Anda di halaman 1dari 14

Volume 4 No.

1
Mei 2019
p-ISSN : 2502-9398
e-ISSN : 2503-5126
Email: tahdzibi@umj.ac.id
Website : http://jurnal.umj.ac.id/index.php/Tahdzibi

DIKOTOMI DAN DUALISME PENDIDIKAN DI INDONESIA

Abdul Basyit1*
1
Program Studi Doktor Manajemen Pendidikan Islam, Universitas Muhammadiyah Jakarta
*Email: abdulbasyit@umt.ac.id

Diterima: 20 Februari 2019 Direvisi: 9 Maret 2019 Disetujui: 12 April 2019

ABSTRAK

Pengdikotomian pendidikan di Indonesia terjadi disebabkan oleh banyak hal. Pertama, dikotomi ini merupakan
warisan zaman koloni, yaitu para penjajah memberikan kebebasan dalam beragama, tapi mereka setengah-
setengah memberikan kebebasan. hal ini terbukti misalnya pemberian kebebasan menempuh pendidikan hanya
dibatasi pada anak bangsawan. Kedua, Setelah kemerdekaan, dulaisme yang diwariskan pemerintah kolonial
Belanda tetap mengakar dalam dunia pendidikan kita. Pandangan beberapa pejabat yang menangani bidang
pendidikan yang kurang menghargai sekolah-sekolah Islam mendorong sebagian pemimpin dan pengelola
sekolah tersebut berpegang pada sikap semula: berdiri di kutub yang berbeda dengan sekolah Umum. Ketiga,
kondisi riil dalam Negara kita, yakni adanya persoalan politis antara para pemegang kekuasaan.

Kata kunci: Dikotomi, Dualisme, Pendidikan

ABSTRACT

Deception of education in Indonesia occurs due to many things. First, this dichotomy is a legacy of the colonial
era, in which the invaders gave freedom in religion, but they half gave freedom. this is evident for example the
granting of freedom of education is only limited to aristocratic children. Second, after independence, the dulaism
inherited from the Dutch colonial government remains rooted in our world of education. The views of some
officials who handle the field of education that do not appreciate Islamic schools encourage some leaders and
managers of these schools to hold on to the original attitude: standing at a pole that is different from public
schools. Third, the real conditions in our country, namely the existence of political problems between the holders
of power.

Keywords: Dichotomy, Dualism, Education

PENDAHULUAN kebijakan pemerintah, aspirasi masyarakat,


Pendidikan formal mandiri merepresentasi terutama lapis menengah ke atas juga
pendidikan bagi masyarakat berkemampuan cenderung menumbuhkan dikotomi-dikotomi
ekonomi, pendidikan elite, mahal, bermutu, dan itu selaras dengan kian berkembangnya sistem
menjadi tempat anak-anak yang memiliki budaya kapitalistik di masyarakat.
kemampuan akademis tinggi. Sebaliknya, Fenomena di atas hanya merupakan salah satu
pendidikan formal standar merepresentasi bentuk dikotomik dalam sistem pendidikan di
pendidikan "biasa saja",tempat berkumpulnya Indonesia. Masih terdapat banyak dikotomi,
anak-anak yang tidak memiliki kemampuan atau mungkin politomik, yang hidup dan
akademis, miskin, dan disubsidi pemerintah.. me”lembaga” (menjadi fakta sosial) di
Kebijakan dikotomi pendidikan formal mandiri kalangan masyarakat dan pemerintah
dan formal standar itu tampaknya tidak akan Indonesia. Pertama, dari segi ciri keilmuan,
menjadi masalah bagi masyarakat lapis terdapat dikotomi antara sekolah dan pesantren,
menengah ke atas. Selain akibat aneka antara sekolah dan madrasah, serta antara

DOI: 10.24853/tahdzibi.4.1.15-28
Jurnal Tahdzibi: Manajemen Pendidikan Islam Volume 4 No. 1 Mei 2019 p-ISSN : 2502 - 9398
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/Tahdzibi e-ISSN : 2503 - 5126

Perguruan Tinggi (PT) Umum dan PT agama terdapat SDN dan MIN; pada tingkat SLTP
(Islam). Kedua, dari segi penyelenggara dan terdapat SMPN dan MTsN; pada tingkat SLTA
pengelola, terdapat sekolah dan PT “miliki” terdapat SMUN, SMKN, dan MAN; sedangkan
Departemen Pendidikan Nasional, “milik” di tingkat Pendidikan Tinggi terdapat PTUN
Departemen Agama, atau lainnya. Ketiga, dari dan PTAIN. Satu hal yang masih juga dapat
sekolah prestasi dan animo pendaftar, terdapat diamati sekarang adalah adanya dualitas sistem
dikotomi antara sekolah unggulan dan sekolah pendidikan, yakni satu sisi sistem pendidikan
non-unggulan, serta antara PT unggulan dan PT yang diselenggarakan dan dikelola oleh
non-unggulan. Keempat, dari segi pemenuhan pemerintah, dan di sisi lain terdapat sistem
Standar Nasional Pendidikan (SNP), terdapat pendidikan yang dikelola oleh masyarakat. Dari
sekolah yang terakreditasi dan tidak sudut ini, dualitas terjadi dan terkutubkan
terakreditasi, serta antara PT terakreditasi dan menjadi sekolah Negeri dan sekolah Swasta.
PT tidak terakreditasi. Kelima, dari segi Secara formal, pemerintah menyelenggarakan
keilmuan dan skill terdapat dikotomi antara pendidikan formal melalui Departemen
sekolah menangah umum (SMU) dan sekolah Pendidakan dan Kebudayaan (Depdikbud) atau
menengah kejuruan (SMK). Keenam, dari segi kini dikenal dengan Departeman Pendidikan
pengelola dan sumber pendanaan, terdapat Nasional (Depdiknas).Satu sisi semua otoritas
dikotomi antara sekolah negeri dan sekolah penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan
swasta, dan antara PT Negeri dan PT Swasta. berada di Depdiknas ini, tetapi pada realitasnya
Secara faktual, politomik tersebut, diakui atau Departemen Agama pun (dan beberapa
tidak, merupakan fakta sosial yang belum departemen lainnya) mengelola institusi
terantitesiskan. Ia telah berjalin kelin dan pendidikan yang berada di bawah naungannya,
berakar kuat dalam pandangan sebagian besar yakni madrasah (mulai dari madrasah
masyarakat Indonesia, termasuk para pejabat di Ibtidaiyah hingga Aliyah) dan PTAI. Dengan
berbagai departemen penyelenggara pendidikan demikian, pemerintah pada realitasnya telah
di Indonesia, seperti di Departemen Pendidikan menerapkan dualisme sistem pendidikan atau
Nasional, Departemen Agama, dan sistem pendidikan yang dikotomik.
Departemen-Departemen lainnya yang Dualitas atau dikotomi sistem pendidikan di
menyelenggarakan sekolah kedinasan. Karena Indonesia ini terus berlangsung sejak Indonesia
kuatnya pandangan dikotomik pada sebagian merdeka hingga masa reformasi (2009).
besar masyarakat, termasuk para pejabat, Beberapa pemegang kebijakan dalam
tersebut maka usaha untuk melakukan pendidikan, dengan berbagai latar dan alasan,
konvergensi dan integrasi terhadap semua masih menajamkan dikotomi ini, dari sejak
bentuk politomik tersebut seakan-akan tidak poiltik kebijakan hingga aspek teknis-
menemukan jalannya, atau bahkan dianggap operasional. Oleh karena itu, upaya
mustahil untuk melakukannya. konvergensi sistem, corak keilmuan, dan
Sebagaimana disebutkan bahwa dalam Undang- teknis-operasional harus terus diupayakan agar
Undang Dasar 1945, pasal 33 ayat (3) dikotomi dengan berbagai konsekuensinya
disebutkan bahwa Pemerintah mengusahakan dapat diminimalisir. Terlebih, di tengah-tengah
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan krisis multidimensi yang melanda Indonesia,
nasional yang meningkatkan keimanan dan yang salah satunya disebabkan oleh adanya
ketakwaaan. Ini berarti bahwa pemerintah kelemahan dalam sistem pendidikan, upaya
hanya menyelenggarakan satu sistem intensif konvergensi dan reformasi pendidikan
pendidikan nasional. Namun, Di sisi lain, harus terus utamakan.
Pemerintah pun menyelenggarakan dua bentuk Semua realitas dikotomik dalam sistem
sistem pendidikan, yakni 1) sistem pendidikan pendidikan di Indoneisa tersebut merupakan
yang berorientasi pada pendidikan keilmuan tantangan bagi para pemikir dan praktisi
dan skill yang berbasis "sekuler", yakni pendidikan. Diperlukan sejumlah kajian dan
sekolah, dan 2) sistem pendidikan yang penelitian mendalam dan applicable yang
mempertahankan pendidikan agama sebagai mampu mengarah dan mendukung berbagai
ciri khasnya, yakni madrasah. Kedua bentuk kebijakan untuk melakukan konvergensi dan
pendidikan ini diselenggarakan dan dikelola integrasi sistem pendidikan di Indonesia
oleh pemerintah. Secara simplistis keduanya tersebut. Oleh karena itu, tulisan ini
dilabeli dengan "Negeri"; pada tingkat dasar dimaksudkan untuk memberikan kontribusi

