Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN

MADRASAH DINIYAH DAN PONDOK PESANTREN

Disusun Oleh :

Muh. Rauf Qubra


2022040202017

Dosen Pengempu :

Dr. H. Moh. Yahya Obaid, M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PASCASARJANA IAIN KENDARI
T.A. 2023/2024 M
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................... i
BAB I ................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A. Analisis Kebijakan Pengembangan Pendidikan Madrasah Diniyah ....... 3
B. Analisis Kebijakan Pengembangan Pendidikan Pondok Pesantren ........ 9
BAB III ............................................................................................................... 15
PENUTUP ........................................................................................................... 15
A. Simpulan ................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan madrasah diniyah dan pondok pesantren memiliki peran strategis
dalam membentuk karakter dan moralitas masyarakat di Indonesia. Kedua lembaga
pendidikan ini tidak hanya berfokus pada aspek akademis, tetapi juga mendidik siswa
dalam nilai-nilai keagamaan dan kemandirian. Meskipun memiliki kontribusi yang
signifikan, madrasah diniyah dan pondok pesantren masih menghadapi sejumlah
tantangan dalam pengembangannya.
Salah satu tantangan utama adalah ketidaksetaraan akses terhadap pendidikan
antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Banyak pondok pesantren dan madrasah
diniyah yang terletak di daerah terpencil, di mana infrastruktur pendidikan dan
dukungan pemerintah seringkali kurang optimal. Hal ini dapat memengaruhi kualitas
pendidikan yang diberikan dan kesetaraan akses terhadap peluang pendidikan bagi
masyarakat di berbagai daerah.
Selain itu, kebijakan-kebijakan pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah
juga perlu dievaluasi untuk memastikan bahwa mereka mendukung pengembangan
optimal madrasah diniyah dan pondok pesantren. Tantangan regulasi, pendanaan, dan
kurikulum menjadi aspek-aspek yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di lembaga-lembaga ini. Analisis mendalam terhadap kebijakan-kebijakan
tersebut dapat membantu mengidentifikasi potensi perbaikan dan penyempurnaan.
Undang-undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia Salah satu ketentuan dari sistem pendidikan tersebut membawa kebaikan
bagi pendidikan agama dan keagamaan, oleh karenanya yang selama ini kurang
mendapat perhatian dari pemerintah. Seperti lembaga pondok pesantren dan lembaga
pendidikan madrasah dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 55/2007 tentang
Pendidikan Agama dan Keagaaman, Peraturan Menteri Agama No 13 Tahun 2014
tentang Pendidikan Agama Islam dan UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren
maka Pendidikan Madrasah Diniyah dan Pondok Pesantren disetarakan dengan

1
pendidikan formal pada umumnya sehingga lembaga pendidikan agama mendapatkan
bantuan keuangan dan fasilitas Pendidikan lainnya.
Dengan memahami latar belakang masalah ini, analisis kebijakan dapat
dilakukan secara komprehensif untuk merumuskan rekomendasi dan solusi yang
dapat meningkatkan efektivitas dan kualitas pendidikan madrasah diniyah dan
pondok pesantren di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kebijakan Pengembangan Pendidikan Madrasah Diniyah ?
2. Bagaimana Kebijakan Pengembangan Pendidikan Pondok Pesantren ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Kebijakan Pengembangan Pendidikan Madrasah
Diniyah
2. Untuk mengetahui Kebijakan Pengembangan Pendidikan Pondok
Pesantren

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Analisis Kebijakan Pengembangan Pendidikan Madrasah Diniyah

