Anda di halaman 1dari 13

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA DI SEKOLAH UMUM

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Problematika Pendidikan Agama


Islam

Dosen Pengampu:

Dr. H. Anis Humaidi, M. Ag

Disusun Oleh:

SITI AMINATUSH SHOLIKHAH

NIM: 921.016.19.026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Agama Islam merupakan upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia. Adapun yang menjadi dasar dari
Pendidikan Agama Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits.Tujuan Pendidikan
Agama Islam yaitu membina manusia beragama yang berarti manusia yang
mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik dan sempurna,
sehingga tercermin pada sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya.
Namun realitanya, sekolah masih belum mampu mencapai tujuan yang
telah direncanakan. Banyak macam persoalan yang terjadi di seputar dunia
pendidikan telah dikupas dan dibahas oleh para praktisi, pemerhati, dan
peminat pendidikan. Mulai dari diskusi lokal, seminar regional sampai pada
tingkat simposium nasional digelar untuk mencari dan mendapatkan
terobosan-terobosan cerdas untuk mempersempit mengenai persoalan yang
masih saja menghadang laju pendidikan di negara ini, tak terkecuali adalah
pendidikan agama.
Hanya saja, tampak selama ini bahwa upaya yang telah dilakukan
dalam rangka menjawab persoalan-persoalan yang ada dalam pendidikan,
terlebih pendidikan agama, cenderung berputar pada teknis dan mekanisme
yang sarat dengan nilai dan standar materialitas belaka. Artinya, tolok ukur
yang dijadikan acuan untuk mengevaluasi berhasil tidaknya sistem pendidikan
yang ada, dan sekali lagi tak terkecuali pendidikan agama, selalu berakhir
pada kalkulasi untung rugi dan sangat mekanis. Itulah ranah tugas yang
selama ini menjadi fokus dan pusat perhatian para peneliti pendidikan dalam
mengembangkan konsep pendidikan agama untuk menatap masa depan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja isu-isu mengenai problematika pendidikan agama di Sekolah
Umum?
2. Apa saja problematika pendidikan agama di Sekolah Umum?
C. Tujuan
1. Untuk mengetaui isu-isu mengenai problematika pendidikan agama di
Sekolah Umum.
2. Untuk mengetahui problematika pendidikan agama di Sekolah Umum.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Isu-isu Mengenai Problematika Pendidikan Agama di Sekolah Umum


Pendidikan Agama Islam selain sebagai sebuah disiplin ilmu dalam
bidang pendidikan juga merupakan salah satu upaya bagi tercapainya tujauan
pendidikan itu sendiri. Karena penekanan Pendidikan Agama Islam bukan
hanya pada internalisasi nilai-nilai teori saja tetapi mencangkup tatanan
aplikatif yang lebih berpengaruh terhadap interaksi sosial. Individu yang
berkecimpung didalam Pendidikan Agama Islam pun tidak kalah penting
perannya dalam mewujudkan tujuan pendidikan Nasional. Mereka adalah para
pemberi kabar gembira dan para pemberi peringatan, mereka adalah agen-
agen pemerintah dalam mewujudkan tujuan pendidikan khusunya yang
berkaitan dengan pembentukan watak yang menjadikan manusia beriman,
bertakwa, berakhlak mulia, demokratis dan bertanggung jawab. Para pendidik
agama Islam harus mewarnai hidup dan kehidupan ini dengan nilai- nilai ilahi,
nilai-nilai tuhan, nilai-nilai sang pencipta alam semesta, baik didalam
kehidupannya ataupun kehidupan orang-orang disekitarnya, baik dilingkungan
sekolah, keluarga ataupun masyarakat.1
Sesungguhnya, masih ada persoalan yang lebih serius lagi bagi dunia
pendidikan agama kita yang barangkali belum banyak menjadi perhatian para
pelaku pendidikan ketika terlebih ingin mengembangkan konsep pendidikan
agama, yaitu memperkuat basik ketauhidan sebagai dasar paling fundamental
dari seluruh kebutuhan dan hakikat hidup yang ada pada jiwa pendidikan dan
diri siswa. Ini sesungguhnya sangat urgen, mengingat saat ini hakikat dari
problematika riil yang terjadi di tengah pendidikan agama dan madrasah
adalah mulai menggejalanya pengikisan moral, tawuran pelajar, sampai
kebebasan seksual. Sadar atau tidak, gejala tersebut kalau dirunut pada akar

