Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PROLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN


AGAMA ISLAM DI PERGURUAN TINGGI UMUM

Mata Kuliah

ISU-ISU PENDIDIKAN KRITIS

Nama: Ampauleng Zainuddin

Dosen /Pemandu:
Prof. Dr.H.M. Syarifudin Ondeng, M.Ag
Dr.H.Muzakkir, M.Pd.I

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
ALAUDDINMAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan

kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan

hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Prolematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi

Umum”

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof. Dr.H.M.

Syarifudin Ondeng, M.Ag dan Dr.H.Muzakkir, M.Pd.I selaku dosen pemandu

mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan

wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima

kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena

itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan

makalah ini.

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………. 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Kedudukan Pendidikan Islam di Perguruan Tinggi Umum……… 4
B. Tujuan Pendidikan Islam di Perguruan Tinggi Umum ………….. 7
C. Problematika dan Solusi Pendidikan Islam di Perguruan Tinggi
Umum …………………………………………………………… 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………. 17

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan bagian dari investasi masa depan, investasi masyarakat

sekaligus investasi negara dalam rangka memajukan dan mencerdaskan kehidupan

bangsa. Maka, dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pendidikan senantiasa

diarahkan untuk menjawab beberapa hal yang berkaitan dengan masalah kebangsaan

dan keumatan. Dalam hal ini ketika kita kaitkan dengan pendidikan Islam saat ini

bagaimana pendidikan Islam itu mampu menjawab problem keIslaman yang akhir-

akhir ini sering dihadapkan pada kasus kekerasan atas nama agama, toleransi antar

umat beragama serta terciptanya situasi yang kondusif dalam menjalankan ajaran

agama.

Pendidikan agama merupakan sendi pendidikan dalam pembentukan akhlak

peserta didik untuk menjadi insan kamil. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

Nasional dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Dosen, pasal 3, yang menyatakan

bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggungjawab (Dirjen Pendidikan Islam, 2009). Untuk

merealisasikan apa yang diamanatkan undangundang tersebut maka sebagaimana

yang dikutip dari pendapat Lickona diperlukan pengembangan tiga dimensi secara

1
terpadu yang berkelanjutan, yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral action

(Tobroni, 2018).

Pendidikan Agama Islam (PAI) saat ini menjadi mata kuliah institusional di

perguruan tinggi baik perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta

(PTS). Pembelajaran mata kuliah ini diterapkan diseluruh jurusan yang ada dengan

tujuan menguatkan dan mengembangkan dasar dan pondasi keagamaan mahasiswa

(Hayat, 1970). Pembelajaran PAI diperguruan tinggi hakikatnya adalah kelanjutan

daripada pendidikan agama Islam yang ada, yang sudah diajarkan sejak jenjang TK,

sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas (Mun’im,

1996, Budianto, Yang, & Esa, 2016). Pendidikan agama yang diajarkan di jenjang

TK dan SD menekankan pendidikan akhlak, pada tingkat SMP atau MTs

menekankan pada amaliyah, sedangkan pada tingkat SMA atau Aliyah menekankan

pada munakahat. Maka pembelajaran PAI diperguruan.

Selain dari beberapa problem kelembagaan dan kurikulum di atas, di internal

pendidikan Islam seringkali mendapat stigma yang negatif. Pendidikan Islam

dikesankan sebagai lembaga yang tradisional-konservatif. Di antara variabel yang

menjadi ukurannya adalah lemahnya metodologi pembelajaran yang cenderung tidak

menarik perhatian. Jika problem ini lamban diatasi, maka bisa dipastikan pendidikan

Islam lambat laun akan mengalami stagnasi dan kehilangan daya tariknya. Atas dasar

pemikiran inilah maka penulis mencoba berikhtiar untuk memahami dan memberikan

2
pencerahan terkait problematika pendidikan Islam di perguruan Tinggi Umum dan

solusi alternatifnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah

dari makalah ini adalah:

1. Bagaimana Kedudukan Pendidikan Agama Islam Di Peguruan Tinggi

Umum

2. Bagaimana Tujuan Pendidikan Agama Islam Di Peguruan Tinggi Umum

3. Apa Prolematika dan Solusi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

Perguruan Tinggi Umum.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kedudukan Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum

Pendidikan agama adalah kata yang terdiri dari kata "pendidikan" dan "agama".

Dalam rujukan kata bahasa Indonesia secara keseluruhan, instruksi berasal dari kata

pelajar, diberi awalan "pe" dan tambahan "an", dan itu berarti "metode yang terlibat

dengan mengubah mentalitas dengan tujuan akhir untuk mengembangkan orang

melalui upaya mendidik dan mempersiapkan. " Sedangkan arti dari mendidik itu

sendiri adalah untuk mengikuti dan memberikan persiapan (mendidik) dalam hal

etika dan pengetahuan jiwa.

Pendidikan dan persiapan Islam adalah suatu usaha melalui pembinaan,

pengkoordinasian dan pembinaan generasi muda agar kelak setelah pindah sekolah

mereka dapat melihat, menghayati dan mengamalkan Islam, dan menjadikannya

sebagai pedoman hidup, baik kehidupan individu maupun keberadaan lingkungan

sekitarnya. area local.

Berdasar dari definisi Pendidikan secara umum, yang dimaksud dengan

pendidikan agama di sini adalah sebagai suatu program studi yang menanamkan nilai-

nilai agama melaui proses pembelajaran, dikemas dalam bentuk matapelajaran atau

matakuliah, yang diberi nama Pendidikan Agama Sebagai mata pelajaran wajib di

sekolah, pendidikan agama memiliki kurikulum yang dirancang sesuai dengan sistem

pendidikan yang berlaku di satu tempat. Dalam struktur kurikulum nasional

4
pendidikan tinggi, matakuliah pendidikan agama Islam merupakan mata kuliah wajib

diikuti oleh semua mahasiswa yang beragama Islam di seluruh perguruan tinggi

umum, disetiap jurusan, program dan jenjang pendidikan, baik di perguruan tinggi

negeri maupun di swasta. Hal itu menunjukkan bahwa pemerintah memandang

penting pendidikan agama diajarkan di perguruan tinggi umum.

Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU) merupakan

kelanjutan dari pengajaran yang diterima oleh peserta didik mulai dari Tingkat Dasar,

Sekolah Menegah Pertama dan Atas. Namun berbagai persoalan muncul dalam proses

pembelajaran PAI. Materi yang diajarkan boleh dikatakan sama secara nasional.

Banyaknya materi ajar dan kurang berfariasinya pengajar dalam menyampaikannya,

ditambah lagi dengan alokasi waktu yang kurang memadai, menjadikan peserta didik

(mahasiswa) kurang bergairah dalam menyerap perkuliahan. Kesan yang sering

muncul di kalangan mahasiswa adalah mata kuliah “wajib lulus” ini seakan berubah

menjadi “wajib diluluskan” karena kalau tidak lulus akan menjadi hambatan bagi

mata kuliah di atasnya. Secara sederhana bisa juga dikatakanbahwa mahasiswa

“wajib lulus” dan sang dosen “wajib meluluskan”.

Tentu ini menjadi masalah yang cukup serius. Sepanjang yang saya ketahui,

sudah sering dilakukan upaya peningkatan mutu PAI di PTU, baik bagi staf

pengajarnya, materi kurikulum dan usulan penambahan jumlah SKSnya. Namun

selalu terkendala dilapangan oleh berbagai faktor, misalnya staf pengajar yang belum

seragam dalam pendekatan pembelajaran PAI karena perbedaan latar belakang

5
disiplin ilmu masing-masing dalam bidang keagamaan. Materi kurikulum yang

ditetapkan secara nasional sering kali membuat staf pengajar tidak mampu melakukan

improfisasi sehingga tidak jarang kelas menjadi monoton. Dilihat dari jumlah tatap

muka sudah jelas tidak memadai hanya dengan 2 sks. Berbagai upaya dilakukan

untukmenambah jam pelajaran PAI, namun jawaban yang sering didengar adalah

“sudah begitu banyak beban mata kuliah mahasiswa yang harus diselesaikan,

terutama

Melihat perubahan pola pikir mahasiswa dan berkembangnya ilmu

pengetahuan, perlu berbagai upaya untuk untuk mengoptimalkan buku IDI (Islam dan

Disiplin Ilmu), perlu pengembangan PAI melalui pendekatan ilmu yang ditekuni oleh

masing-masing program studi mahasiswa dengan melihat masing-masing sub pokok

bahasan melalui disiplin ilmu tertentu sebagai pengayaan PAI di PTU.

Pendidikan agama merupakan upaya sadar untuk menaati ketentuan Allah

sebagai guidance dan dasar para peserta didik agar berpengetahuan keagamaan dan

handal dalam menjalankan ketentuan-ketentuan Allah secara keseluruhan. Sebagian

dari ketentuan-ketentuan Allah itu adalah memahami hukum-hukum-Nya di bumi ini

yang disebut dengan ayat-ayat kauniyah. Ayat-ayat kauniyah itu dalam aktualisasinya

akan bermakna Sunanatullah (hukum-hukum Tuhan) yang terdapat di alam semesta.

Dalam ayat-ayat kauniyah itu terdapat ketentuan Allah yang berlaku sepenuhnya bagi

alam semesta dan melahirkan ketertiban hubungan antara benda-benda yang ada di

alam raya.

6
B. Tujuan Pendidikan Agama Islam Di Peguruan Tinggi Umum

Tujuan Pendidikan keagamaan di PTU secara keseluruhan yaitu untuk

memberikan pembinaan peningkatan karakter peserta didik yaitu mahasiswa supaya

menjadi manusia terpelajar yang bertakwa dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak

mulia, berfikir jernih, bertindak waras, serta berwawasan luas, ambil bagian. antara

partisipasi yang keagamaan dalam hal peningkatan dan pemanfaatan ilmu

pengetahuan dan inovasi hanya sebagai ekspresi seni untuk kepentingan umum

Menurut Syahidin menjelaskan sasaran utama mata kuliah PAI di PTU adalah

sebagai berikut:

a) Membingkai individu-individu yang bertaqwa, khususnya orang-orang yang

bertaqwa dan bertaqwa kepada Allah SWT dalam beramal dengan

menggarisbawahi kemajuan karakter muslim, khususnya peningkatan

akhlakul karimah;

b) Memunculkan peneliti yang tegas yang terpelajar. Bukan peneliti di bidang

agama, menyiratkan bahwa penonjolan PAI di PTU adalah pelaksanaan

agama di kalangan cendikiawan terencana yang ditunjukkan dengan

perubahan perilaku mahasiswa menuju kesempurnaan moral;

c) Berhasilnya kepercayaan dan pengabdian pada siswa dan pencapaian

kemampuan untuk membuat pelajaran yang keagamaan sebagai alasan

untuk menyelidiki dan mengembangkan disiplin ilmu yang mereka tekuni.

7
Dengan demikian, materi yang diperkenalkan harus dapat diterapkan untuk

kemajuan pemikiran realitas mereka;

d) Mengembangkan dan menciptakan serta membingkai wawasan dan disiplin

serta kecintaan terhadap agama yang inspiratif dalam berbagai eksistensi

santri yang selanjutnya diharapkan menjadi orang-orang yang takut kepada

Allah, tunduk pada perintah Allah dan Kurir-Nya

Dari sebagian gambaran di atas, jelaslah keberadaan PAI pada Pendidikan

Lanjutan sangat penting, yang berencana untuk membina karakter siswa pada

umumnya dengan harapan kelak mereka menjadi peneliti yang menerima dan

bertakwa kepada Allah SWT, serta dapat berkomitmen. wawasan mereka untuk

bantuan pemerintah umat manusia

Peran penting agama atau nilai-nilai agama dalam bahasan ini berfokus pada

lingkungan lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Salah satu mata kuliah

dalam lembaga pendidikan di perguruan tinggi, yang sangat berkaitan dengan

perkembangan moral dan perilaku adalah Pendidikan Agama. Mata kuliah

Pendidikan Agama pada perguruan tinggi termasuk ke dalam kelompok MKU (Mata

Kuliah Umum) yaitu kelompok mata kuliah yang menunjang pembentukan

kepribadian dan sikap sebagai bekal mahasiswa memasuki kehidupan bermasyarakat.

Mata kuliah ini merupakan pendamping bagi mahasiswa agar bertumbuh dan kokoh

dalam moral dan karakter agamaisnya sehingga ia dapat berkembang menjadi

8
cendekiawan yang tinggi moralnya dalam mewujudkan keberadaannya di tengah

masyarakat.

Misi utamanya adalah membina kepribadian mahasiswa secara utuh dengan

harapan bahwa mahasiswa kelak akan menjadi ilmuwan yang beriman dan bertakwa

kepada Allah Swt., mampu mengabdikan ilmunya untuk kesejahteraan umat manusia.

Untuk memperlancar pelaksanaan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam

(PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU) yang mendidik dan dialogis serta efektif,

efisien, dan menarik dalam rangka meningkatkan keprofesionalan pendidik, serta

sebagai panduan bagi pendidik dalam mengembangkan substansi kajian yang lebih

kontekstual, mutakhir, dan diminati, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

menetapkan rambu-rambu pelaksanaan kelompok Matakuliah Pengembangan

Kepribadian (MPK) melalui surat Keputusan Nomor : 38/DIKTI/Kep/2002 dan

diantara mata kuliah yang termasuk MPK adalah matakuliah PAI. Pada prinsipnya

rambu-rambu tersebut merupakan standarisasi PAI di PTU. Rambu-rambu tersebut

dikembangkan lebih lanjut melalui keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,

Nomor :43/DIKTI/Kep/2006, dan selanjutnya dikembangkan lebih lanjut oleh Tim

Pengembangan PAI di DIKTI, yaitu dengan disusunnya acuan Pembelajaran MPK

PAI Tahun 2007.

9
C. Prolematika dan Solusi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

Perguruan Tinggi Umum.

1. Prolematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi

Umum

Selama ini masih ditemui di beberapa kampus PTU kurang berfungsinya mata

kuliah PAI sebagai pembentuk kepribadian mahasiswa. Artinya mata kuliah PAI

hanya berfungsi sebagai mata kuliah ilmu pengetahuan semata, yang sekedar cukup

diketahui saja sebagai pengetahuan tambahan. Akibatnya fungsi sesungguhnya dari

mata kuliah PAI diambil alih dan dikelola oleh lembaga keagamaan Islam di kampus

atau di luar kampus. Baik berbentuk kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, kegiatan

kajian di Masjid kampus maupun luar kampus, dan kegiatan keagamaan yang

dikelola secara dinamis oleh organisasi tertentu. Dalam bentuk serta wadah lain yang

mengemas PAI menyatu dengan kehidupan sehari-hari yang semakin canggih dan

modern. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan kurang seriusnya pihak berwenang

dalam pengelolaan dan peningkatan kualitas sistem pembelajaran PAI. Baik dari segi

peningkatan kualitas Dosen, fasilitas, tujuan, strategi, manajemen, dan minimnya

waktu pembelajaran.

Dengan demikian wajar jika ada pandangan bahwa mata kuliah PAI dianggap

sebagai mata kuliah kelas dua atau hanya sebagai pelengkap serta hiasan dalam

kurikulum di PTU semata. Pandangan sinis tersebut hadir bisa jadi karena mata

kuliah tersebut tidak berfungsi dan bermanfaat nyata yang terwujud bagi kampus atau

10
masyarakat modern sekarang ini. Sebagaimana menurut Mastuhu pada kenyataannya

“PAI masih menempati posisi pinggiran, teralienasi. Selain itu, mata kuliah PAI

bukanlah mata kuliah keahlian, tetapi ia hanya merupakan mata kuliah umum yang

bersifat melayani.”.Lebih spesifik dijelaskan pengembangan dan

pengimplementasian IPTEK dalam perilaku keseharian kurang dikaitkan dengan

nilai-nilai luhur agama. Artinya belum ada kemampuan dalam pengembangan teori

atau konsep keilmuan yang benar-benar murni bersumber pada ajaran–ajaran atau

nilai Islam.

Muhaimin mengemukakan tentang sistem pembelajaran PAI di lembaga

pendidikan umum yang mana masih terdapat titik lemah terletak pada komponen

metodologinya. Kelemahan tersebut teridentifikasi yang meliputi kurang bisa

diubahnya pengetahuan agama yang kognitif menjadi ‘makna’ dan “nilai”, kurang

bekerja sama dan berjalan bersama dengan program-program pendidikan non agama,

dan kurang adanya relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat

atau kurang ilustrasi konteks sosial budaya. Dengan demikian dapat disimpulkan

pembelajaran PAI dipandang masih kering dengan makna, tidak membumi dengan

ilmu pengetahuan, dan tidak kontekstual dengan kondisi masyarakat. Padahal

sesungguhnya ruang lingkup pembelajaran PAI itu sangat luas, tidak boleh diambil

secara parsial, dan harus dijabarkan secara umum terlebih dahulu. Sehingga timbul

beberapa masalah dalam pembelajaran PAI di PTU berikut ini:

11
1) Mahasiswa Islam yang lebih terfokus pada pendalaman ilmu pengetahuan

umum sehingga terjadi pengabaian ilmu pengetahuan agama yang

tersedia pada mata kuliah PAI. Selain itu jika orientasi mahasiswa untuk

berkuliah dan hasil yang ingin dicapainya adalah hanya untuk kesuksesan

duniawi semata maka dikawatirkan berpotensi mengabaikan mata kuliah

PAI yang dipandang cenderung melangit.

2) Rata-rata mahasiswa Islam yang masuk ke PTU berasal dari sekolah

umum, masih jarang ditemui mahasiswa Islam di PTU yang punya bekal

ilmu agama secara mendalam dan memadai misalnya yang berasal dari

pondok pesantren. Jikapun ada pasti sangat sedikit dan itupun tidak

menutup kemungkinan budaya serta ajaran agama yang ia dapat dari

jenjang pendidikan sebelumnya akan tergerus dengan budaya mahasiswa

Islam lainnya. Akan tetapi jika dilihat dari kecenderungan atau

keterpihakan mahasiswa kepada organisasi Islam tertentu misal NU,

Muhammadiyah, Persis, Wahidiyah, HTI, LDII, dan sebagainya maka

mahasiswa satu dengan yang lain sangat beragam. Perbedaan tersebutlah

yang bisa menjadi potensi disharmonisasi antar mahasiswa Islam.

Ditambah lagi perbedaan organsiasasi kemahasiswaan yang mereka ikuti

baik organisasi ekstra semisal GMNI, PMII, IMM, HMI, KAMMI, dan

sebagainya maupuan organisasi intra semisal UKM, Himpunan

Mahasiswa Fakultas maupun prodi, dan BEM.

12
3) Persepsi dalam beragama oleh mahasiswa Islam di PTU maka bisa

dikatakan juga sangat heterogen. Minat mahasiswa terhadap hoby,

kecenderungan aktivitas yang dilakukan, kegiatan ekstrakurikuler, dan

organisasi dimungkinan mempengaruhi minat mahasiswa dalam

mengikuti mata kuliah PAI. Asumsinya jika ada kegiatan organisasi atau

kegiatan lain yang dipandang mahasiswa lebih penting daripada mata

kuliah PAI maka yang terjadi adalah bolos kuliah, tidak mengerjakan

tugas, dan datang terlambat. Tentu hal tersebut akan mengganggu bagi

mahasiswa lain yang ingin serius mendalami agama Islam dalam mata

kuliah PAI.

2. Solusi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum.

Menurut Ahmad Muflih Saefuddin bahwa tidak perlu mengadakan

pembaharuan terhadap ajaran Islam karena Islam telah sempurna dengan sendirinya.

Justru yang harus diperbarui adalah sikap dan pandangan manusia terhadap agama,

yaitu kemalasan dan kekurangan yang dimiliki manusia. Serta bukan dinamika al-

Quran yang dipertanyakan dalam menghadapi tantangan zaman, namun dinamika

umat Islam dalam memahami al-Quranlah yang harus dimulai dan tidak boleh pernah

berhenti sepanjang zaman.

13
Dan Setiap Insan yang beriman seharusnya telah memahami betapa pentingnya

pendidikan Islam, sebagaimana Firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 7

Terjemah: Mereka mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia;


sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai. (Q.s Ar-Rum Ayat 7)

Ayat ini merupakan penegasan sifat-sifat orang yang lalai Mereka hanya

memandang persoalan hidup ini secara pragmatis, yakni menurut kegunaan dan

manfaat yang lahir (duniawi) saja. Mereka mengetahui tentang hidup ini hanya pada

yang tampak saja, seperti bercocok tanam, berdagang, bekerja, dan yang ber-

hubungan dengan urusan dunia. Mereka tidak mengetahui bahawa ilmu agama jauh

lebih penting. Ilmu mereka itu pun tidak sampai kepada inti persoalan, sehingga

mereka tertipu dengan ilmunya itu.

Sedangkan untuk persepsi beragama yang masih heterogen sudah seharusnya

mahasiswa sebagai manusia yang berpengetahuan tinggi dan mendalam dalam

bidangya sepatutnya bisa menggunakan logikanya untuk menjaga keharmonisan

intern umat Islam. Tidak menikmati kesibukan diri pada perdebatan tentang persoalan

lateral (teks) seperti masalah Qunut pada sholat subuh, dua azan pada Sholat Jum’at,

dan sebagainya sehinggat umat Islam lalai pada masalah yang sangat penting dan

14
besar. Lebih jauh diharapkan mahasiswa Islam tidak disibukkan pada permasalahan

perbedaan dan disibukkan menjelekkan organisasi agama Islam lain. Namun

kewajiban mahasiswa Islam adalah untuk sibuk pada pengembangan IPTEK dengan

berbagai cara yang dilandaskan pada nilai-nilai agama Islam

Perbedaan bisa menjadi ajang untuk bersaing dalam kebaikan, bukan bersaing

untuk saling klaim mana yang benar dan mana yang salah. Ataupun persaingan untuk

saling menyebarkan api permusuhan serta pendoktrian untuk menjauhi kelompok

mahasiswa Islam tertentu. Persaingan yang diharapkan adalah misalnya organsiasi

atau kelompok mahasiswa Islam saling berkompetisi meraih prestasi dalam bidang

pengembangan ilmu pengetahuan. Perbedaan tersebut juga bisa menjadi ajang untuk

memberikan warna bagi kampus sehingga gesekan dan dinamisasi bisa berjalan.

Dengan demikian dibutuhkan peran sistem pembelajaran PAI yang integral dan

kepedulian kampus agar disharmonisasi ini bisa diminimalisir.

Fenomena tersebut di atas merupakan tugas berat Dosen PAI. Sebagaimana

dari hasil penelitian dari Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama RI

bahwa sistem pembelajaran Pendidikan Agama (bukan hanya agama Islam) punya

pengaruh terkecil terhadap toleransi beragama pada mahasiswa. Hal tersebut jika

dibandingkan dengan komponen lain misalnya adalah lingkungan pendidikan secara

luas maka memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung yang lebih besar

terhadap toleransi beragama.

15
Dan juga tentunya toleransi kepada sesama umat Islam sendiri yang punya

perbedaan pandangan terhadap ajaran Islam. Dengan demikian ke depannya

diharapkan tidak ada mahasiswa Islam yang berpola fikir ekslusif menganggap

dirinya paling benar dan unggul. Serta tidak ada mahasiswa Islam yang melakukan

syiar Islam tanpa memasukkan semangat dan cinta pada pembangunan peradaban.

Tidak ada lagi mahasiswa Islam yang radikal secara buta tanpa pendalaman teks

dengan konteks masyarakat secara bersamaan. Maupun yang fanatik pada sesuatu,

waktu, serta tempat yang salah.

16
BAB III

PENUTUP
Ajaran Islam saat ini, dihadapkan pada perubahan mendasar, terutama

mempersiapkan siswa yang nantinya akan bergabung dengan individu yang berasal

dari berbagai yayasan sosial dan budaya yang berbeda. Ini adalah kesempatan yang

baik bagi siswa ini untuk diberikan pengaturan yang mendalam dan harus merasa

sensitif dengan masalah kesepakatan yang sedang berkembang di seluruh populasi.

Selain itu, instruktur ini harus memiliki pilihan untuk membantu siswa memahami

pentingnya memahami masyarakat yang berbeda di arena publik, khususnya di

pendidikan Islam.

Organisasi-organisasi yang mendidik, khususnya di kemudian hari, harus

memiliki pilihan untuk memberikan pelatihan umum kepada para peneliti dalam

Islam yang tidak disetujui secara moderat untuk mewajibkan berbagai jenis

pendidikan islam. Untuk memahami itu, semua komponen kerangka sekolah Islam,

khususnya pembelajaran pendidikan agama islam.

Berbagai upaya pembinaan materi PAI di perguruan tinggi negeri saat ini

diharapkan dapat digalakkan dengan menyinggung jiwa, salah satunya dengan

menyelesaikan pendidikan Islam dengan tujuan agar salah tafsir oleh oknum-oknum

yang nakal dapat diperbaiki dan kesalahan remaja dapat dibatasi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aat Syafaat dkk. 2008. Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan
Remaja, Jakarta: Rajawali Pers
Ahmad D.Marimba. 1989. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma'arif
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi ,Jakarta: Rajawali, 2012
Rahmat Djatmika. 1996. Sistem Etika Islam. Jakarta: Perpustakaan Panjimas
Shahidin. 2003. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Negeri, Jakarta:
Dikti . Proyek
Shahidin. 2003. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Negeri, Jakarta: Dikti .
Proyek

Yusuf al Qardhawi, “Islam Radikal (Analisis terhadap Radikalisme dalam Berislam


dan Upaya Pemecahannya),” dalam Ash-Shahwah Al-Islamiyah bain Al-Juhud
wa At-Tatharuf, ed. Hawin Murtadho (Solo: Era Intermedia, 2004
Zakiah Daradjat. 1993. Pendidikan Islam di Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Ruhama

18
19

Anda mungkin juga menyukai