Pendidikan Diniyah merupakan Pendidikan Keagamaan yang diamanahkan dalam


Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2007. Fungsi Pendidikan Keagamaan
sebagaimana dijelaskan pada pasal 8 yaitu mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memahami, mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan
mewujudkan kecakapan sebagai ahli ilmu agama.
Madrasah diniyah adalah lembaga pendidikan yang keseluruhan mata
pelajarannya adalah mata pelajaran agama Islam yang memungkinkan peserta
didiknya menguasai materi ilmu agama secara baik dikarenakan padat dan
lengkapnya materi ilmu agama yang disajikan dalam proses pembelajaran di
madrasah diniyah (Aimin, 2004).
Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan keagamaan di luar sekolah
formal yang diharapkan mampu secara terus menerus memberikan pendidikan agama
Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan
melalui sistem klasikal serta menerapkan jenjang Pendidikan (PMA, 2014). Hal ini
sesuai dengan peraturan pemerintah No. 55 Tahun 2007 yang menjelaskan tentang
pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pasal 14 ayat 1 bahwa madrasah atau
pendidikan diniyah adalah termasuk dalam pendidikan keagamaan Islam yang
bersifat nonformal.
Madrasah diniyah merupakan suatu lembaga pendidikan yang
menyelenggarakan pembelajaran dan pendidikan dikhususkan dalam hal pengetahuan
agama Islam kepada peserta didik dengan jenjang usia 7 (tujuh) sampai 18 (delapan
belas) tahun, sedangkan proses pembelajarannya dilaksanakan dengan model klasikal.
(PMA, 2014). Madrasah diniyah yang sifatnya suplemen terhadap pendidikan umum
ini menyajikan pendidikan agama dan bahasa Arab kepada peserta didik dari sekolah
umum yang bermaksud menambah ilmu pengetahuan agamanya.

3
Sesuai pedoman yang dikeluarkan oleh kementrian agama RI, bahwasanya
tujuan dari madrasah diniyah adalah sebagai berikut ;
• Memberikan bekal kemampuan dasar kepada warga belajar untuk
mengembangkan kehidupannya sebagai warga muslim yang
beriman,bertakwa, dan beramal shaleh serta berakhalak mulia, warga negara
Indonesia yang berkepribadian, percaya kepada diri sendiri, serta sehat
jasmani rohani.
• Membina warga belajar agar memiliki pengalaman,pengetahuan, ketrampilan
beribadah, dan sikap terpuji yang berguna dalam sikap pribadinya
• Mempersiapkan warga belajar untuk dapat mengikuti pendidikan agama Islam

Madrasah diniyah dikelompokkan ke dalam pendidikan keagamaan di luar


sekolah atau nonformal yang tujuannya adalah untuk mempersiapkan peserta didik
menguasai pengetahuan agama Islam dan dibina oleh kementrian agama RI. Materi
yang diajarkan di madrasah diniyah dalam kaitannya untuk mempersiapkan peserta
didik menguasai ilmu agama seperti pelajaran dalam bidang al-Qur`an, hadits, akidah.
akhlak, fiqih, sejarah kebudayaan islam, bahasa Arab dan praktek ibadah (Saha,
2005).
Secara kurikulum madrasah diniyah memiliki karakteristik yang berbeda-beda
dan mempunyai berbagai macam orientasi yang berbeda antara madrasah satu dengan
madrasah lainnya. Perbedaan itu disebabkan oleh beberapa faktor yang dipengaruhi,
seperti latar belakang atau pendiri madrasah, budaya lokal sekitar madrasah, tingkat
permintaan publik untuk pendidikan agama, kondisi sosial ekonomi masyarakat
sekitar, dan sebagainya.
Dalam peraturan manteri agama republik Indonesia no 13 tahun 2014 tentang
Pendidikan keagamaan Islam pada bab III pasal 20 pendidikan terdiri atas Pendidikan
diniyah formal, Pendidikan diniyah nonformal dan Pendidikan diniyah informal.

