Pokok Bahasan
Pembahasan
Salah satu persoalan pelik yang dihadapi oleh masyarakat, selain ekonomi dan politik,
adalah persoalan pendidikan. Ketika tawuran antar pelajar marak terjadi di berbagai kota,
ditambah dengan sejumlah perilaku mereka yang sudah tergolong kriminal, penyalahgunaan
narkoba dan meningkatnya seks bebas di kalangan pelajar, dunia pendidikan kembali
dituding telah gagal membentuk watak mulia pada anak didik. Maka, seperti biasa, segera
muncul saran untuk memperbaiki kurikulum atau muatan pada mata ajaran, misalnya seruan
untuk kembali diajarkan budipekerti beberapa waktu lalu. Tapi, bila sebelumnya yang
dipersoalkan hanya sebatas masalah mata pelajaran atau paling jauh struktur kurikulum, kini
Ajip Rosidi dan mungkin banyak dari kalangan pemerhati dan pelaku pendidikan,
mempersoalkan hal yang lebih mendasar. Yakni tentang sistem pendidikan nasional yang
ditudingnya masih mewarisi sistem pendidikan kolonial.
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian
Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi
standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum
pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968,
1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari
terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat
berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di
masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu
Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta
pendekatan dalam merealisasikannya.
Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini berkembang secara
pesat, baik secara teoritis maupun praktis. Jika dahulu kurikulum tradisional lebih banyak
terfokus pada mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuangan, maka sekarang
kurikulum lebih banyak diorientasikan pada dimensi-dimensi baru, sperti kecakapan hidup,
pengembangan diri, pembangunan ekonomi dan industri, era globalisasi dengan berbagai
permasalahannya, politik, bahkan dalam praktiknya telah menyentuh dimensi teknologi
terutama teknologi informasi dan komunikasi. Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri
terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang dapat memengaruhi dan menentukan arah dan
intensitas proses pengembangan kurikulum.
Dalam dunia pendidikan, salah satu kunci untuk menentukan kualitas lulusan adalah
kurikulum pendidikannya. Karena pentingnya maka setiap kurun waktu tertentu
kurikulum selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan dimensi-dimensi baru
seperti yang telah diungkapkan diatas.
Prof. Dr. Engkoswara, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia Bandung telah
membuat 4 (empat) rumus pengertian kurikulum, lengkap dengan visualisasinya. Pertama,
kurikulum adalah jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Kedua, kurikulum adalah sejumlah
mata pelajaran. Keiga, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiata-kegiatan yang
harus dilakukan oleh peserta didik. Keempat, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan
kegiatan-kegiatan, serta segala sesuati yang akan berpengaruh dalam upaya pencapaian
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Rumus ini memudahkan kita untuk memahami
pengertian kurikulum. Rumus ini sama sekali tidak melenceng dari definisi yang telah
dikemukakan para ahli, misalnya Hilda Taba menjelaskan dengan amat singkat bahwa
“curriculum is a plan of learning”. Demikian juga bila dibandingkan dengan pengertian
kurikulum dalam Pasal 1 butir 19 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menyebutkan bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang
adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Bila disebut bahwa sistem pendidikan
nasional masih mewarisi sistem pendidikan kolonial, maka watak sekuler-materialistik inilah
yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai-nilai transedental pada semua
proses pendidikan, mulai dari peletakan filosofi pendidikan, penyusunan kurikulum dan
materi ajar, kualifikasi pengajar, proses belajar mengajar hingga budaya sekolah/kampus
sebagai hidden curiculum, yang sebenarnya berperan sangat penting dalam penanaman nilai-
nilai.Akhir-akhir ini institusi pendidikan di Indonesia semakin dituntut untuk menyediakan
sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas itu sendiri didefinisikan sebagai sesuai
dengan kebutuhan pasar lapangan kerja. Kurikulum-kurikulum pendidikan yang dibuat,
universitas- universitas yang didirikan adalah untuk mencetak masyarakat yang siap
dimanfaatkan oleh pasar.
Betapa banyak kaum intelektual lulusan pendidikan umum yang tetap saja 'buta
agama' dan rapuh kepribadiannya? Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan
pendidikan agama memang menguasai tsaqâfah dan sisi kepribadiannya secara relatif
tergarap baik. Akan tetapi, di sisi lain, ia buta terhadap perkembangan sains dan teknologi.
Akhirnya, sektor-sektor modern (industri manufaktur, perdagangan, dan jasa) diisi oleh
orang-orang yang relatif awam terhadap agama karena orang-orang yang mengerti agama
tidak mampu terjun di sektor modern, mereka terkumpul di dunianya sendiri (pesantren,
madrasah, dosen/guru agama, Depag).
Lebih jauh pendidikan ini berkontribusi melahirkan peserta didik yang pragmatis.
Mungkin hanya sedikit di antara mereka yang memegang nilai idealisme, selebihnya lebih
pragmatis. Sekadar ilustrasi, pernah ada salah seorang tenaga pengajar mengadakan survei
mengenai sosok guru yang diidealkan. Hasilnya sungguh di luar dugaan. Sosok guru ideal
adalah yang santai, tidak banyak tugas dan memberi nilai mudah. Sebaliknya, yang dibenci
adalah yang konsisten, disiplin, banyak tugas dan nilainya mahal.
Hanya saja, ketika dunia dikendalikan oleh kaum intelektual produk pendidikan
seperti itu hasilnya adalah seperti yang sekarang ini sudah kita lihat bersama. Ketimpangan
ekonomi, ketidakadilan hukum, degradasi moral, makin terkikisnya kohesi sosial, kezaliman
dimana-mana dan semua kebrobrokan menghiasi negeri ini. Aktor-aktor utama yang bermain
dibalik semua kehancuran yang menimpa Indonesia dan seluruh dunia adalah mereka yang
berasal dari kalangan intelektual produk pendidikan .
Mereka yang berasal dari kalangan intelektuallah yang membuat negeri kaya ini
terpuruk dalam perangkap hutang. Mereka yang berasal dari kalangan intelektuallah yang
memberikan kekayaan alam negeri ini kepada asing dan membiarkan rakyatnya mati
kelaparan. Ini semua tidak boleh didiamkan terus menerus jika tidak kehancuran akan
semakin parah.. Disinilah peran kita. Bahwa kita semua berkewajiban untuk menyelesaikan
persoalan pendidikan negeri ini dengan penyelesaian mendasar secara fundamental. Itu hanya
dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara total yang diawali dari perubahan
paradigma pendidikan. Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU
Sistem Pendidikan yang ada dan asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah
yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan
Sistem pendidikan yang materialistik-sekularistik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan
bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga bebas. Maka
upaya untuk menciptakan pendidikan yang ideal tidak akan sampai pada tujuan jika negara
yang menaungi masih negara sekuler
.
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksana
pendidikan, yakni
1. kelemahan pada lembaga pendidikan formal yang tercermin dari kacaunya kurikulum
sertatidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah/kampus sebagai medium
pendidikan sebagaimana mestinya,
2. kehidupan keluarga yang tidak mendukung, dan
3. keadaan masyarakat yang tidak kondusif .
Tidak berfungsinya guru/dosen dan rusaknya proses belajar mengajar tampak dari peran
guru yang sekadar berfungsi sebagai pengajar dalam proses transfer ilmu pengetahuan
(transfer ofknowledge), tidak sebagai pendidik yang berfungsi dalam transfer ilmu
pengetahuan dan kepribadian (transfer ofpersonality), karena memang kepribadian
guru/dosen sendiri banyak tidak lagi pantas diteladani. Lingkungan fisik sekolah/kampus
yang tidak tertata dan terkondisi (ditambah dengan minimnya sarana pendukung, turut
menumbuhkan budaya yang tidak memacu proses pembentukan kepribadian peserta didik.
Akumulasi kelemahan pada unsur sekolah itu akhirnya menyebabkan tidak optimalnya
pencapaian tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
Begitu halnya dengan kelemahan pada unsur keluarga yang umumnya tampak dari
lalainya para orang tua untuk secara sungguh-sungguh menanamkan dasar-dasar moral yang
memadai kepada anaknya. Lemahnya pengawasan terhadap pergaulan anak dan minimnya
teladan dari orang tua dalam sikap keseharian terhadap anak-anaknya, makin memperparah
terjadinya disfungsi rumah sebagai salah satu unsur pelaksana pendidikan.
Sementara itu, masyarakat yang semestinya menjadi media pendidikan yang riil justru
berperan sebaliknya akibat dari berkembangnya sistem nilai kehidupan yang tampak dari
penataan semua aspek kehidupan baik di bidang ekonomi, politik, termasuk tata pergaulan
sehari-hari yang bebas dan tak acuh pada norma agama; berita-berita pada media masa yang
cenderung mempropagandakan hal-hal negatif seperti pornografi dan kekerasan, serta
langkanya keteladanan pada masyarakat. Kelemahan pada unsur keluarga dan masyarakat ini
pada akhirnya lebih banyak menginjeksikan beragam pengaruh negatif pada anak didik.
Maka yang terjadi kemudian adalah sinergi pengaruh negatif kepada pribadi anak didik.
Secara paradigmatik, pendidikan harus dikembalikan pada asas yang bakal menjadi
dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu
pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru/dosen
serta budaya sekolah/kampus yang akan dikembangkan. Sekalipun pengaruhnya tidak
sebesar 0unsur pendidikan yang lain, penyediaan sarana dan prasarana juga harus mengacu
pada asas di atas.
Paradigma baru pendidikan yang berasas agama itu semestinya juga harus
berlangsung secara berkesinambungan mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi yang pada
ujungnya nanti diharapkan mampu menghasilkan keluaran (output) peserta didik yang
berkepribadian menguasai tsaqofah agama dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan
keahlian).
Melihat kondisi obyektif pendidikan saat ini, langkah yang diperlukan adalah
optimasi pada proses-proses pembentukan kepribadian dan penguasaan ilmu serta
meningkatkan pengajaran sains-teknologi dan keahlian sebagaimana yang sudah ada
dengan menata ontologi, epistemologi dan aksiologi keilmuan yang berlandaskan pada
nilai-nilai agama dan pendidikan, sekaligus mengintegrasikan ketiganyaPendidikan yang
integral harus melibatkan tiga unsur pelaksana: yaitu keluarga, sekolah/kampus dan
masyarakat. Bagan Faktual 3 Unsur Pelaksana Pendidikan. Sinergi Pengaruh Negatif,
menggambarkan kondisi faktual obyektif pendidikan saat ini, di mana ketiga unsur
pelaksana tersebut belum berjalan secara sinergis, di samping masing-masing unsur
tersebut juga belumlah berfungsi secara benar. Oleh karena di tengah masyarakat terjadi
interaksi antar ketiganya, maka kenegatifan masing-masing
Itu juga memberikan pengaruh kepada unsur pelaksana pendidikan yang lain.
Maksudnya, buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada
sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah masyarakat seperti
terjadinya tawuran pelajar, seks bebas, narkoba dan sebagainya. Sementara, situasi
masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil
ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimum. Apalagi
bila pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran
dari tiga pilar pendidikan tersebut.
RUMAH
(+/-)
-
-
-
-
MASYARAKAT
SEKOLAH/KAMPUS
(+/-) - - (+/-)
Paradigma Pendidikan yang
Faktual
Kelemaha
Salah pada unsur :
kurikulu
n – – proses belajar
pendidikan lingkunga
m
sekola / guru –mengajar, n
h
Bebakampus
Kontraproduktif
dll.
Sekolah/kamp
n antara dengan eluarga
Masyarak
us K dan
at
Solusi
Kurikulum
Gur / yang bertaggung jawab dan
paradigmatik
Proses
u belajar
dosen mengajar yang
teladan
Lingkungan
Kondusif (budaya) / yang
Minimisas
sekolah engaruh negatif kampu
yang ada pada
mendukung
lingkungan
ip keluarga dan s
Optimasi Proses Belajar
masyarakat
Mengajar
Preparasi
Kurikulum 1952
Pada tahun 1952 ini di beri nama Rentjana Pelajaran terurai 1952. Kurikulum ini sudah
mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus
ciri dari kurukulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi
pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Fokusnya pada
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral (pancawardhana). Mata pelajaran
diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional,
keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
Kurikulum 1964
Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964
yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan
agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD,
sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan
dalam lima kelompok bidang studi : moral, kecerdasan, emosional, keprigelan
(keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan
dan kegiatan fungsional praktis.
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964, yaitu dilakukannya
perubahan struktur kurikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan
perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan di
tekankan pada upaya untuk membentuk manusia pancasila sejati, kuat, dan sehat
jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan
dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, aagar pendidikan lebih efisien dan efektif.
“yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manajemen, yaitu MBO
(Management By Objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan
pengajaran di rinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI). Jaman ini
di kenal istilah “Satuan Pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap
satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, Tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi
pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi
Pada kurikulum kegiatan ini juga menekankan pada pentingnya pelajaran matematika
sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan
sesuai UU no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak
pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester
ke sistem caturwulan. Tujuan pengajaran lebih menekankan pada pemahaman konsep
dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan maslah.
Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam
rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena
desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) 2006. Selain itu penataan kurikulum pada kurikulum 2013 dilakukan sebagai
amanah dari UU No.20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional dan peraturan presiden
N0. 5 tahun 2010 tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional.
Dampak negatifnya adalah mutu pendidikan menurun dan perubahan kurikulum yang begitu
cepat menimbulkan masalah-masalah baru seperti menurunya prestasi siswa, hal ini
dikarenakan siswa tidak dapat menyesuaikan diri dengan sistem pembelajaran pada
kurikulum yang baru. Perubahan ini juga berdampak pada sekolah dimana visi dan misi suatu
sekolah yang sedang ingin dicapai terganggu dengan perubahan kurikulum tersebut.
Apabila analisis SWOT digunakan pada sistem pendidikan, dalam pembahasan ini
adalah meninjau Kurikulum 2013 dan KTSP 2006, maka memungkinkan bagi penyusun dan
pendidikan yang diamati dalam pembahasan ini untuk mendapatkan suatu gambaran
menyeluruh mengenai kondisi Kurikulum di dua unsur berbeda tetapi memiliki tujuan sama
dalam pendidikan nasional, serta sekolah yang diamati baik dalam hubungannya dengan
masyarakat, lembaga-lembaga pendidikan, sekolah, pendidik, dan orang tua atau wali murid
dimana menjadi bagian dari sebuah institusi yang berbasis pendidikan, bahkan sampai situasi
lingkungan sekolah tersebut. Berikut ini definisi tentang elemen SWOT:
1. Strength (Kekuatan) faktor internal atau dalam yang cenderung memiliki efek
positif (atau menjadi mampu untuk) mencapai tujuan suatu lembaga pendidikan
2. Weakness (Kelemahan); faktor internal atau dalam yang mungkin memiliki efek
negatif (atau menjadi penghalang untuk) mencapai tujuan suatau lembaga
pendidikan.
3. Opportunity (Peluang); faktor eksternal atau luar yang cenderung memiliki efek
positif pada pencapaian atau tujuan sekolah, atau tujuan yang sebelumnya tidak
dipertimbangkan.
4. Threat (Ancaman); faktor eksternal atau kondisi yang cenderung memiliki efek
negatif pada pencapaian tujuan suatu lembaga pendidikan, atau membuat tujuan
absurd atau malah sulit dicapai.
Tentunya sebelum menganalisa terkait kurikulum 2006 dan 2013 maka ada beberapa
hal penting yang harus dipahami terkait kurikulum ini
Sejalan dengan arahan undang-undang tersebut, telah pula ditetapkan visi pendidikan
tahun 2025 yaitu menciptakan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif.Cerdas
yang dimaksud di sini adalah cerdas komprehensif, yaitu cerdas spiritual dan cerdas
sosial/emosional dalam ranah sikap, cerdas intelektual dalam ranah pengetahuan, serta
cerdas kinestetis dalam ranah keterampilan.
Tujuan dan alasan utama pengembangan kurikulum 2013 oleh pemerintah adalah
sebagai berikut.
Menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan berkomunikasi
Menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan berpikir kritis dan jernih
Menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan mempertimbangkan segi
moral suatu permasalahan
Menciptakan lulusan yang mampu menjadi warga negara yang bertanggung
jawab
Menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan mengerti dan toleran
terhadap pandangan yang berbeda
Menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan hidup dalam masyarakat
yang mengglobal
Menciptakan lulusan yang memiliki minat luas dalam kehidupan
Menciptakan lulusan yang memiliki kesiapan untuk bekerja
Menciptakan lulusan yang memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya
Menciptakan lulusan yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan
Tentunya dari beberapa perbedaan tersebut akan dianalisis terkait beberapa hal
mendasar pada kurikulum 2006 dan 2013 padaevaluasi Pembelajaran masing-masing
Kurikulum adalah:
No Kurikulum KTSP Kurikulum 2013
1 Berfokus pada pengetahuan melalui Berbasis kemampuan melalui penilaian
penilaian output proses dan output
2 Menekankan aspek kognitif Test menjadi KurikulumMenekankan aspek kognitif,
cara penilaian yang dominan afektif, psikomotorik secara proporsional
Penilaian test dan portofolio saling
melengkapi.
3 Standart penilaian lebih dominan pada aspek Standart penilaian menggunakan penilaian
pengetahuan otentik yaitu mengukur semua kompetensi
sikap, keterampilan, dan pengetahuan
berdasarkan proses dan hasil.
Perubahan Implementasi untuk semua mata Pelajaran KTSP 2006 dan Kurikulum 2013
3 Penilaian pada pengetahuan melalui ulangan Penilaiaian otentik pada aspek kompetensi
dan ujian. sikap, pengetahuan dan keterampilan
berdasarkan fortofolio.
2 Tidak ada platform, semua kajian berdiri Mengenalkan geografi sebagai platform
sejajar.
kajian dengan pertimbangan semua
kejadian dan kegiatan terikat dengan
lokasi. Tujuannya adalah menekankan
pentingnya konektivitas ruang dalam
memperkokoh NKRI.Kajian sejarah,
sosiologi, budaya dan ekonomi disajikan
untuk mendukung konektivitas yang lebih
kokoh.
3 Diajarkan oleh guru berbeda (tea m tea chi Diajarkan oleh satu orang guru yang
ng) dengan sertifikasi berdasarkan mata memberikan wawasan terpadu antar mata
kajian. kajian tersebut sebelum mendalaminya
secara terpisah dan lebih mendalam pada
jenjang selanjutnya.
3 Siswa tidak dibiasakan menyusun teks, yang Siswa dibiasakan menyusun teks yang
sistematis, logis dan efektif. sesuai sehingga sistematis, logis, dan
efektif melalui latihan-latihan penyusunan
teks.
4. Siswa tidak dikenalkan tentang aturan-aturan Siswa dikenalkan dengan aturan-aturan
teks yang sesuai dengan kebutuhan. teks yang sesuai sehingga tidak rancu
dalam proses penyusunan teks (sesuai
dengan situasi dan kondisi: apa, siapa,
dimana).
5. Kurang menekankan pada pentingnya Siswa dibiasakan untuk dapat
ekspresi dan spontanitas dalam bahasa. mengekspresikan dirinya dan
pengetahuannya dengan bahasa yang
menyakinkan secara spontan.
3 Tidak pada penekanan pada tindakan nyata Adanya kompetensi yang dituntut dari
sebagai warga negara yang baik. siswa untuk melakukan tindakan nyata
sebagai warga negara yang baik.
Matematika
2 Banyak rumus yang harus dihafal untuk Rumusan diturunkan oleh siswa dan
menyelesaikan permasalahan (hanya bisa permasalahan yang diajukan harus dapat
menggunakan). dikerjakan siswa hanya dengan rumus-
rumus dan pengertian dasar (tidak hanya
bisa menggunakan tetapi juga memahami
asal usulnya).
4. Tidak membiasakan siswa untuk berfikir Dirancang supaya siswa harus berfikir
kritis (hanya mekanistis).
kritis untuk menyelesaikan permasalahan
yang diajukan.
3. Hasil teori Analisis SWOT pada Kurikulum 2013 dan KTSP 2006
Berikut hasil pengamatan kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006, dengan rincian tabel
sebagai berikut:
N Analisis Kurikulum 2013
O
1 Strengths Lebih menekankan pada pendidikan karakter, agar peserta
(Kekuatan) didik lebih kreatif dan inovatif. Pada akhirnya diharapkan
pendidikan karakter juga penting yang nantinya terintegrasi
menjadi satu. Misalnya, pendidikan budi pekerti luhur dan
karakter harus diintegrasikan kesemua program studi.
Memiliki sifat Eksporasi, peserta didik memiliki kesempatan
untuk “mencari informasi yang luas dalam topik/tema yang
sedang dipelajari”.
Pendekatan Saintifik, berupa kegiatan belajar dilaksanakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif.
Berbasis kemampuan melalui penilaian proses dan output.
Kurikulum menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik
Standart penilaian menggunakan penilaian otentik yaitu
mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan berdasarkan proses dan hasil.
Lebih menekankan pada pendidikan karakter, agar peserta
didik lebih kreatif dan inovatif. Misalnya, pendidikan budi
pekerti luhur dan karakter harus diintegrasikan kesemua
program studi.
2 Weakness Penilaian Sikap spiritual dan sosial yang rumit dari sisi
(Kelemahan) administratif, mengingat jumlah siswa yang bisa mencapai
puluhan hingga ratusan yang harus diamati seorang guru dan
perlu dipertanyakan secara substantif-merupakan aspek yang
mendesak untuk dievaluasi.
Beban tatap muka min. 24 jam/minggu bagi guru diluar tugas-
tugas lain, jumlah mata pelajaran dan jam belajar siswa serta
beban siswa, perlu dikaji kembali dengan melibatkan juga ahli
psikologi pendidikan dan perkembangan, misal LPTK
(Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan).
Rumusan Kompetensi inti dan Kompetensi Dasar
mengandung kelemahan-kelemahan dari sisi subtansi dan
logika.
Bertambahnya jam pelajaran perminggu, menjadi: SD 4 jam,
SMP 6 jam, SMA 2 jam, dan SMK menjai 48 jam/minggu.
Dalam hal ini tidak ada penjelasan lebih lanjut. Indonesia
termasuk jumlah hari tertinggi waktu belajarnya didunia,
sama dengan Korea Selatan.
Ketrampilan merancang RPP dan penilaian autentik belum
sepenuhnya dikuasai oleh guru, disamping itu juga kelemahan
dalam kurikulum 2013 terletak pada penilaian yang terperinci
dan membutuhkan waktu yang lama dalam implementasinya,
dari hasil dapat disimpulkan sebenarnya bukan terletak pada
sistem penilaian yang sulit akan tetapi terletak pada
kurangnya sosialiasi atau bimbingan kurikulum 2013
khusunya dalam penilaian di sekolah dasar, yang mengakibat
pemahaman guru tentang sistem penilain kurang dan berujung
pada implementasi dari penilaian guru belum sesuai
tujuannya.
3 Opportunities Kesiapan terletak pada guru. Guru harus terdorong kreatif dan
(Peluang) memicu kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan dan
pendidikan calon guru untuk meningkatkan kecakapan
profesionalisme secara terus menerus. Menjadi peluang bagi
guru untuk lebih meningkatkan pendidikan dan pelatihan dari
program sekolah.
Perbedaan mendasar K13 dari KBK dan KTSP juga diklaim
berdasarkan pengembangan kompetensi yang sebelumnya
berbasis mata pelajaran menjadi didasarkan kada Kurikulum
Inti (KI). Faktanya, buku-buku pelajaran K13 tidak demikian.
KD pembelajaran masih berdasarkan mata pelajaran. Hal ini
dapat dicermati dari sub tema yang dikembangkan dalam
buku-buku K13 persis sama dengan mata pelajaran. Yang
terjadi sebenarnya bahkan pemaksaan materi pelajaran (sub
tema) dengan tema yang telah ditetapkan, padahal sub tema
tersebut tidak jelas relevansinya dengan tema. Pada kelas 1,
kompetensi yang dikembangkan dalam tema dan subtema
mungkin masih relevan dalam banyak hal, tetapi tidak selalu
demikian untuk kelas IV. Sebagai misal, materi Kenampakan
Alam (IPS) disambungkan dengan Garis Bilangan
(Matematika) yang berdasarkan buku terbitan pemerintah
jelas tidak jelas relevansinya. Kalaupun relevan, belum tentu
setiap guru mampu mengkaitkan keduanya.
Digunakannya pendekatan tematik. Kalau ada bagian yang
dipandang berbeda mungkin di sinilah letak perbedaan K13
dan KTSP. Di jenjang sekolah dasar, pembelajaran tematik
K13 diberlakukan pada seluruh tingkatan kelas, sementara
sebelumnya hanya diterapkan di kelas bawah (kelas 1-3).
Hanya saja, berdasarkan buku-buku yang diterbitkan oleh
pemerintah, struktur materi pelajaran (sub tema) mulai kelas
IV ke atas tidak lebih dari kliping materi pelajaran yang
berlaku dalam KBK dan KTSP, sekedar untuk menyamarkan
mata pelajaran ke dalam tema-tema yang telah ditentukan.
Dengan kata lain, substansi pembelajaran pada K13
sebenarnya tidak berbeda dari sebelumnya, sebab yang
berbeda hanya dalam penempatannya.
Kesiapan terletak pada guru. Guru harus terdorong kreatif dan
memicu kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan dan
pendidikan calon guru untuk meningkatkan kecakapan
profesionalisme secara terus menerus. Menjadi peluang bagi
guru untuk lebih meningkatkan pendidikan dan pelatihan dari
program sekolah.
Walaupun kelihatanya terdapat perbedaan yang sangat jauh antara kurikulum 2006
dan 2013, namun sebenarnya terdapat kesamaan ESENSI kurikulum 2006 dan KTSP. Seperti
pendekatan ilmiah yang pada hakekatnya adalah pembelajaran berpusat pada siswa, siswa
mencari pengetahuan bukan menerima pengetahuan. Pendekatan ini mempunyai esensi yang
sama dengan pendekatan keterampilan proses (PKP). Masalah pendekatan sebenarnya bukan
masalah kurikulum, tetapi masalah implementasi yang tidak terlaksana dikelas karena guru
tidak paham dan tidak bisa menerapkan dalam pembelajaran di kelas.
Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan yang mendasar harus dilakukan pula
secara fundamental, dan itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perbaikan secara
menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan.Sementara pada tataran
derivatnya, kelemahan ketiga faktor di atas (Rumah, Sekolah dan Lingkungan) harus
diselesaikan dengan cara memperbaiki strategi fungsionalnya.
1. Kapan waktu yang tepat untuk melakukan sebuah evaluasi strategi? Apakah saat
kinerja perusahaan berada di puncak kejayaan atau ketika perusahaan mengalami
penurunan atau yang bagaimana?
Jawaban :
Evaluasi terhadap strategi tidak hanya dilakukan saat kinerja Perusahaan berada di puncak
kejayaan, akan tetapi bisa juga di lakukan saat kondisi perusahaan dalam keadaan steady atau
stagnan dalam beberapa periode. Dan juga, Evaluasi harus selalu dilakukan ketika ada
perubahan dalam factor eksternal maupun faktor internal perusahaan.
Jawaban:
Dalam merumuskan strategi, maka terlebih dahulu harus melakukan anilisis lingkungan
dengan maksud untuk menyesuaikan keunggulan dan kelemahana yang dimiliki perusahaan.
Analisa lingkungan dalam arti suatu proses yang digunakan perencana perencana strategi
untuk memantau lingkungan dalam memantau peluang dan ancaman sangat penting
dilakukan karena :
Jawaban:
Pemimpin perusahaan harus secara cermat dan berkelanjutan untuk menganalisis dinamika
lingkungan baik lingkungan internal maupun eksternal dengan memanfaatkan analisis
SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat), sehingga penyususnan Strategik
Planning dapat di hasilkan dengan baik. Analisis SWOT dilaksanakan dengan
mengidentifikasi lingkungan internal perusahaan guna mengetahui posisinya apa saja yang
merupakan Kekuatan (Strength) dan apa pula yang menjadi kelemahannya (Weakness).
Demikian pula dilakukan analisis lingkungan eksternal dari perusahaan yang bersangkutan
guna mengetahui posisinya apakah memiliki peluang-peluang (Opportunities) dan demikian
pula kemungkinan adanya ancaman (Threat).
Setelah dilakukan ujian alisis SWOT yaitu dengan menggunakan score skala Likert dan
dituangkan dalam sebuah diagram Cartesius, maka hasilnya akan menjadi bahan
pertimbangan bagi pemimpin perusahaan untuk mengambil keputusan; karena dalam
analisis ini sekaligus juga ditawarkan berbagai Strategi Alternatif antara lain:
Strategi Agresif (Growth Strategik), strategi ini digunakan apabila dari analisis SWOT,
perusahaan tersebut mempunyai Peluang (Opportunity) dan mempunyai Kekuatan
(strength); menurut strategi ini perusahaan harus mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki
guna memanfaatkan peluang yang terbuka. Strategi Rasionalisasi, strategi ini digunakan
apabila dari analisis SWOT, perusahaan tersebut mempunyai Peluang (Opportunity) tetapi
mempunyai Kelemahan (Weakness); menurut strategi ini perusahaan harus mengoptimalkan
peluang yang dimiliki dengan meminimalkan kelemahan yang ada
Strategi Diversifiakasi, strategi ini digunakan apabila dari analisis SWOT, perusahaan
tersebut mempunyai Kekuatan (Strength) tetapi mendapatkan Ancaman (Threath); menurut
strategi ini perusahaan harus mengoptimalkan Kekuatan yang dimiliki dengan
meminimalkan Ancaman yang dihadapi
Strategi Devensif (Survival), strategi ini digunakan apabila dari analisis SWOT, perusahaan
tersebut mempunyai Kelemahan (Weakness) dan memiliki Ancaman (Threat); menurut
strategi ini perusahaan harus meminimalkan kelemahan yang dimiliki dan demikian juga
meminimalkan ancaman yang harus dihadapi.
Jawaban :
Setelah eksekutif menganalisis lingkungan, maka selanjutnya perlu mengkaji faktor-faktor
keunggulan strategi baik berupa kekuatan maupun kelemahan perusahaan. Eksekutif harus
dapat mengembangkan profil keunggulan strategi perusahaan (SAP = strategic advantage
profile) dan menyesuaikan dengan profil peluang ancaman lingkungan (ETOP =
environtment threat and opportunity profile). Eksekutif harus dapat mengkaji seberapa jauh
kemampuan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan baik pada masa sekarang maupun masa
akan dating dan sebarapa jauh peluang dan ancaman lingkungan masa sekarang maupun masa
akan datang. Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan :
1. Proses analisis internal itu perlu untuk mengetahui seberapa jauh kekuatan dan kelemahan
perusahaan, baik masa sekarang maupun masa akan datang.
2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan apakah sesuai dengan profil peluang dan
ancaman lingkungan.
1. Apa yang Saudara ketahui tentang visi dan misi lalu seberapa pentingnya suatu misi
dalam organisasi?
2. Jelaskan pengertian dari lingkungan internal berdassaarkan kutipan jauch daan gleck ?
3. Salah satu faktor kekuatan dan kelemahan yang ada dalam lingkungan internal yaitu
budaya organisasi yang meliputi, berikan 5 contoh ?
4. Apa yang saudara ketahui tentang analisis diagnose disparatis strategis, sebutkan ?
1. Apa yang dimaksud dengan strategi dan mengapa suatu perusahaan perlu menerapkan
suatu strategi dalam menjalankan bisnisnya?
2. apakah Evaluasi Strategi diperlukan jika Faktor eksternal dan internal tidak berubah
secara signifikan?
3. Faktor apa saja yang mengharuskan kita mengubah strategi yang sebelumnya sudah
disepakati untuk diimplementasikan?
4. Strategi apa sih yang bisa dilakukan oleh sebuah perusahaan di tengah pandemik virus
corona saat ini?
5. Berikan contoh perusahaan yang telah melakukan strategi perubahan di tengah pandemik
COVID-19!
Jawaban :
2. Apakah fakta yang terjadi pada kondisi pendidikan di Indonesia saat ini dan solusi
apa yang sebaiknya dilakukan?
Jawaban :
Faktual :
Solusi :
Kurikulum paradigmatik
Guru/dosen yang bertanggung jawan dan dapat menjadi teladan
Proses belajar yang kondusif
Lingkungan (budaya) sekolah/kampus yang mendukung
Minimalisasi pengaruh negatif yang ada pada keluarga dan lingkungan
masyarakat
Optimasi proses belajar mengajar
Jawaban :
Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem
Pendidikan yang ada dan asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah
yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan
Sistem pendidikan yang materialistik-sekularistik tersebut sebenarnya hanyalah
merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga
bebas. Maka upaya untuk menciptakan pendidikan yang ideal tidak akan sampai pada
tujuan jika negara yang menaungi masih negara sekuler.
Jawaban :
Daftar pustaka:
http://bsnp-indonesia.org
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
[1] http://www.marketingteacher.com/swot/history-of-swot.html.
Penjelasan Undang-undang Pendidikan, http://www.hukumonline.com/pusatdata
Wina Sanjaya. 2008. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Muslich Mansir. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Elin Driana, Opini Kompas Senin 29 Desember 2014, Dosen Pasca Sarjana Univ. UHAMKA
https://setia1heri.com/2014/12/08/ini-perbedaan-kurikulum-2013-dan-ktsp-2006-biar-gak-
gagal-paham/
http://eraisna85.blogspot.com/2017/06/analisis-swot-ktsp-dan-kurikulum-2013.html
https://media.neliti.com/media/publications/136807-ID-analisis-perbedaan-antara-kurikulum-
ktsp.pdf