Anda di halaman 1dari 14

TUGAS I

MATA KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM / PTHI

OLEH :
HIMAWAN FUADDIANSYAH
NIM : 042684604
1. Jelaskan dan Sebutkan Ciri – Ciri Interaksi Sosial !

Pengertian Interaksi Sosial :

Pengertian Interaksi Sosial Salah satu sifat manusia adalah sebagai


makhluk sosial disamping sebagai makhluk individual. Sebagai makhluk
individual manusia mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan
hubungan dengan dirinya sendiri. Sedangkan sebagai makhluk sosial
manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan
orang lain, manusia mempunyai dorongan sosial. Seperti juga dikemukakan
oleh murray (dalam Istiana, 2002: 35) bahwa manusia mempunyai motif
atau dorongan sosial. Demikian juga apa yang dikemukakan oleh MC.
Clelland (dalam Istiana, 2002: 35) dengan adanya dorongan atau motif
sosial pada manusia maka manusia akan mencari orang lain untuk
mengadakan hubungan atau mengadakan interaksi. Dengan demikian
maka akan terjadilah interaksi antara manusia satu dengan manusia
lainnya.

Menurut (Ahmadi, 2009:49) Interaksi sosial adalah suatu hubungan


antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu
mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain
atau sebaliknya. Selanjutnya (Walgito, 2003:65) Interaksi sosial merupakan
suatu hubungan antara individu satu dengan individu lainnya, dimana
individu yang satu dapat mempengaruhi individu yang lain nya sehingga
terjadi hubungan yang saling timbal balik.

Sedangkan Suranto (2011:5) menjelaskan bahwa interaksi sosial


merupakan suatu proses hubungan yang dinamis dan saling
pengaruhmempengaruhi antar manusia. Selanjutnya Setiadi & Kolip
(2011:64) menjelaskan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan yang
dinamis antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok
atau antar kelompok dengan kelompok dalam bentuk kerja sama,
persaingan maupun pertikaian, yang tertata dalam bentuk tindakan-
tindakan yang didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah - kaidah sosial yang
berlaku dalam masyarakat. Menurut H. Bonner dalam Ahmadi (2007:49)
bahwa interaksi sosial merupakan hubungan antara individu atau lebih,
dimana individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki
individu yang lain atau sebaliknya. Pengertian lain dari interaksi sosial
menurut Thibaut dan Kelly dalam (Alidan Asror, 2004:87) yaitu “peristiwa
saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir
bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain, atau
berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Suranto (2011:5) menyatakan
bahwa “interaksi sosial adalah suatu proses hubungan yang dinamis dan
saling pengaruh-mempengaruhi antar manusia. Didalam interaksi sosial
(Istiana, 2002: 35) ada kemungkinan dapat meyesuaikan dengan orang lain
atau sebaliknya penyusaian disini dalam arti yang luas yaitu bahwa individu
dapat meleburkan diri dengan sekitarnya. Dalam dunia pendidikan
khususnya lingkungan kampus, interaksi sosial merupakan salah satu
sarana mencapai hasil pendidikan yang diharapkan. Interaksi sosial
menimbulkan pengertian yang mendalam antara mahasiswa dengan
mahasiswa, dosen dengan mahsiswa dan mahasiswa dengan pihak
birokrasi kampus dalam melakukan interakasi yang baik, sehingga
menimbulkan komunikasi yang baik dalam menyampaikan ide-ide sehingga
timbulnya sikap menghargai. Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka
interaksi sosial mahasiswa dapat disimpulkan sebagai hubungan timbal
balik atau hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lain,
dimana individu yang satu mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya
sehingga terjadi hubungan yang saling timbal balik.

Ciri – Ciri Interaksi Sosial :

Dalam interaksi sosial terdapat beberapa ciri – ciri yang tekandung


di dalamnya, diantaranya adalah menurut Santosa (2004:11) mengatakan
bahwa“ciri–ciri interaksi sosial adalah adanya hubungan; adanya individu;
adanya tujuan; dan adanya hubungan dengan struktur dan fungsi sosial”.
Secara rinci adalah sebagai berikut:

a) Ada hubungan
Setiap interaksi sudah barang tentu terjadi karena adanya
hubungan antara individu dengan individu maupun antara
individu dengan kelompok.
b) Ada Individu
Setiap interaksi sosial menurut tampilnya individu–individu yang
melaksanakan hubungan.
c) Ada Tujuan
Setiap interaksi sosial memiliki tujuan tertentu seperti
mempengaruhi individu lain.
d) Ada Hubungan dengan struktur dan fungsi sosial
Interaksi sosial yang ada hubungan dengan struktur dan fungsi
kelompok ini terjadi karena individu dalam hidupnya tidak
terpisah dari kelompok. Di samping itu, tiap–tiap individu memiliki
fungsi di dalam kelompoknya.

2. Jelaskan Fungsi Sanksi Dalam Hubungan Sosial !

Fungsi Sanksi dalam Hubungan Sosial sebagai Sarana Control


Sosial :

Pada dasarnya, kontrol sosial merupakan lembaga sosial yang berperan


melakukan pengendalian perilaku anggota masyarakat agar kehidupan
sosial tetap dalam keadaan Komform. Akan tetapi, efektivitas dari peranan
control sosial akan sangat tergantung pada efektivitas kekuatan sanksi
yang dijatuhkan pada para pelanggar maupun pada kandidat pelanggar.
Sanksi merupakan bentuk penderitaan, kerugian beban berat yang sengaja
diciptakan oleh lembaga sosial untuk memaksa anggota masyarakat agar
taat pada kaidah yang ada. Control sosial menciptakan keharusan bagi
setiap anggota masyarakat untuk berperilaku Komfrom. Ada tiga sanksi
yang digunakan di dalam usaha menciptakan tertib sosial diantaranya :

1. Sanksi fisik, yaitu sanksi yang mengakibatkan penderitaan fisik pada


pihak yang terbebani sanksi tersebut, misalnya didera, dipenjara,
diikat, dijemur dipanas matahari, tidak diberi makan, dihukum mati,
dan sebagainya.
2. Sanksi Psikologis, yang merupakan beban penderitaan yang
dikenakan pada phak yang terbebani sanksi dengan beban
kejiwaan, seperti dipermalukan di muka umum, diumumkan
kejahatannya mereka di berbagai media massa sehingga aibnya
diketahui oleh khalayak, dicopot kepangkatannya di suatu upacara,
dan sebagainya.
3. Sanksi Ekonomik yang merupakan beban penderitaan yang
dikenakan kepada pelanggar Kaidah berupa pengurangan benda
dalam bentuk penyitaan dan denda, membayar ganti rugi, dan
sebagainya. (Elly M.,Setiadi, dkk : 2010: 258).

2. Jelaskan Persamaan dan Perbedaan Dari 4 ( empat ) Kaidah Sosial !

Penjelasan Kaidah Sosial :

Sejak manusia hidup berkelompok / bermasyarakat, kaidah sosial turut


berkembang seiring perkembangan dan pertumbuhan masyarakat itu
sendiri seperti mata rantai serta melahirkan berbagai Kaidah dan aturan
dalam masyarakat. Menurut Moctar Kusumaatmadja (1980) terdapat 3
kaidah sosial yaitu : kaidah kesusilaan, kaidah hukum dan kaidah
kesopanan. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto (1980 : 67-68), kaidah
sosial terdiri dari 4 kaidah yaitu : kaidah kepercayaan, kesusilaan,
kesopanan, dan hukum. Dan terakhir menurut Nandang Alamsyah
Delianoor dalam buku materi pokok ISI4130 universitas Terbuka
menjelaskan bahwa kaidah sosial terdiri dari 4 yaitu :

1. Kaidah Agama
Kaidah yang didasarkan pada agama/ kepercayaan yang
dianut oleh para pemeluknya. Bagi para pemeluknya, kaidah
dianggap sebagai peraturan dari Tuhan yang mengatur cara
interaksi dan kehidupan bagi pemeluknya. Baik mengatur interaksi/
hubungan manusia dengan manusai sendiri, hubungan manusia
dengan alamnya maupun hubungan manusia dengan Tuhannya.
Bagi yang mematuhi maupun yang melanggarnya akan
mendapatkan balasan dari Tuhan, baik di dunia maupun di akhirat.
2. Kaidah Kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah kaidah yang bersumber dari rasa
kesusilaan masyarakat dengan pendukung berupa batin atau hati
nurani manusia melalui perasaan atau bisikan dari hatinya. Rasa ini
bertujuan untuk melindungi manusia dan masyarakat itu sendiri.
Kaidah kesusilaan mendorong manusia untuk menjadi seseorang
yang beraklak mulia, jika seseorang melanggar kaidah kesusilaan
dia tidak mendapatkan hukuman/ sanksi dari lainnya melainkan dari
dirinya sendiri. Manusia yang melanggar kaidah kesusilaan akan
dihinggapi perasaan menyesal dan rasa bersalah.
3. Kaidah Kesopanan
Kaidah kesopanan adalah aturan hidup bermasyarakat
tentang tingkah laku yang baik dan tidak baik baik, patut dan tidak
patut dilakukan, yang berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat
atau komunitas tertentu. Kaidah ini biasanya bersumber dari adat
istiadat, budaya, atau nilai-nilai masyarakat. Ini sejalan dengan
pendapat Widjaja tentang moral dihubungkan dengan eika, yang
membicarakan tentang tata susila dan tata sopan santun. Tata sopan
santun mendorong berbuat baik, sekedar lahiriah saja, tidak
bersumber dari hati nurani, tapi sekedar menghargai menghargai
orang lain dalam pergaulan (Widjaja, 1985: 154). Dengan demikian
kaidah kesopanan itu bersifat kultural, kontekstual, nasional atau
bahkan lokal. Berbeda dengan kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan
itu tidak bersifat universal. Suatu perbuatan yang dianggap sopan
oleh sekelompok masyarakat mungkin saja dianggap tidak sopan
bagi sekelompok masyarakat yang lain. Sejalan dengan sifat
masyarakat yang dinamis dan berubah, maka kaidah kesopanan
dalam suatu komunitas tertentu juga dapat berubah dari masa ke
masa. Suatu perbuatan yang pada masa dahulu dianggap tidak
sopan oleh suatu komunitas tertentu mungkin saja kemudian
dianggap sebagai perbuatan biasa yang tidak melanggar kesopanan
oleh komunitas yang sama. Dengan demikian secara singkat dapat
dikatakan bahwa aidah kesopanan itu tergantung pada dimensi
ruang dan waktu. Sanksi terhadap pelanggaran kaidah kesopanan
adalah berupa celaan, cemoohan, atau diasingkan oleh masyarakat.
Akan tetapi sesuai dengan sifatnya yang “tergantung” (relatif), maka
tidak jarang kaidah kesopanan ditafsirkan secara subyektif, sehingga
menimbulkan perbedaan persepsi tentang sopan atau tidak
sopannya perbuatan tertentu. Sebagai contoh, beberapa tahun yang
lalu ketika seorang pejabat di Jawa Timur sedang didengar
kesaksiannya di pengadilan dan ketika seorang terdakwa di ibu kota
sedang diadili telah ditegur oleh hakim ketua, karena keduanya
dianggap tidak sopan dengan sikap duduknya yang “jegang”
(menyilangkan kaki). Kasus ini menimbulkan tanggapan pro dan
kontra dari berbagai kalangan dan menjadi diskusi yang hangat
tentang ukuran kesopanan yang digunakan. Demikian pula halnya
ketika advokat kenamaan di ibu kota berkecak pinggang di depan
majelis hakim, yang oleh majelis hakim perbuatan itu bukan hanya
dinilai tidak sopan, tapi lebih dari itu dinilai sebagai contempt of court
(penghinaan terhadap pengadilan), sehingga tentu saja mempunyai
implikasi hukum.
4. Kaidah Hukum
Kaidah hukum adalah sebagai peraturan hidup yang sengaja
dibuat atau yang tumbuh dari pergaulan hidup dan selanjutnya
dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa
negara. Kaidah hukum diharapkan dapat melindungi dan memenuhi
segala kepentingan hidup manusia dalam hidup bermasyarakat.
Kaidah hukum ini pada hakekatnya untuk memperkokoh dan juga
untuk melengkapi pemberian perlindungan terhadap kepentingan
manusia yang telah dilakukan oleh ketiga kaidah sosial yang lain.
Bagi siapa yang melanggar kaidah hukum akan mendapat sanksi
yang tegas dan dapat dipaksakan oleh suatu instansi resmi.
Kaidah hukum memberikan perlindungan secara lebih tegas
terhadap kepentingan-kepentingan manusia yang telah dilindungi
oleh ketiga kaidah sosial yang lain. Adapun caranya dengan
memberi perumusan yang jelas,disertai dengan sanksi yang tegas
dan dapat dipaksakan oleh instansi yang berwenang. Dengan
demikian seseorang yang melanggar larangan-larangan tersebut di
atas dapat dikenakan dua macam sanksi. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Antara kaidah hukum dan kaidah agama. Sanksi sesuai
dengan kaidah hukum, yaitu si pelanggar akan dijatuhi pidana
penjara dan atau denda akibat telah melakukan perbuatan
pidana. Sanksi sesuai dengan kaidah agama, yaitu bahwa si
pelanggar adalah berdosa dan nantinya akan mendapatkan
hukuman dari Tuhan di akhirat, disamping itu juga dapat
terjadi akibat pelanggaran tersebut yang bersangkutan
mendapatkan penderitaan batin sewaktu hidup di dunia.
2. Antara kaidah hukum dan kaidah kesusilaan. Dalam hal ini di
samping dapat dikenai sanksi karena pelanggaran kaidah
hukum, si pelanggar dapat juga akan mendapatkan sanksi
dari dirinya sendiri, yaitu berupa tekanan batin. Bahkan dapat
terjadi, sebagai akibat tekanan batin yang terlalu berat
seseorang terpaksa mengambil jalan pintas untuk mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri.
3. Antara kaidah hukum dan kaidah kesopanan. Hubungan
antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan itu saling kait
mengkait, bahkan sering terjadi geser-menggeser. Sebagai
contoh, soal pertunangan yang disertai pemberian hadiah
pertunangan dahulu adalah merupakan suatu Lembaga
hukum, tetapi sekarang hanyalah sebagai lembaga
kesopanan atau tatacara adat. Sebaliknya banyak yang
dahulu sebagai kesopanan atau sopan santun berlalu lintas,
sekarang banyak diantaranya yang sudah dijadikan ketentuan
hukum lalu lintas jalan. Menghina agama atau pemeluk
agama lain yang sedang beribadat, dahulu hanya dilarang
oleh adat tetapi sekarang masuk kedalam lapangan hukum.

Perbedaan dan Persamaan dari Kaidah Agama, Kesusilaan,


Kesopanan dan Hukum :

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang


persamaan dan perbedaannya diantara keempat kaidah sosial, dapat diikuti
uraian berikut ini. Dalam garis besarnya persamaannya adalah terletak
pada fungsinya, yaitu sebagai perlindungan terhadap kepentingan manusia
baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Adapun
perbedaannya dapat dilihat dari segi : tujuannya, isinya, asal-usulnya,
sanksinya, dan daya kerjanya. Dilihat dari segi tujuannya, kaidah agama
dan kaidah kesusilaan adalah untuk penyempurnaan manusia: kaidah
agama untuk mencapai kehidupan beriman, yaitu dengan mematuhi segala
perintah-perintah dan meninggalkan segala larangan-larangan Tuhan;
Sedangkan kaidah kesusilaan untuk perbaikan hidup manusia itu sendiri
agar mempunyai hati nurani yang baik dan agar manusia tidak berbuat
jahat. Tujuan kaidah kesopanan dan kaidah hukum adalah untuk ketertiban
masyarakat, bukan ditujukan kepada pembuatnya, tetapi ditujukan kepada
kepentingan manusia lainnya, agar manusia lainnya tidak menjadi korban.
Dilihat dari segi isinya, tata kaidah sosial dapat dikelompokkan menjadi dua:

Pertama kelompok kaidah dengan aspek hidup pribadi, yaitu kaidah


agama dan kaidah kesusilaan. Isinya ditujukan kepada sikap
batin manusia, dengan melarang melakukan kejahatan.

Kedua kelompok kaidah dengan aspek hidup antar-pribadi, yaitu


kaidahkesopanan dan kaidah hukum. Isinya ditujukan kepada
sikap lahir manusia atau perbuatan konkrit.

Dilihat dari segi asal-usulnya, kaidah agama bersumber pada ajaran


agama dan merupakan perintah dari Tuhan, karena asalnya dari luar diri
manusia, maka sering dikatakan bersifat heteronom. Kaidah kesusilaan
asalnya dari diri sendiri atau dari hati nurani manusia itu sendiri, maka
dikatakan bersifat otonom. Sedangkan kaidah kesopanan dan kaidah
hukum asalnya dari luar diri manusia itu sendiri, atau kekuasaan luar yang
memaksakan kepada kita, maka sifatnya heteronom. Dilihat dari segi
sanksinya, pelanggaran terhadap kaidah agama, sanksinya baru akan
dirasakan di kemudian hari (di akhirat). Dalam hal ini Tuhanlah yang akan
menghukum. Pelanggaran terhadap kaidah kesusilaan, sanksinya datang
dari hati nurani kita sendiri, yang berupa tekanan batin atau penyesalan.
Walaupun demikian sering terjadi penyesalan dirasakan lebih berat
dibandingkan dengan sanksi sebagai akibat pelanggaran terhadap kaidah
yang lain. Pelanggaran terhadap kaidah kesopanan, sanksinya ditetapkan
oleh masyarakat secara tidak resmi, artinya tidak ada suatu instansi resmi
yang dapat memaksakan penerapan sanksi. Sedangkan pelanggaran
terhadap kaidah hukum, sanksinya datang dari masyarakat secara resmi,
artinya ada suatu instansi resmi yang diberi wewenang untuk menegakkan
hukum dan untuk memaksakan pelaksanaan sanksi hukum. Seperti telah
diuraikan di muka, bahwa keistimewaan kaidah hukum dibandingkan
dengan ketiga kaidah sosial yang lain, itu terletak pada sanksinya yang
tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi resmi. Dilihat dari segi daya
kerjanya, kaidah agama, kesusilaan dan kesopanan lebih cenderung hanya
membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban saja, tanpa memberi
hak khususnya bagi orang lain yang merasa dirugikan untuk menuntut
haknya ke pengadilan, sehingga sanksi yang nyata dan tegas tidak dapat
dipaksakan penerapannya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bersifat
normatif. Berbeda halnya dengan kaidah hukum, di samping membebani
manusia dengan kewajiban-kewajiban, juga memberikan hak untuk
menuntutnya atau untuk ditegakkannya peraturan yang ada. Oleh sebab itu
kaidah hukum sering dikatakan bersifat normatif dan atributif. Perbedaan di
antara kaidah-kaidah sosial, seperti yang telah diuraikan tersebut di atas
dapat digambarkan dalam bagan berikut:
Kaidah
Agama Kesusilaan Kesopanan Hukum
Segi
Fungsi Sebagai perlindungan kepentingan manusia

Tujuan Umat manusia; untuk Pembuatnya yang konkret; untuk


penyempurnaan manusia; ketertiban masyarakat; jangan
jangan sampai manusia jahat sampai ada korban
Isi Ditujukan pada sikap batin Ditujukan pada sikap lahir

Dari Tuhan Diri sendiri Kekuasaan luar yang


Asal Usul memaksakan

Dari Tuhan Dari diri Dari Dari masyarakat


Sanksi
sendiri masyarakat secara resmi
secara tidak
resmi
Kaidah
Agama Kesusilaan Kesopanan Hukum
Segi
Membebani
Hanya membebani kewajiban saja kewajiban dan
Daya Kerja
memberi hak
Alamat
kepada
Umat manusia Pelakunya yang konkret
siapa kaidah
tersebut
dialamatkan

Luas tidak dibatasi (jadi Sempit Dibatasi nasional


Berlakunya
melampaui batas wilayah kelompok- atau luas interna-
(daerah sional
negara) kelompok
berlakunya) tertentu

3. Sebutkan Arti Hukum Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono


Soekanto !

Arti hukum menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto


sebagaimana dikutip oleh Nandang Alamsah Delianoor dalam buku materi
pokok “Pengantar Ilmu Hukum” menyebutkan bahwa arti yang diberikan
masyarakat pada hukum sebagai berikut:

1. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersusun


secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.
2. Hukum sebagai suatu disiplin, merupakan suatu sistem ajaran
tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.
3. Hukum sebagai kaidah, adalah edoman atau patokan sikap tindak
atau perilaku yang pantas atau diharakan.
4. Hukum sebagai tata hukum, berarti struktur dan proses perangkat
kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat
tertentu serta berbentuk tertulis.
5. Hukum sebagai petugas (law enforcement officer), yakni pribadi-
pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan
penegakan hukum.
6. Hukum sebagai keputusan penguasa, yaitu proses hubungan timbal
balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan.
7. Hukum sebagai proses pemerintahan, berarti proses hubungan
timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan.
8. Hukum sebagai sikap tindak ajek atau peri kelakuan yang
ajeg/teratur, yakni perilaku yang diulang-ulang dengan cara yang
sama yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
9. Hukum sebagai nilai-nilai, dapat diartikan sebagai jalinan dari
konsepsi-konsepsi abstrak dalam diri manusia tentang apa yang
dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Apa yang dianggap
baik harus ditaati, sedangkan apa yang dianggap buruk harus
dihindari.

4. Jelaskan Mengapa Suatu Perbuatan Dikatakan Melanggar Hukum,


Namun Pelakunya Tidak Dihukum !

Untuk mengetahui apakah perbuatan dalam sebuah peristiwa hukum


adalah tindak pidana dapat dilakukan analisis mengenai apakah perbuatan
tersebut telah memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam sebuah ketentuan
pasal hukum pidana tertentu.
Untuk itu, harus diadakan penyesuaian atau pencocokan (bagian-
bagian/kejadian-kejadian) dari peristiwa tersebut kepada unsur-unsur dari
delik yang didakwakan.
Jika ternyata sudah cocok, maka dapat ditentukan bahwa peristiwa
itu merupakan suatu tindak pidana yang telah terjadi yang (dapat)
dimintakan pertanggungjawaban pidana kepada subjek pelakunya. Namun,
jika salah satu unsur tersebut tidak ada atau tidak terbukti, maka harus
disimpulkan bahwa tindak pidana belum atau tidak terjadi.
Hal ini karena, mungkin tindakan sudah terjadi, tetapi bukan suatu
tindakan yang terlarang oleh undang-undang terhadap mana diancamkan
suatu tindak pidana.
Mungkin pula suatu tindakan telah terjadi sesuai dengan perumusan
tindakan dalam pasal yang bersangkutan, tetapi tidak terdapat kesalahan
pada pelaku dan/atau tindakan itu tidak bersifat melawan hukum.
P. A. F. Lamintang lebih jauh menjelaskan bahwa apabila hakim
berpendapat bahwa tertuduh tidak dapat dipertanggungjawabkan atas
tindakannya, maka hakim harus membebaskan tertuduh dari segala
tuntutan hukum atau dengan kata lain, hakim harus memutuskan
suatu ontslag van alle rechtsvervolging, termasuk bilamana terdapat
keragu-raguan mengenai salah sebuah elemen, maka hakim harus
membebaskan tertuduh dari segala tuntutan hukum.
Unsur-unsur delik tercantum dalam rumusan delik yang oleh
penuntut umum harus dicantumkan di dalam surat tuduhan (dakwaan) dan
harus dibuktikan dalam peradilan.
Bilamana satu atau lebih bagian ternyata tidak dapat dibuktikan,
maka hakim harus membebaskan tertuduh atau dengan perkataan lain
harus memutuskan suatu vrijspraak.

Sumber Buku :

P. A. F. Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT


Citra Aditya Bakti, 2013;
Nandang Alamsah Delianoor. Pengantar Ilmu Hukum/ PTHI. Pamulang,
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2020;
Nandang Alamsah Delianoor. Sistem Hukum Indonesia. Pamulang,
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2020;

Sumber lainnya :
Arif Maulana, Mengenal Unsur Tindak Pidana dan Syarat Pemenuhannya.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5236f79d8e4b4/m
engenal-unsur-tindak-pidana-dan-syarat-pemenuhannya/
Boris Tampubolon, Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum.
https://konsultanhukum.web.id/unsur-unsur-perbuatan-melawan-
hukum/
Sidharta, Mengungkit Kembali Konsep Dasar “Perbuatan Melawan
Hukum”. https://business-law.binus.ac.id/2015/01/27/mengungkit-
kembali-konsep-dasar-perbuatan-melawan-
hukum/#:~:text=Mariam%20Darus%20Badrulzaman%20memerinci%
20perbuatan,5)%20ada%20kesalahan%20(Agustina%2C
A.A. Ngurah Wirajaya, Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan (Asas
Kesalahan) Dalam Hubungannya Dengan Pertanggungjawaban
Pidana Korporasi.

Anda mungkin juga menyukai