Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN

“ ISU-ISU PENDIDIKAN KONTEMPORER DALAM PERSPEKTIF SEJARAH “

Disusun Oleh

Kelompok 8 :

Natryzia (17046071)

Tesi Novelia (17046038)

M Bima Saputra (18046074)

PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya pendidikan merupakan landasan dalam membangun sebuah bangsa. Maju
dan mundurnya suatu bangsa dapat dilihat dari kualitas pendidikan. Bangsa yang memiliki basis
pendidikan yang berkualitas akan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas
pula. Sehingga mampu membawa bangsanya menjadi bangsa yang maju, unggulan bermartabat.
Begitu juga sebaliknya suatu bangsa yang mundur dalam pendidikan, maka tidak akan maju
dalam pembangunan.
Pendidikan adalah suatu yang alami dalam perkembangan peradaban manusia. Secara
paralel proses pendidikan pun mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik dalam bentuk
metode, sarana maupun target yang akan dicapai. Karena hal ini merupakan salah satu sifat dan
keistimewaan dari pendidikan, yaitu selalu bersifat maju. Dan apabila sebuah pendidikan tidak
mengalami serta tidak menyebabkan suatu kemajuan atau malah menimbulkan kemunduran
maka tidaklah dinamakan pendidikan. Karena pendidikan adalah sebuah aktifitas yang integral
yang mencakup target, metode dan sarana dalam membentuk manusia-manusia yang mampu
berinteraksi dan beradabtasi dengan lingkungannya, baik internal maupun eksternal demi
terwujudnya kemajuan yang lebih baik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana politik penididkan nasional Komersialisasi Pendidikan di Indonesia?
2. Bagaimana Peran Kurikulum K13 dalam Pembelajaran Sejarah ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Komersialisasi Pendidikan
1. Konsep Komersialisasi Pendidikan

Pasal 31 ayat (1) UUD NRI 1945 menegaskan, "Tiap-tiapwarga negara berhak
mendapatkan pengajaran"'Ayat (2), "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya," dan ayat (3), "Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang. Hal menunjukkan dengan tegas bahwa siapapun berhak memperoleh
pendidikan, hanya saja kadang-kadang makna yang terkandung didalamnya kurang dimaknai
dengan baik. Pasal tersebut menempatkan pemerintah sebagai pihak yang mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.

Pengertian komersialisasi pendidikan dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI),


komersialisasi diartikan sebagai perbuatan menjadikan sesuatu sebagai barang dagangan.
komersialisasi pendidikan dapat bermakna memperdagangkan pendidikan,berdasarkan kamus
kata komersial atau commercialize berarti memperdagangnakan. Komersialisasi pendidikan
dimaknai sebagai sebuah manajemen pendidikan yang menempatkan lembaga pendidikan sebuah
institusi komrsial. Sebagai lembaga komersial, maka lembaga pendidikan akan
mengimplementasikan prinsip perilaku produsen dalam literatur ekonomi liberal.1

Komersialisasi pendidikan telah mengubah institusi pendidikan yang berbasis efisiensi


ekonomis menjadi perusahaan penyedia elite masyarakat dan kuli kerja”. Akibat komersialisasi
pendidikan inilah, banyak lembaga pendidikan yang kemudian menganut paradigma pendidikan
yang bersifat ekonomis. Banyak lembaga pendidikan yang akhirnya gagal mengimplikasikan
bahwa proses pembelajaran menjadi salah satu pilar utama dalam humanisasi hidup manusia.

Komersialisasi pendidikan menurut Agus Wibowo (2008 : 111) juga mengacu pada dua
pengertian yang berbeda bahwa :

1
Hasan Alwi. Kamus Besar Bahasa Indonesia.2007. Jakarta : Balai Pustaka

3
1) Komersialisasi hanya mengacu pada lembaga pendidikan dengan program pendidikan
serta perlengkapan yang serba mahal. Selain itu, komersialisasi pendidikan juga mengacu pada
lembaga-lembaga pendidikan yang hanya mementingkan penarikan uang pendaftaran dan uang
sekolah saja, tetapi mengabaikan kewajiban yang harus diberikan kepada siswa.

2) Komersialisasi pendidikan yang mengacu pada lembaga pendidikan dengan program


pembiayaan sangat mahal. Pada pengertian ini, pendidikan hanya dapat dinikmati oleh
sekelompok masyarakat ekonomi kuat, sehingga lembagatersebut tidak dapat disebut dengan
istilah komersialisasi karena mereka memang tidak memperdagangkan pendidikan, tetapi uang
pembayaran sekolah sangat mahal. Pemungutan biaya tinggi hanya untuk memfasilitasi jasa
pendidikan serta menyediakan infrastruktur pendidikan bermutu, seperti menyediakan fasilitas
teknologi informasi, laboratorium dan perpustakaan yang baik serta memberikan kepada para
guru atau dosen gaji menurut standar. Sedangkan untuk sisa anggaran yang diperoleh, digunakan
untuk menanamkan kembali bentuk infrastruktur pendidikan. Komersialisasi pendidikan jenis ini
tidak akan mengancam idealisme pendidikan nasional atau idealisme Pancasila, tetapi dapat
menimbulkan diskriminasi dalam pendidikan nasional.

