Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Term epistemologi merupakan bagian yang tak terpisah dari pembahasan
filsafat. Darinya sumber ilmu, dengan kata lain kemunculan suatu ilmu
bermula dari teori pengetahuan atau yang disebut epistemologi. 1
Bila teori pengetahuan dihubungkan dengan pendidikan agama Islam,
maka yang menjadi fokus pembicaraan adalah ajaran agama Islam apa saja
yang terkait dengan pendidikan? Bila pertanyaan tersebut yang menjadi fokus
pembicaraan, maka jawabannya adalah semua aspek yang diajarkan dalam
Islam adalah bernilai pendidikan tanpa terkecuali. Semua aspek yang
dimaksud terangkum dalam term akidah, ibadah, dan akhlak. Ketiga term ini
melingkupi pembahasan yang sangat luas, namun tetap bermuara pada
pembahasan mengenai pengenalan kepada Allah SWT., potensi dan fungsi
manusia, dan akhlak.
Bagian yang tak terpisahkan dalam masalah-masalah pendidikan adalah
guru, an didik, kurikulum, metode, evaluasi dan tujuan. Salah satu bagian
yang patut mendapat perhatian adalah masalah kurikulum. Kurikulum dalam
definisi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 2 tahun 2003
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Menurut
Muhaimin, dari definisi tersebut ada tiga komponen yang termuat dalam
kurikulum, yaitu tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara pembelajaran, baik
yang berupa strategi pembelajaran maupun evaluasinya.
Pendidikan di era globalisasi saat ini sedang menghadapi tantangan besar,
terutama jika dikaitkan dengan konstribusinya terhadap terbentuknya
peradaban dan budaya modern yang relevan dengan perkembangan ilmu

1
Abdul Rahman, Pendidikan Agama Islam Dan Pendidikan Islam - Tinjauan Epistemologi
Dan Isi - Materi, Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181

1
pengetahuan dan teknologi (iptek). Pada dimensi ini, pendidikan (pendidikan
Islam khususnya) mengalami kemunduran fungsi (degradasi fungsional)
karena pendidikan Islam lebih berorientasi pada aspek batiniah daripada aspek
lahiriah. Dengan demikian, pendidikan Islam menyebabkan terjadinya
kemandulan dalam berpikir.
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa pendidikan Islam hanya
mampu menyesuaikan diri dengan pendidikan yang berorientasi pada
materialistik (praktis dan pragmatis) sehingga tidak mampu menentukan
langkahnya dengan independen. Hal ini terjadi sebagai akibat pendidikan
Islam kalah bersaing dalam kebudayaan di tingkat global.
Dengan demikian, secara makro kondisi pendidikan Islam saat ini sudah
ketinggalan jaman (out of dead) karena kalah berpacu dengan perkembangan
dan perubahan sosial budaya. Konservatisme pendidikan merupakan salah satu
sebab yang dirasakan menjadi “hambatan” sehingga komoditi yang diproduksi
pendidikan Islam selalu kalah bersaing dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya, yang mendorong
pertumbuhan industri komunikasi dan informasi yang sedikit banyak telah
mengubah pergeseran nilai dan budaya yang ada dalam masyarakat. Lebih
“celaka” lagi, pendidikan sebagai salah satu sistem sosial telah terbelenggu
oleh berbagai aturan dan kebijakan pemegang kekuasaan yang menyebabkan
pendidikan menjadi “mandul”, tidak efektif, dan tidak fleksibel dalam
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di tengah
kehidupan masyarakat.
Pendidikan formal (sekolah) tidak lagi adaptif, bahkan berada dalam
status-quo, di mana output pendidikan formal tidak mampu memenuhi
tuntutan masyarakat, yang pada akhirnya pendidikan hanya mampu
menghasilkan “pengangguran terdidik” karena tidak tersedianya lapangan
kerja yang sesuai. Hal tersebut merupakan realitas sosial (social reality) yang
kita hadapi saat ini.

2
Untuk memecahkan berbagai permasalahan di atas, dalam makalah ini
penulis menawarkan solusi untuk ikut mengurai benang kusut yang menimpa
dunia pendidikan kita. Penulis memberi wacana baru tentang strategi
pendidikan Islam dalam menghadapi kemajuan Iptek dengan cakupan kajian
yang meliputi; problematika pendidikan Islam dalam menghadapi kemajuan
Iptek; dampak apa saja yang muncul dari kemajuan Iptek; serta bagaimana
strategi pendidikan Islam menghadapi kemajuan Iptek. 2

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pendidikan Islam ?
2. Bagaimana Pendidikan Islam Berwawasan Iptek?
3. Bagaimana Strategi Pelaksanaan Dan Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam Di Sekolah?
4. Bagaimana Strategi Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis
Multikultural?
5. Bagaimana Strategi Pendidikan Islam Dalam Persfektif Global ?
6. Bagaimana Strategi Pengembangan Pendidikan Islam Menghadapi
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ?
7. Bagaimana Strategi Pengembangan Proses Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam Berbasis Multikultural?
8. Bagaimana Modernisasi Pendidikan Islam?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pendidikan Islam.
2. Untuk Mengetahui Pendidikan Islam Berwawasan Iptek.
3. Untuk Mengetahui Strategi Pelaksanaan Dan Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam Di Sekolah.
4. Untuk Mengetahui Strategi Pengembangan Pendidikan Agama Islam
Berbasis Multikultural.

2
Slamet Yahya, Strategi Pendidikan Islam Menghadapi Kemajuan Iptek, Sekolah Tinggi
Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Kebumen. Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan

3
5. Untuk Mengetahui Strategi Pendidikan Islam Dalam Persfektif Global.
6. Untuk Mengetahui Strategi Pengembangan Pendidikan Islam Menghadapi
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
7. Untuk Mengetahui Strategi Pengembangan Proses Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural.
8. Untuk Mengetahui Modernisasi Pendidikan Islam.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Islam


Pengajaran pertama dalam Islam adalah pada ketika Jibril datang
menemui Nabi Muhammad Saw. yang sedang berada di gua Hira. Dalam
pengajarannya Jibril meminta kepada Nabi Saw. untuk membaca dan
mengikuti apa yang dibacakan kepadanya. Surat al-Alaq ayat 1 sampai5
merupakan bukti bahwa kemunculan Islam ditandai dengan pengajaran dan
pendidikan sebagai pondasi utama setelah iman, islam dan ihsan. Yaitu
terdapat pada makna ayat Alquran: “Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia yang
tidak diketahuinya.” 3
Dari ayat Alquran di atas paling tidak mengisyaratkan ada empat pokok
bahasan, yaitu pertama, manusia sebagai subyek dalam membaca,
memperhatikan, merenung, meneliti dengan asas niat yang baik yang ditandai
dengan menyebut nama Tuhan. Kedua, objek yang dibaca, diperhatikan, dan
direnungkan, yaitu materi dan proses penciptaan hingga menjadi manusia
sempurna. Ketiga, media dalam melakukan aktivitas membaca dan lain-lain.
Dan keempat, motivasi dan potensi yang dimiliki oleh manusia, “rasa ingin
tahu”.4
Pemahaman ayat di atas semakna jika dikaitkan dengan faktor-faktor
yang berkaitan dengan proses pendidikan dalam arti mikro, yaitu: pendidik,
anak didik, dan alat-alat pendidikan, baik yang bersifat materiil maupun
nonmateriil

3
Abdul Rahman, Pendidikan Agama Islam Dan Pendidikan Islam - Tinjauan Epistemologi
Dan Isi - Materi, Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181
4
Gusnarib. 2010. Aplikasi Psikologi Pendidikan Dalam Pembelajaran. Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Palu. Jurnal IQRA , Vol. 1 Nomor. 1 Januari - Juni, 2010

5
Pendidikan merupakan proses terus menerus dalam kehidupan manusia
dari masa umur 0 (nol) menuju manusia sempurna (dewasa). Bahkan
Muhammad Abd. Alim mengatakan bahwa pendidikan itu dimulai dari ketika
memilih perempuan sebagai isteri. Pendapat ini didasari dari hadis Nabi Saw,
yaitu “Takhayyaru li nutfikum fa innal „Irqa dassas”. Artinya: “pilihlah
olehmu tempat benih kamu, sebab akhlak ayah itu menurun kepada anak”. 2
oleh karena Islam sangat menaruh perhatian terhadap pendidikan, khususnya
proses pertumbuhan anak dari awal pemilihan tempat benih sampai
membentuk pribadi individu dalam kehidupan. Dan yang turut berperan dalam
pembinaan kepribadian dan pendidikan anak adalah orang tua, masyarakat dan
sekolah5
Dalam sebuah praktek pendidikan terdapat unsur yang tidak bisa
dipisahkan yaitu pendidik dan peserta didik. Keberadaan pendidik maupun
peserta didik merupakan prasyarat untuk terciptanya kegiatan pembelajaran.
Keduanya saling berinteraksi dalam proses belajar mengajar berlangsung
dalam rangka untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan.
Seorang pendidik memiliki peran yang sangat penting bagi peserta
didiknya tidak hanya dalam hal pengajaran, namun juga pendidikan. Seorang
pendidik tidak hanya dituntut untuk melakukan transformasi sejumlah
pengetahuan yang dimiliki kepada peserta didiknya, tetapi juga melakukan
pembinaan, arahan, bimbingan agar peserta didik memahami makna dari
belajar. Sehingga peserta didik diharapkan tidak hanya memiliki sejumlah
pengetahuan semata, tetapi mereka diharapkan memiliki sikap, perilaku dan
menjadi peribadi yang berbudi pekerti luhur dalam mengaplikasikan
pengetahuan yang dimilikinya.6

5
Abdul Rahman, Pendidikan Agama Islam Dan Pendidikan Islam - Tinjauan Epistemologi
Dan Isi - Materi, Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181
6
Darmono, Al. Konsep Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif Ibn Miskawaih Dan Al
Mawardi. Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam (Stai) Ngawi,

6
B. Pendidikan Islam Berwawasan Iptek
Pada hakikatnya, ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hasil karya
dari potensi akal manusia. Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi
saat ini berlangsung sangat cepat dan mencakup semua sektor kehidupan
manusia.
Sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pendidikan sebagai bagian dalam kebudayaan manusia tidak akan lepas dari
berbagai tantangan. Adapun yang menjadi titik sentral problem modernisasi
adalah standar kehidupan yang berpijak pada materialisme dan sekularisme.
Hal ini mendorong manusia untuk memusatkan diri pada perkembangan ilmu
pengetahuan dan informasinya sebagai sumber strategis dalam pembaharuan.
Oleh karenanya tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan menyebabkan
depersonalisasi dan keterasingan oleh dunia modern.
Untuk menghadapi berbagai tantangan dan dampak di atas, maka
pendidikan Islam harus mampu untuk meminimalisir dampak negatif dari
kemajuan Iptek, di antaranya dengan cara perbaikan kembali konsep dan
sistem pendidikan yang ada. Konsep tersebut perlu disesuaikan dengan
kehidupan modern; merumuskan kembali konsep sosial dan Ilmu Pengetahuan
Alam; menyusun kembali kurikulum; dan para pendidik perlu dilatih kembali
sehingga mereka mampu menanamkan nilai-nilai serta mengembangkan
kemampuan intelektual dengan metode pengajaran yang efektif. Dengan
demikian, pendidikan Islam akan menjadi pendidikan yang sejati.
Chabib Thoha berpendapat, ada dua strategi pendidikan Islam dalam
menghadapi kemajuan Iptek, yaitu strategi global dan strategi sektoral.
Pertama, strategi global memiliki dua pendekatan, yakni pendekatan sistemik
dan proses. Pendekatan sistemik dalam bidang pendidikan, yaitu
diperlukannya keputusan politik, alasannya karena negara Indonesia sebagai
negara kesatuan sehingga perlu disusun sistem nasional dalam berbagai
bidang, misalnya sistem politik nasional, sistem ekonomi nasional, sistem
demokrasi nasional, termasuk juga sistem pendidikan nasional. Di antara
keputusan politik dalam pendekatan ini adalah masuknya pendidikan Islam

7
dalam subsistem pendidikan nasional. Apabila semua kegiatan dan
kelembagaan pendidikan Islam menempatkan dirinya di luar sistem
pendidikan nasional, maka pendidikan akan termarjinalisasi dari peraturan
politik nasional. Hal ini berarti pendidikan Islam akan kehilangan peluangnya
untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional. Pendekatan proses,
artinya meningkatkan makna sistem pendidikan nasional melalui pendidikan
yang berwawasan nilai. Adapun tujuan pendidikan yang berwawasan nilai
adalah pendidikan yang sampai pada hakikat ilmu dan teknologi. Praktik
pendidikan di Indonesia belum sampai pendidikan yang berwawasan nilai.
Penekanannya sampai saat ini hanyalah berkisar pada pengenalan teori untuk
masukan-masukan aspek kognitif taraf rendah.
Dengan demikian, peserta didik belum dapat menempatkan diri sebagai
subjek belajar. Kedua, strategi sektoral. Strategi ini bersifat temporal dan
kondisional, maksudnya pendekatan-pendekatan yang ditawarkan tidak dapat
diterapkan pada setiap kondisi dan waktu. Adapun pendekatan yang
ditawarkan adalah islamisasi ilmuwan, islamisasi Iptek, dan penguasaan
teknologi informasi dan komunikasi.
Berdasarkan beberapa pendekatan di atas, maka yang menjadi titik tolak
yang baik bagi pembaharuan sistem pendidikan Islam dan merupakan solusi
agar pendidikan Islam dapat mengikuti modernisasi serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah dengan tetap berpegang teguh pada kendali
normative, yaitu al-Qur’an dan al-Hadis. Oleh karena dalam pendidikan Islam
ada dua tujuan yang harus dicapai, yaitu tujuan jangka panjang (kebahagiaan
ukhrawiah) dan tujuan jangka pendek (kebahagiaan duniawiah).
Pendekatan ini juga sebagai reaksi terhadap maraknya suatu pendapat yang
menyatakan bahwa sekitar abad ke-13 M sampai abad ke-19 M dari segi
keagamaan. Pada saat itu Islam telah membeku (semi mati), dalam arti tetap
berada dalam bentuk-bentuk yang telah diciptakan oleh para ulama, qadi
(hakim agama), mujtahid, dan tokoh sufi pada masa-masa pembentukannya
dan seandainya ada perubahan hanya menjurus pada kemunduran bukan
kepada kemajuan.

8
Demikian gambaran singkat mengenai Pendidikan Islam dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut penulis, semua ini terjadi karena
prinsip-prinsip serta nilai-nilai yang ada dalam agama Islam itu bukan hanya
berlaku untuk satu masa tertentu dan untuk satu golongan tertentu pula, tetapi
berlaku untuk sepanjang jaman dan untuk semua umat manusia (rahmatan lil
‘alamiin).7

C. Strategi Pelaksanaan Dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama


Islam Di Sekolah
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam proses belajar
mengajar adalah kurikulum yang diterapkan. Oleh karena itu faktor maju-
mundurnya mutu pendidikan, salah satunya dipengaruhi oleh kurikulum yang
digunakan. Pengembangan kurikulum (curriculum development) merupakan
komponen yang sangat esensial dalam keseluruhan kegiatan pendidikan. Para
ahli kurikulum memandang bahwa pengembangan kurikulum merupakan
suatu siklus dari adanya keterjalinan, hubungan antara komponen kurikulum,
yaitu antara komponen tujuan, bahan, kegiatan dan evaluasi.8
Maka dalam usaha melaksanakan dan mengembangkan suatu kurikulum di
sekolah, harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar pengembangan
kurikulum, Pertama, Prinsip Umum, yang meliputi; relevansi, fleksibilitas,
kontinuitas, praktis, dan efektivitas.
Kedua, Prinsip umum, yang meliputi; 1). Prinsip berkenaan dengan tujuan
pendidikan, 2). Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pen- didikan, 3).
Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, 4). Prinsip
berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran, dan 5). Prinsip
berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Salah satu usaha dalam
mengembangkan kurikulum PAI adalah dengan menggunakan diagram Chart,
dimana diagram tersebut menggambarkan bahwa seseorang dalam

7
Slamet Yahya, Strategi Pendidikan Islam Menghadapi Kemajuan Iptek, Sekolah Tinggi
Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Kebumen. Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan
8
Khotibul Umam, Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011 11

9
mengembangkan kurikulum PAI dimulai dari kegiatan perencanaan
kurikulum. Dalam menyusun perencanaan ini didahului oleh ide-ide yang
akan dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide kurikulum bias
berasal dari, 1). Visi yang dicanangkan, 2). Kebutuhan stakeholders (siswa,
masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan untuk studi lanjut, 3). Hasil
evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan IPTEK dan
zaman, 4). Pandangan-pandangan para pakar dengan berbagai latar
belakangnya, 5). Kecenderungan era globalisasi, yang menuntut seseorang
untuk memiliki etos belajar sepanjang hayat, melek sosial, ekonomi, politik,
budaya dan teknolog9

D. Strategi Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural


Secara etimologi multikulturalisme terdiri atas kata multi yang berarti
plural, kultural yang berarti kebudayaan, dan isme berarti aliran atau
kepercayaan. Jadi multikulturalisme secara sederhana adalah paham atau
aliran tentang budaya yang plural. Multikulturalisme adalah suatu paham
tentang kesediaan suatu kelompok menerima kelompok lain sebagai suatu
kesatuan, walaupun terdapat perbedaan dalam hal budaya, etnis, jender,
bahasa, maupun agama. Masyarakat plural, multikultural merupakan
fenomena masyarakat modern.
Interaksi antarsuku bangsa, ras, dan etnis semakin menguat seiring dengan
pertumbuhan globalisasi dan modernisasi. Multikulturalisme secara sederhana
dapat dipahami sebagai pengakuan, bahwa suatu masyarakat adalah beragam
dan majemuk. Tidak ada satu negara pun yang memiliki hanya satu
kebudayaan nasional. Dengan demikian, multikulturalisme merupakan
sunnatullah yang tidak dapat ditolak bagi setiap Negara dan bangsa di dunia
ini Kerangka dasar dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam
berbasis multikultural adalah Tauhid. Dengan Ketauhidan dapat diwujudkan
tata dunia yang harmonis. Tauhid merupakan prinsip utama dalam seluruh

9
Khotibul Umam, Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011 112

10
dimensi kehidupan manusia baik dalam aspek hubungan vertical antara
manusia dengan Tuhan, maupun aspek hubungan horizontal antara manusia
dengan sesamanya, dan dengan alam sekitarnya. Tauhid yang seperti inilah
yang dapat menyusun pergaulan manusia secara harmonis sesamanya, dalam
rangka menyelamatkan manusia dan perikemanusiaan dalam rangka
pencapaian kehidupan yang sejahtera dan bahagia dunia dan akhirat, termasuk
didalamnya pergaulan dalam proses pendidikan. Tauhid yang seperti inilah
yang dijadikan kerangka dasar kurikulum pendidikan Islam (Ramayulis, 2013:
238).
Strategi pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam berbasis
multikultural berorientasi pada materi, siswa, dan sosial.
1. Strategi pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam berbasis
multicultural berorientasi pada mater.
Pendidikan multikultural memperkaya kurikulum yang sudah
berjalan. Pengayaan itu dapat dilihat pada bagaimana pendidikan
multikultural dapat dikembangkan. Pengembangan kurikulum Pendidikan
multikultural berorientasi materi dapat dikembangkan melalui beberapa
pendekatan, yaitu pendekatan kontribusi, pendekatan aditif, pendekatan
transformative, dan pendekatan aksi sosial (Baidhawy, 2005: 108).
Pendekatan kontributif dilakukan dengan cara menseleksi buku-buku
teks wajib atau anjuran. Dalam konteks pendidikan agama, tujuan utama
pendekatan kontribusi terhadap muatan kurikulum adalah untuk
memasukkan materi-materitentang keragaman kelompok-kelompok
keagamaan, termasuk kelompok-kelompok kultural dan kelompok-
kelompok etnik dalam pendidikan dengan tujuan untuk meningkatkan
pemahaman siswa tentangkeragaman kelompok tersebut. Pendekatan ini
menambahkan muatan multikultural pada kurikulum standar. 10,
Pendekatan aditif , pendidikan agama Islam memanfaatkan muatan-
muatan khas multikultural sebagai memperkaya bahan ajar, konsep-konsep
10
Zulhammi, Strategi Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Padangsidimpuan, Sumatera
Utara, Indonesia

11
tentang harmoni, dan kehidupan bersama antarumat beragama. Muatan-
muatan yang telah baku dalam kurikulum didekati dan diajarkan lewat
berbagai perspektif sehingga siswa dapat melihat sesuatu yang lain.
Pendekatan transformatif mengembangkan muatan kurikulum melalui
berbagai disiplin ilmu pengetahuan, menggabungkan berbagai sudut
pandang dan perspektifyang beragam dalam kurikulum.
Pendekatan aksi sosial mengkombinasikan pendekatan transformatif
dengan aktivitas-aktivitas yang berupaya untuk melakukan perubahan-
perubahan sosial. Dalam konteks ini pendidikan agama tidak sekedar
menginstruksikan siswa untuk memahami dan mempertanyakan isu-isu
sosial, namun sekaligus juga melakukan sesuatu yang penting berkenaan
dengan isu tersebut.
2. Strategi pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam berbasis
multicultural berorientasi pada siswa.
Pengembangan kurikulum ini dirancang untuk membantu siswa
secara cultural dan keagamaan untuk melakukan transisi ke dalam
mainstream pendidikan. Program ini dapat mengambil bentuk:
a. Program yang menggunakan penelitian gaya belajar berbasis kultur
keagamaan dalam upaya menentukan cara pengajaran mana yang
digunakan untuk kelompok siswa tertentu. Program ini memerlukan
survey mengenai sejauh mana pengaruh kultur keagamaan terhadap
cara belajar efektif para siswa.
b. Program lintas batas. Studi bersama antaragama, studi bersama
antaretnik, studi bersama antar gender. Program ini menitikberatkan
pada upaya guru untuk membawa siswa agar mengalami langsung
interaksi dalam keragaman11

11
Zulhammi, Strategi Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Padangsidimpuan, Sumatera
Utara, Indonesia

12
E. Strategi Pendidikan Islam Dalam Persfektif Global
Pendidikan Islam (di Indonesia) jalan di tempat. Setelah lewat masa
puluhan tahun, lembaga-lembaga pendidikan Islam tidak menunjukkan
kemajuan kinerjanya yang berarti. Sebagai contoh, gerakan pembaruan
pendidikan Islam yang dilakukan organisasi Muhammadiyah lebih banyak
menekankan pada aspek kuantitatif, belum menajam pada aspek pembangunan
mutu (kualitatif). Dari berbagai tolok ukur (fasilitas, manajemen, sdm,
kurikulum), rata-rata pendidikan Islam belum duduk dalam barisan “papan
atas”. Pendidikan Islam mengalami kekurangan sumberdaya manusia,
sumberdaya pemikiran, sumber daya dana, sumber-sumber belajar. Pendidikan
Islam kurang didukung oleh riset dan pengembangan yang berkelanjutan, baik
yang dilakukan oleh individu masyarakat ataupun oleh pemerintah. Hasilnya,
model pengelolaan institusi dan pendekatan pembelajaran tidak mengalami
perkembangan yang berarti.
Pada sisi lain, pendidikan Islam telah kehilangan substansinya sebagai
sebuah lembaga yang mengajarkan bagaimana memberdayakan aqal dan
fikiran. Meminjam istilah Syed Husein Al Attas, pendidikan Islam telah
kehilangan ”Spirit of inquiry” yaitu hilangya semangat membaca dan meneliti
yang dulu menjadi supremasi utama dunia pendidikan Islam pada zaman
klasik pertengahan. Dengan hilangnya semangat ’inquiry’, kegiatan mengajar
dan belajar di sekolah-sekolah/madrasah Islam/pesantren menjadi monoton,
satu arah dan kurang mampu mengembangkan metode yang melatih dan
memberdayakan kemampuan belajar murid. Mereka hanya terpaku pada
metode ’menghafal” (rote learning), menyimak dengan seksama (talaqqi), dan
sangat kurang mengembangkan budaya diskusi, seminar, bedah kasus,
problem solving, eksperimen, observasi, dan sebagainya. Murid menjadi
kurang terampil dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan.12
Kenyataan yang tak dapat dipungkiri, pendidikan Islam di negeri ini belum
mampu menunjukkan jati dirinya. Masyarakat masih melihat dan menilai
12
Idri, Wonadi. Interaksi Antara Pendidik Danpeserta Didik Dalam Pandangan Islam.
Sekolah Tinggi Agama Islam Pancawahana Bangil, Indonesia

