Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PENGAMALAN NILAI-

NILAI ISLAMI SISWA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metopel Kuantitatif

Dosen Pengampu : Dr. Nurmawati, MA

Nama : Syukur Manik

NIM : 0301203220

Prodi/Sem : PAI 3/VI

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN

T.A 2022-2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dengan menyadari sepenuhnya akan hakekat pembangunan masyarakat Indonesias, serta


sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam
pada khususnya mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita nasional dibidang pendidikan seperti yang
dimaksudkan di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara kita.

Agama kita memperlakukan manusia sebagai kesatuan yang utuh, terdapat persambungan
yang jelas antara sisi keduniaan dan keakhiratan, manusia telah membawa fungsi ke-Tuhan-
an sebagai khalifah Allah di muka bumi dengan tugas kesejahteraan dan kemakmuran
kehidupan manusia sendiri.

Pembangunan nasional Indonesia bertujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya


dan membangun seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan ini selain untuk menghadapi
tuntutan dan tantangan perubahan masyarakat dan modernisasi yang termasuk didalamnya
globalisasi, industrialisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi.

Hal tersebut terutama sekali dalam rangka mengembangkan manusia Indonesia


seutuhnya sesuai dengan hakikat kemanusiaannya.

Permasalahan pendidikan yang ada pada jaman sekarang ini adalah kurangnya
pengamalan dari hasil pendidikan, khususnya pendidikan agama Islam yang ada di sekolah
umum. Sehingga yang peserta didik ketahui hanyalah sekedar teoritis saja padahal di dalam
mata pelajaran pendidikan agama Islam, teori tanpa praktek akan sis-sia. Karena justru nilai-
nilai yang terkandung dalam pendidikan agama Islam adalah pada segi perbuatannya. Oleh
karena itu salah satu untuk mewujudkan agar peserta didik memahami nilai-nilai pendidikan
agama Islam lebih mendalam, peserta didik dapat mengamalkan nilai-nilai pendidikan agama
Islam.

Namun, mewujudkan manusia seutuhnya bukanlah hal yang mudah. Banyak halangan
dan rintangan bahkan tingkat kegagalan dijumpai dalam upaya pengembangan diri
sendiri. Sumber kegagalan tersebut dari sifat dan prilaku manusia yang sering melampaui
batas, kekurangan kemampuan dalam bersosialisasi, kelemahan sarana, prasana dan upaya,
dan hubungan yang tidak harmonis dengan lingkungannya.

Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan
pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan, yang berlangsung di sekolah
dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
memainkan peran dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang.

Pendidikan adalah proses pengembangan potensi, kemampuan dan kapasitas manusia


yang dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian di sempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan
yang baik, didukung dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan
dapat digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan.

Pendidikan Agama Islam merupakan sub sistem dari pendidikan nasional mendapat
perhatian yang serius dari masyarakat dan pemerintah sejak Taman Kanak-Kanak sampai
perguruan tinggi sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 Ayat 6 bahwa “pendidikan keagamaan
merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan
yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.”3

Tumbuh dan berkembangnya keimanan pada diri siswa, dan semakin mampu
mengembangkan akhlak/budi pekerti yang baik serta mengenal nilai moral agama dalam
hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan Tuhannya.

Peserta didik pada tingkat SLTP sedang mengalami perubahan jasmani yang sangat
cepat dan mengakibatkan kegoncangan emosi, sehingga sangat memerlukan agama untuk
menentramkan batinnya. Pertumbuhan jasmani terjadi baik dari dalam maupun dari luar
seperti perubahan karena berakhirnya kelenjar kanak-kanak bergantung dengan kelenjar yang
memproduksi hormon seks, yang mengakibatkan banyak perubahan pada tubuhnya.

Pertumbuhan jasmani yang berjalan cepat itu tidak seimbang sehingga terjadi ketidak
serasian gerak dan prilaku. Diantara perubahan yang merisaukan remaja yang tidak mengerti
perubahan yang sedang dilaluinya adalah perubahan suara, perubahan kelenjar menyebabkan
mimpi atau mulai haid.

Perkembangan kecerdasan telah sampai kepada mampu memahami hal yang abstrak
(pada usia lebih kurang 13 Tahun) dan mampu mengambil kesimpulan yang abstrak dari
kenyataan yang ditemuinya (pada usia lebih kurang 14 Tahun). Kegiatan pendidikan agama
hendaknya mampertimbangkan semua perubahan dan kegoncangan yang dialami oleh
siswa SLTP ini. Guru diharapkan mampu memahami keadaan jiwanya yang sedang goncang
dan dapat membantunya dalam mengatasi berbagai kesulitan yang dialaminya. Dalam
hubungan ini kegiatan sosial keagamaan akan membantu pengembangan kepribadian remaja.4

Dengan kata lain, disamping anak didik mendapatkan ilmu pengetahuan agama,
menghayatinya hingga menimbulkan peningkatan kesadaran beragama, juga mendorong anak
didik untuk mengamalkan ajaran agamanya. Namun, apakah Pendidikan Agama Islam
berhubungan positif dengan Pengamalan Nilai-nilai Islami Siswa? Atas dasar latar belakang
masalah tersebut, penulis tertarik membahas permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi
dengan judul : “HUBUNGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN
PENGAMALAN NILAI-NILAI ISLAMI SISWA”,

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan diatas, maka


dapat di identifikasikan sebagai berikut:
1. Pengamalan Nilai-nilai Islami belum menunjukkan hasil yang optimal.
2. Kurangnya Pendidikan Agama Islam siswa
C. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan masalah penelitian, maka perlu kiranya dibatasi masalahnya sebagai
berikut:

1. Pendidikan Agama Islam adalah mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada
tingkat SLTP, khususnya berdasarkan kurikulum
2. Pengamalan Nilai-nilai Islami Siswa adalah prilaku siswa yang diamati secara
langsung dan data yang dikumpulkan berdasarkan angket.
D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka masalah dapat dirumuskan dalam rangka


menjawab pertanyaan berikut:
“Apakah Pendidikan AgamaIslam berhubungan positif dan signifikan dengan
Pengamalan Nilai-nilai Islami Siswa?”
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
hubungan antara Pendidikan Agama Islam dengan pengamalan nilai-nilai islami siswa
b. Tujuan Khusus
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antara Pendidikan Agama Islam dengan pengamalan nilai-
nilai islami siswa.
2. Keguanan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bersifat teoritis
maupun praktis.
a. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kajian ilmu pengetahuan
tentang pengamalan nilai-nilai islami siswa, khususnya yang berkaitan dengan
Pendidikan Agama Islam.
b. Secara Praktis
1) Bagi para pendidik
a) Memberikan informasi tentang pengembangan pengamalan nilai-nilai
islami siswa guna mempertinggi efektivitas kegiatan belajar mengajar.
b) Mendorong para pendidik untuk membimbing siswa dalam
mengembangkan Pendidikan Agama Islam.
2) Bagi siswa
Mendorong siswa untuk mengembangkan Pendidikan Agama Islam dalam
upaya mengamalkan nilai-nilai islami secara optimal.
BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Deskripsi Teoritik
1. Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah materi pelajaran yang terstruktur


(sebagai ilmu pengetahuan), di satu sisi memiliki kedudukan yang sama dengan ilmu
pengetahuan yang lainnya. Akan tetapi disisi lain sebagai sebuah doktrin agama
memiliki perbedaan, dan perbedaan inilah yang menjadi permasalahan bila tidak
dicarikan jalan keluarnya. Selain itu masalah lainnya adalah Pendidikan Agama Islam
tidak terbatas hanya mengandalkan kemampuan intelektual anak dalam mencari
materi pelajaran, akan tetapi juga menyangkut masalah perasaan dan lebih menitik
beratkan pada pembentukan akhlak, baik terhadap Khalik (Allah), sesama manusia
maupun terhadap alam semesta.

Adapun pengertian Pendidikan Agama Islam diartikan sebagai usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan
mengamalkan agama Islam melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan Islam diselenggarakan dengan memperhatikan tuntutan untuk
menghormati agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat
untuk mewujudkan persatuan nasional.

Sedangkan Pendidikan Agama Islam menurut Zuhairini adalah usaha-usaha sistematis


dan pragmatis dalam membentuk anak didik agar nantinya setelah selesai dari
pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan, ajaran agama Islam
yang telah diyakininya secara menyeluruh serta menjadikan ajaran agama Islam
sebagai suatu pandangan dalam keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia maupun
di akhirat.

Pendidikan agama dapat dilihat dari segi tujuan Islam diturunkan yaitu sebagai
rahmat sekalian alam. Tujuan tersebut memiliki implikasi bahwa Islam adalah sebuah
agama wahyu yang memberikan petunjuk dan peraturan yang bersifat menyeluruh;
meliputi kehidupan dunia dan ukhrawi, lahiriyah dan batiniyah, jasmaniyah dan
rohaniyah.
Jadi, Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar dalam rangka membimbing,
mengarahkan, mengajarkan serta melatih jiwa anak didik agar mereka menjadi orang
yang berkepribadian muslim. Dengan demikian, anak didik tidak hanya menguasai
pengetahuan agama Islam saja, tetapi juga keseluruh aspek kepribadiannya dilandasi
oleh nilai-nilai Islam yang di aktualisasikan dalam kehidupannya sehari-hari.

Islam sebagai agama dan sekaligus sebagai sistem peradaban mengisyaratkan


pentingnya pendidikan. Isyarat ini terjelaskan dari berbagai muatan dalam konsep
ajarannya. Untuk lebih jelasnya, maka konsep pendidikan menurut pandangan Islam
harus dirujuk dari berbagai

aspek, antara lain aspek keagamaan, spek kesejahteraan, aspek kebahasaan, aspek
ruang lingkup dan aspek tanggung jawab.4

Islam serat akan nilai-nilai ajaran yang berhubungan erat dengan pendidikan. Konsep
pendidikan Islam perlu dilihat dari dua sudut pandang, yaitu konsep pendidikan
Islam secara umum dan konsep pendidikan secara khusus.

1) Pendidikan Umum

Secara umum konsep pendidikan Islam mengacu kepada makna dan asal kata
yang membentuk kata pendidikan itu sendiri dalam hubungannya dengan ajaran
Islam.

Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu Al-
Tarbiyat, Al-Ta’lim, dan AL-Ta’dib. Tarbiyat mengandung arti memelihara,
membesarkan dan mendidik yang kedalamannya sudah termasuk makna mengajar
atau allama. Berangkat dari pengertian ini makna tarbiyat didefinisikan sebagai
proses bimbingan terhadap potensi manusia (jasmani, ruh dan akal) secara
maksimal agar dapat menjadi bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa depan
(Ummi, 1993:40).

pernyataan Rasulullah SAW. „Addabany Rabby faahsana_ta’diby”memperjelas


bahwa sumber utama pendidikan adalah Allah. Rasul sendiri menegaskan bahwa
beliau dididik oleh Allah SAW. Sehingga pendidikan yang beliau peroleh adalah
sebaik- baiknya pendidikan.
Penjelasan tersebut memberikan gambaran tentang rangkaian pengertian dan ruang
lingkup yang mendasari kosep pendidikan Islam. Secara garis besarnya pendidikan
itu menyangkut tiga faktor utama, yaitu:

a. Hakikat penciptaan manusia yaitu, agar manusia menjadi pengabdi Allah yang
taat dan setia.
b. Peran dan tanggung jawab manusia sejalan dengan statusnya selaku adb
Alllah, al-Basyr, al-Insan, al-Nas, Bani Adam maupun khalifah Allah.
c. Tugas utama Rasul yaitu membentuk akhlak yang mulia serta memberi rahmat
bagi seluruh alam (rahmat li al-alamin).
2) Pendidikan Khusus

Untuk merumuskan konsep pendidikan khusus ada babarapa aspek yang perlu
dijadikan pertimbangan. Aspek-aspek yang dinilai pendidikan untuk
dipertimbangkan antara lain, yang menyangkut faktor kodrat atau fitrah dan
lingkungan manusia itu sendiri. Faktor kodrat sebagai komponen yang berasal dari
potensi fitrah manusia, sedang factor lingkungan merupakan komponen yang
menyangkut kebutuhan hidup manusia sesuai dengan tuntutan masyarakat dan
peradaban dimana mereka hidup.

Adanya faktor ini menunjukkan bahwa konsep pendidikan islam dalam pengertian
khusus dirumuskan sebagai usaha utuk membimbing dan mengembangkan potensi
manusia baik sebagai makhluk individu, maupun sebagai makhluk sosial secara
bertahap sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya, jenis kelamin,
bakat, tingkat kecerdasan serta potensi spiritual yang dimiliki masing-masing
secara maksimal. Maka konsep pendidikan islam secara khusus akan terdiri dari:

1. Pendidikan khusus berdasarkan tingkat pertumbuhan dan


perkembangan, yaitu:
a. Pendidikan pre natal
b. Pendidikan anak (paedagogi)
c. Pendidikn remaja
d. Pendidikan orang dewasa (andragogi)
e. Pendidikan orang tua
2. Pendidikan khusus berdasarkan jenis kelamin, yaitu:
a. Pendidikan untuk kaum wanita
b. pendidikan untuk kaum pria
3. Pendidikan khusus berdasarkan tingkat kecerdasan, yaitu:

a. Pendidikan luar biasa, teruntuk kepada peserta didik yang memiliki


kemampuan, baik yang lemah (debil, embicil atau idiot), maupun yang
cerdas (begaaf dan genius).
b. Pendidikan biasa, teruntuk peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan
normal.
4. Pendidikan berdasarkan potensi spiritual, yaitu pendidikan agama, yang di
titikberatkan pada bimbingan dan pengembangan potensi keberagamaan yang
dimiliki setiap individu.
2. Dasar Pendidikan Islam dan Tujuan Pendidikan Islam

a. Dasar Pendidikan Islam.

Prof. Omar Muhammad at-Taumy al-Syaibany menyatakan bahwa dasar


pendidikan Islam identik dengan dasar tujuan Islam. Keduanya berasal dari
sumber yang sama yaitu al-Qur‟an dan al- Hadist. Pemikiran yang serupa, juga
dianut oleh para pemikir pendidikan Islam. Atas dasar pemikiran tersebut,
maka para ahli didik dan pemikir pendidikan Muslim mengembangkan
pemikiran mengenai pendidikan Islam dengan merujuk kedua sumber utama
ini, dengan bantuan berbagai metode dan pendekatan seperti qiyas, ijma’,
ijtihad dan tafsir.

Berdasarkan penjelassan diatas bahwa dasar pendidikan agama Islam


adalah Al-Qur‟an, sunnah dan jihad para ulama dalam menetapkan suatu
hukum yang menyesuaikan kebutuhan pendidikan agama Islam yang selalu
berubah dan berkembang.
1) Tujuan pendidikan Islam

Tujuan pendidikan Islam dirumuskan dari nilai-nilai filosofis yang


kerangka dasarnya termuat dalam filsafat pendidikan Islam. Seperti halnya
dasar pendidikannya maka tujuan pendidikan Islam juga identik dengan tujuan
Islam itu sendiri. Hal ini sempat menimbulkan pandangan yang kontraversial
dari pada ahli didik terhadap pendidikan Islam. Seakan mereka kurang dapat
menerima penjelasan yang demikian itu.
Dari sudut pandang ini, maka tujuan pendidikan Islam memiliki
kerakteristik yang ada kaitannya dengan sudut pandang tertentu. Secara garis
besarnya tujuan pendidikan Islam dapat dilihat dari tujuh dimensi utama.
Setiap dimensi mengacu kepada tujuan pokok yang khusus. Atas dasar
pandangan yang demikian, maka tujuan pendidikan Islam mencakup ruang
lingkup yang luas.
a) Hakikat penciptaan manusia

Berdasarkan dimensi ini, tujuan pendidikan Islam diarahkan kepada


pencapaian targaet yang berkaitan dengan hakikat penciptaan manusia oleh
Allah SWT. Dari sudut pandang ini, maka pendidikan Islam bertujuan untuk
membimbing perkembangan peserta didik secara optimal agar menjadi
pengabdi kepada Allah yang setia (Q.S.51:56). Berangkat dari tujuan ini, maka
aktivitas pendidikan diarahkan kepada upaya membimbing manusia agar
dapat menempatkan diri dan berperan sebagai individu yang taat dalam
menjalankan ajaran agama Allah. Jadi dimensi ini diarahkan pada
pembentukan pribadi yang bersikap taat asas terhadap pengabdian kepada
Allah.
b) Dimensi tauhid

Mengacu pada dimensi ini, maka tujuan Islam diarahkan kepada upaya
pembentukan sikap taqwa. Dengan demikian pendidikan ditujukan kepada
upaya untuk membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara
optimal agar dapat menjadi hamba Allah yang taqwa. Diantara ciri mereka
yang taqwa adalah beriman kepada yang gaib, mendirikan sholat, menafkahkan
sebagian rizqi anugrah Allah, beriman kepada al- Qur‟an dan kitab-kitab
samawi sebelum al- Qur‟an, serta keyakinan hidup akhirat (QS. 2:3).
c) Dimensi Moral

Dalam dimensi ini manusia dipandang sebagai sosok individu yang


memiliki potensi fitriah. Maksudnya bahwa sejak dilahirkan, pada diri manusia
sudah ada sejumlah potensi bawaan yang diperoleh secara fitrah. Menurut M.
Quraish Shihab, potensi ini mengacu kepada tiga kecenderungan utama, yaitu
benar, baik dan indah. Manusia pada dasarnya cenderung untuk senang dengan
yang benar, yang baik, dan yang indah.
d) Dimensi perbedaan individu
Manusia merupakan makhluk ciptaan yang unik. Secara umum manusia
memiliki sejumlah persamaan. Namun dibalik itu sebagai individu, manusia
juga memiliki sejumlah perbedaan antara individu satu dengan yang lainnya.
Bahkan perbedaan tersebut juga ditemui pada mereka yang dilahirkan sebagai
bayi kembar identik (identical twin).
e) Dimensi social

Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang memiliki


dorongan untuk hidup berkelompok secara bersama- sama. Oleh karena itu
dimensi sosial mengacu kepada kepentingan sebagai makhluk sosial, yang
didasarkan pada pemahaman bahwa manusia hidup bermasyarakat. Dalam
hidup bermasyarakat, manusia mengenal sejumlah lingkungan sosial, dari
bentuk satuan yang terkecil hingga yang paling kompleks, yaitu rumah tangga
hingga ke lingkungan yang paling luas seperti Negara. Sejalan dengan hal itu,
maka tujuan pendidikan diarahkan pada pembentukan manusia yang memiliki
kesadaran akan kewajiban, hak dan tanggungjawab sosial, serta sikap toleran,
agar keharmonisan hubungan antar sesama manusia dapat berjalan dengan
harmonis.
f) Dimensi profesional

Setiap manusia memiliki kadar kemampuan berbeda. Berdasarkan


pengembangan kemampuan yang dimiliki itu, manusia diharapkan dapat
menguasai ketrampilan profesional. Maksudnya dengan ketrampilan yang
dimiliki itu ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketrampilan sebagai
sebuah keahlian yang dapat diandalkan untuk digunakan dalam mencari
nafkah hidup.
g) Dimensi ruang dan waktu

Selain dimensi yang dikemukakan diatas, tujuan pendidikan Islam juga


dapat dirumuskan atas dasar pertimbangan dimensi ruang dan waktu, yaitu
dimana dan kapan. Dimensi ini sejalan dengan tataran pendidikan Islam yang
prosesnya tertentang dalam lintasan ruang dan waktu yang cukup panjang.
Dengan demikian secara garis besarnya tujuan yang harus dicapai pendidikan
Islam harus merangkum semua tujuan yang terkait dalam rentang ruang dan
waktu tersebut.
Menurut Dr. Zakiah Daradjat tujuan pendidikan agama Islam yaitu
menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang
dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam
berhubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia, dapat mengambil
manfaa‟at yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan
hidup didunia kini dan diakhirat nanti.
Al-Abrasyi menyimpulkan 5 tujuan pendidikan agama Islam

yaitu:

1) Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia.

2) Persiapan kehidupan dunia dan akhirat.

3) Persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi


manfa‟at, atau yang lebih terkenal ini sekarang dengan vokasional dan
professional.
4) Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan
memuaskan keinginan tahu dan memungkinkan ia mengkaji ilmu itu sendiri.
5) Menyiapkan pelajar dari segi professional, tekhnikal dan
pertukangan supaya dapat menguasai profesi tertentu dan ketrampilan
pekerjaan tertentu agar dapat ia mencari rizki dalam hidup disamping
memelihara segi kerohanian dan keagamaan.
b. Pendidikan Agama Islam dan Pengamalan Nilai-nilai Islami Siswa
Menurut Mulkan Hasan dalamk bukunya yang berjudul Asas-asas
Pendidikan Islam menghatakan bahwa, fungsi utama pendidikan adalah
pemindahan nilai-nilai dari generasi tua ke generasi muda agar identitas suatu
masyarakat terpelihara adanya. Nilai-nilai seperti keberanian, kejujuran,
setiakawan, dan lain-lain perlu tetap dipelihara demi keutuhan dan kelanjutan
hidup masyarakat. Sebab masyarakat

yang tidak mempunyai nilai-nilai akan hancur sendiri. Ambil sebagai nilai
misal kejujuran, dengan pengertian mengatakan apa yang tergerak di hati dan
bertindak sesuai dengan itu. Suatu masyarakat hanya bisa hidup lanjut kalau
anggota-anggotanya mengatakan apa yang benar, dan masing-masing setuju
terhadap definisi kebenaran. Kalau masing- masing mempunyai definisi sendiri
terhadap segala sesuatu dan bertindak seenaknya saja, tentulah masyarakat itu
tidak akan wujud. Sedangkan masyarakat perampokpun mempunyai kejujuran,
dalam makna apa yang dikatakan, itulah yang di hati, kalau tidak setiap
anggota kumpulan perampok itu akan mencurigai satu sama lain, akhirnya
mereka hancur sendiri, sebelum berhadapan dengan musuh yang betul.
a. Pengukuran Pendidikan Agama Islam

Untuk memudahkan penulis dalam membahas pengukuran


Pendidikan Agama Islam maka akan penulis terangkan terlebih
dahulu proses belajar kemudian diikiti oleh penghayatan atau
pengamalan nilai-nilai islami.
Dalam uraian sebelumnya sudah diketahui bahwa salah satu fungsi
pendidikan adalah; memindahkan nilai-nilai, ilmu dan ketrampilan dari
generasi tua ke generasi muda. Persoalan pemindahan nilai-nilai, ilmu dan
ketrampilan inilah bidang tugas proses belajar.
Proses belajar dalam maknanya yang luas berlaku setiap saat dan
dimanapun. Di dalam kelas, di kantor, di pasar, di jalan, dan dimana saja kita
menghadapi persoalan yang perlu diselesaikan. Inilah yang membawa
perbincangan kepada konteks yang lebih luas, yaitu proses belajar sosial.
Dalam proses belajar sosial ini, tingkahlaku proses belajar melibatkan tiruan.
Meniru adalah tingkahlaku yang dipelajari. Bila seorang melakukan gerak
balas, biasanya ia berbuat demikian dengan wujudnya tanda-tanda yang
dihasilkan oleh tingkahlaku orang lain.
Tingkahlakunya sendiri mungkin serupa atau tidak serupa dengan
tingkahlaku orang lain. Dari sini terdapat perubahan tingkahlaku atau pendapat
pada seseorang sebagai akibat dari tekanan sebetul-betulnya atau diangan-
angankan dari seseorang atau sekumpulan orang. Tingkah laku serupa ini
disebut pengakuran. Tingkahlaku pengakuran inilah yang berkaitan erat atau
satu jenis, dengan penghayatan seperti ini kemudian siswa mampu
mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah ia dapat, dan inilah yang
menjadi inti pembahasan penulis.
Pengakuran, sebagai salah satu bentuk pengaruh sosial, ditinjau dari
segi kekal atau tidak kekalnya tingkahlaku dapat dibedakan tiga gerak balas
terhadap pengaruh sosial, yaitu kepatuhan, identifikasi dan penghayatan.

Pada tingkah laku identifikasi, biasa diartikan meniru dengan kagum,


gerak balas terhadap pengaruh sosial disebabkan oleh keinginan seseorang
untuk menyerupai orang yang memberi pengaruh itu. Pada tingkahlaku
identifikasi seseorang tidak mengerjakan sutu tingkahlaku karena tingkahlaku
itu memuaskan pada dirinya, tetapi ia berbuat demikian sebab ada hubungan
yang memuaskan antara dia dengan orang yang memberi pengaruh itu jika ia
berbuat demikian. Oleh karena itu pada tingkahlaku identifikasi ada daya
tarik orang yang ia kagumi. Jadi kalau kita mengagungi seseorang yang
mempunyai pendirian tertentu terhadap suatu isu, misalnya mengerai
penerapan nilai-nilai Islam, kalau kita tidak mempunyai bukti kuat yang
menentang pendapat orang yang kita kagumi itu biasanya kita menyokong
pendapat itu. Barang kali dalam konteks inilah dapat difahami tersebarnya
berbagai agama. Pertama karena rakyat patuh kepada penguasa, misalnya
dahulu raja. Bila raja memeluk agama tertentu biasanya rakyat mengikuti,
sebab raja mempunyai kuasa memberi ganjaran atau hukuaman.
Komponen ketiga dari pengakuran sebagai gerak balas terhadasp pegaruh
sosial adalah penghayatan. Penghayatan nilai atau kepercayaan adalah gerak
balas terhadap pengaruh sosial yang paling kekal dan paling dalam berakar.
Motivasi utuk menghayati nilai atau kepercayaan tertentu adalah keinginan
untuk benar. Jadi gajaran bagi nilai-nilai dan kepercayaan itu berada di
dalam. Jika orang yang memberi pengaruh itu dipandang dapat dipercayai
dan mempunyai pemikiran yang baik maka ia terima nilai-nilai dan
kepercayaan yang didakwakannya dan kita memadukan kepercayaan itu
dengan sistem nilai-nilai kita. Begitu ia menjadi bahagian dari sistem kita
maka ia bebas dari sumbernya dan sangat sukar berubah. Itu disebabkan
karena komponen yang terpenting pada penghayatan itu adalah kepercayaan
dan keahlian orang yang memberi informasi atau pengaruh itu. Inilah makna
penghayatan yang dapat diringkas sebagai integrasi sikap, kepercayaan, nilai-
nilai, pendapat dan lain-lain kedalam pribadi seseorang. Menurut pendapat
mazhab psikoanalisis dalam psikologi, superego atau aspak moral dari
pribadi, berasal dari penghayatan nilai- nilai orang tua.

Di sini terlihat bagaimana pentingnya pengaruh orang-orang seperti orang


tua dan guru-guru bagi penghayatan nilai-nilai di kalangan generasi muda.
Itulah makna penghayatan yang seperti dapat kita lihat, adalah satu jenis
proses belajar, yaitu proses belajar dalam konteks sosial, di mana pribadi-
pribadi yang berpengaruh memegang peranan penting terhadap berlakunya
penghayatan itu. Karena penghayatan inilah yang akan menimbulkan gerak
pengamalan siswa untuk mengamalkan nilai-nilai islami mereka.

2. Pengamalan Nilai-nilai Islami Siswa

Pendidikan Islam yang diberlakukan dan diselenggarakan dengan


tujuan agar peserta didik mempunyai kepribadian Islami, cerdas dan
berakhlak mulia serta dapat membawa diri seseorang pada keseimbangan
hidup, keselamatan, kebahagiaan di dunia maupun di akhirat tentu
mempunyai nilai- nilai ke-Islaman yang terpatri dalam jiwanya sehingga
dapat diamalkan dalam kehidupannya sehari-hari.
Nilai-nilai yang di maksud adalah nilai yang ditanamkan dalam
pendidikan Islam. Menurut Prof. Dr. Zakiyah Daradjat, “nilai adalah suatu
perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini suatu identitas yang
memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan
maupun prilaku”. Sedangkan sumber nilai-nilai ke-Islaman dapat disimpulkan
kepada dua macam:
1. Nilai yang Ilahi yaitu nilai yang bersumber dari Al-Qur‟an dan As- Sunnah.
2. Nilai yang mondial (duniawi) yaitu nilai yang bersumber dari ro‟yu atau
pikiran, adat istiadat, dan kenyataan alam.
a. Nilai keimanan

Menurut keterangan Abuya Syekh Ashari Muhammad At- tamami “iman


merupakan asas penting yang menjadi landasan tempat berdirinya pribadi
seseorang mukmin”. Agama Islam menjelaskan bahwa iman dapat membuat
hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Pentingnya iman membuat seseorang
melakukan langkah prevntif untuk menjaga keimanannya dari hal-hal yang
tidak diridhai oleh Allah SW
1) Keimanan seseorang kepada suatu hal dibuktikan dengan pengakuan bahwa
sesuatu itu merupakan kebenaran dan keyakinan.
2) Jika keimanan seseorang telah kuat, segala tindak-tanduk orang itu akan
didasarkan pada pikiran-pikiran yang telah dibenarkannya dan hatinya pun
akan merasa tentram.
3) Keimanan yang didalamnya terdapat pembenaran dan keyakinan, kadang-
kadang, dijalankan secara tidak tepat.
4) Melalui ketundukan prilaku, jalan hidup, dan hibungan antar individu pada
keimanan yang sahih, kehidupan kelompok individu pun akan teratur dan
istiqamah.
Dari gambaran tersebut diatas kita menemukan bahwa rukun iman
merupakan mata rantai yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Sebuah mata rantai tidak akan berguna tanpa mata rantai lainnya. Demikianlah,
betapa pentingnya keimanan bagi pendidikan generasi yang sehat dan benar
serta masyarakat yang kuat dan kokoh.
b. Nilai akhlak

Salah satu tujuan pendidikan Islam yang paling luhur adalah terwujudnya
akhlak mulia pada pribadi, keluarga, masyarakat dan sekitarnya sehingga akan
terbentuknya kehidupan yang dirahmati Allah, inilah pula yang menjadi citi-
cita Rasulullah SAW sehubungan dengan diutusnya beliau ke alam raya ini,
melalui sabdanya yang diriwayatkan oleh Malik dari Abu Hurairah ra. Yang
menyatakan bahwa Rasulullah SAWbersabda: “sesungguhnya aku diutus
(Allah ke muka bumi ini) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (H.R.
Malik).

Ibnu Maskawaih menjelaskan pengertian akhlak secara terminology yaitu sifat


yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan
perbuatan tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan.12
c. Nilai Ilmu Pengetahuan

Tiada yang lebih utama dari keutamaan seorang „abdi Allah kecuali
taqwa kepada Allah. Adapun manifestasi keimanan seseorang itu dikaitkan
dengan ilmu yang dimilikinya sehingga ia mengamalkan apa yang
dilaksanakannya itu dengan ilmunya. Begitu pentingnya ilmu sehingga
diibaaratkan seperti curahan air hujan yang dapat menyuburkan tanah bumi
setelah kegarsangannya, sedangka ilmu dapat menghidupkan hati yang keras,
tandus dan mati. Ilmu pula yang dapat mengangkat derajat seorang hamba
dihadapan Allah.
Ilmu yang harus diketahui pertamakali oleh pribadi-pribadi jema‟ah
adalah ilmu yang mengenal Allah, untuk mentaatinya, untuk menegakkan
dirinya dan yang menjauhkan mereka dari bermaksiat kepada-Nya.13
Akhlak yang baik (Akhlaqul karimah) ialah pola prilaku yang
dilandaskan pada dan memanifestasikan nilai-nilai iman, islam dan ihsan. Ihsan
berarti berbuat baik. Orang yang ihsan disebut muhsin berarti orang yang
berbuat baik.14
d. Nilai Musyawarah

Diterangkan bahwa Rasulullah SAW. Memberi pujian kepada orang


yang mengedepnkan musyawarah sebagai orang yang dapat dipercaya.
Dengan kata lain hanya orang yang benar dan menghargai kemaslahatan
umat, merekalah yang mau muyawarah adalah ajaran yang sangat dianjurkan
dalam Islam dan merupakan salah satu nilai keislaman yang mampu mendidik
umat kearah tujuan yang bermaslahat dan bermufakat.
e. Nilai Keadilan dan Persamaan

3. Keadilan tidak lepas dengan kata persamaan. Bila keadilan disuarakan


tentunya persamaan juga diikutsertakan. Keadilan yang benar adalah
keadilan yang mementingkan persamaan hak-hak orang lain pada tempat
yang layak dan sewajarnya demi kemaslahatan bersama. Begitu mulianya
sikap adil ini sehingga didekatkan maqam/kedudukannya dengan taqwa
kepada Allah SWT.
4. Penanaman nilai-nilai pendidikan Islam hendaknya selalu dikemas
dengan tuntunan yang telah digariskan oleh aturan normative yang
berlaku agar lebih dapat menjamin keberadaan yang mendukung kepada
kesan yang formal dan diakui oleh khayalak ramai serta mendapat
dukungan yang dapat melebarkan sayap dalam rangka mendidik.,
membina serta mencetak generasi didik yang lebih maju dan kreativ.
5. Agama Islam telah menggaris tuntunan-tuntunannya mengenai etika dan
tujuan mendidik secara Islami yang tercantum dalam kitab suci Al-
Qur‟an dan Sunnah RasulullahSAW secara jelas dan sarat dengan pesan-
pesan Ilahi, diantaranya: melalui penyampaian ummat- ummat terdahulu,
melalui keteladanan yang baik dalam memberi kabar gembira dan
peringatan dalam Islam, melalui syiar dan syair yang berupa
menyampaikan nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran Islam, dll.
A. Kerangka berfikir

Pendidikan Agama Islam adalah salah satu materi bidang studi


wajib di SMP dalam mengetahui dan memahami serta dapat
mengamalkan ajaran- ajaran agama. Secara umum pengajaran
Pendidikan Agama Islam pada tingkat pendidikan di sekolah sangatlah
penting.
Secara umum bahwa lapangan pendidikan yang turut
mempengaruhi perkembangan pemahaman terhadap agama bagi
seseorang adalah lingkungan pada pendidikan keluarga, lembaga
pendidikan dan masyarakat dimana seseorang itu hidup.

Keserasian dan keharmonisan antara ketiga faktor tersebut akan


memberikan dampak positif bagi perkembangan seseorang, termasuk
dalam pembentukan prilaku dan kewajiban seseorang
Segi metodologis, proses Pendidikan Agama Islam merupakan
sebuah tujuan akhir yang hendak dicapai secara bertahap dalam pribadi
manusia.
B. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teoritis yang telah diuraikan sebelumnya,


maka hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Hipotesis mayor: terdapat hubungan yang signifikan antara Pendidikan


Agama Islam dengan pengamalan nilai-nilai islami siswa SMPN 10 Kota
Tangerang Selatan.
b. Hipotesis minor: terdapat hubungan yang signifikan antara sub variabel
dari variabel Pendidikan Agama Islam dengan pengalaman nilai-nilai
islami siswa SMPN 10 Kota Tangerang Selatan.
2. Hipotesis Nihil (Ho)

a. Hipotesis mayor: tidak terdapat hubungan yang signifikan antara


Pendidikan Agama Islam dengan pengamalan nilai-nilai islami siswa
SMPN 10 Kota Tangerang Selatan.
b. Hipotesis minor: tidak terdapat huubungan yang signifikan antara sub
variabel Pendidikan Agama Islam dengan pengamalan nilai-nilai islami
siswa SMPN 10 Kota Tangerang Selata

Anda mungkin juga menyukai