Anda di halaman 1dari 17

PROBLEMATIKA PAI DISEKOLAH DAN MADRASAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah (Pembelajaran PAI di


sekolah dan Madrasah)

Disusun Oleh Kelompok 12:

1. RIKO OKTAVIARDI (21010099)

DOSEN PENGAMPU
Prof.Dr.H.Rusydi AM, Lc, MA

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT
2022
KATA PENGANTAR

   


Segala puji penulis panjatkan kepada Allah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan.

Salawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad beserta Ahl al-Bayt beliau serta

seluruh Imam suci dari keluarga beliau.

Pendidikan Agama Islam berkenaan dengan tanggung jawab bersama. Oleh sebab itu usaha

yang secara sadar dilakukan oleh guru mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan

manusia beragama yang diperlukan dalam pengembangan kehidupan beragama dan sebagai

salah satu sarana pendidikan nasional dalam rangka meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa.

Dalam pelaksanaannya, PAI di sekolah umum tentunya berbeda dengan PAI di

madrasah. Misalnya berkaitan dengan alokasi waktu, keluasan atau kedalaman materi, serta

stakeholders yang berbeda. Makalah ini akan membahasa tentang Problematika PAI di

sekolah umum, berkeitan dengan Aspek yang diajarkan, karakteristik, problematika serta

solusi yang ditawarkan.

Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan makalah ini, dan selanjutnya marilah

berdiskusi.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang ..................................................................................................... 1

2. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2

B. Pembahasan

1. Pengertian Problematika ..................................................................................... 3

2. Problematika pengembangan Standar sarana dan prasarana PAI ..................... 4

3. Problematika pengembangan standar pembiayaan PAI...................................... 7

4. Problematika Pengembangan standar penilaian PAI ........................................ 10

5. Problematika kesejahteraan guru PAI ................................................................ 12

C. Penutup ............................................................................................................ 13

Daftar Pustaka ......................................................................................................... 14

ii
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dilihat dari sejarahnya, Pendidikan Agama sejak Indonesia merdeka tahun 1945 telah

diajarkan di sekolah-sekolah negeri. Pada masa kabinet RI pertama tahun 1945, Menteri

Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama Ki Hajar Dewantara telah

mengirimkan surat edaran ke daerah-daerah yang isinya menyatakan bahwa pelajaran budi

pekerti yang telah ada pada masa penjajahan Jepang tetap diperkenankan dan diganti

namanya menjadi pelajaran Agama. 1


Pada saat tersebut, pendidikan agama belum wajib

diberikan pada sekolah-sekolah umum, namun bersifat sukarela/fakultatif, dan tidak menjadi

penentu kenaikan/kelulusan peserta didik.

Pendidikan Agama berstatus mata pelajaran pokok di sekolah-sekolah umum mulai SD

sampai dengan Perguruan Tinggi berdasarkan TAP MPRS nomor XXVII/MPRS/1966 Bab I

Pasal I yang berbunyi:”Menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-

sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Universitas-Universitas Negeri”. Peraturan

ini keluar dengan tanpa protes, setelah penumpasan PKI 2.

Pelaksanaan Pendidikan Agama pada umumnya serta Pendidikan Agama Islam pada

khususnya di sekolah-sekolah umum tersebut semakin kokoh oleh berbagai terbitnya

perundang-undangan selanjutnya, hingga lahirnya UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional yang lebih menjamin pemenuhan pendidikan agama kepada peserta

didik. 3 Dan diikuti dengan lahirnya peraturan-peraturan selanjutnya sampai dengan terbitnya
1
Muhammad Kholid Fathoni, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma Baru), hal 37
2
ibid, hal 37
3
UU nomor 20 Tahun 2003 akan disahkan, banyak sekali protes yang diluncurkan, terutama berkenaan dengan

pasal 12 ayat 1(a) yang menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:

mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang
1
Peraturan Menteri Agama RI Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama

Pada Sekolah.

Dengan makin kuatnya posisi Pendidikan Agama Islam di dalam sistem pendidikan

Indonesia setelah mengalami masa pergulatan yang sangat panjang, tentunya secara ideal

telah menunjukkan hasil yang signifikan. Namun di dalam kenyataan di lapangan, banyak

sekali problematika yang muncul sehingga berakibat tidak maksimalnya pendidikan Agama

Islam di sekolah, baik di tingkat SD, SMP, SMA dan SMK maupun ditingkat Madrasah

Makalah ini akan membahas tentang Problematika pendidikan Agama Islam di

sekolah dan madrasah

2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan

sebagai berikut:

a. Problematika pengembangan standar sarana dan prasarana PAI?

b. Problematika pengembangan standar Pembiayaan PAI?

c. Problematika pengembangan standar penilaian PAI?

d. Problematika kesejahteraan guru PAI?

B. P E M B A H A S A N

seagama. Keberatan terutama disuarakan oleh para pengelola pendidikan swasta (Katolik/Kristen) dengan

alasan mempertahankan ciri khas sekolah.


2
A. PENGERTIAN PROBELAMTIKA

Sebelum membahas mengenai problematika Pendidikan Agama Islam di sekolah,

maka perlu untuk dibahas tentang pengertian Problematika. Dalam menyimpulkan tentang

pengertian Pendidikan Agama Islam terlebih dahulu dikemukakan pengertian problematika

dari segi etimologi dan terminologi.

Problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu "problematic" yang berarti

persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti sesuatu hal

yang belum dapat dipecahkan, yang juga dapat menimbulkan masalah/permasalahan, situasi

yang dapat didefinisi sebagai suatu kesulitan yang perlu dipecahkan/diatasi. 4 Berdasarkan

penjelasan di atas dapat di pahami bahwa problema adalah berbagai masalah-masalah sulit

yang dihadapi dalam proses pembelajaran, baik yang datang dari individu (faktor internal)

maupun eksternal. Permasalahan yang muncul dari internal dan eksternal biasanya beragama

mulai dari sarana-prasarana, serta rendahnya kerjasama orangtua dengan guru di tambah lagi

kurangnya semangat belajar siswa yang semakin menurun.

B. Problematika Pendidikan Agama Islam di sekolah dan Madrasah

Dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah dan madrasah, banyak sekali

muncul problematika-problematika. Berbagai problematika yang muncul, bisa berkenaan

dengan masalah yang bersifat internal, maupun eksternal. Yang berkaitan dengan internal

sekolah, misalnya guru yang belum berkompeten, maupun sarana prasarana yang tidak

mendukung serta kesejahteraan guru PAI yang masih belum memadai.

Sedangkan permasalahan dari eksternal, bisa datang dari kurangnya dukungan masyarakat

(orang tua murid), ataupun kurangnya dukungan dari pemerintah daerah setempat. Untuk

mempermudah pemaparan, maka berikut akan ditampilkan problematika-problematika

4
Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer,(Surabaya: Karya Utama Surabaya, 2002), hlm. 499
3
Pendidikan Agama Islam di sekolah beserta solusi yang ditawarkan, dilihat dari ruang

lingkupnya, sebagai berikut :

a. Problematika pengembangan standar sarana dan prasarana PAI

Problematika yang sering muncul disekolah adalah kurangnya sarana dan

prasarana pembelajaran pai disekolah, mulai dari kurangnya buku bacaan, kemudian

kurangnya kemampuan guru dalam mengadakan media pendukung pembelajaran .Guru

PAI membutuhkan sarana pembelajaran dalam menunjang kegiatan pembelajaran. Selain

kemampuan guru dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran, dukungan dari sarana

pembelajaran sangat penting dalam membantu guru. Semakin lengkap dan memadai

sarana pembelajaran yang dimiliki sebuah sekolah akan memudahkan guru dalam

melaksanakan tugasnya sebagai tenaga pendidikan. Begitu pula dengan suasana selama

kegiatan pembelajaran. Sarana pembelajaran harus dikembangkan agar dapat menunjang

proses belajar mengajar. Yamin menyebutkan beberapa hal yang perlu dikembangkan

dalam menunjang proses belajar mengajar: 1)perpustakaan, 2) sarana penunjang kegiatan

kurikulum, dan 3) prasarana dan sarana kegiatan ekstrakurikuler dan mulok. Sarana dan

prasarana merupakan faktor pendukung yang sangat penting dalam dunia pendidikan

selain tenaga pendidik.

Pendidikan tidak akan pernah bisa berjalan dengan baik tanpa adanya sarana dan

prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana tidak akan dapat terpenuhi tanpa adanya

manajemen yang dijalankan dalam lembaga pendidikan yang terkait dan dengan adanya

manajemen sarana dan prasarana pendidikan akan berdaya untuk proses pembelajaran.

Ketika sarana dan prasarana sekolah tidak memadai maka akan berakibat dalam

masalah minimnya pendidikan, di sebabkan karena keterbatasan fasilitas sekolah dan

pembelajaran yang tidak memadai. dalam memanajemen sarana dan prasarana pendidikan

terdapat kekurangan dalam memanajemen yaitu kurangnya sarana prsarana yang


4
dibutuhkan peserta didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Realitanya di daerah

terpencil tidak memadai mengenai sarana prasarana pedidikan, termasuk SDM nya

sendiri sehingga memicu perkembangan pendidikan,dalam hal ini banyak permasalahan

timbul mengenai kurangnya sarana dan prasaran seperti halnya fasilitas yang minim yaitu

dalam permasalahan utama di setiap pendidikan sekolah di indonesia,terutama di daerah

terpencil yang jauh dari perkotaan.dalam hal ini akan menimbulkan kurangnya

kesenjangan mutu pendidikan tersebut.Setiap pendidikan itu wajib memiliki sarana

seperti perabot,peralatan pendidikan,media pendidikan,buku dan sumber belajar tersebut

agar dapat menunjang proses pembelajaran yang teratur dan teroktimal. Begitu juga

halnya dengan pembelajaran PAI apabila kelengkapan fasilitas di atas memadai dan di

kelola dengan baik baik maka Pembelajaran akan berjalan dengan optimal sebaik

mungkin.

Pelaksanaan pendidikan nasional harus menjamin pemerataan dan peningkatan

mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia menjadi manusia yang

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cerdas, produktif, dan berdaya

saing tinggi dalam pergaulan nasional maupun internasional. Untuk menjamin

tercapainya tujuan pendidikan tersebut, Pemerintah telah mengamanatkan penyusunan

delapan standar nasional pendidikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar

nasional pendidikan adalah kriteria minimum tentang sistem pendidikan di seluruh

wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaan pembelajaran dalam

pendidikan nasional berpusat pada peserta didik agar dapat:

1. belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

2. belajar untuk memahami dan menghayati,

3. belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,


5
4. belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan

5. belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif,

kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Untuk menjamin terwujudnya hal tersebut diperlukan adanya sarana dan prasarana yang

memadai. Sarana dan prasarana yang memadai harus memenuhi ketentuan yang

ditetapkan dalam standar sarana dan prasarana. Standar sarana dan prasarana ini untuk

lingkup pendidikan formal, jenis pendidikan umum, jenjang pendidikan dasar dan

menengah yaitu: Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah

Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah

Aliyah (SMA/MA). Standar

sarana dan prasarana ini mencakup:

1. kriteria minimum sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media

pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan

komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap

sekolah/madrasah,

2. kriteria minimum prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan, ruang-ruang, dan

instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah.

Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu sumber daya yang penting

dan utama dalam menunjang proses pembelajaran di sekolah, untuk itu perlu

dilakukan peningkatan dalam pendayagunaan dan pengelolaannya, agar tujuan

yang diharapkan dapat tercapai. Sebagaimana ditetapkan dalam UU sisdiknas No

20/2003 Bab XII pasal 45 ayat 1 dijelaskan bahwa : “Setiap satuan pendidikan

formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi

keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi

fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik”. Pasal
6
ini menekankan pentingnya sarana dan prasarana dalam satuan pendidikan, sebab

tanpa didukung adanya sarana dan prasarana yang relevan, maka pendidikan tidak

akan berjalan secara efektif.

b. Problematika Pengembangan Standar Pembiayaan PAI

Pendanaan Pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah,

Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Sumber pendanaan pendidikan ditentukan

berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. Pengelolaan dana

pendidikan dilakukan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan

akuntabilitas publik. Secara khusus disebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji

pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada

sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. Dosen yang diangkat oleh

Pemerintah dialokasikan dalam APBN dan APBD.

Standar biaya adalah biaya setinggi-tingginya dari suatu barang dan jasa baik

secara mandiri maupun gabungan yang diperlukan untuk memperoleh keluaran

tertentu dalam rangka penyusunan anggaran berbasis kinerja. Demikian definisi

standar biaya menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 96/PMK.02/2006

tanggal 16 Oktober 2006.

Penyusunan standar biaya dimaksudkan untuk memberikan standarisasi bagi

perencanaan dan penganggaran pelaksanaan pembelajaran PAI. Penyusunan standar

biaya bertujuan memberikan acuan dan pedoman serta untuk mempermudah

pelaksanaan proses penelaahan yang dilakukan direktorat jenderal anggaran bersama

kementerian Negara/lembaga.

Kementerian Agama memiliki peran penting dalam pembangunan pendidikan,

yaitu melalui penyelenggaraan pendidikan umum berciri khas agama dan pendidikan

keagamaan. Penyelenggaraan pendidikan tersebut dilaksanakan dalam jenjang


7
pendidikan anak usia dini (PAUD), TK/RA, pendidikan dasar/MI, pendidikan

menengah pertama/MTs, pendidikan menengah atas/MA, dan pendidikan tinggi/UIN,

IAIN, STAIN. Pelaksanaan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan yang

menjadi wewenang Kementerian Agama diselenggarakan oleh pemerintah dan

masyarakat secara pribadi maupun melalui lembaga keagamaan.

Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 46 ayat 1 Undang-Undang Dasar

tentang Sistem Pendidikan Nasional, “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab

bersama antara pemerintah, daerah, dan masyarakat.” 5 Ketentuan ini merupakan

ketentuan normatif yang menjadi payung hukum tentang tanggungjawab pendanaan

bagi semua jenis pendidikan. Hanya saja, realitanya baru mulai proses paling awal

bagi lembaga pendidikan swasta. Terlebih lagi, lembaga pendidikan Islam yang

mayoritas swasta selama ini telah menjadi korban diskriminasi kebijakan pemerintah.

Kondisi Madrasah Diniyah, Taman Pendidikan Al-Qur’an, dan pesantren lebih parah

lagi. Lembaga-lembaga tersebut telah berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan

bangsa, tetapi kurang mendapat perhatian pemerintah, baik pemerintah pusat maupun

daerah. Baru belakangan ini ada upaya dari

suatu pemerintah daerah untuk memberi tunjangan pada guru-guru mengaji di

lembaga-lembaga tersebut sebesar Rp. 50.000,- setahun.2 Namun angka ini masih

sangat kecil dan tidak sesuai dengan apa yang di berikan guru-guru. Karena,

gaji/tunjangan sangat mempengaruhi kinerja mengajar

Jadi masalah pembiayaan pendidikan dalam lembaga pendidikan Islam masih

belum tertata dengan baik, khususnya pada Madrsah Diniyah. Semoga tidak hanya

beberapa lembaga pendidikan saja yang layak dalam pembiayaan guru dan karyawan,

akan tetapi seluruh lembaga yang berada di bawah naungan Kementerian Agama.

5
UU RI NO. 21 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tkp : Pustaka Widyatama, tt, 31
8
Pemerintah dewasa ini cenderung untuk terus menerus meningkatkan

anggaran pendidikan. Salah satu tujuannya adalah untuk mengimbangi beban yang

ditanggungn oleh orang tua murid. Karenanya, “peningkatan anggaran pemerintah

untuk sektor pendidikan sesungguhnya bertujuan untuk mengimbangi besarnya

kontribusi keluarga agar minimal tidak terlalu timpang, sehingga pemerintah yang

selama ini sangat berperan dalam mengendalikan sekolah secara moral cukup

memiliki legitimasi dalam memainkan perannya”6

Jadi pembiayaan pendidikan ini sangat penting bagi masyarakat Indonesia

khususnya masyarakat menengah ke atas. Dengan adanya biaya pendidikan seperti

ini, masyarakat merasa terbantu dan berharap pemerintah terus peduli terhadap

pendidikan, sehingga pendidikan di Indonesia ini bisa dirasakan oleh seluruh elemen

masyarakat.

Untuk merealisasikan berbagai kebutuhan dalam pendidikan Islam diperlukan

pembiayaan yang cukup. Padahal kenyataannya masih banyak erbagai biaya yang

dikeluarkan oleh orang tua murid dalam pendidikan anak- anaknya. Pemberian

subsidi dari pemerintah belum sanggup untukmenggratiskan pendidikan warga.

Untuk menutupi kekeurangan biaya tersebut bagaimana mengatasinya. Dalam

pembiayaan pendidika Islam bisa diperoleh dari berbagai sumber misalnya dari (1)

dana fi sabilillah, (2) dana dari siswa, (3) dana dari wakaf, (4) dana dari kas negara,

(5) dan dari hibah perorangan dan lainnya15. Hanya saja, ada sebagian dari

masyarakat bahwa biaya seperti dari sumber wakaf dan hibah yang sudah diwakafkan

atau dihibahkan sekarang ini terdapat komplein dari ahli warisnya yaitu mengambil

6
Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan dasar dan Menengah, Rujukan bagi Penetapan

Kebijakan Pembiayaan Pendidikan pada Era Otonomi dan manajemen Berbasis Sekolah,

(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, Cet.V, 2010), 94


9
kembali harta tersebut untuk dijadikan sebagai hak pribadi, jadi kelihatannya dana

dari sumber tersebut menjadi kurang efektif.

Menyangkut kebiajakan pemerintah tentang pembiayaan pendidikan, maka

pemerintah wajib menjamin pembiayaan pendidikan sebagaimana pendapat Ibnu

Hazm dalam kitab Al- Ahkam fi Ushulil Ahkam mengatakan bahwa “seorang imam

atau kepala negara berkewajiban memenuhi sarana-sarana pendidikan, sampai pada

ungkapannya diwajibkan atas seorang imam untuk menangani masalah itu dan

menggaji orang-orang tertentu untuk mendidik masyarakat”7

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa, dalam pembiayaan

pendidikan pemerintah pusat, daerah, masyarakat, pengusaha/investor, dan lainnya

harus bekerja sama dengan baik. Karena apabila terjadi GAP, maka permasalah akan

muncul. Dan yang paling penting bahwa anggaran yang digunakan untuk pendidikan

tidak boleh dialih gunakan. Apabila pemimpin amanah, maka pendidikan di Indonesia

ini akan maju dengan pesat.

c. Problematika pengembangan standar penilaian PAI?

Banyak pakar pendidikan yang mengatakan bahwa penilaian terhadap aspek afektif

paling sulit dilakukan. Hasil belajar afektif tidak dapat dilihat atau bahkan diukur

seperti halnya dalam bidang kognitif dan psikomotorik. Guru tidak dapat langsung

mengetahui apa yang bergejolak dalam hati peserta didik, apa yang ia rasakannya atau

dipercayainya.8

Kurangnya pengetahuan dan penguasaan guru terhadap teknik-teknik penilaian

afektif, membuat guru dalam penilaian afektif yaitu dengan melaksanakan

pengamatan yang hanya mencatat dalam ingatan guru sejauh mana siswa mencapai

7
Ibnu Hazm, Al-Ahkam fi Ushulil Ahkam, (Kairo: Al-Azhar, Darul Hadits, 1a984), hlm. 114
8
S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, 69.
10
tujuan belajar afektifnya, karena menganggap bahwa instrumen penilaian afektif sulit

untuk dikembangkan

Banyak guru yang telah memiliki kemampuan yang memadai tentang bagaimana cara

merumuskan tujuan, bahan pelajaran, memilih dan menentukan metode pembelajaran,

tetapi masih belum memiliki penguasaan terhadap teknik penilaian, khususnya

penilaian afektif. Sudah seharusnya sebagai guru profesional memiliki penguasaan

terhadap teknik penilaian afektif ini.9

Selain problematika konseptual, ada juga problem operasional, secara khusus

problematika operasional yang dihadapi guru dalam pelaksanaan penilaian afektif.

Ada tiga hal yang bisa dikemukakan untuk membuktikan kekurang-tepatan orientasi

pendidikan agama dimaksud, yaitu:

1. Pendidikan agama saat ini lebih berorientasi pada belajar tentang agama.

2. Tidak tertibnya penyusunan dan pemilihan materi-materi pendidikan agama

sehingga sering ditemukan hal-hal yang prinsipil yang seharusnya dipelajari

lebih awal, justru terlewatkan, misalnya pelajaran keimanan.

3. Kurangnya penjelasan yang luas dan mendalam alas istilah-istilah kunci dan

pokok dalam ajaran agama sehingga sering ditemukan penjelasan yang sudah

sangat jauh dan berbeda dari makna, spirit dan konteksnya.10

Struktur ranah afektif cukup rumit. Artinya struktur afektif ini unsur-unsurnya

cukup kompleks. Tidak semua karakteristik afektif harus dievaluasi di sekolah. Beberapa

karakteristik afektif yang perlu diperhatikan (diukur dan dinilai) terkait dengan mata

pelajaran PAI di sekolah adalah sikap, minat, konsep diri, dan nilai. Sikap berhubungan

9
Roestiyah N. K, Masalah Pengajaran, (Jakarta: Renika Cipta, 1994), 80-81.
10
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah upaya mengembangkan PAI dari teori ke aksi

(Malang: UIN Maliki Press, 201,) 26-27


11
dengan intensitas perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek psikologik (misal

kegiatan pembelajaran, atau mata pelajaran). Minat berhubungan dengan keingintahuan

seseorang tentang keadaan suatu objek psikologik, atau pilihan terhadap suatu kegiatan.

Konsep diri berhubungan dengan pernyataan sendiri tentang keadaan diri sendiri, tentang

kemampuan diri terkait objek psikologiknya.

D. Problematika kesejahteraan guru PAI

Hal lain yang juga merupakan problem yang harus dihadapi oleh guru adalah
rendahnya gaji guru sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara
memadai Seringkali orientasi kerja guru dituntut hanya semata mata mengabdikan
dirinya untuk kepentingan profesi dan mengabaikan kebutuhan dasar tersebut. Akibatnya
kesejahteraan guru rendah dan timbulah keinginan memperbaiki kesejahteraan itu.
Dalam keadaan seperti ini, tenaga dan pikiran guru akan lebih tersita untuk memenuhi
kebutuhannya daripada tuntutan profesinya.Kurangnya minat guru dalam meningkatkan
kualitas keilmuannya dengan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dalam hal ini seharusnya semua pihak memberi kelonggaran dan dukungan sepenuhnya
supaya guru mendapatkan kesempatan seluas luasnya.

C. PENUTUP
A. Simpulan

12
Beberapa problematika dan solusi di atas hanya sebagian kecil dari problematika
Pendidikan Agama Islam di sekolah, serta hanya bersifat teknis pada segi pelaksanaan
pembelajaran. Namun pada kenyataannya, problematika yang muncul tidak hanya pada sisi
pembelajaran di dalam ataupun luar kelas. Namun juga berkenaan dengan kebijakan
sekolah, maupun pemerintah daerah yang kadangkala dinilai kurang mendukung kesuksesan
Pendidikan Agama Islam di sekolah11. Demikian pula keadaan guru Pendidikan Agama
Islam di daerah yang masih banyak belum menguasai teknologi, sehingga pembelajaran
cenderung bersifat tradisional. Hal tersebut juga akan mempengaruhi perhatian siswa dalam
mengikuti pembelajaran.

B. Kritik & Saran

Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita
semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya
dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak
kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat
membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

11
Pada daerah yang mayoritas non muslim, pendirian tempat ibadah untuk praktek siswa muslim cenderung

dipersulit, misalnya yang penulis temui ketika bertugas sebagai GPAI di SMPN 2 Sentani – Kab. Jayapura.

Pembangunan Laboratorium PAI yang telah mendapatkan izin dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kab

Jayapura serta pendanaannya jga mendapatkan bantuan dari Direktorat PAIS – Kementerian Agama RI, terpaksa

dihentikan setelah mendapat tekanan dari pihak Ondoafi ( Ketua Adat ).


13
Dedi Supriadi, 2010 Satuan Biaya Pendidikan dasar dan Menengah, Rujukan bagi Penetapan

Kebijakan Pembiayaan Pendidikan pada Era Otonomi dan manajemen Berbasis Sekolah,

(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, Cet.V,

Ibnu Hazm, Al-Ahkam fi Ushulil Ahkam, 1984 (Kairo: Al-Azhar, Darul Hadits,

Muhammad Kholid Fathoni, 2003 Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma

Baru),

UU nomor 20 Tahun

Sutan Rajasa, 2002, Kamus Ilmiah Populer,(Surabaya: Karya Utama Surabaya,

UU RI NO. 21 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tkp : Pustaka Widyatama

Roestiyah N. K, 1994 Masalah Pengajaran, (Jakarta: Renika Cipta,

14

Anda mungkin juga menyukai