BAB I
PENDAHULUAN
Satu hal yang paling penting dalam masalah pendidikan formal adalah pengaturan kurikulum.
Karena kurikulumlah yang dijadikan sebagai acuan bagi berjalannya proses pendidikan.
Bahkan termasuk sebagai acuan bagi evaluasi berhasil atau tidaknya proses pembelajaran
yang dilakukan guru/ sekolah.
Dalam sistem pendidikan Islam, tentu kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah
Islam. Seluruh materi pelajaran dan metode pengajaran dalam pendidikan disusun agar tidak
menyimpang dari landasan tersebut. Penyusunan kurikulum diatur sedemikian rupa, sehingga
benar-benar bisa membentuk kepribadian Islam yang sempurna pada peserta didik. Mereka
bukan hanya menguasai sainstek, cerdas secara intelektual saja, tetapi juga memahami
hakekat diadakannya proses pendidikan itu sendiri.
Secara struktural, kurikulum pendidikan Islam formal dijabarkan dalam tiga komponen
materi pendidikan utama yang sekaligus menjadi karakteristik, yaitu (1) pembentukan
kepribadian islami), (2)Tsaqafah Islam, dan (3) Ilmu kehidupan (IPTEK, keahlian, dan
ketrampilan). Selain muatan penunjang proses pembentukan kepribadian islam yang secara
terus menerus pemberiannya untuk semua tingkat, muatan tsaqafah islam dan Ilmu
terapan/ilmu kehidupan diberikan secara bertingkat sesuai dengan daya serap dan tingkat
kemampuan anak didik berdasarkan jenjang pendidikannya masing-masing.
Bertolak dari asumsi bahwa life is education and education is life dalam arti pendidikan
merupakan persoalan hidup dan kehidupan, dan seluruh proses hidup dan kehidupan manusia
adalah proses pendidikan maka pendidikan Islam pada dasarnya hendak mengembangkan
pandangan hidup Islami, yang diharapakan tercermin dalam sikap hidup dan keterampilan
hidup orang Islam. Namun pertanyaan selanjutnya; apa saja aspek-aspek kehidupan itu ?
Jawaban pertanyaan ini setidaknya muncul bebarapa paradigma pengembangan pendidikan
Islam yaitu: pertama; paradigma Formisme; kedua; paradigma mekanisme dan ketiga
paradigma organisme .
Pertama; paradigma Formisme; dalam paradigma ini aspek kehidupan dipandang dengan
sangat sederhana, dan kata kuncinya adalah dikotomi atau distrit. Segala sesuatu hanya dilihat
dari dua sisi yang berlawanan seperti; laki-laki dan perempuan, madrasah dan non Madrasah,
pendidkan keagamaan dan non keagamaan, demikian seterusnya, pandangan ini berlanjut
pada cara memandang aspek kehidupan dunia dan akherat. Kehidupan jasmani dan rohani
sehingga pendidikan Islam hanya dietakkan pada kehidupan akherat saja atau kehidupan
rohani saja. Oleh kerena itu pengembangannya (PAI) hanya berkisar pada aspek kehidupan
ukhrawi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, pendidikan (agama) Islam hanya berkutat
mengurusi persoalan ritual dan priritual, sementara kehidupan sosial ekonomi politik, ilmu
pengetahuan, teknologi dan lainya dianggap sebagai bidang duniawi yang menjadi bidang
garap pendidikan umum.
Kedua; paradigma mekanisme, paradigma ini memandang kehidupan terdiri atas berbagai
aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai
kehidupan, yang terdiri atas nilai agama, nilai individu, nilai sosial, nila politik, nilai
ekonomi, nilai rasional dan sebagainya.sebagai impliksinya, pengembangan pendidikan Islam
tersebut bergantung pada kemauan, kemampuan, dan political-will dari para
pembinaya/pimpinan dari lembaga tersebut. Terutama dalam membangun kerjasama dengan
mata pelajaran/kuliah lain. Hubungan antara pendidikan agama dengan beberapa
metapelajaran dapat bersifat horisontal lateral (Indipendent), lateral-sekuensial, atau bahkan
vertikal linear.
Ketiga paradigma organisme, paradigma ini memandang bahwa Islam adalah kesatuan atau
sebagai sistem yang berusaha mengembangkan semangat hidup (weltanschanauung) Islam,
yang dimanifestasikan pada sikap hidup dan keterampilan hidup yang Islami. Melalui upaya
ini maka sistem pendidikan Islam diharapkan dapat diintegrasikan nilai-nilai Ilmu
pengetahuan, ilmu agama dan etik, serta mampu melahir-kan manusia-manusia yang
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memilki pematangan profesional, dan sekaligus
hidup dalam nilai-nilai agama.
Dalam perspektif filsafat pendidikan berkembang pemikiran bahwa pendidikan semestinya
mampu menjawab bagaimana dan mengapa pendidikan tersebut diselengga-rakan. Oleh
karena itu alur bahasan tulisan ini adalah mengungkap keterkaitan pemikiran filosofis dalam
proses perumusan dan pengembangan kurikulum, terutama kurikulum pendidikan Islam ?
BAB II
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Alasan-alasan tersebut dengan jelas menjelaskan dan memberikan kita keyakinan bahwa
filsafat pendidikan merupakan disiplin ilmu yang merupakan condition sinequa non bagi
pelaksanaan tugas guru dan pendidikan pada umumnya, termasuk orang tua yang tiada lain
pendidikan dalam lembaga pendidikan keluarga.
Lebih lanjut, pemikiran pendidikan Islam memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Untuk membangun kebiasaan berfikir ilmiah, dinamis, dan kritis terhadap persoalan-
persoalan diseputar pendidikan Islam.
2. Untuk memberikan dasar berfikir inklusif terhadapajaran Islam dan akomodatif terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh intelektual di luar Islam.
3. Untuk menumbuhkan semangat berijtihad, sebagaimana yang ditunjukkan oleh rasulullah
dan para kaum intelektual muslim pada abad pertama sampai abad pertengahan, terutama
dalam merekonstruksi system pendidikan Islam yang lebih baik.
4. Untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan sisitem pendidikan nasional.
Secara khusus, pemikiran tenrtang pendidikan Islam sangat berguna bagi guru atau pendidik
dan sebagai bahan masukan bagi merekontruksi pola atau model pendidikan yang lebih
adaptik dan integral-dengan nuansa alami- terutama bagi pengembangan system pendidikan
di Indonesia, serta memperkaya khazanah perkembangan pemikiran ilmu pengetahuan.
Disamping tipologi yang disebutkan diatas, terdapat beberapa tipologi lainnya. Sebagai bahan
perbandingan, berikut tipologi Filsafat pendidikan Islam lainnya yaitu :
1. Tipologi Progressivisme – adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat berpengaruh
dalam abad ke 20 ini. Pengaruh itu terasa di seluruh dunia, terlebih-lebih di Amerika Serikat.
Usaha pembaharuan di dalam lapangan pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran
progressivisme. Aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal-“The Liberal road to
culture”. Progressivisme menolak otoriterisme dan absolutisme dalam bentuk, seperti
misalnya terdapat dalamagama, politik, etika dan epistemology.
2. Tipologi Esensialisme – Esensialisme muncul pada zaman Renaissans, dengan cirri-ciri
utamanya yang berbeda dengan progressivisme. Perbedaan initerutama dalam memberikan
dasar berpijakmengenai pendidikan yang penuh fleksibelitas, di mana serba terbuka untuk
perubahan, toleran dan tidak ada keterikatan dengan doktrin tertentu. Esensialisme didasari
atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada
keduniawian, serba ilmiah dan materialistik.Tujuan umum aliran ini adalah membentuk
pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan,
kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah
bagi esensialisme merupakan semacam miniature dunia yang bias dijadikan sebagai ukuran
kenyataan, kebenaran dan kegunaan.
3. Tipologi Perennialisme – Perennialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang
pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi. Perennialisme melihat bahwa
akibat dari kehidupan zaman modern telah menimbulkan banyak krisis di berbagai bidang
kehidupan umat manusia. Untuk mengatasi krisis ini perennialisme memberikan jalan keluar
berupa”kembali kepada kebudayaan masa lampau”
Asas yang dianut perennialisme bersumber pada fisafat kebudayaan yang berkiblat dua, yaitu
(a) perennialisme yang kebudayaan yang berkiblat theologies-bernaung di bawah supremasi
gereja katolik, dengan orientasi pada ajaran dan tafsir Thomas Aquinas- dan(b) perennialisme
sekuler berpegang pad aide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.
