Anda di halaman 1dari 12

-- Selamat Datang di Blog Saya -- Semoga Bermanfaat --

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung --- Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) ---
Pendidikan Agama Islam (PAI) --- Kampung Ringinpitu Indah

RABU, 08 JUNI 2016

Problematika Pendidikan Islam di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Secara umum pendidikan adalah sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang
fundamental, baik menyangkut daya fikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional).[1] Menurut
Hasan Langgulung pengertian ilmu pendidikan Islam adalah suatu proses penyiapan generasi muda
untuk mengisi peran memindahkan pengetahuan, dan nilai-nilai Islam yang dijelaskan dengan fungsi
manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasinya di akhirat.[2]

Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Dimana peranan
para pedagang dan mubaligh sangat besar andilnya dalam proses Islamisasi di Indonesia. Salah satu jalur
proses Islamisasi itu adalah pendidikan. Pendidikan Islam di Indonesia mengikuti masa dan dinamika
perkembangan kaum muslimin. Dalam suatu komunitas muslim, maka terdapat tingkat aktivitas
pendidikan Islam yang dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi.

Mengetahui sejarah dari pendidikan Islam itu sendiri adalah sangat penting terutama di Indonesia,
termasuk bagi para praktisi pendidikan. Dengan mempelajari sejarah masa lampau, umat Islam dapat
memahami sebab-sebab kemajuan dan kemunduran pendidikan Islam dari masa ke masa. Terutama
interaksi yang terjadi dalam masyarakat, antara individu maupun antara golongan, akan menimbulkan
suatu dinamika kehidupan kedinamikaan dan perubahan kehidupan akan bermuara pada terjadinya
mobilitas sosial. Sehingga dapat dilakukan penyelidikan tentang struktur dan dinamika masyarakat yang
berpengaruh terhadap perkembangan dan hambatan yang dialami Pendidikan Islam di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Problematika Pendidikan Islam di Indonesia?

2. Bagaimana Tantangan Pendidikan Islam di Indonesia?

3. Bagaimana Solusi Problematika dan Tantangan Pendidikan Islam di Indonesial?

C. Tujuan Pembahasan Masalah

1. Untuk mengetahui Problematika Pendidikan Islam di Indonesia.

2. Untuk mengetahui Tantangan Pendidikan Islam di Indonesia.

3. Untuk mengetahui Solusi Problematika dan Tantangan Pendidikan Islam di Indonesia,

D. Batasan Masalah

Dalam makalah ini kami hanya membahas tentang Problematika Pendidikan Islam di Indonesia,
Tantangan Pendidikan Islam di Indonesia dan Solusi Problematika dan Tantangan Pendidikan Islam di
Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Menghadapi keadaan yang demikian itu dunia pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam pada
khususnya kini berada di persimpangan jalan, yakni antara jalan untuk mengikuti tarikan eksternal
sebagai pengaruh era globalisasi, atau tarikan internal yang merupakan misi utama pendidikan yaitu
membentuk manusia seutuhnya, yaitu manusia yang terbina seluruh potensinya secara seimbang.[3]
Pendidikan Islam dapat diartikaan sebagai upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk membentuk
kepribadian peserta didik sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai Islami (Islamic values). Didalam rangka
untuk mengimplementasikan pendidikan Islam tersebut diperlukan perangkat-perangkatnya, seperti:
tujuan, lembaga, kurikulum, pendidik, metode dan evaluasi.[4] Pendidikan Islam diakui keberadaannya
dalam sistem pendidikan yang terbagi menjadi tiga hal. Pertama, Pendidikan Islam sebagai lembaga
diakuinya keberadaan lembaga pendidikan Islam secara Exsplisit. Kedua, Pendidikan Islam sebagai Mata
Pelajaran diakuinya pendidikan agama sebagai salah satu pelajaran yang wajib diberikan pada tingkat
dasar sampai perguruan tinggi. Ketiga, Pendidikan Islam sebagai nilai (value) yakni ditemukannya nilai-
nilai Islami dalam sistem pendidikan.

