Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan Islam adalah salah satu sarana untuk mengembangkan

seluruh aspek kepribadian manusia yang berlangusng seumur hidup, dan

pelaksanaannya mulai sejak anak dilahirkan sampai akhir hayat, serta menjadi

tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Istilah pendidikan Islam dipergunakan dalam dua hal, yaitu: satu,

segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau lembaga untuk menanamkan

nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa. Dua, keseluruhan lembaga

pendidikan yang mendasarkan segenap program dan kegiatannya atas

pandangan dan nilai-nilai Islam.

Apakah problematika Pendidikan Islam di Indonesia dewasa ini?

Salah satu cara adalah melihat pendidikan Islam di Indonesia sebagai bagian

dari seluruh jenis pendidikan yang ada dan kemudian mengkaji persoalan

terdapat dalam dunia pendidikan Islam.

Menjadi kewajiban sistem pendidikan di Indonesia untuk membekali

generasi muda sekarang ini dengan pengetahuan yang relevan, keterampilan

yang memadai dan watak atau karakter yang dapat diandalkan, agar timbul

barisan pengelola masyarakat dan bangsa yang mampu menjawab tantangan

secara cepat dan manusiawi.

Hal ini penulis akan sedikit memaparkan beberapa problematika

pendidikan agama Islam dalam sebuah makalah yang kami susun ini. Makalah
2

ini berjudul “Problemarika Pendikan Islam masa kini dan masaakan datang”.

Dalam penyusunan ini diambil dari berbagai sumber ataupun dari hal yang

dirasakan sendiri.

1.2 Batasan Masalah

Sebelum merumuskan masalah yang dihadapi, perlu melakukan

identifikasi terlebih dahulu. Berkaitan dengan hal tersebut, maka beberapa

permasalahan muncul adalah.

1. Bagimana Problematika Pendidikan Islam Masa Sekarang ?

2. Bagimana Problematika Pendidikan Islam Masa Akan Datang?

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Memahami Problematika Pendidikan Islam Masa Sekarang

2. Memahami Problematika Pendidikan Islam Masa Akan Datang


3

BAB II

PEMBAHASAN

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM MASA KINI

DAN MASA AKAN DATANG

2. 1. Problematika Pendidikan Islam Masa Kini

2.1.1. Sistem dan Struktur

Ada dua hal yang perlu dikaji mengenai Pendidikan Islam

Indonesia sebagai suatu sistem, yaitu mengenai hubungannya dengan

keseluruhan sistem pendidikan; dan mengenai struktur internal yang

terdapat dalam tubuh Pendidikan Islam Indonesia .

Dalam soal peremajaan sistem pendidikan formal, pendidikan

Islam merupakan semacam “beban” yang harus diangkat oleh induknya,

yaitu sistem pendidikan nasional pada umumnya. Sedangkan dalam soal

pengembangan pendidikan nonformal, ia menjadi “pelopor” yang tak

mudah diikuti. Pendidikan Islam di Indonesia yang ada pada saat ini dapat

dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

Satu, Pendidikan Pondok Pesanten, ialah Pendidikan Islam yang

diselenggarakan secara tradisional bertolak dari ajaran Alquran dan Al-

Hadis, dan merancang segenap kegiatan pendidikannya untuk

mengajarkan para siswa sebagai jalan hidup (way of life);

Dua, Pendidikan Madrasah, ialah pendidikan Islam yang

diselenggarakan di lembaga model Barat yang mempergunakan metode

pengajaran klasikal dan berusaha menanamkan Islam sebagai landasan

hidup ke dalam diri para siswa;


4

Tiga, pendidikan umum yang bernafaskan Islam, ialah pendidikan

Islam yang dilakukan melalui pengembangan suasana pendidikan yang

bernafaskan Islam di lembaga pendidikan yang menyelenggarakan

program pendidikan yang bersifat umum.

Empat, pelajaran agama Islam yang diselenggarakan di lembaga

pendidikan umum sebagai mata pelajaran saja. Mengenai pendidikan jenis

pertama (pondok pesantren) dan kedua (madrasah) tidak ada masalah.

Mengenai pendidikan Islam jenis ketiga (pendidikan umum yang

bernafaskan Islam, ialah lembaga pendidikan seperti Universitas Islam,

pada tingkat pendidikan tinggi; SMA, pada tingkat pendidikan menengah.

Sedangkan SD dan SMP, pada tingkat pendidikan dasar.

Mengenai Pendidikan Islam jenis keempat, yaitu pelajaran agama

Islam di sekolah umum, ada sedikit tambahan. Kegiatan pendidikan Islam

jenis ini pada umumnya merupakan pendidikan keislaman yang sangat

terbatas cakupannya dan banyak pihak yang berpendapat, bahwa kegiatan

ini sebenarnya sukar dapat disebut sebagai kegiatan pendidikan, dan lebih

tepat kalau disebut sebagai kegiatan pengajaran.

Pendidikan Islam Indonesia dapat diandalkan untuk memelopori

kegiatan pengembangan sistem pendidikan nonformal dalam masyarakat.

Sedangkan pendidikan Islam di madrasah serta lembaga pendidikan umum

yang bernafaskan Islam merupakan wahana yang dapat dipergunakan oleh

umat Islam untuk ikut mendorong lahirnya proses peremajaan sistem

pendidikan formal .
5

Pendidikan Islam jenis keempat, yaitu pelajaran agama Islam di

sekolah umum merupakan kegiatan dengan posisi yang bersifat marginal.

Artinya tidak banyak yang dapat dilakukan oleh para pendidik Islam lewat

pendidikan jenis ini untuk memberikan sumbangan yang berarti bagi

lahirnya proses peremajaan sistem pendidikan .

Kekuatan utama, dari pondok pesantren sebagai lembaga

penyelenggara pendidikan nonformal terletak pada kemampuannya untuk

memberikan pelayanan pendidikan kepada segenap golongan umur dan

masyarakat.

Di lain pihak, keterbatasan yang terdapat pada pondok pesantren

sebagai pusat pendidikan non-formal ialah bahwa pelayanan pendidikan

yang diberikannya kepada masyarakal terpusat pada soal keagamaan

semata-mata. Padahal kebutuhan masyarakat luas akan pelayanan

pendidikan di masa sekarang meliputi berbagai macam jenis, seperti

kesehatan, pertanian, berbagai jenis teknologi, pengetahuan umum, dan

sebagainya.1

2.1.2. Problem Konseptual-Teoritis

Ketertinggalan pendidikan Islam ini salah satunya dikarenakan

oleh terjadinya penyempitan terhadap pemahaman pendidikan Islam yang

hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrawi yang terpisah dengan

kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani yang terpisah dengan

kehidupan jasmani.

1
http://husnulkhu.wordpress.com/problem-pendidikan-islam-masa-kini/
6

Oleh karena itu, akan tampak adanya pembedaan dan pemisahan

antara yang dianggap agama dan bukan agama, yang sakral dengan yang

profan, antara dunia dan akhirat. Cara pandang yang memisahkan antara

yang satu dengan yang lain ini disebut sebagai cara pandang dikotomi.

Adanya dikotomi inilah yang salah satu penyebab ketertinggalan

pendidikan Islam. Hingga kini pendidikan Islam masih memisahkan antara

akal dan wahyu, serta pikir dan zikir. Hal ini menyebabkan adanya

ketidakseimbangan paradigmatik, yaitu kurang berkembangnya konsep

humanisme religius dalam dunia pendidikan Islam, karena pendidikan

Islam lebih berorientasi pada konsep ‘abdullah (manusia sebagai hamba),

ketimbang sebagai konsep khalifatullah (manusia sebagai khalifah Allah).

Selain itu orientasi pendidikan Islam yang timpang tindih

melahirkan masalah-masalah besar dalam dunia pendidikan, dari persoalan

filosofis, hingga persoalan metodologis.

Di samping itu, pendidikan Islam menghadapi masalah serius

berkaitan dengan perubahan masyarakat yang terus menerus semakin

cepat, lebih-lebih perkembangan ilmu pengetahuan yang hampir-hampir

tidak memperdulikan lagi sistem suatu agama.

Kondisi sekarang ini, pendidikan Islam berada pada posisi

determinisme historik dan realisme. Dalam artian bahwa, satu sisi umat

Islam berada pada romantisme historis di mana mereka bangga karena

pernah memiliki para pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan besar dan

mempunyai kontribusi yang besar pula bagi pembangunan peradaban dan

ilmu pengetahuan dunia serta menjadi transmisi bagi khazanah Yunani,


7

namun di sisi lain mereka menghadapi sebuah kenyataan, bahwa

pendidikan Islam tidak berdaya dihadapkan kepada realitas masyarakat

industri dan teknologi modern. Hal ini pun didukung dengan pandangan

sebagian umat Islam yang kurang meminati ilmu-ilmu umum dan bahkan

sampai pada tingkat “diharamkan”.

