PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. apa itu Teori Konseling Karir Trait and Factor?
2. Bagaimana Kolerasi Teori Konseling Karir Trait and Factor dengan Teori Konseling Karir
John Holland?
3. Bagaimana pengaplikasian Teori Trait and Factor (Contoh Kasus)?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Teori Konseling Karir Trait and Factor?
2. Mendiskripsikan Kolerasi Teori Konseling Karir Trait and Factor dengan Teori Konseling
Karir John Holland?
3. Mendiskripsikan pengaplikasian Teori Trait and Factor (Contoh Kasus)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konseling Trait and Factor
Teori Trait and Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang
dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil
testing psikologis yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian tertentu.
Konseling Trait and Factor berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan tes-
tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri dimensi/aspek
kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan
seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu program studi.
Winkel (2010:407) Istilah konseling Trait and Factor dapat dideskripsikan sebagai corak
konseling yang menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman
itu dalam memecahkan beraneka problem/masalah yang dihadapi, terutama yang menyangkut
pilihan program studi/bidang pekerjaan.
C. Asumsi Dasar Trait and Factor
Williamson merumuskan asumsi yang mendasari Trait and Factor yang dimuat dalam
Theories of Counseling (Stefflre:1965) (dalam Winkel, 2010:410):
1. Setiap individu mempunyai sejumlah kemampuan dan potensi, seperti taraf intelegensi
umum, bakat khusus, taraf kreatifitas, wujud minat serta keterampilan, yang bersama-
sama membentuk suatu pola yang khas untuk individu itu.
2. Pola kemampuan dan potensi yang tampak pada seseorang menunjukkan hubungan
yang berlain-lainan dengan kemampuan dan keterampilan yang dituntut pada seorang
pekerja di berbagai bidang pekerjaan.
3. Kurikulum sekolah yang berbeda akan menuntut kapasitas dan minat yang
berbeda. Dengan kata lain, individu akan belajar dengan lebih mudah dan efektif
apabila potensi dan bakatnya sesuai dengan tuntutan kurikulum.
4. Setiap individu mampu, berkeinginan, dan berkecenderungan untuk mengenal diri
sendiri serta memanfaatkan pemahaman diri itu dengan berpikir baik-baik.
Sesuai dengan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa asumsi yang mendasari
teori trait and factoradalah setiap individu mempunyai keunikan, pola kemampuan dan potensi
yang tampak pada individu disesuaikan dengan pemilihan pekerjaan, kurikulum sekolah yang akan
menuntut kapasitas dan minat yang berbeda pada diri individu, dan kecenderungan mengenal diri
sendiri serta pemanfaatan diri sendiri untuk memahami diri dengan berpikir baik-baik.
D. Tujuan Konseling Trait and Factor
Menurut Sayekti (2002:51) Tujuan konseling Trait and Factor adalah sebagai berikut:
1. membantu individu merasa lebih baik dengan menerima pandangan dirinya sendiri dan
membantu individu berfikir lebih jernih dalam memcahkan masalah dan mengontrol
perkembangannya secara rasional.
2. Memperkuat keseimbangan antara pengaktifan dan pemahaman sifat-sifat sehingga
dapat bereaksi secara wajar dan stabil.
3. Mengubah sifat-sifat subjektif, dan kesalahan dalam penilaian diri (konsep diri)
dengan menggunakan metode atau cara ilmiah.
Lebih lanjut Slamet Riyadi (2010 :106) memaparkan tujuan konseling menggunakan
pendekatan Trait andFactor adalah:
a. Membantu individu mencapai perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan
manusia.
b. Membantu individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri
dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelamahan diri dalam kegiatan
dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir.
c. Membantu individu untuk memperbaiki kekurangan, tidakmampuan, dan keterbatasan
diri serta membantu pertumbuhan dan integrasi kepribadian.
d. Mengubah sifat-sifat subyektif dan kesalahan dalam penilaian diri dengan
mengggunakan metode ilmiah.
Konseling juga bertujuan untuk mengajak klien berfikir mengenai dirinya dan menemukan
masalah dirinya serta mengembangkan cara-cara untuk keluar dari masalah tersebut. Untuk itu
secara umum konseling Trait and Factor dimaksudkan untuk membantu klien mengalami:
a. Klarifikasi diri (self clarification)
b. Pemahaman diri (self understanding)
c. Pengarahan diri (self acceptance)
d. Pengarahan diri (self direction)
e. Aktualisasi diri (self actualization)
Dengang demikian, tujuan dari konseling Trait and Factor adalah membantu individu
merasa lebih baik dengan menerima pandangan dirinya sendiri dan membantu individu berfikir
lebih jernih dalam memcahkan masalah dan mengontrol perkembangannya secara rasional,
memperkuat keseimbangan antara pengaktifan dan pemahaman sifat-sifat sehingga dapat bereaksi
secara wajar dan stabil, mengubah sifat-sifat subjektif, dan kesalahan dalam penilaian diri (konsep
diri) dengan menggunakan metode atau cara ilmiah.
G. Proses Konseling
Sayekti (1998:48) teori Trait and Factor di dalam pendekatannya baik terhadap proses
konseling maupun pemecahan kesulitan klien, secara rasional, logis, dan intelektual, tetapi dasar
filsafatnya bukan Rationalisme. Teori ini lebih dekat kepada Empirisme, yang mempunyai
pandangan optimistis, bahwa walaupun manusia telah dibekali pembawaan, tetapi itu tidak
menentukan.
Masih dalam Sayekti, pelopor teori Trait and Factor E.G. Williamson dalam Theories of
Counseling and Psychotherapy menyebutkan filsafatnya Personalisme, atau mempunyai perhatian
besar terhadap keseluruhan individu, bahwa manusia merupakan seorang individu yang unik yang
sebagian dapat mempengaruhi dan menguasainya baik pembawaan dan lingkungannya. Dalam
proses pelaksanaannya teori Trait and Factor, terdapat teknik-teknik yang dapat digunakan oleh
Konselor untuk melakukan proses konseling. Tenik-tenik tersebut adalah sebagai berikut:
Sayekti (1998:52) menjelaskan ada dua teknik konseling yang diaplikasikan dalam
teori Trait and Factor:
1. Teknik tes, untuk mengungkapkan kepribadian, bakat, minat, dan data yang lain yang hanya
dapat diungkap dengan tes.
2. Teknik non tes, meliputi wawancara, angket, observasi, otobiografi, dokumentasi, dan yang
lain.
Demikian terdapat dua teknik konseling yang digunakan dalam teori Trait and Factor,
yaitu teknik tes dan teknik non tes. Dalam teori ini peran teknik non tes juga dibutuhkan dalam
pengumpulan data sebagai informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memutuskan
pilihan karir.
Lutfi Fauzan (2004:92) Konseling Trait and Factor memiliki enam tahap dalam prosesnya,
yaitu: analisis, sistesis, diagnosis, prognosis, konseling (treatment) dan tindak lanjut ( follow-up ).
G. (Contoh Kasus)
Setelah kita memahami tahapan proses konseling menggunakan teori Trait and Factor.
Berikut contoh kasus yang diambil sebagai aplikasi antara masalah yang dihadapi oleh klien
dengan penggunaan teoriTrait and Factor , sebagai berikut:Seorang siswa kelas XII SMA belum
dapat menentukan pilihan programstudi di perguruan tinggi. Disepakati akan dikumpulkan data
tentang siswa yang relevan, yaitu taraf intelegensi, bakat khusus, dan minat melalui testing
psikologis (Analisis). Data hasil testing yang masuk menyatakan bahwa siswa bertaraf intelegensi
tinggi, berbakat khusus dalam bidang studi matematika, cukup mampu dalam pengamatan ruang,
dan mempunyai minat yang mengarah kepada pekerjaan sosial. Maka tampak suatu minat dan
kemampuan tertentu (Sintesis). Siswa dahulu pernah mengatakan bahwa diapernah memikirkan
program studi teknik sipil, arsitektur, dan keguruan di bidang matematika. Sebenarnya ada
kecocokan antara milik/bekal kemampuan kognitif dengan kualitas yang dituntut dalam ketiga
bidang studi itu, tetapi hanya terdapat kecocokan dalam ranah minat dengan bidang keguruan.
Dengan demikian inti dari kasusnya adalah menentukan/memilih suatu bidang studi yang menuntut
pola kualifikasi yang sesuai, baik dengan kemampuan di bidang kognitif maupun dengan arah minat
(Diagnosis). Implikasi dan hasil diagnosis itu adalah supaya siswa meninjau kecocokan antara pola
kualifikasi yang dituntut dalam ketiga bidang studi tersebut, dengan pola kemampuan dan minat
yang telah diidentifikasikan pada dirinya sendiri (Prognosis). Peninjauan itu dilaksanakan dalam
wawancara dengan konselor, sampai akhirnya siswa memilih program studi matematika di FIP, S1
(konseling). Siswa menghadap kembali kalau ternyata timbul kesulitan dalam pelaksanaan
keputusannya (Follow-Up)