16
Abdul Basyit: Dikotomi Dan Dualisme Pendidikan Di Indonesia

Jurnal Tahdzibi: Manajemen Pendidikan Islam 4 (1) pp 15-28 © 2019

solutif bagi hal tersebut. Namun dari semua Meskipun dikotomi ini adalah problem
dikotomi di atas, yang menjadi fokus tulisan ini kontemporer namun keberadaannya tentu tidak
adalah dikotomi pertama. Persoalan dikotomi lepas dari proses historisitas yang panjang
pertama akan diberi tekanan, sekalipun sehingga bisa muncul sekarang ini. Proses
pembahasannya nanti akan berimbas pada sejarah tersebut diawali perkembangan
dikotomi-dikotomi lainya sebagai konsekuensi pertemuan Islam-Arab dengan budaya lainnya,
dari adanya dikotomi pertama tersebut. yang kemudian dilanjutkan dengan
Dikotomi yang terus aktual dipolemikkan perkembangan lembaga-lembaga pendidikan
adalah dikotomi antara ilmu “umum” dan ilmu dalam Islam serta diakhiri dengan pertentangan
“agama”. Dari dikotomi ini muncullah dua dua cara berpikir yang cukup berpengaruh
sistem pendidikan di Indonesia, yakni institusi dalam pembentukan dikotomi ilmu dalam
pendidikan umum (sekolah dan PTU) dan sejarah peradaban Islam.
institusi pendidikan agama (madrasah, Dengan pemaknaan dikotomi di atas, maka
pesantren, dan PTAI). Dikotomi ini telah juga dikotomi pendidikan Islam adalah dulaisme
menimbulkan sejumlah kesenjangan dalam sistem pendidikan antara pendidikan agama
pemerataan pendidikan, beserta segala dampak Islam dan pendidikan umum yang memisahkan
yang dihasilkannya. Pada dasarnya, dikotomi kesadaran keagamaan dan ilmu
jenis ini, yakni dikotomi dari segi corak pengetahuan.Dulaisme ini, bukan hanya pada
keilmuan yang diajarkan di pendidikan formal, dataran pemilahan tetapi masuk pada wilayah
telah berurat akar pada sejarah pendidikan di pemisahan, dalam operasionalnya pemisahan
Indonesia sejak masa Nusantara dikuasai oleh mata pelajaran umum dengan mata pelajaran
kerajaan-kerajaan lokal, masa penjajahan agama, sekolah umum dan madrasah, yang
Belanda dan Jepang, hingga tiga masa orde pengelolaannya memiliki kebijakan masing-
Indonesia merdeka (orde lama, orde baru, dan masing. Sistem pendidikan yang dikotomik
orde reformasi). Hal ini karena sistem pada pendidikan Islam akan menyebabkan
pendidikan yang diimplementasikan oleh pecahnya peradaban Islam dan akan menafikan
pemerintah dan rakyat Indonesia sekarang, peradaban Islam yang kqffah (menyeluruh).
diakui atau tidak, masih terkait dengan sistem
pendidikan yang dijalankan pada masa 2. Pengertian Dualisme
Pemerintahan Belanda ketika masih menjajah Perkataan “dualisme” adalah gabungan dua
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) perkataan dalam bahasa latin yaitu “dualis” atau
ini. “duo” dan “ismus” atau “isme”. “Duo”
memberi arti kata dua. Sedangkan “ismus”
Pengertian Dikotomi dan dualisme berfungsi membentuk kata nama bagi satu kata
1. Pengertian Dikotomi kerja. Dulaisme adalah dua prinsip yang saling
Dikotomi dalam bahasa Inggris adalah bertentangan.Secara terminologi dulaisme
dichotomy adalah pembagian dua bagian, dapat diartikan sebagai dua prinsip atau paham
pembelahan dua, bercabang dua bagian. (John yang berbeda dan saling bertentangan. Oleh
M. Echols dan Hassan Shadily,1992:180). karena itu, dulaisme ialah keadaan yang
Ada juga yang mendefinisikan dikotomi menjadi dua, dan ia adalah satu sistem atau teori
sebagai pembagian di dua kelompok yang yang berdasarkan kepada dua prinsip yang
saling bertentangan. (Departemen Pendidikan menyatakan bahwa ada dua substansi.
dan Kebudayaan, 1989 :205). Asal dualisme ini pada hakikatnya merupakan
Secara terminologis, dikotomi dipahami doktrin filsafat dan metafisika yang lahir dari
sebagai pemisahan antara ilmu dan agama yang alam pikiran para filosof Barat dalam melihat
kemudian berkembang menjadi fenomena entitas jiwa dan raga manusia. Asal usul konsep
dikotomik-dikotomik lainnya, seperti dikotomi dulaisme terkandung dalam pandangan hidup
ulama dan intelektual, dikotomi dalam dunia tentang alam (world view), serta nilai-nilai yang
pendidikan Islam dan bahkan dikotomi dalam membentuk budaya dan peradaban
diri muslim itu sendiri (split personality) Barat.Gagasan tentang dulaisme sebenarnya
(Ahmad Watik Pratiknya, 1991:104). dapat ditelusuri sejak zaman Plato dan
Bagi al- Faruqi, dikotomi adalah dulaisme Aristoteles yang memiliki pandangan
religius dan kultural. (Isma’il Raji a!-Faruqi, berhubungan dengan eksistensi jiwa yang
1982 : 37). terkait dengan kecerdasan dan kebijakan.Plato

17
Jurnal Tahdzibi: Manajemen Pendidikan Islam Volume 4 No. 1 Mei 2019 p-ISSN : 2502 - 9398
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/Tahdzibi e-ISSN : 2503 - 5126

dan Aristoteles berpendapat bahwa jaman kolonial Belanda di Indonesia tersebut.


