DESAIN PENGEMBANGAN
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Islam dengan dosen pengampu Dr. Tasman Hamami,
M.A
Disusun Oleh:
Apung Saepuddin
20151010031
20151010038
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam sejalan dan searah dengan pendidikan nasional. Maka pendidikan
Islam merupakan salah satu bentuk pengembangan pendidikan yang bisa diterima di
Indonesia dan pendidikan Islam sebagai suatu lembaga pendidikan di Indonesia telah diakui
dengan pengukuhan UU terdahulu yaitu UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang telah diperbaharui menjadi UU No. 20 tahun 2003. Bab IV mengenai jalur
jenjang dan jenis pendidikan pasal 15, 17 dan 18 yang menetapkan jenis pendidikan agam
sebagai suatu bentuk lembaga pendidikan di Indonesia. Artinya, pendidikan Islam di
Indonesia telah mendapat pengakuan oleh bangsa dalam upaya mendidik dan mencerdaskan
masyarakat sehingga pendidikan Islam memiliki kesempatan besar untuk mengembangkan
diri dalam rangka menjawab keinginan-keinginan masyarakat. Dengan demikian keberhasilan
pendidikan Islam akan membantu terhadap keberhasilan pendidikan nasional, juga sebaliknya
keberhasilan pendidikan nasional secara makro turut membantu pencapaian tujuan
pendidikkan Islam, sebab itu keberadaan lembaga-lembaga pendidikan Islam oleh pemerintah
dijadikan mitra suntuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berkaitan dengan posisi pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional dapat
diidentifikasi sedikitnya dalam 3 pengertian:
a. Pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan keagamaan seperti pesantren, pengajian
dan madrasah diniyah, maksudnya pendidikan Islam hanya sebagai pendidikan
keagamaan di masyarakat, berupa pesantren, pengajian dan majlis taklim yang bersifat
non formal, yang berupa ilmu sosial bagi masyarakat
b. Pendidikan Islam adalah muatan atau materi pendidikan agama Islam dalam
kurikulum pendidikan nasional yaitu pendidikan Islam sebagai salah satu materi
pelajaran yang wajib diberikan kepada peserta didik untuk meningkatkan kualitas
pribadinya.
c. Pendidikan Islam merupakan ciri khas lembaga pendidikan sekolah yang
diselenggarakan oleh Departemen Agama dalam bentuk madrasah dan oleh organisasi
serta yayasan keagamaan Islam dalam bentuk Islam; yaitu pendidikan Islam sebagai
suatu lembaga pendidikan yang bercirikan agama Islam seperti madrasah dan
pesantren yang telah bersifat formal dan menggunakan kurikulum yang diadakan oleh
1 Sugiatno. Desain Pendidikan Islam untuk Masyarakat Global Ditinjau dari Filsafat Pendidikan Islam.
2 Agus Salim Mansyur. 2007. Pengembangan Kurikulum Berbasis Karakter: Konsepsi dan
Implementasinya. Jurnal Pendidikan Universitas Garut Vol. 01; No. 01; 2007; hal 3
3 Samsul Nizar. 2002. Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta : Ciputat
Pers, hlm. 31
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Dari kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa hal yang menjadi sumber atau
landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari
kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bagi kehidupan
orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa.
Dalam pengembangan selanjutnya, sumber ini menjadi luas meliputi semua unsur
kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan
turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari
budaya, maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum.
Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau pengajaran,
yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan sesuatu pada anak,
melainkan menumbuhkan potensi- potensi yang telah ada pada anak.
Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik. Di
Indonesia, pemegang kekuasaan sosial politik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri
Pendidikan Nasional yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan
Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan Balitbang Diknas
atau kalau di Departemen Agama dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Direktur
Pendidikan Madrasah dan Ditperta atau Dirjen Pendidikan Islam yang bertanggung jawab
langsung kepada Menteri Agama. Dengan adanya Disentralisasi, maka disinilah masingmasing lembaga atau daerah mempunyai otoritas dalam penyusunan kurikulum.5
Dalam kurikulum pendidikan Islam, pengembangan kurikulum pendidikan Islam harus
bersumber utama dari Al Quran dan hadits kemudian disesuaikan dengan sumber
pengembangan secara umum. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam pendidikan Islam yang
berisikan membekali peserta didik untuk menjadi muslim/ muslimah yang dewasa di masa
mendatang. Tetapi hal ini juga menyesuaikan dengan kondisi budaya masyarakat dan kondisi
anak muslim di tempat itu.
5 Nur Ahid. 2006. Konsep dan Teori Kurikulum dalam Dunia Pendidikan. ISLAMICA, Vol. 1, No. 1,
September 2006 hal 21
6 Nana Syaodih Sukmadinata. 2000. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
belajar struktur sosial masyarakat, nilai-nilai utama masyarakat, pola-pola tingkah laku
dalam masyarakat.
4. Peranan orang tua murid
Orang tua juga mempunyai peranan penting dalam pengembangan kurikulum.
Peranan mereka dapat berkenaan dengan dua hal, pertama dalam penyusunan kurikulum
dan kedua dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam penyusunan kurikulum mungkin tidak
semua orang, hanya terbatas pada beberapa orang saja. Sedangkan dalam pelaksanaan
kurikulum diperlukan kerjasama yang sangat erat antara guru atau sekolah dengan peran
orang tua murid.
Peran orang tua harus dikoordinasikan dengan guru. Guru sudah mengajarkan dan
meneladankan di sekolah, hendaknya orang tua juga melakukan hal yang sama dalam
kehidupan di rumah.
C. Landasan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Nana Sudjana menyebutkan ada 3 landasan dalam pelaksanaan, pembinaan dan
pengembangan kurikulum, yakni:7
1. Landasan Filosofis yaitu cara berfikir yang radikal dan menyeluruh secara mendalam
kajian filsafat tentang hakekat manusia, apa sebenarnya manusia itu, apa hakekat hidup
manusia, apa tujuan hidupnya dan sebagainya yang mencakup logika, etika dan estetika.
2. Landasan Sosial Budaya, yang mana kurikulum pendidikan harus dan sewajarnya pula
dapat menyesuaikan bahkan dapat mengantisipasi kondisi-kondisi yang bakal terjadi
disamping perlu penyesuaian dengan kondisi masyarakat
3. Landasan Psikologis, yang mana mendidik berarti mengubah tingkah laku anak menuju
kedewasaan. Semua ini dalam proses belajar mengajar selalu dikaitkan dengan teori-teori
perubahan tingkahlaku anak.
Hal hal ini menjadi landasan pengembangan kurikulum secara umum. Semua landasan
ini harus disesuaikan dengan nilai ajaran Islam. Misalknya nilai filsafat yang digunakan juga
harus sesuai dengan ajaran Islam. Landasan sosial budaya tidak boleh bertentangan dengan
ajaran Islam. Psikologi Islam juga harus menjadi pertimbangan dalam pengembangan
kurikulum pendidikan Islam, tidak melulu merujuk kepada psikologi barat yang sering
bertentangan dengan fitrah manusia dalam konsep Islam.
7 Yulianti Hartatik, & Ninik Indawati. Pengembangan Kurikulum PAUD. Jurnal Inspirasi
Pendidikan Universitas Kanjuruhan Malang hal 309 310
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu
model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kebaikan-kebaikannya serta
kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem
pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta model konsep mana yang
digunakan. Sekurang-kurangnya terdapat delapan model pengembangan kurikulum yaitu:10
1. The administrative model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling
banyak dikenal. Diberi nama administratif karena inisiatif dan gagasan pengembangan
datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Tim
kerja pengembang kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang
lebih operasional, dijabarkan dari konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan
oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional
dari tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih
strategi pengajaran dan evaluasi, dan menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan
kurikulum tersebut sebagai guru-guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembang kurikulum tersebut selesai, hasilnya
dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang
kompeten. Setelah mendapatkan penyempurnaan dan dinilai telah cukup baik,
administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta
memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut.
2. The grass root model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif
dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah yaitu
guru-guru sekolah. Dalam model pengembangan grass roots seorang guru, sekelompok
guru atau seluruh guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Pengembangan atu penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen
kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh
komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memingkinkan, baik dilihat dari
kemampuan
guru-gur, fasilitas
dan
biaya
maupun
bahan-bahan
kepustakaan,
a. Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum
tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi, ataupun seluruh
negara. Petahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh
pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum.
b. Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut
terlibat
dalam
pengembangan kurikulum. Ada empat kategori yaitu: (a) para ahli pendidikan
atau kurikulumyang ada pada pusat pengembangan kurikulum, (b) para ahli
pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih, (c) para
profesional dalam sistem pendidikan, (d) profesional lain dan tokoh-tokoh
masyarakat.
c. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Beauchamp membagi
kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu; (a) membentuk tim pengembang
kurikulum, (b) mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang
ada yang sedang digunakan, (c) studi penjajagan tentang kemungkinan
penyusunan kurikulum baru, (d) merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan
kurikulum baru, (e) penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
d. Implementasi
kurikulum.
Langkah
ini
merupakan
langkah
10
11
G. Model
Pendekatan
Pendekatan
dalam
Pengembangan
11 Ansyar, Mohamad. 2015. Kurikulum, Hakikat, fondasi, Desain dan Pengembangan. Kencana.
Jakarta. h. 287
12 Muhaimin. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan
Perguruan Tinggi. Rajawali Press. Malang. h. 149
12
1. Model
Pengembangan
Kurikulum
melalui
Pendekatan
Subjek
Akademis
Kurikulum akademis ini merupakan model yang pertama dan
tertua, sejak sekolah berdiri kurikulumnya seperti ini, bahkan sampai
sekarang walaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah
tidak dapat melepaskan tipe ini. Karena sangat praktis, mudah disusun
dan mudah digabungkan dengan tipe-tipe lain.
Kurikulum
akademis
bersumber
dari
pendidikan
klasik
budaya
masa
lalu
tersebut.
Kurikulum
ini
lebih
kurikulum
suatu
mata
pelajaran
harus
didasarkan
atas
peserta
didik,
yang
diperlukan
untuk
(persiapan)
13
dan
mengembangkan
sendiri
segala
potensi
yang
atau
menemukan
nilai-nilai
dalam
latihan
sensitivitas,
dapat
mengadakan
perundingan,
persetujuan,
pertukaran kemampuan, bertanggung jawab bersama, dan lainlain. Ini menunjukkan cirri yang non- otoriter.
15 Nana Syaodih Sukmadinata. 2000. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Remaja
Rosdakarya. Bandung. h. 83-84
14
teknologi
dalam
pendidikan,
khususnya
kurikulum
penerapan
teknologi
perangkat
lunak
disebut
juga
15
17 Nana Syaodih Sukmadinata. 2000. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Remaja
Rosdakarya. Bandung.. h. 25-26.
18 Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam, Kencana Prenada Media.
Jakarta. h. 147-148
16
pertama
pengembangan
klasik.
sequential,
Model
rational,
ini
dikenal
behavioral,
sebagai
atau
objektivites
mean-end
model,
model.
Tyler
yang
rasional
dan
dinamis.
Secara
khusus,
dia
17
tentang hasil yang diinginkan. Apakah yag ingin dicapai? Apa yang
harus diketahui dan dapat dilakukan siswa? Nilai-nilai dan sika apa
yang harus dianut siswa ? Keterampilan apa dan kemampuan apa
yang harus dikuasai dan dilakukan siswa?20
b. Pendekatan Nonteknikal-Nonsaintifik
Pada pendekatan ini berbeda dengan the scientific approach, karena
pendekatan ini mengutamakan siswa daripada tujuan kurikulum itu
sendiri. Karena siswa selalu berkembang dan dia harus dipandang
sebagai
subjek
penddikan
yang
aktif,
bukan
penerima
pasif
pengetahuan.
1) Model Deliberasi
Dalam model ini, pendidik mendiskusikan pandangan masingmasing kepada kolega mereka, dan kadang-kadang kepada siswa,
tentang tujuan pendidikan yang akan dicapai dana pa yang harus
dipelajari. Yang penting adalah kurikulum harus bersifat nonlinier.
Pendekatan ini mengandalkan berfikir system dan pada umpan balik
serta penyesuaian, tetapi juga mempertimbangkanbahwa realita
adalah suatu hal yang subjektif.
2) Desain Unenkapsulasi
Enkapsulisasi merupakan kondisi umum manusia yang sangat yakin
dengan akurasi persepsi dan pemahamannya tentang realita.
Padahal, disebabkan enkapsulisasi fisiologis, dan psikologis dan
kultural dirinya, ia hanya memiliki imeg parsial dan distorsi tentang
realita yang sesungguhnya. Berdasarkan itu, tujuan desain ini adalah
menghasilkan, secara hipotesis, seorang yang lebih baik tingkah
lakunya
ditentukan
pengetahuan
yang
benar
dan
seimbang,
(instructional
objective),
menyeleksi
pengalaman-pengalaman
belajar
18
19
tujuan,
penetapan
isi
pelajaran,
penetapan
akitivitas
belajar, evaluasi
instruksional,dan (c) tahap aplikasi terdiri atas monitoring, feedback dan implementasi serta
modifikasi. Dari siklus pengembangan kurikulum yang ditawarkan oleh beberapa ahli pada
hakikatnya tidaklah berbeda, walapun jumlah siklus dan tata urutannya berbeda namun
pengembangan kurikulum akan selalu berangkat dari siklus perencanaan (desain),
pelaksanaan (implementasi) dan evaluasi23.
I. Artikulasi dan Hambatan
Artikulasi pendidikan berarti kesatupaduan dan koordinasi segala pengalaman belajar 24.
Untuk merealisasikan kurikulum, perlu meneliti kurikulum secara menyeluruh, membuang
hal-hal yang tidak diperlukan, menghilangkan duplikasi, merevisi metode serta isi pengajaran,
mengusahakan perluasan dan kesinambungan kurikulum. Untuk menyusun artikulasi
kurikulum diperlukan kerjasama dari berbagai pihak: para administrator, kepala sekolah, TK
sampai rektor universitas, guru-guru dari setiap jenjang pendidikan, orang tua murid dan
tokoh-tokoh masyarakat.
Dalam pengembangan kurikulum terdapat hambatan-hambatan. Hambatan pertama
terletak pada guru, guru kurang berpartisipsi dalam pengembangan kurikulum. Hambatan lain
datang
dari
masyarakat.
Untuk
pengembangan
kurikulum
dibutuhkan
dukungan
20
BAB II
PENUTUP
Pengembangan kurikulum adalah sesuatu yang niscaya selalu perlu dilakukan. Maka
pengembangan kurikulum pendidikan Islam harus selalu dilakukan dengan prosedur yang
telah ada dan telah dirancang. Semua hal itu bertujuan agar pendidikan Islam menjadi lebih
baik dan memberi hasil yang lebih baik sesuai dengan harapan.
21
Kurikulum pendidikan Islam yang lebih baik menjadi harapan setiap pelaku pendidikan
Islam yang ada di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari perencanaan yang matang, konsep yang
jelas dan mantap, pelaksanaan yang sesuai dengan prosedur. Dan tidak boleh dilupakan yaitu
dukungan dari semua pihak. Semua hal itu tidak bisa dilakukan dengan cepat. Semua itu
adalah proses yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
Halangan dan hambatan akan terus ada, semua itu menjadi sebuah siklus pengembangan
kurikulum. Setelah direncanakan, dikerjakan kemudian dilihat hasilnya. Semua tahap itu
dievaluasi. Kemudian disempurnakan kembali. Proses ini akan selalu terjadi secara berulang
ulang.
Dengan proses yang berjalan sesuai dengan prosedur dan tahap yang direncanakan,
semua pihak tentunya berharap hasil yang sesuai dengan target yang telah direncanakan.
Harapan akan peserta didik yang bukan hanya berilmu tinggi tetapi juga berakhlak mulia
tentunya dapat diwujudkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada
Media.
Agus Salim Mansyur. 2007. Pengembangan Kurikulum Berbasis Karakter: Konsepsi dan
Implementasinya. Jurnal Pendidikan Universitas Garut Vol. 01 No. 01. 2007
22