Anda di halaman 1dari 28

LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
PENGANTAR PENDIDIKAN
YANG DIBINA OLEH BAPAK ADITYA CHANDRA SETIAWAN, M.PD.

OLEH
HANDINDA PUTRI AGUSTINA NIM 170321612593
MUHAMAD NAFI RIZALDI NIM 170321612559
REFIANTI QOMA ROAITA NIM 170321612513

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN FISIKA
SEPTEMBER 2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT, atas segala berkat,


rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul Landasan Pedidikan.
Dalam penyusunan makalah ini, kami memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Aditya Chandra
Setiawan, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dan arahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, dan rekan-rekan
mahasiswa Universitas Malang program studi S1 Pendidikan Fisika yang selalu
memberikan motivasi kepada kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata kami selaku penulis
berharap makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada
para pembaca.

Malang, September 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ....................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan Pendidikan ................................................................ 2
1. Landasan Filosofis ................................................................ 2
2. Landasan Sosiologis ............................................................. 8
3. Landasan Kultural ................................................................. 12
4. Landasan Hukum .................................................................. 14
5. Landasan Sejarah ................................................................. 15
6. Landasan Ekonomi ............................................................... 16
7. Landasan Psikologis ............................................................. 18
8. Landasan Ilmiah dan Teknologis .......................................... 21
B. Fungsi Landasan Pendidikan .................................................... 23

BAB III PENUTUP


A. Simpulan.................................................................................... 24

DAFTAR RUJUKAN ............................................................................................ 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan seabagai usaha sadar uang sistematik selalu bertolak dari
sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah landasan tertentu. Landasan
pendidikan sangat penting karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap
pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa tertentu.
Beberapa diantara landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofi,
sosiologis, dan kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam
menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan
mendorong pendidikan itu menjemput masa depan. Kajian berbagai landasan
pendidikan itu akan membentuk wawasan yang tepat tentang pendidikan.
Makalah ini akan memusatkan paparan dalam landasan pendidikan, mulai
dari pengertian hingga berbagai macam landasan pendidikan. Landasan
pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis, kultural, hukum,
sejarah, ekonomi, psikologis, dan iptek

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Landasan Pendidikan?
2. Apa sajakah Landasan Pendidikan?
3. Apa fungsi dari Landasan Pendidikan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Landasan Pendidikan
2. Untuk mengetahui macam-macam Landasan Pendidikan
3. Untuk mengetahui fungsi dari Landasan Pendidikan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Pendidikan
Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak
terputus dari generasi ke generasi dimana pun didunia ini. Upaya memanusiakan
manusia melalui pendidikan itu diselenggarakan sesuai dengan pandangan
hidup dan dalam latar sosial-kebudayaan setiap masyarakat tertentu. Pendidikan
diselenggarakan berlandaskan filsafat hidup serta berlandaskan sosiokultural
setiap masyarakat termasuk di Indonesia. Kajian ketiga landasan yait u
landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan kultural. Selanjutnya
terdapat dua landasan lain yang selalu erat kaitannya dalam setiap upaya
pendidikan, utamanya pengajaran, yakni landasan Psikologis dan landasan iptek.

1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat
(falsafat, falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani,
Phelein berarti mencintai, dan sophos atau Sophian berarti hikmah,arif,bijaksana.
Konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan manusia dan dunianya pada umumnya
bersumber dari dua faktor, yaitu:
a) Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan
b) Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran.Filsafat berada di antara
keduanya :Kawasan seluas dengan religi, namun lebih dekat dengan religi,
namun lebih dengan ilmu pengetahuan karena filsafat timbul dari keraguan
dan karena mengandalkan akal manusia (Redja Mudyahardjo, et. al.,1992 :
126-134)
Penggunaan istilah filsafat dapat dalam dua pendekatan, yakni:
a) Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilmiah,yang dapat dilakukan oleh
setiap orang serta sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu
pengetahuannya itu.
b) Filsafat sebagai kajian khusus yang formal, yang mencakup
logika,epistemologi (tentang benar dan salah ),etika (tentang baik dan
buruk),estetika (tentang indah dan jelek),metafisika (tentang hakikat yang
ada, termasuk akal itu sendiri ),serta sosial dan politik (filsafat
pemerintahan).

2
Landasan filosofis terhadap pendidikan dikaji terutama melalui filsafat
pendidikan, yang mengkaji masalah sekitar pendidikan dengan sudut pandang
filsafat.

a) Pengertian tentang Landasan Filosofis


Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat
mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat, sedangkan
pendidikan berusaha mewujudan citra itu.
Peranan filsafat dalam bidang pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian
antara lain tentang:
1) Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makhluk didunia ini, seperti
yang disimpulkan sebagai zoon politicon, homo sapiens, dan sebagainya.
2) Masyarakat dan kebudayaannya.
3) Keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang banyak menghadapi
tantangan ;dan
4) Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat
pendidikan (Wayan Ardhana, 1986: Modul 1/9)
Berbagai pandangan filosofis tentang manusia dan aliran dunianya yang
dikemukakan oleh berbagai aliran dalam filsafat ternyata sangat bervariasi.
Wayan Ardhana, dan kawan-kawan (1986:Modul 1/12-18) mengemukakan
bahwa aliran-aliran filsafat itu bukan hanya mempengaruhi pendidikan,tetapi juga
telah melahirkan aliran filsafat pendidikan, seperti:
1) Idealisme
2) Realisme
3) Perenialisme
4) Esensialisme
5) Pragmatisme dan progresivisme
6) Eksistensialisme
Sedangkan Waini Rasyidin (dalam Redja Mudyahardjo, et. Al.,1992:140-150)
membedakan antara aliran filsafat dan mazhab filsafat pendidikan, yakni : aliran
filsafat yang besar pengaruhnya terhadap pendidikan adalah idealisme, realisme
(positivisme, materialisme), neothomisme, dan pragmatisme; sedangkan mazhab
filsafat pendidikan adalah sensualisme, perenialisme, progresivisme, dan
rekonstruksionisme.
Naturalisme merupakan aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan

3
yang bisa ditangkap oleh pancaindra sebagai kebenaran yang sebenarnya.
Aliran ini biasa diberi nama yang berbada sesuai dengan variasi penekanan
konsepsinya tentang manusia dan duniannya seperti : realisme, materialisme
positivisme (neopositivisme) dan sebagainnya.
Bertentangan dengan aliran diatas, idealisme menegaskan bahwa hakikat
kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Meskipun terjadi variasi
pendapat tersebut, namun pada umumnya aliran ini menekankan bahwa
pendidikan merupakan kegiatan intelektual untuk membangkitkan ide-ide yang
masih laten,antara lain melalui introspeksi dan tanya jawab.
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukaakan bahwa segala
sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan praktis. Salah seorang tokoh
pragmatisme John Dewey (dari Redja Mudyahardjo, et. al, 1992:144)
mengemukakakan bahwa penerapan konsep pragmentatisme secara
eksperimental melalui lima tahap :
1) Situasi tak tentu
2) Diagnosis
3) Hipotesis
4) Pengujian hipotesis
5) Evaluasi
Aliran filsafat yang bercorak keagamaan ikut pula mempengaruhi pemikiran
tentang pendidikan, baik pada permulaan filsafat Yunani kuno maupun terutama
pada era pengaruh filsafat yang dipengaruhi Agam Hindu, Islam, Budha,
Katholik,Kristen dan sebagainnya. Selanjutnya perlu dikemukakan secara
ringkas empat mazhab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam
pemikiran dan penyelenggaraan pendidikan. Keempat mazhab filsafat
pendidikan itu (Redja Mudyahardjo, et. Al: 144-150;Wayan Ardhana ,1986: 14-18)
yaitu:
1) Esensialisme
Esensialisme merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan
prinsip idealisme dan realisme secara eklektis. Mazhab esensialisme mulai
lebih dominan di Eropa sejak adanya semacam pertentangan Siantar para
pendidik sehingga mulai timbul pemisah antara pelajaran-pelajaran teoritik
(liberal artis) yang memerdekakan akan dengan pelajaran-pelajaran praktek
(pratical artis). Menurut mazhab sensualisme yang termasuk The liberal
artis,yaitu

4
(a) Penguasaan bahasa termasuk retorika
(b) Gramatika
(c) Kesusasteraan
(d) Filsafat
(e) Ilmu kemalaman
(f) Matematika
(g) Sejarah
(h) Seni keindahan (fine arts)
Pengembangan ketrampilan intelek itu membebaskan akal (liberalizing)
karena mengkaji hal-hal yang melampaui pengalaman pancaindra.
Pendidikan yang dikembangkan pada zaman Belanda di Indonesia
didasarkan atas mazhab sensualisme, sedangkan yang mengembangkan
mazhab perenialisme ialah pihak swasta.
2) Perenialisme
Persamaan antara perenialisme dengan sensualisme, yakni keduannya
membela kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran
pokok-pokok (subject centered). Perenialisme menekankan pada keabadian
teori yaitu pengetahuan yang benar, keindahan, kecintaan kepada kebaikan.
Prinsip pendidikan antara lain :
(a) Konsep pendidikan itu bersifat abadi karena hakikat manusia tak pernah
berubah.
(b) Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhusussan makhluk
manusia yang unik, yaitu kemampuan berpikir.
(c) Tujuan belajar ialah mengenal kebenaran abadi dan universal.
(d) Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
(e) Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basi
subjects).
Mazhab perenialisme memiliki penganut pada perguruan swasta di
Indonesia, karena mengintegrasikan kebenaran agama dengan kebenaran
ilmu. Karena kebenaran itu satu maka harus ada satu sistem pendidikan
yang berlaku umum dan terbuka kepada umum. Juga sebaliknya kurikulum
bersifat wajib dan berlaku umum, yang harus mencakup:
(a) Bahasa
(b) Matematika
(c) Logika

5
(d) Ilmu pengetahuan alam
(e) Sejarah
3) Pragmatisme dan Progresivisme
Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori
pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa prinsip,antara lain
sebagai berikut:
(a) Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar
(b) Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang
minat belajar.
(c) Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
(d) Sekolah progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk
melakukan reformasi pedagogis dan eksperimentasi.
4) Rekonstruksionisme
Mazhab rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari
cara berpikir progresif dalam pendidikan. Keunikan mazhab ini adalah
teorinya mengenai peranan guru, yakni sebagai pemimpin dalam metode
proyek yang memberi peranan kepada murid cukup besar dalam proses
pendidikan. Namun sebagai pemimpin penilitian,guru dituntut supaya
menguasai sejumlah pengetahuan dan ilmu esensial demi keterarahan
pertumbuhan muridnya.

b. Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional


(Sisdiknas)
Pasal 2 UU RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa Pendidikan Nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Rincian selanjutnya
tentang hal itu tercantum dalam penjelasan UU RI No. 2 Tahun 1989, yang
menegaskan bahwa pembagunan nasional termasuk dibidang pendidikan,
adalah pengamalan Pancasila, dan untuk itu pendidika nasional mengusahakan
antara lain: Pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan
yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri(Undang-undang, 1992: 24).
P4 atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengamalan
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang pendidikan.
Dalam buku I bahan Penataran P4 dikemukakan bahwa ketetapan MPR-RI No.
II/MPR/1978 tersebut memberi petunjuk petunjuk nyata dan jelas wujud
pengamalankelima sila dari Pancasila bagi bidang pendidikan, hal ini sangat

6
penting karena akan terdapat kepastian nilai yang menjadi pedoman dalam
pelaksanaan pendidikan petunjuk pengamalan Pancasila tersebut dapat pula
disebut sebagai 36 butir nilai-nilai Pancasila sebagai berikut:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
(1) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.
(2) Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk Agama dan
pemeluk-pemeluk kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina
kerukunan hidup.
(3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya
(4) Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
(5) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaaan
kewajiban antara sesama manusia.
(6) Saling mencintai sesama manusia.
(7) Mengembangkan sikap tenggang rasa.
(8) Tidak semen-mena terhadap orang lain.
(9) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
(10) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
(11) Berani membela kebenaran dan keadilan.
(12) Bangsa Indonesia merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerja sama dengan bangsa lain.
3) Persatuan Indonesia
(13) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau golongan.
(14) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
(15) Cinta tanah air dan bangsa
(16) Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia
(17) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan.

7
(18) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
(19) Tidak memaksakan kehendaknya kepada orang lain.
(20) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingn bersama.
(21) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
(22) Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
(23) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur.
(24) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
(25) Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur,yang mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan bergotong oyong.
(26) Bersikap rill
(27) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
(28) Menghormati hak-hak orang lain.
(29) Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
(30) Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain.
(31) Tidak bersifat boros.
(32) Tidak bergaya hidup mewah.
(33) Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum .
(34) Suka bekerja keras.
(35) Menghargai hasil karya orang lain.
(36) Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.

2. Landasan sosiologis
Manusia selalu hidup berkelompok, sesuatu yang juga terdapat pada
makhluk hidup lainnya, yakni hewan. Meskipun demikian pengelompokan
manusia jauh lebih rumit dari pengelompokan hewan.
Filsafat sosial sering membedakan manusia sebagai individu dan sebagai
anggota masyarakat. Pandangan aliran-aliran filsafat tentang realitas sosial itu

8
berbea-beda, sehingga dapat ditemukan bermacam-macam aliran filsafat sosial.
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan
tentang masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kukuh.
Sosiologi sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh
filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte
(1798-1857) pada tahun 1839, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan positif
yang mempelajari masyarakat. Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial
yang menjelma dalam realitas sosial. Mengingat banyaknya realitas sosial maka
lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti sosiologi kebudayaan, sosiologi
ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan, sosiologi pendidikan, dan
lain-lain

a. Pengertian tentang Landasan Sosiologi


Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang
dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat. Perhatian sosiologi pada kegiatan
pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatkan perhatian sosiologi pada
kegiatan pendidikan tersebut, maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan.
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial di
dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi
pendidikan meliputi empat bidang :
1) Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain, yang
mempelajari:
(a) Fungsi pendidikan dalam kebudayaan
(b) Hubungan sistem pendidikan dan proses kontrol sosial dan sistem
kekuasaan
(c) Fungsi sistem pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses
sosial dan perubahan kebudayaan
(d) Hubungan pendidikan dengan kelas sosial atau sistem status
(e) Fungsional sistem pendidikan formal dlam hubungannya dengan ras,
kebudayaan, atau kelompok-kelompok dalam masyarakat
2) Hubungan kemanusiaan di sekolah meliputi :
(a) Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan
di luar sekolah
(b) Pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah
3) Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang mempelajari :

9
(a) Peranan sosial guru
(b) Sifat kepribadian guru
(c) Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa
(d) Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak
4) Sekolah dalam komunitas yang mempelajari pola interaksi antara sekolah
dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya, yang meliputi :
(a) Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dlam pengaruhnya terhadap
orgaisasi sekolah
(b) Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada sistem
sosial komunitas kaum tidak terpelajar
(c) Hubungan antara sekolah dengan komunitas dala fungsi
kependidikannya
(d) Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan
organisasi sekolah
Keempat bidang yang dipelajari tersebut sabgat esensial sebagai sarana
untuk memahami sistem pendidikan dalam kaitannya dengan keseluruhan hidup
masyarakat (Wayan Ardhana, 1986: Modul 1/67)
Proses sosialisasi akan dimulai dari keluarga, diaman anak mulai
mengembangkan diri. Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 10 Ayat 4
dinyatakan bahwa Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan
luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluargadan yang memberikan
keyakinan agama, niali budaya, nilai moral, dan keterampilan. Perlu pula
ditegaskan bahwa pemerintah mengakui kemandirian keluarga untuk
melaksanakan upaya pendidikan dalam lingkungannya sendiri. Dalam keluarga
dapat ditanamkan nilai dan sikap yang dapat mempengaruhi perkembangan
anak selanjutnya.
Disamping sekolah dan keluarga, proses pendidikan juga sangat
dipengaruhi oleh berbagai kelompok sosial masyarakat, seperti kelompok
keagamaan, organisasi pemuda dan pramuka. Terdapat satu kelompok khusus
yang datangnya bukan dari orang dewasa, tetapi dari anak-anak lain yang hampir
seusia, yang disebut kelompok sebaya. Kelompok sebaya terdiri dari sejumlah
individu yang rata-rata usianya hampir sama yang mempunyai kepentingan
tertentu yang bersifat sangat sementara.
Sebagai lembaga sosial, kelompok sebaya tidak mempunyai struktur yang
jelasndan tidak mempunyai tujuan yang bersifat permanen. Tetapi kelompok