“kecerdasan” seseorang merupakan bagian dari Ia menuliskan:
pikiran atau jiwa yang tidak bisa diidentifikasi “Within the context of Indonesia history during
atau dijelaskan dengan fisik.Jadi dalam the Dutch colonial government, there were at
pandangan tentang hubungan antara jiwa dan least two types of education system in
raga, fenomena mental adalah entitas non-fisik Indonesia, western-style schools or the Dutch
dan raga adalah fisik.Oleh karena itu, faham educational system and the traditional Islamic
dulaisme ini melihat fakta secara mendua.Akal education system. The Dutch colonial
dan materi adalah dua substansi yang secara government offered the first system, that is, the
ontologis terpisah. Jiwa-raga (mind-body) tidak secular or western educational system, which
saling terkait satu sama lain. initially aimed at preparation students to work
Dulaisme yang dikenal secara umum sampai administration staff and professionals in the
hari ini diterapkan oleh René Descartes (1641), lowest level of the Dutch government…. The
yang berpendapat bahwa pikiran adalah second type of school was the pesantren
substansi nonfisik.Descartes adalah yang (Islamic boarding schools), which mainly opted
pertama kali memodifikasi dulaisme dan for training in religious education based on the
mengidentifikasi dengan jelas pikiran dengan kitab kuning (Arabic classical text)”.
kesadaran dan membedakannya dengan otak, Kutipan A. Murni Kawakib di atas
sebagai tempat kecerdasan. Baginya yang riil menunjukkan, setidaknya, dua hal. Pertama,
itu adalah akal sebagai substansi yang berfikir dualisme sistem pendidikan formal di Indonesia
(substance that think) dan materi sebagai telah berlangsung sejak jaman kolonial
substansi yang menempati Belanda, yakni satu sisi terdapat sistem
ruang(extendedsubstance). Dengan demikian pendidikan pemerintah Belanda, dan di sisi lain
memang secara ideologis diciptakan adanya terdapat sistem pendidikan tradisional Islam
dulaisme pendidikan, yaitu sekolah umum yang (yakn pesantren). Kedua, kedua jenis sistem
memperoleh sokongan pemerintah dan menjadi pendidikan tersebut dibedakan pula dari sudut
tanggung jawab Kementerian Pendidikan tujuan. Sekolah Pemerintah Belanda
Nasional dan madrasah, pondok pesantren, dimaksudkan untuk menghasilkan pekerja
sekolah yang kurang mendapat perhatian dan administrasi rendah untuk dipekerjakan di
menjadi tanggung jawab Kementerian Agama. Pemerintahan Belanda. Sedangkan Pesantren
dimaksudkan sebagai tempat belajar dan latihan
Sistem Pendidikan di Indonesia Pra- bagi para siswa (santrinya) dengan berbasis
Kemerdekaan pada kitab kuning (teks-teks klasik berbahasa
Pada saat penjajahan Belanda, satu sisi terdapat Arab). Dalam kategori yang sejalan dengan
institusi pendidikan yang diselenggarakan oleh pesantren ini adalah Meunasah, Rangkang,
Pemerintah Hindia Belanda. Hanya 6% saja Dayah, dan Surau. Jika pesantren dianggap
penduduk pribumi dapat bersekolah di skolah- identik dengan Jawa, maka Meunasah,
sekolah pemerintah Hindia Belanda dan mereka Rangkang, dan Dayah identik dengan Aceh,
berasal dari kalangan priyayi. Di sisi lain sedangkan Surau identik dengan Sumatra Barat.
terdapat institusi pendidikan yang (Daulay, Haidar Putra, 2007 : 23-28).
diselenggarakan oleh masyarakat (Pesantren Institusi pendidikan lokal Indonesia (pesantren,
dan Madrasah). Bagi masyarakat non-priyayi, meunasah, rangkang, dayah, dan surau) pada
mereka mendapatkan pendidikan di pesantren masa awal islamisasi Nusantra memainkan
dan madrasah. Karena tekanan politik peran yang cukup banyak. Pertama, menjadi
pemerintah Hindia Belanda, sekolah Islam dan pusat Islamisasi, tempat dimensi institusional
madrasah berada pada kotak dan kubu sendiri. (nilai-nilai) Islam disosialisasikan kepada
Masing-masing institusi pendidikan tersebut penduduk pribumi, melalui berbagai cara,
mempunyai sistem pendidikan yang secara kegiatan, dan media. Kedua, pemelihara dari
diameteral berbeda dan dikotomik. A. Murni nilai-nilai tradisional Islam; dan ketiga, sebagai
Kawakib dalam bukunya Pesantren and pusat pendidikan Islam dan mencetak kader-
Globalization (Kawakib, A. Munir, 2009: 3-4). kader dakwah Islam (da’i dan atau muballigh) (
menggambarkan mengenai dua sistem Nathan dan HM Kamali. 2005 : 5).
pendidikan di Indonesia yang berakar sejak Pada masa selanjutnya, ketika masa penjajahan
Hindia Belanda (dan Jepang), institusi-instusi

18
Abdul Basyit: Dikotomi Dan Dualisme Pendidikan Di Indonesia

Jurnal Tahdzibi: Manajemen Pendidikan Islam 4 (1) pp 15-28 © 2019

pendidikan Islam tradisional di atas menambah tujuan pendidikan nasional. Undang-undang


fungsi dan perannya, yakni sebagai pusat sendiri dalam hirarki hukum di Indonesia
perlawanan dan resistensi terhadap merupakan implementasi dari Undang-Undang
kolonialisme dan imperialisme (Barat-Kristen). Dasar (UUD). UUD sendiri merupakan
Daya saing institusi pendidikan tradisional penjabaran dari konstitusi negara
Islam di atas berada pada dimensi akhlak dan (preambul/pembukaan UUD 1945) dan
penguasaan ilmu keagamaan (Islam). Namun, Falsafah Negara (Pancasila). Hirarki
umumnya, mereka memiliki kelemahan dalam konstitusional negara kesatuan Republik
penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan Indonesia sendiri adalah sebagaimana
keterampilan tekhnis yang terkait dengan iptek tergambar dalam skema di atas.
tersebut. Melihat berbagai kelemahan dari
pendidikan tradisional Islam ini, berbagai upaya
dilakukan oleh para pemikir, praktisi, dan
pembaharu dalam dunia pendidikan Nusantara
(Indonesia), termasuk pembaharu Islam dalam
bidang pendidikan. Secara sederhana,
perbedaan dan konvergensi dari sistem
pendidikan yang ada di Indonesia saat
pemerintahan Hindi-Belanda adalah sebagai
Gambar 1. Hirarki konstitusional negara
berikut:
kesatuan Republik Indonesia
Tabel 1. Perbedaan dan konvergensi dari sistem
Sejak masa kemerdekaan hingga masa
pendidikan yang ada di Indonesia saat
reformasi telah lahir beberapa Undang-Undang
pemerintahan Hindi-Belanda
tentang Sistem Pendidikan Nasional ini. Oleh
karena itu, makalah ini setidaknya akan
menganalisis beberapa di antaranya, yakni 1)
Undang-Undang No. 4 tahun 1950 yang
kemudian dikukuhkan kembali melalui
Ketetapan MPRS No XXVII/MPRS/1966. 2)
Sistem Pendidikan Nasional Pasca
dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama
(SKB) Tiga Menteri tahun 1975; 3) Sistem
Pendidikan Nasional versi Undang-Undang No
2 Tahun 1989; dan 4) Sistem Pendidikan
Nasional versi Undang-Undang No. 20 Tahun
Sistem pendidikan yang berlangsung pada masa 2003.
kolonial Belanda (dan pada masa pejajahan
Jepang) masih mempengaruhi dan direduplikasi Kajian Pustaka
oleh pemerintah Indonesia masa awal 1.Jurnal; Dualisme pendidikan di Indonesia
(sekalipun terdapat beberapa adaptasi) dan terus (Abdul Wahab Fakultas Tarbiyah dan
mengalami perubahan dari satu masa ke masa Keguruan IAIN Pontianak); Pandangan
yang lain (dari masa Orde Lama hingga orde dikotomis pada hakikatnya mengabaikan esensi
Reformasi sekarang ini). atau
nilai sprit pendidikan. Membedakan dan
Sistem Pendidikan Formal Di Indonesia menyamakan lebih dimaknai pada tataran
Pasca-Kemerdekaan permukaan sehingga jelas merusak nilai spirit
Undang-Undang tentang Sisten Pendidikan dari pendidikan Islam. Dualisme dan dikotomi
Nasional, sejak masa orde baru hingga masa bukan hanya pada tataran pemilahan, tetapi
reformasi. Yang dimaksud dengan Undang- telah masuk pada wilayah pemisahan yang
Undang adalah seperangkat aturan-aturan atau dalam operasionalnya memisahkan mata
ketentuan yang terpadu dari semua satuan dan pelajaran umum dari mata pelajaran agama,
kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan sekolah umum dan madrasah yang
lainnya untuk mengusahakan tercapainya pengelolaannya berjalan terpisah-pisah.