Walaupun demikian, pendidikan Islam tidak luput dari problematika yang muncul di era global ini.
Terdapat dua faktor dalam problematika tersebut, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor internal

a. Relasi Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan pada dasarnya hanya satu, yaitu memanusiakan manusia atau mengangkat harkat
dan martabat manusia (human dignity), yaitu menjadi khalifah dimuka bumi dengan tugas dan tanggung
jawab memakmurkan kehidupan dan memelihara lingkungan. Tujuan pendidikan yang selama ini
diorientasikan memang sangat ideal bahkan, lantaran terlalu ideal tujuan tersebut tidak pernah
terlaksana dengan baik.

b. Masalah Kurikulum

Sistem sentralistik terkait erat dengan birokrasi atas bawah yang sifatnya otorier yang terkesan pihak
“bawah” harus melaksanakan seluruh keinginan pihak “atas”. Dalam sistem yang seperti ini inovasi dan
pembaharuan tidak akan muncul. Dalam bidang kurikulum sistem sentralistik ini juga mempengaruhi
output pendidikan. Tilaar menyebutkan kurikulum yang terpusat, penyelenggaraan sistem manajemen
yang dikendalikan dari atas telah menghasilkan output pendidikan manusia robot. Selain kurikulum yang
sentralistik, terdapat pula beberapa kritikan kepada praktik pendidikan berkaitan dengan syaratnya
kurikulum sehingga seolah-olah kurikulum itu kelebihan muatan. Hal ini juga mempengaruhi kualitas
pendidikan. Anak-anak terlalu banyak terbebani oleh mata pelajaran.

c. Pendekatan/metode pembelajaran

Peran guru atau dosen sangat besar dalam meningkatkan kualitas kompetensi siswa/mahasiswa. Dalam
belajar ia harus mampu membangkitkan potensi, memotivasi, memberikan suntikan dan menggerakkan
siswa atau mahasiswa melalui pola pembelajaran yang kreatif dan konstektual (menggunakan teknologi
yang memadahi), Pola pembelajaran yang demikian akan menunjang tercapainya sekolah yang unggul
dan kualitas lulusan yang siap bersaing dalam arus perkembangan zaman

d. Profesionalitas dan Kualitas SDM

Salah satu masalah besar yang dialami dunia pendidikan di Indonesia sejak masa Orde Baru adalah
profesionalisme guru dan tenaga pendidikan yang masih belum memadai. Secara kuantitatif, jumlah
guru dan tenaga kependidikan lainnya agaknya sudah cukup memadai, tetapi dari segi mutu dan
profesionalisme masih belum memenuhi harapan. Banyak guru dan tenaga kependidikan masih
unqualified, underqualified, dan mismatch, sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan atau
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar kualitatif.

e. Biaya Pendidikan

Faktor biaya pendidikan adalah hal penting, dan menjadi persoalan tersendiri yang seolah-olah menjadi
kabur mengenai siapa yang bertanggung jawab atas persoalan ini. Terkait dengan amanat konstitusi
sebagaimana termaktub dalam UUD 45 hasil amandemen, serta UU Sisdiknas No. 20. Tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional yang memerintahkan negara mengalokasikan dan minimal 20% dari
APBN dan ABPD di masing-masing daerah, namun hingga sekarang belum terpenuhi. Bahkan pemerintah
mengalokasikan anggaran pendidikan genap 20% hingga tahun 2009 sebagaimana yang dirancang dalam
anggaran strategis pendidikan.