1
Bach. Yunof Candra, “Problematika Pendidikan Agama Islam”, ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari
(2018), 135-137.
persoalan yang sesungguhnya, salah satunya adalah karena masih belum
kuatnya pondasi dasar yang membentuk karakter dan jiwa peserta didik.
Pondasi dasar yang dimaksud tidak lain adalah agama, dan inti dari agama itu
adalah tauhid. Dengan kata lain, paradigma di atas dapat dikembangkan lebih
jauh dan lebih kritis dengan pemahaman dasar akan konsep ketauhidan yang
utuh dan komprehensif. Pada gilirannya seluruh pola pendidikan, khususnya
pendidikan agama di madrasah akan menemukan hakikat yang diinginkan dari
pendidikan itu sendiri sehingga dengan sendirinya problematika mendasar
yang terjadi pada pendidikan akan teratasi.2
Namun, dalam praktek kehidupan sehari-hari yang rutin kita jalani
pendidikan agama ini masih hanya terfokus pada pengembangan
keterampilan-keterampilan dalam bidang teori dan ilmu pengetahuan saja.
Yang nyatanya dalam kehidupan sehari-hari manusia (peserta didik) tidak
hanya membutuhkan berapa banyak teori yang telah kamu dapat atau
pengetahuan apa saja yang telah kamu peroleh selama ini, jauh dari itu para
manusia ini (peserta didik) perlu adanya sesuatu yang harus mereka amalkan
sebagai buah dari pembelajaran yang mereka lakukan selama ini, karena hasil
bukan ada pada teori atau ilmu melainkan pada kegiatan apa yang mereka
lakukan setelahnya.

B. Problematika Pendidikan Agama di Sekolah Umum


Pendidikan agama Islam yang dimasukkan dalam kurikulum
pendidikan umum mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi,
merupakan bagian dari pendidikan Islam yang sarat dengan nilai-nilai moral
dan spiritual. Pendidikan Islam mempunyai misi esensial untuk membangun
karakter muslim yang memahami ajaran agamanya serta mempunyai
kesadaran imani yang diwujudkan ke dalam sikap dan perilaku sehari-hari

2
M. Hasbi, “Konsep Tauhid sebagai Solusi Problematika Pendidikan Agama bagi Siswa Madrasah”,
INSANIA, Vol. 14, No. 2, (2019), 317-319.
sebagai bentuk pengamalan ajaran agama. Sebagaimana tercantum dalam
Undang-undang No. 20 tahun 2003 secara tegas menyatakan bahwa
pendidikan agama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem
pendidikan nasional. Setiap lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar
sampai perguruan tinggi wajib memasukkan pendidikan agama sebagai
muatan kurikulum. Pasal 37 ayat (1) menjelaskan bahwa pendidikan agama
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.3
Namun faktanya berbicara lain, pendidikan agama Islam (PAI), secara
umum belum mampu berkontribusi positif terhadap peningkatan moralitas dan
sikap toleransi khususnya di kalangan peserta didik. Hal ini sangat terkait
dengan proses implementasinya di lapangan. Dalam praksisnya peserta didik
selalu diarahkan pada penguasaan teks-teks yang terdapat dalam buku
pengajaran, mereka selalu dihadapkan pada pertanyaan dan hapalan kulit
luarnya saja (ranah kognitif), sedangkan substansinya berupa penanaman
nilai-nilai agama hilang begitu saja seiring dengan bertumpuknya
pengetahuan kognitif mata pelajaran yang ada di sekolah.4
Pendidikan Agama Islam yang diajarkan selama ini pada lembaga-
lembaga pendidikan umum mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi
lebih bersifat transfer of knowledge, lebih menekankan kepada pencapaian
penguasaan ilmu-ilmu agama. Fragmentasi materi dan terisolasinya atau
kurang terkaitnya dengan konteks yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari
yang menyebabkan peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai
nilai yang hidup dalam keseharian.
Konsekuensinya pendidikan agama Islam yang diajarkan menjadi
kurang bermakna, kebanyakan peserta didik meningkat pengetahuannya
tentang agama, akan tetapi penghayatan dan pengamalan terhadap nilai-nilai
agama terutama yang bersentuhan dengan nilai-nilai humanis dalam bentuk

3
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4
Sutrisno, Pembaharuan dan Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Fadilatama, 2011), 85.
kepedulian sosial misalnya, kurang teraktualisasi dalam kehidupan sehari-hari.
Bahkan, tidak jarang pendidikan agama yang membawa kepada
kecenderungan sikap dan perilaku peserta didik yang eksklusif dan fanatiks.
Sikap eksklusif dan fanatiks inilah yang pada gilirannya melahirkan sikap
intoleranasi terhadap perbedaan agama dan sulit menerima perbedaan etnis
dan budaya.5
Jika kita lihat jauh kebelakang, sebelum adanya problem diatas masih
ada problem dasar yang seharusnya sangat menjadi pusat perhatian bagi para
pendidik khususnya. Dalam jurnal nasional yang ditulis oleh Abd.Rauf
dikatakan bahwa aplikasi pendidikan agama Islam di sekolah (umum) kurang
maksimal. Praktik pendidikan agama Islam di sekolah (umum) amatlah minim
atau kurang maksimal. Secara umum, jumlah jam pelajaran agama di sekolah
rata-rata 2 jam per minggu. Dengan alokasi waktu seperti itu, jelas tidak
mungkin untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan agama yang memadai.6 Hal ini terjadi karena beberapa faktor
eksternal dan internal. Faktor yang mempengaruhi minimnya praktik
pendidikan agama di sekolah umum dapat berupa:
a. Timbulnya sikap orang tua di beberapa lingkungan sekitar sekolah yang
kurang menyadari pentingnya pendidikan agama;
b. Situasi lingkungan sekitar sekolah dipengaruhi godaan-godaan setan
dalam berbagai macam bentuknya, seperti: judi dan tontonan yang
menyenangkan nafsu;
c. Dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin melunturkan
perasaan religius dan melebarkan kesenjangan antara nilai tradisional
dengan nilai rasional teknologis.7

5
Suyatno, “MULTIKULTURALISME DALAM SISTEM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM:
Problematika Pendidikan Agama Islam di Sekolah”, ADDIN: Vol. 7, No. 1, Februari (2013), 81-83.
6
Sopian Sinaga, “Problematika Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dan Solusinya”, Jurnal
WARAQAT : Volume II, No. 1, Januari-Juni (2017), 185.
7
Saprin Efendi, “Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri 064025”, EDU
RILIGIA: Vol. 2 No.2 April - Juni (2018), 266-267.
Hal ini sama halnya dengan yang terjadi pada Pendidikan Agama pada
Kurikulum 2013 yang sekarang ini sedang gencar-gencarnya
diimplementasikan . Sekolah-sekolah dasar dan menengah Sehingga juga
menjadi problem dalam pendidikan kita terkait pengimpelementasian
kurikulum 2013 karena berubah-ubahnya dari ke waktu ke waktu dalam
proses pengimplemtasiannya. Sebagai kurikulum baru tentu segala yang
menjadi komponen dalam kurikulum tersebut juga berubah, seperti dalam
mata pelajaran, jam mata pelajaran, dan sebagainya.
Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran yang sarat dengan
penanaman karakter mendapatkan porsi jam yang lebih di setiap jenjang
pendidikan yang ada, kemudian terkait Kompetensi inti juga lebih banyak dari
mata pelajaran yang lain. Dilihat dari Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun
2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, diharapkan dapat
membawa perubahan pada sisi menajerial dan proses pendidikan Islam. 8
Namun yang terjadi masih belum memperlihatkan bahwa peraturan
pemerintah tersebut tercapai sesuai apa yang diharapkan.
Menurut Muhlisin menegaskan, setidaknya terdapat dua hal perubahan
kurikulum 2013 dalam konteks Pendidikan Agama Islam. Pertama, adanya
penambahan jam pelajaran bagi Pendidikan Agama Islam. Jika pada
Kurikulum 2006 hanya 2 jam perminggu, pada kurikulum 2013 meningkat
menjadi 3 jam perminggu.6 Bahkan dalam Peraturan Pemerintah 67 Tahun
2013 mendapatkan porsi 4 jam perminggu.7 Meskipun hal tersebut sebagai
akibat adanya transformasi dari istilah mata pelajaran yang semula hanya
Pendidikan Agama Islam, sekarang menjadi Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti. Kedua, reorientasi pendekatan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam. Kurikulum 2013 memperkenalkan pendekatan baru dalam proses
pembelajaran pendidikan Agama dengan memperkenalkan pendekatan

8
Muhammad Idrus, “Evaluasi Kebijakan Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Agama
Islam,” El-Tarbawi: Vol: 8, no. 1 (2014), 71.
sainstifik, yang pada pembelajaran sains dikenal dengan istilah pendekatan
keterampilan proses sains.9
Dalam kurikulum 2013 yang dikeluarkan oleh Kemendikbud,
pendidikan agama Islam di sekolah dasar dan sekolah menengah digabung
dengan pendidikan budi pekerti, sehingga namanya menjadi pendidikan
agama Islam dan budi pekerti. Pendidikan agama Islam dan budi pekerti ini
diajarkan selama 4 jam pelajaran per-minggu dijenjang sekolah dasar dan 3
jam pelajaran per-minggu dijenjang sekolah menengah. Pendidikan agama
Islam bahkan tidak sama dengan mata pelajaran yang lain dari segi alokasi
waktu pembelajaran, bahkan pada Kompetensi Inti yang dipakai, karena
didalamnya memuat ajaran Islam yang merujuk pada sikap spiritual dan sikap
sosial dan mendapatkan porsi yang tinggi dalam membentuk akhlak siswa.
Bahkan secara umum kurikulum terus direvisi karena tidak adanya kesesuaian
dengan pengimplementasiannya.
Dari perubahan nama pendidikan agama Islam menjadi pendidikan
agama Islam dan budi pekerti tersebut dapat kita lihat bahwa ada semacam
penyempitan makna agama Islam dalam kurikulum baru 2013. Jika dikaji
lebih dalam tentang ruang lingkup yang sebenarnya dari agama, maka akan
semakin nampak penyempitan makna pendidikan agama Islam tersebut.
Agama Islam memiliki ruang lingkup akidah, akhlak, ibadah, dan muamalah
atau dapat juga dikatakan bahwa agama Islam mengatur hubungan antara
manusia dengan Allah (akhlak bil haaliq), dan manusia dengan sesama
manusia (akhlak bil mujtama’), bahkan mengatur hubungan manusia dengan
lingkungan alam sekitarnya (akhlak bil kaun). Akhlak yang merupakan ruang
lingkup agama Islam, mengajarkan cara berprilaku yang baik dan benar
kepada siapapun menurut kitab suci al-Qur’an, baik itu kepada Allah, kepada
sesama manusia, dan pada alam sekitar.10
9
Muhlisin, “Respon Dan Kesiapan Guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar Terhadap
Kebijakan Pengembangan Kurikulum 2013”, (“Simposium Nasional Riset Pendidikan II Tahun 2015
Guru Transformatif untuk Pendidikan yang Lebih Baik”, 2015), 432.
10
Ifadatun Nuroidah dan Ansor Anwar, “Implemetasi dan Problematika Kurikulum 2013 Pada Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam Jurusan Ilmu Keagamaan di MAN Rejoso Jombang,” Jurnal
Sedangkan Pendidikan Budi Pekerti memiliki makna yang sama
dengan pendidikan moral, pendidikan karakter, pendidikan akhlak dan
pendidikan nilai. Secara umum ruang lingkup Pendidikan Budi Pekerti adalah
penanaman dan pengembangan nilai, dan perilaku peserta didik sesuai nilai-
nilai budi pekerti luhur. Diantara nilai-nilai yang perlu ditanamkan adalah
sopan santun, disiplin, beriman dan bertaqwa, bertanggung jawab, jujur, dan
lain-lain.
Dari sini dapat dipahami bahwa budi pekerti hampir sama artinya
dengan akhlaq, dan akhlak masuk pada ajaran agama Islam. Jadi, secara
ringkas dapat dikatakan bahwa Pendidikan Budi Pekerti itu masuk dalam
ruang lingkup Pendidikan Agama Islam, karena ruang lingkup Pendidikan
Budi Pekerti lebih sempit daripada Pendidikan Agama Islam. Dengan
demikian sangat jelas terlihat bahwa keputusan Kemendikbud dalam
kurikulum baru 2013 untuk menggabungkan dan merubah nama Pendidikan
Agama Islam menjadi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti bisa
dikatakan kurang tepat. Kemendikbud secara tidak langsung telah
mempersempit makna dari Pendidikan Agama Islam dengan mengeluarkan
materi akhlak menjadi budi pekerti dari ruang lingkup Pendidikan Agama
Islam.
Secara tidak langsung pula keputusan Kemendikbud ini seolah-olah
mengatakan bahwa “orang yang mempelajari agama Islam belum tentu
memiliki budi pekerti yang baik, sehingga orang tersebut harus mempelajari
budi pekerti”, atau “agama Islam belum mencakup budi pekerti di dalamnya,
sehingga agama Islam harus ditambah budi pekerti agar menjadi sempurna”.
Jelaslah bahwa pandangan seperti ini keliru jika dilihat dari sudut pandang
ajaran Islam.11
Jadi, jika ingin tetap memakai nama Pendidikan Agama Islam, maka
Kemendikbud harus menghapus Pendidikan Budi Pekerti karena budi pekerti

Manajemen & Pendidikan Islam: Vol. 1, no. 1 (Desember 2015): 4.


11
Patimah, “Pendidikan Dalam Pengembangan Kurikulum,” Al Ibtida’: Vol. 3, no. 1 (Juni 2016): 147.
masuk dalam ruang lingkup agama Islam. Namun jika tetap ingin memakai
nama Pendidikan Budi Pekerti, maka Pendidikan Agama Islam bisa diubah
dengan nama Pendidikan Aqidah dan Fiqih. Dengan demikian tidak akan
terjadi penyempitan makna terhadap Pendidikan Agama Islam. Esensi
pendidikan agama Islam tidak akan hilang sebagai pembentuk dan penumbuh
karakter pada diri peserta didik.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu membina manusia beragama yang


berarti manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik
dan sempurna, sehingga tercermin pada sikap dan tindakan dalam seluruh
kehidupannya. Dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah, banyak
sekali muncul problematika-problematika. Berbagai problematika yang muncul,
bisa berkenaan dengan masalah yang bersifat internal, maupun eksternal.
Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan yaitu
problematika Pendidikan Agama Islam di sekolah umum dalam tulisan ini adalah
mengenai motivasi peserta didik dalam belajar agama islam, kurangnya alokasi waktu
yang digunakan untuk pembelajaran pendidikan agama islam dan akibat yang terjadi
saat kurikulum 2013 diterapkan dalam sekolah.
Dalam Kurikulum 2013 Nama Mata pelajaran PAI di ubah menjadi
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang dalam hal ini penulis tidak setuju
jika hal itu belum direvisi, karena seakanakan nilai penumbuhan dan pembentukan
karakter dalam mata pelajaran pendidikan Islam tidak dipercaya lagi sehingga
menjadikan disiplin ilmu lain walaupun dalam satu disiplin mata pelajaran.
Dan jam pelajarannya juga dirubah. namun dalam hal ini, penulis sangat setuju jika
hal itu diterapkan dalam kurikulum, akan menambah porsi penerimaan mata pelajaran
secara mendalam terkait Pendidikan Agama Islam. Problem yang terjadi saat ini
dalam kurikulum 2013 atau yang sudah direvisi adalah terkait dengan penamaan
Pendidikan Agama Islam, yang seharusnya tetap pada nama awal yaitu Pendidikan
Agama Islam, bukan Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, karena sejatinya
problem tersebut tidak dicarikan solusi akan menghilangkan jati diri Islam sebagai
Pendidikan Karakter terbaik.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Ifadatun Nuroidah dan Ansor. 2015. “Implemetasi dan Problematika


Kurikulum 2013 Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Jurusan Ilmu
Keagamaan di MAN Rejoso Jombang”. Jurnal Manajemen & Pendidikan
Islam: Vol. 1. no. 1.Desember.
Candra . Bach. Yunof. 2018. “Problematika Pendidikan Agama Islam”. ISTIGHNA.
Vol. 1. No. 1. Januari.
Efendi, Saprin. “Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri
064025”. EDU RILIGIA: Vol. 2. No.2 April – Juni.
Hasbi, M. 2019. “Konsep Tauhid sebagai Solusi Problematika Pendidikan Agama
bagi Siswa Madrasah”. INSANIA. Vol. 14. No. 2.
Idrus, Muhammad. 2014. “Evaluasi Kebijakan Pemerintah Dalam Penyelenggaraan
Pendidikan Agama Islam”. El-Tarbawi: Vol: 8. no. 1.
Muhlisin. 2015. “Respon Dan Kesiapan Guru Pendidikan Agama Islam Sekolah
Dasar Terhadap Kebijakan Pengembangan Kurikulum 2013”. (“Simposium
Nasional Riset Pendidikan II Tahun 2015 Guru Transformatif untuk
Pendidikan yang Lebih Baik”.
Patimah. 2016. “Pendidikan Dalam Pengembangan Kurikulum”. Al Ibtida’: Vol. 3.
no. 1. Juni.
Sutrisno. 2011. Pembaharuan dan Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Fadilatama.
Suyatno. 2013. “MULTIKULTURALISME DALAM SISTEM PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM: Problematika Pendidikan Agama Islam di Sekolah”.
ADDIN: Vol. 7. No. 1. Februari.
Sinaga, Sopian. 2017. “Problematika Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dan
Solusinya”. Jurnal WARAQAT : Volume II. No. 1. Januari-Juni.
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai