisionisme
Tokoh pada aliran ini ialah Henri Bergson, ia berpendapat bahwa
yang terbatas bukan hanya indera namun akal pun terbatas. Di mana objek
yang dilihat selalu berubah, hal tersebut menjadikan pengetahuan manusia
mengenai suatu objek tersebut tidak tetap. Akal hanya dapat memahami
suatu objek jika seseorang itu konsentrasi pada objek tersebut.
Dengan menyadari keterbatasan tersebut Henri mengembangkan
satu kemampuan yang di miliki manusia yaitu intuisi. Kemampuan intuisi
mirip dengan instinct tetapi terdapat perbedaan dalam kesadaran dan
kebebasannya. Pengembangan kemampuan intuisi ini memerlukan usaha
sehingga dapat memahami kebenaran yang utuh , tetap dan unique.

2. Objek dan Tujuan Epistemologi


Kajian epistemologi membahas mengenai bagaimana proses dalam
mendapatkan ilmu pengetahuan, hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar
mendapatkan pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran dan apa
kriterianya.
Bahrum (2013: 39) menyatakan bahwa Objek yang di telaah dalam
epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang,
bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan lainnya,
jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu mengenai sesuatu
hal. Objek epistemologi ini menurut Jujun S. Suriasuamantri berupa “ segenap
proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.”
Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori
pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab
sasaran itu merupakan suatu tahap perantara yang harus dilalui dalam
mewujudkan tujuan.
Menurut Jacques Martain , “ tujuan epistemologi bukanlah hal yang
utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk
menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu.” hal ini
menunjukkan, bahwa tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh
pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari akan tetapi yang
menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah hal lebih penting dari
itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
Dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan tidak
cukup dengan berpikir secara rasional ataupun sebaliknya berpikir secara
empiris saja karena keduanya mempunyai keterbatasan dalam mencapai
kebenaran ilmu pengetahuan. Jadi pencapaian kebenaran menurut ilmu
pengetahuan didapatkan melalui metode ilmiah yang merupakan gabungan
atau kombinasi antara rasionalisme dengan empirisme sebagai satu kesatuan
yang saling melengkapi.
1.3. AKSIOLOGI ILMU

A. Pengertian Aksiologi Ilmu


Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang
berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami
sebagai teori nilai. Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan . Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Aksiologi meliputi
nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau kenyataan itu
sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasan fisik materiil, dan kawasan simbolik yang masing- masing menunjukan
aspeknya sendiri-sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukan kaidah-
kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu kedalam
praksis. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.[ CITATION Tot16 \l 1057 ]
Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan
bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.

Menurut Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu :


1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin
khusus, yaitu etika
2. Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan
keindahan.
3. Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan
filsafat sosial politik.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa
permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa
yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan
etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau
dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia,
dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia
ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative,
yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan
dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap
lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Aksiologi adalah bagian dari filsafat
yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah
(right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and). Aksiologi
mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.

Kattsoff (2004: 323) menyatakan bahwa pertanyaan mengenai hakekat


nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara yaitu:
1. Subyektivitas yatu nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau
dari sudut pandang ini, nilai merupakan reaksi yang diberikan manusia
sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung dari pengalaman.
2. Obyektivisme logis yaitu nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi
ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.Nilai-nilai
tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.
3. Obyektivisme metafisik yaitu nilai merupakan unsur obyektif yang
menyusun kenyataan.[ CITATION Ams04 \l 1057 ]

B. Fungsi Aksiologi
Aksiologi ilmu pengetahuan sebagai strategi untuk mengantisipasi
perkembangan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur kemanusiaan.
Oleh karena itu daya kerja aksiologi antara lain :
1. Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan menemukan
kebenaran yang hakiki.
2. Dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis, tidak
mengubah kodrat manusia, dan tidak merendahkan martabat manusia.
[ CITATION Bar90 \l 1057 ]
C. Pendekatan-Pendekatan dalam Aksiologi
Pendekatan-pendekatan dalam aksiologi dapat dijawab dengan tiga
macam cara, yaitu :
1. Nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini,
nilai- nilai merupaka reaksi-reaksi yang diberkan oleh manusia sebagai
pelaku dan keberadaannya tergantung pada pengalaman-pengalaman
mereka.
2. Nilai-Nilai merupakan kenyataan-kenyataan yang ditinjau dari segi
ontologi namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.
3. Nilai-Nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan.
[ CITATION Jal08 \l 1057 ]
D. Hubungan Aksiologi dengan Filsafat Ilmu
Kaitan Antara Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu adalah Nilai itu bersifat
objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai
tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu
gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian.
Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan
pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek
berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur
penilaian.

Nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki


akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak
suka, senang atau tidak senang. Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah
menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus
bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah
dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya.
Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan
kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah
bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-
eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja
ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif
hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif .
[ CITATION Juj90 \l 1057 ]

3. Kesimpulan
Pendidikan merupakan cabang dari Filsafat yang bersifat khusus. Filsafat
pendidikan dapat di artikan juga upaya mengembangkan potensi-potensi
manusiawi, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat bekerja dalam perjalanan
hidupnya. Pendidikan bertujuan menyiapakan pribadi dalam keseimbanagan dan
kesatuan guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.Objek dalam Filsafat Ilmu
Pendidikan dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu, Ontologi adalah ilmu
pendidikan yang membahas tentang hakikat subtansi dan pola organisasi ilmu
pendidikan. Epistimologi adalah ilmu pendidikan yang membahas tentang
hakikat objek formal dan materi ilmu pendidikan. Dan yang terakhir adalah
Aksiologi yaitu ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat nilai kegunaan
teoritis dan praktis ilmu pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Lihar AM. Saefuddin et.al, Desekularisasi Pemikiran: landasan


Islamisasi (Cet. IV; Bandung: Mizan, 1998), h. 31. 2
Lihat Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer, (Cet. X; Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1990), h. 33.
Yasin, V., Zarlis, M., & Nasution, M. K. (2018). Filsafat Logika Dan Ontologi
Ilmu Komputer. Journal of Information System, Applied, Management,
Accounting and Research, 2(2), 68-75.
Tafsir, A. (2000). Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Hingga Capra. Cet
VI Bahrum, B. (2013). Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi. Sulesana:
Jurnal Wawasan Keislaman, 8(2), 35-45.II, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tafsir, A (2005). Filsafat Umum : Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Bahrum. (2013). Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi dalam Jurnal Sulesana
(hlm. 39). Makasar : BTP Makasar.

Anda mungkin juga menyukai