Anda di halaman 1dari 26

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

(DASAR)
Diajukan untuk memenuhi Tugas Terstruktur

Mata Kuliah Isu-Isu Pendidikan Dasar

Dosen Pengampu : Drs. Aceng Jaelani, M.Ag

Disusu oleh :

KELOMPOK 11 PGMI/4B

1. Rifkah Ravenia (1708107053)


2. Ega Rahmatunnisya (1708107079)
3. Ayih Sutari (1708107080)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH
IBTIDAIYAH
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “Problematika Pengembangan Pendidikan
Islam (Dasar)” dengan dibuatnya makalah ini dapat memberikan informasi bagi
para pembaca, khususnya mahasiswa program studi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah (PGMI).
Penyusunan makalah ini digunakan untuk memenuhi tugas terstruktur
mata kuliah Isu-Isu Pendidika yang dibimbing oleh Bapak Drs. Aceng Jaelani,
M.Ag. Kami berharap dengan adanya makalah ini kami bisa termotivasi untuk
lebih dalam mempelajari isi materi mengenai “Problematika Pengembangan
Pendidikan Islam (Dasar)”. Pepatah mengatakan tidak ada gading yang tak retak.
Oleh karena itu, penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan
dalam penyusunan makalah ini, karena keterbatasan kemampuan yang penyusun
miliki. Oleh karena itu, kami meminta kritik dan saran untuk perbaikan
selanjutnya. Sekian dari kami semoga tugas ini sesuai dengan apa yang
diharapkan dan dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Ciebon, 12 Juni 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan .......................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Problematika Pengembangan Pendidikan Islam (dasar) ............ 4

B. Problematika Pengembangan Pendidikan Islam (dasar) .............................. 5

C. Peran Sistem Pendidikan Nasional terhadap Pengembangan Pendidikan


Islam ........................................................................................................... 17

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan bagian dari investasi masa depan, investasi


masyarakat sekaligus investasi negara dalam rangka memajukan dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, dalam rangka mencapai
tujuan tersebut, pendidikan senantiasa diarahkan untuk menjawab
beberapa hal yang berkaitan dengan masalah kebangsaan dan
keumatan. Dalam hal ini ketika kita kaitkan dengan pendidikan Islam
saat ini bagaimana pendidikan Islam itu mampu menjawab problem
keIslaman yang akhir-akhir ini sering dihadapkan pada kasus
kekerasan atas nama agama, toleransi antar umat beragama serta
terciptanya situasi yang kondusif dalam menjalankan ajaran agama.
Sementara dalam konteks keindonesiaan, sejatinya pendidikan
Islam juga mampu merespon dinamika kehidupan yang terjadi di
negara kita yang meliputi gerakan separatis, munculnya aksi
terorisme dan yang lainnya. Maka kemudian, sebagai bentuk ikhtiar
itu, para pelaku pendidikan harus senantiasa melakukan pembenahan,
koreksi dan evaluasi serta berfikir dinamis dan produktif. Upaya ini
misalnya telah dilakukan oleh Mukti Ali dalam usahanya
memformulasikan lembaga madrasah dan pesantren dengan cara
memasukkan materi pelajaran umum ke dalam lembaga-lembaga
yang pendiriannya diorientasikan untuk tafaqquh fî al-dîn.

Namun, pembaharuan pendidikan dengan menggunakan model


pendekatan di atas mempunyai kelemahan, yaitu; pertama, akar keilmuan
yang berbeda antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Ilmu agama
bersumber dari wahyu dan berorientasi ketuhanan, sedangkan ilmu-ilmu

1
umum bersumber pada empirisme dan berorientasikan kemanusiaan. Kedua,
bersumber dari wahyu dan berorientasi ketuhanan, sedangkan ilmu-ilmu
umum bersumber pada empirisme dan berorientasikan kemanusiaan. Kedua,
modernisasi dan Islamisasi ilmu pengetahuan melalui kurikulum dan
kelembagaan, walaupun dilakukan dengan tujuan terciptanya integrasi
keilmuan Islam dan umum, sampai kapanpun akan menyisakan dikotomi
keilmuan. Implementasi kurikulum dalam lembaga pendidikan yang
dinyatakan telah melaksanakan integralisasi yang tetap mengelompokkan
mata pelajaran/mata kuliah ilmu-ilmu agama dan mata pelajaran/mata kuliah
ilmu-ilmu umum “belum” bisa mewujudkan proses Islamisasi ilmu
pengetahuan. Yang terjadi adalah proses Islamisasi kelembagaan dan proses
Islamisasi kurikulum Selain dari beberapa problem kelembagaan dan
kurikulum di atas, di internal pendidikan Islam seringkali mendapat stigma
yang negatif. Pendidikan Islam dikesankan sebagai lembaga yang tradisional-
konservatif. Di antara variabel yang menjadi ukurannya adalah lemahnya
metodologi pembelajaran yang cenderung tidak menarik perhatian. Jika
problem ini lamban diatasi, maka bisa dipastikan pendidikan Islam lambat
laun akan mengalami stagnasi dan kehilangan daya tariknya.1

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, pemakalah memiliki empat rumusan


masalah yaitu, sebagai berikut :

1. Apa pengertian problematika pengembangan pendidikan Islam (dasar) ?


2. Apa saja problematika pengembangan pendidikan Islam (dasar) di
Indonesia ?
3. Bagaimana peran sistem pendidikan nasional terhadap pengembangan
pendidikan Islam ?

