Anda di halaman 1dari 22

* TEORI TRAIT AND

FACTOR
DISUSUN OLEH
Vony Situmorang 1193351056
Gracelita Saragih 1193351055
Imel Hizkia Manihuruk 1192451015
A.    Pengertian Konseling Trait and Factor

Teori Trait and Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa


kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan
jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing  psikologis yang
mengukur masing-masing dimensi kepribadian tertentu.
Konseling Trait and Factor berpegang pada pandangan yang sama dan
menggunakan tes-tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis
seseorang mengenai ciri-ciri dimensi/aspek kepribadian tertentu,
yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau
kegagalan seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu program
studi.
Winkel (2010:407) Istilah konseling Trait and Factor dapat
dideskripsikan sebagai corak konseling yang menekankan pemahaman
diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam
memecahkan beraneka problem/masalah yang dihadapi, terutama
yang menyangkut pilihan program studi/bidang pekerjaan.
B.     Konsep Dasar Konseling Trait and Factor
* Menurut Gibson & Mitchell (2011:454) Pendekatan faktor-sifat/watak
bagi pengambilan keputusan karir adalah yang tertua, dan mungkin
yang paling bertahan lama dari sekian pendekatan teoritis yang tersedia
bagi konseling karir. Teori Trait and Factor tergolong pada pandangan
kognitif atau pendekatan rasional.
* Winkel (2010:407) dalam segi teoritis dan dalam segi pendekatannya,
corak konseling ini bersumber pada gerakan bimbingan jabatan,
sebagaimana dikembangkan di Amerika Serikat sejak awal abad yang
ke-20. Teori Trait and Factor senantiasa dihubungkan dengan
Universitas Minnesota yang termasuk di dalamnya Walter Bingham, John
Darley, Patterson, dan W.G Williamson. Dalam bekerjanya, tokoh-tokoh
pendekatan ini banyak menggunakan alat pengukur terhadap atribut
klien seperti bakat, kemampuan, minat, tingkah laku dan
kepribadiannya. Dari hasil pengukuran tersebut konseli dapat diarahkan
pendidikan dan jabatan apa yang cocok bagi klien, sehingga dapat
membahagiakan hidupnya.
* Melalui pengolahan hasil tes atau angket dan alat pengukur lainnya
dapat diramalkan pula apa yang akan diperbuat oleh klien dalam situasi
tertentu.  Williamson berpendapat bahwa dasar konseling modern
terletak pada keunikan individu dan juga identifikasi keunikannya
tersebut, melalui pengukuran yang objektif.
Dalam bukunya Choosing a Vocation (1909), Frank Person menunjukkan
tiga langkah yang harus diikuti dalam memilih suatu pekerjaan yang
sesuai: (Gibson & Mitchell, 2011:454)
1.    Sebuah pemahaman yang jelas dan objektif tentang diri seseorang
seperti kemampuannya, minatnya, sikapnya, dan lain-lain.
2.    Sebuah pengetahuan tetang persyaratan dan karakteristik karir-karir
yang spesifik.
3.    Sebuah pengakuan dan pengaplikasian hubungan antara poin 1 dan 2
di atas bagi sebuah perencanaan karir yang sukses.
 
Lebih lanjut dalam Winkel (2010:408) memaparkan mengenai tiga langkah
besar untuk pengembangan pengambilan keputusan karir individu: jadi
langkah yang pertama menggunakan analisis diri; langkah yang kedua
memanfaatkan informasi jabatan (vocational information); langkah yang
ketiga menerapkan kemampuan untuk  berpikir rasional guna menemukan
kecocokan antara ciri-ciri kepribadian, yang mempunyai relevansi terhadap
kesuksessan atau kegagalan dalam suatu pekerjaan atau jabatan, dengan
tuntutan kualifikasi dan kesempatan yang terkandung dalam suatu
pekerjaan atau jabatan.
Dengan demikian, dalam keputusan karir klien bukan hanya mencari
pekerjaan demi asal punya pekerjaan (the hunt of a job), melainkan
memilih secara sadar suatu pekerjaan (the choice of a vacation).

*  Pandangan Tentang Manusia


Slamet Riyadi (2010:103) manusia merupakan sistem sifat atau faktor yang
saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, seperti: kecakapan,
minat, sikap, dan temperamen. Manusia berusaha untuk menggunakan
pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar
pengembangan potensinya. Manusia mempunyai potensi untuk berbuat baik
atau buruk
* Sesuai dengan pendapat Slamet riyadi di atas Williamson mempunyai
pandangan tentang manusia sebagai berikut (dalam Sayekti, 1998:49)
-          Manusia mempunyai potensi untuk berbuat baik atau buruk
Makna hidup adalah mencari kebenaran dan berbuat baik serta menolak
kejahatan. Menjadi manusia seutuhnya tergantung pada hubungan dengan
orang lain. Maka seorang konselor mestilah optimis dan percaya bahwa
manusia dapat menyelesaikan masalah-masalahnya, terlebih lagi jika
manusia belajar menggunakan kemampuannya.
-          Diri manusia hanya berkembang di dalam masyarakat dan pada
hakikatnya manusia tidak dapat hidup sepenuhnya diluar masyarakat.
-          Manusia ingin mencapai kehidupan yang baik, sebenarnya usaha
kearah itupun sudah menunjukkan dan merupakan kehidupan yang baik.
 Sayekti (1998:49) Konsep dasar dari konseling Trait and Factor adalah
sifat dan faktor kepribadian seseorang. Sifat dan faktor kepribadian
seseorang dapat diungkap dengan menggunakan metode multi
variate dan analisis faktor. Dengan menggunakan metode tersebut akan
diketemukan unsur dasar yang berstruktur dari kepribadian. Unsur dasar
ini disebut dengan sifat dan merupakan kecenderungan luas untuk
memberikan reaksi dan merupakan perilaku yang relatif tetap.
 Winkel (2010:409) yang dimaksud dengan trait adalah suatu ciri yang khas
bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berperilaku, seperti:
intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berperilaku). Ciri-
ciri itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-masing
membentuk suatu kontinum atau skala yang terentang dari sangat
tinggi sampai sangat rendah.
 Lebih lanjut Cattell (dalam Sayekti; 1998:49) menjelaskan trait atau sifat
adalah suatu struktur mental, suatu kesimpulan yang diambil dari tingkah
laku yang dapat diamati, untuk menunjukkan ketetapan dalam tingkah laku.
* Penjelasan mengenai trait adalah sebagai berikut :
1)   Common Trait atau Unique Trait
a)    Common trait, atau sifat umum yaitu sifat yang dimiliki oleh semua
individu atau setidaknya oleh sekelompok individu yang hidup dalam
lingkungan sosial yang sama
b)   unique trait, atau sifat khusus yaitu sifat yang hanya dimiliki oleh
individu-individu masing-masing, dan tidak dapat ditemukan pada individu lain
dalam bentuknya yang demikian. Selanjutnya sifat khusus ini dapat dibedakan
lagi menjadi :
- relatively unique, yaitu yang kekhususannya timbul dari
oengaturannya   unsur-unsur sifat itu
- intrinsically unique, yaitu yang benar-benar hanya ada pada individu khusus
tertentu.
2)   Surface Trait dan Source Trait
a)    Surface Trait atau sifat tampak adalah kelompok dari variabel-variabel
yang tampak.
b)   Source Trait, atau sifat asal adalah variabel-variabel yang mendasari
berbagai manifestasi yang tampak.
Lebih lanjut dalam bukunya Sayekti (2002:50) memaparkan sifat dapat
digolongkan menjadi tiga macam,yaitu:
a)    Dinamic traits, yaitu apabila ekspresi sifat tersebut berhubungan dengan
perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.
b)   Ability traits, apabila ekspresi sifat tersebut berhubungan dengan efektif
atau tidaknya individu (klien) dalam mencapai suatu tujuan.
c)    Temprament traits, yaitu apabila ekspresi sifat tersebut berhubungan
dengan aspek konstitusional, seperti misalnya energi kecepatan, reaksi
emosional dan sebagainya.
Tentu saja dalam tingkah laku seorang individu (klien), ketiga sifat tersebut
sama-sama berfungsi, namun salah satunya tentu ada yang dominan.
Sehingga secara teori seorang konselor tetap perlu membedakannya.
* Pandangan Tentang Kepribadian
Menurut Slamet Riyadi (2010:105) pandangan tentang  kepribadian dalam
teori Trait and Factor adalah sebagai berikut:
1.    Kepribadian adalah suatu sistem yang saling tergantung dengan sifat dan
faktor, seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen.
2.    Perkembangan kepribadian manusia ditentutan oleh faktor pembawaan
dan lingkungan.
3.    Setiap individu ada sifat-sifat yang umum dan ada sifat-sifat yang khusus,
yang merupakan sifat yang unik.
4.    Unsur dasar dari struktur kepribadian disebut sifat dan merupakan
kecenderungan luas untuk memberi reaksi dan membentuk tingkah laku yang
relatif tetap.
5.    Sifat (trait) adalah struktur mental yang dapat diamati untuk
menunjukkan keajegan dan ketepatan dalam tingkah laku.
Dengan demikian, manusia merupakan sistem sifat atau faktor yang saling
berkaitan antara satu dengan yang lainnya, seperti: kecakapan, minat, sikap,
dan temperamen. Konsep dasar dari konseling Trait and Factor adalah sifat
dan faktor kepribadian seseorang. Oleh karenanya, sifat dan faktor
kepribadian yang tampak dari individu (klien) sangatlah dominan dalam
pelaksanaan konseling Trait and Factor.
* C.     Asumsi Dasar Trait and Factor
Williamson merumuskan asumsi yang mendasari Trait and Factor yang dimuat
dalam Theories of Counseling (Stefflre:1965) (dalam Winkel, 2010:410):
1.    Setiap individu mempunyai sejumlah kemampuan dan potensi, seperti taraf
intelegensi umum, bakat khusus, taraf kreatifitas, wujud minat serta
keterampilan, yang bersama-sama membentuk suatu pola yang khas untuk
individu itu.
2.    Pola kemampuan dan potensi yang tampak pada seseorang menunjukkan
hubungan yang berlain-lainan dengan kemampuan dan keterampilan yang dituntut
pada seorang pekerja di berbagai bidang pekerjaan.
3.    Kurikulum sekolah yang berbeda akan menuntut kapasitas dan minat yang
berbeda. Dengan kata lain, individu akan belajar dengan lebih mudah dan efektif
apabila potensi dan bakatnya sesuai dengan tuntutan kurikulum.
4.    Setiap individu mampu, berkeinginan, dan berkecenderungan untuk mengenal
diri sendiri serta memanfaatkan pemahaman diri itu dengan berpikir baik-baik.
Sesuai dengan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa asumsi yang
mendasari teori trait and factor adalah setiap individu mempunyai keunikan, pola
kemampuan dan potensi yang tampak pada individu disesuaikan dengan pemilihan
pekerjaan, kurikulum sekolah yang akan menuntut kapasitas dan minat yang
berbeda pada diri individu, dan kecenderungan mengenal diri sendiri serta
pemanfaatan diri sendiri untuk memahami diri dengan berpikir baik-baik.
D.    Tujuan Konseling Trait and Factor
Menurut Sayekti (2002:51) Tujuan konseling Trait and Factor adalah
sebagai berikut:
1.    membantu individu merasa lebih baik dengan menerima pandangan
dirinya sendiri dan membantu individu berfikir lebih jernih dalam
memcahkan masalah dan mengontrol perkembangannya secara rasional.
2.    Memperkuat keseimbangan antara pengaktifan dan pemahaman sifat-
sifat sehingga dapat bereaksi secara wajar dan stabil.
3.    Mengubah sifat-sifat subjektif, dan kesalahan dalam penilaian diri
(konsep diri) dengan menggunakan metode atau cara ilmiah.
Lebih lanjut Slamet Riyadi (2010 :106) memaparkan tujuan konseling
menggunakan pendekatan Trait and Factor adalah:
1.    Membantu individu mencapai perkembangan kesempurnaan berbagai
aspek kehidupan manusia.
2.    Membantu individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan
mengelola diri dengan cara membantunya menilai kekuatan dan
kelamahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-
tujuan hidup dan karir.
3.    Membantu individu untuk memperbaiki kekurangan, tidakmampuan, dan
keterbatasan diri serta membantu pertumbuhan dan integrasi kepribadian.
4.    Mengubah sifat-sifat subyektif dan kesalahan dalam penilaian diri dengan
mengggunakan metode ilmiah.
Konseling juga bertujuan untuk mengajak klien berfikir mengenai dirinya dan
menemukan masalah dirinya serta mengembangkan cara-cara untuk keluar dari
masalah tersebut. Untuk itu secara umum konseling Trait and Factor dimaksudkan
untuk membantu klien mengalami:
1.    Klarifikasi diri (self clarification)
2.    Pemahaman diri (self understanding)
3.    Pengarahan diri (self acceptance)
4.    Pengarahan diri (self direction)
5.    Aktualisasi diri (self actualization)
Dengang demikian, tujuan dari konseling Trait and Factor adalah membantu
individu merasa lebih baik dengan menerima pandangan dirinya sendiri dan
membantu individu berfikir lebih jernih dalam memcahkan masalah dan mengontrol
perkembangannya secara rasional, memperkuat keseimbangan antara pengaktifan
dan pemahaman sifat-sifat sehingga dapat bereaksi secara wajar dan stabil,
mengubah sifat-sifat subjektif, dan kesalahan dalam penilaian diri (konsep diri)
dengan menggunakan metode atau cara ilmiah.
 
E.     Hubungan antara Konselor dan Klien
Menurut Sayekti (2002:51) peranan konselor dalam hubungan antara klien
dan konselor adalah:
1.    Memberi tahu klien tentang berbagai kemampuannya yang diperoleh
konselor dari hasil testing, angket dan alat pengkukur yang lain.
Berdasarkan hasil testing dan lain-lain tersebut konselor mengetahui
kelemahan dan kekuatan klien, sehingga dapat meramalkan jurusan,
pendidikan atau jabatan apa yang cocok bagi klien. Konselor membantu
klien menentukan tujuan yang akan dicapainya disesuaikan dengan hasil
testing. Dengan memberitakukan sifat serta bakat klien, maka klien dapat
mengelola hidupnya sendiri dapat hidup bahagia.

 2.    Konselor secara aktif mempengaruhi perkembangan klien.

3.    Konselor membantu mencari sebab individu tidak memiliki sumber


personal untuk menentukan individualitasnya, karena ia tak dapat
memahami dirinya secara penuh, diagnosis ekternal yang dilakukan
konselor melengkapi persepsinya. Berdasarkan data yang ada, konselor
merumuskan hipotesis untuk memahami individu.
4.    Konselor aktif dalam situasi belajar, melakukan diagnosis, menyajikan
informasi, mengumpulkan dan menilai data, untuk membantu individu. Konselor
berperan sebagai guru, yang bertugas mengajar klien belajar tentang dirinya
sendiri dan lingkungannya.
Sesuai dengan penjabaran peran konselor di atas, dapat kesimpulan sebagai
peranan konselor disini adalah memberitahukan, memberikan informasi,
mengarahkan, karena itu pendekatan ini disebut pendekatan yang kognitif
rasional.

F.      Proses Konseling
Sayekti (1998:48) teori Trait and Factor di dalam pendekatannya baik terhadap
proses konseling maupun pemecahan kesulitan klien, secara rasional, logis, dan
intelektual, tetapi dasar filsafatnya bukan Rationalisme. Teori ini lebih dekat
kepada Empirisme, yang mempunyai pandangan optimistis, bahwa walaupun
manusia telah dibekali pembawaan, tetapi itu tidak menentukan.
Masih dalam Sayekti, pelopor teori Trait and Factor E.G. Williamson
dalam Theories of Counseling and Psychotherapy menyebutkan
filsafatnya Personalisme, atau mempunyai perhatian besar terhadap
keseluruhan individu, bahwa manusia merupakan seorang individu yang unik
yang sebagian dapat mempengaruhi dan menguasainya baik pembawaan dan
lingkungannya.
Dalam proses pelaksanaannya teori Trait and Factor, terdapat teknik-
teknik yang dapat digunakan oleh Konselor untuk melakukan proses
konseling. Tenik-tenik tersebut adalah sebagai berikut:
Sayekti (1998:52) menjelaskan ada dua teknik konseling yang diaplikasikan
dalam teori Trait and Factor:

1.    Teknik tes, untuk mengungkapkan kepribadian, bakat, minat, dan


data yang lain yang hanya dapat diungkap dengan tes.
2.    Teknik non tes, meliputi wawancara, angket, observasi, otobiografi,
dokumentasi, dan yang lain.
Demikian terdapat dua teknik konseling yang digunakan dalam
teori Trait and Factor, yaitu teknik tes dan teknik non tes. Dalam teori ini
peran teknik non tes juga dibutuhkan dalam pengumpulan data sebagai
informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memutuskan
pilihan karir.

Lutfi Fauzan  (2004:92) Konseling Trait and Factor memiliki enam tahap


dalam prosesnya, yaitu: analisis, sistesis, diagnosis, prognosis, konseling
(treatment) dan tindak lanjut ( follow-up ).
1.    Analisis
Analisis merupakan langkah mengumpulkan informasi yang diperoleh
tentang diri klien beserta latar belakangnya. Data yang dikumpulkan
mencakup segala aspek kepribadian yang dimiliki klien, seperti
kemampuan, minat, motif, kesehatan fisik, dan karakteristik lain yang
dapat mempermudah atau mempersulit penyesuaian diri klien pada
umumnya. Data yang dikumpulkan diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
a)    Data Vertikal (mencakup diri klien) yang dapat dibagi lebih lanjut
atas:
*   Data Fisik: kesehatan, ciri-ciri fisik, penampakan atau penampilan
fisik dan lain sebagainya.
*   Data Psikis: bakat, minat, sikap, cita-cita, hobi, kebiasaan dan lain
sebagainya.
b) Data Horizontal (berkenaan dengan lingkungan klien yang berpengaruh
terhadapnya): keluarga klien, hubungan dengan familinya, teman-
temannya, orang-orang terdekatnya, lingkungan tempat tinggalnya,
sekolahnya dan lain sebagainya.
* 2. Sintesis
Sintesis adalah usaha merangkum, mengolong-golongkan dan
menghubungkan data yang telah terkumpul pada tahap analisis, yang
disusun sedemikian sehingga dapat menunjukkan keseluruhan gambaran
tentang diri klien. Dari hasil analisis dapat menunjukkan bakat klien,
kelemahan serta kekuatan, penyesuaian diri maupun ketaksanggupan
menyesuaikan diri. Rumusan diri klien dalam sistesis ini bersifat ringkas
dan padat.
Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam merangkum data pada tahap
sistesis tersebut: cara pertama dibuat oleh konselor, kedua dilakukan
klien, ketiga adalah cara kolaborasi antara konselor dan klien.

3.    Diagnosis
Diagnosis merupakan tahap menginterpretasikan data dalam bentuk (dari
sudut) problema yang ditunjukkan. Rumusan diagnosis dilakukan melalui
proses pengambilan atau penarikan simpulan yang logis.
Sesuai dengan Sayekti (2002:53) dalam tahap ini terdapat tiga kegiatan yang
dilakukan, yaitu :
a)    Identifikasi masalah, yang bersifat deskriptif berdasar pada data yang
diperoleh, dapat merumuskan dan menarik kesimpulan permasalahan klien.
b)   Menentukan sebab-sebab, mencangkup pencaharian hubungan antara masa
lalu, masa kini atau masa depan yang dapat menerangkan sebab-sebab gejala.
Konselor menggunakan intuisinya yang dicek oleh logika, oleh uji coba dari
program kerja berdasarkan diagnosis sementara.
c)    Menentukan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Konselor
bertanggung jawab dan membantu siswa untuk mencapai tingkat pengambilan
tanggung jawab untuk dirinya sendiri, berarti ia mampu dan mengerti secara
logis, tetapi juga secara emosional mau. Sebab mungkin saja secara logis
mengerti, tetapi emosional belum mau menerima.
4. Prognosis 
Winkel (2010:412) prognosis atau perkiraan tentang perkembangan klien serta
berbagai implikasi dari hasil diagnosis. Menurut Williamson prognosis ini
bersangkutan dengan upaya memprediksikan kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi berdasarkan data yang ada sekarang. Misalnya: bila seorang klien
(siswa di sekolah) berdasarkan data sekarang dia malas, maka kemungkinan
nilainya akan rendah, kemungkinan nanti tidak dapat diterima dalam seleksi
penerimaan mahasiswa baru
* 5. Konseling (Treatment)
Dalam konseling, konselor membantu klien untuk menemukan sumber-
sumber pada dirinya sendiri, sumber-sumber lembaga dalam masyarakat
guna membantu klien dalam penyesuaian yang optimum sejauh dia bisa.
Bantuan dalam konseling ini mencakup lima jenis bantuan yaitu:
*   Hubungan konseling yang mengacu pada belajar yang terbimbing
kearah pemahaman diri.
*   Konseling jenis edukasi atau belajar kembali yang individu butuhkan
sebagai alat untuk mencapai penyesuaian hidup dan tujuan
personalnya.
*   Konseling dalam bentuk bantuan yang dipersonalisasikan untuk klien
dalam memahami dan trampil untuk mngaplikasikan pinsip dan teknik-
teknik dalam kehidupan sehari-hari.
*   Konseling yang mencakup bimbingan dan teknik yang mempunyai
pengaruh teraputik atau kuratif.
*   Konseling bentuk redukasi bagi diperolehnya kataris secara terapiutik.
* Sesuai dengan lima jenis konseling menurut Sayekti dalam buku
“Berbagai Pendekatan Dalam Konseling” (2002:54), yaitu:
*   belajar terpimpin menuju pengertian diri.
*   mendidik kembali atau mengajar kembali sesuai dengan kebutuhan
individu sebagai alat untuk mencapai tujuan kepribadiannya dan
penyesuaian hidupnya.
*   bantuan pribadi dari Konselor supaya klien mengerti dan terampil
dalam menerapkan prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari.
*   mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan
efektif
*   suatu bentuk mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau
penyaluran.

Konseling merupakan usaha dari konselor untuk membantu klien sehingga


lebih siap untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan situasi
penyesuaiannya, sebelum klien begitu jauh terlibat dalam konflik diri dan
penilaiannya hingga membutuhkan terapi.
* 6. Tindak Lanjut (Follow Up)
Tindak lanjut merujuk pada segala kegiatan membantu siswa setelah
mereka memperoleh layanan konseling, tetapi kemudian menemui
masalah-masalah baru atau munculnya masalah yang lampau. Tindak
lanjut ini juga mencakup penentuan keefektifan konseling yang telah
dilaksanakan, sehingga menjamin keberhasilan konseling. Teknik yang
digunakan konselor harus disesuaikan dengan individualitas klien,
mengingat bahwa tiap individu memiliki keunikan sifatnya, sehingga tak
ada teknik yang baku yang berlaku untuk semua.

G.    Aplikasi Teori Trait and Factor (Contoh Kasus)


Setelah kita memahami tahapan proses konseling menggunakan
teori Trait and Factor.
Berikut contoh kasus yang diambil sebagai aplikasi antara masalah yang
dihadapi oleh klien dengan penggunaan teori Trait and Factor , sebagai
berikut:Seorang siswa kelas XII SMA belum dapat menentukan pilihan
programstudi di perguruan tinggi. Disepakati akan dikumpulkan data
tentang siswa yang relevan, yaitu taraf intelegensi, bakat khusus, dan
minat melalui testing psikologis (Analisis).
Data hasil testing yang masuk menyatakan bahwa siswa bertaraf
intelegensi tinggi, berbakat khusus dalam bidang studi matematika,
cukup mampu dalam pengamatan ruang, dan mempunyai minat yang
mengarah kepada pekerjaan sosial. Maka tampak suatu minat dan
kemampuan tertentu (Sintesis). Siswa dahulu pernah mengatakan bahwa
diapernah memikirkan program studi teknik sipil, arsitektur, dan
keguruan di bidang matematika. Sebenarnya ada kecocokan antara
milik/bekal kemampuan kognitif dengan kualitas yang dituntut dalam
ketiga bidang studi itu, tetapi hanya terdapat kecocokan dalam ranah
minat dengan bidang keguruan. Dengan demikian inti dari kasusnya
adalah menentukan/memilih suatu bidang studi yang menuntut pola
kualifikasi yang sesuai, baik dengan kemampuan di bidang kognitif
maupun dengan arah minat (Diagnosis). Implikasi dan hasil diagnosis itu
adalah supaya siswa meninjau kecocokan antara pola kualifikasi yang
dituntut dalam ketiga bidang studi tersebut, dengan pola kemampuan dan
minat yang telah diidentifikasikan pada dirinya sendiri (Prognosis).
Peninjauan itu dilaksanakan dalam wawancara dengan konselor, sampai
akhirnya siswa memilih program studi matematika di FIP, S1 (konseling).
Siswa menghadap kembali kalau ternyata timbul kesulitan dalam
pelaksanaan keputusannya (Follow-Up)

Anda mungkin juga menyukai