2. Faktor Eksternal

a. Dichotomic

Masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan Islam adalah dichotomic dalam beberapa aspek yaitu
antara ilmu agama dengan ilmu umum, antara wahyu dengan akal setara antara wahyu dengan alam.
Munculnya problem dikotomi dengan segala perdebatannya telah berlangsung sejak lama. Boleh
dibilang gejala ini mulai tampak pada masa-masa pertengahan. Menurut rahman, dalam melukiskan
watak ilmu pengetahuan Islam zaman pertengahan menyatakan bahwa, muncul persaingan yang tak
berhenti antara hukum dan teologi untuk mendapat julukan sebagai mahkota semua ilmu.

Dr. Asharaf menuliskan, semakin hebat krisis yang kita hadapi sekarang dalam masyarakat kita dan
dalam sistem pendidikan kita berasal dari kegagalan ini, meskipun telah ada usaha-usaha yang
dijalankan untuk mewajibkan pendidikan agama, sampai kini belum terlihat usaha untuk mengajarkan
literatur dan kesenian murni. Ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam dari sudut pandang Islam. Akibatnya
apa yang telah dipelajari oleh anak-anak dari agama bertentangan dengan apa yang diberikan pada
mereka melalui ilmu sastra, ilmu sosial dan ilmu alam.

b. To General Knowledge

Kelemahan dunia pendidikan Islam berikutnya adalah sifat ilmu pengetahuannya yang masih terlalu
general/umum dan kurang memperhatikan kepada upaya penyelesaian masalah (problem solving).
Produk-produk yang dihasilkan cenderung kurang membumi dan kurang selaras dengan dinamika
masyarakat. Menurut Syed Hussein Alatas menyatakan bahwa, kemampuan untuk mengatasi berbagai
permasalahan, mendefinisikan, menganalisis, dan selanjutnya mencari jalan keluar/pemecahan masalah
tersebut merupakan karakter dan sesuatu yang mendasar kualitas sebelah intelektual. Ia menambahkan,
ciri terpenting yang membedakan dengan non-intelektual adalah tidak adanya kemampuan untuk
berfikir dan tidak mampu melihat konsekuensinya.

c. Lack Of Spirit Of Inquiry

Persoalan besar lainnya yang menjadi penghambat kemajuan dunia pendidikan Islam ialah rendahnya
semangat untuk melakukan penelitian/penyelidikan. Syed Hussein Alatas merujuk kepada pernyataan
The Spiritus Rector Dari Modernisme Islam, Al-Afghani, menganggap rendahnya “The Intellectual Spirit”
(semangat intelektual) menjadi salah satu faktor terpenting yang menyatakan kemunduran Islam di
Timut Tengah.

d. Memorisasi

Rahman menggambarkan bahwa, kemerosotan secara gradual dari standar-standar akademis yang
berlangsung selama berabad-abad tentu terletak pada kenyataan bahwa, karena jumlah buku-buku yang
tertera dalam kurikulum sedikit sekali, maka waktu yang diperlukan untuk belajar juga terlalu singkat
bagi pelajar untuk dapat menguasai materi-materi yang seringkali sulit untuk dimengerti, tentang aspek-
aspek tinggi ilmu keagamaan pada usia yang relatif muda dan belum matang. Hal ini pada gilirannya
menjadikan belajar lebih banyak bersifat studi tekstual daripada pemahaman pelajaran yang
bersangkutan. Hal ini menimbulkan dorongan untuk belajar dengan sistem hafalan (memorizing)
daripada pemahaman yang sebenarnya. Kenyataan menunjukkan bahwa abad-abad pertengahan yang
akhir hanya menghasilkan sejumlah besar karya-karya.