19
Jurnal Tahdzibi: Manajemen Pendidikan Islam Volume 4 No. 1 Mei 2019 p-ISSN : 2502 - 9398
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/Tahdzibi e-ISSN : 2503 - 5126

Puncaknya pada pemerintah Orde Baru yang madrasah Ibtidaiyah hingga Aliyah) termasuk
mengeluarkan melalui Surat Keputusan PTAI.
Bersama (SKB) pada tanggal 24 Maret 1975
yang menguatkan pemisahan itu hingga saat ini. Teknik Analisa data, Pendekatan dalam
Dampaknya terasa merugikan dan makna Islam penelitian ini menggunakan analisis diskriptif
menjadi sempit karena pengotak-kotakan ilmu kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data,
akhirnya menomorduakan dan menganaktirikan selain studi pustaka, observasi, diskusi, dan
pendidikan Islam. Sebagai solusi alternatif juga menggunakan analisis data melalui
harus diikuti upaya integrasi pengetahuan serta penelaahan yang dilakukan secara intensif,
reposisi, yaitu cara pandang yang ilmu-ilmu mendetail, dan komprehensif, yaitu dilakukan
Islam pada posisi yang sebenarnya. pencocokan atau kesesuaian perkembangan
2. Jurnal; Dikotomi ilmu dan dualisme pendidikan Agama Islam di Indonesia.
pendidikan (Samrin Dosen Jurusan Tarbiyah
STAIN Sultan Qaimuddin Kendari, Jurnal Al- HASIL DAN PEMBAHASAN
Ta’dib Vol. 6 No. 1 Januari-Juni 2013); 1. Masa Kemerdekaan Awal
dualisme pendidikan dikalangan para ahli Dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan
masih terus berlangsung. Diterimanya prinsip bahwa salah satu tujuan negera Republik
dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu- Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan
ilmu umum adalah di antara indikasi bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
kerapuhan dasar filosofis pendidikan Islam pemerintah dan rakyat Indonesia berusaha
itu. Dikotomi terlihat dengan jelas pada membangun dan mengembangkan pendidikan
dualisme sistem pendidikan di negeri-negeri semaksimal mungkin. Usaha-usaha yang
muslim, sistem pesantren dengan segala variasi dilakukan dalam mengembangkan pendidikan
dan implikasinya dalam pembentukan ini adalah. Usaha awal adalah membentuk
wawasan intektual keIslaman umat, dan Panitia Penyelidik Pendidikan dan Pengajaran
sistem pendidikan sekuler dengan segala (P4) pada tahun 1946 pada masa Menteri
dampak dan akibatnya dalam persepsi Pendidikan P dan Kebudayaan-nya dipimpin
keagamaan. oleh Mr. Soewandi. Panitia tersebut dipimpin
Novelty riset; Yang yang diperlukan sekarang oleh Ki Hajar Dewantara. Panitian ini bertugas
dalam upaya perbaikan mutu pendidikan formal untuk meninjau ulang kembali dasar-dasar, isi,
dan non formal adalah memperbaiki kualitas susunan, dan seluruh usaha pendidikan dan
dan sistemnyayang dimaksud dengan sistem pengajaran.
yakni seperangkat perencanaan, proses, dan Usaha selanjutnya adalah mengadakan kongres
eavaluasi pendidikan yang dibangun di atas tata pendidikan di Solo (tahun 1947) dan
nilai Islami. Justru institusi pendidikan Islam menghasilkan kepanitian Pembentukan
harus menujukkan lebih berkualitas, Rencana Undang-Undang Pokok Pendidikan
professional dan sangat memikirkan dan Pengajaran, yang diketuai oleh Ki Hajar
kemaslahatan umat. Dewantoro. Pada tahun 1949 diselenggarakan
Kongres Pendidikan kedua di Yogyakarta, yang
banyak melahirkan saran dan rekomendasi
METODE PENELITIAN untuk penyusunan Undang-Undang Pokok
Pendidikan. Undang-Undang Pendidikan
Obyek penelitian ini adalah dikotomi dan sendiri kemudian lahir pada tahun 1950 melalui
dualisme pendidikan di Indonesia. Telah Undang-Undang No. 4 tahun 1950 dengan
diketahui bahwa sejak kemerdekaan pendidikan nama Undang-Undang tentang Dasar
di Indonesia hingga sekarang, khususnya Pendidikan dan Pengajaran (UUPP) di sekolah.
pendidikan Agama Islam, mengalami pasang UUPP ini terdiri dari 17 bab dan 30 pasal. Di
surut. Departeman Pendidikan Nasional dalam UUPP tersebut dicantumkan tujuan dan
(Depdiknas), memiliki otoritas dasar-dasar pendidikan dan pengajran sebagai
penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan berikut.
berada di Depdiknas sementara Departemen a). Tujuan Pendidikan, Bab II Pasal 3;
Agama pun (dan beberapa departemen lainnya) "Tujuan pendididikan dan Pengajaran
mengelola institusi pendidikan yang berada di ialah membentuk manusia susila yang
bawah naungannya, yakni madrasah (mulai dari cakap dan warga negara yang

