Anda di halaman 1dari 17

kapita selekta pendidikan

''problematika pendidikan islam


secara teori dan praktik ''
dosen pegampuh : ibu Raja Rasidah,M.Pd

kelompok 3
Siti syahrizan &
Devi anggraini
Problematika secara etimologi
berasal dari kata “problem” yang
berarti “persoalan atau
permasalahan”. Maka problematika
berarti hal-hal yang menimbulkan
permasalahan yang belum bisa
terpecahkan. Dalam kamus ilmiah
populer, problema memiliki arti
soal, masalah, perkara sulit dan
persoalan.
"Pendidikan dalam arti luas meliputi semua perbuatan dan
usaha dari generasi tua untuk mengalihkan
pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta
ketrampilannya (orang menamakan ini juga "mengalihkan"
kebudayaan, dalam bahasa Belanda: Cultuurover dracht)
kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar
dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun
rohani."
Menurut al-Syaibaniy mengemukakan bahwa pendidikan
Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu
peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan
alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara
pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan
profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam
masyarakat.
Beberapa permasalahan yang dihadapi
pendidikan Islam

Perjalanan pendidikan Islam di Indonesia senantiasa


dihadapkan pada berbagai persoalan yang multi
kompleks, mulai dari konseptual-teoritis sampai
dengan operasionalpraktis. Hal ini dapat dilihat dari
ketertinggalan pendidikan Islam dengan pendidikan
lainnya baik secara kuantitatif maupun kualitatif,
sehingga pendidikan Islam terkesan sebagai pendidikan
“kelas dua”. Sesungguhnya sangat ironis, penduduk
Indonesia yang mayoritas muslim namun dalam hal
pendidikan selalu tertinggal dengan ummat yang
lainnya.

vada beberapa fenomena yang dicatat Azyumardi


Azra sehingga menyebabkan pendidikan Islam selalu
dalam posisi tersingkirkan. Pertama, pendidikan Islam
sering terlambat merumuskan diri untuk merespon
perubahan dan kecenderungan perkembangan
masyarakat, sekarang dan masa datang. Kedua,
sistem pendidikan Islam kebanyakan masih lebih
cenderung mengorientasikan diri pada bidang-bidang
humaniora dan ilmu-ilmu sosial ketimbang ilmu-ilmu
eksakta semacam fisika, kimia, biologi dan
matematika modern. Padahal ilmu ini mutlak
diperlukan dalam mengembangkan teknologi canggih.
Disamping itu ilmu-ilmu eksakta ini belum mendapat
apresiasi dan tempat yang sepatutnya dalam sistem
pendidikan Islam
Ketiga, usaha pembaharuan dan peningkatan sistem pendidikan
Islam sering bersifat sepotong-potong atau tidak komprehensif
dan menyeluruh, yang hanya dilakukan sekenanya atau seingatnya,
sehingga tidak terjadi perubahan secara esensial di dalamnya.
Keempat, sistem pendidikan Islam tetap lebih cenderung
berorientasi ke masa silam ketimbang berorientasi ke masa depan,
atau kurang
bersifat future-oriented. Kelima,sebagian besar sistem pendidikan
Islam belum dikelola secara profesional baik dalam perencanaan,
penyiapan tenaga pengajar, kurikulum maupun pelaksanaan
pendidikannya, sehingga kalah bersaing dengan lainnya.
dapat di simpulkan secara agris besar permasalahan yang dihadapi pendidikan Islam di Indonesia dapat
dipetakan menjadi empat macam, yaitu:
a. Persoalan penduduk
b. Persoalan wawasan
c. Persoalan dana, dan
d. Persoalan membangun pendidikan Islam secara terpadu

Tidak dapat dipungkiri memang, pendidikan Islam dari segi kuantitas menunjukkan perkembangan yang
dinamis mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Pendapat lain mengatakan bahwa permasalahan yang terjadi dalam pendidikan Islam itu muncul atau
berakar dari penyebab internal dan penyebab eksternal. Mulai dari permasalahan internal dalam hal
managemen hingga persoalan eksternal seperti politik dan ekonomi menambah sederet daftar problem
yang mestinya ditindak lanjuti. Faktor Internal Yang dimaksud dengan faktor internal ialah hal-hal yang
berasal dari dalam madrasah. Adapun faktor-faktor internal dalam pendidikan Islam,yaitu :
a. Manajemen pendidikan Islam yang terletak pada ketidakjelasan tujuan yang hendak di capai,
ketidakserasian kurikulum terhadap kebutuhan masyarakat, kurangnya tenaga pendidik yang berkualitas
dan profesional, terjadinya salah pengukuran terhadap hasil pendidikan serta masih belum jelasnya
landasan yang di pergunakan untuk menetapkan jenjang-jenjang tingkat pendidikan mulai dari tingkat
dasar hingga keperguruan tinggi
b. SDM yang kurang
1) Pemimpin sekolah yang lemah dalam komunikasi dan negosiasi. Pimpinan pendidikan Islam
bukan hanya sering kurang memiliki kemampuan dalam membangun komunikasi internal
dengan para guru, melainkan juga lemah dalam komunikasi dengan masyarakat, orang tua,
dan pengguna pendidikan untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
2) Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal
39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian
dan melakukan pengabdian masyarakat. Para guru yang merupakan unsur terpenting dalam
kegiatan belajar mengajar, umumnya lemah dalam penguasaan materi bidang studi, terutama
menyangkut bidang studi umum, ketrampilan mengajar, manajemen keles, dan motivasi
mengajar. Para guru seharusnya mempunyai kompetensi pedagogik , kepribadian, profesional,
dan sosial. Faktanya tak jarang ditemui guru tidak berkompeten untuk melakukan pengarahan,
dan guru yang merasa bahwa tugasnya hanya mengajar
c. Campur tangannya organisasi massa (ormas) Islam yang memayungi sekolah-sekolah berbasis keislaman.
Keinginan ormas untuk menunjukkan jati diri politis cukup kental dengan memasukkan sejumlah
matapelajaran yang berkaitan dengan asal usul pendirian ormas tersebut.
d. . Proses pembelajaran yang konvensional Dalam hal pelaksanaan proses pembelajaran, selama ini sekolah-
sekolah menyelenggarakan pendidikan dengan segala keterbatasan yang ada. Hal ini dipengaruhi oleh
ketersediaan sarana-prasarana, ketersediaan dana, serta kemampuan guru untuk mengembangkan model
pembelajaran yang efektif.

2.FAKLTOR EKSTERNAL
Adapun faktor-faktor eksternal yang dihadapi pendidikan Islam adalah
: a. Secara politis kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia diatur melalui UU sistem
pendidikan nasional no 20 tahun 2003 diakui memang memuat keberadaan pendidikan Islam seperti
madrasah dan pesantren b. Desentralisasi, demokrasi dan otonomi merupakan isu yang mengemuka
sekarang ini sebagai dampak dari implementasi UU no.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-
undang itu menyatakan bahwa desentralisasi adalah azas dan proses pembentukan otonomi daerah dan
penyerahan wewenang pemerintah di bidang tertentu oleh Pemerintah Pusat. Otonomi ini meliputi juga
sektor pendidikan, sehingga menampakkan kesan dualisme dalam pengelolaan pendidikan antara Pusat dan
Daerah. Pada bagian lain pendidikan umum bercirikan Islam (madrasah) ditangani Kementerian Agama
sedangkan sekolah umum bercirikan Islam diawasi Kementereian Pendidikan Nasional
c. Paradigma birokrasi tentang pendidikan Islam selama ini lebih didominasi oleh
pendekatan sektoral dan bukan pendekatan fungsional. Pendidikan Islam tidak
dianggap bagian dari sektor pendidikan lantaran urusannya tidak di bawah
Depdiknas. Dan lebih tragis lagi adalah sikap diskriminatif terhadap prodak atau
lulusan pendidikan Islam.
d. Paradigma masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam masih sebelah mata.
Lembaga pendidikan Islam merupakan alternatif terakhir setelah tidak dapat
diterima di lembaga pendidikan di lingkungan Diknas, itulah yang sering kita
temui di sebagian masyarakat
kita. Pandangan masyarakat yang demikian
menjadi indicator rendahnya kepercayaan

mereka terhadap lemabga pendidikan
islam.