e. Certificate Oriented

Pola yang dikembangkan pada masa awal-awal Islam. Yaitu thalab al’ilm, telah memberikan semangat
dikalangan muslim untuk gigih mencari ilmu, melakukan perjalanan jauh, penuh resiko, guna
mendapatkan kebenaran suatu Hadits, mencari guru diberbagai tempat, dan sebagainya. Hal tersebut
memberikan isyarat bahwa karakteristik para ulama muslim masa-masa awal didalam mencari ilmu
adalah Knowledge Oriented. Sehingga tidak mengherankan jika pada masa-masa itu banyak lahir tokoh-
tokoh besar yang memberikan banyak kontribusi berharga, ulama-ulama encyclopedic, karya-karya
besar sepanjang masa. Sementara, jika dibandingkan dengan pola yang ada pada masa sekarang dalam
mencari ilmu menunjukkan kecenderungan adanya pergeseran dari Knowledge Oriented menuju
Certificate Oriented semata. Mencari ilmu hanya merupakan sebuah proses untuk mendapatkan
sertifikat atau ijazah saja, sedangkan semangat dan kualitas keilmuan menempati prioritas berikutnya.
[5]

B. TANTANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Manusia dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Seiring berkembangnya kehidupan
manusia, pendidikan dituntut untuk bisa menyediakan jalan bagi manusia untuk menghadapi berbagai
hal dalam kehidupannya.

Secara garis besar, tantangan terhadap dunia pendidikan dapat dibedakan menjadi tantangan internal
dan eksternal. Secara internal, hasil-hasil studi yang menempatkan Indonesia pada peringkat terbawah
dalam pendidikan dan peringkat teratas dalam korupsi yang disebutkan berulang-ulang dalam berbagai
forum maupun media sehingga membentuk konsep diri bahwa pendidikan Indonesia jelek, tidak
bermutu, dan terbelakang.[6] Sedangkan secara eksternal, Indonesia dihadapkan dengan perubahan
cepat dari lingkungan strategis di luar Indonesia.[7] Pasar bebas, arus informasi tanpa batas, dan dalam
kerangka yang lebih luas: globalisasi, adalah tantangan yang tidak bisa dipungkiri oleh dunia pendidikan
Indonesia.

Berkaitan dengan globalisasi, Indra Hasbi, dalam Pendidikan Islam Melawan Globalisasi, menyebutkan
empat dimensi tantangan yang dihadapi umat Islam dalam era globalisasi[8]:

1) Dimensi ekonomi; perdagangan bebas pada hakikatnya merupakan wujud dari globalisasi
(liberalisme perdagangan) yang tidak dapat dipisahkan dengan kapitalisme dan pasar bebas. Lebih jauh,
dalam liberalisme, ekonomi tidak hanya berada pada wilayah ekonomi tetapi telah memasuki arena
politik, seksual, komunikasi, dan pendidikan. Lalu lintas ekonomi global berpedoman pada kecepatan
dan percepatan yang didukung oleh berkembangnya teknologi informasi. Kecepatan dan percepatan
inilah yang melahirkan pasar instan. “instanisasi” yang menyebar lewat arus informasi tanpa batas
kemudian membentuk pola pikir instan yang sangat berbahaya bagi umat manusia.

2) Dimensi politik; globalisasi mengarah pada penyeragaman pemahaman tentang demokrasi dan hak
asasi manusia (HAM) dengan ukuran Amerika yang mengaku sebagai “kampiun demokrasi”. Untuk
menegakkan demokrasi dan HAM, Amerika tidak segan-segan menggunakan embargo ekonomi,
mensponsori PBB untuk memberikan sanksi pada sebuah negara, bahkan melakukan invasi militer. Isu
terorisme pun dihembuskan oleh Amerika ke segala penjuru dunia dengan umat Islam sebagai sasaran
tuduhan.

3) Dimensi sosial-budaya; terbukanya arus informasi oleh teknologi informasi yang maju pesat
memberikan kesempatan pada setiap manusia (yang mampu mendapatkan fasilitas teknologi informasi)
untuk saling mengetahui kondisi sosial dan budaya masing-masing. Manusia dari berbagai belahan dunia
kini mampu berinteraksi tanpa batas berarti. Dari interaksi ini lahir komunitas dunia maya dan
persaingan antar-individu, hingga terjadi transparansi sosial yaitu kondisi lenyapnya kategori sosial,
batas sosial, dan hierarki sosial karena setiap manusia bisa mengakses informasi tanpa batas sementara
tidak ada nilai-nilai dan kategori moral yang mengikat jaringan informasi tersebut. Di sisi lain, era
globalisasi memungkinkan manusia dari beragam latar belakang sosial dan budaya dapat saling
mengenal dan memahami sehingga masing-masing pihak dapat mengambil manfaat mengenai nilai-nilai
positif dari bangsa dan budaya lain yang dapat diterapkan untuk melakukan perbaikan pada bangsa
sendiri. Misalnya, budaya disiplin, menjaga kebersihan, kerja keras, penghargaan terhadap waktu,
kompetisi yang sehat, dsb, dari Barat yang perlu diterapkan pada bangsa Indonesia. Terbukanya
informasi antar bangsa juga dapat menghilangkan prasangka-prasangka buruk terhadap bangsa lain
karena kurangnya pengetahuan mengenai bangsa tersebut.

4) Dimensi Iptek; globalisasi dalam bidang Iptek membawa manfaat sekaligus mudharat.
Perkembangan Iptek yang luar biasa cepat pada satu sisi memberi solusi atas permasalahan hidup
manusia. Bio-teknologi dapat membantu petani dalam meningkatkan mutu dan jumlah hasil panen.
Teknologi nuklir dapat menjadi sumber energi yang sangat besar. Psikologi dapat membantu manusia
mengatasi masalah-masalah kejiwaan. Namun, pada sisi lain kita mengetahui bahwa penggunaan Iptek
juga menimbulkan kehancuran bagi bumi dan kehidupan manusia. Misalnya, pembangunan jalan tol
justru merusak ekosistem hutan atau ladang masyarakat, ledakan reaktor nuklir yang mengancam jiwa,
juga manipulasi teori bahasa untuk meraih keuntungan pribadi. Globalisasi bidang Iptek pun melahirkan
kompetisi sumber daya manusia. Tanpa didukung pendidikan yang memadai dalam era globalisasi,
mustahil mendapatkan SDM unggul yang profesional dan siap bersaing secara sehat dengan SDM dari
berbagai bangsa.

Keempat dimensi tantangan dalam era globalisasi di atas dapat kita pahami sebagai tantangan bagi
dunia pendidikan Indonesia, bukan hanya bagi umat Islam Indonesia, melainkan seluruh rakyat
Indonesia. Dunia pendidikan adalah sasaran utama tantangan-tantangan tersebut, baik tantangan
internal maupun eksternal, mengingat dalam pendidikanlah pembinaan terhadap SDM Indonesia
dilakukan karena negara yang maju hanya dapat dicapai melalui pendidikan yang maju.

Sebagai subsistem dari pendidikan nasional, selain mendapatkan tantangan serupa di atas, pendidikan
Islam pun mendapatkan berbagai tantangan lain yang menjadi “pekerjaan rumah” besar yang mesti
dijawab dan dikerjakan sebaik mungkin. Tantangan bagi pendidikan Islam secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua: tantangan internal dan tantangan eksternal.

Pendidikan Islam setidaknya menghadapi empat tantangan pokok. Pertama, konformisme kurikulum
dan sumber daya manusia. Konformisme, yakni cepat merasa puas dengan apa yang ada, merupakan
penyakit mematikan bagi kreativitas. Sikap cepat puas menyebabkan lemahnya daya juang dan etos
kerja, serta keringnya inovasi; kedua, perubahan orientasi dari sekedar mendidik siswa untuk
memahami ilmu (pengetahuan) agama menjadi paham terhadap ilmu agama sekaligus ilmu sosial, ilmu
humaniora dan ilmu alam (tantangan internal); ketiga implikasi perubahan sosial politik; dan keempat,
globalisasi (tantangan eksternal).

Berbagai kritik pun diarahkan pada pendidikan Islam, baik pada materi maupun metodologi dan
evaluasi. Penyusunan materi pendidikan Islam disebut kurang tepat karena lebih banyak sentuhan
terhadap qalbu (afektif), tanpa diimbangi sentuhan terhadap sisi kognitif dan psikomotorik, sementara
metode pembelajaran yang banyak digunakan adalah hafalan dan mendikte, bukan analisis dan dialog.
[9] Materi dan metode demikian menumbuhkan pemahaman yang sempit terhadap ajaran Islam yang
berakibat pada pandangan hidup yang tidak seimbang. Padahal, pendidikan Islam ditantang untuk
menghasilkan manusia yang memiliki keseimbangan pandangan hidup (seimbang akal-hati-jasad,
seimbang individu-sosial, seimbang dunia-akhirat), penguasaan terhadap berbagai ilmu pengetahuan
(agama, budaya, sosial, eksakta) dan pemilikan terhadap skill atau kompetensi yang bermanfaat bagi
kelestarian kehidupan.

C. SOLUSI PROBLEMATIKA DAN TANTANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Dalam menghadapi Problematika serta tantangan dunia pendidikan Islam baik internal maupun
eksternal, diperlukan langkah-langkah strategis pengembangan pendidikan Islam[10], yaitu:

Menjadikan lembaga pendidikan Islam sebagai wahana untuk membina ruh dan praktik hidup islami
dalam mengantisipasi peradaban global. Dalam hal ini, lembaga pendidikan Islam harus menjadi pelopor
dalam memahami Islam secara luas, bukan sekedar symbol dan ritual ibadah semata akan tetapi
merupakan pandangan hidup yang dapat diterapkan pada semua aspek kehidupan, baik dalam bidang
sosial, ekonomi, politik, Iptek, maupun seni-budaya.

Meningkatkan kualitas dan profesionalitas pendidik dan peranannya, baik sebagai ustadz, mu’allim,
mursyid, mudarris, maupun mu’addib.

Pengembangan kurikulum secara terpadu, dengan menjadikan ajaran dan nilai-nilai Islam sebagai
petunjuk dan sumber konsultasi bagi pengembangan berbagai mata pelajaran dengan memasukkan
ajaran dan nilai Islam dalam bidang studi umum untuk menghilangkan dikotomi keilmuan.
Pengembangan kurikulum secara terpadu ini harus didukung melalui kerja sama antara pendidik bidang
studi agama dengan pendidik bidang studi lain dalam menyusun desain pembelajaran terpadu yang
diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Pengembangan kurikulum secara terpadu pun harus
didukung dengan pemahaman mendalam pendidik akan keterkaitan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan
dengan mata pelajaran yang dibinanya. para pendidik dituntut untuk dapat menginternalisasikan nilai
dan ajaran Islam dalam bidang studi, Bukannya sekedar menempelkan ayat-ayat Al-Qur’an atau hadis
Nabi dalam bidang studi tersebut.

Meningkatkan kualitas lulusan pendidikan Islam secara holistik, dengan meningkatkan kualitas
kesehatan lulusan dan pengembangan psikologisnya baik dari segi kecerdasan intelektual, emosional,
kreativitas, maupun spiritual melalui kurikulum yang dirancang dan diarahkan untuk membantu,
membimbing, melatih dan menciptakan suasana agar peserta didik dapat mengembangkan dan
meningkatkan kualitas IQ, EQ, CQ, dan SQ.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Problematika Pendidikan Islam Di Indonesia ada dua yakni Faktor internal dan faktor eksternal;
faktor internal meliputi Relasi Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan Islam; Masalah Kurikulum;
Pendekatan/metode pembelajaran; Profesionalitas dan Kualitas SDM; Biaya Pendidikan. Sedangkan
yang faktor eksternal meliputi Dichotomic (dikotomi), To General Knowledge, Lack Of Spirit Of Inquiry
(semangat), Memorisasi, Certificate Oriented (ijazah).