3) Komersialisasi pendidikan yang mengacu pada lembaga-lembaga pendidikan yang hanya


mementingkan uang pendaftaran dan uang kuliah, tetapi mengabaikan kewajiban-kewajiban
pendidikan. Komersialisasi pendidikan ini biasa dilakukan oleh Lembaga atau sekolah-sekolah
yang menjanjikan pelayanan pendidikan, tetapi tidak sepadan dengan uang yang pungut.2

Komersialisasi pendidikan secara tidak langsung juga telah menciptakan jurang pemisah
antara pihak yang mempunyai modal dan pihak yang mempunyai sedikit modal. Hal ini seperti
yang diungkapkan oleh Ivan lllich dalam Benny Susanto (2005 : 119), “komersialisasi
pendidikan dianggap sebagai misi lembaga pendidikan modern mengabdi kepada kepentingan
pemilik modal dan bukan sebagai sarana pembebasan bagi kaum tertindas”. Akibatnya
pendidikan yang humanisasi tidak tercapai dalam proses pendidikan karena adanya
komersialisasi pendidikan menurut Satriyo Brojonegoro hanya mampu dinikmati oleh pihak-
pihak tertentu yang memiliki modal untuk mengakses pendidikan ( Darmaningtyas, 2005 : 31).

2
Muchtari Buchtari.2011. Komersiasisasi idealisme bukan tabu.Yogyakarta: Kanisius

4
Perlu dicermati dengan baik, bahwa lembaga-lembaga pendidikan formal semakin lama
menjadi alat untuk menindas golongan yang memang kurang mampu dalam mengakses
pendidikan. Umumnya masyarakat akan menjadi pasrah dengan kondisi tersebut, sebab terjadi
pembiasaan yang kemudian terkotak-kotak dalam' cultu re of si/ence" (kebudayaan bisu)3.

Praktik lembaga pendidikan formal yang seharusnya menjadi transfomasi dan konservasi
nilai-nilai budaya telah terpengaruh oleh kepentingan kaum pemodal. Perkembangan dunia
pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan globalisasi, apalagi
menyangkut dengan situasi pendidikan yang banyak berorientasi dengan masalah mahalnya
biaya pendidikan sekarang. Selain itu, era pasar bebas juga merupakan tantangan baru bagi dunia
pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari
mancanegara masuk ke Indonesia.

Persoalan mahalnya biaya pendidikan sebagai akibat adanya komersialisasi pendidikan


bukan lagi menjadi masalah baru, mulai dari biaya pendaftaran masuk sekolah dijenjang
pendidikan Sekolah Menengah Pertama hingga Perguruan Tinggi. Permasalahan tersebut
merupakan persoalan klasik yang selalu hadir dari tahun ke tahun terutama menjelang tahun
ajaran baru dimulai. Namun, persoalan mengenai besarnya biaya pendidikan yang timbul tidak
dapat dianggap persoalan yang kecil, karena masalah tersebut menyangkut keadilan dan hakbagi
seluruh anggota masyarakat untuk bersama-sama mendapat pendidikan yang bermutu dan
berkualitas. Akibatnya masyarakat yang mempunyai penghasilan dibawah rata-rata tidak bisa
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.4

Disisi lain, pengelolaan pendidikan kita juga masih menggunakan konsep liberal.
Artinya, konsep dunia pendidikan ini lebih mengutamakan kompetensi dari pada persamaan hak
untuk memperoleh pendidikan. Jika tetap mengedepankan hal tersebut bagaimana dengan nasib
siswa yang keluarganya kurang mampu. Kecenderungan mahalnya biaya pendidikan menjadi
tanda tanya serta persoalan tersendiri bagi masyarakat.

Sejumlah kasus yang cukup tragis juga mewarnai berjalannya praktek komersialisasi
pendidikan ini. Mulai dari kasus anak yang gantung diri karenu malu belum membayar SPP,
remaja di bawah umur yang dilacurkan oleh orang tuanya, sampai dengan remaja-remaja yang
3
Herlina Asri.Dampak sosial komersialisasi pendidikan tinggi diindonesia.Jurnal vol16, no 3(2011)
4
Asmirawanti. 2016. Komersialisasi Pendidikan. Jurnal equlibrium vol IV No 2 November 2016

5
hidup di jalanan atau menjadi preman, hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Semua ini
merupakan manifestasi dari ketidakmampuan sejumlah masyarakat dalarn memenuhi kebutuhan
akan pendidikan yang layak bagianaknya, sehingga memilih untuk melibatkan mereka pada
proses ekonomi saja. Tidak dipungkiri hampir semua lembaga pendidikan memiliki warna
tersendiri dalam menentukan biaya pendidikan bagi peserta didiknya. Pada akhirnya
komersialisasi pendidikan tidak lagi dapat terelakkan, bahkan cenderung tumbuh subur meskipun
beberapa kebijakan telah dibuat untuk meredamnya.5

2. Indikator Komersialisasi Pendidikan


Praktek komersialisasi pendidikan secara jelas menjadi penyebab utama terjadinya
peningkatan biaya pendidikan, terutama untuk masuk peguruan tinggi. Subijanto menyebutkan
bahwa sekurang-kurangnya terdapat 5 (rima) indikator sebuah lembaga pendidikan dikategorikan
bersifat komersial yaitu:
a. Penyelenggaraan pendidikan dijadikan komoditi yang diperjuatbelikan.
Sekolah merupakan institusi penyelenggara pendidikan yang ditujukan untuk turut
serta mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. sebagai
institusi pendidikan yang bergerak di bidang sosial, lembaga pendidikan semestinya
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagisetiap negara untuk memperoleh
pendidikan yang layak oleh karena itu tidak layak jika lembaga pendidikan menjadikan
pendidikan sebagai'barang' yang diperjualbelikan.
b. Penyelenggaraan pendidikan memerlukan biaya mahal.
Sekalipun dalam penyelenggaraan pendidikan, setiap lembaga pendidikan memiliki
hak otonomi untuk mengelola sendiritetapi dalam menentukan biaya sebaiknya
memperhatikan kemampuan berbagai kalangan masyarakat. Hal ini berarti dalam
menentukan besarnya biaya operasional yang harus dikeluarkan, harus
mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat.
c. Penyelenggaraan pendidikan tidak memberikan kesempatan pada peserta didik dari
kalangan masyarakat kurang/tidak mampu/miskin.
Lembaga pendidikan seharusnya memberikan kesempatan bagi peserta didik dari
kalangan masyarakat kurang mampu, untuk dapat menikmati pendidikan secara

5
Herlina Asri. Op.cit.

6
proporsional. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi peserta didik yang
memiliki prestasi dan/atau bagi peserta didik yang orang tuanya kurang mampu, dapat
memperoleh hak yang sama dalam dunia pendidikan.
d. Penyelenggaraan pendidikan tidak memberikan'subsidi silang/dispensasi" uang sekolah
bagi peserta didik yang orang tuanya tidak mampu secara ekonomi.
Pemberian subsidisilang bagi peserta didikyang kurang mampu merupakan bentuk
kontribusi lembaga penyelenggara pendidikan. Kebijakan semacam ini sangat diperlukan
agar kelangsungan pendidikan bagi peserta didik yang kurang mampu dapat
menyelesaikan pendidikannya sampai jenjang tertentu'
e. Penyelenggaraan pendidikan lebih berorientasi mencari keuntungan.
Pada hakikatnya penyelenggaraan pendidikan bermuatan sosial dan bukan untuk
mencari keuntungan semata. Namun saat ini pendidikan telah menjadi 'ladang' industri,
bukan sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Berbagai praktek jual-beli
gelar, jual-beli ijasah dan jual-beli nilai, menjadikan tumbuhnya bisnis pendidikan yang
semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk.

Beberapa indikator tersebut memunculkan pemikiran bahwa pendidikan memang menjadi


tempatyang rentan bagi terjadinya praktek-praktek komersial. Selain itu mentalitas masyarakat
kita untuk meredam praktek tersebut juga sangat kurang sekali. Mayoritas orang lebih banyak
menghargai hasil yang baik, daripada melihat proses pencapaiannya. Hal itu menyebabkan nilai-
nilai yang berada di sekitarnya kadang-kadang tidak dijadikan acuan untuk mengatasi masalah
tersebut. Akhirnya oknum-oknum yang memang bertujuan untuk memperoleh keuntungan
ditingkat perguruan tinggi, dapat melakukan apa yang diinginkannya dengan mudah. Akhir-akhir
ini komersialisasi pendidikan dijadikan dalih sebagai cara untuk meningkatkan pelayanan
pendidikan khususnya di perguruan tinggi. Hal inisebenamya akan semakin menyuburkan
praktek-praktek komersialisasi dalam pendidikan itu sendiri. Seharusnya yang dilakukan adalah
mengatur anggaran yang ada tanpa membebankan pada peserta didik, bukansebaliknya terkesan
anggaran yang mengatur pendidikan selama ini.6
3. Dampak Komersialisasi Pendidikan

