Anda di halaman 1dari 4

Ilmu pengetahuan Islam abad pertengahan 

adalah ilmu pengetahuan yang dikembangkan dan


dipraktikkan pada masa Zaman Kejayaan Islam di bawah Umayyah Kórdoba, Abbadiyah
Sevilla, Samaniyah, Ziyariyah, Buwayhiyah di Persia, Kekhalifahan Abbasiyah dan seterusnya,
dengan rentang waktu sekitar tahun 800 hingga 1250. Prestasi ilmiah Islam mencakup berbagai
bidang disiplin ilmu, terutama astronomi, matematika, dan kedokteran. Disiplin ilmu lain untuk
pengkajian ilmiah termasuk alkimia dan kimia, botani, geografi dan
kartografi, oftalmologi, farmakologi, fisika, dan zoologi.
Ilmu pengetahuan Islam abad pertengahan memiliki maksud praktis serta tujuan pemahaman.
Sebagai contoh, astronomi berguna untuk menentukan Kiblat, arah yang dituju saat seorang
Muslim mendirikan salat, botani memiliki penerapan praktis dalam pertanian, seperti dalam
karya-karya Ibnu Bassal dan Ibnu al-'Awwam, dan geografi memungkinkan Abu Zayd al-
Balkhi membuat peta yang akurat. Matematikawan Islam seperti al-Khwarizmi, Ibnu Sina,
dan Jamshid al-Kāshī mengembangkan metode dalam aljabar, geometri, dan trigonometri. Para
dokter Islam menjabarkan penyakit seperti cacar dan campak dan menantang teori medis Yunani
klasik. Al-Biruni, Ibnu Sina, dan yang lainnya menjabarkan preparasi ratusan obat yang terbuat
dari tumbuhan obat dan senyawa kimia. Fisikawan Islam mempelajari optika dan mekanika
(serta astronomi) dan mengkritik pandangan Aristoteles tentang gerak.
Arti penting ilmu pengetahuan Islam abad pertengahan telah diperdebatkan oleh para sejarawan.
Pandangan tradisionalis berpendapat bahwa ilmu pengetahuan Islam kurang inovasi, dan
terutama penting untuk menyampaikan pengetahuan kuno kepada Eropa abad pertengahan.
Pandangan revisionis menyatakan bahwa ilmu pengetahuan Islam merupakan revolusi ilmiah.
Apa pun argumennya, ilmu pengetahuan berkembang di seluruh daerah yang luas di sekitar Laut
Tengah dan lebih jauh lagi, selama beberapa abad, di berbagai pranata.
Era Islam dimulai pada tahun 622. Tentara Islam menaklukkan Arab, Mesir, dan Mesopotamia,
yang pada akhirnya menggusur Kekaisaran Persia dan Romawi Timur dari wilayah tersebut.
Dalam satu abad, Islam telah mencapai daerah yang saat ini merupakan Portugal di barat dan
Asia Tengah di timur. Zaman Kejayaan Islam (kira-kira antara tahun 692 dan 945) dengan
rentang waktu dari Kekhalifahan Umayyah (661-750) dan khususnya, fase awal dari
penggantinya, Kekhalifahan Abbasiyah (750–1258), dengan struktur politik yang stabil dan
perdagangan yang berkembang. Karya-karya keagamaan dan kebudayaan utama dari kerajaan-
kerajaan Islam diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Budaya Islam mendapat
pengaruh Yunani, India, Asyur, dan Persia. Peradaban bersama yang baru terbentuk, berdasarkan
Islam. Era budaya elegan dan inovasi pun terjadi kemudian, dengan pertumbuhan populasi dan
kota yang pesat. Revolusi Pertanian Arab di pedesaan menghasilkan panen yang lebih banyak
dan meningkatkan teknologi pertanian, terutama irigasi. Ini mendukung populasi yang lebih
besar dan memungkinkan budaya berkembang.[1][2] Sejak abad ke-8 dan seterusnya, para
cendekiawan seperti Al-Kindi,[3] menerjemahkan ilmu pengetahuan
bangsa India, Asyur, Sasaniyah (Persia), dan Yunani, termasuk karya-karya Aristoteles, ke
dalam bahasa Arab. Terjemahan-terjemahan ini mendukung kemajuan para ilmuwan di
seluruh dunia Muslim.[4]
Ilmu pengetahuan Islam bertahan dari penaklukan kembali Spanyol Kristen awal, termasuk
jatuhnya Sevilla pada tahun 1248, ketika karya berlanjut di pusat-pusat timur (seperti di Persia).
Setelah selesainya penaklukan kembali Spanyol pada tahun 1492, dunia Islam mengalami
kemunduran ekonomi dan budaya.[2] Kekhalifahan Abbasiyah diikuti oleh Kesultanan
Utsmaniyah (ca. tahun 1299–1922), berpusat di Turki, dan Kekaisaran Safawiyah (1501–1736),
berpusat di Persia, tempat karya dalam seni dan ilmu pengetahuan terus berlanjut.[5]
Prestasi ilmiah Islam abad pertengahan mencakup berbagai bidang disiplin ilmu,
terutama matematika, astronomi, dan kedokteran.[4] Disiplin ilmu lain untuk pengkajian ilmiah
termasuk fisika, alkimia dan kimia, opftalmologi, dan geografi dan kartografi.[6]

 
 

Atmosfer Kritis Dunia Pendidikan


Islam Abad Pertengahan
Pendidikan Islam Abad Pertangahan menekankan studi kritis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Abad Pertengahan atau biasa dikenal


sebagai abad kegelapan yang terjadi di dunia barat, umat Muslim justru
gegap gempita akan peradaban. Salah satu yang berkembang adalah
mengenai metode-metode pengajaran dan pendidikan yang diterapkan
hingga menghasilkan generasi Muslim yang baik.

Pada Abad Pertengahan, metode pengajaran yang dilakukan umat Muslim di


tingkat perguruan tinggi mengusung pendidikan kritis. 

Dalam buku Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat karya Mehdi


Nakosteen disebutkan, di perguruan tinggi kala itu para guru kerap membaca
manuskrip yang dipersiapkan dari teks untuk menjelaskan materi kuliah dan
memberi pertanyaan-pertanyaan dan diskusi kepada mahasiswa.

Kemudian, para mahasiswa didorong untuk mengajukan pertanyaan tentang


pernyataan guru-guru mereka dan tak sedikit di antaranya yang mengajukan
keberatan pendapat. 

Para mahasiswa yang berselisih pendapat dari gurunya bukan hanya sekadar
menyanggah, namun juga menunjukkan bukti-bukti yang mendukung
argumentasi tersebut.
Asisten pengajar (mu’id) seringkali membantu para mahasiswa mengenai
kuliah yang diberikan oleh guru besar. 

Pemberi kuliah selalu memulai dengan meminta pertolongan dan bimbingan


dari Allah SWT agar dia dapat berbicara dengan benar. Artinya, akhlak pun
didahului dalam perkara melakukan aktivitas belajar dan mengajar.

Para mu’id akan menggunakan tiga langkah dalam presentasinya. Antara lain
menerangkan mata kuliahnya secara singkat dan mendetail, mengulang
materi yang sama lebih mendalam, dan membacakan kembali poin-poin yang
sulit dari mata kuliahnya dengan penjelasan-penjelasan detail dari semua
bagian yang tersulit.

Adapun mahasiswa Muslim kala itu juga memegang prinsip-prinsip


penguasaan belajar. Seperti penghafalan, mengulang-ulang apa-apa yang
dihafal, memikirkan materi yang dikuasi, dan mengaplikasikan seluruhnya
dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan prinsip-prinsip lainnya yakni gabungan dari konsep-konsep. Yaitu


bebas dari kegelisahan untuk mendatangkan pengetahuan, menjaga gizi
makanan untuk mendukung kecerdasan otak, merangsang kemampuan
kognitif dengan mencari masalah-masalah dalam ilmu pengetahuan, dan
kerap memberlakukan aturan hukuman untuk menjaga kedisiplinan.

Tak hanya perkara metode belajar, di masa itu pun sistem pendidikan Islam
sudah mengenal kurasi terhadap tenaga-tenaga pengajar. Pemilihan guru
yang baik dilakukan secara serius bahkan oleh mahasiswanya sendiri. 

Kasifikasi ilmu

Pada abad pertengahan, Islam mengalami masa kejayaan. Kejayaan tersebut salah satunya
tercermin dalam pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu. Pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan yang ada telah mendorong beberapa ulama muslim untuk
membuat struktur klasifi kasi keilmuan. Klasifi kasi tersebut tidak hanya dilakukan oleh
perseorangan saja, tetapi juga dilakukan secara berkelompok seperti yang telah dilakukan
oleh organisasi Ikhwan Ash Shafa. Dengan mengkaji sejarah klasifi kasi ilmu pengetahuan
oleh para ulama muslim diharapkan mampu memberikan informasi mengenai bagaimana
kondisi keilmuan pada masa tersebut.

Anda mungkin juga menyukai