1
Moh. Wardi.2013.Problematika Pendidikan Islam dan Solusi Alternatifnya.Sampang: Jurnal
Tadris Vol. 8

2
C. Tujuan

Dari rumusan masalah diatas, sehingga pemakalah memiliki empat tujuan


dalam penyusunan makalah ini yaitu, sebagai berikut :

1. Dapat memahami pengertian problematika pengembangan pendidikan


Islam.
2. Dapat mengetahui dan memahami problematika pengembangan
pendidikan Islam (dasar) di Indonesia.
3. Dapat memahami peran sistem pendidikan nasional terhadap
pengembangan pendidikan Islam.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Problematika Pengembangan Pendidikan Islam (dasar)

Problematika berasal dari kata bahasa inggris “problem” yang artinya,


soal, masalah, atau halangan. Dalam bahasa Indonesia problematika berarti
masalah , halangan, atau perkara sulit yang terjadi di dalam sebuah proses,
seperti terjadi dalam sebuah proses pendidikan. Sehingga, problematika
lebih cenderung untuk diartikan jamak atau banyak pada penggunaannya atau
dengan kata lain problematika adalah kumpulan dari banyak
problem,masalah, halangan atau kesulitan.2

Pendidikan Islam atau yang disebut dengan tarbiyah, ta’lim, ta’dih adalah
proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai-nilai Islam kepada peserta
didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan,
pengawasan, dan pengembangan potensinya guna mencapai keselarasan dan
kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.3 Dalam pendidikan dasar
merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa
sekolah anak-anak. Pendidikan dasar menjadi dasar bagi jenjang pendidikan
menengah. Periode pendidikan dasar ini adalah selama 6 tahun. Yang mana
pendidikan dasar menjadi dasar bagi jenjang pendidikan menengah dalam
kurun waktu selama 6 tahun.4 Sehingga, dalam prosesnya pendidikan dasar
perlu ditanamkan pendidikan Islam didalamnya agar dapat menciptakan
peserta didik yang memiliki jiwa karakter yang baik.

Dengan demikian, problematika pendidikan Islam adalah masalah-masalah


yang terjadi dalam pendidikan Islam. Diakui atau tidak, sistem pendidikan
kita adalah sistem pendidikan yang sekular materialistik. Hal ini dibuktikan
2
Risa Agustin.Kamus Ilmiah Populer .Surabaya: Serbajaya. (hlm. 433)
3
H. Ramayulis.2015.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: Kalam Mulya. (hlm.38)
4
Di akses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_dasar, pada tanggal 14 Juni 2019

4
pada UU No. 20 Tahun 2003 Bab IV tentang jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang menyatakan bahwa “jenis
pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,
advokasi, keagamaan, dan khusus. Sehingga, dalam hal ini terdapat
pembagian antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Yang mana
sistem pendidikan tersebut telah terbukti gagal dalam melahirkan manusia
yang berkepribadian Islam dan mampu menjawab tantangan perkembangan
melalui penguasaan IPTEK.

B. Problematika Pengembangan Pendidikan Islam (dasar)

1. Orientasi Pendidikan Islam : Pembentukan Kepribadian dan


Dorongan Memenuhi Kebutuhan Pasar
Dalam artian, pendidikan semestinya dijadikan sebagai upaya untuk
menjadikan manusia lebih bermartabat dan dijadikan sarana untuk
menyadarkan manusia akan arti pentingnya nilai-nilai kemanusiaan. Oleh
karena itu, menurut Sudarwan Danim agenda utama pendidikan adalah
proses memanusiakan manusia menjadi manusia. Proses pemanusiaan
tersebut dapat diupayakan melalui berbagai kegiatan pembelajaran yang
dapat mendorong tumbuh kembangnya kesadaran nilai-nilai kemanusiaan,
di antaranya melalui pendidikan agama.5Dalam Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1
dijelaskan bahwa sebagai agenda proses kemanusiaan dan pemanusiaan,
pendidikan dapat dipandang dari 2 sisi, yaitu: pertama, sebagai proses
pendewasaan peserta didik untuk hidup pada alam demokrasi dan, kedua,
sebagai proses penyiapan peserta didik memasuki sektor ekonomi
produktif. Menurut John Dewey dalam bukunya Democracy and
Education, menjelaskan bahwa tidak pada tempatnya mengaitkan tatanan
prilaku kelembagaan pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja,
mengingat pendidikan bertujuan meneruskan cita-cita demokrasi. Dengan
demikian, agenda utama pendidikan secara fungsional adalah membentuk

5
Sudarwan Danim,.2003.Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. (hlm. 4)

5
komunitas-komunitas sosial ideal sebagai bagian dari proses tranformasi
pendewasaan peserta didik, apapun bentuk dan ragam pendidikan itu
dikemas oleh lembaga pendidikan.
Sejalan dengan gagasan John Dewey, Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam konteks ini, tidak seharusnya praksis pendidikan di Indonesia
tersandera terlalu dalam pada logika kapitalisme yang lebih
mengedepankan aspek ekonomi ketimbang nilainilai kemanusiaan. Siapa
yang mempunyai “duit” dapat “membeli” dan mempengaruhi hasil belajar
yang bersifat kognitif.Sementara perubahan hasil belajar yang bersifat
afektifyang berhubungan dengan perubahan kepribadian cenderung
diabaikan6
Oleh karena itu, kehadiran pendidikan agama dalam sistem
pendidikan nasional menjadi penting untuk mendorong
terwujudnyamanusia Indonesia yang mempunyai kekuatan spiritual,
kepribadian dan memiliki ketrampilan yang dibutuhkan masyarakat.
Lickona menjelaskan bahwa untuk mewujudkan pendidikan agama yang
efektif bagi peserta didik diperlukan tiga hal: pertama, moral knowing,
meliputi: moral awareness, knowing moral values, perspective-taking,
moral reasoning, desicion making dan self knowledge; kedua, meliputi:
conscience, self-esteem, empathy, loving the good, self control, dan
humanity; dan ketiga, Moral action, meliputi: competence, will dan habit7

2. Pendidikan Islam Indonesia dalam Dinamika Perubahan

6
Moh. Miftachul Choiri dan Aries Fitriani.2011. Problematika Pendidikan Islam sebagi Sub
Sistem Pendidikan Nasional Di Era Global.Ponorogo: Jurnal Al-Tahrir Vol.11
7
Muhaimin.2005.Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tingg.Jakarta: Rajawali Pers. (hlm.7)

6
Menurut Sjafri Sairin, menegaskan bahwa sistem pendidikan Islam di
Indonesia dari masa penjajahan sampai masa kini merupakan bagian tak
terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Terjadinya dinamika
perubahan dalam sistem pendidikan Islam sejak masa penjajahan hingga
kini, menunjukkan indikasi yang kuat bahwa pendidikan Islam dapat
menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan perkembangan masyarakat.
Perubahan tersebut juga menggambarkan bahwa komunitas muslim dapat
melakukan pembauran dalam sistem pendidikan Islam yang mereka geluti
dengan dinamika yang sedang berkembang di masyarakat saat ini.8
Menurut Azyumardi Azra, para eksponen lembaga-lembaga pendidikan
Islam terlihat tidak terlalu tergesa-gesa dalam mentranformasikan
perubahan kelembagaan Islam, tetapi cenderung mempertahankan
kebijaksanaan yang penuh kehati-hatian, mereka menerima pembaharuan
atau modernisasi secara terbatas tanpa harus melakukan perubahan sistem
pendidikan Islam secara menyeluruh. Karena sesungguhnya praksis
pendidikan di masing-masing lembaga pendidikan Islam memiliki
keunikan dan ciri khas, yang secara sosiologis dan filosofis tentu berbeda-
beda sesuai dengan tradisi dan disiplin keilmuan yang dikembangkan para
pendirinya.9
Yang mana menurut Affandi Mochtar, pendidikan Islam Indonesia
telah menjadi bagian penting dalam dinamika perubahan Sistem
Pendidikan Nasional. Contohnya saja pesantren sebagai salah satu bentuk
pendidikan Islam Indonesia yang diasumsikan dapat menjembatani
problem komunikasi antara pemerintah dengan lapisan masyarakat
bawah, karena hampir sebagain besar pesantren di Indonesia, tumbuh dan
berkembang dari lapisan bawah masyarakat. Namun kini sebagaian besar
pesantren lebih terbuka untuk menerima arus modernisasi.10 Namun pada
umumnya, pesantren dan lembaga pendidikan Islam masih perlu

8
Sjafri Sairin. 2002.Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia: Prespektif
Antropologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (hlm. 35)
9
Azyumardi Azra, “ Pesantren: Kontinuitas dan Perubahan” dalam
Nurcholish Madjid.1997.Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan.Jakarta:
Paramadina.(hlm.16)
10
Affandi Mochtar.2001.Membedah Diskursus Pendidikan Islam.Ciputat:
Kalimah. (hlm. 77-82)

7
melakukan telaah secara kritis agar hasil pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan yang
lebih besar bagi kehidupan manusia. Bukan malah sebaliknya,
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa malapetaka
bagi eksistensi kehidupan manusia, karena dipengaruhi oleh cara berfikir
kapitalis dan liberalis yang bebas nilai.

3. Madrasah dalam Sistem Pendidikan Nasional


Dalam artian, madrasah merupakan lembaga pendidikan yang berciri
khas Islam sangat menarik perhatian dalam rangka melaksanakan cita-cita
pendidikan nasional, bukan semata-mata karena faktor jumlah peserta
didiknya yang signifikan tetapi juga karakteristik madrasah yang relevan
dengan semangat reformasi sistem pendidikan nasional. Di tengah-tengah
upaya pemerintah menggulirkan kebijakan tentang desentralisasi
pendidikan,
madrasah sudah sangat terbiasa dengan esensi kebijakan tersebut. Karena
kebanyakan madrasah lahir dari masyarakat (swasta) untuk memenuhi
kebutuhan pendidikan agama anak-anak mereka11
Sehingga, dalam sejarah perkembangannya madrasah memiliki
banyak hal yang positif dan negatif. Hal yang positifnya adalah apabila
dilihat dari falsafah pendidikan yang dianut kebanyakan madrasah di
Indonesia, lembaga ini dipersiapkan sebagai lembaga konservasi nilai-
nilai luhur yang dikembangkan para pendahulunya seperti kesederhanaan,
kemandirian, mengutamakan kepentingan orang banyak di atas
kepentingan pribadi, kebersamaan, menghargai orang lain dan berpegang
pada tradisi terdahulu merupakan nilai-nilai luhur yang dikembangkan di
kebanyakan madrasah. Dengan demikian, transformasi nilai-nilai luhur
menjadi hal yang penting ketika terjadi gempuran nilai-nilai global yang
semakin individual dan liberal. Namun dalam hal yang negatif,
berkembangnya sikap ketaatan kepada peraturan resmi yang ditunjukkan