10
sebaya dapat menciptakan solidaritas yang sangat kuat di antara anggota
kelompoknya. Terdapat beberapa hal yang dapat disumbangkan oleh kelompok
sebaya dalam proses sosialisasi anak, antara lain bahwa kelompok sebaya
memberikan model, memberikan identitas, serta memberikan dukungan (suport).
Di samping itu, kelompok sebaya memberikan jalan pada anak untuk lebih
independen dan menumbuhkan sikap kerja sama dan membuka horison anak
lebih luas

b. Masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan


Nasional
Masyarakat merupakan suatu kesatuan hidup dalam arti luas ataupun dalam
arti sempit, seperti masyarakat bangsa ataupun kesatuan kelompok kekerabatan
di suatu desa, dalam suatu marga. Masyarakat dalam arti luas umumnya lebih
abstrak apabila dibandingkan dengan masyarakat dalam arti sempit. Masyarakat
sebagai kesatuan hidup memiliki ciri utama antara lain :
1) Ada interaksi antar warga-warganya
2) Pola tingkah laku antar warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma,
hukum, dan aturan-aturan yang khas
3) Ada rasa identitas kuat yang mengikat pada warganya. Kesatuan wilayah,
kesatuan adat-istiadat, rasa identitas, dan rasa royalitas terhadap
kelompoknya merupakan pangkal dari perasaan bangga sebagai patriotisme,
nasionalisme, jiwa korps, dan kesetiakawanan sosial dan lain-lain (Wayan
Ardhana, 1986 : Modul 1/68)
Dari dulu hingga kini, ciri yang menonjol dari masyarakat Indonesia adalah
sebagai masyarakat majemuk yang tersebar di ribuan pulau di nusantara. Melalui
perjalanan yang panjang, masyarakat yang bhinneka tersebut akhirnya mencapai
satu kesatuan politik untuk mendirikan satu negara serta berusaha mewujudkan
satu masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang bhinneka tunggal ika.
Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih ditandai oleh dua ciri yang unik,
yakni:
1) Secara horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial atau
komunitas berdasarkan perbedaan suku, agama, adat-istiadat, dan
kedaerahan
2) Secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan pola kehidupan antara
lapisan atas, menengah, dan lapisan rendah.

11
Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman
pemerintahan orde baru, telah mengalami banyak perubahan. Sebagai
masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara
horizontal maupun vertikal masih dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan
sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya. Namun
dengan niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia serta
dengan kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan, utamanya dalam
pendidikan politik, maka sisi ketunggalan dari bhinneka tunggal ika makin
mencuat. Berbagai upaya yang dilakukan, baik melalui kegiatan jalur sekolah
maupun jalur pendidikan luar sekolah telah menumbuhkan benih-benih
persatuan dan kesatuan yang semakin kukuh.
Perlu ditagaskan bahwa muatan lokal didalam kurikulum tidak dimaksudkan
sebagai upaya membentuk manusia lokal, akan tetapi haruslah dirancang dan
dilaksanakan dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia: di suatu lokal
tertentu. Dengan demikian akan dapat diwujudkan manusia Indonesia dengan
wawasan nusantara dan berjiwa nasional akan tetapi yang memahami dan
menyatu dengan lingkungan (alam,sosial dan budaya) di sekitarnya.

3. Landasan Kultural
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu
menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena
itu, dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang
dimaksudkan dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang
berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila
dan UUD 1945. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik,
sebab kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan
kebudayaan dari generasi ke generasi. Dimaksudkan kebudayaan adalah hasil
cipta dan karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai kepercayaan, tingkah
laku, dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki oleh semua anggota masyarakat
tertentu.

a. Pengertian tentang Landasan Kultural


Kebudayaan dalam arti luas dapat berwujud
1) Ideal seperti ide, gagasan, nilai dan sebagainya
2) Kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat

12
3) Fisik yakni benda hasil karya manusia
(Koentjaraningrat, 1975: 15-22)
Kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan atau dikembangkan karena dan
melalui pendidikan. Baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan
teknologi, dapat diwujudkan melalui proses pendidikan. Dengan kata lain, fungsi
pokok setiap sistem pendidikan adalah untuk mengajarkan anak-anak pola-pola
tingkah laku yang esensial tersebut (Redja Mudyahardjo, 1992: 45)
Cara-cara untuk mewariskan kebudayaan, khususnya mengajarkan tingkah
laku kepada generasi baru, berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Pada
dasarnya ada 3 cara umum yang dapat diidentifikasikan, yaitu informal,
nonformal, dan formal. Cara informal tejadi di dalam keluarga dan nonformal
dalam masyarakat yang berkelanjutan dan berlangsung dalam kehidupan
sehari-hari. Sedangkan cara formal melibatkan lembaga khusus yang dibentuk
untuk tujuan pendidikan.
Pada masyarakat yang sudah maju, sekolah sebagai lembaga sosial
mempunyai peranan yang sangat penting sebab pendidikan tidak hanya
berfungsi untuk mentransmisi kebudayaan kepada generasi penerus, tetapi
pedidikan juga berfungsi untuk mentransformasikan kebudayaan agar sesuai
dengan perkembangan dan tujuan zaman. Dengan kata lain, sekolah secara
seimbang melaksanakan fungsi ganda pendidikan, yakni sebagai proses
sosialisasi dan sebagai agen pembaruan. Perlu dikemukakan bahwa dalam
bidang pendidikan, kedua fungsi tersebut kadang-kadang dipertentangkan,
antara penganut pendidikan sebagai pelestarian (teaching a conserving activity)
dan penganut pendidikan sebagai pembaruan (teaching as subversive activity).
Yang pertama mengutamakan sosialisasi, bahkan kalau perlu domestikasi,
sedangkan yang kedua mengutamakan pengembangan atau agen pembaruan.
Seperti diketahui, pendidikan di Indonesia tidak memihak salah satu kutub
pendapat tersebut, akan tetapi mengutamakan keseimbangan keserasian, dan
keselarasan antara aspek pelestarian nilai-nilai luhur sosial-kebudayaan dan
aspek pengembangan agar tetap jaya (Sulo Lipu La Sulo, 1990:20-21), hal itu
semakin penting apabila diingat bahwa kemajuan teknologi komunikasi telah
menyebabkan datangnya pengaruh kenudayaan dari luar semakin deras.

b. Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional


(Sisdiknas)

13
Seperti telah dikemukakan, yang dimaksud dengan sisdiknas adalah
pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia. (UU RI No.2/1989)
Pasal 1 Ayat 2. Karena masyarakat Indonesia sebagai pendukung kebudayaan
itu adalah masyarakat yang majemuk, maka kebudayaan bangsa Indonesia
tersebut lebih tepat disebut sebagai kebudayaan Nusantara yang beragam.
Salah satu penyesuaian pendidikan jalur sekolah dengan keragaman latar
belakang sosial budaya di Indonesia adalah dengan memberlakukan muatan
lokal di dalam kurikulum sekolah, utamanya di sekolah dasar (SD). Kebijakan ini
bukan hal baru, karena gagasannya telah diberlakukan sejak dulu, umpamanya
dengan pengajaran bahasa daerahdan atau penggunaan bahasa daerah di
dalam proses belajar-mengajar. Keragaman sosial budaya tersebut terwujud
dalam keragaman adat istiadat,tata cara, dan tata krama pergaulan, kesenian,
bahasa, dan sastra daerah, maupun kemahiran dan keterampilan yang tumbuh
dan terpelihara di suatu daerah terrtentu. Pelestarian dan pengembangan
kekayaan yang unik dari setiap daerah itu melalui upaya pendidikan sebagai
wujud dari kebhinnekaan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Peserta didik diharapkan tidak hanya mengnal lingkungannya (alam, sosial,
dan budaya) akan tetapi juga mau dan mampu mengembangkannya. Dengan
demikian, kurikulum ikut memutakhirkan kemahiran lokal (mengukir, melukis, dan
sebagainya) sehingga sesuai dengan kemajuan zaman, dan serentak dengan itu,
membuka peluang tersedianya lapangan kerja bagi peserta didik yang
bersangkutan dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di
lingkungannya.

4. Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik
tolak.Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut
ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini , bila dilanggar
akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Landasan
hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak
dalam melaksanakan kegiatan kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan
pendidikan.

a. Pendidikan menurut Undang-Undang 1945


Undang Undang Dasar 1945 adalah merupakan hokum tertinggi di

14
Indonesia.Pasal pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yang
satu menceritakan tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang
kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap tiap warga Negara berhak
mendapatkan pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi : Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajar Pasal 32 pada
Undang Undang Dasar berbunyi : Pemerintah memajukan kebudayaan
nasional Indonesia.an nasional, yang diatur dengan Undang Undang.

b. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional


Tidak semua pasal akan dibahas dalam buku ini. Yang dibahas adalah pasal
pasal penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih mendal am serta
sebagai acuan untuk mengembangkan pendidikan. Pertama tama adalah Pasal
1 Ayat 2 dan Ayat 7. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Pendidikan nasional
adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan
pada Pancasila dan Undang Undang Dasar 45. Undang undang ini
mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan
pada pancasila dan Undang Undang dasar 1945, yang selanjutnya disebut
kebudayaan Indonesia saja. Ini berarti teori teori pendidikan dan praktek
praktek pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak boleh tidak haruslah
berakar pada kebudayaan Indonesia.Selanjutnya Pasal 1 Ayat 7 berbunyi :
Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam
penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga
kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya
dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Tenaga
Kependidikan tertera dalam pasal 27 ayat 2, yang mengatakan tenaga
kependidikan mencakup tenaga pendidik, pengelola/kepala lembaga pendidikan,
penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang pendidikan, pustakawan, laboran,
dan teknisi sumber belajar.

5. Landasan Sejarah
Sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau
kegiatan yang dapat didasari oleh konsep konsep tertentu Sejarah pendidikan
di Indonesia. Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum Negara Indonesia
berdiri. Sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia juga cukup panjang.

15
Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno, kemudian diteruskan dengan zaman
pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh agama Islam, pendidikan
pada zaman kemerdekaan. Pada waktu bangsa Indonesia berjuang merintis
kemerdekaan ada tiga tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan, yang
berjuang melalui pendidikan. Merka membina anak-anak dan para pemuda
melalui lembaganya masing-masing untuk mengembalikan harga diri dan
martabatnya yang hilang akibat penjajahan Belanda. Tokoh-tokoh pendidik itu
adalah Mohamad Safei, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (TIM
MKDK, 1990). Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch
Nederlandse School di Sumatera Barat pada Tahun 1926. Sekolah ini lebih
dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di
Kayutanam. Maksud ulama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri
sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Tokoh pendidik nasional
berikutnya yang akan dibahas adalah Ki Hajar Dewantara yang mendirikan
Taman Siswa di Yogyakarta. Sifat, system, dan metode pendidikannya diringkas
ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat,
dan semboyan atau perlambang. Asas Taman Siswa dirumuskan pada Tahun
1922, yang sebagian besar merupakan asas perjuangan untuk menentang
penjajah Belanda pada waktu itu. Tokoh ketiga adalah Ahmad Dahlan yang
mendirikan organisasi Agama Islam pada tahun 1912 di Yogyakarta, yang
kemudian berkembang menjadi pendidikan Agama Islam. Pendidikan
Muhammadiyah ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan
agama Islam, dengan beberapa ciri seperti berikut (TIM MKDK, 1990). Asas
pendidikannya adalah Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang muslim
yang berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, dan berguna bagi
masyarakat serta Negara.Ada lima butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu :
a) Perubahan cara berfikir
b) Kemasyarakatan
c) Aktivitas
d) Kreativitas
e) Optimisme

6. Landasan Ekonomi
Pada zaman pasca modern atau globalisasi sekarang ini, yang sebagian
besar manusianya cenderung mengutamakan kesejahteraan materi disbanding

16
kesejahteraan rohani, membuat ekonomi mendapat perhatian yang sangat besar.
Tidak banyak orang mementingkan peningkatan spiritual. Sebagian besar dari
mereka ingin hidup enak dalam arti jasmaniah. Seperti diketahui dana pendidikan
di Indonesia sangat terbatas. Oleh sebab itu ada kewajiban suatu lembaga
pendidikan untuk memperbanyak sumber-sumber dana yang mungkin bisa digali
adalah sebagai berikut :
a) Dari pemerintah dalam bentuk proyek-proyek pembangunan,
penelitian-penelitian bersaing, pertandingan karya ilmiah anak-anak, dan
perlombaan-perlombaan lainnya.
b) Dari kerjasama dengan instansi lain, baik pemerintah, swasta, maupun dunia
usaha. Kerjasama ini bias dalam bentuk proyek penelitian, pengabdian
kepada masyarakat dan proyek pengembangan bersama.
c) Membentuk pajak pendidikan, dapat dimulai dari satu desa yang sudah
mapan, satu daerah kecil, dan sebagainya. Program ini dirancang bersama
antara lembaga pendidikan dengan pemerintah setempat dan masyarakat.
Dengan cara ini bukan orang tua siswa saja yang akan membayar dana
pendidikan, melainkan semua masyarakat.
d) Usaha-usaha lain, misalnya :
1) Mengadakan seni pentas keliling atau dipentaskan di masyarakat.
2) Menjual hasil karya nyata anak-anak.
3) Membuat bazar.
4) Mendirikan kafetaria.
5) Mendirikan toko keperluan personalia pendidikan dan anak-anak.
6) Mencari donator tetang.
7) Mengumpulkan sumbangan.
8) Mengaktifkan BP 3 khusus dalam meningkatkan dana pendidikan.
Seperti diketahui setiap lembaga pendidikan mengelola sejumlah dana
pendidikan yang bersumber dari pemerintah (untuk lembaga pendidikan negeri),
masyarakat, dan usaha lembaga itu sendiri. Menurut jenisnya pembiayaan
pendidikan dijadikan tiga kelompok yaitu :
a) Dana rutin, ialah dana yang dipakai membiayai kegiatan rutin, seperti gaji,
pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, perkantoran, biaya
pemeliharaan, dan sebagainya.
b) Dana pembangunan, ialah dana yang dipakai membiayai
pembangunan-pembangunan dalam berbagai bidang. Yang dimaksudkan

17
dengan pembangunan disini adalah membangun yang belum ada, seperti
prasarana dan sarana, alat-alat belajar, media, pembentukan kurikulum baru,
dan sebagainya.
c) Dana bantuan masyarakat, termasuk SPP, yang digunakan untuk membiayai
hal-hal yang belum dibiayai oleh dana rutin dan dana pembangunan atau
untuk memperbesar dana itu.
d) Dana usaha lembaga sendiri, yang penggunaannya sama dengan butir 3 di
atas

7. Landasan Psikologis
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan
psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang
pendidikan. Pada umumnya landasan psikologis dari pendidikan tertuju pada
pemahaman manusia, khususnya tentang proses perkembangan dan proses
belajar.

a) Pengertian tentang Landasan Psikologis


Pemahaman peserta didik, terutama yang berkaitan dengan aspek kejiwaan
merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil
kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang
pendidikan, contohnya pengetahuan tentang aspek-aspek pribadi, urutan, dan
ciri-ciri pertumbuhan setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara paling tepat
untuk mengembangkannya. Untuk maksud itu psikologi menyediakan sejumlah
informasi tentang pribadi manusia. Individu memiliki bakat, kemampuan, minat,
kekuatan serta tempo, dan irama perkembangan yang berbeda satu sama lain,
dampaknya pendidik tidak mungkin memperlakukan hal yang sama kepada
setiap peserta didik.
Manusia dilahirkan dengan sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi dan
potensi yang harus dikembangkan. Untuk memenuhinya manusia berinteraksi
dengan lingkungannya yang menyebabkan manusia dapat mengembangkan
kemampuannya melalui proses belajar. A. Maslow mengemukakan kategorisasi
kebutuhan-kebutuhan menjadi enam kelompok, mulai dari yang paling
sederhana dan mendasar, meliputi:
1) Kebutuhan fisiologis: Kebutuhan untuk mempertahankan hidup (makan,
tidur, istirahat, dan sebagainya).

18
2) Kebutuhan rasa aman: Kebutuhan untuk secara terus-menerus merasa
aman dan bebas dari ketakutan.
3) Kebutuhan akan cinta dan pengakuan: Kebutuhan berkaitan kasih sayang
dan cinta dalam kelompok dan dilindungi oleh orang lain.
4) Kebutuhan harga diri (esteem needs): Kebutuhaan berkaitan dengan
perolehan pengakuan oleh orang lain sebagai orang yang berkehendak
baik.
5) Kebutuhan untuk aktualisasi diri: Kebutuhan untuk dapat melakukan
sesuatu dan mewujudkan potensi-potensi yang dimiliki (menyatakan
pendapat, perasaan, dan sebagainya).
6) Kebutuhan untuk mengetahui dan memahami: Kebutuhan yang berkaitan
dengan penguasaan iptek.
Kajian psikologis yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang
berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar. Kecerdasan umum maupun
kecerdasan dalam bidang tertentu banyak dipengaruhi oleh kemampuan
potensial yang hanya akan aktual apabila dikembangkan dalam situasi yang
kondusif. Kecerdasan aktual terbentuk karena adanya pengalaman. Indeks
kecerdasan (IQ) dapat diukur dengan tes-tes kecerdasan, dan dapat
dikembangkan dalam berbagai bentuk kemampuan berpikir, baik berpikir
konvergen dan divergen, maupun berpikir intuitif dan reflektif.

b) Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologis


Peserta didik selalu berada dalam proses perubahan, baik karena
pertumbuhan maupun karena perkembangan. Pertumbuhan terjadi akibat
pengaruh faktor internal sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan,
dan pengaruh lingkungan.
Perkembangan manusia terjadi sejak konsepsi (pertemuan ovum dan
sperma) sampai saat kematian, dan berlangsung sebagai perubahan maju
(progresif) atau terkadang kemunduran (regresif). Tumbuh kembang manusia
sepanjang hidupnya sering dikelompokkan menjadi beberapa periode,
umpamanya: Masa prenatal (sebelum lahir) dan postnatal (sesudah lahir) yang
meluputi masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak sekolah, masa remaja, masa
dewasa, masa kemunduran, dan masa ketuaan. Di samping periode
perkembangan yang bersifat menyeluruh, terdapat pendapat tentang
perkembangan berbagai aspek kejiwaan manusia. Pemahaman

19
tumbuh-kembang manusia itu sangat penting sebagai bekal dasar untuk
memahami peserta didik, menentukan keputusan, dan melakukan tindakan
yang tepat untuk membantu proses tumbuh-kembang secara efisien dan efektif.
Salah satu aspek dari pengembangan manusia seutuhnya adalah yang
berkaitan dengan pengembangan kepribadian, utamanya agar dapat diwujudkan
kepribadian yang mantap dan mandiri. Meskipun terdapat variasi pendapat, ada
beberapa prinsip umum perkembangan kepribadian.
Salah satu prinsip perkembangan kepribadian adalah bahwa kepribadian
mencakup aspek behavorial maupun aspek motivasional. Prinsip kedua dari
perkembangan kepribadian adalah bahwa kepribadian mengalami
perkembangan yang menerus dan tidak terputus-putus, meskipun berjalan
secara lambat atau sebaliknya. Dari prinsip ini perlu ditekankan lagi tentang
pentingnya periode lima tahun pertama dari hidup manusia dan pentingnya
pendidikan informal di keluarga serta pendidikan prasekolah.
Perkembangan kepribadian disamping faktor keluarga juga dipengaruhi oleh
faktor hereditas, dan faktor sosial budaya di luar lingkungan keluarga. Alexander
dengan tegas mengemukakan tiga faktor utama yang bekerja dalam menentukan
pola kepribadian seseorang, yakni:
1) Bekal hereditas individu.
2) Pengalaman awal di keluarga.
3) Peristiwa penting dalam hidupnya di luar lingkungan keluarga
(Hurlock, 1974: 19).
Dengan demikian, dari proses hereditas, perkembangan kepribadian akan
berlangsung atas dasar kerja sama antaraq proses maturasi sebagai pengaruh
faktor-faktor pertumbuhan dalam diri manusia.
Terdapat dua hal tentang kepribadian yang penting ditinjau daru konteks
perkembangan kepribadian, yakni:
1) Terintegrasinya seluruh komponen kepribadian ke dalam struktur yang
teroganisir secara sistemik.
2) Terjadinya pola-pola tingkah laku yang konsisten dalam menghadapi
lingkungannya.
Seperti diketahui, pada masa bayi belum jelas pemisahan antara aku
dengan yang lain, dan secara berangsur-angsur konsep aku mulai tumbuh dan
berkembang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor itu akan menumbuhkan
persepsi, konsepsi, dan sikap anak terhadap dirinya sendiri dan menentukan

20
Konsep Dirinya (self concept). Dan pada gilirannya kelak konsep tersebut akan
mempengaruhi tingkah lakunya dan akan sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan kepribadian anak.
Karena anak telah memiliki gambaran tentang konsep diri serta pola tingkah
laku pada waktu memasuki sekolah, maka persoalan pertama yang dihadapi
adalah apakah anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru itu,
karena hasil penyesuaian diri itu akan mempengaruhi perkembangan
kepribadiannya terutama tentang konsep diri.
Oleh karena itu, diperlukan bantuan dan bimbingan guru untuk
memperlancar proses penyesuaian diri anak dengan situasi sekolah. Sikap siswa
terhadap sekolahnya akan mempengaruhi prestasi akademik baik non-akademik,
kemudian mempengaruhi penilaian guru, teman sekelas, dan orang tuanya
terhadap diri siswa, dan penilaian itu pada gilirannya akan mempengaruhi
persepsi, konsepsi, dan sikap siswa tentang konsep dirinya. Bila reaksi sirkulasi
tersebut berada pada arah yang tepat, maka akan berpengaruh positif bagi
perkembangan siswa, begitu pula sebaliknya. Dalam kedua kemungkinan itu,
terutama yang kedua, diperlukan komunikasi antar pribadi yang terbuka dan
saling mempercayai antara guru dan siswa. Guru harus berusaha menciptakan
keadaan dimana terdapat komunikasi terbuka, baik antara guru dan siswa
maupun antar siswa. Guru juga harus mampu menempatkan diri dalam
lingkungan hubungan intim, menjadi sasaran imitasi dan identifikasi dari
siswanya. Dengan demikian guru akan dapat membantu siswa memahami
dirinya secara tepat serta dapat menerima dirinya dengan sewajarnya.

8. Landasan Ilmiah dan Teknologis


Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan
yang sangat erat. Iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran, pendidikan
berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek, setiap
pengembangan iptek juga harus segera diakomodasi oleh pendidikan yakni
dengan segera memasukkan hasil pengembangan iptek itu ke dalam isi bahan
ajaran. Sebaliknya pendidikan sangat dipengaruhi oleh sejumlah cabang-cabang
iptek, utamanya ilmu-ilmu perilaku (psikologi, sosiologi, antropologi).

a. Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)


Landasan antalogis dari ilmu berkaitan dengan objek yang ditelaah oleh ilmu

21
adalah: Apa yang ingin diketahu, bagaimana wujud objek tersebut, dan
bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia? Seperti diketahui, ilmu
membatasi objeknya pada fakta atau kejadian yang bersifat empiris, yang dapat
ditangkap oleh alat indra baik secara langsung maupun dengan bantuan alat lain,
dan selalu berkaitan dengan pengalaman manusia yang dapat dikomunikasikan
kepada orang lain. Sesuatu yang di luar jangkauan pengalaman berada di luar
objek ilmu, karena belum ada yang mengalaminya. Pengetahuan ilmiah pada
dasarnya merupakan abstraksi yang disederhanakan dari fakta atau kejadian
alam yang sangat kompleks. Untuk itu, ilmu mempunyai tiga asumsi tentang
objek empiris itu, yakni:
1) Objek-objek tertentu mempunyau keserupaan satu sama lain yang
memungkinkan dilakukan klasifikasi
2) Objek dalam jangka waktu tertentu tidak mengalami perubahan
(kelestarian yang relatif).
3) Adanya determinisme, bahwa suatu gejala bukan merupakan kejadian
yang kebetulan tetapi mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap (Jujun
S. Suriasumantri, 1978: 5-8).
Landasan epistemologi dari ilmu berkaitan dengan segenap proses untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah, yakni: Bagaimana prosedurnya, apa yang
harus diperhatikan untuk memperoleh kebenaran, cara/teknik/sarana apa yang
membantu untuk mendapatkannya? Ilmu merupakan pengetahuan yang
diperoleh melalui proses tertentu yang disebut metode keilmuan. Seperti iptek itu
sendiri, metode keilmuan itu juga mengalami perkembangan sebagai kumpulan
pendapat manusia.
Landasan aksiologis dari ilmu berkaitan dengan manfaat atau kegunaan
pengetahuan ilmiah itu, yaitu: Untuk apa pengetahuan ilmiah itu dipergunakan,
bagaimana kaitannya dengan nilai-nilai moral? Ilmu telah memajukan
kesejahteraan manusia dalam berbagai bidang, namun juga digunakan untuk
mengancam martabat dan kebudayaan manusia. Oleh karena itu, ilmu sering
dianggap netral, ilmu bebas dari nilai baik atau buruk, dan sangat tergantung dari
nilai si ilmuwan.
Pengetahuan yang memenuhi ketiga landasan tersebut dapat disebut ilmu
atau ilmu pengetahuan. Istilah ilmu atau ilmu pengetahuan dapat bermakna
kumpulan informasi, cara memperoleh informasi, serta manfaat dari informasi itu.
Pendidikan bukan hanya berperan dalam pewarisan iptek tetapi juga ikut

22
menyiapkan manusia yang sadar iptek dan calon pakar iptek itu, sehingga
pendidikan dapat mewujudkan fungsinya dalam pelestarian dan pengembangan
iptek tersebut.

b. Perkembangan Iptek sebagai Landasan Ilmiah


Iptek merupakan salah satu hasil dari hasil usaha manusia untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik. Perkembangan ilmu meliputi aspek antologis,
epistemologis, maupun aksiologis, serta semakin lama perkembangan itu
semakin dipercepat. Berkat perkembangan iptek, hubungan kekuasaan antara
manusia dan alam dapat dikatakan terbalik.
Pengembangan dan pemanfaatan iptek pada umumnya ditempuh dengan
serangkaian kegiatan: Penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan
teknologi, dan penerapan teknologi, serta biasanya diikuti pula dengan evaluasi
ethis-politis-religius. Langkah terakhir itu diperlukan untuk menentukan apakah
hasil iptek itu dapat diterima oleh masyarakat dan apakah dampaknya tidak
bertentangan dengan norma.
Lembaga pendidikan terutama jalur sekolah, haruslah mampu
mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan iptek.pembentukan
keterampilan dan sikap ilmiah sedini mungkin serentak akan meletakkan dasar
terbentuknya masyarakat yang sadar iptek dan calon-calon pakar iptek kelak
kemudian hari.

B. Fungsi Landasan Pendidikan


Misi utama mata kuliah landasan-landasan pendidikan dalam pendidikan
tenaga kependidikan tidak tertuju kepada pengembangan aspek keterampilan
khusus mengenai pendidikan sesuai spesialisasi jurusan atau program
pendidikan, melainkan tertuju kepada pengembangan wawasan kependidikan,
yaitu berkenaan dengan berbagai asumsi yang bersifat umum tentang
pendidikan yang harus dipilih dan diadopsi oleh tenaga kependidikan sehingga
menjadi cara pandang dan bersikap dalam rangka melaksanakan tugasnya.
Berbagai asumsi pendidikan yang telah dipilih dan diadopsi oleh seseorang
tenaga kependidikan akan berfungsi memberikan dasar rujukan konseptual
dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan yang
dilaksanakannya. Dengan kata lain, fungsi landasan pendidikan adalah sebagai
dasar pijakan atau titik tolak praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.

23
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak segera
tampak. Diperlukan satu generasi untuk melihat hasil akhir dari pendidikan itu.
Oleh karena itu, apabila terjadi suatu kekeliruan yang berakinat kegagalan, pada
umumnya sudah terlambat untuk memperbaikinya. Kenyataan ini menuntut agar
pendidikan itu dirancang dan dilaksanakan secermat mungkin dengan
memperhatikan sejumlah landasan.
Landasan Pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di
negara kita Indonesia,agar pendidikan yang sedang berlangsung dinegara kita ini
mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap
negara tidak sama.Untuk negara kita diperlukan landasan pendidikan berupa
landasan filsafat, landasan sosial, landasan kultural, landasan hukum, landasan
sejarah, landasan ekonomi, landasan psikologis, dan landasan ilmiah dan
teknologis.

24
DAFTAR RUJUKAN

Berau, Syamsul. 2007. Landasan Pendidikan. (Online),


(http://umy.ac.id/topik/files/2011/12/LANDASAN.doc) diakses 15 September
2017.
Robandi, Bambang. 2015. Makalah Landasan Pendidikan. (Online),
(http://file.upi.edu/Direktori//FIP/JUR._PEDAGOGIK/196108141986031-BAMBA
NG_ROBANDI/LPPOLRI.pdf) diakses 15 September 2017.
Tirtarahardja, Umar. 2012. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta

25

Anda mungkin juga menyukai