Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL SKRIPSI

“DAMPAK PEMBELAJARAN ONLINE TERHADAP PEMBENTUKAN

CIVIC DISPOSITION SISWA SD KECAMATAN NUSANIWE”

Disusun Oleh :

Nama : Desy Uniwaly

Nim : 201748046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujaun untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai

isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Yang di maksud isi dan bahan

pelajaran itu sendiri adalah sususnan dan bahan kajian dan pelajaran untuk

mencapai tujuan penyelenggraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam

rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional

Upaya pemerintah memperbaharui kurikulum yang sebelumnya adalah

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi kurikulum 2013 (K13)

adalah salah satu langkah dalam mengatasi persoalan di dunia pendidikan seperti

persoalan kenakalan remaja, melemahnya karakter siswa dan sebagaimanya.

Dewasa ini melemahnya karakter warga negara yang baik pada diri siswa

memunculkan sikap egois dan fundamental, tampaknya sampai saat ini kita

sedang
1
berada dalam krisis multidimensi, yakni krisis nilai moral yang berujung pada aksi

kriminal dilingkungan sekolah, di era kecanggihan teknologi masa kini banyak

sekali pemberitaan mengenai perubahan nilai-nilai positif dalam lingkungan

pendidikan yang menjadi viral.

Menurut Budimansyah (2010: 129) secara konseptual pendidikan nilai


merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pendididkan secara
keseluruhan, pendidikan nilai secara substansif melekat dalam semua
dimensi tujuan yang tesurat dalam UU 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas
(Pasal 3) yang memuatkan perhatian pada nilai akidah keagamaan, nilai
sosial keberagaman, nilai kesehatan jasmani dan ruhani, nilai ke ilmuan
, nilai kreativitas, nilai kemandirian, dan nilai demokratis yang
bertanggung jawab.

Pada masa pandemi Covid-19 ini Pemerintah mengeluarkan kebijakan

tentang bagaimana pelaksanaan pembelajaran daring dan luring. Dalam Kamus

Besar Indonesia diartikan dalam jaringan, terhubung melalui jejaring komputer,

internet, dan sebagainya. Pembelajaran daring dilaksanakan sebagai langkah tepat

untuk dapat mencegah dan menekan penularan virus Covid-19, pun peserta didik

tidak akan ketinggalan pelajaran sebagaimana yang telah direncanakan dalam

kurikulum selama satu tahun ajaran. Walupun pemerintah sudah mengeluarkan

kebijakan New Normal yang tujuannya adalah mengidupkan kembali sektor

perekonomian yang sudah kurang lebih 3 bulan lumpuh akibat dampak Covid-19,

akan tetapi sektor pendidikan khususnya pembelajaran di sekolah belum

sepenuhnya berani dibuka oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan anak usia sekolah

adalah anak yang cendrung masih labil dan senang akan berkumpul dengan

teman- temannya sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran virus tersebut.

Oleh karena itu pembelajaran yang dilakukan saat ini bersifat daring yang sifatnya

jarak
jauh. Sudah barang tentu menjadi tantangan tersendiri bagi guru dalam rangka

capaian hasil belajar terutama dalam usahan pendidikan karakter anak.

Winaputra (dalam Budimansyah 2010: 132) mengatakan, di Indonesia

pendidikan di nilai secara kurikuler terintegrasi antara lain dalam pendidikan

agama, pendidika kewarganegaraan, pendidikan bahasa dan seni. Di Indonesia,

sekolah telah diberikan tanggung jawab dalam upaya pembangunan karakter sejak

awal kemerdekaan melalui mata pelajaran pendididkan kewarganegaraan (PKn).

Sejak masuk dalam kurikulum sekolah mulai tahun 1962 sampai saat ini, PKn

mengalami berbagai perubahan baik nama, orientasi, substansi, maupun

pendekatan pembelajaranannya.

Nuryadi dan Tolib (2016: i) mengatakan dalam pembelajaran Pendidikan


Kewarganegaraan kompetensi dasar atau yang disebut kompetensi minimal,
yang akan ditransformasikan dan ditransmisikan pada terdiri dari tiga jenis:
pertama, kompetensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowlage), yaitu
kemampuan dan kecakapan yang terkaitdengan materi inti Pendidikan
Kewarganegaraan (civic education) demokrasi, hak asasi manusia dan
Masyarakat Madani; kedua kompetensi sikap kewarganegaraan (civic
disposition), yaitu kemampuan dan kecakapan yang terkait dengan kesadaran
dan komitmen warga negara antara lain komitmen kesetaraan gender,
toleransi, kemajemukandan komitmen untuk peduli serta terlibat dalam
penyelesaian persoalanpersoalan warga negara yang terkait dengan
pelanggaran HAM.