11
Abdul Wahid, “Manajemen Berbasis Madrasah: Ikhtiar Menuju Madrasah
yang Mandiri” dalam Dinamika Pesantren dan Madrasah, (ed.) Ismail SM et.al.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002) hlm. 267

8
sebagian besar madrasah akibat adanya perlakuan yang diskriminatif dari
pemerintah kolonial dan Orde Baru. Sehingga sikap ortodoks sudah
terlanjur terbentuk dalam mindset mereka. Sesuatu yang berasal dari luar
madrasah ditanggapi secara apatis sehingga melahirkan sikap defense
mechanism.12
Adapun isi pendidikan di madrasah secara umum masih lebih
mengutamakan penguasaan materi-materi keagamaan yang bersifat
tekstual dan kurang aplikatif ketimbang materi-materi keagamaan yang
kontekstual. Kemudian, struktur kurikulum yang dikembangkan di
madrasah juga sangat padat, sehingga terkesan kurang spesifik. Akibatnya
banyak lulusan madrasah yang kualitas keilmuannya diragukan. Dan tidak
jarang sebagian masyarakat menganggap lulusan madrasah dengan lebel
yang kurang baik. Sebagai lulusan institusi yang membidangi agama
Islam, penguasaan ilmu keislaman belum dapat memenuhi kebutuhan
minimal masyarakat. Sedangkan apabila sebagai lulusan lembaga
pendidikan formal, penguasaan terhadap teknologi dan perkembangan
ilmu pengetahuan juga dipertanyakan. Oleh sebab itu, madrasah sebagai
pendidikan yang berciri khas agama Islam, dituntut untuk memperjelas
identitas dirinya dengan melakukan berbagai perbaikan.13

4. Problem Esensial Madrasah sebagai Lembaga Pendidikan Islam


dalam Era Global
Terdapat tiga masalah mendasar yang dihadapi madrasah saat ini
yaitu, sebagai berikut :
a) Masalah Identitas Madrasah
Masalah ini bersumber dari respon madrasah terhadap
realitas yang berkembang di masyarakat. Misalkan realitas
masyarakat Indonesia saat ini, sedang dalam masa transisi sebagai
dampak terjadinya proses reformasi seperti dalam persoalan
demokrasi, hak asasi manusia, pluralitas, kebebasan pers dan

12
Tilaar.Paradigma Baru.(hlm.153)
13
Moh. Miftachul Choiri dan Aries Fitriani.2011. Problematika Pendidikan Islam sebagi Sub
Sistem Pendidikan Nasional Di Era Global.Ponorogo: Jurnal Al-Tahrir Vol.11

9
globalisasi menjadi isu utama dalam kehidupan masyarakat
Indonesia saat ini. Namun dalam realitas yang berkembang di
madrasah pada umumnya lamban dalam merespon isu-isu yang
berkembang di masyarakat.14
b) Masalah Sumber Daya Manusia Internal Madrasah dan
Pemanfaatannya bagi Pengembangan Madrasah ke Depan
Dimana mayoritas sumberdaya manusia yang dimiliki
madrasah homogen yakni lulusan perguruan tinggi Islam,
kecenderungannya memiliki disiplin keilmuan yang sama.
Sehingga, pengembangan madrasah menjadi kurang dinamis dan
inovatif. Kemudian apabila dilihat dari struktur keilmuanyang
dikembangkan di madrasah, sudah saatnya keahlian, kualifikasi
dan kompetensi menjadi pertimbangan utama dalam melakukan
rekrutmen tenaga pendidik di madrasah. Tentu selain beberapa
pertimbangan tersebut, para guru juga harus dikenalkan dengan
tradisi madrasah sebagai institusi Islam yang dekat dengan tradisi
pesantren. Sehingga nilai-nilai pesantren tidak diabaikan.
c) Masalah Pengelolaan Madrasah
Dalam pertumbuhannya, madrasah lahir dari komunitas
masyarakat yang secara ekonomi berasal dari keluarga tidak
mampu, tentu kondisi tersebut menimbulkan situasi serba sulit
bagi madrasah. Pengelolaan madrasah yang berorientasi kepada
masyarakat telah melahirkan keanekaragaman pengelolaan
sehingga sulit untuk dicarikan standar untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Dalam menghadapi tuntutan modernisasi dan
globalisasi karena standar-standar tertentu yang diperlukan maka
pengelolaan pendidikan di madrasah perlu disesuaikan agar lebih
peka dalam menyikapi kehidupan global yang penuh persaingan.
Dengan terselenggaranya sistem pendidikan nasional yang
relevan dan bermutu menjadi faktor penentu keberhasilan bangsa
Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan

14
KH. MA. Sahal Mahfudh,.1994.Nuansa Fiqih Sosial .Yogyakarta: LkiS. (hlm.278-279)

10
kebudayaan nasional. Oleh karena itu, para pendiri Republik
Indonesia menetapkan upaya untuk mencerdaskan kehiduan
bangsa sebagai salah satu fungsi penyelenggaraan pemerintah
negara Indonesia dan mewajibkan pemerintah menyelenggarakan
satu sistem pengajaran nasional.15 Adapun menurut H.A.R. Tilaar
terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat
perkembangan sistem pendidikan nasional. Indikator tersebut
antara lain popularisasi pendidikan, sistematisasi pendidikan,
proliferasi pendidikan dan politisasi pendidikan.16 Penjabarannya
yaitu, sebagai berikut :
 Indikator Popularisasi Pendidikan
Popularisasi pendidikan adalahkesempatan memperoleh
pendidikan untuk semua orang yang populer dengan gerakan
Education for All. Sejalan dengan perkembangan globalisasi
ada kecenderungan beberapa pihak, khususnya pemangku
kebijakan pendidikan melahirkan sikap arogansi dengan
lahirnya sekolah unggulan, yang secara faktual hanya
diperuntukkan bagi kaum elit di masyarakat. Fakta ini
nampaknya tidak dapat dipisahkan dengan adanya upaya
sebagian pihak untuk melakukan komersialisasi pendidikan
dengan berlindung di balik upaya peningkatan mutu
pendidikan.
Sehingga dalam konteks ini, sebenarnya madrasah jauh
memiliki peran yang lebih besar dibandingkan sekolah-sekolah
negeri pada umumnya. Karena hampir sebagian peserta didik
yang tidak tertampung di sekolah-sekolah, pada akhirnya
memilih madrasah sebagai tempat belajar. Terlepas dari
persoalan adanya dugaan dan kecurigaan sebagian pihak yang
mengatakan bahwa proses pendidikan di madrasah tidak

15
Soedijarto.2008. Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita.Jakarta:
Kompas. (hlm.78-79)
16
Suyanto.2001.Reformasi Pendidikan Nasional.Jakarta: Komite Reformasi
Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional. (hlm. 4)

11
bermutu dan input pendidikannya rendah, namun kesediaan
madrasah untuk menerima anggota masyarakat turut dalam
proses pembelajaran merupakan poin penting dalam
mewujudkan gerakan education for all.
 Indikator Sistematisasi Pendidikan
Dengan lahirnya Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan berbagai
peraturan yang menyertainya merupakan upaya pemerintah
untuk menyeragamkan praktek pendidikan di Indonesia agar
menghasilkan perencanaan dan manajemen pendidikan yang
efisien, memudahkan supervisi, mewujudkan kesatuan bangsa
dan memudahkan pengontrolan mutu pendidikan secara
nasional. Namun pada fakta yang terjadi justru malah
sebaliknya, yakni sistem pendidikan nasional yang kaku,
menutup pintu bagi lahirnya inovasi-inovasi dan eksperimen-
eksperimen konsep pendidikan. Dimana, pendidikan swasta
yang menjadi pilar pendidikan nasional, ruang geraknya
dibatasi karena adanya berbagai regulasi yang mengatur
praksis pendidikan, terutama terkait dengan kebijakan
implementasi standar nasional pendidikan
 Indikator Proliferasi Pendidikan
Proliferasi pendidikan berarti pertumbuhan dan
pertambahan pendidikan, dimana keberlangsungan pendidikan
dalam suatu bangsa sebenarnya merupakan tanggungjawab
bersama tri pusat pendidikan. Bukan monopoli lembaga
pendidikan formal.
Sejalan dengan perkembangan arus modernisasi,
nampaknya dunia usaha dan industri mempersyarakatkan
adanya kepemilikan ijazah sebagai syarat untuk memasuki
dunia usaha dan industri. Sehingga ukuran seseorang layak
diterima di sebuah perusahaan dan industri dilihat dari
kepemilikan ijazah.Sementara itu, lembaga yang berhak

12
mengeluarkan ijazah adalah lembaga pendidikan formal. Hal
yang demikian sebenarnya juga ada sisi positifnya, namun juga
dapat melahirkan sisi negatif, karena mengabaikan aspek
keterampilan dan kepribadian.
Sehingga, kepentingan masyarakat cenderung diabaikan,
karena pendekatan informal yang membentuk peserta didik
tidak diperhitungkan sebagai faktor yang mempengaruhi
karakter peserta didik. Institusi pendidikan dianggap sebagai
tempat untuk memproduksi peserta didik. Perkembangan
kepribadian dan pembentukan karakter menjadi hal yang
kurang diperhatikan. Berbeda dengan institusi pendidikan pada
umumnya, khususnya madrasah sebagai lembaga pendidikan
Islam, lebih peduli terhadap perkembangan kepribadian dan
akhlak mulia. Sekalipun banyak sorotan yang dialamatkan
kepada madrasah karena dianggap gagal menjalankan
perannya sebagai lembaga formal Islam. Namun demikian
upaya madrasah untuk memberikan pengalaman hidup
beragama secara nyata kepada peserta didiknya cukup
dijadikan indikator, bahwa pembelajaran di madrasah
mempunyai perhatian yang kuat terhadap pembentukan
kepribadian tetapi kurang memperhatikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Dengan demikian, madrasah sebagai bagian dari sistem
pendidikan nasional tentu patut diperhatikan karena selama ini
dapat membiayai pendidikan secara mandiri walaupun
sebenarnya negara mempunyai kewajiban untuk membantu
madrasah. Wajar jikalau kemudian kualitas pendidikan di
madrasah masih jauh dari yang diharapkan masyarakat, karena
terbatasnya sumberdaya manusia dan minimnya sarana

13
pendukung kegiatan pembelajaran telah menjadi bagian
persoalan yang akrab dengan kondisi madrasah.17

