Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada tiap individu ada sifat-sifat yang umum dan sifat yang khusus, terdapat pada seseorang
yang merupakan sifat yang unik. Hal ini terjadi karena pembawaan dan lingkungan tiap orang tidak
sama. Oleh sebab itu, kepribadian adalah suatu sistem saling bergantungan dengan trait atau faktor
seperti; kecakapan, minat, sikap, temperamen, dan lain-lain.
Menurut Gibson & Mitchell (2011:45) teori awal yang muncul bagi konseling dan
pengembangan karir disebut faktor-sifat/watak (trait-factor). Hal yang mendasar bagi konseling
sifat dan faktor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan
pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya.
Adapun ciri khas dari pandangan ini adalah asumsi bahwa orang memliki pola kemampuan
dan minat yang dapat diketahui melalui testing; dapat juga diselidiki kualitas apa yang dituntut
dalam berbagai bidang pekerjaan. Seseorang dapat menemukan jabatan yang cocok baginya dengan
cara mengkorelasikan kemampuan, potensi, dan wujud minat yang dimilikinya dengan kualitas-
kualitas yang secara objektif dituntut bila akan memegang jabatan tertentu.
Lebih lanjut Winkel (1997:574) pandangan tentang Trait and Factor ini mempunyai
relevansi bagi bimbingan dan konseling karir di institusi pendidikan. Data tentang diri peserta didik
sendiri merupakan bahan pertimbangan penting dalam merencanakan karir, asal data itu tidak hanya
dibatasi pada data hasil testing psikologi. Demikian pula data tentang kualifikasi yang dibutuhkan
dalam memegang suatu jabatan merupakan sebagian dari data tentang lingkungan hidup (data
sosial) yang harus ikut dipertimbangkan.
Disamping itu, pemikiran tentang pencocokan antara data psikologis dan data sosial dalam
membuat pilihan jabatan dapat membantu klien dan konselor, asal mencocokkan itu tidak diartikan
sebagai usaha untuk menemukan satu-satunya jabatan yang pasti cocok, melainkan sebagai usaha
untuk menemukan berbagai alternatif pilihan yang kemudian dipertimbangkan pro dan kontranya.
Pandangan Trait and Factor sebenarnya tidak pernah membela penggunaan testing secara
berlebihan dalam konseling, dan bahwa Williamson sebagai pelopor pengembangan
teori Trait and Factor juga sudah memandang data lain, sebagai data yang penting dalam konseling
karir di luar data hasil testing. Sebagai data yang penting dalam konseling karir, misalnya
pengalaman kerja dan latar belakang sosial budaya.Dengan demikian, pandangan Trait and
Factor diperluas sehingga dapat menghasilkan suatu pendekatan praktis dalam konseling karir.

B. Rumusan Masalah
1. apa itu Teori Konseling Karir Trait and Factor?
2. Bagaimana Kolerasi Teori Konseling Karir Trait and Factor dengan Teori Konseling Karir
John Holland?
3. Bagaimana pengaplikasian Teori Trait and Factor (Contoh Kasus)?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Teori Konseling Karir Trait and Factor?
2. Mendiskripsikan Kolerasi Teori Konseling Karir Trait and Factor dengan Teori Konseling
Karir John Holland?
3. Mendiskripsikan pengaplikasian Teori Trait and Factor (Contoh Kasus)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konseling Trait and Factor
Teori Trait and Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang
dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil
testing  psikologis yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian tertentu.
Konseling Trait and Factor berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan tes-
tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri dimensi/aspek
kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan
seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu program studi.
Winkel (2010:407) Istilah konseling Trait and Factor dapat dideskripsikan sebagai corak
konseling yang menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman
itu dalam memecahkan beraneka problem/masalah yang dihadapi, terutama yang menyangkut
pilihan program studi/bidang pekerjaan.

B. Konsep Dasar Konseling Trait and Factor


Menurut Gibson & Mitchell (2011:454) Pendekatan faktor-sifat/watak bagi pengambilan
keputusan karir adalah yang tertua, dan mungkin yang paling bertahan lama dari sekian pendekatan
teoritis yang tersedia bagi konseling karir. Teori Traitand Factor tergolong pada pandangan kognitif
atau pendekatan rasional.
Sayekti (1998:47) teori Trait and Factor ialah pendekatan mencoba secara intelektual logis
dan rasional menerangkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi klien, cara pemecahan kesulitan-
kesulitan serta proses konselingnya didekati secara logis rasional. Konseling dengan
pendekatan Trait and Factor yang dipelopori oleh Williamson ini disebut pula konseling yang
mengarahkan (directive counseling), karena konselor secara aktif membantu klien mengarahkan
perilakunya kepada pemecahan kesulitannya. Konseling semacam inilah yang banyak dilakukan
oleh konselor di sekolah-sekolah baik di luar negeri maupun di negara kita.
Winkel (2010:407) dalam segi teoritis dan dalam segi pendekatannya, corak konseling ini
bersumber pada gerakan bimbingan jabatan, sebagaimana dikembangkan di Amerika Serikat sejak
awal abad yang ke-20. Teori Trait and Factorsenantiasa dihubungkan dengan Universitas
Minnesota yang termasuk di dalamnya Walter Bingham, John Darley, Patterson, dan W.G
Williamson. Dalam bekerjanya, tokoh-tokoh pendekatan ini banyak menggunakan alat pengukur
terhadap atribut klien seperti bakat, kemampuan, minat, tingkah laku dan kepribadiannya. Dari hasil
pengukuran tersebut konseli dapat diarahkan pendidikan dan jabatan apa yang cocok bagi klien,
sehingga dapat membahagiakan hidupnya.
Melalui pengolahan hasil tes atau angket dan alat pengukur lainnya dapat diramalkan pula
apa yang akan diperbuat oleh klien dalam situasi tertentu.  Williamson berpendapat bahwa dasar
konseling modern terletak pada keunikan individu dan juga identifikasi keunikannya tersebut,
melalui pengukuran yang objektif.
Lebih lanjut dalam Winkel (2010:408) memaparkan mengenai tiga langkah besar untuk
pengembangan pengambilan keputusan karir individu: jadi langkah yang pertama menggunakan
analisis diri; langkah yang kedua memanfaatkan informasi jabatan (vocational information);
langkah yang ketiga menerapkan kemampuan untuk  berpikir rasional guna menemukan kecocokan
antara ciri-ciri kepribadian, yang mempunyai relevansi terhadap kesuksessan atau kegagalan dalam
suatu pekerjaan atau jabatan, dengan tuntutan kualifikasi dan kesempatan yang terkandung dalam
suatu pekerjaan atau jabatan.
Dengan demikian, dalam keputusan karir klien bukan hanya mencari pekerjaan demi asal
punya pekerjaan (the hunt of a job), melainkan memilih secara sadar suatu pekerjaan (the choice of
a vacation).
Pandangan Tentang Manusia
Slamet Riyadi (2010:103) manusia merupakan sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan
antara satu dengan yang lainnya, seperti: kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Manusia
berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar
pengembangan potensinya. Manusia mempunyai potensi untuk berbuat baik atau buruk
Sesuai dengan pendapat Slamet riyadi di atas Williamson mempunyai pandangan tentang
manusia sebagai berikut (dalam Sayekti, 1998:49)
a. Manusia mempunyai potensi untuk berbuat baik atau buruk
b. Makna hidup adalah mencari kebenaran dan berbuat baik serta menolak kejahatan. Menjadi
manusia seutuhnya tergantung pada hubungan dengan orang lain. Maka seorang konselor
mestilah optimis dan percaya bahwa manusia dapat menyelesaikan masalah-masalahnya,
terlebih lagi jika manusia belajar menggunakan kemampuannya.
c. Diri manusia hanya berkembang di dalam masyarakat dan pada hakikatnya manusia tidak
dapat hidup sepenuhnya diluar masyarakat.
d. Manusia ingin mencapai kehidupan yang baik, sebenarnya usaha kearah itupun sudah
menunjukkan dan merupakan kehidupan yang baik.
Sayekti (1998:49) Konsep dasar dari konseling Trait and Factor adalah sifat dan faktor
kepribadian seseorang. Sifat dan faktor kepribadian seseorang dapat diungkap dengan
menggunakan metode multi variate dan analisis faktor. Dengan menggunakan metode tersebut akan
diketemukan unsur dasar yang berstruktur dari kepribadian. Unsur dasar ini disebut dengan sifat dan
merupakan kecenderungan luas untuk memberikan reaksi dan merupakan perilaku yang relatif
tetap.
Winkel (2010:409) yang dimaksud dengan trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang
dalam berpikir, berperasaan, dan berperilaku, seperti: intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan),
dan agresif (berperilaku). Ciri-ciri itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-
masing membentuk suatu kontinum atau skala yang terentang dari sangat tinggi sampai sangat
rendah.

