Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH MENENGAH


“PROBLEMATIKA PAI PADA SEKOLAH”

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan


Mata Kuliah Pembelajaran PAI di Sekolah

Disusun Oleh:
Jumardin 2002010039
Riri Ayu 2002010048
Eny Erwanti 2002010057
Solehati 2002010058

Dosen Pengampu:
Dr. Dodi Ilham, S,Ud., M. Pd.i

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN PALOPO
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kepada Allah swt. senantiasa kita bersyukur, yang telah


melimpahkan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “PROBLEMATIKA PAI PADA
SEKOLAH”. Sholawat serta salam, semoga selalu tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad saw. beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang
senantiasa istiqomah di jalan-Nya.
Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Dodi
Ilham, S,Ud., M. Pd.i selaku dosen pengampu mata kuliah Pembelajaran PAI di
Sekolah Menengah yang telah memberikan tugas ini serta membantu memberikan
masukan dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan
saran demi kesempurnaan. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi
pembaca.

Palopo, 06 Juli 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL…………………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR………………….………………………….……...…

ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………...…

iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………...……….… 1

A. Latar Belakang……………………………………………………..….

B. Rumusan Masalah………………………………………………….… 2

C. Tujuan Masalah………………………………………………….…… 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Bagaimana Problematika Pengembangan Kurikulum PAI………,,…. 3

B. Bagaimana Problematika Pengembangan Standar Pendidikan dan Tenaga

Kependidikan PAI…………………………………………………… 7

C. Bagaimana Problematika Pengembangan Standar Sarana Prasarana

PAI………………………………………………………….……...... 9

BAB III PENUTUP…………………………………………………………

12

A. Kesimpulan…………………………………………………………. 12

B. Saran…………………………………………………………………

13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum sampai saat ini masih hangat untuk di perbincangkan. Sebab
kurikulum mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam dunia Pendidikan,
bahkan bisa dikatakan bahwa kurikulum memegang kedudukan dan kunci dalam
Pendidikan, hal ini berkaitan dengan penentuan arah,isi, dan proses
Pendidikan,yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu
Lembaga Pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan
Pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional.
Setiap pendidik harus memahami perkembangan kurikulum, karena
merupakan suatu formulasi pedagogis yang paling penting dalam konteks
Pendidikan, dalam kurikulum akan tergambar bagaimana usaha yang dilakukan
membantu siswa dalam mengembangkan potensinya beruba fisik, intelektual,
emosional, dan social keagamaan dan lain sebagainya. Dengan memahami
kurikulum, para pendidik dapat memilih dan menentukan tujuan pembelajaran,
methode, tekhnik, media pengajaran, dan alat evaluasi pengajaran yang sesuai dan
tepat. Untuk itu, dalam melakukan kajian terhadap keberhasilan system
Pendidikan ditentukan oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik,
intensitas pekerjaan yang realistis tinggi dan kurikulum yang tepat guna. Oleh
karena itu, sudah sewajarnya para Pendidikan dan tenaga kependidikan bidang
Pendidikan ditentukan islam memahami kurikulum serta berusaha
mengembangkannya.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka yang
menjadi rumusan permasalahan pada penulisan makalah ini yaitu:
1. Bagaimana Problematika Pengembangan Kurikulum PAI ?
2. Bagaimana Problematika Pengembangan Standar Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan PAI ?
3. Bagaimana Problematika Pengembangan Standar Sarana Prasarana PAI
?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Problematika Pengembangan Kurikulum PAI
2. Untuk Mengetahui Problematika Pengembangan Kurikulum PAI
3. Untuk Mengetahui Problematika Pengembangan Kurikulum PAI

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Problematika Pengembangan Kurikulum PAI