 Indikator Politisasi Pendidikan


Politisasi berarti hal-hal membuat keadaan baik itu
perbuatan, gagasan, dan sebagainya yang bersifat
politis/kekuasaan. Dengan demikian dalam perkembangannya,
Selama kurun pemerintahan Orde baru, pendidikan telah
dijadikan sebagai alat untuk mengendalikan kekuasaan.
Sehingga pengelolaan pendidikan dilaksanakan secara
sentralistik, mengabdi kepada kekuasaan, dan tidak
memenuhikebutuhan masyarakat. Sakralisasi ideologi negara
dijadikan sebagai alat untuk mengekang lahirnya pemikiran
kritis yang menjadi tujuan utama pendidikan. Madrasah
sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional juga terkena
dampak dari adanya politisasi pendidikan. Hal ini nampak dari
adanya indoktrinasi P-4 yang harus dilakukan oleh setiap
lembaga pendidikan di Indonesia, termasuk madrasah.

5. Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam Indonesia dalam Era


Globalisasi
Globalisasi merupakan sebuah gerakan dunia yang menghadirkan 2
sisi yang berbeda tetapi saling mempunyai keterkaitan, sebagaimana 2 sisi
mata uang yang saling berhubungan. Di satu sisi, globalisasi telah
menghadirkan pemikiran yang mengarahkan dunia menjadi semakin
seragam dan terstandar melalui penyesuaian kebudayaan, teknologi, dan
perdagangan, yang berasal dari dunia Barat. Tetapi di sisi lain globalisasi
meningkatkan sensitifitas terhadap perbedaan budaya antar bangsa.
Menurut Imam Barnadib, dengan perkembangan teknologi dan
informasi yang disebarkan melalui penyebaran informasi yang beraneka

17
Moh. Miftachul Choiri dan Aries Fitriani.2011. Problematika Pendidikan Islam sebagi Sub
Sistem Pendidikan Nasional Di Era Global.Ponorogo: Jurnal Al-Tahrir Vol.11

14
ragam, seolah-olah manusia “kebanjiran” berbagai informasi, seperti ilmu
pengetahuan, iklan-iklan, baik barang maupun hiburan, maka tugas
pendidikan adalah menyiapkan peserta didik bukan sekedar sebagai
“penerima” informasi tetapi juga “penyeleksi” informasi. Yang mana,
globalisasi dengan tema “modernitasnya” yang mengusung gaya hidup
kapitalis dan liberalisasi ekonomi menggiring munculnya semangat
kompetisi sehingga memposisikan kelompok masyarakat lain sebagai
kompetitor bukan sebagai relasi atau mitra kerjasama dalam menghadapi
kehidupan.18 Sehingga, pendidikan sebagai bagian dari produk
kebudayaan masyarakat juga tidak luput dari pengaruh globalisasi.
Sebagai negara berkembang, sistem pendidikan di Indonesia rawan
dipengaruhi bangsa lain. Menurut Imam Barnadib, Indonesia sebagai
negara berkembang berada padasimpang jalan pendidikan. Di satu pihak,
tradisi, norma, nilai yang kuat dan mewarnai kehidupan perlu
dipertahankan dan dikembangkan. Di pihak lain, hal-hal baru perlu
diserap hingga menjadi bagian pendidikan.19 Dengan demikian, sudah
sangat jelas bahwa dikatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 bahwa “pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”
Sehingga, untuk mensiasati situasi yang demikian maka Menurut
Imam Barnadib pendidikan di Indonesia berdasarkan Pancasila. Karena
Pancasila adalah ideologi dan falsafah bangsa Indonesia. Selain itu,
Pancasila juga sebagai ideologi dan falsafah terbuka, maka nilai-nilai
yang termuat dalam filsafat selain Pancasila yang memiliki relevansi
dengan semangat Pancasila dapat diambil dan diterapkan dalam sistem
pendidikan nasional Indonesia.20 Dalam hal ini tentu juga berlaku pada
sistem pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional

18
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan (Yogyakarta: Adicita, 2002), hal. 40
19
Imam Barnadib, Dasar-dasar Kependidikan: Memahami Makna dan
Perspektif Beberapa Pendidikan (Bogor: Ghalia Indonesia. 1996) hal. 50
20
Ibid. Hal. 52

15
Indonesia. Yang mana, krisis multidimensional yang melanda bangsa
Indonesia saat ini, khususnya pada krisis moral dan mental menjadi poin
penting dan keprihatinan bersama, terlebih ketika globalisasi menuntut
adanya pembangunan karakter yang kuat.
Sehingga, sistem pendidikan Islam mestinya mulai menata diri
bagaimana menghadapi globalisasi yang menghadirkan 2 sisi negatif dan
positif. Di antara upaya tersebut yaitu memperbaiki kurikukulum,
meningkatkan kualitas proses, memperbaiki manajemen dan mereformasi
paradigma pendidikan yang berkembang saat ini dengan paradigma
organik. Adapun menurut Zamroni, paradigma organik bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik secara utuh: kemampuan
intelektual, personal dan sosial. Institusi pendidikan merupakan gabungan
berbagai interaksi baik akademik maupun non-akademik semua warga
sekolah.21
Dengan demikian, implementasi paradigma organik di madrasah
sebagai sistem pendidikan Islam tidak dapat ditangani secara parsial atau
setengah-setengah, tetapi memerlukan pengembangan pemikiran yang
utuh dan aksi nyata secara bertahap dan sistemik. Sebagaimana dijelaskan
dalam Permendiknas Nomor 63 Tahun 2009, madrasah perlu melakukan
evaluasi diri secara jujur dan bertanggungjawab mengenai kondisi riil
yang sedang terjadi saat sekarang. adapun strategi dalam melakukan
evaluasi madrasah untuk mengumpulkan, mengalisis, melaporkan kinerja
dan memetakan mutu tenaga kependidikan, program kegiatan dan mutu
madrasah secara holistik,22 serta dengan menggunakan instrumen
indikator standar pelayanan minimal (SPM) yang berjumlah 13 indikator
dan standar nasional pendidikan (SNP) yang terdiri dari delapan standar.

21
Zamroni, Pendidikan dan Demokrasi, hal. 96.
22
Kementrian Pendidikan Nasional& Kementerian Agama RI, Peningkatan
Manajemen Melalui Penguatan Tata Kelola dan Akuntabilitas di Sekolah/Madrasah
(Jakarta:Dikdasmen& Direktorat Pendis, 2009), hal. 21.

16
C. Peran Sistem Pendidikan Nasional terhadap Pengembangan Pendidikan
Islam

Pendidikan Islam di Indonesia sebagai subsistem pendidikan nasional,


secara emplisit akan mencerminkan ciri-ciri kualitas manusia Indonesia
seutuhnya. Kenyataan seperti ini dapat kita pahami dari hasil rumusan
seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian
bahwa pendidikan Islam ditujukan sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan
rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dan hikmah mengarahkan,
mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran
Islam. Dalam hal ini Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan
Islam adalah bimbingan jasmani rohani berdasarkan hukum-hukum agama
Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-
ukuran Islam.23

Dengan melihat kedua tujuan pendidikan di atas, baik tujuan pendidikan


nasional maupun tujuan pendidikan Islam, tampaknya ada dua dimensi
kesamaan yang ingin diwujudkan, yaitu:

1) Dimensi transendental (lebih dari hanya sekedar ukhrawi) yang berupa


ketakwaan, keimanan dan keikhlasan.
2) Dimensi duniawi melalui nilai-nilai material sebagai sarananya, seperti
pengetahuan, kecerdasan, keterampilan, keintelektualan dan sebagainya.

Dengan demikian keberhasilan pendidikan Islam akan membantu terhadap


keberhasilan pendidikan nasional. Juga sebaliknya keberhasilan pendidikan
nasional secara makro turut membantu pencapaian tujuan pendidikan Islam.
Sebab itu keberadaan lembaga pendidikan Islam oleh pemerintah dijadikan
mitra untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan
Nasional, merupakan undang-undang yang mengatur penyelenggaraan suatu
sistem pendidikan nasional sebagaimana dikehendaki oleh UUD 1945.

23
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung : PT. Al-Ma’arif,1986),
hlm: 23
23
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1996), hlm: 30-33

17
Melalui proses penyusunannya sejak tahun 1945, ketika Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya sampai tahun 1989, tampaknya undang-
undang tersebut juga merupakan puncak dari usaha mengintegrasikan
pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional, sebagai usaha untuk
menghilangkan dualisme sistem pendidikan yang selama ini masih berjalan.
Karenanya, masalah-masalah pendidikan terutama yang menyangkut
kurikulum pendidikan, maka semuanya di bawah koordinasi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Dengan demikian berarti UU No. 2 Tahun 1989 tersebut merupakan
wadah formal terintegrasinya pendidikan Islam dalan sistem pendidikan
nasional dan dengan adanya wadah tersebut, pendidikan Islam mendapatkan
peluang serta kesempatan untuk terus berkembang.
Adanya peluang dan kesempatan untuk berkembangnya pendidikan Islam
secara terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional tersebut dapat kita lihat
pada pasal-pasal, seperti berikut ini 24:

1) Di dalam pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa pendidikan nasional adalah


pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kenyataannya tidak bisa dipungkiri, bahwa pendidikan Islam baik
sebagai sistem maupun kelembagaannya, merupakan warisan budaya
bangsa, yang berurat akar pada masyarakat bangsa Indonesia. Dengan
demikian jelaslah bahwa pendidikan Islam akan merupakan bagian
integral dari sistem pendidikan nasional.
2) Pada pasal 4 diungkapkan tentang tujuan pendidikan nasional, yaitu
untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.

24
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1996), hlm: 30-33

18
Apa yang dinyatakan dalam tujuan pendidikan nasional tersebut
terutama yang menyangkut nilai-nilai dan aspek-aspeknya, sepenuhnya
adalah nilai-nilai dasar ajaran Islam, tidak ada yang bertentangan dengan
tujuan pendidikan Islam. Oleh karena itu, perkembangan pendidikan
Islam akan mempunyai peran strategis dan menentukan dalam
keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan nasional tersebut.
3) Selanjutnya pada pasal 10 dinyatakan bahwa pendidikan keluarga
merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang
diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama,
nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.
Menurut ajaran Islam, keluarga merupakan lembaga pendidikan
yang pertama dan utama, yang berperan besar dalam upaya pembentukan
kepribadian anak. Dengan masuknya lembaga pendidikan keluarga
menjadi bagian dasar sistem pendidikan nasional, maka pendidikan
keluarga muslim pun menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem
pendidikan nasional yang berlaku.
4) Pada pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa jenis pendidikan yang termasuk
jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan
kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
Yang dimaksud dengan pendidikan agama sebagaimana yang
dijelaskan pada ayat tersebut adalah pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut
penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
Kita mengetahui bahwa setiap orang Islam berkepentingan dengan
pengetahuan tentang ajaran-ajaran Islam, terutama yang berhubungan
dengan nilai-nilai keagamaan, moral dan sosial budayanya. Oleh
karenanya, pendidikan Islam dengan lembaga-lembaganya, tidak bisa
dipisahkan dari sisten pendidikan nasional.
5) Sementara itu pada pasal 39 ayat 2 dinyatakan bahwa isi kurikulum
setiap jenis dan jalur serta jenjang pendidikan, wajib memuat pendidikan
Pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan.

19
Berkenaan dengan ini, dijelaskan bahwa pendidikan agama
(termasuk pendidikan agama Islam) merupakan bagian dari dasar dan inti
kurikulum pendidikan nasional, dan dengan demikian pendidikan agama
Islam pun terpadu dalam sistem pendidikan nasional.
Kenyataan tersebut pada dasarnya cukup menguntungkaan bagi
pendidikan Islam, sebab posisinya akan tambah kuat. Kalau selama ini
mungkin pendidikan agama merasa tersisih, dengan UU Nomor 2 tahun
1989 ini status pendidikan agama adalah sama kuatnya.
6) Kemudian pasal 47, terutama ayat 2 dinyatakan bahwa ciri khas satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
Dengan pasal ini, satuan-satuan pendidikan Islam baik yang berada pada
jalur sekolah maupun pada jalur luar sekolah akan tetap tumbuh dan
berkembang secara terarah dan terpadu dalam sistem pendidikan nasional.
Sehubungan dengan satuan pendidikan yang berciri khas ini, pada
Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1990, tentang Pendidikan Dasar, pasal
4 ayat 3 ditegaskan bahwa SD dan SLTP yang berciri khas Agama Islam,
yang diselenggarakan oleh Departemen Agama, masing-masing disebut
Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Dengan demikian
madrasah diakui sama dengan sekolah umum, dan merupakan satuan
pendidikan yang terintegarasi dalam sistem pendidikan nasional.
Demikianlah bagaimana posisi pendidikan Islam dalam kerangka Sistem
Pendidikan Nasional.

20
BAB III

KESIMPULAN

Problematika pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terjadi


dalam pendidikan Islam. Diakui atau tidak, sistem pendidikan kita adalah sistem
pendidikan yang sekular materialistik. Hal ini dibuktikan pada UU No. 20 Tahun
2003 Bab IV tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum)
pasal 15 yang menyatakan bahwa “jenis pendidikan mencakup pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan khusus. Sehingga, dalam
hal ini terdapat pembagian antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Yang
mana sistem pendidikan tersebut telah terbukti gagal dalam melahirkan manusia
yang berkepribadian Islam dan mampu menjawab tantangan perkembangan
melalui penguasaan IPTEK. Peran sistem pendidikan nasional terhadap
pengembangan pendidikan Islam dapat dilihat dalam UU No. 2 Tahun 1989 dan
Sehubungan dengan satuan pendidikan yang berciri khas ini, pada Peraturan
Pemerintah No. 28 tahun 1990, tentang Pendidikan Dasar, pasal 4 ayat 3.

21
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Risa.Kamus Ilmiah Populer .Surabaya: Serbajaya.

Azra, Azyumardi.1997. “Pesantren: Kontinuitas dan Perubahan” dalam


Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret
Perjalanan. Jakarta: Paramadina, 1997.

Barnadib, Imam.1996.Dasar-dasar Kependidikan: Memahami Makna dan


Perspektif Beberapa Pendidikan.Bogor: Ghalia Indonesia

Barnadib, Imam.2002.Filsafat Pendidikan.Yogyakarta: Adicita.

Hasbullah.1996.Kapita Selekta Pendidikan .Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Kementerian Pendidikan Nasional & Kementerian Agama RI.2009.


Peningkatan Manajemen Melalui Penguatan Tata Kelola dan
Akuntabilitas di Sekolah/Madrasah. Jakarta: Dikdasmen&
Direktorat Pendis.

Mahfudh Sahal, KH. MA.1994.Nuansa Fiqih Sosial .Yogyakarta: LkiS

Marimba, Ahmad D. 1986.Pengantar Filsafat Pendidikan Islam.Bandung : PT.


Al-Ma’arif.

Miftachul Choiri, Moh, dan Aries Fitriani.2011. Problematika Pendidikan Islam


sebagi Sub Sistem Pendidikan Nasional Di Era Global.Ponorogo: Jurnal
Al-Tahrir Vol.11

Mochtar, Affandi. 2001.Membedah Diskursus Pendidikan Islam. Ciputat:


Kalimah

Muhaimin. 2005.Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di


Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Rajawali Pers

Sairin, Sjafri. 2002.Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia: Perspektif


Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soedijarto.2008. Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita.Jakarta: Kompas.

Suyanto.2001.Reformasi Pendidikan Nasional.Jakarta: Komite Reformasi


Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional

22
Tilaar, H.A.R. 2004.Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Bandung: Rineka
Cipta

Wahid, Abdul. 2002.“Manajemen Berbasis Madrasah: Ikhtiar Menuju Madrasah


yang Mandiri” dalam Dinamika Pesantren dan Madrasah. ed
Ismail SM et.al Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wardi, Moh.2013.Problematika Pendidikan Islam dan Solusi


Alternatifnya.Sampang: Jurnal Tadris Vol. 8

23

Anda mungkin juga menyukai