4
a) Pendidikan Diniyah Formal.
Pendidikan Diniyah Formal (PDF) adalah satuan pendidikan formal
yang diperkenalkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia sebagai
bagian dari peta pendidikan formal di Indonesia berdasarkan Peraturan
Menteri Agama (PMA) No.13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan
Islam.
Pendidikan Diniyah Formal memiliki kebebasan untuk menyusun
kurikulum hanya saja harus berbasis pada kitab kuning dan masing-masing
pendidikan diniyah formal juga berkewajiban memasukkan materi pelajaran
umum seperti Pancasila, Kewarganegaraan dan Matematika.
Pendidikan Diniyah Formal yang dimulai dari tingkat ula (dasar),
wustha (Menengah), ‘ulya (tinggi), dan kemudian terakhir Ma’had ‘Aly.
• Pendidikan Diniyah Formal untuk tingkat Ula diajarkan sepeti Al-Qur’an
Hadits, Tauhid, Fiqh, Akhlaq, Tarikh, dan Bahasa Arab
• Untuk tingkatan Wustha pelajaran yang diajarkan seperti Al-Qur’an,
Tafsir-Ilmu Tafsir, Hadis-Ilmu Hadis, Tauhid, Fiqh-Ushul Fiqh, Akhlak-
Tasawuf, Tarikh, Bahasa Arab, Nahwu-Sharf, Balaghah, dan Ilmu Kalam.
Untuk pelajaran umum yang diajarkan ditingkat wustha adalah
pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika dan ilmu
pengetahuan alam. 11 mata pelajaran agama dan 4 mata pelajaran umum.
• Sementara untuk tingkat ulya, kurikulum pendidikan keagamaan Islam
yang diajarkan yaitu Alquran, Tafsir-Ilmu Tafsir, Hadis-Ilmu Hadis,
Tauhid, Fiqh-Ushul Fiqh, Akhlak-Tasawuf, Tarikh, Bahasa Arab, Nahwu-
Sharf, Balaghah, Ilmu Kalam, Ilmu Arudh, Ilmu Mantiq, dan Ilmu Falak.
Sedangkan untuk mata pelajaran umum, selain empat mata pelajaran
sebagaimana di tingkat wustha, maka di tingkat ulya bertambah satu lagi.
Yaitu pelajaran Seni dan Budaya. Jadi di tingkat ulya ini ada 14 mata
pelajaran agama dan 5 pelajaran umum.

5
b) Pendidikan Diniyah Non Formal
Pendidikan Diniyah Nonformal yang disebut juga pendidikan diniyah
takmiliyah adalah lembaga pendidikan Islam non formal yang saat ini
berkembang pesat di masyarakat terutama di wilayah yang mayoritas
penduduknya beragama Islam. Lembaga pendidikan ini mengambil peran
yang sangat besar dalam melaksanakan tujuan pendidikan Nasional yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Dalam peraturan pemerintah No 55 Tahun 2007 tentang pendidikan
agama dan keagamaan. Untuk pendidikan keagamaan Islam terdapat dalam
pasal 21 ayat 1 yang menyatakan bahwa pendidikan diniyah non formal
diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, majelis taklim, pendidikan
Alquran, diniyah takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis. Berdasarkan pasal
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
• Pengajian kitab Pengajian kitab diselenggarakan dalam rangka
mendalami ajaran Islam dan/atau menjadi ahli ilmu agama Islam.
Penyelenggaraan pengajian kitab dapat dilaksanakan secara berjenjang
atau tidak berjenjang.
• Pendidikan Alquran bertujuan meningkatkan kemampuan peserta didik
membaca, menulis, memahami, dan mengamalkan kandungan Alquran.
Pendidikan Al-Qur’an terdiri dari Taman Kanak-Kanak Alquran (TKQ),
Taman Pendidikan Alquran (TPQ), Ta’limul Qur’an lil Aulad (TQA), dan
bentuk lain yang sejenis. Pendidikan Alquran dapat dilaksanakan secara
berjenjang dan tidak berjenjang. Penyelenggaraan pendidikan Alquran
dipusatkan di masjid, mushalla, atau ditempat lain yang memenuhi syarat.
Kurikulum pendidikan Alquran adalah membaca, menulis dan menghafal
ayat-ayat Alquran, tajwid, dan menghafal doa-doa utama.
• Diniyah Taklimiyah Diniyah takmiliyah bertujuan untuk melengkapi
pendidikan agama Islam yang diperoleh di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
SMK/MAK atau di pendidikan tinggi dalam rangka peningkatan

6
keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah. Penyelenggaraan
diniyah takmiliyah dapat dilaksanakan secara berjenjang atau tidak
berjenjang. Penyelenggaraan diniyah takmiliyah dilaksanakan di masjid,
mushalla, atau di tempat lain yang memenuhi syarat. Penamaan atas
diniyah takmiliyah merupakan kewenangan penyelenggara.
Penyelenggaraan diniyah takmiliyah dapat dilaksanakan secara terpadu
dengan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau pendidikan
tinggi. Pendidikan diniyah jenjang pendidikan tinggi antara lain Ma’had.
Penamaan “diniyah takmiliyah” yang umum dipakai masyarakat adalah
madrasah diniyah
• Majelis Taklim adalah lembaga atau kelompok masyarakat yang
menyeleggarakan Pendidikan keagamaan Islam yang bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman dan pengalaman ajaran agama Islam di
kalangan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.6 Selanjutnya Pasal 23
PP No. 55 tahun 2007 menyatakan Majelis taklim atau nama lain yang
sejenis bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada
Alloh SWT dan akhlak mulia peserta didik serta mewujudkan rahmat bagi
alam semesta. Kurikulum Majelis taklim bersifat terbuka dengan
mengacu pada pemahamn ketakwaan kepada Alloh SWT, serta akhlak
mulia.
Pembelajaran di Madrasah Diniyah biasanya dilaksanakan pada sore
hari. Kurikulum yang diajarkan pada Madrasah Diniyah Takmiliyah
sebagaimana diatur pada pasal 48 Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun
2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, yaitu Al Qur’an, Hadits, Aqidah,
Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab. Namun
demikian, lembaga penyelenggara Madrasah Diniyah Takmiliyah dapat
mengembangkan kurikulum sesuai kekhasan masing-masing berdasarkan
kearifan local.

7
c) Pendidikan Diniyah Non formal

Pendidikan diniyah informal diselenggarakan oleh masnyarakat dalam


rangka meningkatkan pemahaman dan pengalaman ajaran agama Islam,
diselenggarakan dalam bentuk kegiatan Pendidikan keagamaan Islam di
Lingkunga keluarga. Pendidikan diniyah informal merujuk pada jenis Pendidikan
agama Islam yang diselenggarakan dilingkungan keluarga dan masyarakat.

8
B. Analisis Kebijakan Pengembangan Pendidikan Pondok Pesantren

Perkataan pesantren berasal dari kata “santri”, yang dengan awalan pe dan
akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Namun, terkadang pesantren juga
dianggap sebagai gabungan dari kata “santri” (manusia baik) dengan suku kata “tra”
(suka menolong) sehingga kata pesantren dapat diartikan tempat pendidikan manusia
baik-baik (Haidar, 2009).
Secara terminologi, pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam
untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran
Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup
bermasyarakat sehari-hari (Mashutu).
Imam Bawani, dalam bukunya yang berjudul Tradisionalisme Dalam
Pendidikan Islam merumuskan pengertian pesantren sebagai berikut: Pesantren
adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, umumnya dengan cara non
klasikal, dimana seorang Kiyai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri
berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama abad pertengahan,
dan para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut.
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 18 tahun 2019 Bab I pasal 1: “
Pesantren adalah Lembaga yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh
perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam, dan/atau masyarakat yang
menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt., menyemaikan akhlak
mulia serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil'alamin yang tercermin dari
sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai luhur bangsa Indonesia
lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam, keteladanan, dan pemberdayaan
masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Mastuhu dalam Manfred tujuan pendidikan pondok pesantren adalah
menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlaq mulia, bermanfaat bagi masyarakat
atau berkhidmat pada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat
sekaligus menjadi rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian

9
nabi Muhammad saw (mengikuti sunnah nabi), mampu berdiri sendiri, bebas dan
teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan
umat Islam di tengah-tengah masyarakat (izzul Islam wal muslimin) serta mencintai
ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia.
Dari rumusan tujuan tersebut, tampak jelas bahwa pendidikan di pondok
pesantren sangat menekankan pentingnya untuk meningkatkan pemahaman
keagamaan yang dimana pesatren juga tujuan utamanya adalah tafakku findin,
memahami agama dan menanamkan nilai-niai keimanan dan ketakwaan kepada
Allah SWT,. serta mendapatkan akhlak yang mulia, ini sejalan yang di sebutkan di
UU sikdiknas 20 tahun 2003
Lembaga pendidikan pesantren memiliki beberapa elemen dasar yang
merupakan ciri khas dari pesantren itu sendiri, elemen itu adalah:
a. Pondok atau asrama Dalam tradisi pesantren, pondok merupakan unsur penting
yang harus ada dalam pesantren. Pondok merupakan asrama dimana para santri
tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan kiai. Zamakhsyari Dhofier,
menyebutkan beberapa alasan pokok pentingnya pondok dalam suatu pesantren,
yaitu: Pertama, banyaknya santri yang berdatangan dari tempat yang jauh untuk
menuntut ilmu kepada kyai yang sudah masyhur keahliannya. Kedudukan
pondok sebagai unsur pokok pesantren sangat besar sekali manfaatnya. Dengan
adanya pondok, maka suasana belajar santri, baik yang bersifat intra kurikuler,
ekstrakurikuler, kokurikuler dan hidden kurikuler dapat dilaksanakan secara
efektif. Santri dapat di kondisikan dalam suasana belajar sepanjang hari dan
malam.
b. Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dari pondok pesantren.
Masjid adalah bangunan sentral sebuah pondok pesantren, dibanding bangunan
lain, karena di masjid-lah tempat serbaguna yang selalu ramai atau paling banyak
menjadi pusat kegiatan para santri. Masjid yang mempunyai fungsi utama untuk
tempat melaksanakan shalat berjamaah, melakukan wirid dan do‟a, i‟tikaf dan
tadarus al-Qur'an atau yang sejenisnya. Namun bagi pondok pesantren dianggap
sebagai tempat yang tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek

10
beribadah kepada Allah, khutbah dan pengajaran kitab-kitab agama klasik.
Seorang kiai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren biasanya pertama-
tama akan mendirikan Masjid di dekat rumahnya. Dengan kata lain,
kesinambungan sistem pendidikan Islam yang berpusat pada Masjid al-Quba
yang didirikan di dekat Madinah pada masa Nabi Muhammad SAW, dan juga
dianut pada zaman setelahnya, tetap terpancar dalam sistem pendidikan
pesantren. Sehingga lembaga-lembaga pesantren selalu menjaga tradisi ini.
Bahkan bagi pondok pesantren yang menjadi pusat kegiatan.
c. Santri Kata santri sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa ”cantrik” yang berarti
orang yang selalu mengikuti guru kemana guru tersebut pergi menetap (dalam
istilah pewayangan) tentunya dengan tujuan agar dapat belajar darinya mengenai
keahlian tertentu. Istilah “santri” juga mempunyai dua pengertian yang berbeda,
yang pertama, santri diartikan sebagai orang-orang yang taat melaksanakan
perintah agama Islam.
d. Pengajaran kitab-kitab agama klasik Di Indonesia, pondok pesantren keilmuan,
sekurang-kurangnya, terdapat tiga dimensi utama, yakni „aqidah, syari‟ah, dan
akhlaq. Ketiga dimensi ini secara konsisten diajarkan pada para santri melalui
pengajaran teks-teks klasik yang secara umum sering disebut dengan istilah kitab
kuning.
e. Kiai, Seorang kiai yang sering kita jumpai di pesantren merupakan pendiri,
pemilik, pengasuh, pimpinan, guru tertinggi, dan komando pesantren, pengayom
santri, dan masyarakat sekitarnya serta konsultan agama (spritual).

11
Menurut Mohammad Takdir, secara sederhana model kurikulum
pesantren di Indonesia di klasifikasikan dalam tiga strata, yaitu (Takdir, 2018)

a. Pesatren Tradisional,
Pesantren tradisional sering dikenal dengan istilah pesantren salaf.
Secara substansial, pesantren tradisional lebih menekankan dan
memfokuskan pada kajian-kajian terhadap kitab-kitab klasik yang hanya
terbatas seperti pada ilmu fiqh, akidah, tata bahasa Arab, akhlak, tasawuf
dan sebagainya. Beberapa contoh model pesantren tradisional ini, ialah
Pondok Pesantren Dawar (Boyolali), Pondok Pesantren Al-Fadlu (Kendal)
dan Pondok Pesantren Al-Anwar (Sarang, Rembang) (Ibrahim, 2014).
Adapun secara umum, pesantren tradisional memiliki beberapa ciri,
sebagai berikut
• Tidak mempunyai manajemen dan administrasi modern serta
pengelolaan pesantren berpusat pada aturan yang telah dibuat oleh kiai.
• Terikat kuat dengan figur atau sosok seorang kiai sebagai tokoh utama
dari setiap kebijakan yang ada di pesantren.
• Pola dan sistem pendidikan bersifat konvensional dan berpijak pada
tradisi lama, pengajaran bersifat satu arah serta santri hanya
mendengarkan penjelasan dari figur kiai.
• Bangunan asrama santri tidak tertata rapi, masih menggunakan
bangunan kuno atau bangunan kayu yang sederhana.
b. Pesantren Modern
Pesantren modern disebut juga dengan istilah pesantren khalaf. Ciri
khas dari pesantren modern ialah tidak berfokus pada kajian kitab kuning
saja, namun juga mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi.
Dalam bentuk sistem pendidikannya sudah berwujud kurikulum yang di
organisasikan dengan berbagai perampingan terhadap nilai-nilai intrinsik
kitab kuning tersebut sehingga bersifat ilmiah yang disertai dengan ilmu-
ilmu umum.

12
Karakteristik dari model kurikulum pesantren ini adalah menitikberatkan
pada penguasaan bahasa asing, kurikulum berbasis modern, penekanan
pada rasionalitas, orientasi masa depan, percaturan hidup yang semakin
mengglobal dan keahlian terhadap teknologi informasi dan komunikasi
Adapun pesantren modern mempunyai empat ciri penting, diantaranya:
• Mempunyai manajemen dan administrasi modern yang sangat
terstruktur dengan baik.
• Tidak terikat pada figur dan sosok seorang kiai sebagai tokoh dan
pimpinan sentral yang utama.
• Pola dan sistem pendidikan yang digunakan modern dengan
kurikulum tidak hanya bergantung pada ilmu agama, namun juga
dengan ilmu dan pengetahuan umum.
• Sarana dan prasarana bangunan lebih mumpuni, tertata rapi,
permanen serta berpagar. Berbagai fasilitas pendidikan yang telah
disiapkan dalam pesantren modern menjadi salah satu keunggulan
tersendiri yang bisa meningkatkan kualitas sumber daya
manusianya.
Beberapa contoh model pesantren modern adalah Pesantren
Pondok Modern Darussalam Gontor, Darun Najah dan Darur Rahman
Jakarta

13
c. Pesantren Semi Modern
Pesantren semi modern yaitu perpaduan antara pesantren tradisional
dan pesantren modern. Ciri dari pesantren model seperti ini ialah nilai-nilai
tradisional yang masih melekat kental dan dipegang teguh, kiai masih
menempati posisi sentral yang utama dan norma kode etik pesantren masih
tetap menjadi standar pola pengembangan pesantren. Namun, pesantren juga
menerapkan dan mengkolaborasikan sistem pendidikan modern yang relevan
dengan perkembangan zaman serta sesuai yang dibutuhkan untuk menjawab
tantangan masa depan
Adapun ciri khas kurikulum pesantren semi modern, adalah sebagai
berikut:
• Adanya dua perpaduan antara pengajian kitab kuning dan
pengembangan kurikulum modern.
• Perpaduan antara keduanya memang terkesan tidak fokus, akan tetapi
sesungguhnya model kurikulum pesantren ini berupaya mencetak
kader-kader santri yang tidak hanya menguasai ilmu agama.
• Penguasaan terhadap bahasa asing dan pengembangan teknologi
modern juga menjadi penekanan yang sangat kuat demi tercapainya
pengembangan keilmuan yang integratif.

Menurut Suyoto yang dikutip kembali oleh Mohammad Takdir,


pesantren yang menerapkan model ini adalah Pesantren Tebuireng
(Jombang), Pesantren Mathali’ul Falah (Kajen) dan Pesantren Annuqayah
(Sumenep)

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Makalah ini mengulas dua aspek utama pendidikan Islam di Indonesia, yakni
Pendidikan Madrasah Diniyah dan Pondok Pesantren. Pendidikan Madrasah Diniyah,
yang diatur oleh Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2007, berfokus pada persiapan
peserta didik untuk memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama Islam.
Madrasah Diniyah menjadi pilihan bagi mereka yang tidak dapat memenuhi
pendidikan agama Islam melalui jalur sekolah formal. Perbedaan kurikulum antar-
Madrasah Diniyah dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti latar belakang pendiri,
budaya lokal, dan tuntutan masyarakat.

Di sisi lain, Pendidikan Pondok Pesantren, lembaga pendidikan tradisional


Islam, menitikberatkan pada pengembangan kepribadian Muslim. Dengan elemen
dasar seperti pondok/asrama, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab agama klasik, dan
kiai sebagai pemimpin, pesantren memfokuskan pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan ajaran Islam. Model kurikulum pesantren dapat dibedakan menjadi
tradisional (salaf) dan modern (khalaf), dengan pesantren modern menyesuaikan diri
dengan perkembangan zaman, mengintegrasikan pendidikan agama dengan ilmu
umum, dan memanfaatkan teknologi.

Meskipun keduanya memiliki peran penting dalam mencetak generasi yang


memahami dan mengamalkan ajaran Islam, perbedaan karakteristik dan kurikulum
memerlukan perhatian khusus dalam perumusan kebijakan pendidikan.
Kesinambungan dan pengembangan yang tepat dapat memberikan kontribusi yang
optimal bagi kemajuan pendidikan keagamaan di Indonesia. Dengan memahami
perbedaan dan karakteristik masing-masing, pemerintah dapat merancang kebijakan
yang mendukung perkembangan dan kualitas kedua bentuk pendidikan Islam ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Haedar (2004). Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah.
Jakarta: Diva Pustaka. hlm. 39

Kaddihan. (2021). Eksistensi Pesantren Dan Analisis Kebijakan Undang-Undang


Pesantren Jurnal AL-HIKMAH Vol 3, No 1

Kementrian Agama RI (2014). Pedoman Penyelenggaraan Madrasah Diniyah


Takmiliyah. Jakarta: KEMENAG. hlm. 7.
Manfred Oepen dan Wolgang Karcher, (Ed), Dinamika Dunia Pesantren, terjemahan
Sonhaji (Jakarta: PAM, 1988), 280.

Mohammad Takdir, Modernisasi Kurikulum Pesantren, (Yogyakarta: IRCiSoD,


2018), 42-43.

Penyelenggaraan Madrasah Diniyah Di Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur


(Analisis Tingkat Pengetahuan , Sikap ,dan Perilaku Masyarakat Terhadap
Madrasah Diniyah)". Jurnal "Al-Qalam". Volume 17 Nomor 2.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor. 18 Tahun 2014
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan
Agama Dan Pendidikan Keagamaan

Saha, M. Ishom (2005). Dinamika Madrasah Diniyah di Indonesia: Menelusuri Akar


Sejarah Pendidikan Nonformal. Jakarta: Pustaka Mutiara. hlm. 42.

The Development Of Madrasah Diniyah In Indonesia". International Journal of


Religious Studies. Vol 6, No 2. 2018/ Juli-Desember.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren

Rachmad Sobri. 2019. Politik Dan Kebijakan Tentang Pendidikan Agama Dan
Keagamaan Di Indonesia (Analisis Kebijakan PP No. 55 Tahun 2007). Jurnal
Pendidikan Islam Vol : 08/NO : 01

16
Rustam Ibrahim, “Eksistensi Pesantren Salaf Di Tengah Arus Pendidikan Modern
(Studi Multisitus pada Beberapa Pesantren Salaf di Jawa Tengah)”, Jurnal
“Analisa”, Vol. 21 No. 02, 2014, 256

17

Anda mungkin juga menyukai