13
pendidikan Islam dengan “sebelah mata”. Perlu dilakukan gerakan
pembaharuan pendidikan Islam melalui langkah-langkah strategis berikut:
1. Membangun Paradigma Pendidikan Islam yang sebenarnya
Melakukan kajian yang mendalam untuk membangun kembali
paradigma pendidikan Islam sesuai dengan semangat ’ruhul Islam’ yang
sebenarnya. Pendidikan Islam yang berpijak kepada Al Qur’an dan
AsSunnah. Pikiran-pikiran yang perlu ditegaskan antara lain:Paradigma
‘lmullah sebagai obyek bahasan dan Paradigma holistik-integralistik
2. Membangun Model Lembaga Pendidikan Islam yang ideal
Perlu ada model sekolah/lembaga pendidikan Islam yang dibangun
dengan format yang ideal. Boleh jadi ada satu sekolah yang memiliki satu
atau dua keunggulan, sementara sekolah lain memiliki keunggulan pada
aspek lainnya. Sekolah-sekolah model inilah yang kemudian dapat
dijadikan contoh yang dapat ditiru oleh sekolah-sekolah Islam lainnya.
3. Memperkaya Kurikulum PAI yang berwawasan: perjuangan, kebangsaan,
global, iptek, demokratis, pluralis.
Pelajaran Agama Islam bukan semata mempelajari materi-materi
Islam dalam konteksnya sebagai ’ulum syar’iyah (Fiqh, Ibadah, Akhlaq,
Aqidah), melainkan diposisikan sebagai pelajaran agama yang
memberikan kerangka pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat
relevan dan dibutuhkan dalam konteks kehidupan masa kini. PAI
berwawasan perjuangan berarti menegaskan pentingnya semangat juang
yang tinggi untuk membela kebenaran, keadilan, kezhaliman, kemunkaran
sebagaimana yang banyak dipesankan oleh AlQur’anul Karim. PAI
berwawasan kebangsaan berarti, di dalamnya juga terkandung muatan
nilai-nilai cinta dan bela tanah air, selalu peduli akan kejayaan dan
kemakmuran bangsa dan negara. PAI berwawasan global berarti
menjadikan Islam agama yang mampu memberikan perspektif, arahan dan
bekalan dalam kehidupan global yang sangat syarat dengan kemajuan
sains dan teknologi yang berimplikasi luas bagi kehidupan antar manusia
(mu’amalah). PAI berwawasan iptek berarti memberi kerangka yang tepat
bagi pengembangan dan penggunaan iptek untuk kemaslahatan kehidupan
(wasailul hayah), yang implikasinya adalah PAI yang seimbang antara

14
aspek fikr dan dzikr; memicu dan memacu peserta didik, untuk berfikir
keras dan mendalam tentang alam. PAI berwawasan demokratis
menekankan kepada inti dari demokrasi itu sendiri yaitu: penghargaan dan
penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, yang sungguh sangat
dijamin dalam ajaran Islam. PAI berwawasan pluralis berarti menjelaskan
bahwa Islam menerima (toleran) terhadap berbagai keragaman etnis,
budaya, bangsa dan agama sebagai suatu realita kehidupan, tanpa
mengorbankan prinsip-prinsip aqidah yang sudah jelas, tegas dan final
(qoth’i)
4. Membangun Jaringan Lokal dan Global dgn sesama lembaga pendidikan
Islam. Percepatan kemajuan lembaga pendidikan Islam sangat ditentukan
oleh kemampuan mereka dalam membangun kerjasama. Diperlukan
networking yang efektif yang dapat memainkan peranan dalam:
Meningkatkan mutu dan intensitas komunikasi virtual sehingga terjadi
sharing (berbagi): masalah, penglaman, infromasi, sumber (resources),
kerjasama melalui media milis, website, sms.
5. Menggalakkan kerjasama peningkatan mutu penyelenggaraan antar
jaringan sekolah pada regional/wilayah terjangkau sehingga terjadi
percepatan pertumbuhan dan perkembangan mutu sekolah. Contoh: -
kelompok kerja profesional (kepala sekolah, guru bidang studi, walikelas,
kepala tata usaha)13
a. Menggalakkan kompetisi yang sehat (fastabiqul khoyrot) untuk
memacu dan memicu motivasi berkarya, mengembangkan inovasi dan
prestasi melalui serangkaian lomba: olimpiade mata pelajaran,
b. Menggalakkan kompetisi yang sehat (fastabiqul khoyrot) untuk
memacu dan memicu motivasi berkarya, mengembangkan inovasi dan
prestasi melalui serangkaian lomba: olimpiade mata pelajaran, karya
kreasi guru, sekolah asri, dsb.
c. Menyelenggarakan kegiatan siswa bersama: jambore, ekshibisi, study
tour, pertukaran siswa

13
Khadijah. Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Proses Pembelajaran. Fakultas Tarbiyah
Iain Sumatera Utar

15
6. Menjalin kemitraan dengan industri, institusi dan pusat-pusat iptek,
budaya dan ekonomi
Mendekatkan dunia pendidikan Islam dengan dunia nyata dan
kongkrit merupakan salah satu upaya yang sangat berarti. Dengan jalinan
kerjasama dan kemitraan yang efektif kepada industri, institusi atau
lembaga-lembaga iptek, budaya ataupun lembaga ekonomi, bahkan
instansi militer akan memperkaya dan memperluas sumber belajar. Jalinan
kemitraan ini akan menutupi banyak kelemahan dan kekurangan sumber
daya yang dimiliki lembaga pendidikan Islam. Pendidikan sains akan
sangat efektif ketika peserta didik mendapatkan pengalaman nyata dan
langsung di pusat-pusat penelitian dan pengembangan seperti LIPI, BPPT,
Puspiptek Serpong. Wawasan HAM, Demokrasi ataupun Politik dapat
dipelajari langsung di lembaga-lembaga Negara, partai politik, LSM dan
sebagainya. Demikian pula pada upaya peningkatan mutu pembelajaran
social, ekonomi, budaya, hukum bahkan agama dapat diperkaya dengan
pendekatan “experience learning” ke sentra-sentra kegiatan nyata di
tengah-tengah masyarakat.
7. Membuat pusat pengembangan guru
Guru adalah tulang punggung pendidikan. Oleh karenanya, mutu
guru harus mendapatkan kepastian dan jaminan akan kompetensi
profesionalnya. Membangun pusat-pusat pelatihan dan pengembangan
mutu guru sangat membantu menyediakan tenaga-tenaga kependidikan
yang handal. Selain itu, dengan adanya pusat-pusat pengembangan mutu
guru akan memfasilitasi terjadinya tukar pengalaman dan salimng share
berbagai ide dan gagasan.

8. Benchmarking dengan world class school


Menjadikan sekolah kelas dunia (world class school) sebagai
patokan adalah upaya untuk mengangkat lembaga pendidikan Islam agar
selalu “gaul” dan mengikuti perkembangan mutu sekolah berskala
international. Dengan tetap menajga jati diri agama dan bangsa, pada
beberapa karakteristik yang sifatnya universal, lembaga pendidikan Islam

16
patut merujuk kepada criteria/karaktersitik sekolah-sekolah unggul di
berbagai belahan dunia. Kriteria sekolah efektif menurut hasil analisis
yang dilakukan oleh the Connecticut School Effectiveness Project, sebagai
berikut:
a. Lingkungan yang asri, nyaman dan aman yang memunculkan suasana
kondusif bagi kegiatan belajar mengajar
b. Misi sekolah yang jelas dengan komitmen kepada tujuan instruksional,
prioritas, prosedur assessment dan akuntabilitas.
c. Kepemimpinan instruksional di bawah arahan kepala sekolah yang
memahami dan menerapkan berdasarkan karakteristik efektifitas
instruksional.
d. Adanya Iklim dimana seluruh staf guru mengharapkan dengan sangat
(“high expectation”) akan tuntasnya pencapaian basic skill oleh para
murid.
e. Motivasi mengajar yang tinggi yang dibarengi dengan adanya harapan
yang tinggi dari seluruh staf pengajar akan terbentuknya basic skill di
kalangan seluruh murid.
f. Tenaga kependidikan yang “high time on task”: selalu berorientasi
kepada penyelesaian tugas, terampil dalam mengelola waktu secara
efektif
g. Supervisi yang efektif kepada seluruh pengajar: upaya memberikan
bimbingan, feedback (umpan balik) serta dukungan kepada staf
pengajar
h. Pemantauan yang berkelanjutan terhadap kemajuan prestasi murid,
menggunakan hasil belajar murid untuk program pengembangan
individual maupun perbaikan program instruksional, serta melakukan
proses penilaian yang sistematis.
i. Hubungan sekolah dan rumah yang positif dimana orangtua
memberikan dukungan yang bermakna dan memainkan peranan
14
penting dalam upaya pencapaian misi utama sekolah.

