Nim : 11811123293
Resume I
Muzayyin Arifin misalnya, mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya
adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumberkan atau berlandaskan ajaran-ajaran
agama Islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan, serta
dibimbing menjadi manusia Muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam. Definisi
ini memberi kesan bahwa filsafat pendidikan Islam sama dengan filsafat pada umumnya. Dalam
arti bahwa filsafat pendidikan Islam mengkaji tentang berbagai masalah yang ada hubungannya
dengan pendidikan, seperti manusia sebagai subjek dan objek pendidikan, kurikulum, metode,
lingkungan, guru, dan sebagainya. Bedanya dengan filsafat pendidikan pada umumnya bahwa di
dalam filsafat pendidikan Islam semua masalah kependidikan tersebut selalu didasarkan kepada
ajaran Islam yang bersumberkan al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan kata lain bahwa kata Islam
yang mengiringi kata filsafat pendidikan itu menjadi sifat, yakni sifat dari filsafat pendidikan
tersebut.
Bentuk pendidikan yang dapat kita kenali dalam kehidupan manusia dapat dibedakan
dalam dua macam, yaitu (1) praktik pendidikan dan (2) ilmu pendidikan sebagai salah satu
bentuk teori pendidikan. Oleh karena itu, ditinjau dari segi bentuk tampilan pendidikan, filsafat
pendidikan dalam arti luas dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) Filsafat Praktik
Pendidikan, dan (2) Filsafat Ilmu Pendidikan. Filsafat Praktik Pendidikan adalah analisis kritis
dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan
dalam kehidupan manusia. Filsafat Praktik Pendidikan dapat dibedakan menjadi: (1) Filsafat
Proses Pendidikan (biasanya hanya disebut Filsafat Pendidikan) dan (2) Filsafat Sosial
Pendidikan. Filsafat Proses Pendidikan adalah bagaimana seharusnya kegiatan pendidikan
dilaksanakan dalam kehidupan manusia yang biasanya membahas tiga masalah pokok, yaitu (1)
Apakah sebenarnya pendidikan itu?; (2) Apakah tujuan pendidikan itu sebenarnya?; dan (3)
Dengan cara apakah tujuan pendidikan dapat dicapai?
Eratnya hubungan antara filsafat dan pendidikan ini diakui oleh Kilpatrick sebagai berikut:
“Philosophizing and education are, then, but two stages of the same endeavor; philosophizing to
think out better values and idealism, education to realize these in life, in human personality”.
Dengan demikian, berfilsafat dan mendidik adalah dua tahap kegiatan tapi dalam satu
usaha. Berfilsafat ialah memikirkan dengan seksama nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik,
sedangkan mendidik ialah usaha merealisasi nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan dan
dalam kepribadian manusia.
Karena itu, hubungan antara filsafat dan pendidikan merupakan keharusan, terutama
dalam menjawab persoalan-persoalan pokok dan mendasar yang dihadapi oleh pendidikan. John
S Burbacher sebagaimana dikutip oleh Ozmon dan Craver menyarankan agar persoalan-persoalan
yang mendasar tentang pendidikan dibahas dan dipecahkan menurut teori filsafat. Sebagai
implikasinya diperlukan bangunan filsafat pendidikan yang kokoh dalam pelaksanaan sistem
pendidikan. Jika tidak demikian, dikhawatirkan akan terjadi: (1) pendidikan akan terapung-apung
(tanpa tujuan); (2) tujuan-tujuan pendidikan akan samar-samar (meragukan), bertentangan, dan
tidak menunjang kesetiaan; (3) ukuran-ukuran dasar pendidikan menjadi sangat longgar; (4)
ketidakmenentuan peranan pendidikan dalam suatu masyarakat; (5) sekolah-sekolah akan
memberikan banyak kebebasan kepada peserta didik dan tidak mampu memupuk apresiasi
terhadap otoritas dan kontrol; dan (6) sekolah akan menjadi sangat sekular dan mengabaikan
agama.
Ibarat sebuah bangunan rumah, maka bangunan filsafat pendidikan Islam itu mencakup
berbagai dimensi, yaitu pertama, dimensi bahan-bahan dasar yang menentukan kuat atau
tidaknya suatu fondasi bangunan. Dalam konteks filsafat pendidikan Islam, sumber-sumber atau
semangat pemikiran berasal dari para pemikir pendidikan Islam itu sendiri. Kedua, dimensi
fondasi bangunan itu sendiri, yang berupa prinsip atau dasar dan asas (kebenaran yang menjadi
pokok dasar) berpikir dalam menjawab persoalan-persoalan pokok pendidikan yang termuat
dalam sistem (komponenkomponen pokok aktivitas) pendidikan Islam. Ketiga, adalah dimensi
tiang penyangga yang berupa struktur ide-ide dasar serta pemikiranpemikiran yang fundamental
yang telah dirumuskan oleh pemikir pendidikan Islam itu sendiri dalam mengembangkan,
mengarahkan, dan memperkokoh bangunan sistem pendidikan Islam.
Ketiga, konstruksi filosofis dari tipologi Modernis dapat dirumuskan sebagai berikut.
Secara epistemologi, kualitas akal-budi manusia akan berguna dan memenuhi harapan bilamana
ia mampu menyesuaikan diri dengan tantangan-tantangan yang ada dan dengan dilandasi oleh
iman dan takwanya mampu menyelesaikan problem dan tantangan-tantangan kehidupan yang
dihadapinya secara terus menerus sesuai dengan tuntutan perubahan sosial. Secara ontologi,
segala yang ada ini adalah serba berubah mengikuti sunnatullah. Adapun secara aksiologi, nilai-
nilai instrumental yang relatif dan bersifat lokal perlu dikembangkan secara terus menerus untuk
menemukan kebenaran nilai universal, kebenaran mutlak, yaitu Allah.
Keempat, konstruksi filosofis dari tipologi Perenial-Esensialis Kotekstual-Falsifikatif
dapat dirumuskan sebagai berikut. Secara epistemologi, kualitas akal-budi manusia akan berguna
dan memenuhi harapan bilamana ia mampu menghargai tradisi dan warisan nilai-nilai budaya
Islam dari para pendahulunya sebagaimana terwujud dalam sejarah (peradaban) Islam, untuk
selanjutnya mengembangkannya secara kontekstual dalam merespon tuntutan perkembangan
iptek dan perubahan sosial yang ada. Secara ontologi, bahwa segala yang ada ini ada yang
bersifat tetap dan ada pula yang memerlukan perubahan. Adapun secara aksiologi, pencarian dan
penemuan nilai-nilai kebenaran universal bukan merupakan monopoli generasi penerus saja,
tetapi generasi pendahulunya yang juga telah mencari dan berhasil menemukan nilai-nilai
kebenaran universal tersebut, sehingga tugas generasi penerus adalah mencari nilai-nilai
kebenaran yang belum ditemukan oleh pendahulunya, serta melestarikan dan mengembangkan
nilai-nilai kebenaran yang telah ditemukan oleh pendahulunya dalam konteks perkembangan
iptek dan tuntutan perubahan sosial.
Sedangkan tipologi Rekonstruksi Sosial lebih menekankan pada tugas pendidikan sebagai
upaya pengembangan aspek individual dan sekaligus pengembangan aspek tanggung jawab
kemasyarakatan, serta lebih bersikap proaktif dan antisipatif dalam menghadapi permasalahan
Bangsa Indonesia di masa depan. Atas dasar pemikiran tersebut, maka tipologi filsafat
pendidikan Islam yang perlu dikembangkan di Indonesia adalah tipologi Rekonstruksi Sosial.
Hanya saja tipologi ini perlu dikembangkan ke arah yang bersifat teosentris. Bangsa Indonesia
mengakui Pancasila sebagai dasar negara, di mana sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha
Esa. Sila ini menjadi acuan utama dalam menjalankan dan mengembangkan empat sila yang lain.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa juga mengandung pengertian akan keharusan bangsa Indonesia
untuk bersikap teosentris. Dalam konteks ajaran Islam, sila Ketuhanan Yang Maha Esa atau sikap
teosentris ini dimaknai dengan konsep tauhid. Dengan demikian, pengembangan filsafat
pendidikan Islam di Indonesia bercorak tipologi Rekonstruksi Sosial yang bersifat teosentris atau
berlandaskan tauhid.
Resume II
Rekonstruksionisme di pelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 yang
ingin membangun masyarakat baru, masyrakat yang pantas dan adil.Rekonstruksionisme
merupakan kelanjutan dari gerakan progresivme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan
bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah
masyarakat yang ada padasaat sekarang ini.55Selain itu, mazhab ini juga berpandangan bahwa
pendidikan hendaknya memelopori melakukan pembaharuan kembali atau merekonstruksi
kembali masyarakat agar menjadi lebih baik.karena itupendidikan harus mengembangkan
ideology kemasyarakatan yang demokratis.Dalam aliran rekonstruksionisme berusaha
menciptakankurikulum baru dengan memperbaharui kurikulum lama.56Rekonstrusionisme di
pelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin membangun
masyarakat baru, masyrakat yang pantas dan adil.57 Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan
dari gerakan progresivme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif
hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat
sekarang ini.58Selain itu, mazhab ini juga berpandangan bahwa pendidikan hendaknya
memelopori melakukan pembaharuan kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar
menjadi lebih baik.karena itu pendidikan harus mengembangkan ideology kemasyarakatan yang
demokratis. Alasan mengapa rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresif
hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat
sekarang ini.Dalam aliran rekonstruksionisme berusaha menciptakan kurikulum baru dengan
memperbaharui kurikulum lama. Progresivisme pendidikan didasarkan pada keyakinan bahwa
pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang studi.ini
berkelanjutan pada pendidikan rekonstruksionisme yaitu guru harus menyadarkan sipendidik
terhadap masalah-masalah yang dihadapi manusia untuk diselesaikan, sehingga anak didik
memiliki kemampuan memecahkan masalah tersebut.59
aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor
Syam, kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang
mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dankesimpangsiuran.
Meskipun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran ini tidaklah sama dengan prinsip yang
dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam
pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam
kehidupan.
Aliran perenialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama
(regressive road culture) yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu, aliran
rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang paling
luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia. Untuk mencapai
tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia atau
agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh
lingkungannya.Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme
perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru.
Untuk tujuan tersebut diperlukan kerja sama antarumat manusia.6Aliran rekonstuksionisme
bercita-cita uutuk mewujudkan dan melaksanakan sinthesa atau perpaduan ajaran Kristen dan
demokrasi modern dengan teknologi modern dan seni modern didalam suatu kebudayaan yang
dibina bersama oleh seluruh kedaulatan bangsabangsa sedunia.63 Rekonstruksinalisme mencita-
citakan terwujudnya sutu dunia baru, dengan kebudayaan baru dibawah suatu kedaulatan dunia,
dalam control mayoritas umat manusia.
Dengan kata lain perkataan aliran rekonstruksionalisme adalah aliran yang menghendaki agar
anak didiknya dapat dibandingkan kemampuaannya untuk secara kontruktif menyesuaikan diri
dengan tuntutan perubahan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu
pengetahuaan dan teknologi. Dengan penyesuaian seperti anak didik akan tetapberada dalam
suasana aman dan bebas.64 Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa aliran
rekonstruksionisme bercita-cita untuk mewujudkan suatu dunia dimana kedaulatan nasional
berada dalam pengayoman atau subordinate dari kedaulatan dan otoritas internasional.65
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 ,ingin
membangun masyarakat baru ,masyarakat yang pantas dan adil.Ide gagasan mereka secara
meluas dipengaruhi oleh progresif yang dilandasi pemikiran Dewwey,meskipun mereka banyak
terinspirasi pemikiran Theodore Brameld,khususnya dengan beberapa karya filsafat
pendidikanya mulai dari “Pattern of EducationalPhilosophy”(1950), A Reconstructional
Philosophy of Education (1956), dan Education is Power (1965).66
Kajian Epistimologi aliran ini lebih merujuk pada pendapat aliran pragmatisme (progressive) dan
perennialisme.Menurut aliran ini , untuk memahami realita memerlukan suatu asas
tahu.Maksudnya ,kita tidak mungkin memahami realita tanpa melalui proses pengalaman dan
hubungan dengan realita terlebih dahulu melalui penemuan ilmu pengetahuan.69
Aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang
diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan
tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi mesti menjadi kenyataan,
sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan
kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa
membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat71.
a. Masyarakat dunia sedang dalam kondisi Krisis , jika praktikpraktik yang ada sekarang tidak
dibalik,maka peradaban yang kita kenal ini akan mengalami kehancuran. Persoalan-persoalan
tentang kependudukan, sumber daya alam yang terbatas, kesenjangan global dalam distribusi
(penyebaran) kekayaan, poliferasi nuklir, rasisme, nasionalismesempit, dan penggunaan
teknologi yang ‘sembrono’ dan tidak bertanggung jawab telah mengancam dunia kita sekarang
dan akan memusnahkannya jika tidak dikoreksi segera mungkin. Persoalanpersoalan tersebut
menurut kalangan rekonstruksionisme, berjalan seiring dengan tantangan totalitarisme modern,
yakni hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat luas dan meningkatnya kedunguan
fungsional penduduk dunia. Singkatnya, dunia sedang menghadapi persoalan-persoalan sosial,
militer dan ekonomi pada skala yang terbayangkan. Persoalan-persoalan yang dihadapi tersebut
sudah sedemikian beratnya sehingga tidak dapat lagi diabaikan.
adalah penciptaan social yang menjagat. Kerjasama dari semua bangsa adalah satu-satunya
harapan bagi penduduk dunia yang berkembang terus yang menghuni dunia. dengan segala
keterbatasan sumber daya alamnya. Era teknologi telah memunculkan saling ketergantungan
dunia, di samping juga kemajuan-kemajuan di bidang sains. Di sisi lain, kita sedang didera
kesenjangan budaya dalam beradaptasi dengan tatanan dunia baru.Kita sedang berupaya hidup di
ruang angkasa dengan sebuah sistem nilai dan mentalitas politik yang dianut di era kuda
danandong.Menurut rekonstruksionisme, umat manusia sekarang hidup dalam masyarakat dunia
yang mana kemampuan teknologinya dapat membinasakan kebutuhan-kebutuhan material semua
orang. Dalam masyrakat ini, sangat mungkin muncul penghayal karena komunitas internasional
secara bersama-sama bergelut dari kesibukan menghasilkan dan mengupayakan kekayaan
material menuju ke tingkat dimana kebutuhan dan kepentingan manusia dianggap paling penting.
Dunia semasa itu, orang-orang berkonsentrasi untuk menjadi manusia yang lebih baik
demokratis yang bertumpu pada kecerdasan ‘ asali’ jumlah mayoritas untuk merenungkan dan
menewarkan solusi yang paling valid bagi persoalan –persoalan umat manusia. Dalam
pandangan kalangan rekonstruksionisme, demokrasi.
7. Pandangan Rekonstruskionisme
Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit
menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera
ditangkap oleh panca indera manusia, sementara itu kenyataan bathin segera diakui dengan
adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas
sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam
konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa gerak,Tuhan adalah aktualitas murni
yang sama sekalisunyi dan subtansi. Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam
filsafat itu sendiri tanpa bergantung padii ilmt pengetahuan.Namun demikian, meskipun filsafat
dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafal
lebih tinggidibandingkan ilmu pendidikan. Yang mana pendidikan sebagai alatuntuk memproses
dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang
pada akhirnya akan dapat memberikan warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan
sehingga keluaran yang dihasilkan (anak didik).
8. Teori Pendidikan Rekonstruksionisme
a. Tujuan Pendidikan
kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat
manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan
yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
b. Metode pendidikan
c. Kurikulum
d. Pelajar
Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat
masa depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan
untuk membangun masyarakat masa depan.
e. Pengajar
Guru harus membuat para peserta didik menyadari masalahmasalah yang dihadapi umat
manusia, mambatu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka
merasa terikat untuk memecahkannya. Guru harus terampil dalam memban.