Posisi dan peran pendidikan Islam dengan keragaman lembaga yang dimilikinya masih
dipertanyakan. Seharusnya: Pendidikan Islam mampu menjalankan perannya sebagai
pendidikan alternatif yang menjanjikan masa depan. Tapi faktanya, Kehadiran
madrasah, sekolah dan perguruan tinggi Islam cenderung berafiliasi pada ormas-
ormas Islam seperti Muhammadiyah, NU, dan Persis atau badan-badan/ yayasan-
yayasan Perguruan Islam. Yang Lebih parah lagi, kasus teroris yang dalam kisah
pendidikannya ada lulusan sekolah Islam. Ini mungkin menjadi alasan yang tidak cukup
kuat, tetapi begitulah sebagian perspektif masyarakat yang ada. Dengan demikian
tugas Lembaga Pendidikan Islam yang ada di Indonesia untuk menghasilkan output
pendidikan yang tidak sekedar berkualiatas iman, tetapi juga ilmu bisa terwujud

Solusi atas permasalahan pendidikan Islam di Indonesia

Untuk kepentingan pencarian solusi atas permasalahan yang dihadapi pendidikan Islam di
Indonesia, ada dua lapisan teoritik yang penting menjadi perhatian. Lapisan pertama berkaitan
dengan bangunan filosofis yang lebih bersifat paradigmatis dari pendidikan Islam di Indonesia.
Lapisan kedua berkaitan dengan praktek pembelajaran, baik dari sisi pengembangan kurikulum
maupun metode pembelajaran. Penguatan Bangunan filosofis. Yang berkaitan dengan bangunan
filosofis ada beberapa aspek yang perlu dilakukan oleh pendidikan Islam di Indonesia agar
permasalahan yang dohadapi tidak saja bisa menemukan solusinya, tetapi juga agar permasalahan
tersebut bisa berubah menjadi kelebihan dan kekuatan pendidikan Islam itu sendiri. aspek-aspek
yang dimaksud diantaranya adalah:
dimaksud diantaranya adalah:
1. Penguatan konsep ta‟lim, ta‟dib, dan tarbiyah. Kata ta‟lim masdar dari „allama yang
mengandung arti proses transfer seperangkat pengetahuan kepada anak didik. Dalam proses ta‟lim
ranah kognitif menjadi titik tekan, dengan begitu. domain kognitif menjadi lebih dominan
dibanding ranah afektif dan psikomotorik. Ayat al-Qur‟an yang menjadi landasan konsep ini adalah
surat AlBaqarah:31 yang berbunyi: “wa „Allama Adama al-Asma‟a Kullaha” yang artinya Dan
(Allah) mengajarkan Adam nama-nama tiap-tiap sesuatu. Ayat ini menggambarkan bahwa Nabi
Adam bisa menjelaskan nama beberapa hal karena beliau telah diajarkan atau diberikan
pengetahuan oleh Allah tentangnya.
Kata ta‟dib masdar dari addaba yang merujuk kepada proses pembentukan
kepribadian anak didik. Orientasi ta‟dib lebih terfokus pada pembentukan
pribadi muslim yang berakhlak mulia.Kata tarbiyah masdar dari rabba artinya
mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan, memelihara,
membesarkan, dan menumbuhkan baik jasmani maupun rohani. Makna tarbiyah

lebih luas daripada ta‟lim dan ta‟dib dengan mencakup semua aspek mulai dari
aspek kognitif, afektif hingga psikomotorik secara harmonis dan integral.


serta manusia dengan sesama
2. Penguatan hubungan manusia dengan Tuhan,
dan dengan alam. Pertama; hubungan manusia dengan Tuhannya ruang lingkup
pengajarannya adalah iman, Islam dan ihsan. Kedua; hubungan antar sesama
manusia ruang lingkup pengajarannya berkisar antara pengaturan hak dan
kewajiban antar manusia, kebudayaan, dan ekonomi dalam kehidupan
masyarakat. Dengan begitu peserta didik benar-benar memahami bahwa
dirinya merupakan makhluk sosial yang membutuhkan bantuan manusia lainnya.

3. Penguatan paradigma profetik. Langkah ini dinilai sebagai acuan menuju


perubahan masyarakat yang meliputi humanisasi dan transendensi. Konsep ini
mengedepankan upaya mengatasi dikotomi pendidikan yang dialami pendidikan
Islam di Indonesia. Melalui penguatan paradigma profetik ini, ragam ilmu akan
dikembalikan kepadda nilai hakikinya sebagai perwujudan dari keilmuan Tuhan.
Selain itu penyelenggaraan pendidikan akan diorientasikan kepada ketaatan dan
pengabdian yang tinggi kepada kepentingan ketuhanan keadilan serta
kemanusiaan.

Penguatan praktek pembelajaran. Yang berkaitan dengan bangunan praktek


pembelajaran, ada beberapa aspek yang perlu dilakukan oleh pendidikan Islam di
Indonesia. Aspek-aspek dimaksud merujuk kepada kebijakan kurikulum, metode
pembelajaran, hingga sarana prasarana. Pembenahan pada aspek-aspek ini
dimaksudkan agar permasalahan praktek penyelenggaraan pendidikan yang
dihadapi pendidikan Islam di Indonesia tidak hanya menemukan solusinya, tetapi
juga permaalahan tersebut bisa berubah menjadi kelebihan dan kekuatan
pendidikan Islam itu sendiri
KESIMPULAN

Penyelenggaraan pendidikan Islam di Indonesia meskipun dari tahun ke tahun sudah diupayakan
untuk mencapai yang terbaik akan tetapi dalam perkembangannya masih mengalami berbagai
macam kendala, hambatan dan persoalan baik yang bersumber dari interen maupun dari eksteren
pendidikan Islam. Dan di atas telah dijelaskan dengan panjang lebar tentang permasalahan yang
telah dihadapi oleh pendidikan Islam di Indonesia yang dapat digarisbawahi bahwa permasalahan
yang dihadapi dunia pendidikan Islam sekarang adalah terletak pada mutu dan kualitas pendidikan
Islam yang kurang sinkron dengan kebutuhan masyarakat dan kurang tanggap dengan tuntutan
dunia kerja. Sebagai solusi atas permasalahan tersebut adalah dengan cara sistem pendidikan Islam
harus direformasi, direaktualisasi, dan diinovasi agar dapat menyelesaikan diri dengan dinamika
mesyarakat dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat era pasar bebas dan otonomi
daerah

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nomor 0-9 untuk pengatur waktu
DAFTAR PUSTAKA

Abdur Rahman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan anak Bangsa Visi, Misi, dan Aksi, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2006 Akh. Muzzaki & Kholilah, Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya, Kopertais IV Press,
2010 Ahmad Munjin Nasih & Lilik Nur Kholidiah, Metode dan Teknik Pembelajaran, Bandung: Cet,
1,2009 Moh. Raqib, Ilmu Pendidikan Islam : Pengembangan Pendidikan Integrative di Sekolah, Keluarga
dan Masyarakat, Yogjakarta, LKiS Yogjakarta, 2009 Pius. A. Partanto & M. Dahlan al Barry, Kamus Ilmiah
Populer, Surabaya, Arloka, 1994 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2002 Usman
Abu bakar & Surohim, Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam (Respon Kreatif Terhadap Undang-
undang Sisdiknas), Yogyakarta, Safiria Insania Press, 2005 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1993
Barang siapa ingin mutiara, harus
berani terjun di lautan yang dalam.

Ir. Soekarno

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai