Anda di halaman 1dari 18

Makalah

PROBLEMATIKA DAN HARAPAN PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM PADA SEKOLAH UMUM

Di

S
U
S
U
N

OLEH :

NAMA : YASNAINI
NIM : 2021530012

DOSEN PENGASUH: Dr. AL-MUHAJIR, MA

PRODI MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
IAIN LHOKSEUMAWE
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 4

A. Pengertian Problematika Pendidikan Agama Islam ...................... 4

B. Problematika Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum ........ 6

C. Cara Mengatasi Problematika PAI di Sekolah Umum .................. 7

D. Harapan Terhadap Pendidikan Agama Islam ............................... 9

BAB III PENUTUP .................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 secara tegas menyatakan bahwa


pendidikan agama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan
nasional. Setiap lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai perguruan
tinggi wajib memasukkan pendidikan agama sebagai muatan kurikulum. Pasal
37 ayat (1) menjelaskan bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwakepada
Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. 1 Pendidikan agama Islam yang
dimasukkan dalam kurikulum pendidikan umum mulai dari tingkat dasar
sampai perguruan tinggi, merupakan bagian dari pendidikan Islam yang sarat
dengan nilai-nilai moral dan spiritual. Pendidikan Islam mempunyai misi
esensial untuk membangun karakter muslim yang memahami ajaran agamanya
serta mempunyai kesadaran imani yang diwujudkan ke dalam sikap dan
perilaku sehari-hari sebagai bentuk pengamalan ajaran agama. Menurut Syed
Muhammad Naquib Al-Attas, hasil yang ingin dicapai dari pendidikan Islam
adalah menciptakan manusia beradab dalam pengertian yang menyeluruh
meliputi kehidupan spiritual dan material. 2 Begitu juga menurut al-Abrasyi,
mencapai suatu akhlak yang sempurna (fadhilah) adalah tujuan utama pendidikan
Islam. jadi dari semua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama
islam adalah usaha sadar dan terencana melalui sebuah proses pembelajaran secara
islami.
Sedangkan problematika menurut bahasa inggris yaitu “problematic” yang
artinya persoalan atau masalah. Sedangkan ahli lain mengatakan bahwa definisi
problematika adalah suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang
diharapkan dapat menyelesaikan atau dapat mengurangi kesenjangan itu, dari

1
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2
Wan Mohd. Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib
alAttas (Bandung: Mizan,1998) hlm.174.
1
beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa problematika yaitu berbagai
persoalan-persoalan sulit yang dihadapi baik oindividu ataupun kelompok.
Pendidikan Agama Islam PAI di sekolah yang sedang berlangsung belum semuanya
memenuhi harapan kita sebagai umat Islam mengingat kondisi dan kendala yang
dihadapi, maka diperlukan pedoman dan pegangan dalam membina pendidikan
agama Islam. Ini semua mengacu pada usaha strategis pada rencana strategis
kebijakan umum Direktorat Jendral Pendidikan Agama Islam Departemen Agama
yaitu peningkatan mutu khusus mengenai pendidikan agama Islam di sekolah,
peningkatan mutu itu sendiri terkait dengan bagaimana kualitas hasil pembelajaran
pendidikan agama Islam pada peserta didik yang mengikuti pendidikan di sekolah.
Mutu itu sendiri sebetulnya sesuatu yang memenuhi harapan-harapan kita. Artinya
kalau pendidikan itu bermutu hasilnya memenuhi harapan-harapan dan keinginan-
keinginan kita. Kita bukan hanya sebagai pengelola, tetapi juga sebagai pelaksana
bersama semua pemangku kepentingan stakeholder termasuk masyarakat, dan
orang tua. Dalam kenyataannya, pendidikan agama Islam di sekolah masih banyak
yang belum memenuhi harapan. Misalnya kalau guru memberikan pendidikan
agama Islam kepada peserta didik, maka tentu yang kita inginkan adalah peserta
didik bukan hanya mengerti tetapi juga dapat melaksanakan praktek-praktek ajaran
Islam baik yang bersifat pokok untuk dirinya maupun yang bersifat
kemasyarakatan. Pendidikan agama Islam bukan hanya memperhatikan aspek
kognitif saja, tetapi juga sikap dan keterampilan peserta didik. Peserta didik yang
mendapatkan nilai kognitifnya bagus belum bisa dikatakan telah berhasil jika nilai
sikap dan keterampilannya kurang. Begitu pula sebaliknya, jika sikap atau
keterampilannya bagus tetapi kognitifnya kurang, belum bisa dikatakan pendidikan
agama Islam itu berhasil. Inilah yang belum memenuhi harapan dan keinginan kita.
Contoh lainnya, hampir sebagian besar umat Islam menginginkan peserta didiknya
bisa membaca Al Quran, namun bisakah orang tua mengandalkan kepada sekolah
agar peserta didiknya bisa membaca Al Quran, praktek pendidikan agama Islam di
sekolah, bisa mengerti dan mampu melaksanakan pokok- pokok ajaran agama atau
kewajiban-kewajiban ‘ainiyah seperti syarat dan rukun shalat. Maka sekolah
nampaknya belum bisa memberikan harapan itu karena terbatasnya waktu alokasi
2
atau jam pelajaran di sekolah. Cara yang bisa ditempuh guru dalam menambah
pembelajaran pendidikan agama Islam melalui pembelajaran ekstra kurikuler dan
tidak hanya pembelajaran formal di sekolah. Pembelajaran dilakukan bisa di
sekolah, yaitu di kelas atau di mushala. Bisa pula di rumah atau tempat yang
disetujui. Waktu belajarnya tentu diluar jam pelajaran formal. Cara ini memang
membutuhkan tambahan fasilitas, waktu, dan tenaga guru, tapi itulah tantangan
guru yang tidak hanya mengajar tetapi memiliki semangat dakwah untuk
menyebarkan ilmu di mana pun dan kapan pun. Untuk itu diperlukan koordinasi
dan kerja sama yang baik antara guru dengan orang tua serta masyarakat.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Problematika Pendidikan Agama Islam


Problematika menurut bahasa inggris yaitu “problematika” yang artinya
persoalan atau masalah. Sedangkan ahli lain mengatakan bahwa definisi
problematika adalah suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang
diharapkan dapat menyelesaikan atau dapat mengurangi kesenjangan itu, dari
beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa problematika yaitu berbagai
persoalan-persoalan sulit yang dihadapi baik individu ataupun kelompok.
Pendidikan dalam arti bahasa adalah sebuah proses pengubahan sikap dan
perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran
dan pelatihan.3
Pendidikan Agama merupakan salah satu materi yang bertujuan
meningkatkan akhlak mulia serta nilai-nilai spiritual dalam diri anak. Dalam
peraturan pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan, bahwa pendidikan agama adalah pendidikan yang
memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan
peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-
kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan. 4
Pendidikan agama secara spesifik mengungkapkan bahwa tujuannya adalah
membentuk sikap yang mana harapannya adalah psikomotorik yang terbentuk pada
diri peserta didik. Sangat jelas secara definitif bahwa pendidikan agama fungsinya
adalah membentuk sikap yang dapat teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam Peraturan Pemerintah fungsi dari Pendidikan Agama adalah membentuk
manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta

3
Ummi Chulsum dan Windy Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 195.
4
Kelembagaan.ristekdikti.go.id/2016/08 PP_55_2007-Pendidikan Agama Keagamaan.pdf Diakses
pada 29 Maret 2018. Jam 21.29
4
berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan hubungan antar umat
beragama. Adapun tujuan dari pendidikan agama adalah untuk berkembangnya
kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-
nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni.
Pendidikan semestinya dijadikan sebagai upaya untuk menjadikan manusia
lebih bermartabat dan dijadikan sarana untuk menyadarkan manusia akan arti
penting nilai-nilai kemanusiaan. Oleh sebab itu, menurut Sudarwan Danim. 5 agenda
utama pendidikan adalah proses memanusiakan manusia menjadi manusia. Proses
pemanusiaan tersebut dapat diupayakan melalui berbagai kegiatan pembelajaran
yang dapat mendorong tumbuh kembangnya kesadaran nilai-nilai kemanusiaan,
di antaranya melalui pendidikan agama. Dalam UndangUndang No.20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1 dijelaskan bahwa sebagai
agenda proses kemanusiaan dan pemanusiaan, pendidikan dapat dipandang dari 2
sisi, yaitu: pertama, sebagai proses pendewasaan peserta didik untuk hidup pada
alam demokrasi dan, kedua, sebagai proses penyiapan peserta didik memasuki
sektor ekonomi produktif.
Memposisikan pendidikan sebagai sarana untuk menyiapkan peserta didik
memasuki wilayah ekonomi produktif merupakan hal semu, karena proses
pembelajaran di sekolah tidak mendorong terbentuknya semangat dan kesadaran
peserta didik tentang arti penting kemandirian dan keterampilan dalam menghadapi
kehidupan nyata. Sementara itu dunia industri menuntut profil lulusan pendidikan
yang mempunyai kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan kebutuhan
perusahaan. Sebagai akibatnya banyak dunia pendidikan di Indonesia yang berpikir
secara pragmatis dengan mengikuti logika “kapitalisme” dan mengabaikan
pentingnya membangun kesadaran yang humanis.
Jadi dari sekian definisi di atas dapat disimpulkan bahwa PAI adalah suatu
upaya sadar dan terencana dalam memberikan bantuan guna menyiapkan peserta
didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani dan bertakwa

5
Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003),
hlm.4.
5
dan berakhlakul karimah dalam menjalankan ajaran Agama Islam dari sumber
utamanya yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits yang melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan serta penggunaan pengalaman.

B. Problematika Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum


Dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah, banyak sekali
muncul problematika-problematika. Berbagai problematika yang muncul bias
berkenaan dengan masalah yang bersifat internal, maupun eksternal. Yang
berkaitan dengan internal sekolah, misalnya guru yang belum berkompeten,
maupun sarana prasarana yang tidak mendukung. Sedangkan permasalahan dari
eksternal, biasa datang dari kurangnya dukungan masyarakat (orang tua murid),
ataupun kurangnya dukungan dari pemerintah daerah setempat.
Berikut beberapa problematika-problematika yang ada didalam kelas atau
mapel:
1. Al – Qur’an Hadits
a. Kurangnya kemampuan siswa dalam membaca dan menulis
b. Waktu yang tersedia tidak mencukupi apabila pembelajaran al-Qur’an di
tambah
c. Kurangnya materi hadits yang ada di dalam kurikulum
d. Bersifat hafalan
2. Aqidah akhlak
a. Lebih bersifat pendoktrinan
b. Lebih menekankan pada bidang kognitif
c. Contoh-contoh yang diberikan lebih bersifat ideal lama
3. Fiqih
a. Penilaian sering kali menekankan pada kemampuan kognitif
b. Kurangnya sarana prasarana
4. SKI
a. Seringkali hanya bersifat narasi dan hafalan
b. Kurangnya minat siswa dalam mempelajari sejarah agama islam

6
C. Cara Mengatasi Problematika PAI di Sekolah Umum
Untuk mengatasi problematika pelaksanaan pendidikan agama islam di
sekolah dapat diupayakan beberapa solusi yang diharapkan mampu menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi sebagaimana yang akan diuraikan ini:
1. Upaya mengatasi problematika peserta didik dalam PAI
Untuk mengatasi berbagai problem peserta didik dalam pelaksanaan
pendidikan agama di sekolah, dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Solusi terhadap problem yang terdapat pada peserta didik sangat
dipengaruhi oleh kesiapan individu sebagai subjek yang melakukan
kegiatan belajar baik siap dalam kondisi fisik atau psikis (jasmani atau
mental) individu yang memungkinkan dapat melakukan belajar.
b. Adanya motivasi terhadap peserta didik baik motivasi intrinsik yaitu
motivasi yang datang dari peserta didik atau motivasi ekstrintik yaitu
motivasi yang datang dari lingkungan di luar diri peserta didik. Dalam
hubungan ini motivasi dapat dilakukan dengan jalan menimbulkan atau
mengembangkan minat peserta didik dalam melakukan kegiatan
belajarnya. Para pendidik diharapkan mampu menumbuhkan dan
mengembangkan minat peserta didik dalam melakukan kegiatan
belajar-mengajar.Dengan demikian peserta didik akan memperoleh
kepuasan dan unjuk kerja yang baik. (Muhammad Surya, 2003) Untuk
dapat menjamin belajar dengan baik peserta didik harus memiliki
perhatian terhadap mata pelajaran yang dipelajarinya. Sebaliknya jika
bahan pelajaran tidak menarik, maka akan membosankan. Hal itu akan
mengakibatkan prestasi belajar peserta didik di sekolah akan jadi turun.
Karena itu pendidik harus mengusahakan agar bahan pelajaran yang
diberikan dapat menarik perhatian siswanya. Jika perlu diberi selingan
dengan humor, agar peserta didik tidak merasa jenuh menerima mata
pelajaran.
c. Mengingat adanya hambatan terhadap peserta didik tersebut maka
sebaiknya pendidik mengadakan test untuk mengetahui kemampuan
7
peserta didik. Apabila mayoritas peserta didik memiliki kemampuan
intelegensi tinggi, maka bagi peserta didik yang intelegensi rendah
perlu diusahakan memberikan pelajaran tambahan atau peserta didik
yang intelegensi rendah perlu diusahakan dengan cara jalan lain yaitu
dengan menempatkan peserta didik pada kelas yang memiliki
kemampuan rata rata yang sama.
2. Upaya Mengatasi Problem Pendidik dalam PAI.
a. Penghasilan pendidik dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Karena
rendahnya gaji pendidik akan mengakibatkan terhambatnya usaha
dalam meningkatkan profesionalitas kualitas pendidik.
b. Seorang pendidik memahami tabiat, kemampuan dan kesiapan peserta
didik.
c. Seorang pendidik harus mampu menggunakan variasi metode
mengajar dengan baik, sesuai dengan karakter materi pelajaran dan
situasi belajar mengajar.
3. Upaya Mengatasi Problem Manajemen dalam PAI.
Dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah, seharusya terjalin
hubungan antara sekolah dengan orang tua peserta didik dimaksudkan
agar orang tua mengetahui berbagai kegiatan yang direncanakan dan
dilaksanakan di sekolah untuk kepentingan peserta didik dan juga orang
tua peserta didik mau memberi perhatian yang besar dalam menunjang
program program sekolah.
Terjalinnya sekolah dengan masyarakat bertujuan memelihara
kelangsungan hidup sekolah dan memproleh bantuan dan dukungan dari
masyarakat dalam rangka mengembangkan pelaksanan program program
sekolah.
4. Upaya Mengatasi Problem Sarana dan Prasarana dalam PAI.
Sarana pendidikan sangat menunjang dalam proses belajar mengajar, hal
ini akan menunjang tercapainya tujuan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di madrasah.diantaranya adalah Gedung sekolah yang memadai
sehingga membuat peserta didik senang dan bergairah belajar di dalam
8
sekolah. Sekolah harus memiliki perpustakaan dan dimanfaatkan secara
optimal baik oleh pendidik atau peserta didik. Adanya alat alat peraga
yang lengkap akan sangat membantu pencapaian tujuan pendidikan.
Adanya alat sarana untuk ibadah.
Jadi dari sekian banyak problema maka disitu pasti ada solusi yang
dimana akan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada,
tinggal kemauan dari hati mau tidak untuk berubah dan mengatasi
masalah yang ada dalam lingkup pendidikan di sekolah.

D. Harapan Terhadap Pendidikan Agama Islam

Gambaran umum tentang mutu pendikan pendidikan agama Islam di


sekolah belum memenuhi harapan-harapan dalam peningkatan kualitas pendidikan
agama Islam di sekolah yang menjadi agama sebagai benteng moral bangsa.
Kondisi ini dipengaruhi sekurang-kurangnya oleh tiga faktor, yaitu pertama sumber
daya guru, kedua pelaksanaan pendidikan agama Islam, dan ketiga terkait dengan
kegiatan evaluasi dan pengujian tentang pendidikan agama Islam di sekolah.

1. Sumber daya manusia berupa guru.


Pendidikan mutu guru sebagai pendidik dan tenaga kependikan
dilaksanakan dengan mengacu pada standar pendidik dan tenaga kependidikan
mata pelajaran dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP). Untuk itu dilakukan
kegiatan-kegiatan penyediaan guru pendidikan agama Islam untuk satuan
pendidikan peserta didik usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi pada jalur formal dan non formal, serta informal. Dilakukan
pula pendidikan dan pelatihan metode pembelajaran pendidikan agama Islam,
pemberian bea peserta didik Strata 1 (S – 1) untuk guru pendidikan agama Islam,
dan juga melakukan sertifikasi guru pendidikan agama Islam.
Guru pendidikan agama Islam di sekolah dilihat dari segi latar belakang
pendidikan kira-kira 60% khususnya sudah mencapai S – 1 dari berbagai
lembaga pendidikan tinggi. Namun lulusan S1 ini belum mejadikan guru yang
bermutu dalam menyampaikan pendidikan agama Islam. Oleh karena itu guru

9
perlu dibina dalam bentuk kelompok kerja guru mata pelajaran yang dikenal
dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) untuk meningkatkan
kemampuannya, karena peningkatan kemampuan itu harus dilakukan secara
terus-menerus, belajar sepanjang hayat, minal mahdi ilallahdi. Apalagi zaman
sekarang perkembangan ilmu pengetahuan sangat pesat yang jika tidak diikuti
maka guru akan ketinggalan informasi. Di MGMP digunakan sebagai forum
meningkatkan kemampuan secara internal melalui upaya diskusi kelompok atau
belajar kelompok.
Peningkatan kemampuan guru juga diberikan kepada guru-guru yang belum
mencapai gelar S – 1 sesuai dengan Undang-Undang yaitu memberikan
kesempatan melanjutkan pendidikan tanpa banyak meninggalkan tugas-tugas di
sekolah yaitu dengan merancang suatu program pendidikan dualmode system.
Dualmode system adalah dua modus belajar yaitu menggunakan modul sebagai
bahan belajar mandiri (BBM), kemudian ada kuliah secara tatap muka di tempat
yang sudah ditunjuk dan disepakati antara mahasiswa dengan dosennya.
Dualmode system itu hakekatnya sama dengan Universitas Terbuka yang
melaksanakan belajar jarak jauh, namun berbeda dengan kelas jauh dari suatu
perguruan tinggi. Kalau kelas jauh perguruan tinggi membuka kelas di luar
kampusnya, sehingga menyulitkan untuk mengontrol kualitas pembelajaran dan
kualitas lulusannya. Program belajar jarak jauh belajarnya menggunakan sarana
atau alat, dengan alat utamanya berupa modul. Jadi yang dipelajari adalah modul
sebagai bahan kuliah. Di dalam modul itu ada tujuan pembelajarannya yang
harus dicapai setelah menyelesaikan satu materi pelajaran, ada materi pelajaran
yang diajarkannya kemudian langsung dilengkapi dengan format evaluasinya.
Mereka belajar sendiri dan mengukur kemampuan sendiri. Tetapi pada waktu-
waktu tertentu mereka diberikan kesempatan untuk berkumpul di suatu tempat
yang ditentukan, kemudian dosennya datang untuk memberikan respons, tanya
jawab, diskusi, dan pengayaan terhadap modul yang sudah dipelajari tersebut.
Begitu pula ujiannya diisi langsung oleh dosen. Inilah yang disebut dengan
belajar jarak jauh plus tatap muka.

10
Dengan demikian guru-guru tidak terlalu berat meninggalkan waktu
sekolah, tetapi tetap harus datang ke tempat-tempat yang telah ditunjuk untuk
kuliah tatap muka. Secara Undang-Undang pun kegiatan ini legal, karena ada
pasal atau Bab dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun
2003 pasal 31 dan SK Mendiknas No. 107/U/2001 tentang PTJJ (Perguruan
Tinggi Jarak Jauh). Dalam Undang-Undang itu secara lebih spesifik
mengizinkan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia untuk melaksanakan
pendidikan melalui cara Perguruan Tinggi Jarak Jauh dengan memanfaatkan
teknologi komunikasi dan informasi, misalnya dengan memanfaatkan perangkat
komputer dengan internetnya seperti e-learning atau e-mail. Belajar jarak jauh
ini tidak boleh diselenggarakan atau dibuka oleh perguruan tinggi yang tidak
ditugasi, jadi harus dikendalikan atau dikoordinasikan.
Ada dua jalur/cara dalam rangka peningkatan kualitas kemampuan guru,
pertama adanya jalur resmi untuk mengikuti pendidikan S1, kedua yang rutin
mengikuti kegiatan-kegiatan melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP). Dari kedua jalur ini, diharapkan guru pendidikan agama Islam di
sekolah tidak berjalan begitu saja dan kemampuannya juga tidak meningkat.
Sebagai orang Islam kita berpegang kepada suatu kaidah yang menyatakan
bahwa kalau hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka celaka. Kalau hari ini
sama dengan hari kemarin, maka rugi, dan kalau hari ini lebih bagus dari hari
kemarin, maka beruntung. Maka harus ada upaya-upaya untuk terus menerus
belajar minal mahdi ilallahdi. Dalam salah satu hadits dinyatakan bahwa jadilah
kalian orang yang mengajar, atau jadilah orang-orang belajar atau kalau tidak
kedua-duanya sekurang-kurangnya mendengarkan. Janganlah jadi yang keempat
yaitu tidak mengajar, tidak belajar, dan tidak mendengar. Untuk itulah guru yang
harus selalu meningkatkan kualitas dirinya.

2. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam


Pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan agama Islam berorientasi
pada penerapan Standar Nasional Pendidikan. Untuk itu dilakukan kegiatan-
kegiatan seperti pengembangan metode pmbelajaran pendidikan agama Islam,
11
pengembangan kultur budaya Islami dalam proses pembelajaran, dan
pengembangan kegiatan-kegiatan kerokhanian Islam dan ekstrakurikuler.
Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah masih menunjukkan
keadaan yang memprihatinkan. Banyak faktor yang menyebabkan keprihatinan
itu, antara lain pertama, dari segi jam pelajaran yang disediakan oleh sekolah
secara formal, peserta didik dikalkulasikan waktunya hanya 2 jam pelajaran per
minggu untuk mendidik agama. Coba bandingkan dengan mata pelajaran lainnya
yang bisa mencapai 4 – 6 jam per minggu. Implikasinya bagi peserta didik adalah
hasil belajar yang diperolehnya sangat terbatas. Sedangkan implikasi bagi guru
itu sendiri adalah guru dituntut untuk melaksanakan kewajiban
menyelenggarakan proses pembelajaran sebanyak 24 jam per minggu. Yang jadi
persoalan adalah kalau seorang guru agama ditugasi mengajar di sekolah,
misalnya di sekolah dasar (SD) ada 6 kelas kemudian di satu kelas guru mengajar
3 jam pelajaran, sehingga maksimal pembelajaran yang dilaksanakan guru
adalah 18 jam pelajaran. Berarti guru tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan
tugas yang diberikan oleh pemerintah. Implikasinya adalah guru tersebut tidak
berhak memperoleh tunjangan-tunjangan sebagai guru karena kewajiban
mengajarnya belum memenuhi syarat yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
Tuntutan itu harus benar-benar diperhitungkan karena pemerintah memberikan
dan menaikkan tunjangan-tunjangan bukan hanya gaji kepada guru yang
melaksanakan tugas kewajibannya sesuai dengan jumlah jam pelajaran yang
sudah ditentukan. Mulai tahun 2009 ini sekurang-kurangnya gaji guru ini bisa
memperoleh penghasilan 4 juta rupiah kalau sudah disertifikasi. Sehingga upaya
pemerintah ini cukup bagus yaitu dengan menaikkan kesejahteraan guru.
Kemudian supaya guru-guru memenuhi tuntutan itu, maka guru dapat
menggunakan ekstra kurikuler di dalam pembinaan agama Islam. Untuk ekstra
kurikuler banyak yang bisa dilakukan. Misalnya membina peserta didik belajar
Al Quran, praktek wudlu maupun praktek sholat dan sebagainya. Kalau tidak
melalui ekstrakurikuler dan dikontrol satu persatu maka tidak akan ketemu orang
yang memang memerlukan pembinaan itu. Jadi yang namanya mengajar itu
jangan hanya cukup di dalam kelas saja, apalagi kelas itu kurang dari tuntutan
12
minimal wajib mengajar. Jadi seharusnya dilakukan diskusi-diskusi dengan
guru-guru agama untuk memenuhi tuntutan kewajiban mengajar.
Pelaksanaan pendidikan agama Islam tidak hanya disampaikan secara
formal dalam suatu proses pembelajaran oleh guru agama, namun dapat pula
dilakukan di luar proses pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Guru bisa
memberikan pendidikan agama ketika menghadapi sikap atau perilaku peserta
didik. Pendidikan agama merupakan tugas dan tanggung jawab bersama semua
guru. Artinya bukan hanya tugas dan tanggung jawab guru agama saja melainkan
juga guru-guru bidang studi lainnya. Guru-guru bidang studi itu bisa
menyisipkan pendidikan agama ketika memberikan pelajaran bidang studi. Dari
hasil pendidikan agama yang dilakukan secara bersama-sama ini, dapat
membentuk pengetahuan, sikap, perilaku, dan pengalaman keagamaan yang baik
dan benar. Peserta didik akan mempunyai akhlak mulia, perilaku jujur, disiplin,
dan semangat keagamaan sehingga menjadi dasar untuk meningkatkan kualitas
dirinya.

3. Melakukan Evaluasi.
Mengenai evaluasi pendidikan agama Islam ini terkadang terjadi hal-hal
yang di luar dugaan. Misalnya ada peserta didik yang jarang sekolah, malas dan
merasa terpaksa mengikuti pelajaran agama, tetapi ketika dievaluasi dia
mendapatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang
rajin belajar agama. Artinya yang salah itu adalah evaluasinya karena yang
dilakukan hanyalah mengukur unsur kognitifnya saja. Oleh karena itu evaluasi
pendidikan agama Islam jangan hanya mengandalkan evaluasi kemampuan
kognitif saja, tetapi harus dievaluasi juga sikap, prakteknya atau keterampilan
(psikomotor) dan sikapya (afektif). Guru melakukan pengamatan terhadap
perilaku sehari-hari peserta didik tersebut apakah peserta didik itu shalat? Kalau
dilaksanakan apakah shalatnya benar sesuai tata caranya? Evaluasi ini
sebetulnya menentukan status peserta didik tentang hasil belajarnya itu apakah
sudah mencapai tujuan yang ingin dicapai atau tidak. Kalau tujuan agama itu
adalah supaya peserta didik bisa menjalankan agama Islam dengan baik maka
13
evaluasinya harus sesuai, dan evaluasinya itu bukan hanya hafal tentang kaidah-
kaidah tentang kemampuan kognitif saja tetapi juga yang bersifat praktikal.
Berkaitan dengan evaluasi pendidikan agama Islam, ada usulan yang kuat dari
berbagai kalangan agar pendidikan agama Islam sebaiknya masuk pada ujian
nasional, sehingga menjadi bahan untuk dipertimbangkan peserta didik lulus
atau tidak lulus di suatu lembaga pendidikan. Ujiannya jangan sekedar
mengukur kemampuan kognitif melainkan juga kemampuan yang bersifat
psikomotor, praktek dan perilaku, serta sikap peserta didik sebagai orang yang
menganut ajaran agama Islam.

14
BAB III
PENUTUP

Problematika menurut bahasa inggris yaitu “problematika” yang artinya persoalan


atau masalah. Sedangkan pendidikan agama islam adalah suatu upaya sadar dan
terencana dalammemberikan bantuan guna menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani dan bertakwa dan
berakhlakul karimah dalam menjalankan ajaran Agama Islam dari sumber
utamanya yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits yang melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan serta penggunaan pengalaman.
Problem atau masalah ada dua yaitu: yang bersifat internal maupun eksternal,
problem yang bersifat internal misalnya seperti kurangnya sarana prasarana,
problem tentang siswa maupun guru dan lain sebagainya, adapun juga yang dari
factor eksternal yatu salah satunya tidak adanya hubungan yang baik antara sekolah
dengan masyarakat sekitar ataupun wali murid yang dimana akan terjadi
diskomunikasi antara pihak sekolah dengan masyarakat.
Gambaran umum tentang mutu pendidikan agama Islam di sekolah belum
memenuhi harapan-harapan dalam peningkatan kualitas pendidikan agama Islam di
sekolah yang menjadi agama sebagai benteng moral bangsa. Kondisi ini
dipengaruhi sekurang-kurangnya oleh tiga faktor, yaitu pertama sumber daya guru,
kedua pelaksanaan pendidikan agama Islam, dan ketiga terkait dengan kegiatan
evaluasi dan pengujian tentang pendidikan agama Islam di sekolah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.


Wan Mohd. Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed
Muhammad Naquib al-Attas. Bandung: Mizan,1998.
Ummi Chulsum dan Windy Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Moh. Wardi, Probleatika Pedidika Isla da “olusi Alteratifya. Tadrîs, 1. Juni, 2013.
Kelembagaan.ristekdikti.go.id/2016/08 PP_55_2007-Pendidikan Agama
Keagamaan.pdf.
Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003

16

Anda mungkin juga menyukai