14
Mashari, Ali. 2015 Profile Of High Touch In The Application Learning Process. Stkip Al
Islam Tunas Bangsa Bandar Lampung. Volume 5 No 2 December 2015

17
F. Strategi Pengembangan Pendidikan Islam Menghadapi Kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai,
yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani
kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat
manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak
berbeda dengan generasi manusia masa lampau, yang dibandingkan dengan
manusia sekarang, telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun
proes-proses pemberdayaannya. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan,
bahwa maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat,
suatu bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani oleh
masyarakat bangsa tersebut.
Dalam konteks tersebut, maka kemajuan peradaban yang dicapai umat
manusia dewasa ini, sudah tentu tidak terlepas dari peran-peran
pendidikannya. Diraihnya kemajuan ilmu dan teknologi yang dicapai bangsa-
bangsa di berbagai belahan bumi ini, telah merupakan akses produk suatu
pendidikan, sekalipun diketahui bahwa kemajuan yang dicapai dunia
pendidikan selalu di bawah kemajuan yang dicapai dunia industri yang
memakai produk lembaga pendidikan. Proyeksi keberadaan dan kenyataan
pendidikan, khususnya pendidikan Islam, tentu tidak dapat dilepaskan dari
penyelenggaraannya pada masa lampau juga. Pendidikan Islam pada periode
awal masa Nabi saw misalnya, tampak bahwa usaha pewarisan nilai-nilai
diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia agar terbebas dari belenggu
aqidah sesat yang dianut oleh sekolompok masyarakat elite Quraisy yang
banyak dimaksudkan sebagai sarana pertahanan mental untuk mencapai status
quo, yang melestarikan kekuasaan dan menindas orang-orang dari kelompok
lain yang dipandang rendah derajatnya atau menentang kemauan kekuasaan
mereka.
Gagasan-gagasan baru yang kemudian dibawa dalam proses pendidikan
Nabi, yaitu dengan menginternalisasi nilai-nilai keimanan baik secara
individual maupun kolektif, bermaksud menghapus segala keperyaan
jahiliyah yang telah ada pada saat itu. Dalam batas yang sangat meyakinkan,

18
pendidikan Nabi dinilai sangat berhasil dan dengan pengorbanan yang besar,
jahiliyahisme masa itu secara berangsur-angsur dapat dibersihkan dari jiwa
mereka, dan kemudian menjadikan tauhid sebagai landasan moral dalam
kehidupan manusia. Proses pendidikan yang dilakukan Nabi, yang
aksentuasinya sangat tertuju pada penanaman nilai aqidah (ketauhidan),
keberhasilan yang dicapainya memang sangat ditunjang oleh metode yang
digunakannya. Pada proses pendidikan awal itu, Nabi lebih banyak
menggunakan metode pendekatan personal-individual.
Dalam meraih perluasan dan kemajuaannya, baru kemudian diarahkan
pada metode pendekatan keluarga, yang pada gilirannya meluas ke arah
pendekatan masyarakat (kolektif). Pengembangan pendidikan Islam yang
telah ada itu, yang pada awalnya lebih tertuju pada pemberdayaan aqidah,
diupayakan Nabi dengan menempatkan pendidikan sebagai aspek yang sangat
penting, yang tercermin dalam usaha Nabi dengan menggalakkan umat
melalui wahyu agar mencari ilmu sebanyak-banyaknya, dan setinggi-
tingginya. Masjid-masjid, pada periode awal itu, bahkan menjadi pusat
pengembangan ilmu dan pendidikan, sekalipun masih mengkhususkan pada
menghafal al-Qur’an, belajar hadis, dan sirah Nabi.
Disiplin-disiplin lain seperti filsafat, ilmu kimia, matematika, dan astrologi
kemudian juga berkembang, namun tidak dimasukkan dalam kurikulum
formal. Semua disiplin ini diajarkan atas dasar kesadaran orang tua untuk
mencarikan guru demi kemajuan anaknya (Aziz Talbani, terjemahan A. Syafii
Maarif, 1996:2). Strategi dan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi dibutuhkan agar dalam perkembangannya tidak menyimpang dari
ketentuan hukum-hukum syara’, dan hanya mengikuti keinginan dan hawa
nafsu manusia demi kepuasan intelektualitas.
Dalam sistem pendidikan Islam, strategi dan arah perkembangan iptek
dapat kita lihat dalam kerangka berikut ini:
1. Tujuan utama ilmu yang dikuasai manusia adalah dalam rangka untuk
mengenal Allah SWT. sebagai Al Khaliq, menyaksikan kehadirannya
dalam berbagai fenomena yang diamati, dan mengangungkan Allah SWT,
serta mensyukuri atas seluruh nikmat yang telah diberikanNya.

19
2. Ilmu harus dikembangkan dalam rangka menciptakan manusia yang
hanya takut kepada Allah SWT. semata sehingga setiap dimensi
kebenaran dapat ditegakkan terhadap siapapun juga tanpa pandang bulu.
3. Ilmu yang dipelajari berusaha untuk menemukan keteraturan sistem,
hubungan kausalitas, dan tujuan alam semesta.
4. Ilmu dikembangkan dalam rangka mengambil manfaat dalam rangka
ibadah kepada Allah SWT., sebab Allah telah menundukkan matahari,
bulan, bintang, dan segala hal yang terdapat di langit atau di bumi untuk
kemaslahatan umat manusia.
5. Ilmu dikembangkan dan teknologi yang diciptakan tidak ditujukan dalam
rangka menimbulkan kerusakan di muka bumi atau pada diri manusia itu
sendiri.
Dengan demikian, agama dan aspek pendidikan menjadi satu titik yang
sangat penting, terutama untuk menciptakan SDM (Human Resources) yang
handal dan sekaligus memiliki komitmen yang tinggi dengan nilai
keagamaannya. Di samping itu hal yang harus diperhatikan pembentukan
SDM berkualitas imani bukan hanya tanggung jawab pendidik semata, tetapi
juga para pembuat keputusan politik, ekonomi, dan hukum sangat
menentukan. Perlu dicatat bahwa akar kriminalitas, termasuk KKN, terjadi
adalah akhlaq/perilaku manusianya yang teralienasi dengan ajaran agamanya.
Revolusi terhadap perilaku manusia merupakan basis dari gerakan
pembaharuan yang benar. Oleh sebab itu sangat diperlukan co-responsible for
finding solutions. Untuk melakukan revolusi tersebut maka musti diawali
dengan revolusi pemikiran (Taghyiir al Afkaar) dan pemahaman manusia
terhadap Islam. Langkah Strategi Pengembangan Pendidikan Islam Di Era
Globalisasi Ada empat sterategi yang dapat diterapkan, strategi ini adalah:
1. Strategi substantive: lembaga pendidikan islam perlu menyajikan
program-program yang koprehensip
2. Strategi bottom-up: berarti banyak lembaga Islam yang harus tumbuh dari
bawah.
3. Strategi deregulatory: lembaga pendidikan islam sedapat mungkin tidak
tidak terlalu terikat pada ketentuan-ketentuan baku yang terlalu
sentralistik dan mengikat.

20
4. Strategi coopertive: landasan pendidikan islam perlu mengembangkan
jaringan kerjasama, baik antara sesama lembaga pendidikan Islam
ataupun dengan yang lainnya.
Isu-Isu Pendidikan Islam Di Madrasah: tinjauan terhadap Strategi
Peningkatan Mutu Madrasah Dalam Pentas Pendidikan Nasional. Strategi
peningkatan mutu pada madrasah, maka dapat dilakukan dengan usaha
sebagai berikut:
1. Akutantanbilitas proses
2. Profesionalisme
3. Meningkatkan anggaran Biaya
4. Meningkatkan peran serta masyarakat
5. Evaluasi diri15

G. Strategi Pengembangan Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Berbasis Multikultural
Dalam pengembangan proses pembelajaran agama berbasis multikultural,
perlu dipahamkan kepada peserta didik hal-hal berikut ini:
1. Pemahaman dan pemberian kesadaran kepada peserta didik bahwa selain
dari agama yang dianutnya masih ada sejumlah agama lain.
2. Menanamkan sikap bahwa seseorang bebas beribadah sesuai dengan
agamanya.
3. Menanamkan keyakinan bahwa dia tetap konsisten dan istiqomah terhadap
kebenaran agama yang dianutnya, karena itu ia tidak perlu ikut serta dalam
melaksanakan ibadah (ritual) dari agama lain
4. Saling menghargai prinsip-prinsip akidah dan ibadah (ritual) agama lain
5. Dapat dikembangkan kerjasama sosial yang tidak terkait dengan akidah
dan ibadah 16

15
Mukroji. Hakekat Pendidik Dalam Pandangan Islam. Alumnus Uin Sunan Kalijaga
Yogyakarta
16
Hartono. Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam.
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Uin Suska Riau

21
Teori belajar yang digunakan harus memperhatikan unsur keragaman
sosial, budaya, ekonomi, dan politik.Proses belajar yang dikembangkan harus
berdasarkan cara belajar berkelompok dan bersaing secara kelompok dalam
situasi yang positif. Dengan cara tersebut, perbedaan antarindividu dapat
dikembangkan sebagai suatu kekuatan kelompok dan siswa terbiasa untuk
hidup dengan keberanekaragaman budaya.
Pengembangan Kegiatan Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
berbasis multikultural, memiliki karakteristik utama yaitu belajar hidup dalam
perbedaan, membangun saling percaya, memelihara saling pengertian,
menjunjung sikap saling menghargai, dan terbuka dalam berpikir, apresiasi
dan interdependensi dan resolusi konflik (Baidhawy, 2005: 78).
1. Belajar hidup dalam perbedaan
Setiap orang memiliki latar belakang yang berbeda yang sudah
karena proses pendidikan awal dari keluarga dari keluarga atau lingkungan
bermainnya. Keragaman latar belakang ini tentu saja perlu menjadi
perhatian khusus bagi pendidikan multikultural. Selama ini pendidikan
konvensional belum secara mendasar mengajarkan sekaligus menanamkan
“ketrampilan hidup bersama” dalam komunitas yang plural secara agama,
kultural dan etnik.
2. Membangun saling percaya (Mutual Trust)
Rasa saling percaya adalah salah satu modal sosial (social capital),
terpenting dalam penguatan kultural masyarakat madani. Unsur yang
penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan. Dalam masyarakat
yang plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan.
Munculnya resiko dari kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan
terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak ada komunikasi di dalam
masyarakat plural.
3. Memelihara saling pengertian (mutual understanding)
Pendidikan agama mempunyai tanggung jawab membangun
landasan etis kesaling pengertian antara entitas-entitas agama dan budaya
yang plural, sebagai sikap dan kepedulian bersama.

22
4. Menjunjung sikap saling menghargai(Mutual Recpect)
Pendidikan agama berwawasan multikultural menumbuh
kembangkan sikap saling menghargai antarpenganut agama-agama. Saling
menghargai membawa pada sikap saling berbagi di antara semua individu
dan kelompok
5. Terbuka dalam berpikir
Kematangan berpikir merupakan salah satu tujuan penting
pendidikan. Pendidikan agama berbasis multikultural mengkondisikan
siswa mengarah pada proses pendewasaan dan memiliki sudut pandang
dan banyak cara untuk memahami realitas.
6. Apresiasi dan interdependensi
Pendidikan Agama perlu membagi kepedulian tentang apresiasi
dan interdependensi umat manusia dari berbagai tradisi agama-agama.

7. Resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan


Dalam situasi konflik, pendidikan agama harus hadir untuk
membangkitkan kekuatan spiritual sebagai sarana integrasi dan
perdamaian. Peran guru dalam Pendidikan Agama Islam multikultural juga
amat penting. Guru harus mengatur dan mengorganisir isi, proses, situasi
dan kegiatan PAI secara multikultural. Guru Pendidikan Agama Islam
perlu melakukan hal-hal berikut:
a. Mendiskusikan sumbangan aneka budaya dan orang dari suku lain
dalam hidup bersama sebagai bangsa.
b. Mendiskusikan bahwa semua orang dari budaya apapun ternyata juga
menggunakan hasil kerja orang lain dari budaya lain.
c. Dalam pengelompokan siswa di kelas maupun dalam kegiatan di luar
kelas guru PAI diharapkan memang melakukan keanekaan itu.
Peran dan kemampuan guru agama Islam dalam pendidikan
multikultural sangat menentukan, ada beberapa petunjuk yang dapat
membantu guru, antara lain:

23
a. Guru bersikap sensitif terhadap perilaku rasial, stereotype, dan labeling
terhadap etnis lain.
b. Guru memperluas pengetahuan tentang kehidupan masyarakat lainnya
yang berbeda latar belakang etnis, agama, jenis kelamin, dan status
sosial ekonomi.
c. Guru membangun citra positif tentang berbagai perbedaan. Cara yang
dapat dilakukan dengan majalah dinding poster, dan kalender yang
memperlihatkan perbedaan ras, gender, agama, dan status sosial
ekonomi sehingga siswa terbiasa melihatnya.
d. Guru membimbing siswa agar dapat menerima perbedaan sebagai hal
wajar dan anugerah yang memperkaya budaya manusia.
e. Pendidikan multikultural juga signifikan dalam upaya membina
peserta didik agar tidak meninggalkan akar budaya yang ia miliki
sebelumnya, saat ia berhubungan dengan realitas sosial-budaya di era
globalisasi.
Penekanan pengajaran pendidikan multikultural harus diorientasikan pada
pembangunan moral (moral building)peserta didik. Oleh karena itu seorang
pendidik meski bisa menjadi uswatun hasanah, teladan moral yang baik bagi
peserta didiknya. Pendidikan Agama Islam berbasis multikultural diharapkan
melahirkan peradaban yang bersifat toleransi, demokrasi, kebaikan, tolong-
menolong, tenggang rasa, keadilan, keindahan, keharmonisan, dan nilai-nilai
kemanusiaan lainnya.
Toleransi adalah kesiapan dan kemampuan batin untuk kerasan bersama
orang lain yang berbeda secara hakiki meskipun terdapat konflik dengan
pemahaman tentang apa yang baik dan jalan hidup yang layak. Menjadi
toleran adalah membolehkan atau membiarkan orang lain menjadi diri mereka
sendiri, menghargai orang lain, asal-usul dan latar belakang mereka. Toleransi
mengundang dialog untuk mengkomunikasikan dan menjelaskan perbedaan
serta ada saling pengakuan. Pendidikan agama berwawasan multikultural
dirancang untuk menanamkan sikap toleran dari tahap yang minimalis hingga
maksimalis, dari yang dekoratif hingga solid.

24
Nilai-nilai demokrasi diwujudkan dalam kehidupan nyata (lived in) dalam
system pendidikan. Peserta didik dan masyarakat umum disiapkan untuk
menghadapi perbedaan pendapat. Sikap demokratis tidak saja dalam kajian
konsep verbalistik, melainkan telah membumi (menyatu) dalam interaksi dan
pergaulan sosial baik di kelas maupun di luar kelas (Tim ICCE, 2003: 116).
Demokrasi sebagai penghormatan akan martabat orang lain,
akamemperlakukan orang lain sebagaimana dirinya sendiri. Pendidik atau
guru menghargai pendapat peserta didik, tanpa membedakan dari mana
asalnya. Pendidik dapat menimbulkan sikap saling menghargai pendapat di
antara sesama peserta didik.17

H. Modernisasi Pendidikan Islam


1. Pengertian Modernisasi
Secara etimologis modernisasi berasal dari kata modern, yang
telahbaku menjadi bahasa indonesia dengan arti pembaruan pendek kata,
modernisasi juga bisa disebut pembaruan. Dalam masyarakat barat
“modernisasi” mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha-usaha
untuk merubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan lain
sebagainya, agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat
dan keadaan baru yang timbul oleh kemajuan ilmu pengetahuan serta
teknologi modern.
Modernisasi atau pembaruan bisa diartikan apa saja yang belum
dipahami , diterima, atau dilaksanakan oleh penerima pembaruan,
meskipun bukan hal baru bagi orang lain. Pembaruan biasanya
dipergunakan sebagai proses perubahan untuk memperbaiki keadaan yang
ada sebelumnya ke cara atau situasi dan kondisi yang lebih baik dari
sebelumnya.
17
Nasution, Ali Anas. 2014. Konsep Dasar Pendidikan Islam (Istilah Term Pendidikan Islam
Dalam Al-Qur‟An).

25
Dengan kata lain, pembaruan sesungguhnya lebih merupakan upaya
atau usaha perbaikan keadaan, baik dari segi cara, konsep, dan serangkai
metode yang baik ditetapkan dalam rangka mengantarkan keadaan yang
lebih baik.
Dalam bahasa Arab modernisasi diterjemahkan menjadi tajdid.
Modernisasi atau pembaruan juga berarti proses pergeseran sikap dan
mentalitas mental sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai
dengan tuntunan hidup masa kini.
2. Latar belakang dan pola pembaruan
Menurut Ibn Taimiyah, secara umum pembaruan dalam islam
timbul karena:
a. membudayakan khurafat di kalangan kaum Muslimin,
b. kejumudan atau ditutupnya pintu ijtihad dianggap telah membodohkan
umat islam,
c. terpecahnya persatuan umat islam sehingga sulit membangun dan
maju,
d. kontak antar Barat dengan islam telah menyadarkan kaum Muslimin
akan kemunduran.
Pola-pola pembaruan dalam islam, khususnya dalam pendidikan
mengambil tempat sebagai:
a. Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern Barat,
b. Gerakan pembaruan pendidkan islam yang berorientasi pada sumber
islam yang murni, dan
c. Pembaruan pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme.
3. Masa pembaruan pendidikan islam.
Modernisasi yang mengandung pikiran, aliran, gerakan, dan usaha
untuk mengubah paham adat istiadat, institusi, dan sebagainya, agar dapat
disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan yang baru yang
timbul oleh kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Modernisasi juga berarti proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai
warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai tuntunan hidup masa kini.

26
Dengan demikian, jika kita kaitkan dengan pembaruan pendidikan
islam dapat diartikan sebagai suatu upaya melakukan proses perubahan
kurikulum , cara, metodologi, situasi dan pendidikan islam dari yang
tradisional (ortodox) kearah yang lebih rasional, dan profesional sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat itu. 18
4. Periode pendidikan islam di Indonesia
a. Pendidikan islam di Indonesia (1899-1930) Pendidikan islam di
Indonesia sebelum tahun 1900 masih bersifat balaqab (nonklasikal).
Secara ittifaq (kesepakatan) pesantren-pesantren yang klasikal dan
masih eksis sampai sekarang lahir sekitar awal tahun 1900. Semenjak
islam masuk ke Indonesia tentunya interaksi orang Timur-Tengah
dengat orang Indonesia, khususnya yang beragama islam, bertambah
baik. Terbukti tokoh-tokoh umat islam Indonesia yang mendirikan
pesantren banyak alumni-alumni dari Mekkah. Interaksi Indonesia
dengan Makkah membawa warna baru dalam pendidikan Islam di
Indonesia. Misalnya pesantren Tebuireng Jombang di Jawa Timur
didirikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari tahun 1899, sekolah-sekolah
produk Muhammdiyah banyak dipengaruhi pendirinya K.H. Ahmad
Dahlan, pesantren al-Mushtafawiyah Purba Baru Tapanulli Selatan
yang didirikan oleh Syaikh Mustafa Husein tahun 1913 dan
sebagainya.
b. Pendidikan islam di Indonesia (1931-1945). Mulai dari tahun 1931,
lembaga pendidikan islam Indonesia memasuki warna baru yang oleh
Mahmud Yunus disebut tahun di mana dimulainya modernisasi
pendidikan islam di Indonesia. Lembaga-lembaga pendidikan yang
didirikan sebelumnya baru berinteraksi dengan orang-orang Timur-
Tengah baik yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agama
Islam maupun orang-orang Indonesia untuk menuntut ilmu ke
Makkah. Normal islam (kuliah Mu’allimin Islamiyah) yang didirikan oleh
Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI) di Padang tahun 1931 termasuk

18
Nur, Hamzah. 2009. Pendidik Dan Tenaga Kependidikan. Jurusan Pendidikan Teknik
Mesin Fak Teknik Unm. Jurnal MEDTEK, Volume 1, Nomor 2, Oktober 2009

27
lembaga pendidikan modern yang banyak berpengaruh pada
perkembangan pendidikan Islam “modern” di Indonesia. Sesungguhnya
lembaga pendidikan mulai tahun 1931 sudah banyak mengajarkan
pengetahuan umum. Dan lembaga pendidikan islam yang pertama kali
memasukkan pendidikan umum menjadi kurikulum sekolah adalah al-
Jami’ah Islamiyah di Sungayang Batu Sangkar.
Selain pengetahuan umum sebagai pembaruan dalam periode ini,
dalam beberapa hal juga ada pembaruan lainnya. Dalam bidang
metodologi, misalnya, Mahmud Yunus sudah menerapkan tariqab al-
mubasyirab dalam belajar bahasa Arab, dan metodologi pengajaran setiap
bidang studi sangat variatif.
Adapun evaluasi sudah menjadi alat ukur keberhasilan siswa. Artinya
pada masa ini, khususnya lembaga pendidikan islam yang mengikuti pola
Mahmud Yunus, tingkatan atau kelas ditentukan oleh evaluasi bukan
berdasarkan oleh tahun senioritas murid.
Hadirnya lembaga pendidikan islam modern, baik pesantren atau
nonpesantren, telah mendapat respon yang berbeda. Kaum yang fanatik
dengan tradisionalisme pesantren menuduh lembaga pendidikan modern
ini sebagai lembaga pendidikan umum, sebab tidak mempelajari kitab-
kitab kuning sebagai dasar ilmu. Adapun yang merespon positif melihat
dari perspektif lowongan kerja. Mereka berpendapat pembaruan ini
sebagai langkah maju dan relevan dengan tuntunan zaman.
Lebih lanjut, Imam Zarkasyi mengatakan, pengaruh pembaruan pada
masa ini terhadap masyarakat, yakni wawasan keislaman umat islam
semakin luas, pola pikir semakin rasional, alumni pesantern dapat
melanjutkan pendidikan ke unversitas baik dalam maupun luar negeri. 19
5. Lembaga pendidikan islam
Gambaran Umum pesantren Masa Awal Pesantren atau pondok
pesantren merupakan sebuah pondok pendidikan yang terdiri dari seorang
guru-pemimpin umumnya seorang haji, yang disebut kyai dan kelompok
murid laki-laki yang berjumlah tiga sampai ribuan orang yang disebut
19
Pramudia, Joni Rahmat. Orientasi Baru Pendidikan: Perlunya Reorientasi Posisi Pendidik
Dan Peserta Didik.Jurnal ISBN: 978-602-1180-21-1

28
santri. Secara tradisional, sampai tingkat tertentu, para santri tinggal dalam
pondok yang menyerupai asrama biara, mereka mengurusi diri sendiri
mulai dari memasak hingga mencuci pakaian sendiri. Bangunan pokok
pesantren hampir keseluruhan, kecuali dewasa ini, terletak di luar kota,
biasanya terdiri dari sebuah masjid, rumah kyai dan sederet pondokan
santri. Pengajaran sendiri dilakukan tanpa paksaan, santri tidak dipaksa
untuk menghadiri pengajian yang dilakukan kyai, karena santri dapat tetap
di pondok asal dapat menafkahi dirinya sendiri. Karena itu tingkat
penguasaan santri amat tergantung pada individu santri sendiri. Individu
yang giat akan memperoleh hasil yang memuaskan, sebaliknya banyak
pula santri yang tidak membawa bekal ilmu yang berarti. Dengan
demikian dalam system pondok tidak terdapat kelas atau penilian, karena
santri dapat meninggalkan kapanpun mereka mau. Dengan demikian jalur
keluar masuk orang dalam pondok pesantren sangat bebas, tidak ada
ikatan, cukup dengan izin kyai yang mudah diperoleh jika memiliki
reputasi baik. Bagi santri ingin menjelajahi berbagai pondok pesantren
demi spesialisasi ke ilmuan yang dimiliki para kyai yang jelas dan
berbeda. Seorang kyai mungkin ahli dalam fiqh, hadits, teologi, ataupun
filsafat.20
Walaupun ada indikasi yang menyamakan pesantren dengan biara,
namun pesantren amat berbeda dengan biara karena tidak dihalangi bagi
santri untuk menikah, status perkawinan apapun yang dimiliki seseorang
tidak menghalanginya untuk pondok di pesantren. Berdasarkan gambaran
tersebut bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang amat terbuka,
lembaga pendidikan agama yang dibuka siapa saja yang haus pengetahuan
agama, tanpa ikatan yang ingin memperdalam ilmu agama. Pesantren
merupakan sebuah lembaga pendidikan yang sangat khas.
Pesantren merupakan tradisi pengajaran agama Islam orisinil yang
lahir dari tradisi Islam Indonesia sendiri yang khas. Pesantren bermula di
tanah Jawa dan meluas hingga keluar jawa termasuk semanjung Malaka.

20
Parjanto, Ridi Ferdiana. 2015. Analisis Minat Penggunaan E-Learning Pada Guru Dan
Peserta Didik Sma Negeri 1 Depok Sleman. Depok Sleman

29
Alasan pokok pendirian pesantren adalah untuk mentrasmisi Islam
tradisional sebagaimana terdapat dalam Kitab-kitab klasik yang ditulis
para ulama besar berabad-abad lalu. Kitab-kitab klasik tersebutlah yang
dikenal dalam tradisi pesantren sebagai kitab kuning, yang
mempersentasikan warna kertas kitab yang menguning.
Sejarah rinci awal mula pesantren, dalam kenyataannya tidak
banyak diketahui karena minimnya informasi yang merinci kapan lembaga
tersebut pertama kali mucul. Dalam berbagai babak walaupun pesantren di
jelaskan seperti dalam Serat Centini, namun kurang akurat sebagai sumber
karena tidak menyebutkan pesantren secara langsung. Lembaga
pendidikan yang terdapat di sana hanya di namakan Paguron atau
Padepokan.
Beberapa pakar justru melihat pesantren sebagai hasil adopsi dari
system pendidikan kutab yang berkembang dalam tradisi Islam klasik,
mulai dari dinasti Umayyah hingga selanjutnya. Di mana model
pendidikan kutab yanag terdapat dalam tradisi Islam abad tengah, dalam
tradisi Islam-Indonesia kemudian dipopulerkan dengan nama “ Pondok
Pesantren “ yaitu lembaga pendidikan Islam di dalamnya terdapat seorang
kyai ( pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri ( pelajar) melalui
sarana masjid digunakan sebagai tempat penyelenggarakan pendidikan
tersebut, dilengkapi pula dengan fasilitas pemondokan bagi para santri
yang kebanyakan berasal dari luar daerah.21

21
Nasution, Ilman. Mohammad Natsir: Konsep Pendidikan Islam. Fakultas Tarbiyah Dan
Keguruan Iain Imam Bonjol Padang.

30
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kenyataan yang tak dapat dipungkiri, pendidikan Islam di negeri ini belum
mampu menunjukkan jati dirinya. Masyarakat masih melihat dan menilai
pendidikan Islam dengan “sebelah mata”. Perlu dilakukan gerakan
pembaharuan pendidikan Islam melalui langkah-langkah strategis berikut:
Membangun Paradigma –paradigma Pendidikan Islam yang sebenarnya dan
perlunya dilakukan gerakan pembaharuan pendidikan Islam
Keberadaan madrasah dalam pendidikan Islam mewarnai pengembangan
ilmu pengetahuan Islam. Hal ini terbukti dengan banyaknya ilmu pengetahuan
yang berkembang baik. Ada juga madrasah yang mengkhususkan diri satu
disiplin ilmu tertentu seperti madrasah nahwu, tafsir dan hadits. Dengan
demikian madrasah merupakan wadah atau media pengembangan ilmu
pengetahuan Islam. Para lulusan yang dihasilkan oleh madrasah turut pula
membawa ilmu pengetahuan Islam berkembang. Mereka mengembangkan
ilmu-ilmu tersebut dalam karirnya diberbagai lembaga maupun dalam
kehidupan bermasyarakat.
Madarsah adalah lembaga swadaya yang menampung aspirasi sosial
agama budaya masyarakat, karena ia tumbuh dan berproses seiring dengan
pertumbuhan masyarakat. Sehingga madrasah memiliki ciri khasnya sendiri,
yakni sebagai lembaga pendidikan yang membina jiwa agama dan akhlak anak
didik, dan hal itulah yang membedakan madrasah dengan sekolah umum.

B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat saya buat, sebagai manusia biasa kita
menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat
saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin
DAFTAR PUSTAKA

31
Abdul Rahman, Pendidikan Agama Islam Dan Pendidikan Islam - Tinjauan
Epistemologi Dan Isi - Materi, Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181

Slamet Yahya, Strategi Pendidikan Islam Menghadapi Kemajuan Iptek, Sekolah


Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Kebumen. Jurnal
Pemikiran Alternatif Kependidikan

Gusnarib. 2010. Aplikasi Psikologi Pendidikan Dalam Pembelajaran. Fakultas


Agama Islam Universitas Muhammadiyah Palu. Jurnal IQRA , Vol. 1
Nomor. 1 Januari - Juni, 2010

Khotibul Umam, Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum


Pendidikan Agama Islam di Sekolah, JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1
Maret 2011 11

Zulhammi, Strategi Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis


Multikultural Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam
Negeri Padangsidimpuan, Sumatera Utara, Indonesia

Darmono, Al. Konsep Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif Ibn
Miskawaih Dan Al Mawardi. Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam
(Stai) Ngawi,

Hartono. Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan


Islam. Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Uin Suska Riau.

Idri, Wonadi. Interaksi Antara Pendidik Danpeserta Didik Dalam Pandangan


Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Pancawahana Bangil, Indonesia

Khadijah. Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Proses Pembelajaran. Fakultas


Tarbiyah Iain Sumatera Utara.

Mashari, Ali. 2015 Profile Of High Touch In The Application Learning Process.
Stkip Al Islam Tunas Bangsa Bandar Lampung. Volume 5 No 2 December
2015

Mukroji. Hakekat Pendidik Dalam Pandangan Islam. Alumnus Uin Sunan


Kalijaga Yogyakarta

Nasution, Ali Anas. 2014. Konsep Dasar Pendidikan Islam (Istilah Term
Pendidikan Islam Dalam Al-Qur‟An).

Nasution, Ilman. Mohammad Natsir: Konsep Pendidikan Islam. Fakultas


Tarbiyah Dan Keguruan Iain Imam Bonjol Padang.

32
Parjanto, Ridi Ferdiana. 2015. Analisis Minat Penggunaan E-Learning Pada
Guru Dan Peserta Didik Sma Negeri 1 Depok Sleman. Depok Sleman

Pramudia, Joni Rahmat. Orientasi Baru Pendidikan: Perlunya Reorientasi Posisi


Pendidik Dan Peserta Didik.Jurnal ISBN: 978-602-1180-21-1

Nur, Hamzah. 2009. Pendidik Dan Tenaga Kependidikan. Jurusan Pendidikan


Teknik Mesin Fak Teknik Unm. Jurnal MEDTEK, Volume 1, Nomor 2,
Oktober 2009

33
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 3
C. Tujuan.................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Islam............................................................... 6
B. Pendidikan Islam Berwawasan Iptek................................................... 7
C. Strategi Pelaksanaan Dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam Di Sekolah..................................................................... 9
D. Strategi Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis
Multikultural ....................................................................................... 10
E. Strategi Pendidikan Islam Dalam Persfektif Global............................ 13
F. Strategi Pengembangan Pendidikan Islam Menghadapi Kemajuan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi........................................................ 18
G. Strategi Pengembangan Proses Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam Berbasis Multikultural............................................................... 22
H. Modernisasi Pendidikan Islam............................................................. 26

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.......................................................................................... 32
B. Saran.................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA

ii 34
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah
memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

Bengkulu, Oktober 2017

Penulis

35
MAKALAH
KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN
STRATEGI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Oleh :
ZULFATUN MAHMUDAH
IRA PURNAMA SARI

Dosen Pembimbing:
Dr. Qolbi Khoiri,M.Pd.I

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BENGKULU
2017

36

Anda mungkin juga menyukai