2. Berkaitan dengan globalisasi, Indra Hasbi, dalam Pendidikan Islam Melawan Globalisasi,
menyebutkan empat dimensi tantangan yang dihadapi umat Islam dalam era globalisasi yakni :

a) Dimensi ekonomi; perdagangan bebas pada hakikatnya merupakan wujud dari globalisasi
(liberalisme perdagangan) yang tidak dapat dipisahkan dengan kapitalisme dan pasar bebas.

b) Dimensi politik; globalisasi mengarah pada penyeragaman pemahaman tentang demokrasi dan hak
asasi manusia (HAM).
c) Dimensi sosial-budaya; terbukanya arus informasi oleh teknologi informasi yang maju pesat
memberikan kesempatan pada setiap manusia (yang mampu mendapatkan fasilitas teknologi informasi)
untuk saling mengetahui kondisi sosial dan budaya masing-masing.

d) Dimensi Iptek; globalisasi dalam bidang Iptek membawa manfaat sekaligus mudharat.
Perkembangan Iptek yang luar biasa cepat pada satu sisi memberi solusi atas permasalahan hidup
manusia.

3. Dalam menghadapi Problematika serta tantangan dunia pendidikan Islam baik internal maupun
eksternal, diperlukan langkah-langkah strategis pengembangan pendidikan Islam, sebagai berikut:

a) Menjadikan lembaga pendidikan Islam sebagai wahana untuk membina ruh dan praktik hidup
islami dalam mengantisipasi peradaban global.

b) Meningkatkan kualitas dan profesionalitas pendidik dan peranannya, baik sebagai ustadz, mu’allim,
mursyid, mudarris, maupun mu’addib.

c) Pengembangan kurikulum secara terpadu, dengan menjadikan ajaran dan nilai-nilai Islam sebagai
petunjuk dan sumber konsultasi bagi pengembangan berbagai mata pelajaran dengan memasukkan
ajaran dan nilai Islam dalam bidang studi umum untuk menghilangkan dikotomi keilmuan.

d) Meningkatkan kualitas lulusan pendidikan Islam secara holistik, dengan meningkatkan kualitas
kesehatan lulusan dan pengembangan psikologisnya baik dari segi kecerdasan intelektual, emosional,
kreativitas, maupun spiritual.

B. Saran

Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, akhir kata
penulis menyadari bahwa makalah ini bukanlah proses akhir, tetapi merupakan langkah awal yang masih
banyak memerlukan perbaikan. Karena itu kami sangat mengharapkan tanggapan, saran dan kritik yang
membangun demi sempurnanya makalah kami yang selanjutnya.
DAFTAR RUJUKAN

Hasbi, Indra, Pendidikan Islam Melawan Globalisasi, Jakarta: Ridamulia, 2005.

Ismail,dkk. Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta, Pustaka Al-Husni,1999.

Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam: mengurai benang kusut dunia pendidikan, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2006.

______, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan
Tinggi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet ke-4, 2010.

Nata, Abuddin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012.

Putra Daulay, Haidar dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2013.

Razy Dalimunte, Fahrur, Kapita Selekta Pendidikan, Medan, IAIN Pres, 1999.

[1]Fahrur Razy Dalimunte, Kapita Selekta Pendidikan, Medan, IAIN Pres, 1999, hlm.11.

[2]Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta, Pustaka Al-Husni, 1999, hlm. 94.

[3]Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012, hlm. 2.

[4]Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2013, hlm. 195-196.

[5]Ismail,dkk. Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, hlm. 279-284.

[6]Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam: mengurai benang kusut dunia pendidikan, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 71.

[7]Ibid…, hlm. 73.

[8]Indra Hasbi, Pendidikan Islam Melawan Globalisasi, Jakarta: Ridamulia, 2005, hlm. 60-80.

[9]Indra Hasbi, Pendidikan Islam…, hlm. 190.


[10]Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan
Tinggi,Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet ke-4, 2010, hlm. 208-212.

Yogik di 01.45

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

ALHAMDULILLAH 3X

Yogik

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai