DISUSUN OLEH
1. YOLA GUSTIRA
2. MUHAMMAD IQBAL
3. MUHAMMAD ASLORI
FAKULTAS TARBIYAH
Puji syukur kehadirat ALLAH Swt karena berkat rahmat Nya penyusunan makalah ini dapat di
selesaikan.makala ini merupakan makala Inovasi kurikulum PAI,secara khusus pembahasan dalam makala ini
diatur sedimikian rupa sehingga materi yang di sampaikan sesuai dengan mata kuliah. Dalam penyusunan
tugas atau materi ini ,tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.Namun kami menyadari bahwa kelancaran
dalam penyusun makala ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-
kendala yang kahadapi teratasi oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih.
Kami sadar ,bahwa dalam pembuatan makala ini terdapat banyak kesalahan. Untuk itu kami meminta
ma’af apabila ada kekurangan. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna
meningkatkan kualitas makala penulis selanjutnya. kebenaran dan kesempurnaan hanya milik ALLAH-lah
yang punya dan maha kuasa.Harapan kami, semoga makala yang sederhana ini, dapat memberikan manfaat
bagi kita semua dan generasi muda islam yang akan datang.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasionalpada Bab II Pasal 3 dinyatakan bahwa:
Di samping itu juga, agamamemberikan tuntunan yang jelas kepada manusia, mana yang baik danmana yang
buruk, mana yang harus dikerjakan dan mana pula yangharus ditinggalkan, mana yang menguntungkan dan
mana yangmerugikan.Harapan yang paling fundamental dengan adanya pendidikan Agama Islam di
sekolah/madrasah adalah diharapkan lahirnya sosok-sosok yang benar-benar mampu memahami substansi
agama itusendiri sekaligus dapat mengimplementasikannya dalam kehidupandengan indikasi prilaku dan
kesalehan yang nyata. Kenyataannya, pendidikan Agama Islam di sekolah atau madarasahmasih dianggap
kurang memberikan kontribusi kearah tersebut. MenurutMuhaimin, menyoroti kegiatan Pendidikan Agama
Islam yang selama iniberlangsung di sekolah, antara lain; Pendidikan Agama Islam selama inilebih
terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis; Pembelajaranpendidikan agama Islam yang selama ini
berlangsung kurangmemperhatikan persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agamayang bersifat
kognitif menjadi "makna" dan "nilai" yang perludiinternalisasikan dalam diri siswa, untuk selanjutnya menjadi
sumberminat bagi siswa untuk bergerak, berbuat dan berperilaku secara kongkret-agamis dalam kehidupan
praksis sehari-hari; Isu kenakalan remaja,tauran, tindak kekerasan, kriminalitas, dan sebagainya, sekalipun
tidak sepenuhnya secara langsung terkait dengan metodologi pendidikanagama yang selama ini berlangsung
secara konvensional dan tradisionalmerupakan bukti kurang tepatnya sasaran pendidikan Agama Islam.
Munculnya kesenjangan antara harapan dan kenyataan ini,walaupun bukan sepenuhnya menjadi tanggung
jawab pendidikan AgamaIslam, namun kenyataannya pendidikan Agama Islam memeganngperanan dalam
pembentukan kepribadian peserta didik. Permasalahannyaadalah bagaimana mengimplementasikan
Pendidikan Agama Islamsebagai bagian dari kurikulum secara nyata sesuai dengan tujuan yangtelah
ditetapkan pada sekolah atau madrasah. Implementasi dari kurikulumini adalah melalui proses
pembelajaran.Menurut Soedijarto, pada umumnya tujuan pendidikan yang telahdijabarkan dan demikian
ideal itu, selama ini tidak pernah dengan sunguh-sungguh diterjemahkan secara operasional
(diimpelementasikan). Salahsatu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalahlemahnya
proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurangdidorong untuk mengembangkan
kemampuan berpikir. Prosespembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak
untukmenghafal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbunberbagai informasi tanpa
dituntut untuk memahami informasi yangdiingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-
hari. Akibatnya ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar secarateoritis, akan tetapi mereka miskin
aplikasi.
Berdasarkkan uraian di atas, dalam makalah ini akan dibahasmengenai persoalan implementasi kurikulum
Pendidikan Agama Islamdalam hal pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 dan peraturanpemerintah nomor 19 tahun 2005
menetapkan Pengertian kurikulumsebagai "Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi
danbahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu", dengan kata lain Kurikulum adalah seperangkatrencana
pengajaran yang digunakan guru sebagai pedoman dalamkegiatan belajar mengajar di sekolah untuk
mencapai tujuan pendidikan.
“ A curriculum is a plan for learning: therefore, what is known about thelearning process and depelopment of
the individual has bearing on theshaping of a curriculum”. Kurikulum merupakan rencana untuk belajaryang
diwujudkan dalam proses pembelajaran.Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj
yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknyauntuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka.Sedangkan kurikulum pendidikan (manhaj al-dirosah) dalam
kamus Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikanacuan oleh lembaga pendidikan
dalam mewujudkan tujuan-tujuanpendidikan.
Pengertian kurikulum dalam pandangan modern merupakan programpendidikan yang disediakan oleh
sekolah yang tidak hanya sebatas bidangstudi dan kegiatan belajarnya saja, akan tetapi meliputi segala
sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan pribadi siswasesuai dengan tujuan
pendidikan yang diharapkan sehingga dapatmeningkatkan mutu kehidupannya yang pelaksanaannya tidak
hanya disekolah tetapi juga di luar sekolah.Jika diaplikasikan dalam pendidikan Agama Islam, maka
kurikulumberfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untukmembimbing peserta didiknya ke
arah tujuan tertinggi pendidikan agamaIslam, melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan
sikap.Dalam hal ini proses pendidikan agama Islam bukanlah suatu proses yangdapat dilakukan secara
serampangan, tetapi hendaknya mengacu kepadakonseptualisasi manusia paripurna (insan kamil) yang
strateginya telahtersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan agama Islam.Sebagai sebuah sistem,
kurikulum terdiri dari beberapa komponenyang saling terkait dan terintegrasi. Terkait dengan komponen-
komponentersebut Ralph W. Tayler menyajikannya dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang mendasar.
2. What educational experiences can be provide that are likely to attainthese purpose?
Menurut Oemar Hamalik, mengatakan bahwa implementasi kurikulummencakup tiga kegiatan pokok, yaitu
pengembangan program,pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi. Pengembangan programmencakup
program pembelajaran, program bimbingan dan konseling atauremedial. Pelaksanaan pembelajaran meliputi
proses interaksi antarapeserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan prilakuyang lebih
baik. Sementara evaluasi adalah proses penilaian yangdilakukan sepanjang pelaksanaan kurikulum.
Faktor lain yang menjadi kendala dalam implementasi kurikulumPendidikan Agama Islam adalah
keterbatasan waktu pelaksanaanpembelajaran terutama di sekolah umum yang hanya diberikan dua
jampelajaran dalam satu minggu. Dengan muatan pelajaran yang banyak,tentunya tidak cukup untuk
menyampaikan materi yang sangat kompleks.Kondisi lainnya adalah adanya paradigma dikotomis,
aspekkehidupan dipandang dengan sangat sederhana, dan kata kuncinyaadalah dikotomi atau diskrit,
sehingga dikenal ada istilah pendidikanagama dan pendidikan umum. Karena itu, pengembangan
pendidikanagama Islam hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrowi yang pengetahuan. Sementara afektif
dan psikomotorik siswa jarang tersentuh,akibatnya pembelajaran jadi kurang bermakna. Padahal agama
adalahakhlak yang berkaitan dengan sikap, perkataan, dan prilaku keseharian.Selain itu, sebagian guru agama
masih terpaku pada ketuntasankurikulum. Sehingga beranggapan, bahwa pembelajaran dianggap sukses jika
target kurikulum tercapai. Oleh karena itu tidak heran jika selama inipembelajaran hanya sebatas pengajaran
bukan pendidikan, sebatas transfer of knowledge belum menyentuh transfer of value.Faktor lain yang
menjadi kendala dalam implementasi kurikulumPendidikan Agama Islam adalah keterbatasan waktu
pelaksanaanpembelajaran terutama di sekolah umum yang hanya diberikan dua jampelajaran dalam satu
minggu. Dengan muatan pelajaran yang banyak,tentunya tidak cukup untuk menyampaikan materi yang
sangat kompleks.Kondisi lainnya adalah adanya paradigma dikotomis, aspekkehidupan dipandang dengan
sangat sederhana, dan kata kuncinyaadalah dikotomi atau diskrit, sehingga dikenal ada istilah
pendidikanagama dan pendidikan umum. Karena itu, pengembangan pendidikanagama Islam hanya berkisar
pada aspek kehidupan ukhrowi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani yang
terpisahdengan kehidupan jasmani. Pendidikan (agama) Islam hanya mengurusipersoalan ritual dan spiritual,
sementara kehidupan ekonomi, politik, seni-budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni dan
sebagainyadianggap sebagai urusan duniawi yang menjadi bidang garap pendidikannon agama.Kondisi di atas
tentu saja menjadikan pendidikan Agama Islammenjadi tidak maksimal dan wajar jika belum bisa membentuk
pribadisiswa yang berakhlak mulia. Hal ini tentu harus disadari semua pihak,terutama guru sebagai pemeran
utama dalam implementasi kurikulum.
Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam implementasi kurikulumPAI, dapat digunakan dua model
pendekatan, yaitu pendekatan makro danmikro.
2. Merumuskan kembali tujuan kurikulum PAIUntuk mencapai kualitas penerapan kurikulum yang unggul,
dibutuhkan mindset baru yang memandang PAI memiliki cakupan yang luasmeliputi semua aspek kehidupan
manusia. Formulasi dapat dituangkandalam kontent dan tujuan di sekolah.
D. Proses Pembelajaran Yang Bermaknaatisyang memperhatikan situasi dan kondisi sumber daya dukung
lembagapendidikan. Melalui pendekatan mikro ini dimaksudkan agar tujuanimplementasi kurikulum
pendidikan Agama Islam di sekolah ataumadrasah dapat tercapai secara terukur dan berhasil secara
maksimal.Pendekatan ini meliputi pengembangan materi, peran guru dan siswadalam interaksi
pembelajaran.
Secara normatif pendidikan Agama Islam menciptakan sistem makna untuk mengarahkan prilaku kesalehan
dalam kehidupan manusia.Pendidikan Agama harus mampu memenuhi kebutuhan dasar, yaitukebutuhan
memenuhi tujuan agama yaitu memberikan kontribusi terhadapterwujudnnya kehidupan religiusitas.Hal
yang harus diperhatikan adalah asumsi terhadap siswa. Siswamerupakan input utama dalam pembelajaran.
Siswa merupakan elemenyang memiliki potensi yang bisa mengarah pada realitas negatif maupun positif.
Pembelajaran harus mengarahkan siswa kearah terwujudnya sikapdan prilaku siswa yang positif. Dalam
konteks ini, pembelajaran harusmampu menjawab, memberikan dan menyelesaikan problematika
siswa.Dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa “Proses
pembelajaran pada satuan pendidikandiselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang,memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikanruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuaidengan minat, bakat dan perkembangan fisik serta psikologis
pesertadidik ”. Artinya pembelajaran harus dikemas dengan sedemikian rupaagar tercipta pembelajaran yang
bermakna dan menyenangkan.Untuk memperoleh gambaran proses pembelajaran yang bermakna,Philip
Phenix mengidentifikasikan enam wilayah yang bermakna untukmenjadikan peserta didik memahami dunia
yang sesungguhnya. Ke-enamwilayah makna tersebut yaitu : symbolics, empirics, esthetics, synnoetics,ethics
dan synoptics.
Salah satu wilayah tersebut adalah synoptic s “The sixth realm,synoptics refers to meanings that are
comprehensively integrative. Itinclude history, religion, and philosophy. Theses discipline combineempirical,
ethic and synnoethic meanings into coherent whole” Agama merupakan wilayah synoptics, dimana dalam
disiplin tersebutadanya proses pembelajaran yang mengedepankan etika dan
pengalamankeberagamaan.Selanjutnya bahwa untuk mengimplementasikan kurikulumpendidikan yang baik
harus memperhatikan empat pilar belajar menurutUnesco, yaitu Keempat pilar itu menyangkut proses
bagaimanapeserta didik memperoleh kemampuan belajar; melatih danmengembangkan kemampuan
berpikir; melatih dan mengembangkankemampuan memecahkan masalah; dan pusat pembudayaan nilai,
sikapdan kemampuan.Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaransesuai tujuan yang
ditetapkan diperlukan pembelajaran yang efektif danbermakna, sebab selama ini proses pembelajaran
dirasakan belummemiliki makna yang berarti kepada peserta didik. Ada beberapa metode dan strategi
pembelajaran yang bisaditerapkan dalam proses pembelajaran Agama Islam di sekolah ataumadarasah di
antaranya :
1. Student Centered Instruction, yaitu pembelajaran yang berpusat padapeserta didik, seperti diskusi dalam
berbagai variasi, demonstrasi dangames. Dituntut peran aktif siswa, dan guru sebagai fasilitator.
2. Collaborative Learning, yaitu pembelajaran aktif dimana siswa danguru berkolaborasi atau dengan warga
sekolah lainnya.
3. Cooperative learning, yaitu proses pembelajaran yang memberikankesempatan kepada peserta didik
terlibat langsung dalampembelajaran secara berkelompok dalam mengerjakan tugas yangdiberikan guru.
4. Self discovery learning, yaitu belajar melalui penemuan merekasendiri, melalui observasi dan pengamatan
terhadap masalah yangharus mereka pecahkan.
5. Quantum learning, yaitu strategi pembelajaran yang melibatkanseluruh komponen diri siswa, dengan
pendekatan individu dankelompok.
6. Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu strategi yangdigunakan untuk untuk membantu peserta
didik untuk memahamimakna dan materi pelajaran dengan mengaitkan mata pelajarantersebut dengan
konteks kehidupan mereka.Selain dengan pemilihan dan penggunaan strategi pembelajaranyang tepat dalam
pelaksanaan Pendidikan Agama Islam sebagaiimplementasi kurikulum PAI, ada beberapa hal terkait
denganimplementasi tersebut.
Pertama, keteladanan, merupakan upaya konkritdalam menanamkan nilai-nilai luhur pendidikan Agama
Islam kepadapeserta didik. Secara psikologis anak memang senang meniru; tidak sajayang baik, tetapi juga
yang tidak baik. Prilaku yang ditiru siswa akan terusmelekat sehingga akan menjadi karakter dalam dirinya.
Mengingatpentingnya keteladanan, maka menurut Zakiah Darajat menyebutkanuntuk menjadi seorang guru
harus memenuhi syarat: bertakwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani dan rohani, dan berkelakuan baik.
Guruharus menjadi tauladan bagi siswa dan lingkungannya.
Kedua, tugas pendidikan Agama Islam, bukanlah sepenuhnyatanggung jawab sekolah/madrasah dalam hal ini
guru Agama Islam, akantetapi juga menjadi tanggung jawab keluarga dan lingkungan masyarakat.Tidak
sedikit anak yang mendapat pendidikan Agama Islam yang baik disekolah, tetapi karena di rumah atau
lingkungannya tidak pernahditanamkan nilai-nilai religiusitas yang baik, maka anak tersebut menjadirusak.
Oleh karena itu peranan keluarga dan masyarakat terhadappenanaman nilai-nilai pendidikan Agama Islam
terhadap anak sangatdibutuhkan.
Ketiga, pentingnya evaluasi, evaluasi bukan hanya dilakukan disekolah/madrasah secara formal baik formatif
maupun sumatif. Lebih dari itu, evaluasi yang dilakukan oleh lingkungan sosial masyarakat sangatlahpenting.
Jika di sekolah siswa dinilai lebih pada nilai akademis, namun dimasyarakat, siswa dinilai akan kesalehan
pribadinya yang tercermin darisikap dan prilakunya (akhlaq).
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, sebagai penutup dapat disimpulkanbeberapa hal sebagai berikut:
1. Kurikulum Pendidikan Agama Islam selanjutnya dijabarkan sebagaipedoman yang digunakan oleh pendidik
untuk membimbing pesertadidik ke arah tujuan pendidikan agama Islam, dan tujuan PendidikanNasional
secara umum melalui akumulasi sejumlah pengetahuan,keterampilan dan sikap secara sistematis.
2. Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam, diwujudkan dalambentuk proses pembelajaran. Proses
pembelajaran yang dilakukanselama ini masih menemui banyak kendala, di antaranya guru
masihmenggunakan strategi dan metode yang konvensional, sehinggapembelajaran terkesan monoton, dan
kurang bermakna.
5. Tugas pendikan Agama Islam untuk membentuk peserta didik yangberiman dan bertaqwa, serta berakhlak
mulia bukan hanya menjaditanggung jawab guru PAI di sekolah/madrasah, tetapi juga
komponensekolah/madrasah lainnya termasuk keluarga dan lingkungan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Majid, Abdul, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.
Muhaimin,et. Al, Paradigma Pendidikan Islam Upaya MengefektifkanPendidikan Agama Islam di Sekolah,
Bandung:PT. RemajaRosdakarya, 2002.
Mujtahid,“Pendekatan Penerapan Kurikulum PAI”, makalah, Jurnal UINMaulana Malik Ibrahim Malang, 2011.
Phenix, Philip, The Realms Of Meaning: A Philosophy of the CurriculumFor General Education, New York: Mc.
Graw Hill Book co. 1964.
Raharjo, M. Dawam, Islam dan Transformasi Budaya,.Yogyakarta: DanaBhakti Prima Yasa, 2002.
Taba, Hilda,Curriculum Development : Theory and Practice. New York:Harcourt, Brace & World, Inc. 1962.
Tyler, Ralph W., Basic Principles Of Curriculum And Instruction, Chicago &
London: The University Of Chicago Press, 1949.UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pasal 3.