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat
membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk jadinya
pergeseran fungsi sekolah sebagai institusi Pendidikan. Seiring dengan
tumbuhnya berbagai macam kebutuhan kehidupan, beban sekolah semakin berat
dan kompleks. Seiring dengan tumbuhnya berbagai macam kebutuhan kehidupan,
beban sekolah semakin berat dan kompleks. Sekolah tidak saja dituntut untuk
dapat membekali berbagai macam ilmu pengetahuan yang sangat cepat
berkembang, akan tetapi juga dituntut untuk dapat mengembangkan minat dan
bakat, membentuk moral dan kepribadian, bahkan dituntut agar anak didik dapat
menguasai berbagai macam ketrampilan yang dibutuhkan untuk memenuhi dunia
pekerjaan.1
Salah satu prinsip kurikulum adalah relevansi, yang dimaknai dengan
kerelevansian (kesesuaian) kurikulum dengan perkembangan zaman. Kurikulum
pendidikan Islam juga perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, yang secara langsung akan mengubah sistem dan
pandangan hidup manusia, baik yang berkaitan dengan masalah duniawi dan
masalah ukhrawi.2 Dengan demikian pendidikan Islam harus lebih membumi,
disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat akan perlunya agama,
tanpa harus mengubah ajaran yang bersifat esensial dalam Islam. Dipandang dari
sudut keberhasilan pendidikan agama ada tiga indikasi pokok, pertama,
keberhasilan mentransfer ilmu, kedua pentransferan nilai, ketiga pentransferan
ketrampilan. Bagian pertama terkait dengan pengetahuan koginitf. Bagian kedua
terkait dengan nilai baik dan buruk, peserta didik diarahkan mencintai nilai-nilai
kebaikan dan membenci nilai-nilai kejahatan, bagian ketiga terkait dengan
perbuatan nyata.3
1
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan KTSP,
(Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 5
2
9 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta; Pustaka Pelajara,1996),
h. 10
3
Haidar Putra Daulay, loc.cit., h.104

3
Munculnya kesenjangan antara seharusnya (das sollen) keberhasilan
pendidikan Islam dengan kenyataan fakta lapangan (das sein) menunjukkan
adanya problematika atau permasalahan dengan pendidikan Islam. Di pihak lain,
hasil penelitian Pulsitbang Agama dan Keagamaan (2010) menemukan beberapa
Problematika mendasar Kurikulum Lembaga Pendidikan Islam (madrasah)
berkaitan dengan reposisi madrasah di UUSPN No. 20 tahun 2003, antara lain:
1. Komponen Tujuan
Tujuan pendidikan Islam adalah mewujudkan Islam sebagai ajaran, dan
mewujudkan pribadi umat muslim yang maju dan sejahtera, sekaligus
mewujudkan pendidikan Islam yang mengejawantahkan nilainilai islami
(penguasaan ilmu-ilmu agama). Reposisi madrasah dari lembaga pendidikan yang
fokus pada penguasaan ilmu-ilmu agama ke arah relatif sama dengan sekolah pada
umumnya, berimplikasi madrasah didorong menjadi lebih menempati lembaga
pendidikan umum yang bercirikan Islam. Muatan kurikulum nya sama dengan
sekolah, hanya saja madrasah masih menyisakan ciri khas keislamannya dengan
mata pelajaran agama, yang tidak sekuat dan sedalam dahulu pada awal
terbentuknya.4 Akibat pergeseran ini, output madrasah menjadi serta tanggung
antara mata pelajaran agama dan umum, bahkan cenderung mengantarkan siswa
madrasah meninggalkan orientasi penguasaan ilmuilmu agama ke pola pikir yang
serba profan dan materialistik.
2. Komponen Materi (isi dan struktur program)
Output madrasah didesain secara terstruktur tidak hanya menguasai ilmu
agama saja, tetapi juga mendalami mata pelajaran umum dengan baik, sehingga
output madrasah dianggap memiliki keunggulan komparatif karena diyakini
mampu mengantarkan peserta didik pada ranah yang lebih komprehensif, meliputi
aspek-aspek intelektual, moral spiritual dan keahlian ilmu modern sekaligus.
Problematika yang ditemukan di lapangan adalah:
a. materi pendidikan di madrasah dipandang belum membangun
sikap kritis, masih terbatas pada masalah-masalah keagamaan, serta
tidak memiliki kepedulian terhadap perkembangan ilmu-ilmu
umum, baik ilmu sosial maupun ilmu alam
4
Nunu Akhmad dkk, Pendidikan Agama di Indonesia: Gagasan dan Realita, (Jakarta;
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2010), h. xii