20
Abdul Basyit: Dikotomi Dan Dualisme Pendidikan Di Indonesia

Jurnal Tahdzibi: Manajemen Pendidikan Islam 4 (1) pp 15-28 © 2019

demokratis serta bertanggung jawab a). Dasar Pendidikan Nasional; Dasar


tentang kesejahteraan masyarakat dan Pendidikan Nasional adalah falsafah
tanah air." Negara Pancasila.
b). Dasar Pendidikan dan Pengajaran, Bab b). Tujuan Pendidikan Nasional; Tujuan
III Pasal 4; "Pendidikan dan Pendidikan Nasional ialah Membentuk
Pengajaran berdasarkan atas asas- manusia Pancasilais Sejati berdasarkan
asas yang termasuk dalam Pancasila, ketentuan-ketentuan seperti yang
Undang-Undang Dasar Negara dikehendaki oleh Pembukaan Undang-
Republik Indonesia dan atas Undang Dasar 1945 dan Isi Undang-
kebudayaan kebangsaan Indonesia. Undang Dasar 1945.
Dengan berdasar pada UUPP di atas, c). Isi Pendidikan Nasional; Untuk
pendidikan formal yang diselenggarakan oleh mencapai dasar tujuan di atas, maka isi
pemerintah adalah sekolah (SD, SMP, SMA). pendidikan nasional adalah
Sedangkan institusi pendidikan lainnya hanya a)Mempertinggi mental-moral budi
merupakan binaan dari pemerintah, sedangkan pekerti dan memperkuat keyakinan
pengelolanya adalah swasta atau pribadi. Pada agama, b) mempertinggi kecerdasan dan
masa awal ini, perhatian pemerintah terhadap keterampilan, c) Membina dan
madrasah atau pendidikan Islam umumnya memperkembangkan fisik yang kuat
lebih meningkat, dibanding masa pemerintahan dan sehat.
Hindia Belanda Badan Pekerja Komite Tap MPRS di atas lahir setelah kegagalan G 30
Indonesia Pusat (BPKIP), misalnya, S/PKI yang sekaligus menandai lahirnya Orde
menerbitkan maklumat tentang perlunya Baru. Melalui Tap MPRS tersebut maka
peningkatan pengajaran di madrasah. penguatan pendidikan Agama di sekolah umum
Pada tanggal 3 Januari 1946 Kementerian mendapat perhatian serius. Berdasarkan Tap
Agama resmi berdiri yang antara lain bertugas MPRS maka lahirlah peraturan bersama antara
untuk mengurusi soal-soal yang berkenaan Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
dengan kehidupan beragama bagi seluruh Kebudayaan pada tanggal 23 Oktober 1967.
masyarakat Indonesia, termasuk masalah Peraturan bersama tersebut menetapkan
pendidikan agama. Berdasarkan hal tersebut pengalokasian waktu untuk pendidikan Agama
maka Departemen Agama diberikan di sekolah, yakni kelas 1 dan 2 sekolah dasar
keleluasaan untuk mengelola institusi diberikan mata pelajaran agama selama 2 jam
pendidikan (madrasah dan pesantren), termasuk perminggu, kelas 3 diberikan mata pelajaran
bertanggung jawab terhadap pendidikan Agama agama selama 3 jam perminggu, sedangkan
di sekolah-sekolah yang dikelola oleh kelas 4 sampai kelas 6 diberikan mata pelajaran
Departemen Pendidikan Nasional. Menurut agama ini selama 4 jam perminggu. Hal ini
Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1946 berlaku pula bagi SMP dan SMA. Sedangkan di
dan Peraturan Menteri Agama Nomor 7 tahun PT diberikan selama 2 jam perminggu.
1950, yang dimaksud dengan madrasah adalah (Steenbrink, Karel, 1985 : 94).
a) Tempat pendidikan yang diatur sebagai 2. Sistem Pendidikan Nasional versi SKB
sekolah dan membuat pendidikan dan ilmu Tiga Menteri
pengetahuan agama Islam menjadi pokok Pada tahun 1972 dan tahun 1974, Presiden
pengajarannya, b) Pondok dan pesantren yang Soeharto mengeluarkan Keppres No 34/1972
memberi pendidikan setingkat dengan dan Inpres No 15/1974 yang dianggap
madrasah melemahkan dan mengasingkan madrasah dan
Sayangnya perhatian itu tak berlanjut dan pendidikan nasional yang memunculkan reaksi
tampak dari UU Pendidikan Nasional No keras umat Islam. Untuk meredam reaksi
4/1950 jo UU No 12/1954 yang hanya tersebut kemudian muncul Surat Keputusan
memasukkan pendidikan agama di sekolah Bersama (SKB) tiga menteri yakni Menteri
umum, namun soal madrasah dan pesantren Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
tidak dimasukkan sama sekali. Dalam dan Menteri Dalam Negeri pada 1975 yang
perkembangan selanjutnya, dasar, tujuan, dan mensejajarkan level madrasah dengan sekolah
isi pendidikan dapat dilihat dalam Ketetapan umum, yakni Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang
MPRS No XXVII/MPRS/1966, yang sebagian setingkat dengan SD, Madrasah Tsanawiyah
isinya adalah sebagai berikut: (MTs) yang setingkat dengan SMP, dan

21
Jurnal Tahdzibi: Manajemen Pendidikan Islam Volume 4 No. 1 Mei 2019 p-ISSN : 2502 - 9398
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/Tahdzibi e-ISSN : 2503 - 5126

Madrasah Aliyah (MA) yang setingkat dengan Pertama, kesempatan untuk melakukan studi
SMA. SKB tiga menteri ini pada hakikanya lanjut. Lulusan madrasah pasca SKB dapat
adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di melanjutkan studi ke PT manapun, baik PTAI
madrasah. Dalam Surat Keputusan Bersama maupun PTU. Kedua, kesempatan kerja.
(SKB) tahun 1975, Bab I Pasal I disebutkan Sebelum lahirnya SKB Tiga Manteri
bahwa, "Yang dimaksud dengan madrasah kesempatan untuk menjadi pegawai negeri
dalam keputusan Bersama ini adalah lembaga maupun swasta, bagi alumnus madrasah hanya
Pendidikan yang menjadikan mata pelajaran terbatas dalam lingkungan Departemen Agama
agama Islam sebagai dasar yang diberikan atau lembaga-lembaga keagamaan saja.
sekurang-kurangnya 30% di samping mata Ketiga, kesetaraan institusi madrasah dengan
pelajaran umum". sekolah dalam hal pengelolaan, akses, dan
pengembangan. Dari sudut ini, kelahiran SKB
Tiga menteri itu dapat dilihat sebagai upaya
untuk meminimalisir ekskapansi (kesenjangan)
antara lulusan madrasah dengan sekolah umum.
Upaya meminimalisir kesenjangan tersebut
sangat diperlukan dalam rangka untuk
menghilangkan dua pola pikir generasi
Indonesia masa mendatang.
Komposisi kurikulum madrasah 70% adalah
Keterangan:
mata pelajaran umum dan 30% pelajaran agama
= Garis melanjutkan
menambah beban siswa madrasah. Di sisi lain
= Garis Kesetaraan
30% pelajaran agama termasuk bahasa Arab
dan Garis Pindah
tidak mencukupi lulusan madrasah menjadi
calon ulama.
Gambar 2. Hubungan antara madrasah dengan
sekolah umum
3.Sistem Pendidikan Nasional dalam Undang-
Undang No 2 Tahun 1989
madrasah di setiap levelnya lebih banyak, yakni
Pada tahun 1989, Pemerintah Indonesia
sekitar 70%. Walaupun demikian, kedudukan
mengeluarkan Undang-Undang Sistem
mata pelajaran agama tetap memegang peranan
Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) kembali.
yang amat penting seperti tertera dalam
Produknya adalah Undang-Undang Nomor 2
kurikulum madrasah aliyah Tahun 1984, sekitar
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
30%. Dengan dikeluarkannya SKB Tiga
(Sisdiknas). Undang-Undang ini terdiri dari XX
Menteri tersebut, maka madrasah memasuki era
Bab dan 59 Pasal; berisikan: Ketentan Umum,
baru, yakni era kesetaraan dan kesederajatan
dasar fungsi dan tujuan, hak warga negara untuk
antara madrasah dengan sekolah, seperti yang
memperoleh pendidikan, satuan jalur dan jenis
tertera pada bagan di bawah ini.
pendidikan, jenjang pendidikan, peserta didik,
Hasil dari peningkatan civil effect ijazah
tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan,
madrasah adalah sama dengan ijazah umum,
kurikulum, hari belajar dan libur, sekolah,
seperti tertera dalam Bab II Pasal 2 SKB tiga
bahasa pengantar, penilaian, peran serta
menteri tersebut. Hakikat dari SKB tiga menteri
masyarakat, badan pertimbangan pendidikan
tersebut adalah 1) Ijazah madrasah mempunyai
nasional, pengolahan, pengawasan, ketentuan
nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum
lain, ketentuan pidana, ketentuan peralihan,
yang setingkat/sederajat; 2) Lulusan madrasah
ketentuan penutup.
dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat
Sejak diundangkannya UU No. 2 Tahun 1989
atas; 3) siswa madrasah dapat berpindah ke
Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan
sekolah umum yang setingkat. Sebelum
Nasional, ditindaklajuti dengan lahirnya
lahirnya SKB Tiga Menteri tahun 1975
Peraturan Pemerintah yang berkenaan dengan
tersebut, terdapat perbedaan mendasar antara
pendidikan meliputi:
lulusan madrasah dengan sekolah umum.
a). PP No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Perbedaan mendasar ini terlihat sekali di dalam
Prasekolah
dua hal.
b). PP No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Dasar

22
Abdul Basyit: Dikotomi Dan Dualisme Pendidikan Di Indonesia

Jurnal Tahdzibi: Manajemen Pendidikan Islam 4 (1) pp 15-28 © 2019

c). PP No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan ditambah dengan ciri keisalaman yang tertuang
Menengah dalam kurikulum, yaitu memiliki mata
d). PP No. 30 Tahun 1990 yang kemudian pelajaran agama yang lebih dari sekolah.
diganti dengan PP No. 60 Tahun 1990 Sesuai dengan PP Nomor 29 yang membagi
tentang Pendidikan Tinggi pendidikan menengah kepada beberapa jenis,
e). PP No. 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan maka madrasah pun dibagi pada dua jenis,
Luar Biasa yakni 1) Madrasah Aliyah yang setara dengan
f). PP No. 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan SMU, mengajarkan kurikulum SMU ditambah
Luar Sekolah dengan mata pelajaran yang bercirikan Islam.
g). PP No. 38 Tahun 1992 tentang Oleh karena itu, seluruh sistem madrasah
Kependidikan Aliyah tersebut sama dengan sekolah umum.
h). PP No. 39 Tahun 1992 tentang Peran serta Hak dan civil effect-nya juga sama. 2) Madrasah
Masyarakat dalam Pendidikan. Aliyah keagamaan; madrasah ini didasarkan
Peraturan Pemerintah yang terkait dengan pada PP No. 29 Tahun 1990, Bab I, Pasal I Ayat
sekolah dan madrasah adalah PP Nomor 28 dan 2, yakni pendidikan pada jenjang menengah
29 Tahun 1990. Di dalam PP No. 28 Tahun yang mengutamakan penguasaan pengetahuan
1990 disebutkan pada Bab III Pasal 4 Ayat (3) khusus siswa tentang ajaran agama yang
dijelaskan bahwa sekolah dasar dan sekolah bersangkutan.
lanjutan tingkat pertama yang berciri khas Madrasah Aliyah jenis pertama, sesuai dengan
agama Islam yang diselenggarakan Departemen Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 370
Agama masing-masing disebut Madrasah Tahun 1993 di atas, adalah dikelompokkan
Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. kepada pendidikan menengah umum. Oleh
Sedangkan PP Nomor 29 Tahun 1990 Bab I karena itu, Madrasah Aliyah haruslah sejalan
Pasal 1 membagi pendidikan menengah kepada: dengan pendidikan mengenah umum lainnya,
Pendidikan menengah kepada: Pendidikan hanya saja diberikan ciri khas, yakni menjadi
Menengah Umum, Pendidikan Menengah sekolah menengah yang berciri khas agama
Kejuruan, Pendidikan Menengah Keagamaan, Islam.
Pendidikan Menengah Kedinasan, dan Sedangkan Madrasah Aliyah jenis kedua, yakni
Pendidikan Menengah Luar biasa. Untuk MAK, dapat digolongkan kepada sekolah
menindaklanjuti pelaksanaan Peraturan menengah keagamaan. Menurut UU No. 2
Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tersebut, Tahun 1989, Bab IV, Pasal 11 Ayat (6)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta disebutkan bahwa Pendidikan Menengah
Menteri Agama masing-masing mengeluarkan Keagamaan merupakan pendidikan yang
Surat Keputusan. Menteri P dan K mempersiapkan peserta didik untuk dapat
mengeluarkan Surat Keputusan No. menjalankan peranan yang menuntut
489/U/1992 tentang Sekolah Menengah Umum, penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran
sedangkan Menteri Agama mengeluarkan SK agama yang bersangkutan.
No. 370 Tahun 1993 tentang Madrasah Aliyah.
Selanjutnya, Menteri Agama mengeluarkan 4.Sistem Pendidikan Nasional dalam Undang-
Surat Keputusan No. 373 Tahun 1993 Undang No. 20 Tahun 2003
(tertanggal 22 Desember 1993) tentang Pendidikan yang mengarah pada substansi
Kurikulum Madrasah Aliyah (MA) dan Surat pendidikan keimanan dan ketakwaan mendapat
Keputusan No 374 Tahun 1993 (tertanggal 22 tekanan yang cukup kuat. Pasal 36 ayat (3.a)
Desember 1993) tentang Kurikulum Madrasah pada UU No. 20/2003 ini disebutkan bahwa
Aliyah Keagamaan (MAK). kurikulum disusun dengan memperhatikan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 dan peningkatan iman dan takwa. Sedangkan pada
29 serta diikuti oleh Surat Keputusan Menteri pasal 37 ayat (1.a) disebutkan bahwa
Pendidikan dan Kebudayaan dan Meteri Agama "Pendidikan agama wajib ada di dalam
dapat diketahui bahwa Madrasah adalah kurikulum pendidikan dasar dan menengah".
sekolah yang berciri khas agama Islam. Sedangkan dalam pasal 37 ayat (2.a) dinyatakan
Berkenaan dengan ini, maka madrasah bahwa "Pendidikan agama wajib ada di dalam
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan kurikulum pendidikan tinggi". Berdasarkan
Madrasah Aliyah memiliki kurikulum yang beberapa butir UU di atas, jelas bahwa UU telah
sama dengan sekolah umum (SD, SMP, SMA), menjamin terwujudnya peserta didik yang

23
Jurnal Tahdzibi: Manajemen Pendidikan Islam Volume 4 No. 1 Mei 2019 p-ISSN : 2502 - 9398
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/Tahdzibi e-ISSN : 2503 - 5126

beriman dan bertakwa sebagaimana dituntut pendidikan non-Islam yang diselenggarakan


dalam rumusan tujuan pendidikan. dan dikelola oleh pemerintah.
Fungsi, peranan, dan status madrasah secara Pandangan dikotomis mentipologikan
substansial pada Undang-Undang No. 20 Tahun kehidupan secara sederhana, yakni berpasang-
2003 ini tidak berbeda dengan madrasah pada pasangan dan atau berlawan-lawanan, atau
Undang-Undang No. 2 Tahun 1989. Hanya saja sejalan dengan kerangkan berpikir Newtonian
dilihat dari kekuatan yuridisnya, madrasah pada tentang binary oposition (oposisi biner).
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 lebih kuat Dikotomi dan dualisme sistem pendidikan
dan lebih kokoh, karena penyebutan Islam yang ada di Indonesia, dan lainnya,
nomenklatur madrasah masuk pada batang seperti di atas salah satunya bermuara dari
tubuh undang-undang. Hal ini berbeda denga pandangan dikotomik tentang kehidupan (yakni
UU No.2 tahun 1989, peristilahan madrasah dunia dan akherat), struktur manusia (jasmani
hanya berada dalam Peraturan Pemerintah dan dan rohani), serta ilmu (agama dan ”umum”.
Surat Keputusan Menteri. Madrasah Ibtidaiyah Dari dikotomi-dikotomi tersebut, maka
dan Madrasah Tsanawiyah dijelaskan pada PP dualisme sistem pendidikan di Indonesia pun
No. 28 Tahun 1990. Sedangkan kata Madrasah tumbuh berkembang. Pendidikan Islam
Aliyah disebutkan pada Surat Keputusan diposisikan pada aspek akhirat, rohani, dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. agama saja, sementara pendidikan umum
489/U/1992. diposisikan pada aspek duniawi, jasmani, dan
Penyebutan madrasah pada Undang-Undang sains (ipteks). Dengan demikian, pendidikan
No. 20 Tahun 2003 dapat ditemukan pada pasal keagamaan dihadapkan dengan pendidikan
17 dan 18. non-keagamaan, pendidikan keislaman dengan
a). Pasal 17: Pendidikan Dasar berbentuk non-keislaman, pendidikan agama dengan
Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah pendidikan umum, demikian seterusnya.
Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang Selebihnya, pendidikan (agama) Islam seolah-
sederajat serta Sekolah Menengah olah hanya mengurusi persoalan ritual dan
Pertama (SMP) dan Madrasah spiritual, sementara kehidupan sain, teknologi,
Tsanawiyah atau bentuk lain yang sosial, budaya, ekonomi, politik, dan seni
sederajat. dianggap sebagai urusan duniawi yang menjadi
b). Pasal 18: Pendidikan Menengah bidang garapan pendidikan non-agama atau
berbentuk Sekolah Menengah Atas ”umum”.
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Paradigma dikotomis mempunyai implikasi
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), terhadap pengembangan pendidikan di
dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) Indonesia, pendidikan agama Islam lebih
atau bentuk lain yang sederajat. diorientasikan pada keakhiratan, sedangkan
masalah duniawi dianggap tidak penting, serta
5.Menuju Konvergensi menekankan ada pendalaman al-’ulum al-
Berdasarkan pada Undang-Undang dasar 1945 diniyyah (ilmu-ilmu keagamaan) yang
pasal 31 ayat (3) Pemerintah berkewajiban merupakan jalan pintas untuk menuju
untuk menyelenggarakan satu sistem kebahagiaan akhirat. Sementara, sains (ipteks)
pendidikan formal. Namun pada kenyataannya, dianggap terpisah dari agama, yang
Namun, dalam UU Sisdiknas, terkahir UU diorientasikan pada urusan keduniawiaan, serta
Nomor 20 tahun 2003 menyebut dua buah menekankan pada pendalaman al-’ulum al-
institusi pendidikan yakni sekolah dan dunyawiyyah (ilmu-ilmu keduniaan). Dari segi
Madrasah. Keduanya diakui sebagai institusi pendekatan, dari kedua pendidikan ini, secara
pendidikan dalam sistem pendidikan Nasional dikotomis, dapat dibedakan. Pendidikan
di Indonesia. Akomodasi negara terhadap (agama) Islam bersifat normatif, doktriner, dan
keberadaan madrasah (dari mulai madrasah absolut. Peserta didik diarahkan untuk menjadi
Ibtida'iyah hingga 'Aliyah, serta Perguruan pelaku (actor) yang loyal (setia), memiliki
Tinggi Agama Islam), adalah tidak salah, jika sikap commitment (keberpihakan), dan dedikasi
dianggap sebagai kemenangan politik (pengabdian) yang tinggi terhadap agama yang
pendidikan bagi umat Islam. Indikator terhadap dipelajarinya. Sementara itu, kajian-kajian
hal ini adalah tidak atau belum adanya institusi keilmuan yang bersifat empiris, rasional, dan

24
Abdul Basyit: Dikotomi Dan Dualisme Pendidikan Di Indonesia

Jurnal Tahdzibi: Manajemen Pendidikan Islam 4 (1) pp 15-28 © 2019

analitis kritis merupakan karakteristik dari dan dipertahankan dengan dana wakaf dari para
pendidikan ilmu ”umum”. dermawan dan penguasa politik muslim.
Motivasi kesalehan mendorong para dermawan
Tabel 2. Karaktersitik dari pendidikan ilmu untuk mengarahkan madrasah pada lapangan-
umum lapangan ilmu-ilmu agama yang lebih banyak
mendatangkan pahala, sementara itu penguasa
politik yang memperkarsai berdirinya
madrasah, mungkin karena dorongan politik
tertentu atau motivasi murni untuk menegakkan
ortodoksi Sunni, serta mendikte madrasah/ al-
Jami’ah untuk tetap dalam kerangka ortodoksi
(kerangka syari’ah).
Sejarah membuktikan bahwa dikotomi ekstrem,
yang menempatkan hegemoni ortodoksi
Dikotomi dan konsekuensinya, sebenarnya, (syari’ah) di atas ipteks dan ipteks berada pada
bukan hanya terjadi di Indonesia saja dan pada posisi marginal, telah menyebabkan
masa sekarang saja. Secara doktrinal, ajaran kemunduran peradaban sebuah agama atau
Islam tidak mengenal perbedaan antara ilmu bangsa. Hal ini terjadi pada bangsa Eropa pada
agama dan ilmu dunia. Namun dalam masa The Dark Middle Age dan pada peradaban
realitasnya, dalam sejarah Islam abad Muslim. Sebaliknya, penyampingan agama atas
pertengahan, dikotomi ini terjadi, di mana ulum ipteks telah menyebabkan sekulerisasi tanpa
al-diniyyah (penekanan pada tafsir, hadits, fiqh, kontrol, ekploitasi alam yang tidak terkendali,
dan tasawuf) meng”hegemoni” atau dan dan dekadensi moral yang belum teratasi. Isue-
mengontrol sains, teknologi, serta isue politik gnocida (pembunuhan masal),
perkembangan madrasah dan al-jami’ah. aparthaed (racial cleansing), global warming,
Misalnya, keberadaan madrasah al-thib climate change, dan peningkatan stress, depresi,
(sekolah kedokteran) tidak dan dapat serta suicide (bunuh diri), merupakan salah satu
mengembangkan ilmu kedokteran dengan dampak dari terpinggirkannya peran agama
bebas, karena sering digugat fuqaha. Para dalam perkembangan ipteks.
saintis muslim pernah digugat oleh para fuqaha Oleh karena itu, berbagai upaya yang dilakukan
dan tidak diperkenan menggunakan organ- oleh para pembaharu Muslim, termasuk dalam
oragan mayat sekalipun dibedah untuk dunia pendidikan, untuk kembali
diselidiki. Demikian pula, Rumah Sakit Riset di menyeimbangkan dan menyinergikan antara
Baghdad dan Kairo, karena dibayangi legalisme agama dan ipteks, mutlak dilakukan sebagai
fiqh yang kaku, akhirnya harus berkonsentrasi terobosan dari krisis multidimensi yang
pada ilmu kedokteran teoritis dan perawatan. melanda kemanusiaan. Penguatan pendidikan
Mengapa legalisme fiqh atau syari’ah dan atau (agama) Islam dalam pendidikan nasional di
ortodoksi agama serta semangat intoleransi Indonesia, mutlak harus terus diarus-utamakan,
terhadap para saintis (kalangan muslim dan terutama ketika kegagalan pendidikan Agama
non-muslim) begitu dominan dalam lembaga (Islam) dituding sebagai salah faktor utama dari
pendidikan, temasuk di Indonesia? Menurut kegagalam moral di Indonesia. (A. Tafsir,
Azyumardi Azra (1994), hal itu terjadi karena: 2008:123).
1) Pandangan tentang ketinggian syari’ah atau Upaya Islamisasi pengetahuan (dalam artian
ilmu-ilmu keagamaan, sebagai ”jalan tol” untuk memadukan nilai-nilai keislaman dalam ipteks)
menuju Tuhan; 2) lembaga-lembaga pendidikan dan ”wahyu memandu ilmu” merupakan salah
Islam secara institusional dikuasai oleh mereka satu upaya ke arah tersebut. Dalam UU Nomor
yang ahli dalam bidang-bidang keagamaan, 20 Tahun 2003 pasal 37 ayat (1) disebutkan
sehingga kelompok saintis (dar al-’ilm) tidak bahwa ”Pendidikan agama dimaksudkan untuk
mendapat dukungan secara institusional, membentuk peserta didik menjadi manusia
sehingga kaum saintis tidak berdaya beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
menghadapi fuqaha yang mengklaim legitimasi Maha Esa serta berakhlak mulia”. Hal ini berarti
realigius sebagai the guardian of God’s given bahwa pendidikan agama kembali mendapat
law (pelindung/penguasa syari’ah); dan 3) tekanan dan posisi yang kuat dalam sistem
hampir seluruh madrasah/ al-Jami’ah didirikan pendidikan di Indonesia.

25
Jurnal Tahdzibi: Manajemen Pendidikan Islam Volume 4 No. 1 Mei 2019 p-ISSN : 2502 - 9398
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/Tahdzibi e-ISSN : 2503 - 5126

Terdapat hal yang penting untuk dicatat bahwa menimbulkan keterpurukan hasil dalam
yang diperlukan sekarang dalam upaya pendidikan.Yang penting untuk dicatat bahwa
perbaikan mutu pendidikan formal adalah yang diperlukan sekarang dalam upaya
memperbaiki kualitas sistemnya. Jika umat perbaikan mutu pendidikan formal adalah
Islam menghendaki adanya sistem pendidikan memperbaiki kualitas sistemnya. Dalam hal ini,
yang Islami (berlandaskan pada tata nilai yang dimaksud dengan sistem yakni
keislaman), bukanlah hanya terletak pada seperangkat perencanaan, proses, dan eavaluasi
keberadaan bidang studi (mata pelajaran) pendidikan yang dibangun di atas tata nilai
agama yang banyak saja, sebagaimana terjadi Islami.
pada madrasah pada masa lalu, tetapi haruslah
diorientasikan untuk membangun sistem yang DAFTAR PUSTAKA
islami. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan Ahmad Watik Pratiknya, “Identifikasi Masalah
sistem yakni seperangkat perencanaan, proses, Pendidikan Agama Islam di Indonesia”,
dan eavaluasi pendidikan yang dibangun di atas Muslih Usa (Ed.), Pendidikan Islam di
tata nilai Islami. Hal ini ditempuh dengan upaya
Indonesia Antara Cita dan Fakta
penciptaan suasana religius Islami di setiap
lingkungan pendidikan, baik pendidikan Yogyakarta : Tiara Wacana, 1991.
formal, non-formal, dan informal (Muhaimin, Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam
2009: 55-59). Perspektif Islam, Bandung, Remaja
Rosda Karya, 2007, cet-7
KESIMPULAN Azra, Azyumardi. ”Islamic Thought: Theory,
Dari pemaparan di atas dapat dipahami bahwa Concept, and Doctrines in the Context of
dikotomi antara Ilmu ”agama” dan ilmu
Southeast Asia”. Dalam KS Nathan dan
”umum” telah melahirkan dualitas pada sistem
pendidikan formal di Indonesia, yakni sekolah HM Kamali. Islam in Southeats Asia for
dan madrasah. Sekolah dipersepsi sebagai the 21th Century. Singapore: ISEAS.
”institusi pendidikan yang menyelenggarakan 2005.
pendidikan ilmu umum”, yang diselenggarakan Azyumardi Azra, dalam Marwan Saridjo,
dan dikelola oleh Departemen Pendidikan Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam,
Nasional. Sedangkan madrasah dipersepsi Amissco, Jakarta, 1996.
sebagai ”institusi yang menyelenggarakan
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan,
pendidikan ilmu agama” yang diselenggarakan
dan dikelola oleh Departemen Agama. Dari Mengatasi kelemahan pendidikan Islam
kedua sekolah ini, muncul persepsi bahwa di Indonesia, Jakarta, Kencana Prebada
sekolah-sekolah yang dikelola Diknas dikesani Media Group, 2008, Cet-3.
sebagai sekolah “umum”, non-agamis, atau Ahmad Syafi’i Ma’arif, Pemikiran tentang
“sekuler”, tapi maju, terdepan, dan modern. Pembaharuan Pendidikan Islam di
Sedangkan, sekolah-sekolah yang dikelola
Azyumardi Azra, dalam Marwan
Departemen Agama, dikesani sebagai sekolah
“agama” dan religius, tetapi tertinggal, tertutup Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan
bagi kemajuan Ipteks, dan tradisional. Mungkin Agama Islam, Amissco, Jakarta, 1996.
persepsi tersebut tidak sepenuhnya benar, dan Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan
juga tidak sepenuhnya salah. Di satu sisi, dan Pembaruan Pendidikan Islam di
terdapat sekolah-sekolah yang dikelola Diknas Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
yang masih tertinggal, tradisional, dan kumuh; Media Group. 2007.
dan di sisi lain, terdapat sekolah-sekolah Islam
Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan
yang modern, berstandar internasional, dan
maju. Dikotomi tersebut memang masih belum dan Pembaruan Pendidikan Islam di
dapat dihapuskan, tetapi perlu untuk dimediasi Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
dan dikonvergensikan, agar agama dan ipteks Media Group. 2007.
diajarkan, dikuasai, dan diaplikasikan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
setiap peserta didik. Tataran konsep dikotomi “Dulaisme”, Kamus Besar Bahasa
akan menimbulkan dulaisme pendidikan pada Indonesia Jakarta : Balai Pustaka, 1989
tataran praksis yang pada berikutnya akan

26
Abdul Basyit: Dikotomi Dan Dualisme Pendidikan Di Indonesia

Jurnal Tahdzibi: Manajemen Pendidikan Islam 4 (1) pp 15-28 © 2019

Departemen Agama RI, Al-Quran dan


Terjemahan, J-Art. 2004
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
“Dulaisme”, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Jakarta : Balai Pustaka, 1989.
Isma’il Raji al-Faruqi, Islamization of
Knowledge : General Principles and
Workplan Hemdon : HIT, 1982.
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus
Inggris-Indonesia Jakarta : PT. Gramedia
Utama, 1992
Kawakib, A. Munir. Pesantren and
Globalization. Malang: UIN Malang
Press. 2009.
Steenbrink, Karel. Pesantren, Madrasah,
Sekolah. Jakarta: LP3ES. 1985.
Zakiah Darajat, dalam buku “Peran Agama
dalam Kesehatan Mental”, Jakarta,
Gunung Agung, 1996,
Zakiah Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta, Bumi Aksara, 1992, cet-2.
Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, Jakarta,
Gunung Agung, 1996, cet-23

27
Jurnal Tahdzibi: Manajemen Pendidikan Islam Volume 4 No. 1 Mei 2019 p-ISSN : 2502 - 9398
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/Tahdzibi e-ISSN : 2503 - 5126

28

Anda mungkin juga menyukai