Anda di halaman 1dari 100

BAB II

MEMBANGUN RELASI SOSIAL DALAM


PERSPEKTIF PENDIDIKAN

A. Landasan Teori
1. Konsep Relasi Sosial

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan terlepas dengan


suatu proses yang dinamakan interaksi sosial. Sebagai makhluk sosial
manusia juga akan cenderung membentuk kelompok-kelompok
tertentu demi mencapai tujuan yang diinginkan. Interaksi tidak hanya
terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, tetapi juga
bisa terjadi antara satu individu dengan kelompok individu, atau antara
kelompok individu dengan kelompok individu lain.
Sejak manusia lahir dan dibesarkan, ia sudah merupakan
bagian dari kelompok sosial yaitu keluarga. Disamping menjadi
anggota keluarga, sebagai seorang bayi yang lahir disuatu desa atau
kota, ia akan menjadi warga salah satu umat agama; warga suatu suku
bangsa atau kelompok etnik dan lain sebagainya.1
Dalam kamus Sosiologi istilah relasi sosial (relationship
social) diartikan sebagai perangkat pola hubungan pribadi yang sama
(hubungan sosial). Sedangkan menurut Michener & Delamater
mendefinisikan relasi sosial juga disebut hubungan sosial yang
merupakan hasil dari interaksi (rangkaian tingkah laku) yang sistematik
antara dua orang atau lebih. Hubungan dalam relasi sosial merupakan
hubungan yang sifatnya timbal balik antar individu yang satu dengan
individu yang lain dan saling mempengaruhi.20
Relasi sosial merupakan rangkaian dari interaksi sosial antara
manusia

1
Herimanto Winarmo, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hal. 44
satu dengan yang lainnya yang lambat laun saling bekerjasama
dan mempengaruhi2. Dalam relasi sosial, dengan kemampuan
manusia yang mempunyai kelebihan dan kekurangan juga memiliki
kecocokan antara yang satu dengan yang lainnya akan menghasilkan
pola relasi sosial assosiatif yaitu pola hubungan kerjasama, asimilasi,
akulturasi dan pola diassosiatif yaitu pola oposisi dalam bentuk
persaingan
Relasi sosial dapat berupa hubungan formal, seperti hubungan
antara atasan dan bawahan, atau hubungan informal, seperti
hubungan antara teman sebaya. Dalam relasi sosial, setiap individu
memiliki peran dan status sosial yang berbeda, dan peran dan status
tersebut dapat mempengaruhi bagaimana mereka berinteraksi satu
sama lain3.
Bahwa relasi sosial dapat berupa hubungan formal, seperti
hubungan antara atasan dan bawahan, atau hubungan informal,
seperti hubungan antara teman sebaya. Dalam relasi sosial, ada
beberapa istilah yang sering digunakan, seperti hubungan kerjasama,
hubungan persaingan, hubungan oposisi, dan hubungan konflik.
Terbentuknya pola assosiatif dan diassosiatif dalam relasi sosial
adalah hal yang biasa terjadi karena manusia memiliki kecenderungan
untuk melakukan tindakan baik maupun buruk. Oleh karena itu, Al-
Qur'an memberikan pesan untuk membangun relasi sosial dengan
memberikan petunjuk melalui ayat-ayat yang terkandung dalam kitab
suci ini. Al-Qur'an menekankan bahwa setiap individu harus saling
menghormati dan tidak saling menghakimi, serta harus membangun
relasi yang harmonis dan damai. Dengan memahami dan menerapkan

2
Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: CV Rajawali, 1985), 427
3
Beberapa tahapan terjadinya relasi sosial yaitu (a) Zero contact yaitu kondisi dimana tidak
terjadi hubungan antara dua orang; (b) awarness yaitu seseorang sudah mulai menyadari
kehadiran orang lain; (c) surface contact yaitu orang pertama menyadari adanya aktivitas yang
sama oleh seseorang di sekitarnya; dan (d) mutuality yaitu sudah mulai terjalin relasi sosial
antara 2 orang yang tadinya saling asing”. D. S. Hidayati, Peningkatan Relasi Sosial melalui
Social Skill Therapy pada Penderita Schizophrenia Katatonik”. Jurnal Online Psikologi, 2 (1):
17-28.
nilai-nilai kebaikan dalam Al-Qur'an, relasi sosial dapat terbentuk
dengan baik dan setiap individu dapat hidup dalam kesejahteraan dan
keharmonisan dalam Al-Qur’an Surat al-Hujurat/49: 13:

ۚ ‫ارفُ ْوا‬ ُ ‫اس اِنَّا َخلَ ْق ٰن ُك ْم ِ ّم ْن َذ َك ٍر َّوا ُ ْن ٰثى َو َج َع ْل ٰن ُك ْم‬


َ ‫شعُ ْوبًا َّو َقبَ ۤا ِٕى َل ِلت َ َع‬ ُ َّ‫اٌَُّ َها الن‬

ٌٌ ‫ع ِل ٌْ ٌم َخ ِبٌْر‬ َ ‫ّٰللا اَتْ ٰقى ُك ْم ۗا َِّن ه‬


َ ‫ّٰللا‬ ِ ‫ا َِّن ا َ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد ه‬
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku- suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q S. Al
Hujarat 13)4

Dalam Islam, teori relasi sosial didasarkan pada prinsip-prinsip yang


tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi. Beberapa prinsip dasar
dalam teori relasi sosial dalam Islam antara lain:

1. Tauhid: Tauhid atau keyakinan dalam keesaan Allah merupakan


prinsip dasar dalam Islam dan membentuk dasar bagi hubungan
sosial dalam masyarakat Muslim. Hubungan sosial harus
didasarkan pada kepatuhan dan penghormatan kepada Allah serta
menghormati hak-hak sesama manusia sebagai ciptaan-Nya.
2. Keadilan: Prinsip keadilan merupakan nilai sentral dalam ajaran
Islam dan ditegaskan dalam Al-Quran sebagai salah satu
karakteristik seorang muslim yang baik. Hubungan sosial yang adil
dan seimbang harus dijaga agar tidak ada satu pihak yang
dirugikan atau merugikan pihak lain.
3. Kasih sayang: Konsep kasih sayang atau rahmat yang mencakup
kasih sayang dan belas kasih merupakan prinsip penting dalam
hubungan sosial dalam Islam. Kasih sayang harus diberikan

4
. Departemen Agama RI, Al-Qura’an dan Terjemahannya, (Jakarta: 2001)
kepada sesama manusia, termasuk keluarga, tetangga, teman, dan
bahkan hewan dan tumbuhan.
4. Kerja sama: Islam mendorong kerja sama dalam masyarakat untuk
mencapai tujuan yang lebih besar. Prinsip-prinsip seperti gotong
royong dan membantu sesama juga menjadi bagian dari hubungan
sosial dalam Islam.
5. Menjaga kehormatan: Islam mengajarkan pentingnya menjaga
kehormatan dan martabat manusia, termasuk dalam hubungan
sosial. Manusia harus dihormati dan tidak boleh diperlakukan
dengan cara yang tidak layak atau tidak adil.
6. Memperbaiki kesalahan: Prinsip memperbaiki kesalahan dan
memberi maaf juga menjadi bagian dari hubungan sosial dalam
Islam. Orang yang melakukan kesalahan diharapkan untuk
memperbaiki kesalahan dan meminta maaf, sementara orang yang
dianiaya diharapkan untuk memaafkan dan memaafkan kesalahan
orang lain.

Etika Sosial dalam Islam karya Syaikh Yusuf al-Qaradhawi,


yang membahas tentang pentingnya etika sosial dalam Islam dan
memberikan pandangan tentang bagaimana masyarakat Muslim harus
berinteraksi satu sama lain:5

1. Pentingnya Etika Sosial dalam Islam merupakan bagian integral


dari ajaran agama ini. dalam semua aspek kehidupan, termasuk
dalam hubungan dengan Allah SWT, hubungan dengan sesama
manusia, dan hubungan dengan alam sekitar.
2. Keadilan dan keseimbangan dalam hubungan sosial dalam Islam.
Setiap orang harus diperlakukan dengan adil dan seimbang, tanpa
memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau agama.

5
. Syaikh Yusuf al-Qaradhawi"Etika Sosial dalam Islam"( International Islamic Publishing
House pada tahun 2018)
3. Solidaritas dan kerjasama di antara anggota masyarakat Muslim
juga sangat penting dalam Islam. Setiap orang harus membantu
dan mendukung satu sama lain dalam kebaikan dan memelihara
kesatuan umat.
4. Akhlak mulia dalam Islam, seperti kejujuran, kesabaran, rasa kasih
sayang, dan toleransi. Akhlak mulia ini harus menjadi ciri khas dari
setiap Muslim dalam berinteraksi dengan sesama manusia.
5. Memperbaiki Kesalahan merupakan prinsip penting dalam
hubungan sosial. Orang yang melakukan kesalahan harus
berusaha untuk memperbaiki dan meminta maaf, sementara orang
yang dianiaya harus memaafkan dan memperbaiki hubungan
dengan orang yang telah melakukan kesalahan.
6. Toleransi dan harga diri juga menjadi bagian penting dari etika
sosial dalam Islam. Setiap orang harus menghormati keberagaman
dan perbedaan, tetapi juga mempertahankan harga diri dan
martabatnya sebagai seorang Muslim.

Relasi sosial adalah hubungan antar individu yang terjadi dalam


jangka waktu relatif lama dan membentuk pola relasi sosial. Hubungan
sosial terbentuk melalui interaksi sistematis antara dua atau lebih
individu. Keberlangsungan hubungan sosial dapat diteruskan jika
setiap individu dapat memprediksi tindakan yang akan dilakukan oleh
pihak lain secara akurat. Interaksi ini sistematis karena terjadi secara
6
teratur dan berulang dengan pola yang sama
Manusia ditakdirkan sebagai makhluk pribadi dan sekaligus
sebagai makhluk sosial.Sebagai makhluk pribadi, manusia berusaha
mencukupi semua kebutuhannya untuk kelangsungan hidupnya.
Dalam memenuhi kebutuhannya manusia tidak mampu berusaha
sendiri, mereka membutuhkan orang lain. Itulah sebabnya manusia

6
. (Spradley dan McCurdy, "The Cultural Experience: Ethnography in Complex Society" diterbitkan
oleh Wadsworth Publishing Co (1975: 116)
perlu berelasi atau berhubungan dengan orang lain sebagai makhluk
sosial. Sebagai makhluk sosial dalam rangka menjalani kehidupannya
selalu melakukan relasi yang melibatkan dua orang atau lebih dengan
tujuan tertentu.Hubungan sosial merupakan interaksi sosial yang
dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok,
ataupun antara individu dengan kelompok.
Relasi sosial merupakan hubungan timbal balik antar individu
yang satu dengan individu yang lain, saling mempengaruhi dan
didasarkan pada kesadaran untuk saling menolong. Relasi sosial
merupakan proses mempengaruhi diantara dua orang atau lebih.
Relasi sosial dalam masyarakat juga terdiri dari berbagai macam
bentuk yaitu sebagai berikut : Misalnya pada dunia pendidikan, terjalin
relasi sekolah dengan orang tua murid, atau dengan masyarakat
lainnya. Relasi sosial dibangun berdasarkan hubungan individu atau
kelompok untuk melakukan komunikasi yang dapat melakukan
komunikasi yang baik yang dapat melakukan aktivitas hubungan
dengan ranah pekerjaan, persaudaraan, mediasi dan proses belajar
mengajar.

‫س ۗ ُن‬ َ ‫س َن ِة َو َجاد ِْل ُه ْم بِالَّتِ ًْ ِه‬


َ ‫ً ا َ ْح‬ َ ‫ظ ِة ْال َح‬ َ ‫ا ُ ْدعُ ا ِٰلى‬
َ ‫سبِ ٌْ ِل َر ِبّ َك بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع‬

َ‫س ِب ٌْ ِل ٖه َو ُه َو ا َ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهت َ ِدٌْن‬


َ ‫ع ْن‬ َ ‫ا َِّن َرب ََّك ُه َو ا َ ْعلَ ُم ِب َم ْن‬
َ ‫ض َّل‬
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang
baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”( Q. S 125)7

7
. Departemen Agama RI, Al-Qura’an dan Terjemahannya, (Jakarta: 2001)
Bentuk-bentuk relasi sosial tersebut seperti digambarkan dalam
skema di bawah ini:

Kerjasama Asimilasi
Asosiatif
Akomodasi Akulturasi
Relasi Sosial
Persaingan Perselisihan
Disasosiatif
Perentangan

Proses interaksi yang cenderung menjalin kesatuan dan


meningkatkan solidaritas anggota kelompok, misalnya kerja sama,
kerukunan, asimilasi, akulturasi, persaudaraan, kekerabatan, dan
lainnya.8
The Social Relationship Theory emphasizes that the
relationships between individuals and groups within an organization
or society are formed through social interactions and are
determined by expectations, social networks, rewards and
punishments, and exchange theories9,

Bahwa hubungan antar individu dan kelompok dalam


sebuah organisasi atau masyarakat dibentuk melalui interaksi
sosial dan ditentukan oleh ekspektasi, rangkaian sosial, reward dan
punishment, dan teori pertukaran
Teori Social Exchange Richard M. Emerson, dalam buku
"Exchange and Power in Social Life" yang diterbitkan pada tahun
1962. Emerson memaparkan teorinya tentang bagaimana
8
Ritzer ,George,Teori Sosiologi Modern ,ed 6. Mc Graw-Hill 2003)
9
George Homans, Teori sosilogi modern
pertukaran sosial mempengaruhi bagaimana individu-individu
berinteraksi satu sama lain dan membentuk hubungan sosial.
Emerson mendefinisikan kekuasaan sebagai “tingkat biaya
potensial yang menyebabkan seorang aktor lain “menerima”,
sedangkan ketergantungan melibatkan “ tingkat biaya potensial
yang diterima actor dalam suatu relasi10.
Pada SMP IT bahwa sekolah memberikan (kekuasaan)
jumlah yang harus dibayar (ketergantungan) setiap bulannya
kepada orang tua murid menerima, dan sekolah memiliki tangung
jawab dari biaya yang sudah diterima dalam suatu relasi. Terdapat
manfaat dari pertukaran sosial tersebut. Dimana orang tua
mendapat pendidikan putra-purtri mereka. Jika manfaat yang
diterima oleh orang tua sesuai dengan ekspektasinya, maka relasi
akan bertahan, dan begitu pula sebaliknya.
Teori Pertukaran Sosial Richard M. Emerson memiliki
beberapa point penting :
1. Pertukaran sosial adalah proses interaksi sosial di mana
individu-individu mempertukarkan bahan atau layanan
dengan tujuan memperoleh manfaat.
2. Pertukaran sosial dapat terjadi antara individu-individu,
kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi.
3. Pertukaran sosial melibatkan pertimbangan keseimbangan
dan simbol-simbol sosial.
4. Adanya tuntutan dan harapan dalam pertukaran sosial
mempengaruhi bagaimana individu-individu berinteraksi satu
sama lain.
5. Interaksi sosial berdasarkan pertukaran memiliki potensi
untuk mempengaruhi bagaimana individu-individu
memandang diri mereka dan orang lain.

10
Ritzer, George ,Teori Sosiologi Modern ,ed 6. Mc Graw-Hill 2003) 378
6. Pertukaran sosial memainkan peran penting dalam
membentuk hubungan sosial dan mempengaruhi bagaimana
individu-individu berperilaku dalam situasi sosial yang
berbeda

Menurut McLuhan, setiap media memiliki karakteristik unik


yang membentuk pengalaman manusia dalam mengakses
informasi. Media cetak, misalnya, cenderung mempromosikan
pikiran yang rasional, analitis, dan individualistik, sementara media
elektronik seperti televisi dan internet cenderung mengutamakan
pengalaman visual, emosional, dan global. Kemudian konsep
"global village", yang merujuk pada konsep dunia yang semakin
terhubung secara elektronik dan di mana batas-batas geografis dan
budaya semakin kabur. bahwa, media elektronik memungkinkan
manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara global,
sehingga memperkuat kesadaran dan rasa solidaritas manusia
sebagai satu kesatuan global.11

Prinsip-prinsip teori ini yang dibangun sebagai berikut ;

1. The medium is the message: McLuhan berpendapat bahwa


medium (media) yang digunakan untuk menyampaikan
pesan memiliki pengaruh yang sama pentingnya dengan
pesan itu sendiri. Media memiliki karakteristik unik yang
membentuk cara manusia memahami dan berinteraksi
dengan dunia.
2. Global Village: Konsep McLuhan tentang Global Village
mengacu pada dunia yang semakin terhubung secara
elektronik, sehingga memungkinkan manusia dari berbagai

11
. McLuhan "Understanding Media: The Extensions of Man" ( England, Routledge &
Kegan Paul Ltd, 1964) 83-87
negara dan budaya untuk berkomunikasi dan berinteraksi
dengan lebih mudah.
3. Peran teknologi: McLuhan menganggap teknologi sebagai
perpanjangan dari tubuh manusia, yang memungkinkan
manusia untuk melakukan tindakan atau mencapai tujuan
yang tidak dapat dilakukan secara alami.
4. Perubahan sosial dan budaya: McLuhan berpendapat bahwa
media dapat memicu perubahan sosial dan budaya dengan
membentuk cara manusia berpikir, bertindak, dan
berinteraksi.
5. Determinisme teknologi: McLuhan menegaskan bahwa
teknologi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
membentuk manusia dan masyarakat, sehingga bisa
dianggap sebagai faktor penentu dalam perubahan sosial
dan budaya. ..
6. Perubahan dalam cara mengakses informasi: McLuhan
menekankan bahwa media mengubah cara manusia
mengakses informasi, dari pengalaman linier menjadi
pengalaman yang lebih holistik, visual, dan terintegrasi.
7. Efek media terhadap individu: McLuhan mempertanyakan
dampak media terhadap individu, termasuk perubahan pola
pikir, perilaku, dan cara pandang.
8. Meningkatkan interaksi dan komunikasi: McLuhan percaya
bahwa teknologi dapat meningkatkan interaksi dan
komunikasi, yang pada gilirannya dapat memperkuat
hubungan sosial dan keberagaman budaya.
9. Peran media dalam membentuk opini publik: McLuhan
menyatakan bahwa media memainkan peran penting dalam
membentuk opini publik, sehingga mempengaruhi keputusan
politik dan kebijakan masyarakat.
10. Perubahan dalam bentuk karya seni dan budaya: McLuhan
menekankan bahwa media membentuk cara manusia
memahami dan menghasilkan karya seni dan budaya,
termasuk bentuk-bentuk baru seperti seni interaktif dan film.
11. Meningkatkan pemahaman terhadap dunia: McLuhan
berpendapat bahwa media membantu manusia untuk
memahami dunia dengan lebih baik, termasuk lingkungan,
budaya, dan perubahan sosial.

Teori McLuhan merupakan kontribusi penting dalam


pemahaman tentang media dan pengaruhnya terhadap manusia
dan masyarakat. Konsep "the medium is the message" dan
"global village" masih terus diperdebatkan hingga saat ini dan
menjadi dasar pemikiran dalam pengembangan teknologi dan
komunikasi.

Teori tindakan struktural oleh Ronald Burt , Premis utama dari teori
tindakan struktural adalah bahwa individu bertindak berdasarkan posisi
dalam jaringan sosial ini mempengaruhi sumber daya yang dimiliki oleh
individu, termasuk kapital sosial, akses ke informasi, dan dukungan sosial.
Selain itu, struktur sosial dalam jaringan juga mempengaruhi pola interaksi
sosial dan arus informasi yang terjadi di dalamnya.

Teori ini menekankan bahwa tindakan individu tidak hanya dipengaruhi


oleh faktor internal seperti motivasi dan nilai, tetapi juga oleh faktor
eksternal seperti struktur sosial. Oleh karena itu, teori tindakan struktural
menolak pandangan bahwa tindakan individu sepenuhnya ditentukan oleh
struktur sosial atau faktor internal. Sebaliknya, tindakan individu
dipandang sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor tersebut.

Dalam teori tindakan struktural, individu dianggap memiliki agensi atau


kemampuan untuk bertindak dalam jaringan sosial mereka. Namun,
agensi individu ini tidak dapat dipahami secara terpisah dari struktur sosial
yang membentuk jaringan tersebut. Oleh karena itu, tindakan individu
harus dilihat sebagai hasil dari interaksi antara agensi dan struktur sosial
dalam jaringan.12

Gambar …. Model Integratif Ronald Burt

kepentingan aktor

struktur sosial sebagai


tindakan
konteks tindakan

Teori tindakan structural dalam konteks pengembangan


pendidikan Islam pada sekolah Islam Terpadu dengan
memperhatikan posisi dan hubungan sosial yang terbentuk dalam
jaringan sosial antara sekolah, orang tua dan masyarakat .

Pertama, sekolah Islam Terpadu perlu memahami posisi dan


hubungan sosial yang terbentuk antara semua pihak yang terlibat
dalam pendidikan Islam di sekolah tersebut. Hal ini dapat dilakukan
melalui analisis jaringan sosial yang mencakup identifikasi aktor-
aktor kunci dalam jaringan, hubungan antara aktor-aktor tersebut,
dan arus informasi dan sumber daya dalam jaringan.

12
Georege…… 386.
Kedua, sekolah Islam Terpadu perlu membangun kapital sosial
yang kuat dalam jaringan sosial mereka. Kapital sosial merupakan
sumber daya yang terbentuk dari hubungan sosial yang baik antara
aktor-aktor dalam jaringan. Dengan membangun kapital sosial yang
kuat, sekolah Islam Terpadu dapat memperoleh dukungan dan
sumber daya dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan
Islam di sekolah tersebut.

Ketiga, sekolah Islam Terpadu perlu mengoptimalkan pola interaksi


dan arus informasi dalam jaringan sosial mereka. Pola interaksi dan
arus informasi yang baik akan membantu sekolah Islam Terpadu
memperoleh informasi dan dukungan yang dibutuhkan dalam
mengembangkan pendidikan Islam di sekolah tersebut. Hal ini
dapat dilakukan dengan memperkuat komunikasi dan kerjasama
antara sekolah, siswa, guru, orangtua, dan masyarakat sekitar.

Keempat, sekolah Islam Terpadu perlu memperhatikan struktur


sosial dalam jaringan sosial mereka. Struktur sosial dapat
mempengaruhi pola interaksi dan arus informasi dalam jaringan
sosial. Oleh karena itu, sekolah Islam Terpadu perlu memastikan
bahwa struktur sosial dalam jaringan sosial mereka mendukung
pengembangan pendidikan Islam yang berkualitas.

Teori jaringan interaksi oleh Mark Granovetter adalah bahwa hubungan


sosial yang terbentuk antara individu dalam masyarakat terbentuk dalam
bentuk jaringan sosial yang kompleks. Dalam jaringan sosial, individu
saling terhubung dan berinteraksi, membentuk ikatan sosial yang kuat dan
lemah. Keberadaan jaringan sosial ini memengaruhi akses individu ke
informasi, sumber daya, dan dukungan sosial.

Dimana teori ini memastikan pentingnya "kelemahan ikatan lemah" atau


hubungan sosial yang tidak terlalu kuat, tetapi cukup penting dalam
memperluas jaringan sosial. Selain itu, teori ini juga menekankan
pentingnya keterbukaan dan transparansi dalam interaksi sosial, serta
mengoptimalkan kekuatan jaringan sosial untuk memperoleh manfaat
sosial dan ekonomi.

Dalam pengembangan pendidikan, teori jaringan interaksi dapat


membantu sekolah dalam membangun hubungan yang kuat dan beragam
dengan masyarakat di sekitar mereka, dengan memanfaatkan jaringan
sosial yang ada, membangun hubungan yang lebih luas dengan
masyarakat, dan mencapai tujuan-tujuan mereka dalam pengembangan
pendidikan.

Prinsip-prinsip dasar dari teori jaringan interaksi yang dikembangkan oleh


Mark Granovetter adalah sebagai berikut:13

1. Keberadaan jaringan sosial yang kompleks: Teori ini menunjukkan


bahwa hubungan sosial antara individu terbentuk dalam bentuk
jaringan sosial yang kompleks.
2. Kelemahan ikatan lemah: Teori ini menunjukkan bahwa hubungan
sosial yang tidak terlalu kuat (kelemahan ikatan lemah) juga penting
dalam memperluas jaringan sosial.
3. Pentingnya keterbukaan dan transparansi: Teori ini menekankan
pentingnya keterbukaan dan transparansi dalam interaksi sosial,
sehingga individu dapat memperoleh informasi, sumber daya, dan
dukungan sosial yang lebih luas.
4. Dampak jaringan sosial terhadap akses sumber daya dan
dukungan sosial: Teori ini menunjukkan bahwa keberadaan
jaringan sosial dapat memengaruhi akses individu ke informasi,
sumber daya, dan dukungan sosial.
5. Keuntungan sosial dan ekonomi dari jaringan sosial: Teori ini
menunjukkan bahwa individu dapat memperoleh manfaat sosial
dan ekonomi yang signifikan dari jaringan sosial mereka.

13
..Teori sosilogi moderen
6. Memperluas jaringan sosial: Teori ini menekankan pentingnya
memperluas jaringan sosial untuk memperoleh manfaat sosial dan
ekonomi yang lebih luas.

Peran penting jaringan sosial dalam perkembangan dan pengembangan


organisasi: Teori ini menunjukkan bahwa jaringan sosial dapat memainkan
peran penting dalam perkembangan dan pengembangan organisasi,
termasuk sekolah. Mark Granovetter. Teori jaringan interaksi antara
sekolah dan masyarakat, Dengan menerapkan prinsip-prinsip teori ini,
sekolah dapat memperkuat jaringan sosial mereka, meningkatkan
keterhubungan dan kolaborasi dengan masyarakat, dan mencapai tujuan-
tujuan mereka dalam pengembangan pendidikan.

1. Mengidentifikasi jaringan sosial di sekitar sekolah: Granovetter


menekankan bahwa jaringan sosial dapat mempengaruhi akses
individu ke informasi, sumber daya, dan dukungan sosial. Sekolah
dapat menggunakan teori jaringan interaksi untuk mengidentifikasi
jaringan sosial di sekitar mereka, seperti organisasi masyarakat,
pusat kegiatan, dan tempat-tempat publik. Dengan memahami
jaringan sosial ini, sekolah dapat membangun hubungan dengan
organisasi dan individu di sekitar mereka.
2. Menerapkan prinsip "kelemahan ikatan lemah": Granovetter
menekankan pentingnya "kelemahan ikatan lemah" atau hubungan
sosial yang tidak terlalu kuat, tetapi cukup penting dalam
memperluas jaringan sosial. Sekolah dapat menerapkan prinsip ini
dengan membangun hubungan dengan individu atau organisasi
yang memiliki hubungan sosial yang tidak terlalu dekat dengan
sekolah. Hal ini dapat membantu sekolah memperluas jaringan
sosial mereka dan membangun hubungan yang lebih luas dengan
masyarakat.
3. Meningkatkan keterbukaan dan transparansi: Granovetter juga
menekankan pentingnya keterbukaan dan transparansi dalam
interaksi sosial. Sekolah dapat menerapkan prinsip ini dengan
memberikan akses terbuka kepada masyarakat untuk melihat
kegiatan dan program-program sekolah. Dengan begitu, sekolah
dapat memperkuat hubungan dengan masyarakat dan membangun
kepercayaan dan dukungan yang lebih besar dari masyarakat.
4. Mengoptimalkan kekuatan jaringan sosial: Granovetter juga
menekankan pentingnya mengoptimalkan kekuatan jaringan sosial
untuk memperoleh manfaat sosial dan ekonomi. Sekolah dapat
memanfaatkan kekuatan jaringan sosial mereka untuk
mempromosikan program-program sekolah, kegiatan siswa, dan
pencapaian akademik. Dengan memperkuat hubungan dengan
masyarakat, sekolah dapat memperluas jaringan sosial mereka dan
meningkatkan dukungan masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan
mereka.

Teori Struktur Jaringan adalah studi tentang hubungan antara


entitas-entitas dalam suatu jaringan, seperti hubungan sosial antara
individu dalam suatu masyarakat atau hubungan antara website dalam
suatu jaringan web. Konsep utama dalam teori struktur jaringan adalah
bahwa jaringan bukan hanya sekelompok entitas yang terpisah satu
sama lain, tetapi merupakan sistem dinamis yang dapat dipelajari dan
dianalisis Katherine Faust adalah seorang sosiolog yang mempelajari
hubungan sosial dalam jaringan. Salah satu konsep penting yang
dikembangkannya adalah tentang jenis-jenis hubungan sosial dalam
jaringan, yang meliputi:14

1. Hubungan simpati: Hubungan yang didasarkan pada kesamaan


atau ketertarikan yang saling dirasakan oleh individu.
2. Hubungan otoritas: Hubungan yang didasarkan pada kekuasaan
atau status yang dimiliki oleh individu, seperti hubungan antara bos
dan karyawan.
3. Hubungan afiliasi: Hubungan yang didasarkan pada keanggotaan
dalam suatu kelompok atau organisasi, seperti hubungan antara
anggota klub atau asosiasi.
4. Hubungan kekeluargaan: Hubungan yang didasarkan pada
hubungan darah atau perkawinan antara individu.
5. Hubungan rekan kerja: Hubungan yang didasarkan pada interaksi
dalam lingkungan kerja, seperti hubungan antara kolega di kantor
atau tim kerja.
6. Hubungan teman: Hubungan yang didasarkan pada interaksi sosial
yang bersifat informal, seperti hubungan antara teman sekelas atau
tetangga.

Menurut Faust, jenis-jenis hubungan ini memainkan peran penting dalam


membentuk struktur jaringan dan mempengaruhi cara individu berinteraksi

14
. Katherine Faust "Social Network Analysis: Methods and Applications" (Amerika
Serikat , Cambridge University Press. 2002.)
dalam jaringan tersebut. Analisis hubungan-hubungan ini dapat
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang dinamika dan kekuatan
jaringan sosial. Katherine Faust adalah seorang sosiolog yang
mengembangkan teori tentang hubungan sosial dalam jaringan. Beberapa
prinsip-prinsip teorinya adalah:

1. Struktur jaringan mempengaruhi perilaku individu: Faust


berpendapat bahwa struktur jaringan sosial mempengaruhi perilaku
individu dan keputusan yang diambil oleh mereka. Dalam jaringan
sosial, individu memiliki akses yang berbeda ke sumber daya dan
informasi, dan ini memengaruhi bagaimana mereka berperilaku.
2. Hubungan sosial dapat dibedakan menjadi jenis-jenis tertentu:
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Faust membedakan
jenis-jenis hubungan sosial dalam jaringan, yang dapat
memengaruhi interaksi individu dan membentuk pola jaringan yang
berbeda.
3. Perilaku individu dipengaruhi oleh kekuatan dan lemahnya
hubungan: Faust juga berpendapat bahwa hubungan yang kuat
dan lemah memainkan peran yang berbeda dalam mempengaruhi
perilaku individu. Hubungan yang kuat, seperti hubungan
kekeluargaan atau hubungan teman yang dekat, dapat
memengaruhi keputusan individu dalam hal yang lebih personal,
sementara hubungan yang lemah, seperti kenalan atau rekan kerja
yang jarang ditemui, dapat memberikan akses ke informasi atau
kesempatan yang tidak tersedia melalui hubungan yang lebih
dekat.
4. Analisis jaringan dapat membantu memahami struktur sosial:
Dengan menganalisis jaringan sosial, Faust berpendapat bahwa
kita dapat memahami struktur sosial yang tersembunyi, termasuk
pola kekuasaan, pengaruh, dan saluran komunikasi yang ada di
dalamnya.
Prinsip-prinsip ini memberikan dasar bagi teori Faust tentang bagaimana
hubungan sosial dalam jaringan mempengaruhi perilaku dan interaksi
individu, dan bagaimana analisis jaringan dapat membantu memahami
struktur sosial.

Teori Katherine Faust tentang jaringan sosial dapat diterapkan dalam


pengembangan pendidikan dalam beberapa cara:

1. Mempertimbangkan jaringan sosial siswa: Dalam konteks


pendidikan, penting untuk memahami jaringan sosial siswa dan
bagaimana hubungan di antara mereka memengaruhi belajar dan
perkembangan mereka. Dengan memahami jaringan sosial siswa,
pengajar dapat merancang strategi pembelajaran yang
memanfaatkan hubungan-hubungan ini untuk meningkatkan
motivasi dan partisipasi siswa dalam kelas.
2. Membangun jaringan sosial yang sehat: Pendidikan juga dapat
membantu membangun jaringan sosial yang sehat antara siswa
dan staf pengajar, serta antara sekolah dan masyarakat. Hal ini
dapat membantu meningkatkan dukungan dan aksesibilitas
terhadap sumber daya pendidikan dan juga memungkinkan
kolaborasi yang lebih efektif dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan yang lebih besar.
3. Menerapkan analisis jaringan dalam pengembangan program
pendidikan: Analisis jaringan sosial dapat digunakan untuk
memahami pola interaksi antara siswa dan staf pengajar, serta
untuk mengidentifikasi pola kekuatan dan kelemahan dalam
jaringan tersebut. Hal ini dapat membantu pengembangan program
pendidikan yang lebih efektif dan lebih terfokus pada kebutuhan
individu dan kelompok dalam jaringan.
4. Memperluas jaringan sosial untuk menciptakan peluang baru:
Pendidikan juga dapat membantu siswa untuk memperluas jaringan
sosial mereka melalui pengalaman pendidikan yang melibatkan
kegiatan sosial dan komunitas. Hal ini dapat membuka peluang
baru bagi siswa, seperti akses ke mentor, sumber daya, dan
kesempatan dalam dunia kerja.

Dalam pengembangan pendidikan, teori Katherine Faust tentang jaringan


sosial dapat membantu kita memahami dan memanfaatkan hubungan-
hubungan yang ada untuk meningkatkan motivasi, partisipasi, dan
kesuksesan siswa, serta membangun jaringan sosial yang sehat dan
berkelanjutan di dalam dan di luar sekolah. Simpulan teori jaringan sosial
Katherine Faust adalah bahwa interaksi sosial dan hubungan antarindividu
dapat dianalisis dalam bentuk jaringan sosial yang kompleks. Jaringan
sosial terdiri dari simpul atau individu yang terhubung oleh garis atau tali
yang merepresentasikan hubungan sosial mereka. Analisis jaringan sosial
dapat membantu kita memahami pola-pola interaksi sosial, struktur sosial,
dan kekuatan dan kelemahan dalam jaringan sosial tersebut. Dengan
memahami jaringan sosial, kita dapat memanfaatkannya untuk
meningkatkan kinerja, efisiensi, dan efektivitas dalam berbagai konteks,
termasuk organisasi, keluarga, komunitas, dan pendidikan. Dengan
demikian, teori Katherine Faust memberikan kontribusi penting dalam
memahami kompleksitas interaksi sosial dan memanfaatkannya untuk
mencapai tujuan yang lebih besar dan lebih baik dalam kehidupan kita
sehari-hari.
.

Teori Konstrultivisme dalam membangun relasi sosia


lsekolah dengan stakeholder, dengan mencermati realias
sosial,dan pengalaman masa lalu individu.
“The Constructivism theory states that reality is not
something that exists objectively, but is constructed by
individuals through social interactions and their understanding of
the world. The theory emphasizes the role of the individual in
understanding and shaping reality through continual
interpretation and reinterpretation of experiences and
information received. Constructivism states that reality is not a
fixed and permanent thing, but can change based on individual
perception. Thus, the construction of reality is influenced by
factors such as beliefs, norms, culture, and past experiences”15

Bahwa dalam teori Konstruktivisme mengatakan bahwa


realitas bukanlah suatu hal yang pasti dan tetap, tetapi dapat
berubah berdasarkan persepsi individu. Oleh karena itu, konstruksi
realitas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keyakinan, norma,
budaya, dan pengalaman masa lalu.
Faktor – faktor keyakinan, norma, budaya, dan pengalaman
masa lalu akan memberikan berpengaruh pada relasi sosial untuk
menentukan dan memilih sekolah ;
Keyakinan adalah keyakinan yang diyakini oleh seseorang
sebagai kebenaran atau kepercayaan yang mengarahkan
pandangan hidup, perilaku, dan tindakan mereka. Keyakinan dapat
berupa keyakinan agama, keyakinan politik, atau keyakinan
filosofis, dan dapat berubah seiring waktu dan pengalaman hidup
seseorang. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki keyakinan

15
Jean Piaget, "The Language and Thought of the Child" ( Inggris ,Routledge 2000)
agama yang kuat, mereka mungkin akan mencari sekolah yang
sesuai dengan keyakinan agama mereka.
Norma adalah aturan sosial yang dianggap sebagai standar
perilaku yang diharapkan dari individu atau kelompok dalam
masyarakat. Norma dapat berupa norma formal, seperti undang-
undang atau peraturan, atau norma informal, seperti kebiasaan
atau adat istiadat. Misalnya, jika ada norma di dalam keluarga atau
masyarakat untuk memilih sekolah tertentu, maka seseorang
mungkin akan mempertimbangkan pilihan itu
Budaya adalah sistem nilai, kepercayaan, praktik, dan
artefak yang dibagikan oleh suatu kelompok sosial atau
masyarakat. Budaya mencakup bahasa, agama, seni, musik,
makanan, pakaian, dan aspek lain dari kehidupan sehari-hari.
Pengalaman masa lalu adalah pengalaman hidup seseorang
sebelumnya, baik yang positif maupun negatif. Pengalaman masa
lalu dapat mempengaruhi keyakinan, norma, dan budaya
seseorang, serta memengaruhi cara seseorang memandang dunia
dan bertindak dalam kehidupan mereka. Pengalaman masa lalu
juga dapat memberikan wawasan dan pemahaman yang berharga
tentang diri sendiri dan dunia di sekitar kita. Jika seseorang
memiliki pengalaman positif atau negatif dengan sekolah
sebelumnya, hal itu dapat memengaruhi keputusan mereka untuk
memilih sekolah yang baru.
Secara umum, keyakinan, norma, budaya, dan pengalaman
masa lalu dapat memengaruhi relasi sosial seseorang dengan
orang lain dengan mempengaruhi pandangan, sikap, dan perilaku
mereka dalam berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu,
memahami faktor-faktor ini dapat membantu seseorang untuk
memahami dan berinteraksi dengan orang lain dengan lebih baik,
temasuk dalam dapat memengaruhi keputusan seseorang dalam
memilih sekolah yang paling sesuai dengan nilai dan pandangan
hidup mereka.
Pendekatan dalam sistem pendidikan yang menempatkan
keberagaman individu sebagai suatu kekayaan dan memastikan
bahwa semua individu, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan
khusus, memiliki hak yang sama untuk mengakses pendidikan yang
berkualitas. Pendidikan inklusif menekankan pada integrasi dan
partisipasi semua individu dalam lingkungan belajar yang sama
Pendidikan inklusif juga dapat membantu dalam memperkuat
hubungan antara kelompok sosial yang berbeda dalam masyarakat,
sehingga dapat mengurangi ketidaksetaraan dan perpecahan
sosial. Dalam pendidikan inklusif, peserta didik belajar bersama-
sama dan saling membantu satu sama lain dalam proses
pembelajaran, sehingga dapat menciptakan lingkungan yang saling
mendukung dan memperkuat kebersamaan dalam masyarakat

The Inclusive Education Theory holds that all children have


the right to equal education and there should be no discrimination
based on their background, abilities, or physical conditions. The
theory emphasizes the importance of creating an inclusive learning
environment and providing the necessary support for children with
special needs. In conclusion, Inclusive Education focuses on efforts
to ensure the right of all children to learn and develop optimally,
without exception. 16

Dalam perspektif Teori Pendidikan Inklusif berpendapat


bahwa semua anak berhak atas pendidikan yang sama dan
seharusnya tidak ada diskriminasi berdasarkan latar belakang,
kemampuan, atau kondisi fisik mereka. Teori ini menekankan
pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan
menyediakan dukungan yang dibutuhkan bagi anak-anak dengan
kebutuhan khusus. Kesimpulannya, Pendidikan Inklusif berfokus

16
Wolf Wolfensberger "The Principle of Normalization in Human Services". ( tahun 1972
pada upaya untuk menjamin hak semua anak untuk belajar dan
berkembang secara optimal, tanpa terkecuali
Dalam Al Qur’an diterangkan tentang pentingnya
membangun relasi sosial

"Dan bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah, bahwa


Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang kamu kerjakan".( Q S,
Annisa ; 233)17
Berikut adalah beberapa hal yang dapat mendukung relasi
sosial dalam sekolah:
1. Kultur inklusif: Membangun budaya sekolah yang inklusif dan
toleran terhadap perbedaan adalah kunci untuk memastikan
bahwa relasi sosial berjalan dengan baik.
2. Komunikasi efektif: Memastikan alur komunikasi antar siswa,
tenaga pendidik, dan orang tua berlangsung dengan jelas
dan efektif dapat membantu memperkuat relasi sosial.
3. Aktivitas kolaboratif: Mendukung aktivitas kolaboratif antar
siswa dapat membantu mereka membangun relasi yang
positif dan memfasilitasi interaksi sosial yang baik.
4. Pendidikan karakter: Memfokuskan pada pendidikan
karakter dan etika membantu peserta didik membangun
sikap dan nilai yang positif yang dapat memperkuat relasi
sosial.
5. Perlakuan adil dan tanpa diskriminasi: Memastikan bahwa
sekolah mengadopsi dan menerapkan kebijakan perlakuan

17
Departemen Agama RI, Al-Qura’an dan Terjemahannya, (Jakarta: 2001)
adil dan tanpa diskriminasi dapat membantu memperkuat
relasi sosial.
6. Kepemimpinan yang kuat: Kepemimpinan yang kuat dan
mendukung dari pimpinan sekolah dapat membantu
memastikan bahwa relasi sosial berjalan dengan baik dan
memfasilitasi lingkungan belajar yang inklusif dan
menyenangkan.
7. Program-program yang menyediakan ruang untuk interaksi
sosial: Program-program seperti olahraga, klub, atau
kegiatan komunitas dapat membantu siswa membangun
relasi sosial dan memfasilitasi interaksi sosial yang positif.
Fiske seorang sosiolog yang dikenal dengan model relasi
sosialnya yang dikenal sebagai "Model of Four Elementary Forms
of Sociality". Model ini membahas tentang empat bentuk dasar dari
relasi sosial, yaitu:
1. Communal Sharing: Bentuk relasi sosial yang
memfokuskan pada pengalaman bersama dan
pembagian sumber daya.
2. Authority Ranking: Bentuk relasi sosial yang
memfokuskan pada hierarki dan perintah.
3. Equality Matching: Bentuk relasi sosial yang
memfokuskan pada pengakuan dan perlakuan yang
setara.
4. Market Pricing: Bentuk relasi sosial yang
memfokuskan pada pengalaman ekonomi dan
transaksi18

Teori model relasi sosial Stephen Fiske melihat hubungan


sosial dapat dikategorikan ke dalam empat bentuk dasar, yaitu
komunikasi, kolektivitas, aktivitas, dan status. Bentuk-bentuk ini
18
Fiske , Stephen "Structures of Social Life: The Four Elementary Forms of Human Relations" (
Russell Sage Foundation, 1991) 54
mempengaruhi bagaimana individu berinteraksi dan berkomunikasi
satu sama lain dalam hubungan sosial. Teori ini menunjukkan
bahwa bentuk-bentuk ini tidak terpisah dan saling terkait satu sama
lain, dan bahwa hubungan sosial dapat dipahami dengan
mempertimbangkan interaksi antar model. teori model relasi sosial
membantu memahami bagaimana individu membangun dan
memelihara hubungan sosial, serta bagaimana interaksi sosial
mempengaruhi pengalaman dan perilaku individu
Dalam dunia pendidikan bahwa model tersebut dapat
membantu memahami dan menganalisis hubungan sosial antara
sekolah dan stakeholder (orang tua murid). dengan memadukan
model tersebut dalam dunia pendidikan meliputi kolaborasi dan
pembagian sumber daya, penerapan hierarki dan perintah,
perlakuan yang setara, dan pengalaman ekonomi dan transaksi.
Dengan menggunakan model ini, sekolah dapat menciptakan
lingkungan yang lebih harmonis dan inklusif bagi semua yang
terlibat dalam proses pendidikan.
Untuk memperkuat relasi sosial dalam dunia pendidikan,
sebagaimana yang katakana oleh Peter Blau, dalam teori jaringan
sosial dan memperkenalkan istilah "struktur jaringan". Ia menulis
buku "Exchange and Power in Social Life" pada tahun 1964, yang
membahas bagaimana jaringan sosial mempengaruhi tingkat
kekuasaan dan sumber daya.
Teori jaringan sosial berfokus pada bagaimana individu
saling terhubung melalui jaringan interaksi dan bagaimana jaringan
tersebut mempengaruhi perilaku, norma, dan kebiasaan dalam
masyarakat. Beberapa prinsip dasar dari teori jaringan sosial
meliputi:
1. Hubungan sosial: Individu memiliki hubungan sosial dengan
orang lain dan setiap hubungan tersebut memiliki tingkat
kekuatan yang berbeda-beda.
2. Jaringan interaksi: Hubungan sosial individu terbentuk
melalui jaringan interaksi dengan orang lain dalam
masyarakat.
3. Struktur jaringan: Struktur jaringan sosial dapat
mempengaruhi bagaimana informasi, sumber daya, dan
pengaruh disebarluaskan dalam masyarakat.
4. Kekuatan hubungan: Kekuatan hubungan sosial bergantung
pada frekuensi, intensitas, dan durasi interaksi dengan
individu lain dalam jaringan.
5. Difusi informasi: Informasi dapat disebarluaskan dengan
cepat melalui jaringan sosial dan dapat mempengaruhi
perilaku dan pandangan individu.19

Teori Relasi Kuasa menurut Stephen Fiske adalah


bahwa relasi kuasa memengaruhi interaksi sosial dan dapat
membentuk struktur sosial yang ada dalam masyarakat.
Individu dan kelompok dalam masyarakat memiliki kemampuan
untuk menggunakan atau menentang kuasa yang ada dalam
relasi sosial untuk memperoleh keuntungan atau mencapai
tujuan mereka. Konsep kuasa dan memperhatikan bagaimana
kuasa dipertahankan dan digunakan dalam relasi sosial,
menganalisis dan memahami konflik dan persaingan yang
terjadi dalam relasi kuasa, serta mempertimbangkan dampak
dan implikasi dari penggunaan kuasa tersebut terhadap struktur
sosial dan individu yang terlibat.20

Prinsip-prinsip teori yang dibangun oleh Stephen Fiske


dalam Teori Relasi Kuasa meliputi:

19
. Geoger ….Teori sosiologi modern…..
20
. Stephen Fiske"Power Plays, Power Works" ( London, Verso Books, 1992 ) 90-93
1. Kuasa sebagai hubungan sosial: Fiske menekankan bahwa
kuasa bukanlah atribut atau sifat yang dimiliki oleh individu
atau kelompok tertentu, melainkan merupakan hubungan
sosial yang melibatkan interaksi antara pihak yang memiliki
kuasa dan pihak yang tidak memiliki kuasa.
2. Kuasa sebagai aksi, interaksi, dan reaksi: Fiske
menyatakan bahwa dalam hubungan kuasa, terdapat tiga
komponen yang saling terkait, yaitu aksi (tindakan), interaksi
(hubungan sosial), dan reaksi (respons terhadap tindakan).
Kuasa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh ketiga
komponen tersebut.
3. Kuasa bersifat vertikal dan horizontal: Fiske membedakan
antara kuasa vertikal, yaitu antara pihak yang memiliki
kuasa dan yang tidak memiliki kuasa, dan kuasa horizontal,
yaitu antara individu atau kelompok yang memiliki posisi
yang sejajar dalam masyarakat.
4. Kuasa lunak dan kuasa keras: Fiske membedakan antara
dua jenis kuasa, yaitu kuasa lunak yang bersifat persuasif
dan kuasa keras yang bersifat memaksa. Kedua jenis kuasa
ini dapat digunakan secara bersama-sama atau terpisah
tergantung pada situasi.
5. Resistensi terhadap kuasa: Fiske menekankan bahwa
individu dan kelompok memiliki kemampuan untuk
menggunakan atau menentang kuasa yang ada dalam
masyarakat. Resistensi terhadap kuasa dapat dilakukan
melalui strategi kooptasi, konfrontasi, atau modifikasi.
6. Kuasa dan struktur sosial: Fiske menghubungkan kuasa
dengan struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Kuasa
dapat membentuk dan mempertahankan struktur sosial,
tetapi juga dapat digunakan untuk mengubah atau
meruntuhkan struktur sosial yang ada.
7. Kuasa dan identitas sosial: Fiske juga menyoroti pentingnya
identitas sosial dalam hubungan kuasa. Identitas sosial,
seperti ras, gender, kelas sosial, dan agama dapat
mempengaruhi distribusi dan penggunaan kuasa dalam
masyarakat.
8. Kuasa dan pengetahuan: Fiske berpendapat bahwa kuasa
dan pengetahuan saling terkait dalam masyarakat. Kuasa
dapat mempengaruhi produksi, distribusi, dan penggunaan
pengetahuan dalam masyarakat. Di sisi lain, pengetahuan
juga dapat digunakan untuk menentang atau meruntuhkan
kuasa yang ada.
9. Kuasa dan resistensi kolektif: Fiske mengakui pentingnya
resistensi kolektif dalam melawan kuasa yang ada dalam
masyarakat. Resistensi kolektif dapat dilakukan oleh
individu atau kelompok yang memiliki kesamaan
kepentingan dan tujuan dalam menentang kuasa yang
dominan.
10. Kuasa dan agensi: Fiske menekankan bahwa meskipun
individu atau kelompok tidak selalu memiliki kontrol atas
kuasa yang ada dalam masyarakat, namun mereka masih
memiliki agensi atau kemampuan untuk bertindak dan
membuat perubahan dalam lingkungan sosial mereka.
11. Kuasa dan perubahan sosial: Fiske juga menghubungkan
kuasa dengan perubahan sosial. Kuasa dapat
mempengaruhi dan diubah oleh perubahan sosial, baik itu
perubahan yang terjadi secara alami maupun perubahan
yang dihasilkan oleh tindakan manusia.

Teori Model Relasi Publik oleh James Grunig dan Todd Hunt
memberikan gambaran bahwa hubungan yang efektif antara
organisasi dan publik harus didasarkan pada empat prinsip utama,
yaitu:21

1. Mutual understanding (pengertian saling)


2. Mutual respect (saling menghargai)
3. Mutual benefit (keuntungan saling)
4. Stakeholder support (dukungan pemangku
kepentingan)

Dalam teori ini, mutual understanding menunjukkan


pentingnya organisasi dan publiknya memiliki pemahaman yang
sama terkait isu-isu yang relevan. Mutual respect menunjukkan
pentingnya organisasi menghargai dan memperhatikan pandangan
dan kebutuhan publik, sementara publik juga harus menghargai
keberadaan dan peran organisasi dalam masyarakat.

Sementara itu, mutual benefit menekankan pentingnya


hubungan yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, dan
stakeholder support menunjukkan pentingnya dukungan dan
partisipasi publik dalam kegiatan organisasi serta pentingnya
organisasi untuk memperhatikan dan merespons kebutuhan dan
aspirasi pemangku kepentingannya.

Teori Relasi Publik (Public Relations Theory) adalah suatu konsep yang
berfokus pada upaya pembentukan dan pemeliharaan hubungan yang
baik antara organisasi dan publik atau stakeholder-nya melalui komunikasi
yang efektif. Teori ini memandang hubungan antara organisasi dan publik
sebagai suatu relasi yang kompleks dan saling mempengaruhi. Teori
Relasi Publik dapat disimpulkan sebagai teori yang berfokus pada
pembentukan dan pemeliharaan hubungan yang baik antara organisasi
dan publik atau stakeholder-nya melalui komunikasi yang efektif. Teori ini

21
James Grunig dan Todd Hunt"Public Relations Theory" (London, Routledge 1992)
menekankan pentingnya simetri, komunikasi timbal balik, kredibilitas, dan
hubungan jangka panjang dalam membangun hubungan yang baik
dengan public . konsep dalam Teori Relasi Publik antara lain22:

1. Simetri: Teori ini berpendapat bahwa hubungan yang efektif antara


organisasi dan publik membutuhkan simetri, artinya bahwa kedua
belah pihak harus memiliki kepentingan yang sama dan saling
menghormati. Dalam konteks inovasi Humas, simetri dapat dicapai
dengan memperhatikan kepentingan stakeholder dan menyediakan
informasi yang akurat dan transparan.
2. Komunikasi Timbal Balik: Konsep ini menekankan pentingnya
komunikasi yang dua arah antara organisasi dan publik. Dalam hal
ini, organisasi perlu mendengarkan masukan dan umpan balik dari
publik untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kinerja.
3. Kredibilitas: Kredibilitas merujuk pada kepercayaan publik terhadap
organisasi. Dalam hal ini, organisasi perlu membangun kredibilitas
melalui komunikasi yang jujur, transparan, dan konsisten dengan
tindakan yang dilakukan.
4. Hubungan Jangka Panjang: Teori Relasi Publik menekankan
pentingnya membangun hubungan yang jangka panjang antara
organisasi dan publik, bukan hanya untuk tujuan promosi atau
keuntungan sebentar. Dalam hal ini, organisasi perlu membangun
dan memelihara hubungan yang baik dengan publik secara
konsisten.

Dalam realitasnya, organisasi dapat menerapkan prinsip-


prinsip ini dengan cara membangun komunikasi yang terbuka dan
transparan dengan publiknya, mengakomodasi kebutuhan dan
22
.Edward L. Bernays "Public Relations Theory: A Critical Introduction" Routledge pada
tahun 2006
pandangan publik dalam pengambilan keputusan, dan membangun
program dan kegiatan yang memberikan manfaat bagi publik dan
pemangku kepentingan organisasi

Pengorganisasian dan pengembangan masyarakat adalah


kegiatan atau aksi sosial yang menempatkan masyarakat sehingga
mereka dapat:
a. Mengorganisir diri untuk dapat merencakan dan berkegiatan;
b. Mendefinisikan atau merumuskan kebutuhan problem individual
dan umum;
c. Membentuk kelompok dan merencanakan sendiri sehingga
mampu menjawab kebutuhan serta menyelesaikan
permasalahan yang ada;
d. Mengoptimalisasikan kemampuan, inisiatif dan energi yang
dimiliki Menjalin kerjasama dengan kelompok lain.
Terdapat tiga aktivitas penting dalam pengorganisasian dan
pengembangan masyarakat, yang pertama adalah menyadarkan
masyarakat, kedua berupaya agar masyarakat dapat mengidentifikasi
masalah yang dihadapinya, ketiga menggerakkan partisipasi dari etos
swadaya masyarakat agar mereka dapat menggunakan kemampuanya
untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapinya
Relasi sosial dan partisipasi masyarakat adalah dua konsep
yang saling terkait. Relasi sosial merujuk pada hubungan antara
individu dan kelompok dalam masyarakat, sedangkan partisipasi
masyarakat mengacu pada keterlibatan individu atau kelompok dalam
kegiatan atau proses sosial yang terjadi di masyarakat.
Dalam sebuah masyarakat, relasi sosial yang baik antara
individu dan kelompok sangat penting untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat. Ketika individu merasa terhubung dengan kelompok atau
komunitas di sekitarnya, mereka cenderung lebih tertarik untuk terlibat
dalam kegiatan sosial atau politik.
Partisipasi masyarakat sendiri dapat beragam, mulai dari
partisipasi dalam pemilihan umum, kegiatan komunitas, gerakan sosial,
hingga partisipasi dalam pembuatan kebijakan publik. Partisipasi
masyarakat yang aktif dan inklusif dapat membantu meningkatkan
kualitas hidup masyarakat, mengurangi ketimpangan sosial, serta
mempromosikan keadilan dan kesetaraan.
Namun, partisipasi masyarakat juga dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperti tingkat pendidikan, akses terhadap informasi, dan
budaya politik di suatu negara atau masyarakat. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat, perlu ada upaya untuk
memperkuat relasi sosial yang positif antara individu dan kelompok di
masyarakat, serta menciptakan lingkungan yang inklusif dan terbuka
untuk partisipasi masyarakat yang heterogen.

2. Konsep Partisipasi Masyarakat

Banyak ahli memberikan pengertian mengenai konsep partisipasi.


Bila dilihat dari asal katanya, kata partisipasi berasal dari bahasa
Inggris "participation" yang berarti pengambilan bagian,
pengikutsertaan. Slamet mengatakan bahwa partisipasi berarti peran
serta seseorang atau kelompok masyarakat secara aktif dari proses
perumusan kebutuhan, perencanaan, sampai pada tahap pelaksanaan
kegiatan baik melalui pikiran atau langsung dalam bentuk fisik.23

a. Bentuk Partisipasi Masyarakat


Masyarakat dalam berpartisipasi berpartisipasi dapat
dibedakan menjadi beberapa tingkatan. Adapun Robert Chambers
menyebutkan ada 3 model partisipasi yang dikemukakan oleh para
ahli.24

23
Pius A. Partan dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya: Arkola, 2006),.
655
24
Robert Chambers, Ideas For Development, (London: Eartscan, 2005), 105.
Arnstein yang mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat
terdapat 8 tingkatan, berbeda dengan Kenji dan Greenwood justru
dalam membagi jenjang partisipasi dipersempit menjadi 5 tingkatan.
Sedangkan VeneKlasen dengan Miller membagi jenjang partisipasi
berjumlah 7 tingkatan. Dari beberapa pendapat para teoritis,

pada intinya goal yang diinginkan dari partisipasi masyarakat


yaitu munculnya kemandirian masyarakat dalam mengontrol atau
mobilisasi diri. Berikut tabel yang menunjukkan model partisipasi
Masyarakat menurut ahli:
Citizen Collective
Self-mobilization
control action

Delegated
Co-learning Interactive participation
power

Partnership Cooperation Functional participation


Participation for material
Placation
incentive
Consultation
Participation by
Consultation
consultation

Informing
Passive participation
Therapy
Compliance
Token participation or
Manipulation
manipulation

Tabel 4: Model Partisipasi Masyarakat


Jenjang partisipasi masyarakat dapat direncanakan sesuai
dengan konteks dan kebutuhan tertentu. Dari ketiga model
partisipasi masyarakat tidak ada klaim yang menegaskan sebagai
satu-satunya jenjang yang paling benar dan yang paling otoritatif.
Definisi dari "partisipasi" masyarakat adalah sebuah bentuk
pemaknaan tentang praktek yang baik. Individu atau kelompok
dapat diikutsertakan untuk membangun partisipasi mereka sendiri.
Jenjang partisipasi masyarakat menunjukkan bahwa kata
"partisipasi" dapat digunakan untuk aktivitas dan hubungan yang
berbeda. Jenjang partisipasi masyarakat juga dapat menunjukkan
bahwa masing-masing model partisipasi merupakan semuanya
berbicara tentang kekuasaan. Hal ini dapat mengurangi
ketergantungan dan memperbaiki kebiasaan masyarakat untuk
lebih baik.
Menurut Sherry R Arnstein, bahwa membagi jenjang
partisipasi masyarakat terhadap program pembangunan yang
dilaksanakan oleh pemerintah dalam 8 tingkat partisipasi
masyarakat dengan berdasarkan kekuasaan yang diberikan
kepada masyarakat.
b. Tingkatan Partisipasi Masyarakat
Tingkat partisipasi dari tertinggi ke terendah adalah sebagai
berikut:
1) Citizen control, masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan
mengendalikan seluruh proses pengambilan keputusan.
Pada tingkatan ini masyarakat memiliki kekuatan untuk
mengatur program atau kelembagaan yang berkaitan
dengan kepentingannya. Masyarakat mempunyai wewenang
dan dapat mengadakan negosiasi dengan pihak-pihak luar
yang hendak melakukan perubahan. Usaha bersama warga
ini langsung berhubungan dengan sumber dana untuk
memperoleh bantuan tanpa melalui pihak ketiga.
2) Delegated power, pada tingkatan ini masyarakat diberi
limpahan kewenangan untuk membuat keputusan pada
rencana tertentu. Untuk menyelesaikan permasalahan,
pemerintah harus mengadakan negosiasi dengan
masyarakat tidak dengan tekanan dari atas, dimungkinkan
masyarakat mempunyai tingkat kendali atas keputusan
pemerintah.
3) Partnership, Masyarakat berhak berunding dengan
pengambil keputusan atau pemerintah, atas kesepakatan
bersama kekuasaan dibagi antara masyarakat dengan
pemerintah. Untuk itu, diambil kesepakatan saling membagi
tanggung jawab dalam perencanaan, pengendalian
keputusan, penyusunan kebijakan serta pemecahan
masalah yang dihadapi.
4) Placation, pemegang kekuasaan (pemerintah) perlu
menunjuk sejumlah orang dari bagian masyarakat yang
dipengaruhi untuk menjadi anggota suatu badan publik, Di
mana mereka mempunyai akses tertentu pada proses
pengambilan keputusan. Walaupun dalam pelaksanaannya
usulan masyarakat tetap diperhatikan, karena kedudukan
relatif rendah dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan
anggota dari pemerintah maka tidak mampu mengambil
keputusan.
5) Consultation, masyarakat tidak hanya diberi tahu tetapi juga
diundang untuk berbagi pendapat, meskipun tidak ada
jaminan bahwa pendapat yang dikemukakan akan menjadi
pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Metode yang
sering digunakan adalah survei tentang arah pikiran
masyarakat atau pertemuan lingkungan masyarakat dan
public hearing atau dengar pendapat dengan masyarakat.
6) Informing, pemegang kekuasaan hanya memberikan
informasi kepada masyarakat terkait proposal kegiatan,
masyarakat tidak diberdayakan untuk mempengaruhi hasil.
Informasi dapat berupa hak, tanggung jawab dan berbagai
pilihan, tetapi tidak ada umpan balik atau kekuatan untuk
negosiasi dari masyarakat. Informasi diberikan pada tahapan
akhir perencanaan dan masyarakat hanya memiliki sedikit
kesempatan untuk mempengaruhi rencana yang telah
disusun.
7) Therapy, pemegang kekuasaan memberikan alasan
proposal dengan berpura-pura melibatkan masyarakat.
Meskipun terlibat dalam kegiatan, tujuannya lebih pada
mengubah pola pikir masyarakat daripada mendapatkan
masukan dari masyarakat itu sendiri.
8) Manipulation, merupakan tingkatan partisipasi yang paling
rendah, dimana masyarakat hanya dipakai namanya saja.
Kegiatan untuk melakukan manipulasi informasi untuk
memperoleh dukungan publik dan menjanjikan keadaan
yang lebih baik meskipun tidak akan pernah terjadi.25

25
Robert Chambers , Ideas For Development 29
Citizen
Control
Delegated
Power
Partnership

Placation

Consultation

Informing

Theraphy

Manipulation

Gambar 5: Delapan Tingkatan Partisipasi Masyarakat


Sejalan dengan penjelasan 8 tingkatan partisipasi,
pernyataan Arnstein yang berkaitan dengan tipologi di atas di mana
terbagi dalam 3 kelompok besar, yaitu tidak ada partisipasi sama
sekali (non participation), yang meliputi: manipulation dan therapy,
partisipasi masyarakat dalam bentuk tinggal menerima beberapa
ketentuan (degrees of tokenism), meliputi informing, consultation,
dan placation, partisipasi masyarakat dalam bentuk mempunyai
kekuasaan (degrees of citizen power), meliputi partnership,
delegated power, dan citizen power.26

26
Robert Chambers. Ideas For Development, 29
Pada tingkat ke 7 dan 8, masyarakat (non elite) memiliki
mayoritas suara dalam proses pengambilan keputusan keputusan
bahwa sangat mungkin memiliki kewenangan penuh mengelola
suatu objek kebijakan tertentu.27

3. Manajemen Relasi Masyarakat-Sekolah


Pendekatan dalam kajian pustaka akan menjelaskan grand
theory, middle theory, dan application theory untuk mendukung
penelitian ini. Grand theory yang akan digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah adalah bersumber dari Sosiologi Pendidikan
(Sosiologi pendidikan adalah suatu studi bagaimana institusi public
dan pengalaman individu memepengaruhi pendidikan dan hasilnya).
Sedangkan middle theory yang digunakan adalah Manajemen
Berbasis Sekolah (Manajemen Berbasis Sekolah dapat diartikan
sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi dan fleksibilitas
kepada sekolah sekaligus mendorong partisipasi warga sekolah).
sedangkan pada level aplikasi teori, menggunakan Manajemen
Kehumasan (Manajemen kehumasan merupakan suatu proses
pengembangan hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat
yang bertujuan memungkinkan orang tua dan warga wilayah
berpartisipasi aktif dan penuh arti di dalam kegiatan pendidikan). Hal
ini dapat dilihat pada ilustrasi sebagai berikut:

27
Hessel Nogi S Tangkilisan, Manajemen Publik, (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), 323-
324.
• Sosiologi
Grand theory
Pendidikan

Middle • Manajemen
Theory Berbasis Sekolah

• Manajemen
Applied Kehumasan
Theory • Teori
Pendidikan

Gambar 6: Alur Teori


Interaksi sosial adalah proses komunikasi antar individu yang
membentuk suatu hubungan dan mempengaruhi perilaku dan pandangan
masing-masing individu. Dalam kehidupan sehari-hari, interaksi sosial
dapat terjadi pada berbagai tingkatan, mulai dari tingkat individu hingga
tingkat masyarakat. Kelompok sosial adalah suatu kelompok individu yang
memiliki kesamaan minat, tujuan, atau identitas. Kelompok sosial
memegang peran penting dalam interaksi sosial karena memfasilitasi
interaksi antar individu dan membentuk suatu ikatan sosial yang lebih
kuat.
Oleh karena itu, keberadaan kelompok sosial dapat mempengaruhi
bagaimana individu berinteraksi dengan individu lain dan mempengaruhi
perilaku dan pandangan individu. Interaksi sosial dan kelompok sosial
memegang peran yang sangat penting dalam membentuk hubungan
sosial dan mempengaruhi perilaku dan pandangan individu.
Sejak manusia lahir dan dibesarkan, ia sudah merupakan
bagian dari kelompok sosial yaitu keluarga. Disamping menjadi
anggota keluarga, sebagai seorang bayi yang lahir disuatu desa atau
kota, ia akan menjadi warga salah satu umat agama; warga suatu
suku bangsa atau kelompok etnik dan lain sebagainya. Hubungan
antara sesama dalam istilah Sosiologi disebut relasi atau relation.
Dalam konteks penelitian ini, dapat dikatakan bahwa relasi
tersebut dimaksudkan antara individu atau kelompok terhadap
lembaga (sekolah).

a. Pengertian Manajemen Hubungan Sekolah-Masyarakat


Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli terhadap
istilah manajemen ini. Namun dari sekian banyak definisi tersebut
ada satu yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam memahami
manajemen tersebut yaitu, manajemen adalah suatu proses yang
terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian atau
pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai
tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya
manusia dan sumberdaya lainnya.
Dengan demikian, manejemen dapat disimpulkan sebagai
cara yang dilakukan untuk mengatur berbagai sumber daya yang
ada dengan sebaik-baiknya, untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini
sejalan dengan firman Allah SWT dalam ayat berikut:

ِ ‫س َم ۤا ِء اِلَى ْاْلَ ْر‬


‫ض ث ُ َّم ٌَ ْع ُر ُج اِلَ ٌْ ِه‬ َ ْ ‫ٌُ َد ِبّ ُر‬
َّ ‫اْل ْم َر ِمنَ ال‬

َ‫سنَ ٍة ِ ّم َّما تَعُد ُّْون‬ َ ‫ار ٓٗه ا َ ْل‬


َ ‫ف‬ ُ ‫فِ ًْ ٌَ ْو ٍم َكانَ ِم ْق َد‬

Artinya: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian


(urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah
seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al-Sajadah : 5)28

Terjalinnya hubungan sekolah dengan masyarakat pertama


kali muncul di Amerika Serikat, yakni ketika itu masyrakat
mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan
perkembangan masyarakat setempat.29 Masyarakat sejak lama
dianggap sebagai bagian penting dalam pendidikan.

28
Departemen Agama RI, Al-Qura’an dan Terjemahannya, (Jakarta: 2001), 661
29
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2007),
24-30
Sehingga Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama yang dikenal
dengan Tri Pusat Pendidikan, yaitu keluarga, sekolah (pemerintah)
dan masyarakat.30 Oleh sebab itu, diyakini bahwa keberhasilan
pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan di
sekolah, pendidik, tersedianya sarana dan prasarana saja, tetapi
juga ditentukan oleh lingkungan keluarga atau masyarakat. Karena
itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah
(sekolah), keluarga dan masyarakat.

b. Tujuan Relasi Sekolah-Masyarakat

Salah satu faktor yang menyebabkan kesenjangan antara


sekolah dan masyarakat adalah kurangnya informasi yang
berkaitan dengan pendidikan di sekolah. Sehingga untuk
menghindari hal tersebut perlu dilakukan upaya sosialisasi. Jika
hubungan sekolah dan masyarakat berjalan dengan baik, maka
rasa tanggung jawab dan partisipasi masyarakat untuk memajukan
sekolah juga akan baik dan tinggi. Sekolah yang mampu
mengadakan kontak hubungan dengan masyarakatnya akan
bertahan lama, malah bisa maju terus.
Daya tahan ini semakin kuat jika sekolah sudah dapat
menunjukkan mutunya kepada masyarakat. Masyarakat akan
berbondong-bondong memasukkan putra-putrinya kesekolah
31
tersebut.
Sudah seharusnya bahwa sekolah harus mengoptimalkan
kinerja organisasi sekolah, pengelolaan sumber daya manusia dan
menjalin hubungan kerja sama dengan masyarakat.

30
H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
cetakan ke-3, 2012) . 51
31
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, Edisi Revisi,
2011), 183
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya
memiliki peran penting dalam membina dan mengembangkan
pertumbuhan pribadi peserta didik. Hubungan sekolah dengan
masyarakat bertujuan antara lain: Memajukan kualitas
pembelajaran, Memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas
hidup dan penghidupan masyarkat, Menggairahkan masyarakat
untuk menjalin hubungan dengan sekolah.32
Adapun tujuan yang lebih kongkrit hubungan antara sekolah
dan masyarakat antara lain: 1. Guna meningkatkan kualitas
pembelajaran dan pertumbuhan peserta didik. 2. Berperan dalam
memahami kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang sekaligus
menjadi desakan yang dirasakan saat ini. 3. Berguna dalam
mengembangkan program-program sekolah kearah yang lebih
maju dan lebih membumi agar dapat dirasakan langsung oleh
masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan. 4.
Mengembangkan kerja sama yang lebih erat antara keluarga dan
sekolah dalam mendidik anak-anak.33

The conclusion of the Ecological Theory in education is that


individuals, schools, and communities form a system that mutually
influences and shapes each other. In this theory, schools and
communities play a crucial role in influencing the development and
quality of education for students. Therefore, a good relationship
between schools and communities is essential in improving the
quality of education and the development of individuals34

32
Mulyasa, Manajemen Berbasis Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 50
33
Tim Dosen, Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta,
2013), 280
34
Urie Bronfenbrenner. "The Ecology of Human Development" pada tahun 1979
c. Manfaat Hubungan Sekolah-Masyarakat
Lingkungan pendidikan adalah faktor yang mempengaruhi
dan memengaruhi proses belajar-mengajar. Terdiri dari lingkungan
manusia dan lingkungan fisik, lingkungan pendidikan berperan
penting dalam menentukan kualitas pendidikan dan lulusan. Kepala
sekolah harus mengintegrasikan sumber-sumber pendidikan dan
memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya agar sumber tersebut
memberikan kontribusi positif. Hubungan sekolah dengan
masyarakat, termasuk orang tua murid dan stakeholders, sangat
penting untuk dikelola karena memiliki peran besar dalam
peningkatan kualitas pendidikan adalah sebagai berikut:

Tabel 7: Manfaat Hubungan Sekolah dengan Masyarakat


Bagi Lembaga Pendidikan Bagi Masyarakat

Memperbesar dorongan mawas diri. Tahu hal-hal persekolahan


Memudahkan memperbaiki pen- dan inovasinya.
didikan. Kebutuhan-kebutuhan
Memperbesar usaha mening-katkan asyarakat
profesi mengajar. tentang pendidikan lebih
Konsep masyarakat tentang Guru mudah diwujudkan.
menjadi benar. Menyalurkan kebutuhan
Mendapat koreksi dari kelom-pok berpar-tisipasi dalam
masyarakat. pendidikan.
Memudahkan meminta bantuan dari Melakukan usul-usul
masyarakat. terhadap lembaga
Mendapatkan dukungan moral dari pendidikan.
masyarakat.
Memudahkan pemakaian media
pendidikan bagi masyarakat.
Memudahkan pemanfaatan na-
rasumber

Seorang kepala sekolah merupakan mata rantai penting di


antara hubungan sekolah dengan masyarakat. Hal ini juga yang
dijelaskan oleh Surbakti, bahwa pemimpin adalah mahkluk sosial.
Itulah realitas yang tidak bisa dibantah oleh setiap pemimpin. Sebab,
setiap pemimpin membutuhkan komunitasnya untuk membangun
dukungan dan kerja sama.35
Relasi sosial yang dibangun antara sekolah dan masyarakat
sebagaimana yang dikemukakan oleh oleh Jean Piaget dalam buku
"The Construction of Reality in the Child" Teori Sosiokultural dalam
pendidikan adalah bahwa masyarakat dan budaya memainkan peran
penting dalam membentuk pendidikan dan mempengaruhi sikap dan
perilaku siswa. Menurut teori ini, pendidikan tidak hanya dipengaruhi
oleh lingkungan sekolah, tetapi juga oleh konteks budaya dan sosial
yang lebih luas. Teori ini menekankan pentingnya mempertimbangkan
latar belakang budaya dan nilai-nilai siswa dan dampak dari faktor-
faktor tersebut pada pengalaman belajar mereka. Teori ini
menekankan perlunya sekolah untuk mengambil pendekatan yang
lebih holistik dalam pendidikan, mempertimbangkan konteks

35
Surbakti, Manajemen dan Kepemimpinan Hati Nurani, (Jakarta: Gramedia, 2012), 93
sosiokultural siswa untuk memberikan lingkungan belajar yang lebih
efektif dan inklusif36
Senada dengan dikatakan oleh Pierre Bourdieu, bahwa budaya
dan masyarakat memiliki pengaruh besar terhadap pandangan dan
sikap terhadap pendidikan. Budaya memberikan norma dan nilai yang
mempengaruhi bagaimana individu memandang dan memahami
pendidikan. Masyarakat juga memiliki latar belakang sosial dan
ekonomi yang berbeda-beda, yang mempengaruhi pandangan dan
sikap terhadap pendidikan.
Sikap positif terhadap pendidikan sering ditemukan pada
kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang sosial dan ekonomi
yang lebih tinggi, sementara sikap negatif sering ditemukan pada
kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang sosial dan ekonomi
yang lebih rendah. Sikap dan pandangan ini dapat mempengaruhi
bagaimana individu menilai hasil belajar dan keberhasilan siswa.
Menurut Pidarta, hubungan timbal balik antara sekolah dan
masyarakat memiliki manfaat bagi kedua belah pihak. Bagi sekolah,
hubungan ini meningkatkan dorongan untuk memperbaiki diri,
mempermudah perbaikan pendidikan, meningkatkan profesi mengajar,
mendapatkan koreksi dari masyarakat, mendapatkan dukungan moral,
mempermudah sumbangsih masyarakat, dan memperlancar jalannya
pembelajaran. Sementara itu, bagi masyarakat, hubungan ini
membantu memahami sekolah dan inovasi sekolah, memudahkan
penyaluran partisipasi dalam pendidikan, dan memberikan usulan
untuk pengembangan pendidikan37
Hal tersebut sangatlah penting, karena dengan menjalin
hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat, maka sekolah
dapat memahami kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap
pendidikan. Sebaliknya, masyarakat juga dapat memahami peran dan

Jean Piaget. "The Construction of Reality in the Child" " (Basic Books 1936) 85-87
36
37
Made Pidata, , Manajemn Pendidikan Indonesia (Jakarta: RinekaCipta,2004)
tanggung jawab sekolah dalam menjaga dan memajukan masyarakat
melalui pendidikan.
Dalam menjalankan peran sebagai agen perubahan, sekolah
perlu memahami dan mengikuti perkembangan zaman serta tuntutan
masyarakat yang semakin kompleks dan beragam. Dalam hal ini,
sekolah dapat berperan sebagai wadah untuk membentuk generasi
muda yang kreatif, inovatif, dan siap menghadapi tantangan masa
depan.
Sekolah juga perlu memastikan bahwa nilai-nilai dan tradisi
masyarakat yang diwariskan melalui pendidikan tidak hilang atau
tergeser oleh perkembangan zaman. Dalam hal ini, sekolah dapat
berperan sebagai pelindung dan pengawal kearifan lokal yang dimiliki
oleh masyarakat.

Dengan menjalin hubungan yang baik antara sekolah dan


masyarakat, maka dapat tercipta sinergi antara kedua belah pihak
untuk memajukan pendidikan dan pembangunan masyarakat secara
bersama-sama. Selain itu, hal tersebut juga dapat meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan, sehingga tercipta
kesadaran bersama akan pentingnya pendidikan bagi kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat, sebagaimana yang di terangkan dalam Al
Quran,

ٗٓ َ ‫َو َْل ْالقَ َ َۤل ِٕى َد َو‬


‫ْل‬ َ ‫ام َو َْل ْال َهد‬
‫ْي‬ َ ‫ش ْه َر ْال َح َر‬ ِ ‫ش َع ۤا ِٕى َر ه‬
َّ ‫ّٰللا َو َْل ال‬ َ ‫ٌٰٓٗاٌَُّ َها الَّ ِذٌْنَ ٰا َمنُ ْوا َْل ت ُ ِحلُّ ْوا‬
ۤ
‫طاد ُْوا َۗو َْل‬ َ ‫ص‬ ‫ام ٌَ ْبتَغُ ْونَ فَض ًَْل ِ ّم ْن َّر ِبّ ِه ْم َو ِرض َْوانًا َۗواِ َذا َحلَ ْلت ُ ْم‬
ْ ‫َفا‬ َ ‫ْت ْال َح َر‬ َ ٌ‫ٰا ِ ّمٌْنَ ْال َب‬
‫علَى ْالبِ ِ ّر‬
َ ‫ع ِن ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام ا َ ْن ت َ ْعتَد ۘ ُْوا َوتَ َع َاونُ ْوا‬ َ ‫شن َٰا ُن قَ ْو ٍم ا َ ْن‬
َ ‫ص ُّد ْو ُك ْم‬ َ ‫ٌَ ْج ِر َمنَّ ُك ْم‬
ِ ‫ش ِد ٌْ ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬ َ ‫ّٰللا‬ َ ‫ان َۖواتَّقُوا ه‬
َ ‫ّٰللا ۗا َِّن ه‬ ِ ‫علَى ْاْلِثْ ِم َو ْالعُد َْو‬ َ ‫َوالت َّ ْق ٰو ۖى َو َْل ت َ َع َاونُ ْوا‬

“. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-


syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan
haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id
(hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu
orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan
keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram,
maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada
suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah
kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya” (QS. Al Maidah 2)38

Individu yang memiliki sikap positif terhadap pendidikan


cenderung memiliki harapan yang tinggi untuk prestasi akademis dan
memiliki dukungan yang lebih besar untuk membantu siswa mencapai
tujuannya. Sebaliknya, individu yang memiliki sikap negatif terhadap
pendidikan cenderung memiliki harapan yang lebih rendah dan kurang
memiliki dukungan untuk membantu siswa mencapai prestasi
akademis.39
Oleh karena itu, hemat penulis bahwa budaya dan masyarakat
memiliki pengaruh yang besar terhadap pandangan dan sikap
seseorang terhadap pendidikan. Masyarakat dan budaya dapat
mempengaruhi bagaimana seseorang melihat nilai dan makna dari
pendidikan, dan hal ini dapat mempengaruhi prestasi akademis siswa.
Dimana, relasi yang baik antara sekolah dan masyarakat sangat
penting untuk membantu siswa mencapai prestasi akademis dan
meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Dengan
bekerja sama, sekolah dan masyarakat dapat membentuk lingkungan
yang kondusif bagi siswa untuk belajar dan berkembang, sehingga
mereka dapat mencapai potensi mereka secara maksimal.

38
. Departemen Agama RI, Al-Qura’an dan Terjemahannya, (Jakarta: 2001)
Pierre Bourdieu, "Distinction: A Social Critique of the Judgement of Taste" (Harvard
39

University Press,1979), 57
4. Konsep Manajemen Pengembangan Pendidikan
a. Pengertian Manajemen
Istilah Manajemen memiliki banyak arti, tergantung pada
orang yang mengartikannya. Istilah manajemen madrasah acapkali
disandingkan dengan istilah administrasi madrasah. Berkaitan
dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama,
mengartikan lebih luas dari pada Manajemen (Manajemen
merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat Manajemen lebih
luas dari pada administrasi dan ketiga, pandangan yang
menganggap bahwa Manajemen identik dengan administrasi.
Berdasarkan fungsi pokoknya istilah Manajemen dan administrasi
mempunyai fungsi yang sama. Karena itu, perbedaan kedua istilah
tersebut tidak konsisten dan tidak signifikan.40
Yamin mengemukakan bahwa Manajemen pendidikan
mengandung arti sebagai suatu proses kerjasama yang sistematik,
sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Manajemen pendidikan juga dapat diartikan
sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan
proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka
panjang.41
Menurut E. Mulyasa Manajemen Pendidikan merupakan
proses pengembangan kegiatan kerjasama sekelompok orang
untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses
pengendalian kegiatan tersebut mencakup perencanaan,

40
E. mulyasa, “Manajemen Berbasis Sekolah”,( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004 ) 20
41
Moh. Yamin, “Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan”, (Yogyakarta: Diva Press, 2009
)19
pengorganisasian, aktualisasi dan pengawasan sebagai suatu
proses untuk visi menjadi aksi.42
Manajemen pendidikan adalah sebagai seni dan ilmu
mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat
bangsa dan Negara.43
Sebagai suatu tujuan yang telah ditetapkan tentunya
manajemen mempunyai suatu langkah-langkah yang sistematik
dalam mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai. Dalam arti yang
lebih luas. Manajemen juga bisa disebut sebagai pengelolaan
sumber-sumber guna mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan,
karenanya manajemen ini memegang peranan yang sangat urgen
dalam dunia pendidikan.

Teori Kontingensi dalam manajemen adalah teori yang


berpendapat bahwa tidak ada satu model atau pendekatan
manajemen yang bisa diterapkan secara universal pada semua
situasi atau kondisi. Artinya, setiap situasi atau kondisi memerlukan
pendekatan manajemen yang berbeda-beda sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan yang spesifik. faktor-faktor seperti
lingkungan, teknologi, budaya, struktur organisasi, dan karakteristik
individu dalam menentukan pendekatan manajemen yang tepat.

Teori kontingensi dapat diterapkan dalam pendidikan dengan


cara mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi situasi
pendidikan tertentu dan menyesuaikan pendekatan manajemen

42
E. mulyasa, Manajemen l.7
43
Depdiknas. 2007. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Konsep dan
Pelaksanaan. (Jakarta: Dirjen Diknas.) 6
yang tepat untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.
Teori kontingensi dalam konteks pendidikan sebagai berikut ;44

1. Menyesuaikan pendekatan pembelajaran dengan karakteristik


siswa: Setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda,
seperti gaya belajar, tingkat kemampuan, dan kebutuhan
belajar. Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran harus
disesuaikan dengan karakteristik siswa untuk mencapai hasil
yang optimal.
2. Memperhatikan perubahan lingkungan: Lingkungan pendidikan
yang berubah memerlukan pendekatan manajemen yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, pendidikan harus selalu
memperhatikan perubahan lingkungan dan menyesuaikan
pendekatan pembelajaran mereka sesuai dengan kondisi yang
baru.
3. Memperhatikan faktor-faktor internal sekolah: Faktor-faktor
internal sekolah, seperti struktur organisasi, budaya sekolah,
dan kualitas sumber daya manusia, juga harus dipertimbangkan
dalam menentukan pendekatan pembelajaran yang tepat.
4. Menggunakan data untuk pengambilan keputusan: Pendidikan
harus didasarkan pada data dan fakta yang akurat, bukan pada
asumsi atau pandangan subjektif. Oleh karena itu, pendidikan
harus memiliki kemampuan untuk mengumpulkan,
menganalisis, dan memanfaatkan data secara efektif untuk
pengambilan keputusan.
5. Menyesuaikan pendekatan pembelajaran dengan teknologi:
Teknologi telah mengubah cara siswa belajar dan menuntut
pendekatan pembelajaran yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
pendidikan harus menyesuaikan pendekatan pembelajaran
44
. Fred Fiedler "Contingency Theory" "Journal of Applied Psychology" dan dministrative
Science Quarterly". 1970 )
mereka dengan teknologi yang digunakan untuk mencapai hasil
yang optimal.

Teori Sistem Sosiologi Luhmann menyatakan bahwa


masyarakat atau sosial sistem merupakan suatu sistem yang
kompleks dan saling terkait, yang terdiri dari berbagai bagian atau
subsistem yang berfungsi secara mandiri. Subsistem ini mencakup
berbagai bidang kehidupan. sistem sosial sebagai suatu sistem
yang terus berubah dan berevolusi, serta dapat beradaptasi
dengan perubahan lingkungan. Ia menekankan pentingnya
pemisahan antara sistem dan lingkungan, serta konsep umpan
balik dalam sistem. komunikasi memiliki peran penting dalam
membentuk dan mempertahankan sistem sosial., yang melibatkan
berbagai elemen seperti kode, pesan, pemrosesan informasi, dan
lingkungan.

Manajemen dalam perpektif teori sistem sebagaimana yang gagas


oleh Niklas Luhmann, pada tataran pendidikan teori sistem dapat
dirumuskan antara lain:45

1. Membentuk sistem pendidikan yang kompleks: Konsep sistem


sosial sebagai suatu sistem yang kompleks dapat diaplikasikan
dalam membentuk sistem pendidikan yang kompleks. Sistem
pendidikan terdiri dari berbagai komponen, seperti siswa, guru,
kurikulum, lingkungan belajar, dan sebagainya, yang saling
terkait dan berfungsi secara mandiri. Sistem pendidikan yang

45
. Ludwig von Bertalanffy "General System Theory: Foundations, Development,
Applications" (George Braziller pada, 1968).
kompleks memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih
efektif dan peningkatan efisiensi dalam proses pendidikan.
2. Pemisahan antara sistem pendidikan dan lingkungan:
Pemisahan antara sistem pendidikan dan lingkungan dapat
memungkinkan sistem pendidikan untuk beradaptasi dengan
perubahan lingkungan dan mengontrol dirinya sendiri. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengembangkan kebijakan pendidikan
yang fleksibel dan mampu menanggapi perubahan lingkungan
secara tepat.
3. Menggunakan komunikasi sebagai proses penting dalam
pendidikan: Konsep komunikasi yang kompleks dalam Teori
Sistem Sosiologi dapat diaplikasikan dalam proses pendidikan
untuk meningkatkan interaksi dan pengalaman belajar siswa.
Komunikasi yang efektif dapat membantu siswa memahami
konsep dan mempertajam keterampilan mereka dalam
memecahkan masalah.
4. Menerapkan otonomi sistem dalam pendidikan: Konsep otonomi
sistem dapat diaplikasikan dalam pendidikan untuk memberikan
kebebasan pada lembaga pendidikan untuk mengatur dan
mengontrol dirinya sendiri, tanpa campur tangan dari pihak luar
yang dapat mengganggu kinerja pendidikan. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan kebebasan pada sekolah dalam
mengembangkan kurikulum dan metode pengajaran yang tepat
untuk siswa mereka.
5. Menerapkan diferensiasi sistem dalam pendidikan: Konsep
diferensiasi sistem dapat diterapkan dalam pendidikan dengan
membagi sistem pendidikan menjadi berbagai subsistem seperti
kurikulum, pengajaran, penilaian, dan manajemen pendidikan.
Setiap subsistem ini memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda,
namun saling terkait satu sama lain.
b. Tujuan Manajemen Pendidikan
Tujuan Manajemen pendidikan erat sekali dengan tujuan
pendidikan secara umum, karena Manajemen pendidikan pada
hakekatnya merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan
secara optimal. Apabila dikaitkan dengan pengertian manajemen
pendidikan pada hakekatnya merupakan alat mencapai tujuan.
Adapun tujuan pendidikan nasional yaitu untuk
mengembangkannya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi di warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.46 Tujuan pokok mempelajari Manajemen pendidikan adalah
untuk memperoleh cara, teknik, metode yang sebaik-baiknya
dilakukan, sehingga sumber-sumber yang sangat terbatas seperti
tenaga, dana, fasilitas, material maupun spiritual guna mencapai
tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Tujuan-tujuan ini ditentukan berdasarkan penataan dan
pengkajian terhadap situasi dan kondisi organisasi, seperti
kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman.47 Secara rinci
tujuan manajemen pendidikan antara lain:
1) Terwujudnya suasana belajar ar-rahman proses
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (PAIKEM).

46
UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 : 7
47
Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Bukul, Konsep dan
pelaksanaan. (Jakarta. Balitbang. Depdiknas 2001) l 4
2) Terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat.
Dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang
ditampilkan oleh seorang manajer, yaitu: perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pemimpinan (leading) dan
48
pengawasan (controlling).
Adapun pengertian manajemen dari sudut fungsinya adalah
proses, kegiatan merencanakan, pengorganisasian, pengarahan,
pelaksanaan, dan pengendalian sumber daya organisasi untuk
mencapai tujuan secara efektif dan efisien.49
Sejalan dengan pendapat di atas bahwa fungsi-fungsi
manajemen yaitu:
1) Planning (perencanaan).
Bagi setiap manajemen harus mempunyai planning atau
perencanaan yang jelas, karena dengan perencanaan
merupakan proses awal dalam menentukan tujuan manajemen
yang akan dicapai. Dalam banyak hal perencanaan memegang
peran strategis karena fungsi-fungsi manajemen lainnya tidak
dapat berjalan tanpa perencanaan.
2) Organizing (pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah keseluruhan proses
pengelompokan orang-orang, alat-alat, bahan-bahan, tugas,
tanggung jawab, wewenang dan fasilitas sehingga tercapai
suatu organisasi yang dapat digerakan sebagai suatu kesatuan
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3) Actuanting (kegiatan).

48
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2006) 8
49
Deden Makbuloh, Manajemen Mutu Pendidikan Islam, (Jakarta, Raja Grafindo Persada), 40
Kegiatan adalah tindakan atau aktivitas seluruh
komponen manajemen, bekerja menurut tugas masing-masing,
alat-alat dan fasilitas dipergunakan menurut fungsi dan dan
kegunaan masing-masing, dan biaya sesuai dengan alokasi
biaya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan manajemen.
4) Controlling (pengawasan)
Pengawasan atau pengendalian merupakan salah satu
fungsi manajemen yang menjamin bahwa kegiatan dapat
memberikan hasil seperti yang diinginkan.
Pengawasan diperlukan agar semua kegiatan berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.50
Fayol juga memperkenalkan konsep perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, koordinasi, dan kontrol sebagai
lima fungsi dasar dalam manajemen yang perlu diterapkan oleh
setiap manajer untuk mencapai tujuannya.
Henri Fayol, "Administration Industrielle et Générale", ia
mengemukakan 14 prinsip manajemen yang dikenal sebagai
"Prinsip-Prinsip Fayol". Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Divisi kerja - membagi tugas dan tanggung jawab
secara efektif untuk memaksimalkan produktivitas.
2. Autoritas dan tanggung jawab - memberikan otoritas
kepada individu untuk melakukan tugas dan membuat
keputusan.
3. Disiplin - memastikan semua anggota organisasi
mematuhi aturan dan norma.
4. Unitas arah - memberikan arah yang sama kepada
semua anggota organisasi.
5. Unitas komando - memastikan bahwa semua anggota
organisasi memiliki pemahaman yang sama tentang
tugas dan tujuan.

50
Deden Makbuloh, Manajemen Mutu Pendidikan Islam, (Jakarta, Raja Grafindo Persada), 40
6. Subordinasi individu kepentingan umum - memastikan
bahwa kepentingan individu dalam organisasi selalu
kalah dengan kepentingan umum.
7. Remunerasi - memberikan imbalan yang adil bagi
setiap anggota organisasi.
8. Centralisasi - membuat keputusan dan mengambil
tindakan dari tingkat yang lebih tinggi.
9. Hierarki - memastikan adanya susunan tingkatan
dalam organisasi.
10. Orde - memastikan bahwa semua hal yang diperlukan
dalam organisasi tersedia dan teratur.
11. Stabilitas tenutan - memastikan bahwa anggota
organisasi tetap bekerja dalam jangka waktu yang
lama.
12. Inisiatif - memberikan kesempatan kepada anggota
organisasi untuk memberikan sumbangan dan
membuat keputusan.
13. Uni - membangun hubungan yang baik antar anggota
organisasi.
14. Kepedulian terhadap anggota - memastikan bahwa
kebutuhan dan kesejahteraan anggota organisasi
diperhatikan dan dipenuhi51

Teori perencanaan strategis oleh Peter Drucker


mengembangkan teori dan konsep manajemen modern,
didasarkan pada analisis lingkungan dan kemampuan
organisasi untuk mengantisipasi perubahan.

51
Henri Fayol "Administration Industrielle et Générale" (Un volume de VIII + 230 pages, 24
planches, édition établie par Luc Marco avec une postface d’Emmanuel Okamba 2016.). 86-89
Konsep teori perencanaan strategis menurut Peter Drucker
mencakup beberapa elemen, di antaranya:52

1. Visi dan Misi: Setiap organisasi, termasuk sekolah, harus


memiliki visi dan misi yang jelas. Visi dan misi menjadi dasar
dalam perencanaan strategis, karena visi dan misi yang jelas
akan memudahkan organisasi dalam menentukan tujuan jangka
panjang dan jangka pendek.
2. Analisis Lingkungan: Organisasi harus melakukan analisis
lingkungan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang ada
di sekitarnya. Analisis lingkungan juga akan membantu
organisasi dalam mengantisipasi perubahan yang terjadi,
sehingga organisasi dapat membuat strategi yang tepat untuk
menghadapi perubahan tersebut.
3. Strategi dan Rencana Tindakan: Setelah melakukan analisis
lingkungan, organisasi harus membuat strategi dan rencana
tindakan yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan kekuatan
organisasi. Strategi dan rencana tindakan haruslah spesifik,
terukur, dapat dicapai, relevan, dan berorientasi pada hasil.
4. Evaluasi dan Penyesuaian: Setelah strategi dan rencana
tindakan dijalankan, organisasi harus melakukan evaluasi dan
penyesuaian secara berkala. Evaluasi dan penyesuaian akan
memastikan bahwa strategi yang dijalankan selalu relevan dan
efektif dalam mencapai tujuan organisasi.

Dalam konsep teori perencanaan strategis menurut Peter


Drucker, keterlibatan semua pihak dalam perencanaan dan

52
. Peter F. Drucker "The Practice of Management", ( Harper Business 2017).
pelaksanaan strategi juga sangat penting untuk mencapai
kesuksesan organisasi.

Prinsip-prinsip teori perencanaan strategis menurut Peter


Drucker mencakup beberapa hal, di antaranya:
- Orientasi pada Hasil: Perencanaan strategis haruslah
berorientasi pada hasil dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal
ini, visi dan misi organisasi harus selalu dijadikan acuan dalam
merencanakan strategi.
- Integrasi dengan Tindakan Operasional: Strategi yang dibuat
haruslah terintegrasi dengan tindakan operasional di dalam
organisasi. Hal ini akan memastikan bahwa setiap tindakan
yang dilakukan oleh organisasi selaras dengan strategi yang
telah ditetapkan.
- Orientasi pada Lingkungan: Perencanaan strategis haruslah
selalu berorientasi pada lingkungan di sekitar organisasi.
Analisis lingkungan yang dilakukan harus mencakup faktor
internal dan eksternal yang dapat memengaruhi organisasi.
- Proses Berkelanjutan: Perencanaan strategis haruslah menjadi
proses yang berkelanjutan. Artinya, setiap tahap dalam
perencanaan strategis harus dijadikan sebagai peluang untuk
melakukan evaluasi dan perbaikan.
- Keterlibatan Seluruh Pihak: Perencanaan strategis haruslah
melibatkan seluruh pihak yang terkait di dalam organisasi.
Dalam hal ini, setiap pihak harus memahami tujuan dan strategi
yang ditetapkan, serta berkontribusi untuk mencapai tujuan
tersebut.
- Fleksibilitas: Perencanaan strategis haruslah fleksibel dalam
menghadapi perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar.
Organisasi harus siap untuk merespons perubahan dengan
strategi yang tepat.
Teori lain yang di bahas oleh Nabil Sultan Management and
Leadership in Islamic Education" membahas prinsip-prinsip
manajemen dan kepemimpinan dalam pendidikan Islam. Berikut
adalah beberapa prinsip-prinsip teori yang dibangun dalam buku
tersebut:53

1. Leadership (Kepemimpinan) yang Efektif: Kepemimpinan adalah


faktor penting dalam pengembangan pendidikan Islam yang efektif.
Kepemimpinan harus mampu mengembangkan visi, misi dan
strategi pendidikan yang efektif, serta mampu memotivasi staf dan
siswa untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Manajemen Sumber Daya Manusia: Sumber daya manusia
merupakan aset paling penting dalam pendidikan Islam.
Manajemen sumber daya manusia harus memperhatikan
rekrutmen, seleksi, pelatihan dan pengembangan, penilaian kinerja,
dan penghargaan dan pengakuan.

53
. Nabil Sulthan "Management and Leadership in Islamic Education" d( Tawasul
Education Publishing and Distribution 2017)
3. Pengembangan Kurikulum: Kurikulum harus mencerminkan nilai-
nilai Islam dan mempersiapkan siswa untuk menjadi Muslim yang
baik dan produktif dalam masyarakat. Pengembangan kurikulum
harus memperhatikan kebutuhan siswa dan konteks lokal.
4. Pengukuran Kinerja: Pengukuran kinerja adalah proses penting
dalam memantau kemajuan organisasi dan memastikan bahwa
tujuan dan sasaran tercapai dengan efektif.
5. Partisipasi Komunitas: Komunitas harus berpartisipasi dalam
pengembangan pendidikan Islam. Melibatkan komunitas dapat
membantu menciptakan lingkungan pendidikan yang positif dan
memberikan kesempatan untuk memperbaiki kualitas pendidikan.
6. Peningkatan Kualitas: Peningkatan kualitas pendidikan adalah
tujuan penting dalam pendidikan Islam. Peningkatan kualitas dapat
dicapai melalui pelatihan dan pengembangan, penilaian kinerja,
dan umpan balik dari siswa dan orang tua.

c. Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam


1) Pengertian Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam

Lembaga pendidikan Islam memiliki peran penting dalam


membentuk karakter dan membantu siswa memahami ajaran
Islam dengan baik. Dalam hal ini, pengembangan lembaga
pendidikan Islam bukan hanya berfokus pada aspek akademis,
tetapi juga memperhatikan aspek spiritual, sosial, dan
emosional peserta didik.
Beberapa inisiatif yang dapat dilakukan dalam
pengembangan lembaga pendidikan Islam meliputi:
1. Penyediaan fasilitas yang memadai seperti
perpustakaan, laboratorium, dan aula yang nyaman.
2. Pengembangan kurikulum yang seimbang antara ilmu
pengetahuan dan ilmu agama.
3. Penyediaan pelatihan dan pembinaan untuk guru agar
dapat menyampaikan materi dengan baik.
4. Penggunaan teknologi dalam proses belajar-mengajar.
5. Peningkatan kualitas sumber belajar seperti buku-buku
teks dan bahan ajar.
6. Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan
dengan pendidikan agama.
Pengembangan lembaga pendidikan Islam merupakan
upaya untuk memastikan bahwa pendidikan Islam di masa depan
lebih berkualitas dan dapat menghasilkan siswa yang berkarakter
dan memiliki akhlak mulia
Lembaga Pendidikan Islam merupakan lembaga pendidikan
Islam yang berkembang subur di kalangan umat Islam termasuk di
Indonesia. Lembaga Pendidikan Islam sebagai lembaga pendidikan
Islam formal yang terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional di
Indonesia memerlukan manajemen mutu. Selama masa orde Baru
banyak pakar menilai bahwa kelemahan dalam penyelenggara
Pendidikan Nasional, antara lain: pertama, kebijakan pendidikan
nasional yang sangat sentralistik, mengabaikan keragaman realitas
kondisi sosial, ekonomi, budaya masyarakat Indonesia di berbagai
daerah.
Kedua, penyelenggara pendidikan nasional lebih
berorientasi kepada pencapaian target-target tertentu, seperti
target kurikulum, mengabaikan proses pembelajaran yang
efektif dan mampu menjangkau seluruh ranah dan potensi
peserta didik.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN),
Lembaga Pendidikan Islam memiliki kedudukan dan peran yang
sama dengan lembaga pendidikan lainnya. Dalam Bab III Pasal
4 ayat 6 UUSPN, mengamanatkan agar pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan.
Undang-Undang tersebut telah menjadi kesepakatan
bersama dan kebutuhan untuk mengatur model sistem
pendidikan nasional. Standar Nasional Pendidikan lebih lanjut
diatur secara terperinci dalam Peraturan Pemerintah (PP)
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005.
Pasal 3 PP tersebut dinyatakan bahwa Standar Nasional
Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Para ahli telah
memberikan kontribusi pemikiran terhadap regulasi pendidikan
desentralistik dan otonomi. Kajian tentang otonomi daerah,
manajemen berbasis Lembaga Pendidikan Islam dan kurikulum
tingkat satuan pendidikan mestinya melahirkan lembaga
pendidikan yang maju dan mandiri. Investasi jangka panjang
yang paling potensial untuk mendapat perhatian yaitu sektor
pendidikan. Lembaga Pendidikan Islam secara teoretis dikaji
melalui pengembangan teori pendidikan Islam dan manajemen
berbasis Lembaga Pendidikan Islam.
Dalam konteks ini, pemerintah harus memberikan ruang
bagi Lembaga Pendidikan Islam untuk mengelola dan
mengembangkan pendidikan sesuai dengan Standar Nasional
Pendidikan. Kemudian, Kepala Lembaga Pendidikan Islam
harus memiliki visi dan strategi yang jelas untuk mencapai
tujuan pendidikan bermutu. Investasi dalam pendidikan juga
harus dilakukan, baik dalam bentuk infrastruktur, sumber daya
manusia dan sumber belajar. Ini akan membantu Lembaga
Pendidikan Islam dalam memenuhi standar nasional dan
meningkatkan mutu pendidikan.
Mutu Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia diukur
dengan standar nasional yang menggunakan oleh Badan
Akreditasi Nasional (BAN) Lembaga Pendidikan Islam.
Lembaga Pendidikan Islam agar dapat berkembang dalam era
persaingan global, perlu dikelola dengan baik melalui
penerapan teori teori manajemen mutu. Kemajuan pesat dalam
bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni mendorong
masyarakat Muslim untuk mewujudkan cita-citanya melalui
proses pendidikan Islam yang bermutu.
Pendidikan Islam sebagai sebuah proses yang
berlangsung cepat dan dinamis termasuk yang paling banyak
menghadapi problematika. Masalah pokok yang dihadapi oleh
Lembaga Pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
a) Rendahnya kemampuan manajerial kepala Lembaga
Pendidikan Islam, mencangkup: kurang mampu
mengembangkan inovasi pendidikan, kurang menguasai
prinsip-prinsip manajemen pendidikan berbasis Lembaga
Pendidikan Islam, kurang mampu mendayagunakan
sumber daya, lemahnya sistem administrasi dan
keuangan, serta kurangnya monitoring dan evaluasi
capaian hasil pendidikan.
b) Rendahnya kualitas tenaga pengajar mencangkup: guru
mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan
(75% mismatch), guru kurang menguasai materi, guru
kurang menguasai metodologi pengajaran yang efektif,
kurang menguasai media dan alat pembelajaran, guru
kurang mengakses buku-buku dan pengetahuan baru,
guru kurang mampu mengoperasikan komputer sebagai
alat pendukung tugas pokok dan fungsi guru, dan
rendahnya insentif.
c) Belum fungsionalnya komite lembaga pendidikan Islam
lemahnya tingkat ekonomi masyarakat pengguna
lembaga pendidikan Islam.54

Pimpinan Lembaga Pendidikan Islam juga harus


memastikan bahwa prosedur dan aturan yang telah ditetapkan
dipatuhi dan diterapkan dengan benar dan efektif. Dalam hal ini,
komunikasi yang efektif sangat penting untuk menghindari
kesalahpahaman dan memastikan semua pihak memahami
peran dan tanggung jawab masing-masing. Kemudian, Kepala
Lembaga Pendidikan Islam juga harus memberikan dukungan
dan fasilitas yang memadai bagi tenaga pendidik dan peserta
didik dalam upaya meningkatkan profesionalitas dan
kesejahteraan mereka. Hal ini akan memotivasi tenaga pendidik
untuk memberikan layanan yang berkualitas dan memastikan
pendidikan berlangsung dengan baik. Terakhir, Kepala
Lembaga Pendidikan Islam harus memfasilitasi partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Ini akan
membantu dalam memastikan bahwa pendidikan yang diberikan
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup beragama.
Sedangkan pada sebagian Lembaga Pendidikan Islam
swasta masih sangat tergantung pada uluran dana dari
Kementerian Agama, tapi secara keseluruhan Lembaga
Pendidikan Islam swasta telah mandiri dan tidak bergantung
pada dana Kemenag. Justru dengan adanya program sekolah
gratis, keberadaan Lembaga Pendidikan Islam swasta semakin
tergantung dengan dana BOS dari pemerintah. Program
54
Kementrian Agama RI., Desain Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam
(Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2005), 18.
sekolah gratis telah menghipnotis masyarakat sehingga timbul
anggapan bahwa semua sekolah harus gratis. Sementara dana
BOS yang ada kurang bisa memenuhi dana penyelenggaraan
pendidikan. Inilah program yang dianggap telah menurunkan
tingkat kemandirian Lembaga Pendidikan Islam maupun
sekolah swasta.
Lembaga pendidikan Islam dan sekolah Islam terpadu
adalah dua jenis pendidikan yang berbeda meskipun memiliki
tujuan yang sama, yaitu memberikan pendidikan berbasis Islam.
Berikut adalah beberapa perbedaan antara kedua jenis
pendidikan tersebut:
1. Kurikulum: Lembaga pendidikan Islam memfokuskan
pada pendidikan agama dan ajaran Islam, sedangkan
sekolah Islam terpadu memiliki kurikulum yang lebih luas
dan mencakup materi pendidikan seperti matematika,
sosiologi, dan sebagainya.
2. Metode Pembelajaran: Lembaga pendidikan Islam
menggunakan metode pembelajaran yang berfokus pada
pemahaman ajaran Islam, sedangkan sekolah Islam
terpadu menggunakan metode pembelajaran yang lebih
menekankan pada pemahaman ilmu pengetahuan secara
umum.
3. Fasilitas: Lembaga pendidikan Islam biasanya memiliki
fasilitas yang lebih sederhana dan terbatas dibandingkan
sekolah Islam terpadu, yang memiliki fasilitas yang lebih
lengkap dan memadai.
4. Tujuan: Tujuan utama lembaga pendidikan Islam adalah
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman ajaran
Islam, sedangkan sekolah Islam terpadu memiliki tujuan
yang lebih luas, yaitu menghasilkan lulusan yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam berbagai
bidang

2) Kebijakan Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam

Kebijakan pengembangan lembaga pendidikan Islam


bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas
pendidikan yang diterima oleh siswa. Berikut adalah beberapa
kebijakan pengembangan lembaga pendidikan Islam:
1. Penyediaan dana: Pemerintah harus memberikan
dukungan finansial bagi lembaga pendidikan Islam untuk
membantu memperbaiki fasilitas dan meningkatkan
kualitas pendidikan.
2. Standarisasi kurikulum: Pemerintah harus menetapkan
standar kurikulum yang sesuai untuk lembaga pendidikan
Islam, yang mencakup materi pendidikan agama dan
ajaran Islam serta materi pendidikan lainnya yang
penting.
3. Pelatihan guru: Pemerintah harus memfasilitasi pelatihan
bagi guru lembaga pendidikan Islam untuk meningkatkan
kompetensi dan efektivitas dalam mengajar.
4. Pembinaan: Pemerintah harus membina lembaga
pendidikan Islam untuk memastikan bahwa standar
pendidikan dan fasilitas yang diterima siswa memenuhi
kriteria yang ditetapkan.
5. Pengembangan sarana dan prasarana: Pemerintah harus
memperbaiki fasilitas dan sarana pendidikan yang ada,
seperti perpustakaan, laboratorium, dan fasilitas
olahraga, untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Dengan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan ini,
diharapkan pengembangan lembaga pendidikan Islam akan
berjalan dengan baik dan memastikan bahwa siswa menerima
pendidikan yang berkualitas dan sesuai dengan ajaran Islam
Dalam RPJMN yang diterbitkan oleh Kementerian
Agama, terdapat arah kebijakan dan strategi untuk
meningkatkan kualitas kehidupan beragama khususnya dalam
pendidikan Islam. Tujuan ini meliputi peningkatan akses dan
kualitas pendidikan Raudhatul Athfal, Lembaga Pendidikan
Islam, Perguruan Tinggi Agama, pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan. Beberapa hal yang menjadi fokus
dalam peningkatan ini antara lain adalah: meningkatkan akses
masyarakat terhadap pendidikan berbasis keagamaan yang
bermutu, membangun pendidikan berbasis keagamaan yang
bertaraf internasional, meningkatkan mutu dan daya saing
pendidikan tinggi agama, meningkatkan Ma'had Aly pada
pondok pesantren, meningkatkan mutu pengelolaan dan
layanan pendidikan Diniyah dan pondok pesantren,
meningkatkan layanan pendidikan nonformal dan vokasional
pada pondok pesantren, meningkatkan mutu pendidikan agama
di sekolah, meningkatkan profesionalitas dan kesejahteraan
pendidik dan tenaga pendidikan, serta meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan Raudhatul
Athfal, Lembaga Pendidikan Islam, Perguruan Tinggi Agama,
pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.
Dalam RPJMN tersebut didukung melalui kebijakan
dengan fokus prioritas yakni peningkatan efisiensi dan
efektivitas manajemen pelayanan pendidikan melalui: (a)
pemantapan pelaksanaan desentralisasi pendidikan; (b)
pengelolaan pendanaan di tingkat pusat dan daerah yang
transparan, efektif dan akuntabel serta didukung sistem
pendanaan yang andal; (c) peningkatan peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, antara
lain, dalam bentuk komite sekolah; (d) peningkatan kapasitas
pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat pelaksanaan
desentralisasi Pendidikan termasuk diantaranya dalam bentuk
dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota; (e) peningkatan
kapasitas satuan pendidikan untuk mengoptimalkan
pelaksanaan otonomi pendidikan; dan (f) konsolidasi sistem
informasi dan hasil penelitian dan pengembangan pendidikan
untuk dimanfaatkan dalam proses pengambilan keputusan,
memperkuat monitoring, evaluasi, dan pengawasan
pelaksanaan program-program pembangunan pendidikan.
Program Pendidikan Islam bertujuan untuk meningkatkan
akses, mutu, relevansi, dan daya saing serta tata kelola,
akuntabilitas dan pencitraan Pendidikan Islam. Indikator yang
digunakan untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan
program ini adalah meningkatnya Angka Partisipasi Kasar
(APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Angka Partisipasi
Kasar (APK) pada Lembaga Pendidikan Islam diharapkan
meningkat dari tahun 2010 ke tahun 2014. Khususnya
peningkatan akses dan mutu Lembaga Pendidikan Islam yakni
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini
adalah:
a) Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan
Lembaga Pendidikan Islam.
b) Meningkatnya mutu layanan pendidikan Lembaga
Pendidikan Islam.
c) Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan Lembaga
Pendidikan Islam.
d) Meningkatnya mutu tata kelola Lembaga Pendidikan
Islam.
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui
penyediaan dan pengembangan sarana prasarana Lembaga
Pendidikan Islam, termasuk di daerah bencana, terperinci dan
tertinggal; pemanfaatan teknologi informasi bagi kegiatan
belajar mengajar dan pengelolaan pendidikan; penyediaan
bantuan peningkatan mutu Lembaga Pendidikan Islam;
peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan
partisipasi masyarakat dan bantuan luar negeri; penilaian dan
pemberian akreditasi; peningkatan kualitas manajemen.

3) Arah dan Kerangka Pengembangan Lembaga


Pendidikan Islam
Pendidikan Lembaga Pendidikan Islam dikembangkan
dengan mengacu pada visi dan misi yang berlandaskan pada
prinsip, yakni: (1) nilai-nilai normatif, religius, filosofis yang
diyakini kebenarannya; (2) lingkungan strategis; (3) sejumlah isu
strategis bangsa. Menurut Tilaar konseptual dan prospek dalam
pengembangan Lembaga Pendidikan Islam memasuki era
global sebagai berikut:55

Visi & Misi


Reposisi Madrasah dalam
Madrasah Konteks Global
Prospek
Madrasah

Madrasah
Unggul
55
Konsep dari Tilaar tersebut telah dimodifikasi oleh penulis. Lihat lebih jelas pada buku
HAR. Tilaar, paradigm…,166
Gambar 8: Kerangka Konseptual Reposis dan Reaktualisasi
Lembaga Pendidikan Islam

Sedangkan untuk landasan dalam mengembangkan visi


dan misi Lembaga Pendidikan Islam, sebagai berikut:
Visi makro Lembaga Pendidikan Islam, yakni
"Terwujudnya masyarakat dan bangsa Indonesia yang memiliki
sikap agamis, berkemampuan ilmiah amaliah, terampil dan
profesional". Sedangkan visi mikro, yakni "Terwujudnya individu
yang memiliki sikap agamis, berkemampuan ilmiah-diniyah,
terampil, dan profesional sesuai tatanan kehidupan. Misi
Lembaga Pendidikan Islam yakni:
a) menciptakan calon agamawan yang berilmu
b) menciptakan calon ilmuwan yang beragama
c) menciptakan calon tenaga terampil yang profesional dan
agamis.
Selain itu, bahwa prinsip fleksibelitas harus diterapkan
pada Lembaga Pendidikan Islam dengan prinsip komprehensif,
yakni dapat memberikan kemampuan akademik untuk studi
lanjutan dan sekaligus layanan keterampilan untuk memasuki
dunia kerja, sesuai dengan minat, kebutuhan, dan
kemampuannya. Dalam model ini, dapat diterapkan dengan
adanya kelompok mata pelajaran pokok yang wajib ditempuh
oleh peserta didik, dan ada kelompok mata pelajaran pilihan
sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik. Dengan cara
seperti ini, maka peserta didik dapat mengemas mata pelajaran
pilihan yang akan ditempuh nya sesuai dengan antisipasi peran
dan studi lanjutan setelah mereka lulus, sebagaimana dalam al
Quran dikatakan betapa pentingya memotivasi individu untuk
menjadi ahli dalam pekerjaannya dan melakukan pekerjaan
mereka dengan baik,
‫ص‬
ٌ ‫ص ْو‬ ٌ ٌَ‫صفًّا َكاَنَّ ُه ْم بُ ْن‬
ُ ‫ان َّم ْر‬ َ ًْ ِ‫ّٰللا ٌ ُِحبُّ الَّ ِذٌْنَ ٌُقَاتِلُ ْونَ ف‬
َ ‫سبِ ٌْ ِل ٖه‬ َ ‫ا َِّن ه‬
“ Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur,
mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang
tersusun kokoh” ( Q S. Saff. 4)56

Dalam tataran praksis pada pendidikan Lembaga


Pendidikan Islam Terpadu, ada beberapa prinsip dasar yang
akan menjadi acuan dalam pengembangan Pendidikan Islam,
antara lain:
a) Membangun prinsip kesetaraan, yakni antara sektor
pendidikan Lembaga Pendidikan Islam dengan sektor
pendidikan di luar Lembaga Pendidikan Islam, dan
dengan sektor-sektor lainnya.
b) Prinsip perencanaan pendidikan, yakni dituntut cepat
tanggap atas perubahan yang terjadi dan melakukan
upaya yang tepat secara normatif sesuai dengan cita-cita
masyarakatnya.
c) Prinsip rekonstruksionis, yakni bahwa pendidikan
Lembaga Pendidikan Islam mampu menghasilkan
produk-produk yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dan
lebih berorientasi masa depan dengan berpijak pada
kondisi sekarang.
d) Prinsip pendidikan berorientasi pada peserta didik, yakni
dalam pelayanan pendidikan mempertimbangkan sifat-
sifat peserta didik baik secara umum maupun spesifik.
e) Prinsip pendidikan multibudaya, yakni sistem pendidikan
harus mampu memahami masyarakat yang bersifat
plural.
56
. Departemen Agama RI, Al-Qura’an dan Terjemahannya, (Jakarta: 2001)
f) Prinsip pendidikan global, yakni mampu berperan dalam
menyiapkan peserta didik dalam konstelasi masyarakat
global.
Sedangkan konsep perkembangan Pendidikan Islam
57
dikembangkan memakai teori social-recontructivisme dengan
filosofi kebijakan sosial (social-policy) untuk menggantikan
filosofi kebijakan publik (public policy). Landasan filosofis
kebijakan sosial berangkat dari pengakuan bahwa siapa pun
memiliki hak dalam bidang dan tingkat kewenangan masing-
masing untuk menentukan arah dan mutu yang dikehendaki.

Teori inklusi oleh Thomas H. Huxley, pada abad ke-19.


Namun, teori ini berkembang dan dikembangkan oleh banyak ahli
dan praktisi pendidikan, termasuk seorang pendidik asal Kanada,
Carol Evans, yang memperkenalkan konsep "pendidikan inklusif"
Konsep inklusif dalam pendidikan adalah pendekatan bahwa
semua peserta didik, tanpa terkecuali, memiliki akses yang sama
dan dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan
memperoleh pengalaman belajar yang berkualitas dan pendekatan
inklusif bahwa peserta didk diterima dan diakui sebagai individu
yang unik dan memiliki potensi untuk berkembang dan belajar. Ini
berarti lingkungan belajar harus memfasilitasi pengembangan dan
pertumbuhan peserta didik, dan menghormati perbedaan dan
diversitas.
Pendekatan inklusif juga memastikan bahwa sekolah dan
guru memiliki peran aktif dalam membantu siswa memahami dan

57
Teori rekontruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis
dan sejenisnya. Tujuannya untuk peradaban manusia masa depan. Rekonstrusionisme dipelopori
oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru,
masyarakat yang pantas dan adil. Pola berpikir yang ditawarkan yakni pemakaian problem solving
dengan penyelesaian problema sosial yang signifikan. Berfikir tentang tujuan-tujuan jangka
pendek dan jangka panjang, penciptaan agen perubahan melalui partisipasi langsung dalam unsur-
unsur kehidupan, pendidikan berdasar fakta, learn by doing (belajar sambal bertindak). Lihat
Zuhairi, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 29-30.
menerima perbedaan, dan membantu membentuk masyarakat
yang inklusif dan toleran.
Dengan demikian, konsep inklusif dalam pendidikan sangat
penting untuk memastikan bahwa semua siswa memiliki
kesempatan yang sama untuk berkembang dan belajar, dan
membentuk masyarakat yang inklusif dan toleran.
Teori inklusi adalah teori yang menekankan pentingnya
semua anak, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus, memiliki
akses yang sama dan dapat terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran. Teori ini mengagas bahwa lingkungan belajar harus
memfasilitasi pengembangan dan pertumbuhan siswa, dan
menghormati perbedaan dan diversitas.58
Penerapan teori inklusi dalam pengembangan pendidikan
Islam memiliki beberapa hal yang perlu diperhatikan, di antaranya:
1. Menerima dan menghormati perbedaan: Pendidikan Islam
yang inklusif harus menerima dan menghormati perbedaan
antar siswa, termasuk perbedaan abilitas, kebudayaan,
agama, ras, dan jenis kelamin.
2. Memberikan akses yang sama: Semua siswa harus memiliki
akses yang sama untuk pendidikan dan memperoleh
dukungan untuk mencapai potensi mereka.
3. Memastikan partisipasi aktif: Semua siswa harus terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran dan memiliki
kesempatan untuk mengembangkan potensi mereka.
4. Lingkungan belajar yang inklusif: Lingkungan belajar harus
difasilitasi untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
pengembangan siswa dan menghormati perbedaan dan
diversitas.

58
Carol Evans, "Inclusive Education: A Proactive Approach" Inggris, Pearson Education
Limited pada tahun 2004) 56
5. Kerjasama: Pendidikan Islam inklusif harus bekerja sama
dengan siswa, keluarga, dan masyarakat untuk memastikan
bahwa pendidikan inklusif berhasil.
6. Pendekatan individual: Setiap siswa harus mendapatkan
pendekatan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan mereka.
7. Pendidikan untuk semua: Semua peserta didik, termasuk
mereka dengan kebutuhan khusus, harus memiliki hak yang
sama untuk pendidikan dan harus mendapatkan dukungan
untuk mencapai potensi mereka.

4) Strategi Pengembangan Pendidikan Islam


Menghadapi banyaknya persoalan dalam pengembangan
Lembaga Pendidikan Islam secara nasional yang sangat
dinamis, perlu adanya kejelasan rancangan dan kelenturan
dalam merespons perubahan situasi dan kondisi
Teori kritis (Critical Theory) adalah pendekatan
interdisipliner dalam teori sosial dan filsafat yang berfokus pada
analisis kekuasaan dan pengaruh sosial yang mempengaruhi
kehidupan manusia. Teori kritis berusaha untuk
mengungkapkan hubungan antara sistem sosial, kekuasaan,
dan ketidakadilan, serta untuk mendorong perubahan sosial
yang lebih adil.59
Prinsip-prinsip dasar dari teori kritis adalah sebagai
berikut:
1. Kekuasaan dan kontrol sosial: Teori kritis menekankan pada
pentingnya memahami bagaimana kekuasaan dan kontrol sosial

59
Paulo Freire "Pedagogy of the Oppressed" ( USA,Penguin Books, Continuum
International Publishing Group 1968 )
dipertahankan dan diterapkan dalam masyarakat. Konsep ini
membahas tentang bagaimana kekuasaan dapat digunakan
untuk mempertahankan ketidakadilan dan ketimpangan, serta
bagaimana kekuasaan dapat digunakan untuk memperjuangkan
perubahan sosial.
2. Refleksi kritis: Teori kritis menekankan pada pentingnya refleksi
kritis terhadap masyarakat dan budaya. Konsep ini membahas
tentang bagaimana manusia dapat melihat dan memahami
kekurangan dan kelemahan dalam masyarakat dan budaya,
serta mengusulkan perubahan sosial yang lebih adil.
3. Keadilan sosial: Teori kritis menekankan pada pentingnya
keadilan sosial sebagai tujuan akhir dari perubahan
sosial. Konsep ini membahas tentang bagaimana
manusia dapat memperjuangkan hak asasi manusia,
kesetaraan, dan keadilan sosial.
4. Emansipasi: Teori kritis menekankan pada pentingnya
pembebasan (emansipasi) manusia dari sistem yang
menghambat perkembangan manusia secara sosial,
politik, dan ekonomi. Konsep ini membahas tentang
bagaimana manusia dapat membebaskan diri dari sistem
yang menghambat perkembangan mereka.

Everett Rogers, difusi inovasi adalah suatu proses yang


membutuhkan waktu dan melibatkan banyak factor, dimulai dari
penemuan dan pengembangan inovasi, dan berlanjut hingga
adopsi dan implementasi oleh masyarakat. beberapa faktor,
seperti karakteristik inovasi, sifat individu yang memiliki peran
dalam proses inovasi, dan konteks sosial dan budaya. Dengan
memahami proses difusi inovasi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi, organisasi dan individu dapat membuat strategi
yang efektif untuk mempercepat dan memastikan adopsi
inovasi.60
Dalam pengembangan pendidikan Islam dengan
menerapkan teori difusi inovasi, beberapa hal yang perlu di
perhatikan sebagai berikut:
1. Identifikasi inovasi: melakukan identifikasi inovasi baru
dalam pendidikan Islam, seperti metode pengajaran baru,
program belajar, dan teknologi pembelajaran.
2. Kalkulasi relevansi: memastikan bahwa inovasi tersebut
relevant dengan visi dan misi pendidikan Islam, serta
memenuhi kebutuhan dan harapan siswa dan guru.
3. Komunikasi: menyampaikan informasi tentang inovasi
kepada tenaga pendidik, peserta didik, dan orangtua, serta
memastikan bahwa informasi yang disampaikan jelas dan
mudah dipahami.
4. Adopsi: memfasilitasi adopsi inovasi dengan cara
memberikan dukungan dan bimbingan kepada guru dan
siswa dalam menggunakan inovasi.
5. Evaluasi: melakukan evaluasi secara berkala terhadap
keberhasilan inovasi dalam pendidikan Islam, dan membuat
perbaikan jika diperlukan.
Dengan menerapkan teori difusi inovasi, pengembangan
pendidikan Islam dapat dilakukan secara efektif dan efisien,
serta memastikan bahwa inovasi tersebut diterima dan
diterapkan dengan baik oleh kepala sekolah melalui humas
sekolah, melalui pendekatan holistik dan memperhitungkan
faktor-faktor yang mempengaruhi.
Teori difusi informasi merupakan teori yang membahas
bagaimana informasi atau inovasi (seperti produk baru, teknologi

60
Rogers ,Everett "Diffusion of Innovations" (New York, AS ,Free Press 1999 ) 70
baru, atau gagasan baru) menyebar atau tersebar dalam suatu
populasi atau komunitas. Beberapa prinsip dasar dari teori difusi
informasi adalah sebagai berikut:61

1. Komunikator (Communicator): Komunikator adalah sumber atau


orang yang memperkenalkan inovasi atau informasi baru ke
dalam suatu populasi atau komunitas. Prinsip ini menyatakan
bahwa komunikator yang memiliki keahlian, kredibilitas, dan
kepercayaan yang tinggi akan lebih efektif dalam menyebarkan
informasi baru.
2. Inovasi (Innovation): Inovasi atau informasi baru yang akan
disebarluaskan haruslah memiliki keunggulan yang jelas
dibandingkan dengan inovasi atau informasi yang sudah ada
sebelumnya. Prinsip ini menyatakan bahwa inovasi yang lebih
mudah untuk dipahami, digunakan, dan diadopsi oleh
masyarakat akan lebih cepat tersebar.
3. Saluran Komunikasi (Communication Channels): Saluran
komunikasi atau media yang digunakan untuk menyebarkan
informasi juga mempengaruhi seberapa cepat informasi dapat
tersebar. Prinsip ini menyatakan bahwa saluran komunikasi
yang lebih interaktif, mudah diakses, dan relevan dengan
sasaran akan lebih efektif dalam menyebarkan informasi..
4. Waktu (Time): Waktu yang dibutuhkan untuk menyebarluaskan
informasi juga mempengaruhi tingkat adopsi inovasi atau
informasi baru. Prinsip ini menyatakan bahwa semakin cepat
informasi tersebar, semakin tinggi pula tingkat adopsi inovasi
atau informasi baru tersebut..
5. Sifat Sosial Manusia (Social System): Sifat sosial manusia juga
mempengaruhi bagaimana inovasi atau informasi baru diterima
dan diadopsi oleh masyarakat. Prinsip ini menyatakan bahwa

61
Rogers ,Everett "Diffusion of Innovations" (New York, AS ,Free Press 1999 ) 120
inovasi atau informasi baru yang cocok dengan nilai, norma, dan
kebiasaan masyarakat akan lebih mudah diterima dan diadopsi
6. Adopsi inovasi melibatkan proses penyebaran melalui jaringan
sosial: Adopsi inovasi melibatkan proses penyebaran melalui
jaringan sosial, yang dapat berupa kelompok-kelompok sosial
atau jaringan komunikasi formal atau informal.

Dan yang lebih penting cara berkomunikasi dalam


pengembangan pendidikan Islam, Ayat ini menekankan
starategi mengajak orang dengan cara yang bijaksana dan
penuh kasih sayang. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus
menekankan pada pengembangan keterampilan komunikasi
dan pemahaman yang baik tentang orang lain.

ًْ ‫س َن ِة َو َجاد ِْل ُه ْم ِبالَّ ِت‬


َ ‫ظ ِة ْال َح‬ َ ‫ا ُ ْدعُ ا ِٰلى‬
َ ‫س ِب ٌْ ِل َر ِبّ َك ِب ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع‬

َ‫س ِب ٌْ ِل ٖه َو ُه َو ا َ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهت َ ِدٌْن‬


َ ‫ع ْن‬ َ ‫س ۗ ُن ا َِّن َرب ََّك ُه َو اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬
َ ‫ض َّل‬ َ ‫ً ا َ ْح‬
َ ‫ِه‬
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.(Q S, An Nahl
125)”62

Pandangan holistik tentang dalam memenuhi kebutuhan


dan keinginan pelanggan mencakup pemahaman yang
menyeluruh tentang berbagai faktor yang mempengaruhi
perilaku stakehorder dan preferensi mereka. Ini melibatkan

62
. Departemen Agama RI, Al-Qura’an dan Terjemahannya, (Jakarta: 2001)
analisis yang mendalam, penilaian pesaing, dan pemahaman
mendalam tentang perilaku stakeholrder dan tren pendidikan.
Pertama, memahami pendidikan melibatkan analisis
tren, dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pasar.
Dalam memahami pasar, perlu juga dipertimbangkan faktor
demografis seperti pendapatan, dan lokasi geografis dari
stakeholder.
Kedua, menentukan target pengembagan pendidikan
melibatkan memilih kelompok stakeholder yang akan menjadi
focus sasaran. faktor psikologis yang mempengaruhi keputusan
menentukan pilihan.
Ketiga, memenuhi kebutuhan dan keinginan orang tua
murid melibatkan pengembangan sekolah dan layanan yang
sesuai dengan preferensi dan kebutuhan target pendidikan.
untuk memastikan bahwa keunggulan dan layanan yang
ditawarkan memiliki nilai yang lebih tinggi dari pesaing.

Dalam konteks pendidikan, branding sekolah juga


menjadi penting dalam menarik minat calon siswa dan
membangun citra positif sekolah. Hal ini melibatkan
membangun citra sekolah yang kuat, menonjolkan nilai-nilai
sekolah, dan menampilkan keunggulan dan prestasi akademik
dan non-akademik siswa. Selain itu, branding sekolah juga
harus mempertimbangkan kebutuhan dan preferensi orang tua
sebagai konsumen utama dalam memilih sekolah untuk anak-
anak mereka.

Perpektif pendekatan holistik dalam memahami pasar,


menentukan target pasar, dan memenuhi kebutuhan dan
keinginan pelanggan memerlukan pemahaman yang
menyeluruh tentang perilaku konsumen, tren pasar, dan
lingkungan bisnis secara keseluruhan. Branding yang efektif
juga penting dalam membedakan merek dari pesaing dan
membangun citra merek yang positif dalam benak konsumen.
Dalam era digital saat ini, branding juga harus dipertimbangkan
di dalam lingkungan online seperti media sosial dan website.
Branding yang konsisten dan terpadu di semua platform dapat
membantu membangun kepercayaan konsumen dan
memperkuat kesadaran merek.

Namun, penting untuk diingat bahwa branding tidak


hanya tentang mempromosikan merek secara berlebihan atau
memberikan janji palsu untuk menarik konsumen. Branding
yang efektif harus didukung oleh produk atau layanan
berkualitas dan memenuhi harapan konsumen. Oleh karena itu,
perusahaan atau sekolah harus memastikan bahwa produk dan
layanan yang ditawarkan selaras dengan citra merek dan nilai-
nilai yang dipromosikan.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan


pelanggan, penting untuk mempertahankan komunikasi yang
terbuka dengan konsumen dan mendengarkan umpan balik
mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui survei, riset pasar, atau
melalui platform online seperti media sosial. Dengan
mendengarkan umpan balik dari konsumen, perusahaan atau
sekolah dapat memperbaiki produk atau layanan mereka dan
memperbaiki pengalaman pelanggan.

Dalam kesimpulannya, memahami pasar, menentukan


target pasar, dan memenuhi kebutuhan dan keinginan
pelanggan merupakan elemen penting dari strategi pemasaran
yang holistik. Branding juga penting dalam membedakan merek
dari pesaing dan membangun citra merek yang positif dalam
benak konsumen. Dalam rangka mencapai tujuan ini,
perusahaan atau sekolah harus memahami perilaku konsumen
dan tren pasar secara menyeluruh, serta mempertimbangkan
faktor-faktor seperti nilai-nilai merek, citra, dan posisi merek
dalam benak masyarakat.
Karya Philip Kotler "Marketing Management" tentang
teori pemasaran dan bagaimana membuat dan menerapkan
strategi pemasaran yang efektif. Dan memberikan pandangan
holistik tentang bagaimana memahami pasar, menentukan
target pasar, dan memenuhi kebutuhan dan keinginan
pelanggan
Branding adalah proses membangun identitas dan citra
sebuah merek (termasuk sekolah) untuk membedakan merek
tersebut dari merek lain dan membangun persepsi positif dalam
benak konsumen atau masyarakat.63
Kevin Lane Keller "Strategic Brand Management:
Building, Measuring, and Managing Brand Equity". Teori
branding yang membantu organisasi memahami bagaimana
membangun dan mempertahankan identitas merek yang kuat
dan menguntungkan, serta bagaimana mempromosikan merek
kepada audiens yang tepat.64
Menurut teori identitas sosial, individu memiliki dua jenis identitas, yaitu
identitas personal dan identitas sosial. Identitas personal berkaitan
dengan atribut individu sebagai individu yang unik, sedangkan identitas
sosial berkaitan dengan atribut individu sebagai anggota kelompok
tertentu. Kelompok sosial yang dimaksud dalam teori ini bisa berupa
kelompok yang bersifat informal, seperti keluarga dan teman-teman, atau

.Philip Kotler "Marketing Management” ( Amerika Serikat. Prentice Hall, Pearson


63

Education pada tahun 1998) 98


64
Kevin Lane Keller "Strategic Brand Management: Building, Measuring” (Inggris,
Routledge, McGraw-Hill, and Cengage, 1998) 92
kelompok yang lebih formal, seperti agama, ras, gender, profesi, dan lain
sebagainya.

Teori identitas sosial juga menyatakan bahwa individu cenderung


membandingkan diri mereka dengan kelompok sosial yang mereka
identifikasi. Dalam hal ini, kelompok sosial tersebut menjadi referensi bagi
individu dalam mengevaluasi diri mereka sendiri. Dalam proses ini,
individu dapat merasa bangga atau malu dengan kelompok sosial mereka
tergantung pada bagaimana kelompok tersebut dinilai oleh orang lain.
dapat mempengaruhi perilaku dan hubungan antarindividu. Konsep ini
juga berimplikasi pada berbagai aspek kehidupan, seperti perilaku
konsumen, politik, organisasi, dan sosial.

Teori Identitas Sosial dapat diaplikasikan dalam membangun citra sekolah


yang positif. Beberapa prinsip Teori Identitas Sosial yang dapat diterapkan
dalam membangun citra sekolah antara lain:65

1. Memperkuat identitas sosial siswa: Sekolah dapat membantu siswa


memperkuat identitas sosial mereka dengan memberikan
pengalaman yang positif dalam kelompok-kelompok sosial yang

65
. Henri Tajfel dan John Turner "An Integrative Theory of Intergroup Conflict" (Academic
Academic ,Press 2001)
diidentifikasi, seperti kelas atau klub. Hal ini akan membantu siswa
merasa terhubung dengan sekolah mereka dan merasa bangga
menjadi bagian dari sekolah tersebut.
2. Mempertahankan nilai-nilai yang diinginkan: Sekolah harus
menentukan nilai-nilai yang diinginkan yang dijadikan standar untuk
mengevaluasi kinerja dan perilaku siswa dan staf sekolah. Dengan
menegakkan nilai-nilai tersebut, sekolah dapat memperkuat citra
positif yang dapat meningkatkan kebanggaan siswa terhadap
sekolah mereka.
3. Meningkatkan interaksi antar kelompok sosial: Sekolah dapat
membantu meningkatkan interaksi antar kelompok sosial, seperti
program mentoring antara siswa yang lebih tua dan lebih muda
atau kegiatan ekstrakurikuler yang melibatkan siswa dari berbagai
kelompok sosial. Hal ini dapat membantu siswa memahami dan
menghargai perbedaan dalam kelompok sosial mereka dan
meningkatkan rasa keterikatan mereka terhadap sekolah.
4. Menjaga citra positif: Sekolah harus menjaga citra positif mereka
dengan memastikan keamanan, kenyamanan, dan lingkungan
belajar yang positif. Hal ini akan membantu siswa merasa aman
dan nyaman dalam lingkungan belajar mereka, dan dapat
memperkuat citra positif sekolah.

Teori Aspek Self-Perception, yang dikembangkan oleh psikolog sosial


Daryl Bem menyatakan bahwa individu memperoleh pengetahuan tentang
diri mereka sendiri melalui pengamatan terhadap perilaku mereka dan
situasi-situasi yang mereka alami. Teori ini menekankan bahwa individu
tidak memiliki gambaran yang pasti tentang diri mereka sendiri, melainkan
mereka membentuk konsep tentang diri mereka melalui pengamatan dan
interpretasi mereka terhadap perilaku mereka sendiri.

Dalam konteks pendidikan Islam, prinsip-prinsip Teori Aspek Self-


Perception dapat diterapkan dengan memotivasi siswa untuk melakukan
refleksi diri dan introspeksi. Dengan merenungkan perilaku mereka dan
situasi-situasi yang mereka alami dalam konteks pendidikan Islam, siswa
dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang diri mereka
sendiri, kekuatan dan kelemahan mereka, serta potensi mereka untuk
berkembang.

Selain itu, guru atau pembimbing dapat memanfaatkan Teori Aspek Self-
Perception untuk membangun kepercayaan diri siswa dan meningkatkan
motivasi belajar mereka. Dengan memberikan umpan balik yang positif
dan memperlihatkan kepercayaan pada kemampuan siswa, siswa dapat
merasa lebih percaya diri dan termotivasi untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam mereka.

Teori Aspek Self-Perception yang dikembangkan oleh Daryl Bem pada


tahun 1960-an mengemukakan beberapa prinsip-prinsip, antara lain:66

1. Individu membentuk konsep tentang dirinya melalui pengamatan


terhadap perilaku dan tindakannya.
2. Konsep diri individu tidak terbentuk secara langsung, tetapi melalui
proses pengamatan dan interpretasi terhadap perilaku mereka.
3. Individu cenderung menggunakan perilaku mereka sendiri untuk
mengukur keyakinan dan sikap mereka terhadap situasi dan
lingkungan.
4. Individu dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang diri
mereka sendiri melalui proses refleksi dan introspeksi.

66
. Daryl Bem "Self-Perception Theory". 1972
5. Perubahan dalam perilaku individu dapat mempengaruhi konsep
diri mereka dan keyakinan serta sikap mereka terhadap situasi dan
lingkungan.

sekolah Islam Terpadu juga dapat menerapkan strategi


branding melalui penggunaan teknologi dan media digital. Ini
akan membantu sekolah mempromosikan diri dan menjangkau
audiens yang lebih luas. Berikut adalah beberapa cara untuk
melakukannya:
1. Menciptakan website resmi sekolah yang informatif dan
mudah digunakan.
2. Menggunakan media sosial seperti Facebook, Instagram,
dan Twitter untuk memposting informasi tentang sekolah,
acara, dan kegiatan peserta didik.
3. Menciptakan video atau infografis tentang sekolah dan
program pendidikan Islam untuk diposting di media sosial
dan website.
4. Melakukan survei dan mengumpulkan umpan balik dari
siswa, orang tua, dan masyarakat untuk mengetahui
persepsi publik tentang sekolah dan memperbaikinya.
5. Menciptakan publikasi seperti buletin atau majalah untuk
memperkuat identitas dan citra sekolah.
6. Dengan menerapkan strategi branding yang tepat dan
menggunakan teknologi dan media digital, sekolah Islam
Terpadu akan memiliki kesempatan untuk menjangkau
audiens yang lebih luas dan mempromosikan diri dan
pendidikan Islam secara efektif

Strategi pengembangan Lembaga Pendidikan Islam


adalah kejelasan rancangan, fleksibilitas terhadap perubahan,
kemampuan dan kearifan dalam pengambilan keputusan yang
tepat sasaran, sebagai berikut:
a) Menjadikan ajaran agama Islam sebagai basic references
seluruh kegiatan pengembangan pendidikan di Lembaga
Pendidikan Islam.
Ajaran Islam merupakan fondasi dari seluruh aktivitas
kehidupan manusia muslim, karena itu proporsional
manakala setiap kegiatan pendidikan di Lembaga
Pendidikan Islam memakai rujukan utama Al-Quran, baik
pada tingkat literal maupun konseptual. Hal ini penting dari
hasil pengembangan kehidupan masyarakat yang Islami.
Dalam tataran yang lebih makro, pendidikan di Lembaga
Pendidikan Islam harus menghasilkan lulusan yang memiliki
kedudukan sentral dalam memberi warna kehidupan
masyarakat sekitarnya. Bertolak dari cara pandang ini maka
pembangunan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
harus mengacu kepada ajaran Islam dalam berbagai segi
dan kegiatannya. Pada dataran manajemen Lembaga
Pendidikan Islam tingkat nasional hal ini bermula dari
perencanaan pengembangan sejalan penyusunan falsafah
dasar sampai terakhir dalam bentuk rencana detail
pengembangan tiap komponen pembangunan Lembaga
Pendidikan Islam. Sementara pada dataran tingkat lokal,
warna seluruh implementasinya terletak sejak perencanaan
kurikulum, rekrutmen murid dan guru, proses belajar
mengajar dan penarikan sumber daya pendidik dari aktivitas
pendidikan.67

67
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan (Jakarta: Gemawindu
Pancaperkasa, 2000), 128-129.
b) Pendidikan Islam Terpadu sebagai lembaga pendidikan
umum yang berciri khas agama Islam, berfungsi sebagai
pengembang dasar-dasar keterampilan multidimensi.

Hal ini lantaran pendidikan pada Lembaga Pendidikan


Islam pada dasarnya merupakan subsistem dari pendidikan
umum yang sederajat. Pendidikan pada Lembaga Pendidikan
Islam memiliki fungsi yang sama dengan pendidikan umum
lainnya yakni untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia
dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.
Demikian juga halnya dengan tujuan pada pendidikan
Lembaga Pendidikan Islam. terikat pada tujuan pendidikan
nasional, yakni "mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan." Sejalan dengan semakin terverifikasi jenis-jenis
keterampilan pembangunan yang diperlukan, maka
pengembangan dasar keilmuan dan penguasaan keterampilan
profesional tingkat menengah pun (dalam hal ini pendidikan di
Lembaga Pendidikan Islam) perlu pengembangan ke segala
sektor kehidupan. Sudah barang tentu hal ini ini dengan
memperhitungkan kondisi daerah, kecenderungan penyediaan
sumber daya alam, keterbukaan peluang sektor-sektor profesi
kehidupan serta ketersediaan sumber daya manusianya.

5) Pengembangan secara bertahap


Pengembangan sekolah Pendidikan Islam Terpadu ke
arah yang menjadi visi rencana pengembangan harus dilakukan
secara bertahap. Pentahapan dalam pengembangan
dimaksudkan supaya dalam kegiatan yang sifatnya ad-hock
terhindari, sebab kegiatan demikian akan mengakibatkan
program antar periode jabatan pejabat jadi tidak dalam satu
kesatuan yang menyeluruh, sehingga pengembangan tidak
pernah selesai dan diketahui hasilnya secara jelas.
Untuk mengatasi permasalahan dalam pengembangan
Lembaga Pendidikan Islam secara nasional, diperlukan upaya
bertahap. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kompleksitas
permasalahan dan memberikan intervensi pada kegiatan
pembinaan. Dalam hal ini, diperlukan peningkatan keterampilan
manajemen dan kesadaran fungsi bagian-bagian pengelola
sekolah Pendidikan Islam Terpadu. Selain itu, sarana dan
prasarana pendidikan juga perlu ditingkatkan, baik fasilitas fisik
maupun non fisik seperti perangkat supervisi tenaga pedidik.
Mutu staf pengajar dan tata usaha juga perlu ditingkatkan.
Rangsangan kegiatan siswa dan pembinaan lulusan juga
merupakan bagian penting dalam pengembangan Lembaga
Pendidikan Islam secara nasional.
Dengan melihat permasalahan di atas, maka tahapan-
tahapan pengembangan Lembaga Pendidikan Islam setidaknya
memerlukan empat tahapan yaitu:
a) Pemerataan kesadaran dan keterampilan manajemen
pada tingkat pengelola dan pelaksanaan Lembaga
Pendidikan Islam.
b) Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan
Lembaga Pendidikan Islam.
c) Pengadaan dan peningkatan mutu staf pengajar.
d) Pengadaan dan peningkatan mutu staf tata usaha.
6) Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).

Pengembangan dan pendidikan merupakan dua konsep


yang berbeda, tetapi memiliki keterkaitan yang saling
mempengaruhi satu sama lain. Dalam konstelasi tulisan ini,
pengembangan dapat dilakukan melalui pendidikan, sehingga
pendidikan menjadi wahana bagi pengembangan. Untuk itu,
maka pendidikan memerlukan sumber daya manusia yang
kompeten sehingga aset bagi proses pengembangan dan
sumber daya manusia yang kompeten tersebut dicapai melalui
proses pengembangan. Dengan demikian, sumber daya
manusia menjadi bagian penting dalam pengembangan dan
pendidikan.
Pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri atas
komponen-komponen yang saling terkait secara fungsional bagi
tercapainya pendidikan yang berkualitas. Setidaknya terdapat
empat komponen utama dalam pendidikan, yaitu: sumber daya
manusia, dana, sarana, prasarana, dan kebijakan. Komponen
sumber daya manusia dapat dikatakan menjadi komponen
strategis, karena dengan sumber daya manusia berkualitas
dapat mendayagunakan komponen lainnya, sehingga tercapai
efektivitas dan efisiensi pendidikan. Dimana sumber daya
manusia berkualitas dapat dicapai dengan pengembangan
sumber daya manusia.
Pengembangan adalah upaya meningkatkan sesuatu
agar lebih bertambah baik. Pengembangan sumber daya
manusia dapat dilakukan melalui pendidikan dan latihan. Seperti
dikemukakan Sikula:
“Development in reference to staffing and personnel
matters, is a long term educational process utilizing a
systematic and organized procedure by which managerial
personel learn conceptual and theoetical knowledge for
general purpuses. Training is a short term educational
process utilizing a systematic and orgenized procedure
by which nonmanagerial personnel learn technical
knowledge and skill for a definite purpose.”68

Hasibuan mengemukakan bahwa pengembangan adalah


suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoretis,
konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan latihan. Menurut
Bella, pendidikan kan dan latihan = pengembangan yaitu
merupakan proses peningkatan keterampilan kerja, baik secara
teknis maupun manajerial. Dimana, pendidikan berorientasi
pada teori dan berlangsung lama, sedangkan latihan
berorientasi pada praktek dengan waktu relatif singkat.69
Dalam upaya pengembangan sumber daya manusia
hendaknya berdasarkan kepada prinsip peningkatan kualitas
dan kemampuan kerja. Terdapat beberapa tujuan
pengembangan sumber daya manusia, diantaranya adalah: (1)
meningkatkan kompetensi secara konseptual dan teknikal; (2)
meningkatkan produktivitas kerja; (3) meningkatkan efisiensi
dan efektivitas; (4) meningkatkan status dan karier kerja; (5)
meningkatkan pelayanan terhadap klient; (6) meningkatkan
moral-etis; (7) meningkatkan kesejahteraan.
Berdasarkan penuturan Hasibuan, terdapat dua jenis
pengembangan sumber daya manusia, yaitu pengembangan
sumber daya manusia secara formal dan secara informal.
Pertama, pengembangan sumber daya manusia secara formal
yaitu sumber daya manusia yang ditugaskan oleh lembaga
untuk mengikuti pendidikan atau latihan, baik yang dilaksanakan

68
Andrew F. Sikula, Personnel Administration and Human Resources Management (New
York: A. Wiley Trans Ed. By John Wiley & Sons Inc., 1981), 38
69
Malayu P. Hasibuan, Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah (Jakarta: Bumi Aksara,
2007), 69
oleh lembaga tersebut maupun lembaga diklat. Pengembangan
sumber daya manusia secara formal dilakukan karena tuntutan
tugas saat ini maupun masa yang akan datang. Dengan
demikian, jenis pengembangan ini dapat memenuhi kebutuhan
kompetensi sumber daya manusia yang bersifat empirical needs
dan predictive needs bagi eksistensi dan berkelanjutan
lembaga. Kedua, pengembangan sumber daya manusia secara
informal yaitu pengembangan kualitas sumber daya manusia
secara individual berdasarkan kesadaran dan keinginan sendiri
untuk meningkatkan kualitas diri sehubungan dengan tugasnya.
Banyak cara yang dapat dilakukan sumber daya manusia untuk
meningkatkan kemampuannya, namun jenis pengembangan ini
memerlukan motivasi intrinsik yang kuat dan kemampuan
mengakses sumber-sumber informasi sebagai sumber belajar.70
Terdapat lima domain penting dalam pengembangan
sumber daya manusia bidang pendidikan, yaitu: profesionalitas,
daya kompetitif, kompetensi fungsional, keunggulan partisipatif,
dan kerjasama.71 Dimilikinya kemampuan terhadap kelima
domain tersebut merupakan modal utama bagi sumber daya
manusia dalam menghadapi masyarakat ilmu (Knowledge
Society) yang dinamis. Asumsi yang mendasari pentingnya
kelima domain tersebut adalah sebagai berikut.
a) Profesionalitas
Profesionalitas adalah tingkatan kualitas atau
kemampuan yang dimiliki sumber daya manusia dalam
melaksanakan profesinya. Sedangkan profesionalisme
adalah penyikapan terhadap profesi dan profesionalitas yang
dimilikinya. Sumber daya manusia yang profesional adalah
mereka yang memiliki keahlian dan keterampilan melalui
proses pendidikan dan latihan. Kemampuan tersebut
70
Malayu Hasibuan S. P, Manajemen. 72-73
71
Malayu Hasibuan S. P, Manajemen. 74-77
meliputi kemampuan teknik dan kemampuan konseptual
dalam memberikan layanan formal sesuai dengan profesi
dan keahliannya. Berdasarkan kemampuan sumber daya
manusia dalam melaksanakan tugasnya tersebut, maka
masyarakat akan mengakui dan menghargai nya. Dengan
kata lain, penghargaan dan pengakuan masyarakat
bergantung kepada keprofesionalan sumber daya manusia.

Pengakuan masyarakat terhadap suatu profesi


bersifat merit, sehingga menurut sumber daya manusia yang
berkualitas. sumber daya manusia bidang pendidikan,
mereka bekerja dalam suatu masyarakat profesional
(profesional community) yang menurut kejujuran profesional
agar dapat memberikan layanan profesi sesuai dengan
harapan masyarakat. Namun demikian, kejujuran profesional
perlu disikapi dengan upaya meningkatkan profesionalitas.
Untuk itu, pengembangan sumber daya manusia ke arah
profesional merupakan langkah strategis. sumber daya
manusia yang melaksanakan profesinya berlandaskan
profesionalisme memiliki kemampuan untuk menyelaraskan
kemampuan dirinya dengan visi dan misi Lembaga. Artinya,
Sumber daya manusia tersebut akan mengaktualisasikan
seluruh potensi yang ada dan mendayagunakan nya dalam
memberikan layanan kepada masyarakat, sehingga
masyarakat merasakan manfaat dan mengakui
keberadaannya.
b) Daya Kompetitif
Sumber daya manusia yang memiliki daya kompetitif
adalah mereka yang memiliki kemampuan ikut serta dalam
persaingan. Apabila kita memandang bahwa melaksanakan
tugas adalah suatu persaingan, maka sumber daya manusia
yang memiliki daya kompetitif adalah mereka yang dapat
berfikir kreatif dan produktif. Sumber daya manusia yang
berpikir kreatif dapat bersaing dan dapat memunculkan
kreasi-kreasi baru. Berpikir kreatif dilandasi dengan
kemampuan berpikir eksponensial dan mengeksplorasi
berbagai komponen secara tekun dan ulet hingga
menghasilkan suatu inovasi.
Sumber daya manusia yang inovatif tidak hanya
terbatas pada kemampuan melaksanakan pekerjaan sesuai
dengan tugasnya, melainkan kemampuan mencari dan
menggunakan cara baru dalam menyelesaikan tugasnya
tersebut. Sikap tekun dan ulet dalam melaksanakan tugas
hanya dapat menghasilkan prestasi temporer, sedangkan
tekun dan ulet dalam berpikir kreatif akan menghasilkan
prestasi berkelanjutan.
Salah satu sifat sumber daya manusia yang inovatif
adalah mereka yang tidak merasa puas dengan apa yang
telah dikerjakan dan dihasilkannya, melainkan merasa
penasaran atas kinerja nya. sumber daya manusia yang
inovatif hanya dapat dihasilkan melalui proses
pengembangan kemampuan berpikir kreatif. Artinya, sumber
daya manusia yang memiliki daya kompetitif harus memiliki
kecerdasan intelektual agar dapat memiliki banyak alternatif
dalam memilih dan menentukan strategi yang tepat.
c) Kompetensi fungsional
Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki individu
untuk melaksanakan profesinya. Sesungguhnya kompetensi
tersebut merupakan suatu sistem pengetahuan yang terdiri
atas pengetahuan konseptual, pengetahuan teknik,
pengetahuan menyeleksi, dan pengetahuan memanfaatkan.
Apabila seluruh pengetahuan tersebut diaktualisasikan
secara simultan, maka manfaatnya dapat dirasakan baik
oleh yang bersangkutan maupun oleh masyarakat.
Kompetensi pada tiga tataran pertama, yaitu
kemampuan: konseptual, teknik, dan memutuskan
merupakan kompetensi potensial. Kompetensi pada tataran
aplikasi tepat waktu dan tepat sasaran, itulah kompetensi
fungsional. Kompetensi fungsional akan menunjukkan
efektivitasnya manakala sumber daya manusia memiliki
motivasi yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsik berkaitan erat dengan etos kerja,
sedangkan motivasi ekstrinsik dapat berasal dari rekan kerja,
lembaga, dan masyarakat.
Sumber daya manusia yang memiliki kompetensi
fungsional adalah mereka yang memiliki kemampuan dalam
mendayagunakan potensi diri (kompetensi potensial) yang
disumbangkan (kemampuan mengaplikasikan secara tepat)
dalam melaksanakan tugas atau profesinya. Untuk itu,
pengembangan sumber daya manusia bidang pendidikan
dengan memberikan motivasi merupakan salah satu strategi
yang dapat dipilih. Motivasi tersebut mungkin berupa posisi
atau salary. Menurut Tilaar, pengembangan sumber aya
manusia selain meningkatkan kemampuan profesional juga
meningkatkan posisi dan pendapatan.
d) Keunggulan partisipatif
Sumber daya manusia unggul adalah sumber daya
manusia berkualitas yang memiliki kemampuan lebih
dibandingkan dengan yang lainnya. Mereka dapat
mengembangkan potensi diri dan sumber daya lainnya
seoptimal mungkin. Dengan kemampuannya tersebut,
sumber daya manusia yang unggul dapat mencapai prestasi
untuk kemajuan dirinya, lembaga, bangsa dan negara.
Mereka yang memiliki keunggulan dapat survive dalam
kehidupan yang kompetitif, karena mereka memiliki banyak
pilihan dan kecerdasan untuk mengambil keputusan yang
tepat.
Terdapat dua jenis sumber daya manusia unggul,
yaitu: keunggulan individualistik dan keunggulan
partisipatoris. sumber daya manusia unggul secara
individualistik adalah mereka yang memanfaatkan
kemampuan dirinya untuk kepentingan pribadi. Hal ini sangat
berbahaya, karena sumber daya manusia yang unggul
individualistik dapat melahirkan manusia tipe homo homini
lupus. Sedangkan sumber daya manusia unggul secara
partisipatoris adalah mereka yang memiliki keunggulan
dalam mengembangkan potensi diri untuk ikut berpartisipasi
dalam kehidupan, baik yang bersifat kompetitif maupun
kooperatif dan solidaritas sosial. Dengan demikian,
pengembangan sumber daya manusia bidang pendidikan
adalah upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
yang unggul partisipatoris. Untuk itu, sangat penting
kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual
dikembangkan secara terintegratif, karena akan menjadi
kekuatan sinergis dalam melaksanakan tugas.
e) Kerja Sama
Kemampuan kerjasama (teamwork) sangat penting di
era globalisasi, karena dengan kemampuan tersebut akan
menjadi kekuatan potensial bagi suatu organisasi atau
institusi. Sesungguhnya, era globalisasi bersifat potensial
yang menuntut kemampuan menyeleksi dan
mendayagunakannya agar teraktualisasikan hingga nilai
guna. Salah satu upaya mengaktualisasikan potensi tersebut
adalah melalui kerja sama. Namun demikian, aspek penting
dalam proses seleksi dan memanfaatkan potensi tersebut
adalah kemampuan menyelaraskannya dengan nilai-nilai
indigenous. Pada tataran praktis operasional, Sumber daya
manusia yang memiliki nilai-nilai indigenous tersebut adalah
memahami visi dan misi Lembaga, serta merefleksikannya
dalam pelaksanaan tugas.
Sumber daya manusia yang memiliki kemampuan
kerjasama harus diimbangi dengan kemampuan untuk
mengembangkan jaringan kerjasama (network). Pentingnya
jaringan kerjasama dan kerjasama menjadi katalisator bagi
tercapainya efektivitas dan efisiensi kerja. Kemampuan yang
dibutuhkan dalam kerjasama adalah mengembangkan
kemampuan untuk mengintegrasikan kemampuan diri dengan
kemampuan mitra kerja terhadap orientasi kerjasama. Untuk itu,
pengembangan pada aspek dedikasi, disiplin, dan kejujuran
sangat mutlak dalam suatu kerjasama, termasuk jujur terhadap
kemampuan diri.
Pengembangan sumber daya manusia pada 5 domain
tersebut merupakan upaya mewujudkan sumber daya manusia
berkualitas untuk mempersiapkan masyarakat dan bangsa
dalam menghadapi transformasi sosial yang kompetitif. Di mana
pendidikan dan latihan menjadi wahana efektif bagi terwujudnya
sumber daya manusia berkualitas tersebut. Namun demikian,
disinyalir banyak pihak bahwa pada tataran empiris, sumber
daya manusia yang telah melalui proses pendidikan dan latihan
belum signifikan peningkatan kualitasnya. Untuk itu, terhadap
pengembangan sumber daya manusia pada kelima domain di
atas, masih diperlukan upaya pengendalian mutu terpadu atau
total quality control (TQC) dari pihak yang memiliki wewenang,
pada lembaga di mana sumber daya manusia bertugas. Selain
itu, pendidikan dan latihan sebagai wahana pengembangan
sumber daya manusia diperlukan suatu program Diklat terpadu
agar tercapai efektifitasnya.
Pengembangan sumber daya manusia bidang pendidikan
hendaknya tidak hanya sebatas pada peningkatan kemampuan
untuk mempersiapkan masyarakat dalam mengikuti perubahan,
melainkan lebih jauh ke depan adalah kemampuan
mempersiapkan insan inovator bagi perubahan. sumber daya
manusia yang memiliki kemampuan tersebut menjadi aset
strategis dalam merealisasikan peran pendidikan sebagai agent
of innovation dan agent of changes. Selain itu, dapat
menghasilkan insan-insan yang memiliki daya kompetitif yang
tidak meninggalkan nilai-nilai indigenous, sehingga mampu
menunjukkan jati diri yang bermoral-etis dan identitas lembaga
pada percaturan global.
9) Pengembangan Sarana dan Prasarana
Sarana pendidikan yaitu perlengkapan yang secara
langsung dipergunakan untuk proses pendidikan seperti meja,
kursi, kelas dan media pengajaran. Prasarana pendidikan ialah
fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses
pendidikan, seperti halaman, kebun, taman. Sarana dan
prasarana pendidikan juga sering disebut dengan fasilitas atau
perlengkapan sekolah. Manajemen perlengkapan sekolah dapat
diartikan sebagai proses kerjasama pendayagunaan semua
perlengkapan pendidikan secara efektif dan efisien.72
Sarana dan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang
diperlukan untuk membantu proses belajar-mengajar di setiap
satuan pendidikan baik formal maupun non formal. Sarana
pendidikan adalah peralatan atau barang yang digunakan
secara langsung dalam proses belajar-mengajar, sementara
prasarana adalah fasilitas pendukung yang tidak secara
72
. Ibrahim Bafadal, Manajemen Perlengkapan Sekolah: Teori dan Aplikasinya (Jakarta:
Bumi Aksara, 2004), cet. 2, 2
langsung digunakan dalam proses pembelajaran. Kedua hal ini
penting dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan
mencapai tujuan pendidikan nasional.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan lembaga
pendidikan dalam pengelolaan sarana dan prasarana
pendidikan, yaitu:
a) Prinsip pencapaian tujuan: manajemen sarana dan
prasarana dalam rangka untuk mencapai tujuan
pendidikan dapat dikatakan berhasil, apabila sarana dan
prasarana/fasilitas itu selalu siap pakai setiap saat.
b) Prinsip efisiensi: pengadaan sarana dan prasarana
dilakukan dengan perencanaan yang hati-hati, sehingga
memperoleh fasilitas yang baik dengan relatif murah,
pemakaiannya dilakukan dengan sebaik-baiknya, serta
dilengkapi dengan petunjuk teknis penggunaannya.
c) Prinsip administratif: pengelolaan fasilitas pendidikan
hendaknya memperhatikan undang-undang, peraturan,
instruksi dan pedoman yang telah diberlakukan oleh
pemerintah.
d) Prinsip kejelasan tanggung jawab: pengelolaan fasilitas
pendidikan perlu adanya pengorganisasian (pembagian)
kerja, serta semua tugas dan tanggung jawab semua
personel di deskripsikan dengan jelas.
e) Prinsip kekohesifan: pengelolaan fasilitas harus
direalisasikan dengan proses kerja lembaga yang
kompak, serta adanya kerjasama antara personil yang
satu dengan personil yang lainnya.73
Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip manajemen
sarana dan prasarana pendidikan meliputi: tujuan, efisiensi,
administratif, kekohesifan, dan tanggung jawab.

73
Ibrahim Bafadal, Manajemen . 5-6.

Anda mungkin juga menyukai