Terjadinya pemilahan-pemilahan antara ilmu umum dan ilmu

agama inilah yang membawa umat Islam kepada keterbelakangan dan

kemunduran peradaban, lantaran karena ilmu-ilmu umum dianggap

sesuatu yang berada di luar Islam dan berasal dari non-Islam. Agama

dianggap tidak ada kaitannya dengan ilmu, begitu juga ilmu dianggap

tidak memperdulikan agama. Begitulah gambaran praktik kependidikan

dan aktivitas keilmuan di tanah air sekarang ini dengan berbagai dampak

negatif yang ditimbulkan dan dirasakan oleh masyarakat. Sistem

pendidikan Islam yang ada hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama saja. Di

sisi lain, generasi muslim yang menempuh pendidikan di luar sistem

pendidikan Islam hanya mendapatkan porsi kecil dalam hal pendidikan

Islam atau bahkan sama sekali tidak mendapatkan ilmu-ilmu keislaman.2

2.1.3. Problem Mendasar : Sekulerisme Sebagai Paradigma

Pendidikan

Jarang ada orang mau mengakui dengan jujur, sistem pendidikan

kita adalah sistem yang sekular-materialistik. Biasanya yang dijadikan

argumentasi, adalah UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang

berbunyi, “Pendidikan nasional bertujuan berkembangnya potensi peserta


2
http://hudacianjur.wordpress.com/2013/02/20/30/
8

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.

Tapi perlu diingat, sekularisme itu tidak otomatis selalu anti

agama. Tidak selalu anti “iman” dan anti “taqwa”. Sekularisme itu hanya

menolak peran agama untuk mengatur kehidupan publik, termasuk aspek

pendidikan. Jadi, selama agama hanya menjadi masalah pribadi dan tidak

dijadikan asas untuk menata kehidupan publik seperti sebuah sistem

pendidikan, maka sistem pendidikan itu tetap sistem pendidikan sekular,

walaupun para individu pelaksana sistem itu beriman dan bertaqwa

(sebagai perilaku individu).

Sesungguhnya diakui atau tidak, sistem pendidikan kita adalah

sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Hal ini dapat dibuktikan

antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur,

jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang

berbunyi: “Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan,

akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan khusus”.

Dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu

pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomi

semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang berkepribadian

Islam sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui

penguasaan sains dan teknologi.

Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada

pendidikan agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren yang


9

dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui

sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan serta perguruan tinggi umum

dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang

sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan

oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama.

Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari

proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama

ditempatkan sekadar sebagai salah satu aspek yang perannya sangat

minimal, bukan menjadi landasan dari seluruh aspek kehidupan.

Hal ini juga tampak pada BAB X pasal 37 UU Sisdiknas tentang

kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang mewajibkan memuat

sepuluh bidang mata pelajaran dengan pendidikan agama yang tidak

proposional dan tidak dijadikan landasan bagi bidang pelajaran yang

lainnya.

Ini jelas tidak akan mampu mewujudkan anak didik yang sesuai

dengan tujuan dari pendidikan nasional sendiri, yaitu mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.3

2.1.4. Problem-Problem Cabang

Masalah-masalah cabang yang dimaksud di sini, adalah segala

masalah selain masalah paradigma pendidikan, yang berkaitan dengan


3
http://hudacianjur.wordpress.com/2013/02/20/30/
10

penyelenggaraan pendidikan. Masalah-masalah cabang ini tentu banyak

sekali macamnya, di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:

a. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan

tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media

belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara

laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak

memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak

memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki

laboratorium dan sebagainya.

b. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan

guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk

menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No

20/2003 tentang Sisdiknas yaitu merencanakan dan melaksanakan

proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan

pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan

pengabdian kepada masyarakat.

Dari pasal tersebut, maka syarat-syarat untuk menjadi guru dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Berijazah

2. Sehat jasmani dan rohani

3. Takwa kepada Tuhan YME dan berkelakuan baik

4. Bertanggung jawab
11

5. Berjiwa nasional

Walaupun guru bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan

pendidikan tetapi guru merupakan titik sentral pendidikan dan

kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil

sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung

jawabnya.

c. Rendahnya Kesejahteraan Guru

d. Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat

rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII

(Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005,

idealnya seorang guru menerima gaji bulanan sebesar Rp 3 juta rupiah.

Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5

juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-

rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja,

banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang

mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi

tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang

pulsa ponsel, dan sebagainya.

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru

dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan

jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan

dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara

lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan

profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang


12

berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab

bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.4

2. 2. Problematika Pendidikan Islam Masa Akan Datang

2.2.1. Pengaruh Sains dan Teknologi Cangggih

Sebagaimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif

daripada kemajuan teknologi sampai saat ini, adalah bersifat fasilitatif

(memudahkan) kehidupan manusia yang hidup sehari-hari sibuk dengan

berbagai problema yang semakin mengemelut. Teknologi menawarkan

berbagai macam kesantaian dan kesenangan semakin bineka.

Dampak-dampak negative dari teknologi modern telah mulai

menampakkan diri di depan mata kita, yang pada prinsipnya berkekuatan

melemahkan daya mental-spiritual/jiwa yang sedang tumbuh berkembang

dalam berbagai bentuk penampilan dan gaya-gayanya.

Problematika pendidikan islam pada saat ini salah satunya adalah

dikarenakan timbulnya perubahan sosial di berbagai sector kehidupan

manusia. Seperti pengaruh sains dan teknologi, anak didik tidak perlu lagi

menggunakan keterampilan tangan dan berpikir ilmiah dengan taraf tinggi,

karena alat-alat teknologis telah mampu menggantikannya.

Permasalahan baru yang harus dipecahkan oleh pendidikan islam

pada khususnya antara lain adalah dehumanisasi pendidikan, netralisasi

nilai-nilai agama, atau upaya mengendalikan dan mengarahkan nilai-nilai

4
http://hudacianjur.wordpress.com/2013/02/20/30/
13

transisional kepada suatu pemukiman yang ilahi yang kokoh dan tahan

banting, baik dalam dimensi individual maupun sosial-kultural.5

2.2.2. Pelembagaan Prosese Kependidikan Islam

Manajemen kelembagaan pendidikan islam memandang bahwa

seluruh proses kependidikan dalam institusi adalah sebagai suatu sistem

yang berorientasi kepada perbuatan yang nyata berdasarkan atas

pendekatan sistemik, sehingga dapat mendukung nilai-nilai moral dan

spiritual. Kelembagaan pendidikan islam selalu mengacu dan tanggap

kepada kebutuhan perkembangan masyarakat. Namun daipada itu,

pendidikan islam perlu mengacu diri untuk melakukan inovasi dalam

wawasan, strategi dan program-programnya sedemikian rupa sehingga

mampu menjawab tantangan zaman.

Pada era teknologis masa kini dan yang akan datang, pandangan

terhadap penghargaan nilai kemanusiaan semakin menjadi prihatin dari

para perencana gerakan pembaharuan, untuk menghindari meluasnya

dominasi robot-robot teknologis yang berkelanjutan tak menentu. Nasib

manusia adalah ditangan manusia sendiri, sedangkan Tuhan adalah sebagai

co-woker saja. (Iqbal’s Educational Philosophy, p.21)

5
http://inmuchlis.blogspot.com/2012/02/problematika-pendidikan-islam-masa-kini.html
14

BAB III

KESIMPULAN

Agama islam dapat membawa nilai-nilai dan norma-norma kewahyuan

bagi kepentingan hidup manusia di atas bumi, bila diinternalisasikan ke dalam

pribadi melalui proses kependidikan yang konsisten dan terarah pada tujuan.

Oleh karena itu pendidikan islam memerlukan konsep-konsep yang pada

gilirannya dapat dikembangkan menjadi teori-teori teruji dan praksisasi di

lapangan operasional. Bila pendidikan islam telah menjadi ilmu yang ilmiah dan

alamiah maka ia akan berfungsi sebagai sarana pembudayaan manusia yang

bernafas islam yanglebih efektif dan efisien.

Ketertinggalan pendidikan Islam dari lembaga pendidikan lainnya,

menurut Azyumardi Azra, setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Pendidikan Islam sering terlambat merumuskan diri untuk merespon

perubahan dan kecenderungan masyarakat sekarang dan akan datang.

2. Sistem pendidikan Islam kebanyakan masih lebih cenderung

mengorientasikan diri pada bidang-bidang humaniora dan ilmu-ilmu sosial

ketimbang ilmu-ilmu eksakta semacam fisika, kimia, biologi, dan matematika

modern.

3. Usaha pembaharuan pendidikan Islam sering bersifat sepotong-potong dan

tidak komprehensif, sehingga tidak terjadi perubahan yang esensial.

4. Pendidikan Islam tetap berorientasi pada masa silam ketimbang berorientasi

kepada masa depan, atau kurang bersifat future oriented.

5. Sebagian pendidikan Islam belum dikelola secara professional baik dalam

penyiapan tenaga pengajar, kurikulum maupun pelaksanaan pendidikannya.6


6
http://yulitriutami.blogspot.com/2009/01/problematika-pendidikan-islam-masa-kini.html
15
16

DAFTAR PUSTAKA

http://husnulkhu.wordpress.com/problem-pendidikan-islam-masa-kini/

http://hudacianjur.wordpress.com/2013/02/20/30/

http://inmuchlis.blogspot.com/2012/02/problematika-pendidikan-islam-masa-

kini.html

http://yulitriutami.blogspot.com/2009/01/problematika-pendidikan-islam-masa-

kini.html

Anda mungkin juga menyukai