4. Tipologi Rekonstruksionalisme - Aliran rekonstruksionalisme adalah sepaham dengan
aliran perennialisme dalam hendak mengatasi kritis kehidupan modern.
Rekonstruksionalisme berusaha mencari kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama
yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru seluruh
lingkungannya.
5. Tipologi Eksistensialisme – Pada Hakikatnya eksistensialisme adalah merupakan aliran
filsafat yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan keadaan
hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya. Paham eksistensialisme secara radikal
menghadapkan manusia pada dirinya sendiri, sedangkan filsafat eksistensi adalah benar-benar
sebagai arti katanya, yaitu:”filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema
sentral”
BAB III
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
A. PENGERTIAN KURIKULUM
Kurikulum merupakan bagian dari sistem pendidikan yang tidak bisa dipisahkan dengan
komponen sistem lainnya. Tanpa Kurikulum suatu sistem pendidikan tidak dapat dikatakan
sebagai sistem pendidikan yang sempurna. Ia merupan ruh (spirit) yang menjadi gerak
dinamik suatu sistem pendidikan, Ia juga merupakan sebuah idea vital yang menjadi landasan
bagi terselenggaranya pendidikan yang baik. Bahkan, kurikulum seringkali menjadi tolok
ukur bagi kualitas dan penyelenggaraan pendidikan. Baik buruknya kurikulum akan sangat
menentukan terhadap baik buruk-nya kualitas output pendidikan, dalam hal ini, peserta didik.
Dalam kedudukannya yang strategis, kurikulum memiliki fungsi holistik dalam dunia
pendidikan; Ia memiliki peran dan fungsi sebagai wahana dan media konservasi, internalisasi,
kristalisasi dan transformasi iptek, teknologi, seni dan nilai-nilai kehidupan ummat manusia.
Kurikuluim bukan hanya berfungsi sebagai wahana dan media konservasi, internalisasi dan
kristalisai, tetapi Ia juga merupakan wahana dan media trans-formasi. Pemilik ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai, dituntut mempelopori, memimpin dan mendesain peradaban
ummat manusia yang konstruktif, dinamis, produktif dan innovatif, serta mengawal,
membimbing, membina, dan mengarahkan perubahan- perubahnya secara proaktif dan
dedikatif melalui perubahn-perubahan peradaban yang semakin baik. Dalam konteks ini pula
pemilik ilmu pengetauan dan nilai-nilai memerankan dirinya sebagai agent of social canges,
agent of social responsibility, agent of innovation and agent of human investment.
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan,
juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut
pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus
disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Pandangan yang muncul sejak zaman Yunani
kuna ini, dalam lingkungan tertentu masih dipakai hingga kini, sebagaimana pendapat Robert
S. Zais (1976:7) , “a recesourse of subject matters to be mastered”. Menurut pendapat ini,
kurikulum identik dengan bidang studi.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa kurikulum merupakan pengalaman belajar, pendapat
ini dikemukakan antara lain oleh Caswell dan Cambell (1975), “…to be composed of all the
experiences children have under the guidance of theachers”. Ronald C Doll (1974:22),
menggambarkan kurikulum telah berubah dari kontens belajar (isi) ke proses, dari skop yang
sempit kepada yang lebih luas, dari materi ke pengalaman, baik di rumah, sekolah maupun
lingkungan masyarakat, bersama guru atau tidak, ada hubungannya dengan pelajaran ataupun
tidak, termasuk upaya guru dan fasilitas untuk mendorongnya. Meskipun, pemaknaan
kurikulum demikian, mendapat kritik dari Mauritz Johnson (1967:130), menurutnya
pengalaman hanya akan terjadi bila siswa berinteraksi dengan ligkungannya, interaksi seperti
demikian bukan kurikulum tetapi pengajaran. Menurutnya, kurikulum hanya berkenaan
dengan “… a structured series of intended learning outcomes”, hasil yang dicapai dari hasil
belajar siswa. Oleh karena itu, perencaan dan pelaksanaan isi, kegiatan belajar mengajar,
evaluasi termasuk pengajaran .
Mc Donald (1967:3) memandang kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran,
yang terdiri dari empat komponen, yaitu: mengajar (kegiatan professional guru terhadap
murid), belajar (kegiatan responsi siswa terhadap guru), pembelajaran (interaksi antara guru
murid pada proses belajar mengajar) dan kurikulum (pedoman proses belajar mengajar).
Bauchamp (1968) menekankan kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Ia
menegaskan bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis dan sekaligus merupakan rencana
pendidikan yang given di sekolah. Tetapi, kurikulum tidak hanya dinilai dari segi dokumen
dan rencana pendidikan, karena ia harus memiliki fungsi operasional kegaiatan belajar
mengajar, dan menjadi pedoman bagi pengajar maupun pelajar .
Hilda Taba (1962) berpendapat, kurikulum tidak hanya terletak pada pelaksana-anya, tetapi
pada keluasan cakupannya, terutama pada isi, metode dan tujuannya, terutama tujuan jangka
panjang, karena justeru kurikulum terletak pada tujuannya yang umum dan jangka panjang
itu, sedangkan imlementasinya yang sempit termasuk pada pengajaran, yang keduanya harus
kontinum . Kurikulum, juga me-rupakan perwujudan penerapan teori baik yang terkait
dengan bidang studi maupun yang terkait dengan konsep, penentuan, pengembangan desain,
implementasi, dan evaluasiya. Oleh karna itu, ia merupakan rencana pengajaran dan sistem
yang berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-
alat pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai suatu sistem kurikulum merupakan
bagian dari sistem organisasi sekolah yang menyangkut penentuan kebijakan kurikulum,
susunan personalia dan prosedur pengembangan-nya, penerapan, evaluasi dan
penyempurnaannya
Dalam konteks pendidikan Nasional, kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan
yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan
pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi
yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta
seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam
mengembangkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu.
Dalam Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa kuriku¬lum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai isi dan lahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Rumusan ini lebih spesifik
mengandung pokok - pokok pikiran, sebagai berikut :
1. Kurikulum merupakan suatu rencana/perencanaan;
2. Kurikulum merupakan pengaturan, yang sistematis dan terstruktur;
3. Kurikulum memuat isi dan bahan pelajaran bidang pengajaran tertentu;
4. Kurikulum mengandung cara, metode dan strategi pengajaran;
5. Kurikulum merupakan pedoman kegiatan belajar mengajar;
6. Kurikulum, dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan;
7. Kurikulum merupakan suatu alat pendidikan.
Rumusan tersebut menjadi lebih jelas dan lengkap, karena suatu kurikulum harus disusun
dengan memperhatikan berbagai faktor penting. Dalam undang-undang telah dinyatakan,
bahwa: “Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan
memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan,
kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.”
BAB IV
PENGARUH TIPOLOGI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP
PENGEMBANGAN KURIKULUM
3. Tipologi Modernis yang lebih menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang bebas,
modifikatif, progresif dan dinamis dalam menghadapi dan merespon tuntutan dan kebutuhan
dari lingkungannya, akan mengarahkan kurikulum pada pendidikan yang bersifat rekontruksi
pengalaman yang terus menerus, meng-upgrade intelligent dan kemampuan mengadakan
penyesuaian sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan dari lingkungan pada masa sekarang.
Tujuan pendidikan diorientasikan pada upaya memberikan ketrampilan-ketrampilan dan alat-
alat kepada peserta didik yang dapat dipergunakan untuk berinteraksi dengan lingkungan
yang selalu berada dalam proses perubahan.
Metode-metode pembelajarannya dilakukan melalui cooperative activities atau cooperative
learning,metode project, dan/atau scientific method (metode ilmiah) ,yaitu dengan jalan
mengidentifikasi masalah-masalah yang terkait dengan tema-tema tersebut ,merumuskan
hipotesis, dan melaksanakan penelitian di lapangan . Manajemen kelasnya lebih diarahkan
pada pemberian kesempatan kepada peserta didikuntuk berpartisipasi, keterlibatan aktif
dalam pembelajaran, serta penciptaan proses belajar secara demokratis. Evaluasinya lebih
banyak menggunakan evaluasi formatif, dengan asumsi bahwa setiap peserta didik mem
punyai kelebihan-kelebihan tertentu, yang berbeda antara satu dengan lainnya.
BAB V
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Bahwa terdapat relevansi yang sangat jelas antara tipologi filsafat pendidikan Islam dengan
pengembangan kurikulum. Kurikulum atau pengembangan kurikulum berdasarkan asumsi
atau gagasan-gagasan mendasar berkaitan dengan pendidikan itu sendiri.
Secara umum bentuk pengaruh tipologi Filsafat Pendidikan Islam terhadap pengembangan
kurikulum adalah sebagai berikut :
1. Tipologi Perenial-Esensialis Salafi (wawasan kependidikan Islam era salafi), memberi
pengaruh kepada upaya melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai, tradisi masyarakat
salaf. Sedangkan bentuk metode pembelajarannya dilakukan melalui ceramah dan dialog,
diskusi atau perdebatan, dan pemberian tugas-tugas dengan pola evaluasi diarahkan pada
ujian-ujian essay, tes-tes diagnostic, tes prestasi belajar yang terstandarisasi dan tes
kompetensi berbasis amaliah. Orientasi pendidikan agama diarahkan pada upaya membantu
peserta didik dalam menguak, menemukan dan menginternalisasikan kebenaran-kebenaran
masa salaf al-shalih; dan menjelaskan dan menyebarkan warisan sejarah dan budaya salaf.
2. Tipologi Perenial-Esensialis Mazhabi (kependidikan Islam yang tradisional dan
kecendrungan untuk mengikuti aliran, pemahaman atau doktrin), akan melahir-kan format
kurikulum yang bersifat kaku dan terstruktur oleh kepentingan aliran atau mazhab. Metode-
metode pembelajaran yang biasa dilakukan adalah ceramah dan dialog, diskusi atau
perdebatan dengan tolok ukur pandangan iman-iman mazhabnya. Ujiannya menggunakan
ujian-ujian essay, tes-tes diagnostic, tes prestasi belajar yang terstandarisasi dan tes
kompetensi berbasis amaliah. Sedangkan orientasi pendidikannya mengarah pada upaya
membantu para peserta didik dalam menguak, menemukan dan menginternalisasikan
kebenaran agama sebagai hasil interpretasi ulama pada masa klasik dan pertengahan; dan
menjelaskan dan menyebarkan warisan ajaran, nilai-nilai dan pemikiran para pendahulunya.
3. Tipologi Modernis (kependidikan Islam yang bebas, modifikatif, progresif dan dinamis
dalam menghadapi perkembangan zaman), akan mengarahkan kurikulum pada pendidikan
yang bersifat rekontruksi pengalaman, mengupgrade intelligent dan kemampuan
mengadakan. Metode-metode pembelajarannya dilakukan melalui cooperative learning,
metode project, dan atau scientific method (metode ilmiah). Evaluasinya lebih banyak
menggunakan evaluasi formatif, dengan asumsi bahwa setiap peserta didik mempunyai
kelebihan-kelebihan tertentu, yang berbeda antara satu dengan lainnya.
4. Tipologi Perenial-Esensialis Kontekstual-Falsifikatif (kependidikan kompromis masa lalu
dengan jalan melakukan kontekstualisasi-uji falsifikasi dan mengem-bangkan wawasan-
wawasan kependidikan Islam masa kekinian), akan melahirkan konsep kurikulum yang
kompromis yaitu memasukkan nilai etis dan modernitas. Tujuan pendidikannya adalah:
membantu peserta didik dalam menguak, mene-mukan dan menginternalisasikan kebenaran-
kebenaran masa lalu pada salaf al-shalih dan menjelaskan – menyebarkan warisan ajar.
Bentuk evaluasinya lebih menggunakan evaluasi formatif, dengan asumsi bahwa setiap
peserta didik mem-punyai kelebihan-kelebihan tertentu, yang berbeda antara satu dengan
lainnya.
5. Tipologi Rekontruksi Sosial Berlandaskan (terapi untuk masyarakat maju, individualis dan
patologis), akan mendorong munculnya kurikulum pendidikan agama mengarah kepedulian
dan kesadaran peserta didik akan masalah-masalah yang dihadapi oleh umat manusia, sebagai
kewajiban dan tanggung jawab keagamaan untuk memecahkan melalui da’wah bi al-hal
(masalah social, ekonomi, politik dan budaya). Kurikulumnya memusatkan perhatian pada
masalah-masalah social dan budaya yang dihadapi masyarakat dan mengharapkan agar
peserta didik dapat memecahkan masalah-masalah tersebut melalui pengetahuan dan konsep-
konsep yang telah diketahui. Metode yang digunakan adalah simulasi, bermain peranan,
interpreneurship, work study.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ahmad Syalabi, “Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah” diterjemahkan oleh Muchtar Jahja dan M.
Sanusi Latief, sedjarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), cet. ke-1,
Albert Hourani, A History of the Arab Peoples, (Cambridge: The Belknap Press of Harvard
University Press, 1991),
Asma Hasan Fahmi, “Mabadi al-Tarbiyah al-Islamiyah” diterjemahkan oleh Ibrahim Husein,
Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang , 1997), cet. ke-1,
Badr al-Din Ibn Jama’ah, Tadzkirat al-Sami wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-
Muta’allim, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1354 H)
Charles Michael Stanton, “Higher Learning in Islam: The Classical Period, A.D. 700-1.300”,
Terj. Affandi dan Hasan Asari, Pendidikan Tinggi dalam Islam: Sejarah dan Peranannya
dalam Kemajuan dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Logos, 1994), cet. ke-1,
Franz Rosenthal, The Classical Heritage in Islam, (London: Routledge and Kegan Paul,
1975),
Johannes Pederson, “The Arabic Book”, diterjemahkan oleh Alwiyah Abdurrahman, Fajar
Intelektulisme Islam: Buku dan Sejarah Penyebaran Informasi di Dunia Arab, (Bandung
Mizan, 1996), cet. ke-1,
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-
Press, 1986), cet. ke-5,
Hasan ‘Abd al-‘Al, al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qarn al-Rabi’ al-Hijriy, (ttp: Dar al-Fikr al-
‘Arabi, tth)
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, (Jakarta : Pustaka al-Husna,
1998), cet. Ke-1
H. Ahmad Taufiq, Mengenang Dinasti Saljud dan Madrasah Nidzamiyyah" dalam
http://www.misykat-kediri.co.cc/2009/04
Hisham Nashabe, "Muslim Educational Institution: a General Survey Followed by a
Monografic Study of al-Madrasah al-Mustansiriyah in Baghdad", (Libanon: Libraire du
Liban, 1989),
Husein Al-Kaff, "Kuliah Filsafat Islam " Materi disampaikan di Yayasan Pendidikan Islam
Al-Jawad) dimuat juga dalam http://aljawad.tripod.com/artikel/ filsafat_ilmu.htm.
Http://mazguru, wordpres, com/ Madrasah Nidzamiyyah Sejarah dan perkem-bangannya
http://bangjackq.blogspot.com/2009/05/perlunya pendidikharus filsafat/ pemikir-an
pendidikan Islam
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), cet. ke-2,
M. Ajjaj al Khatib, " Ushul Hadits" (Beirut, Darl Fikr, TTh)
M. Khoirul Anam, "Melacak Paradigma Pendidikan Islam; Sebuah Upaya Menuju
Pendidikan Yang Memberdayakan", dalam Http://re-search.com/mk-anam.html
Mukhlis Fahruddin, "Konsep Pendidikan dalam Al-Qur’an dan Pengembangannya dalam
Menghadapi Problem Pendidikan dalam http://www.mukhlisfahruddin. web.id/
2009/03/konsep-pendidikan-dalam-al-quran-dan_4555.html
Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasafatuha, (Beirut: Dar al-
Fikr, tth.),
Munir Mursiy, al-Tarbiyah al-Islamiyah: Ushuluha wa Tathawwuruha fi al-Bilad al-
‘Arabiyah, (Kairo:’Alam al-Kutub, 1977),
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, “al-Tarbiyah al-Islamiyah”, diterjemahkan oleh Bustami A.
Ghanidan Djohar Bahry, Dasar-dasar pokok pemikiran Islam”, (Jakarta: Bulan Bintang,
1993), cet. ke-7,
Muhammad Thanthawi, Nasy’at al-Nahw wa Tarikh Asyhur al-Nuhat, (ttp: Dar al-Manar,
tth.),
Munawwar Chalil, Empat Biografi Imam Madzhab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989).
Sistem, Metode, Dan Kurikulum Pendidikan Islam Klasik dalam http://suwendi
2000.wordpress.com/sistem-metode-dan-kurikulum-pendidikan-islam-klasik/
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta:
LP3ES, 1994), cet. ke-4,