1) Common Trait atau Unique Trait


a. Common trait, atau sifat umum yaitu sifat yang dimiliki oleh semua individu atau
setidaknya oleh sekelompok individu yang hidup dalam lingkungan sosial yang sama
b. unique trait, atau sifat khusus yaitu sifat yang hanya dimiliki oleh individu-individu
masing-masing, dan tidak dapat ditemukan pada individu lain dalam bentuknya yang
demikian. Selanjutnya sifat khusus ini dapat dibedakan lagi menjadi :
c. relatively unique, yaitu yang kekhususannya timbul dari oengaturannya   unsur-unsur sifat
itu
d. intrinsically unique, yaitu yang benar-benar hanya ada pada individu khusus tertentu.
2) Surface Trait dan Source Trait
a. Surface Trait atau sifat tampak adalah kelompok dari variabel-variabel yang tampak.
b. Source Trait, atau sifat asal adalah variabel-variabel yang mendasari berbagai manifestasi
yang tampak.
Cattell (dalam Sayekti, 2002:50) menganggap bahwa sifat asal lebih penting daripada sifat
yang tampak atau sifat permukaan. Sifat permukaan merupakan hasil interaksi dari sifat asal dan
pada umumnya dapat diharapkan kurang tepat. Sifat permukaan itu lebih berarti dan lebih diakui
daripada sifat asal, karena sifat permukaan tersebut dapat langsung disaksikan dari observasi yang
sederhana. Namun dalam rangka yang lebih mendalam, sifat asal-lah yang lebih mendasari tingkah
laku seorang individu (klien).
Lebih lanjut dalam bukunya Sayekti (2002:50) memaparkan sifat dapat digolongkan
menjadi tiga macam,yaitu:
a. Dinamic traits, yaitu apabila ekspresi sifat tersebut berhubungan dengan perbuatan untuk
mencapai suatu tujuan.
b. Ability traits, apabila ekspresi sifat tersebut berhubungan dengan efektif atau tidaknya individu
(klien) dalam mencapai suatu tujuan.
c. Temprament traits, yaitu apabila ekspresi sifat tersebut berhubungan dengan aspek
konstitusional, seperti misalnya energi kecepatan, reaksi emosional dan sebagainya.
Tentu saja dalam tingkah laku seorang individu (klien), ketiga sifat tersebut sama-sama
berfungsi, namun salah satunya tentu ada yang dominan. Sehingga secara teori seorang konselor
tetap perlu membedakannya.
Menurut Slamet Riyadi (2010:105) pandangan tentang  kepribadian dalam
teori Trait and Factor adalah sebagai berikut:
a. Kepribadian adalah suatu sistem yang saling tergantung dengan sifat dan faktor,
seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen.
b. Perkembangan kepribadian manusia ditentutan oleh faktor pembawaan dan
lingkungan.
c. Setiap individu ada sifat-sifat yang umum dan ada sifat-sifat yang khusus, yang
merupakan sifat yang unik.
d. Unsur dasar dari struktur kepribadian disebut sifat dan merupakan kecenderungan luas
untuk memberi reaksi dan membentuk tingkah laku yang relatif tetap.
e. Sifat (trait) adalah struktur mental yang dapat diamati untuk menunjukkan keajegan
dan ketepatan dalam tingkah laku.
Dengan demikian, manusia merupakan sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan antara
satu dengan yang lainnya, seperti: kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Konsep dasar dari
konseling Trait and Factor adalah sifat dan faktor kepribadian seseorang. Oleh karenanya, sifat dan
faktor kepribadian yang tampak dari individu (klien) sangatlah dominan dalam pelaksanaan
konseling Trait and Factor.

C. Asumsi Dasar Trait and Factor
Williamson merumuskan asumsi yang mendasari Trait and Factor yang dimuat dalam
Theories of Counseling (Stefflre:1965) (dalam Winkel, 2010:410):
1. Setiap individu mempunyai sejumlah kemampuan dan potensi, seperti taraf intelegensi
umum, bakat khusus, taraf kreatifitas, wujud minat serta keterampilan, yang bersama-
sama membentuk suatu pola yang khas untuk individu itu.
2. Pola kemampuan dan potensi yang tampak pada seseorang menunjukkan hubungan
yang berlain-lainan dengan kemampuan dan keterampilan yang dituntut pada seorang
pekerja di berbagai bidang pekerjaan.
3. Kurikulum sekolah yang berbeda akan menuntut kapasitas dan minat yang
berbeda. Dengan kata lain, individu akan belajar dengan lebih mudah dan efektif
apabila potensi dan bakatnya sesuai dengan tuntutan kurikulum.
4. Setiap individu mampu, berkeinginan, dan berkecenderungan untuk mengenal diri
sendiri serta memanfaatkan pemahaman diri itu dengan berpikir baik-baik.
Sesuai dengan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa asumsi yang mendasari
teori trait and factoradalah setiap individu mempunyai keunikan, pola kemampuan dan potensi
yang tampak pada individu disesuaikan dengan pemilihan pekerjaan, kurikulum sekolah yang akan
menuntut kapasitas dan minat yang berbeda pada diri individu, dan kecenderungan mengenal diri
sendiri serta pemanfaatan diri sendiri untuk memahami diri dengan berpikir baik-baik.

D.  Tujuan Konseling Trait and Factor
Menurut Sayekti (2002:51) Tujuan konseling Trait and Factor adalah sebagai berikut:
1. membantu individu merasa lebih baik dengan menerima pandangan dirinya sendiri dan
membantu individu berfikir lebih jernih dalam memcahkan masalah dan mengontrol
perkembangannya secara rasional.
2. Memperkuat keseimbangan antara pengaktifan dan pemahaman sifat-sifat sehingga
dapat bereaksi secara wajar dan stabil.
3. Mengubah sifat-sifat subjektif, dan kesalahan dalam penilaian diri (konsep diri)
dengan menggunakan metode atau cara ilmiah.
Lebih lanjut Slamet Riyadi (2010 :106) memaparkan tujuan konseling menggunakan
pendekatan Trait andFactor adalah:
a. Membantu individu mencapai perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan
manusia.
b. Membantu individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri
dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelamahan diri dalam kegiatan
dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir.
c. Membantu individu untuk memperbaiki kekurangan, tidakmampuan, dan keterbatasan
diri serta membantu pertumbuhan dan integrasi kepribadian.
d. Mengubah sifat-sifat subyektif dan kesalahan dalam penilaian diri dengan
mengggunakan metode ilmiah.
Konseling juga bertujuan untuk mengajak klien berfikir mengenai dirinya dan menemukan
masalah dirinya serta mengembangkan cara-cara untuk keluar dari masalah tersebut. Untuk itu
secara umum konseling Trait and Factor dimaksudkan untuk membantu klien mengalami:
a. Klarifikasi diri (self clarification)
b. Pemahaman diri (self understanding)
c. Pengarahan diri (self acceptance)
d. Pengarahan diri (self direction)
e. Aktualisasi diri (self actualization)
Dengang demikian, tujuan dari konseling Trait and Factor adalah membantu individu
merasa lebih baik dengan menerima pandangan dirinya sendiri dan membantu individu berfikir
lebih jernih dalam memcahkan masalah dan mengontrol perkembangannya secara rasional,
memperkuat keseimbangan antara pengaktifan dan pemahaman sifat-sifat sehingga dapat bereaksi
secara wajar dan stabil, mengubah sifat-sifat subjektif, dan kesalahan dalam penilaian diri (konsep
diri) dengan menggunakan metode atau cara ilmiah.

E. Kolerasi Teori Trait and Factor dengan Teori John Holland


Teori pemilihan karir Hollad merupakan salah satu teori pemilihan karir yang beorientasi taits
(sifat). Traits-Factor (T-F) adalah karakter-karakter, hal-halyang ada dalam diri individu. Informasi
tentang karakter individu dapat diperolehmelalui berbagai macam test standar. T-F muncul
diprakarsai oleh Frank Parson. Beberapa entitas psikis yang dipandang menjadi bagian dari traits
danrelatif stabil adalah minat (interest) bakat khusus (special aptitudes),
kemampuanintelektual/belajar/akademik (scholastic aptitudes).
Factor adalah bukti statistik bahwa traits benar-benar ada. Dengan demikian factor
dapat diartikan sebagai traits yang sudah terukur dengan berbagai macamalat dengan tehnik
analisis faktor. Beberapa ahli percaya bahwa traits adalahentitas yang dapat dipelajari (ada
karena proses belajar), meskipun demikianmemiliki kecenderungan menetap. Meskipun
demikian traits tidak dapat diukur secara sangat akurat sebagaimana kondisi mental manusia yang
lain.Beberapa kesimpulan penting tentang traits adalah sebagai berikut (yangakan menjelaskan
hakikat traits). 
1. Setiap individu memiliki seperangkat traits yang unik yang dapat diukur secara valid dan reliabel
(akurat dan stabil). 
2. Bidang pekerjaan menuntut individu memiliki traits tertentu untuk mencapai keberhasilan, meskipun
individu pekerja yang memiliki traits denganrentangan dan jenis karakteristik (kemampuan)
yang beragam akan menuaikeberhasilan dalam pekerjaan yang tersedia. 
3. Memilih pekerjaan adalah proses yang agak linier/langsung dan mungkin dilakukan dengan
mencocokkan traits yang dimiliki individu dengan tuntutan bidang kerja tertentu. 
4. Semakin dekat hubungan (sesuai) antara karakteristik personal (traits) dengantuntutan kerja,
akan semakin besar kemungkinan sukses kerja yang berupa produktivitas dan kepuasan kerja
(productivity and satisfaction).
Dari sekian banyak uraian mengenai teori perkembangan karir yangdikemukakan oleh
John Hollad, salah satu inti terpenting dari teori tersebut adalah penjelasan mengenai hubungan
antara karakteristik kepribadian dengan karakteristik lingkungan okupasional. Dalam hal ini bila
kita meninjau makna dari trait-factor itu sendiri, maka dalam teori Holland ini, hubungan
antartipekepribadian dengan lingkungan okupasional merupakan hubungan traits-factor. Tipe
kepribadian merupakan unsur traits dari teori Holland sedangkan lingkungan okupasional
merupakan unsure factor itu sendiri.
Tarsidi (2008), merangkum tentang hubungan antara tipe/karakteristik kepribadian (traits)
dengan lingkungan okupasional (factor) sebagai berikut:
a. Agresif, lebih menyukai tugas-tugas pekerjaan konkret dari pada abstrak,
pada dasarnya kurangdapat bergaul, interaksi interpersonal buruk.
b.  Realistic Pekerja terampil seperti tukang pipa, tukang listrik, dan
operator mesin.
c. Keterampilan teknisi seperti juru mesin pesawat terbang, juru foto, juru draft
dan pekerjaan servis tertentu. Intelektual, abstrak, analitik, mandiri, kadang-
kadang radikal dan terlalu berorientasi pada tugas Investigative Ilmiah
seperti ahli kimia, ahlifisika, dan ahli matematik.
d. Teknisi seperti teknisi lab, programmer komputer, dan pekerja elektronik.
Imaginatif, menghargai estetika, lebih menyukai ekspresi dirimelalui seni,
agak mandiri dan extrovert.
e. Artistik seperti pematung, pelukis, dan desainer. Musikalseperti guru musik,
pemimpin orkestra, dan musisi.
f. Sastrais seperti editor, penulis, dan kritikus. Lebih menyukai interaksi sosial,
senang bergaul, memperhatikan masalah-masalah sosial,
religius, berorientasi layanan masyarakat, dan tertarik pada
kegiatan pendidikan.
g. Edukasional seperti guru, administrator pendidikan, dan profesor.
h. Kesejahteraan social seperti pekerja sosial, sosiolog,konselor rehabilitasi,
dan perawat profesional.
i. Extrovert, agresif, petualang, lebih menyukai peran-peran pemimpin, dominant,
persuasif,dan memanfaatkan keterampilan verbal yang baik. 
j. Enterprising Managerial seperti menejer  personalia, produksi, dan menejer
pemasaran. Berbagai posisi pemasaran seperti sales person asuransi, real
estate, dan mobil.

F. Hubungan antara Konselor dan Klien


Menurut Sayekti (2002:51) peranan konselor dalam hubungan antara klien dan konselor
adalah:
a. Memberi tahu klien tentang berbagai kemampuannya yang diperoleh konselor dari hasil
testing, angket dan alat pengkukur yang lain. Berdasarkan hasil testing dan lain-lain
tersebut konselor mengetahui kelemahan dan kekuatan klien, sehingga dapat meramalkan
jurusan, pendidikan atau jabatan apa yang cocok bagi klien. Konselor membantu klien
menentukan tujuan yang akan dicapainya disesuaikan dengan hasil testing. Dengan
memberitakukan sifat serta bakat klien, maka klien dapat mengelola hidupnya sendiri dapat
hidup bahagia.
b. Konselor secara aktif mempengaruhi perkembangan klien.
c. Konselor membantu mencari sebab individu tidak memiliki sumber personal untuk
menentukan individualitasnya, karena ia tak dapat memahami dirinya secara penuh,
diagnosis ekternal yang dilakukan konselor melengkapi persepsinya. Berdasarkan data yang
ada, konselor merumuskan hipotesis untuk memahami individu.
d. Konselor aktif dalam situasi belajar, melakukan diagnosis, menyajikan informasi,
mengumpulkan dan menilai data, untuk membantu individu. Konselor berperan sebagai
guru, yang bertugas mengajar klien belajar tentang dirinya sendiri dan lingkungannya.
Sesuai dengan penjabaran peran konselor di atas, dapat kesimpulan sebagai peranan
konselor disini adalah memberitahukan, memberikan informasi, mengarahkan, karena itu
pendekatan ini disebut pendekatan yang kognitif rasional.

G. Proses Konseling
Sayekti (1998:48) teori Trait and Factor di dalam pendekatannya baik terhadap proses
konseling maupun pemecahan kesulitan klien, secara rasional, logis, dan intelektual, tetapi dasar
filsafatnya bukan Rationalisme. Teori ini lebih dekat kepada Empirisme, yang mempunyai
pandangan optimistis, bahwa walaupun manusia telah dibekali pembawaan, tetapi itu tidak
menentukan.
Masih dalam Sayekti, pelopor teori Trait and Factor E.G. Williamson dalam Theories of
Counseling and Psychotherapy menyebutkan filsafatnya Personalisme, atau mempunyai perhatian
besar terhadap keseluruhan individu, bahwa manusia merupakan seorang individu yang unik yang
sebagian dapat mempengaruhi dan menguasainya baik pembawaan dan lingkungannya. Dalam
proses pelaksanaannya teori Trait and Factor, terdapat teknik-teknik yang dapat digunakan oleh
Konselor untuk melakukan proses konseling. Tenik-tenik tersebut adalah sebagai berikut:
Sayekti (1998:52) menjelaskan ada dua teknik konseling yang diaplikasikan dalam
teori Trait and Factor:
1. Teknik tes, untuk mengungkapkan kepribadian, bakat, minat, dan data yang lain yang hanya
dapat diungkap dengan tes.
2. Teknik non tes, meliputi wawancara, angket, observasi, otobiografi, dokumentasi, dan yang
lain.
Demikian terdapat dua teknik konseling yang digunakan dalam teori Trait and Factor,
yaitu teknik tes dan teknik non tes. Dalam teori ini peran teknik non tes juga dibutuhkan dalam
pengumpulan data sebagai informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memutuskan
pilihan karir.
Lutfi Fauzan  (2004:92) Konseling Trait and Factor memiliki enam tahap dalam prosesnya,
yaitu: analisis, sistesis, diagnosis, prognosis, konseling (treatment) dan tindak lanjut ( follow-up ).

G.  (Contoh Kasus)
Setelah kita memahami tahapan proses konseling menggunakan teori Trait and Factor.
Berikut contoh kasus yang diambil sebagai aplikasi antara masalah yang dihadapi oleh klien
dengan penggunaan teoriTrait and Factor , sebagai berikut:Seorang siswa kelas XII SMA belum
dapat menentukan pilihan programstudi di perguruan tinggi. Disepakati akan dikumpulkan data
tentang siswa yang relevan, yaitu taraf intelegensi, bakat khusus, dan minat melalui testing
psikologis (Analisis). Data hasil testing yang masuk menyatakan bahwa siswa bertaraf intelegensi
tinggi, berbakat khusus dalam bidang studi matematika, cukup mampu dalam pengamatan ruang,
dan mempunyai minat yang mengarah kepada pekerjaan sosial. Maka tampak suatu minat dan
kemampuan tertentu (Sintesis). Siswa dahulu pernah mengatakan bahwa diapernah memikirkan
program studi teknik sipil, arsitektur, dan keguruan di bidang matematika. Sebenarnya ada
kecocokan antara milik/bekal kemampuan kognitif dengan kualitas yang dituntut dalam ketiga
bidang studi itu, tetapi hanya terdapat kecocokan dalam ranah minat dengan bidang keguruan.
Dengan demikian inti dari kasusnya adalah menentukan/memilih suatu bidang studi yang menuntut
pola kualifikasi yang sesuai, baik dengan kemampuan di bidang kognitif maupun dengan arah minat
(Diagnosis). Implikasi dan hasil diagnosis itu adalah supaya siswa meninjau kecocokan antara pola
kualifikasi yang dituntut dalam ketiga bidang studi tersebut, dengan pola kemampuan dan minat
yang telah diidentifikasikan pada dirinya sendiri (Prognosis). Peninjauan itu dilaksanakan dalam
wawancara dengan konselor, sampai akhirnya siswa memilih program studi matematika di FIP, S1
(konseling). Siswa menghadap kembali kalau ternyata timbul kesulitan dalam pelaksanaan
keputusannya (Follow-Up)

Anda mungkin juga menyukai