6
Herlina Asri. Op.cit

7
Dampak Komersialisasi Pendidikan Secara teoritis, komersialisasi pendidikan yang
terjadi telah memberipengaruh atau dampak terhadap proses pendidikan di Indonesia, baik yang
bersifat positif maupun negatif. Berikut beberapa positif dari adanyakomersialisasi pendidikan
adalah sebagai berikut :
1. Beban pemerintah dalam membiayai pendidikan semakin berkurang sehingga anggaran
yang tersedia dapat digunakan untuk membiayai aspek lain yang lebih mendesak.
2. Memberi peluang lebih besar kepada seluruh masyarakat untuk berpartisipasi dalam
mencerdaskan bangsa.
3. Lembaga pendidikan menjadi semakin kompetitif sehingga terjadi peningkatan fasilitas
dan mutu pendidikan.
4. Gaji para pendidik (guru maupun dosen) dapat lebih ditingkatkan. Kesejahteraan yang
lebih baik diharapkan dapat memacu kepuasan kerja dan kinerja mereka dalam
mencerahkan anak didik.
Berikut dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya komersialisasi pendidikan di
Indonesia yaitu :
1. Pendidikan menjadi mahal
Pendidikan menjadi “barang mewah” yang sulit dijangkau oleh masyarakat luas
khususnya bagi yang kurang mampu. Hal ini dapat meningkatkan angka putus sekolah
pada masyarakat kurang mampu yang akhirnya berdampak pada peningkatan
pengangguran, anak jalanan, pekerja anak dan kriminalitas.
2. Gap dalam kualitas pendidikan
Privatisasi pendidikan dapat meningkatkan kompetisi yang mampu menciptakan
polarisasi lembaga pendidikan. Lembaga yang menang dalam persaingan dan perburuan
dana akan menjadi sekolah unggulan. Lembaga pendidikan yang kalah akan semakin
terpuruk menjadi sekolah “kurang gizi”.
3. Diskriminasi
Kesempatan memperoleh pendidikan semakin sempit dan diskriminatif. Masyarakat
dari kelas sosial tinggi dapat memperoleh pendidikan relatif mudah, sedangkan
masyarakat yang berasal dari kelas sosial rendah semakin sulit sehingga cenderung
mendapatkan pendidikan yang seadanya.
4. Stigmatisasi

8
Adanya segregasi kelas sosial antara kaya dan miskin. Konsekuensinya terjadi
pelabelan sosial bahwa sekolah ternama adalah sekolah milik orang dari kelas sosial
tinggi. Sebaliknya, sekolah sederhana adalah sekolah bagi masyarakat kelas sosial
rendah. Masyarakat biasa yang bersusah payah menyekolahkan anaknya, harus menerima
kenyataan menjadi warga kelas dua karena “sumbangan dana pendidikannya” rendah.
5. Perubahan Misi Pendidikan
Komersialisasi dapat menggeser “budaya akademik” menjadi “budaya ekonomis”
sehingga mengubah tujuan pendidikan yaitu untuk mencerdaskan masyarakat. Para
pendidik kemudian berubah menjadi pribadi yang memiliki mentalitas “pedagang”
daripada mentalitas pendidik. Mencari pendapatkan tambahan lebih menarik daripada
mengembangkan pengetahuan akibatnya lebih terdorong untuk mengumpulkan “kredit
koin” daripada “kredit point”.
6. Memacu komersialisasi dan gaya hidup “besar pasak daripada tiang” akibatnya banyak
peserta didik dari kalangan kelas sosial tinggi yang membawa barang mewah seperti
mobil mahal ke sekolah.
7. Memperburuk kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kepemimpinan masa depan.
Adanya dorongan misi untuk meningkatkanakumulasi kapital sebesar-besarnya,
lembaga pendidikan kemudian lebih banyak menerima pelajar-pelajar yang berasal dari
kelas sosial atas walaupun memiliki kecerdasan yang sedang. Pelajar yang berprestasi
tetapi kurang mampu, tidak dapat sekolah atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Keadaan ini dapat mengancam kepemimpinan masa depan. Sehingga mobilitas sosial
vertikal hanya akan menjadi milik masyarakat yang mampu sekolah tinggi, meskipun
secara intelektual diragukan.
8. Rantai kemiskinan semakin mustahil diputuskan oleh pendidikan.
Secara sederhana, rantai kemiskinan dapat digambarkan karena miskin orang
tidak tidak dapat sekolah, karena tidak sekolah, seseorang tidak dapat pekerjaan yang
baik karena tidak dapat pekerjaan sehingga menjadi miskin begitu seterusnya. Pendidikan
sebagai alat pemberdayaan yang dapat memutus rantai kemiskinan (vicious circle
ofpovery) semakin kehilangan fungsinya.7

7
Hartini Dwi. 2011. Komersialisasi Pendidikan di era globalisasi. Skripsi fakultas ilmu pendidikan.Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.

9
4. Solusi komersialisasi pendidikan

Pada dasarnya fungsi dan tujuan pendidikan adalah untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang cakap, cerdas dan mampu terjun keranah persaingan global. Fungsi dan tujuan
pendidikan Indonesia dalam UU No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 dijelaskan ”Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sayangnya fungsi dan tujuan pendidikan itu jauh dari pencapaian yang diharapkan.
Pendidikan tidak mampu menghasilkan output sumber daya manusia yang diharapkan dalam
Undang – Undang Dasar kita. Pendidikan saat ini jauh dari pencapaian baik dan pencapaian
kualitas sistem pendidikan yang sesuai dengan Undang – Undang Dasar. Contohnya saat UN
misalnya berbondong – bondong para pelajar yang takut tidak lulus karena UN menyiapkan
berbagai hal yang bersifat ketidak jujuran agar lulus. Ironisnya itu didukung sendiri oleh guru –
guru mereka yang seharusnya sebagai pendidik memberikan sebuah teladan.

Sesungguhnya hanya dengan pendidikan yang sesuai dengan ketetapan UU dan diarahkan
sesuai UU akan membawa efek yang baik bagi bangsa ini. Pendidikan yang baik dan sesusai
sistem yang jujur sebuah investasi jangka panjang bangsa ini.

B. Penerapan Kurikulum 2013 Pada Mata Pelajaran Sejarah

Pada dasarnya pendidikan merupakan landasan dalam membangun sebuah bangsa. Maju
dan mundurnya suatu bangsa dapat dilihat dari kualitas pendidikan. Bangsa yang memiliki basis
pendidikan yang berkualitas akan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas
pula. Sehingga mampu membawa bangsanya menjadi bangsa yang maju, unggulan bermartabat.
Begitu juga sebaliknya suatu bangsa yang mundur dalam pendidikan, maka tidak akan maju
dalam pembangunan. Hingga saat ini indonesia telah melakukan beberapa kali pergantian
kurikulum pembelajaran. Tujuan dari pergantian kurikulum tersebut adalah untuk menyesuaikan
dengan perkembangan zaman. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang digadang-gadang
akan menjadi kurikulum yang dapat menjawab tantangan dimasa depan.

Selain menjadi mata pelajaran wajib, terdapat pula mata pelajaran sejarah yang termasuk
dalam kelompok peminatan ilmu-ilmu sosial, bahasa dan menjadi pelajaran lintas minat.
Pembagian mata pelajaran sejarah Indonesia dan sejarah tidaklah dikenal dalam kurikulum

10
sebelumnya (KTSP) Pemisahan mata pelajaran tersebut barulah dilakukan dalam Kurikulum
2013. Kurikulum yang mulai diterapkan semenjak taun 2013 dan sudah beberapa kali mengalami
revisi dengan maksud untuk penyempurnaan kurikulum. Sebagai kurikulum baru, tentu terdapat
keunggulan dan tantangan dalam penerapan kurikulum tersebut.

1. Pengertian Kurikulum 2013

Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 kurikulum merupakan seperangkat


rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan-bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Sedangkan menurut Winasanjaya (2008) kurikulum adalah segala hal yang
berhubungan dengan usaha pengembangan peserta didik sesuai tujuan yang ingin dicapai.

Kemudian yang dimaksud dengan kurikulum 2013 adalah perangkat mata pelajaran dan
program pendidikan berbasis sains yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan
dengan tujuan untuk mempersiapkan lahirnya generasi emas bangsa Indonesia, dengan sistem
dimana siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini siswa dituntut aktif
dalam berbagai hal yang telah diperoleh. Kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam,
sosial, seni, dan budaya. Kurikulum 2013 memiliki perbedaan dengan kurikulum sebelumnya
yang mana kurikulum 2013 lebih mementingkan tiga aspek yaitu berakhlak mulia (afektif),
berketerampilan (psikomotorik) dan berpengetahuan (kognitif) yang mana ketiga aspek ini saling
berkesinambungan. Dari ketiga aspek yang lebih ditonjolkan dalam k13 di ini mengharapkan
agar siswa lebih kreatif, inovatif dan lebih produktif

Dalam kurikulum 2013 juga ada strategi pengembangan pendidikan, salah satunya adalah
penambahan jam pelajaran. Rasionalitas penambahan jam pelajaran dapat dijelaskan bahwa
perubahan proses pembelajaran (dari diberitahu menjadi mencari tahu) dan proses penilaian (dari
berbasis output menjadi proses dan output) memerlukan tambahan jam pelajaran.

Kurikulum 2013 muncul atas landasan pemikiran mengenai tantangan masa depan abad illmu
pengetahuan, knowledge-based society dan kompetensi masa depan. Tak hanya itu saja, ada
bebearapa alasan lain mengena pentingnya pengembangan kurikulum 2013 diantaranya yaitu
sebagai berikut.

11
1. Pentingnya Perubahan dalam proses pembelajaran, yakni dari teacher oriented ke student
oriented. Yang awalnya siswa diberitahu menjadi mencari tahu. Dan penilaian tidak
hanya dilihat dari hasil akhir saja akan tetapi juga dilihat dari proses pembelajaran.
2. Kecenderungan banyak negara menambah jam pelajaran
3. Di Indonesia jam pelajaran masih tergolong singkat dibandngkan dengan negara lain.

Kurikulum ini juga memiliki kelebihan yakni peningkatan pelibatan semua guru mata
pelajaran dalam penilaian sikap dan keterampilan. Adapun kelemahannya adalah Kurikulum 13
bersifat sangat sentralistik, struktur 2013 sangat membebani, mengakibatkan pembelajaran
bahasa Indonesia kurang tepat.

2. Mata Pelajaran Sejarah

Dalam kurikulum 2013 mata pelajaran sejarah memiliki posisi yang sangat penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Mata pelajaran sejarah mendapat amanah untuk membentuk
karakter peserta didik lewat nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Kedudukan sejarah dalam
ilmu pengetahuan yakni sebagai ilmu sosial. Ditinjau dari usianya, sejarah termasuk ilmu sosial
tertua yang embrionya telah ada dalam bentuk-bentuk mitos dan tradisi-tradisi dari manusia yang
hidup paling sederhana (Gee, 1950: 36, Sjamsuddin, 1996: 190). Sejarah dimasukan kedalam
golongan ilmu sosial dikarenakan sejarah mempelajari perilaku sosial. Itu sebabnya dalam
pembelajaran sejarah kajiankajiannya selalu dituntut pendekatan-pendekatan inter/multidisipliner
karena tidak cukup dengan kajian sejarah naratif dapat menjelaskan aspekaspek sosial yang
melingkupinya dapat dieksplanasikan.

Sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai
proses perubahan dan perkembangan masyarakat indonesia dan dunia pada masa lampau hingga
kini (Isjoni, 2007: 71). Pembelajaran sejarah adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
untuk membantu siswa dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman dari masa lalu,
sehingga mereka dapat bersikap, bertindak dan bertingkahlaku dengan perspektif kebijaksanaan
(Isjoni, 2007:56). Dengan pembelajaran sejarah diharapakan siswa mampu berpikir secara
kronologis sehingga siswa dapat memahamii perkembangan dan perubahan masyarakat agar
memperoleh pelajaran yang dapat digunakan dalam kehidupanya.

12
Mata pelajaran sejarah merupakan mata pelajaran yang mendapatkan amanat sebagai
mapel pendidikan karakter di dalam kurikulum 2013. Tentu saja hal ini merupakan angin segar
dan juga menjadi amanat yang besar bagi guru sejarah. Inovasi penting yang dikembangkan
dalam mapel Sejarah Indonesia dan Sejarah adalah kontinuitas pembelajaran antara sejarah
nasional dan sejarah lokal. Sejarah nasional menjadi payung untuk mengenal bangsa dan sejarah
lokal untuk mengenal masyarakat di sekitarnya serta keduanya merupakan peristiwa yang terkait
satu dengan lainnya. Kejadian dalam peristiwa sejarah nasional diikuti dan diperkuat oleh gerak
sejarah lokal. Selain itu, melalui pelajaran sejarah, peserta didik diajak untuk melihat
keberlanjutan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan bangsa yang terkait dengan
perkembangan sejarah. (Anonim. 2016).

Pembelajaran pada mata pelajaran sejarah menggunakan pendekatan pembelajaran


berbasis peserta didik aktif (active learning). Pendekatan pembelajaran ini lebih memungkinkan
memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan pembelajaran agar lebih
memungkinkan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan pembelajaran agar
lebih bermakna. Pembelajaran agar lebih bermakna jika peserta didik mengalami sendiri setiap
proses pembelajaran melalui aktivitas yang aktif dan dapat menggunakannya sehari-hari.
Pengetahuan peserta didik bukan berasal dari informasi guru namun berasal dari usaha eksplorasi
informasi peserta didik sendri melalui aktivitas pembelajaran yang dilakukan.

Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran sejarah.

a. Pembelajaran Sejarah didasarkan atas kesinambungan apa yang terjadi di masa lampau
dengan kehidupan masa kini, antara peristiwa sejarah tingkat nasional dan tingkat lokal,
dan pemahaman peristiwa sejarah di tingkat lokal berdasarkan keutuhan suatu peristiwa
sejarah.
b. Dalam mengembangkan pemahaman mengenai kesinambungan antara apa yang terjadi di
masa lampau dengan kehidupan masa kini, dalam tugas untuk setiap periode sejarah
peserta didik diarahkan agar mampu menemukan peninggalan fisik (terutama artefak) dan
peninggalan abstrak (tradisi, pikiran, pandangan hidup, nilai, kebiasaan) di masyarakat
yang diwarisi dari peristiwa sejarah pada suatu periode.
c. Dalam mengembangkan keterkaitan antara peristiwa sejarah di tingkat nasional dan
tingkat lokal, dalam tugas setiap peserta didik diarahkan untuk mengkaji peristiwa sejarah

13
sejak masa pergerakan nasional, dan membuat analisis mengenai keterkaitan dan
sumbangan peristiwa tersebut terhadap peristiwa yang terjadi di tingkat nasional.
d. Mengembangkan proses pembelajaran dalam kemampuan keterampilah sejarah di
semester awal sehingga peserta didik memahami konsep-konsep utama sejarah,
menguasai keterampilah dasar sejarah, dan memantapkan penggunaan konsep utama dan
keterampilan dasar ketika mereka mempelajari berbagai peristiwa sejarah di semester
berikutnya.
e. Setiap peristiwa sejarah di semester tiga dan seterusnya dapat dirancang sebagai kegiatan
pembelajaran untuk satu semester dan bukan hanya merupakan kegiatan satu atau da
pertemuan secara berurutan ntuk setiap satu pokok bahasan.
f. Proses pembelajaran sejarah memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menggunakan berbagai sumber seperti buku teks, buku referensi, dokumen, narasumber,
atau pun artefak sera memberi kesempatan yang luas untuk menghasilkan “her or his own
histories” Borries, 2000 dalam Anonim, 2013.

3. Kelebihan Kurikulum 2013


a. Memenuhi kompetensi profesi, pedagogi, sosial dan personal.
b. Motivasi mengajar tinggi.
c. Ada rambu-rambu yang jelas bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
d. Guru berperan sebagai fasilitator.
e. Diharapkan kreativitas guru akan semakin menigkat.
f. Guru tidak ada tuntutan lagi untuk menyusun modul.
g. Satuan pendidikan dalam melaksanakan kurikulum lebih terkendali, dan memudahkan.
h. Lebih efektif dan lebih sederhana.

4. Kelemahan Kurikulum 2013


a. Timbulnya kecemasan khususnya guru yang mata pelajarannya dihapus (KKPI, IPA,
Kewirausahaan) terancam sertifikasinya dicabut.
b. Sebagian besar guru masih terbiasa mengajar secara konvensional.

14
c. Guru yang mengajar tidak sesuai dengan kompetensi akademik.
d. Guru tidak tertantang/tidak siap dengan perubahan.
e. Kurangnya kemampuan guru dalam proses penilaian sikap, keterampilan, dan
pengetahuan secara holistik.
f. Kreatifitas guru berkurang.
g. Ada kemungkinan kurang sesuai buku teks dengan kebutuhan pembelajaran.
h. Kreatifias dalam pengembangan silabus berkurang.

5. Tantangan Kurikulum 2013


a. Tantangan Internal
Tantangan internal yang dihadapi dalam Kurikulum 2013 yakni harus memenuhi
delapan standar pendidikan nasional yaitu standar pengelolaan, biaya, isi, sarana dan
prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, proses, penilaian dan standar
kompetensi lulusan.
b. Perkembangan penduduk Indonesia yang dilihat dari usia produktif.
c. Tantangan eksternal.
d. Tantangan masa depan, yakni globalisasi dan kemajuan teknologi informasi.
e. Kompetensi masa depan yang menuntut harus memiliki kemampuan berkomunikasi,
berpikir jernih dan kritis, bertanggung jawab dan kemampuan toleransi terutama
dalam menghargai pendapat yang berbeda.
f. Persepsi masyarakat yang menganggap kurikulum 2013 lebih menekankan kognitif,
kemudian beban yang terlalu berat dan kurangnya muatan karakter.

6. Permasalahan Kuirkulum 2013


a. Tidak ada kajian terhadap penerapan kurikulum 2006 yang berujung pada kesimpulan
urgensi perpindahan kepada Kurikulum 2013.
b. Tidak ada evaluasi menyeluruh terhadap uji coba penerapan Kurikulum 2013 setelah
setahun penerapan di sekolah-sekoolah yang ditunjuk.
c. Kurikulum sudah diterapkan di seluruh sekolah pada bulan juli 2014, sementara
instruksi untuk melakukan evaluasi baru dibuat 14 Oktober 2014, yaitu enam hari
sebelum pelantikan presiden baru (peraturan Menteri no 159).

15
d. Penyeragaman tema di seluruh kelas, sampai metode, isi pembelajaran dan buku yang
bersifat wajib sehingga terindikasi bertentangan dengan UU Sisdiknas.
e. Penyusunan konten Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang tidak seksama
sehingga menyebabkan ketidakselarasan.
f. Kompetensi spiritual dan sikap terlalu dipaksakan sehingga mengganggu
substansikeilmuan dan menimbulkan kebingungan serta beban adaministratif
berlebihan bagi para guru.
g. Metode penilaian sangat kompleks dan menyita waktu, sehingga membingungkan
guru dan mengalihkan fokus dari memberi perhatian sepenuhnya kepada siswa.
h. Ketidakpuasan guru menerapkan metode pembelajaran pada Kurikulum 2013 yang
menyebabkan beban juga tertumpuk pada siswa sehingga menghabiskan waktu siswa
di sekolah dan di luar sekolah.
i. Ketergesa-gesaan penerapan menyebabkan ketidaksiapan penulisan, pencetakan, dan
peredaran buku sehingga menyebabkan berbagai permasalahan di ribuan sekolah
akibat keterlambatan dan ketiadaan buku.
j. Berganti-gantinya regulasi kementerian akibat revisi yang berulang.

Daftar masalah ini menjadi salah satu pertimbangan Mendikbud Anies Baswedan dalam
memberlakukan penerapan kurikulum 2013 terbatas pada sekolah yang telah memakainya
selama tiga semester. Sedangkan sekolah yang baru menerapkan kurikulum 2013 selama satu
semester diimbau kembali memakai KTSP.

7. Kesusulitan Guru Dalam Pengimplementasian Kurikulum 2013


a. Guru kurang memahami tujuan kurikulum 2013 dan pendekatan santifik.
b. Penggunaan bahasa dalam buku teks sulit dipahami dan kurang efektif dalam
meningkatkan proses pembelajaran
c. Guru kurang mampu melaksanakan proses pembelajaran yang menuju keterampilan
aplikatif.
d. Guru kurang mampu dalam melakukan proses pembelajaran yang membuat peserta
didikmenjadi ingin mengetahui, melakukan pengamatan dan eksperimen.

16
BAB III

KESIMPULAN

Komersialisasi pendidikan dimaknai sebagai sebuah manajemen pendidikan yang


menempatkan lembaga pendidikan sebuah institusi komrsial. Sebagai lembaga komersial, maka
lembaga pendidikan akan mengimplementasikan prinsip perilaku produsen dalam literatur

17
ekonomi liberal. Komersialisasi pendidikan telah mengubah institusi pendidikan yang berbasis
efisiensi ekonomis menjadi perusahaan penyedia elite masyarakat dan kuli kerja”. Akibat
komersialisasi pendidikan inilah, banyak lembaga pendidikan yang kemudian menganut
paradigma pendidikan yang bersifat ekonomis. Banyak lembaga pendidikan yang akhirnya gagal
mengimplikasikan bahwa proses pembelajaran menjadi salah satu pilar utama dalam humanisasi
hidup manusia.

Pada dasarnya fungsi dan tujuan pendidikan adalah untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang cakap, cerdas dan mampu terjun keranah persaingan global. Fungsi dan tujuan
pendidikan Indonesia dalam UU No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 dijelaskan ”Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam kurikulum 2013 mata pelajaran sejarah memiliki posisi yang sangat penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Mata pelajaran sejarah mendapat amanah untuk membentuk
karakter peserta didik lewat nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Kedudukan sejarah dalam
ilmu pengetahuan yakni sebagai ilmu sosial. Dengan pembelajaran sejarah diharapakan siswa
mampu berpikir secara kronologis sehingga siswa dapat memahamii perkembangan dan
perubahan masyarakat agar memperoleh pelajaran yang dapat digunakan dalam kehidupanya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. Tanpa tahun. Dalan http://digilib.its.ac.id/public/I TS-Undergraduate-


51214201100038-bab3.pdf. Diakses 26 Januari 2018.
_______. 2016. Mata Pelajaran Sejarah SMA berdasarkan Kurikulum 2013. Program
Studi Pendidikan Seajarah. FKIP ULM.
Asmirawanti. 2016. Komersialisasi Pendidikan. Jurnal equlibrium vol IV No 2 November
2016
Hasan Alwi. Kamus Besar Bahasa Indonesia.2007. Jakarta : Balai Pustaka
Muchtari Buchtari.2011. Komersiasisasi idealisme bukan tabu.Yogyakarta: Kanisius
Herlina Asri.Dampak sosial komersialisasi pendidikan tinggi diindonesia.Jurnal vol16, no
3(2011)
Hartini Dwi. 2011. Komersialisasi Pendidikan di era globalisasi. Skripsi fakultas ilmu
pendidikan.Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Tim Pengembang, (2006), Kurikulum dan Pembelajaran, Jurusan Kurtek FIP Universitas
Pendidikan Indonesia.
Winasanjaya. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP). Jakarta: Kencana.

19

Anda mungkin juga menyukai