4
b. Struktur kurikulum madrasah yang overload karena memuat mata
pelajaran umum (70%) ditambah dengan mata pelajaran agama
(30%) sebagai ciri khas lembaga pendidikan Islam.
c. Kurikulum pendidikan sarat dengan materi tidak sarat dengan nilai.
Kurikulum pendidikan dalam arti produk masih mengandung
banyak kerancuan, artinya sekolah-sekolah di tingkat Ibtidaiyah
(SD), Tsanawiyah (SMP), dan Aliyah (SMU) memiliki kurikulum
yang sangat sarat dengan mata pelajaran. Implikasinya adalah daya
serap peserta didik tidak optimal dan kelihatannya peserta didik
cenderung belajar tentang banyak hal, tetapi sebenarnya dangkal
dalam penguasaan pengetahuan dan kemampuan ketrampilan yang
layak5
d. Kurang berorientasi pada kebutuhan peserta didik dan masa depan
Dalam kenyataan proses pendidikan Islam kurang menarik dari sisi
materi dan metode penyampaian yang digunakan. Desain
kurikulum pendidikan Islam sangat didominasi oleh
masalahmasalah yang bersifat normatif, ritual, dan eskatologis, dan
materi pendidikan disampaikan dengan semangat ortodoksi
keagamaan dalam pelajaran agama yang diidentikkan dengan iman,
bukan ortopraksis yaitu bagaimana mewujudkan iman dalam
tindakan nyata operasional.
3. Komponen strategi
Strategi pelaksanaan kurikulum pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan memerlukan pembelajaran active learning dengan berpusat pada
peserta didik untuk mengembangkan potensinya. Namun problematika yang
muncul di lapangan adalah:
a. Kegiatan belajar mengajar di madrasah berlangsung secara
monolog dengan posisi guru yang dominan, karena murid lebih
banyak pasif dan tidak memiliki ruang untuk bertanya dan
mengembangkan wawasan intelektual.6

5
Hujair AH Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Madani
Indonesia, Cet. Ke-1, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003), h.161-162
6
Ibid, op.cit., h. 10

5
b. Lebih menekankan pada aspek kognisi daripada afeksi dan
psikomotor. Apabila memperhatikan desain program kurikulum
pendidikan Islam dari tingkat SD/MI sampai PT, dirasakan belum
mampu menjawab persoalan-persoalan tantangan perubahan,
karena kurikulum pendidikan Islam lebih menitik beratkan pada
aspek korespondensi-tekstual, yang lebih menekankan hafalan
teks-teks keagamaan yang sudah ada. Dan ini pun baru pada aspek
kognitif tingkat rendah7
c. Pendekatan kurikulum pendidikan Islam masih cenderung bersifat
normatif. Dalam arti pendidikan Islam menyajikan norma-norma
yang seringkali tanpa ilustrasi konteks sosial budaya sehingga
peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai
yang hidup dalam keseharian.
4. Komponen Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu komponen dalam KTSP yang sekarang
dilaksanakan di setiap lembaga pendidikan. Evaluasi dilakukan untuk memberikan
keseimbangan pada tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan
menggunakan berbagai alat, bentuk, sistem dan model penilaian yang dilakukan
secara berkesinambungan sehingga dapat memperoleh gambaran secara utuh
prestasi dan kemajuan hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik8
5. Status Lembaga Pendidikan
Masuknya madrasah sebagai sub sistem pendidikan nasional yang
termasuk jenis pendidikan umum, madrasah dituntut untuk melaksanakan PP No.
19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional (SPN) sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan (pasal 3), dengan tujuan
untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat (pasal 4). Hanya saja pemenuhan tuntutan tersebut bagi madrasah
tidaklah sederhana, karena 90% madrasah dikelola oleh masyarakat (swasta)

7
Ibid, op.cit., h. 164
8
Mulyadi., Evaluasi Pendidikan; Pengembangan Model Evaluasi Pendidikan Agama di
Sekolah, (Malang; UIN-Maliki Press, 2010)

6
dengan tingkat kualifikasi yang berbeda dalam berbagai segi, karena keterbatasan
sarana dan prasaran yang dimiliki oleh madrasah. 9
6. Kesulitan mempertanggungjawabkan dalam mengembangkan kurikulum
Walaupun madrasah sebagai lembaga pendidikan diberi kebebasan untuk
mengembangkan kurikulum, sedangkan pihak pemerintah dalam hal ini
Depdiknas hanya memberikan standar kurikulum secara nasional dan madrasah
dapat melakukan pengembangan kurikulum yang bersifat lokal/muatan lokal.
Dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum selama ini, ternyata lebih
banyak dibebankan kepada kepala madrasah dan guru, keterlibatan komite
madrasah, yayasan maupun masyarakat masih relatif kecil, bahkan hampir tidak
terjadi.

B. Problematika Pengembangan Standar Pendidikan dan Tenaga


Kependidikan PAI.
1. Pengertian Standar Pendidikan
Standar penilaian pendidikan menurut PP. No. 19 tahun Pasal Ayat (11)
adalah standar nasional pendidian yang berkaitan dengan mekanisme dan
instrumen penailaian hasil belajar peserta didik. Di dalam pasal 63 ayat (1)
dikemukakan penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
terdiiri atas: (a) penilaian hasil belajar oleh pendidik (b) penilaian hasil belajar
oleh satuan pendidik, dan (c) penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
2. Prinsip-Prinsip Penilaian (Evaluasi)
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melakukan
evaluasi. Sebaliknyapun sebaiknya prosedur evaluasi yang diikuti dan evaluasi
yang diselesaikan perlu diterapkan, jika tidak dipadukan dengan prinsip-prinsip
penunjangnya maka hasil evaluasi pun akan kurang dari yang diharapkan.
Diantara prinsip-prinsip evaluasi sebagai berikut:
a. Keterpaduan
Penilaian harus integral dalam pengajaran di samping tujuan
pengajaran dan materi serta metode pengajaran. Tujuan

9
Nunu Akhmad dkk, loc.cit., h. 11

7
intraksional, materi, dan metode pengajaran, serta evaluasi
meruapakan tiga kesatuan terpadu yang tidak boleh dipisahkan.
b. lega siswa
Prinsip ini sangat erat dengan metode belajar yang menuntut
keterliabatan siswa secara aktif, siswa mutlak. Untuk mengetahui
sejauh mana siswa berhasil dalam kegitan belajar mengajar yang
dilakukan secara aktif, siswa membutuhkan evaluasi.
c. Koherensi
Evaluasi harus mengaitkan dengan materi yang diajarkan dan
sesuai dengan kemampuan renah siswa yang diukur. Maka tidak
dibenarkan menyajikan bahan evaluasi yang sementara materinya
belum disampaikan.
d. Pedagogis
Disamping evaluasi sebagai alat penilaian, evaluasi juga perlu
diterapkan sebagai upaya perbaikan sikap dan tingkah laku dari
segi pedagogis. Evaluasi dan hasilnya dapat dipakai sebagai alat
motivasi bagi siswa dalam kegiatan belajarnya.
e. Akuntabilitas
Sejauh mana keberhasilan program pengajaran perlu disampaikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan
sebagai laporan pertanggung jawaban. Pihak-pihak yang termasuk
adalah orang tua, masyarakat sekitar, dan lembaga pendidikan itu
sendiri. Pihak ini perlu mengetahui keadaan perkembangan siswa
agar dapat dipertimbangkan pemanfaatannya.
f. Realibitas (dapat dipercaya)
Ciri-ciri soal yang tidak reabilitas adalah pertanyaan tidak jelas apa
yang dimaksud, pertanyaan yang bersifat ambigu, pertanyaan tidak
dapat dijawab karena kurang memberikan keterangan yang
lengkap.
g. Sah
Evaluasi dapat dikatakan benar apabila test yang digunakan dapat
memberikan keterangan atau gambaran tentang apa yang

8
diinginkan. Misal apa bila untuk mengetahui psikomotorik peserta
didik, maka tes harus menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang
bersifat psikomotorik.
Berbagai masalah pendidikan di indonesia ini sangatlah banyak
diantaranya dari segi (1) rendahnya layanan pendidikan di Indonesia, (2)
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, (3) rendahnya mutu pendidikan tinggi di
Indonesia, (4) rendahnya kemampuan literasi anak-anak Indonesia. Secara praktis
kenyataan ini menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami
banyak tantangan dan masalah. Secara otomatis kondisi ini berdampak langsung
dengan lulusan yang dihasilkan karena dengan rendahnya mutu pendidikan maka
rendah pula kualitas lulusan yang dihasilkan.

C. Problematika Pengembangan Standar Sarana Prasarana PAI


Sarana dan prasarana adalah semua fasilitas yang diperlukan untuk
pencapai tujuan organisasi atau lembaga agar organisasi atau lembaga tersebut
dapat tercapai dengan lancar, teratur, efektif dan efisien. Dengan demikian sarana
prasarana merupakan fasilitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan suatu
organisasi atau lembaga. Sarana pendidikan adalah peralatan yang secara
langsung digunakan dalam proses pencapaian tujuan pendidikan sedangkan
prasarana pendidikan adalah fasilitas secara tidak langsung hanya sebagai
pendukung dalam pencapaian tujuan dimaksud. Adapun prasarana pendidikan
menurut Baharuddin adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang
jalannya proses pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju
sekolah dan lain sebagainya.
Namun jika prasarana ini dimanfaatkan secara langsung untukproses
belajar-mengajar seperti taman sekolah untuk mengajarkanbiologi atau halaman
sekolah menjadi lapangan olahraga, makakomponen tersebut berubah posisi
menjadi sarana pendidikan. prasarana difungsikan sebagai sarana, berarti
prasarana tersebut menjadi komponen dasar. Akan tetapi, jika prasarana berdiri
sendiri atauterpisah, berarti posisinya menjadi penunjang terhadap sarana Jadi
dapat diambil kesimpulan, bahwa sarana dan prasarana belajar PAI (Pendidikan
Agama Islam) adalah fasilitas yang membantu dalam proses belajar mengajar

9
Pendidikan Agama Islam atau PAI, baik digunakan secara langsung maupun tidak
langsung.
Jenis-jenis sarana dan prasarana pendidikan tersebut perlu dikelola secara
baik oleh guru dalam mewujudkan pembelajaran pendidikan agama Islam yang
bermutu. Tanpa adanya pengelolaan yang baik terhadap sarana dan prasarana
pendidikan yang ada, maka akan sulit dalam mewujudkan pembelajaran
pendidikan agama Islam yang bermutu sekalipun di madrasah terdapat sejumlah
sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Oleh karena itu, pengelolaan
sarana dan prasarana pendidikan ini penting dilakukan oleh guru dalam
mewujudkan pembelajaran pendidikan agama Islam yang berkualitas.
Pengelolaan sarana dan prasrana pendidikan penting dilakukan oleh guru, karena
memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Merupakan pembuka jalan dan pengembangan wawasan terhadap
proses pembelajaran yang akan ditempuh.
2. Merupakan pemandu secara teknis dan langkah-langka operasional
untuk menelusuri secara lebih teliti menuju pada pembentukan
kompetensi secara tuntas.
3. Memberikan berbagai ilustrasi dan contoh-contoh yang berkaitan
dengan kompetensi dasar yang akan dikembangkan.
4. Memberikan petunjuk dan gambaran kaitan kompetensi dasar yang
sedang dikembangkan dengan kompetensi dasar lainnya.
5. Menginformasikan sejumlah penemuan baru yang pernah diperoleh
orang lain yang berhubungan dengan mata pelajaran tertentu.
6. Menunjukkan berbagai permasalahan yang timbul, sebagai
konsekuensi logis dalam pengembangan kompetensi dasar yang
menuntut adanya kemampuan pemecahan dari peserta didik yang
sedang belajar.10
Apabila sarana pendidikan di madrasah tidak memadai atau bahkan tidak
ada sama sekali, seperti media pembelajaran misalnya, maka guru dituntut
terampil untuk merancangnya sendiri seseuai kepentingan pembelajaran yang
akan dilaksanakan. Hal ini penting dilakukan oleh guru dalam mewujudkan
10
Enco Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 – Panduan Pembelajaran KBK
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h 19-20.

10
kegiatan pembelajaran kondusif dan efektif sehingga mengantarkan pada
pencapaian hasil yang optimal, baik dari segi proses maupun dari segi hasil
pembelajaran. Pelaksanaan pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan yang
mencakup ruang kelas, perpustakaan, dan media pembelajaran perlu dilakukan
secara baik oleh guru. Hal itu dimaksudkan agar upaya mewujudkan pembelajaran
pendidikan agama Islam yang bermutu dapat tercapai secara optimal. Kelas
sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran penting dikelola dengan
baik oleh guru. Melalui pengelolaan kelas, maka akan “mendorong siswa untuk
mengembangkan tanggung jawab terhadap tingkah lakunya serta mampu
mengendalikan dirinya, dapat menyadari perlunya mentaati peraraturan atau tata
tertib kelas, dan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan kelas. 11

11
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi
(Jakarta: Kencana, 2010), h 176

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat


membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk jadinya
pergeseran fungsi sekolah sebagai institusi Pendidikan. Seiring dengan
tumbuhnya berbagai macam kebutuhan kehidupan, beban sekolah semakin berat
dan kompleks.
Munculnya kesenjangan antara seharusnya (das sollen) keberhasilan
pendidikan Islam dengan kenyataan fakta lapangan (das sein) menunjukkan
adanya problematika atau permasalahan dengan pendidikan Islam. Di pihak lain,
hasil penelitian Pulsitbang Agama dan Keagamaan (2010) menemukan beberapa
Problematika mendasar Kurikulum Lembaga Pendidikan Islam (madrasah)
berkaitan dengan reposisi madrasah di UUSPN No. 20 tahun 2003, antara lain:
1. Komponen Tujuan
2. Komponen Materi (isi dan struktur program)
3. Komponene Strategi
4. Komponen Evaluasi
5. Status Lembaga Pendidikan
6. Kesulitan mempertanggungjawabkan dalam mengembangkan
kurikulum
Berbagai masalah pendidikan di indonesia ini sangatlah banyak
diantaranya dari segi (1) rendahnya layanan pendidikan di Indonesia, (2)
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, (3) rendahnya mutu pendidikan tinggi di
Indonesia, (4) rendahnya kemampuan literasi anak-anak Indonesia. Secara praktis
kenyataan ini menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami
banyak tantangan dan masalah. Secara otomatis kondisi ini berdampak langsung

12
dengan lulusan yang dihasilkan karena dengan rendahnya mutu pendidikan maka
rendah pula kualitas lulusan yang dihasilkan.
Sarana dan prasarana adalah semua fasilitas yang diperlukan untuk
pencapai tujuan organisasi atau lembaga agar organisasi atau lembaga tersebut
dapat tercapai dengan lancar, teratur, efektif dan efisien.
Jenis-jenis sarana dan prasarana pendidikan tersebut perlu dikelola secara
baik oleh guru dalam mewujudkan pembelajaran pendidikan agama Islam yang
bermutu. Tanpa adanya pengelolaan yang baik terhadap sarana dan prasarana
pendidikan yang ada, maka akan sulit dalam mewujudkan pembelajaran
pendidikan agama Islam yang bermutu sekalipun di madrasah terdapat sejumlah
sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Oleh karena itu, pengelolaan
sarana dan prasarana pendidikan ini penting dilakukan oleh guru dalam
mewujudkan pembelajaran pendidikan agama Islam yang berkualitas.

B. Saran

Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat


kesalahan dan kekurangan. Untuk itu atas kesalahan dan kekurangan dalam
penyusunan makalah ini kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

13
DAFTAR ISI

Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta; Pustaka


Pelajara,1996), h. 10
Enco Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 – Panduan Pembelajaran KBK
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h 19-20.
Hujair AH Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat
Madani Indonesia, Cet. Ke-1, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003), h.161-
162
Mulyadi., Evaluasi Pendidikan; Pengembangan Model Evaluasi Pendidikan
Agama di Sekolah, (Malang; UIN-Maliki Press, 2010)
Nunu Akhmad dkk, Pendidikan Agama di Indonesia: Gagasan dan Realita,
(Jakarta; Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2010), h. xii
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
KTSP, (Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 5
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi (Jakarta: Kencana, 2010), h 176

14

Anda mungkin juga menyukai