OLEH :
HIMAWAN FUADDIANSYAH
NIM : 042684604
1. Jelaskan dan Sebutkan Ciri – Ciri Interaksi Sosial !
a) Ada hubungan
Setiap interaksi sudah barang tentu terjadi karena adanya
hubungan antara individu dengan individu maupun antara
individu dengan kelompok.
b) Ada Individu
Setiap interaksi sosial menurut tampilnya individu–individu yang
melaksanakan hubungan.
c) Ada Tujuan
Setiap interaksi sosial memiliki tujuan tertentu seperti
mempengaruhi individu lain.
d) Ada Hubungan dengan struktur dan fungsi sosial
Interaksi sosial yang ada hubungan dengan struktur dan fungsi
kelompok ini terjadi karena individu dalam hidupnya tidak
terpisah dari kelompok. Di samping itu, tiap–tiap individu memiliki
fungsi di dalam kelompoknya.
1. Kaidah Agama
Kaidah yang didasarkan pada agama/ kepercayaan yang
dianut oleh para pemeluknya. Bagi para pemeluknya, kaidah
dianggap sebagai peraturan dari Tuhan yang mengatur cara
interaksi dan kehidupan bagi pemeluknya. Baik mengatur interaksi/
hubungan manusia dengan manusai sendiri, hubungan manusia
dengan alamnya maupun hubungan manusia dengan Tuhannya.
Bagi yang mematuhi maupun yang melanggarnya akan
mendapatkan balasan dari Tuhan, baik di dunia maupun di akhirat.
2. Kaidah Kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah kaidah yang bersumber dari rasa
kesusilaan masyarakat dengan pendukung berupa batin atau hati
nurani manusia melalui perasaan atau bisikan dari hatinya. Rasa ini
bertujuan untuk melindungi manusia dan masyarakat itu sendiri.
Kaidah kesusilaan mendorong manusia untuk menjadi seseorang
yang beraklak mulia, jika seseorang melanggar kaidah kesusilaan
dia tidak mendapatkan hukuman/ sanksi dari lainnya melainkan dari
dirinya sendiri. Manusia yang melanggar kaidah kesusilaan akan
dihinggapi perasaan menyesal dan rasa bersalah.
3. Kaidah Kesopanan
Kaidah kesopanan adalah aturan hidup bermasyarakat
tentang tingkah laku yang baik dan tidak baik baik, patut dan tidak
patut dilakukan, yang berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat
atau komunitas tertentu. Kaidah ini biasanya bersumber dari adat
istiadat, budaya, atau nilai-nilai masyarakat. Ini sejalan dengan
pendapat Widjaja tentang moral dihubungkan dengan eika, yang
membicarakan tentang tata susila dan tata sopan santun. Tata sopan
santun mendorong berbuat baik, sekedar lahiriah saja, tidak
bersumber dari hati nurani, tapi sekedar menghargai menghargai
orang lain dalam pergaulan (Widjaja, 1985: 154). Dengan demikian
kaidah kesopanan itu bersifat kultural, kontekstual, nasional atau
bahkan lokal. Berbeda dengan kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan
itu tidak bersifat universal. Suatu perbuatan yang dianggap sopan
oleh sekelompok masyarakat mungkin saja dianggap tidak sopan
bagi sekelompok masyarakat yang lain. Sejalan dengan sifat
masyarakat yang dinamis dan berubah, maka kaidah kesopanan
dalam suatu komunitas tertentu juga dapat berubah dari masa ke
masa. Suatu perbuatan yang pada masa dahulu dianggap tidak
sopan oleh suatu komunitas tertentu mungkin saja kemudian
dianggap sebagai perbuatan biasa yang tidak melanggar kesopanan
oleh komunitas yang sama. Dengan demikian secara singkat dapat
dikatakan bahwa aidah kesopanan itu tergantung pada dimensi
ruang dan waktu. Sanksi terhadap pelanggaran kaidah kesopanan
adalah berupa celaan, cemoohan, atau diasingkan oleh masyarakat.
Akan tetapi sesuai dengan sifatnya yang “tergantung” (relatif), maka
tidak jarang kaidah kesopanan ditafsirkan secara subyektif, sehingga
menimbulkan perbedaan persepsi tentang sopan atau tidak
sopannya perbuatan tertentu. Sebagai contoh, beberapa tahun yang
lalu ketika seorang pejabat di Jawa Timur sedang didengar
kesaksiannya di pengadilan dan ketika seorang terdakwa di ibu kota
sedang diadili telah ditegur oleh hakim ketua, karena keduanya
dianggap tidak sopan dengan sikap duduknya yang “jegang”
(menyilangkan kaki). Kasus ini menimbulkan tanggapan pro dan
kontra dari berbagai kalangan dan menjadi diskusi yang hangat
tentang ukuran kesopanan yang digunakan. Demikian pula halnya
ketika advokat kenamaan di ibu kota berkecak pinggang di depan
majelis hakim, yang oleh majelis hakim perbuatan itu bukan hanya
dinilai tidak sopan, tapi lebih dari itu dinilai sebagai contempt of court
(penghinaan terhadap pengadilan), sehingga tentu saja mempunyai
implikasi hukum.
4. Kaidah Hukum
Kaidah hukum adalah sebagai peraturan hidup yang sengaja
dibuat atau yang tumbuh dari pergaulan hidup dan selanjutnya
dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa
negara. Kaidah hukum diharapkan dapat melindungi dan memenuhi
segala kepentingan hidup manusia dalam hidup bermasyarakat.
Kaidah hukum ini pada hakekatnya untuk memperkokoh dan juga
untuk melengkapi pemberian perlindungan terhadap kepentingan
manusia yang telah dilakukan oleh ketiga kaidah sosial yang lain.
Bagi siapa yang melanggar kaidah hukum akan mendapat sanksi
yang tegas dan dapat dipaksakan oleh suatu instansi resmi.
Kaidah hukum memberikan perlindungan secara lebih tegas
terhadap kepentingan-kepentingan manusia yang telah dilindungi
oleh ketiga kaidah sosial yang lain. Adapun caranya dengan
memberi perumusan yang jelas,disertai dengan sanksi yang tegas
dan dapat dipaksakan oleh instansi yang berwenang. Dengan
demikian seseorang yang melanggar larangan-larangan tersebut di
atas dapat dikenakan dua macam sanksi. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Antara kaidah hukum dan kaidah agama. Sanksi sesuai
dengan kaidah hukum, yaitu si pelanggar akan dijatuhi pidana
penjara dan atau denda akibat telah melakukan perbuatan
pidana. Sanksi sesuai dengan kaidah agama, yaitu bahwa si
pelanggar adalah berdosa dan nantinya akan mendapatkan
hukuman dari Tuhan di akhirat, disamping itu juga dapat
terjadi akibat pelanggaran tersebut yang bersangkutan
mendapatkan penderitaan batin sewaktu hidup di dunia.
2. Antara kaidah hukum dan kaidah kesusilaan. Dalam hal ini di
samping dapat dikenai sanksi karena pelanggaran kaidah
hukum, si pelanggar dapat juga akan mendapatkan sanksi
dari dirinya sendiri, yaitu berupa tekanan batin. Bahkan dapat
terjadi, sebagai akibat tekanan batin yang terlalu berat
seseorang terpaksa mengambil jalan pintas untuk mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri.
3. Antara kaidah hukum dan kaidah kesopanan. Hubungan
antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan itu saling kait
mengkait, bahkan sering terjadi geser-menggeser. Sebagai
contoh, soal pertunangan yang disertai pemberian hadiah
pertunangan dahulu adalah merupakan suatu Lembaga
hukum, tetapi sekarang hanyalah sebagai lembaga
kesopanan atau tatacara adat. Sebaliknya banyak yang
dahulu sebagai kesopanan atau sopan santun berlalu lintas,
sekarang banyak diantaranya yang sudah dijadikan ketentuan
hukum lalu lintas jalan. Menghina agama atau pemeluk
agama lain yang sedang beribadat, dahulu hanya dilarang
oleh adat tetapi sekarang masuk kedalam lapangan hukum.
Sumber Buku :
Sumber lainnya :
Arif Maulana, Mengenal Unsur Tindak Pidana dan Syarat Pemenuhannya.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5236f79d8e4b4/m
engenal-unsur-tindak-pidana-dan-syarat-pemenuhannya/
Boris Tampubolon, Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum.
https://konsultanhukum.web.id/unsur-unsur-perbuatan-melawan-
hukum/
Sidharta, Mengungkit Kembali Konsep Dasar “Perbuatan Melawan
Hukum”. https://business-law.binus.ac.id/2015/01/27/mengungkit-
kembali-konsep-dasar-perbuatan-melawan-
hukum/#:~:text=Mariam%20Darus%20Badrulzaman%20memerinci%
20perbuatan,5)%20ada%20kesalahan%20(Agustina%2C
A.A. Ngurah Wirajaya, Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan (Asas
Kesalahan) Dalam Hubungannya Dengan Pertanggungjawaban
Pidana Korporasi.