Menurut Budimansyah (2008, hlm. 180) memaparkan bahwa salah satu

indikasi empirik yang dihadapi mata pelajaran PKn di sekolah adalah: Proses

pembelajaran PKn lebih menekankan pada dampak instruksional (instructional

effect) yang terbatas pada penguasaan materi (content matery) atau dengan kata

lain hanya menekankan pada dimensi kognitif saja. Pengembangan dimensi-

dimensi lainnya (afektif dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring

(nurturant
effects) sebagai “hidden curriculum” belum mendapat perhatian sebagaimana

mestinya.

Pendapat di atas dapat menunjukan bahwa dalam pembelajaran PKn yang

terjadi di kelas saat ini belum menekankan pada dimensi watak, karakter dan

potensi lain yang bersifat afektif sehingga tidak terciptanya karakter

kewarganegaraan peserta didik, apalagi dengan kondisi sekarang ini guru

mengalami kesuliatan dalam menerapkan civic disposition kepada siswa secara

langsung karena guru tidak melakukan tatap muka langsung dengan siswa

sehingga penerapannya harus dilakukan melalui pembeljaran online.

Dalam PKn ini akan ada pengembangan kompetensi kewarganegaraan

salah satunya adalah civic disposition. Pada civic disposition ini hal yang

dikembangkan mengenai nilai dan sikap kewarganegaraan. Banyak sekali sikap

kewarganegraan yang mampu membentuk karakter peserta didik. Agar karakter

ini dapat terbangun tentunya harus ada pembiasaan dalam proses

pembelajarannya. Proses pembelajaran yang terjadi mampu membangkitkan

kebiasaan yang baru dalam diri peserta didik. Mengingat teori belajar yang

dicetuskan oleh John Dewey menyatakan bahwa “learning by doing”,

berlandaskan teori tersebut dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran tidak

hanya sebagai transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi peserta didik harus diajak

untuk belajar sambil melakukan artinya dalam proses pembelajaran peserta didik

dituntut untuk langsung menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh

kedalam sebuah kegiatan tertentu. Dengan belajar sambil melakukan ini maka

akan timbul kebiasaan baru


dalam diri peserta didik sehingga terbangun sebuah karakter yang terimplikasi dari

pembiasaan tersebut.

Sebelumnya kegiatan pembelajaran dilakukan di sekolah,pembentukan

karakter warganegara (civic disposition) biasanya dilakukan dengan pengwasan

langsung dari guru sehingga kegiatan-kegiatan yang mendukung pembentukan

civic disposition juga bisa dilakukan secara langsung, secara intensif dan bisa

diukur keberhasilannya..Akan tetapi saat ini, ketika kegiatan pembelajaran

dilakukan secara online dimana yang terjadi lebih banyak proses pembelajaran

atau transfer pengetahuan saja, tak ada yang bisa menjamin siswa mendapatkan

pendidikan karakter dalam hal ini adalah pembentukan karakter warganegara

(civic disposition) yang siswa terima dari orang tua sesuai dengan nilai-nilai yang

selama ini diajarkan oleh institusi pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji tentang

“Dampak Pembelajaran Online Terhadap Pembentukan Civic Disposition

(Karakter Warganegaraa) Siswa Sd Kec Nusaniwe “. Hal tersebut perlu dilakukan

karena mengingat berdasarkan kenyataan yang ada berupa pendemi covid-19

maka penerapan pembeljaran yang biasanya diajarkan langsung kepada siwsa

harus dilaksanakan di rumah, sehingga guru harus memberikan pembelajaran

karakter warganegara melalui pembelajran daring.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang peneliti

ajukan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Dampak Pembelajaran Online


Terhadap Pembentukan Civic Disposition (Karakter Warganegaraa) Siswa SD Kec

Nusaniwe “

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:untuk mengetahui dampak

pembelajaran online terhadap pembentukan civic disposition (karakter

warganegaraa) siswa sd kec Nusaniwe.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Melalui penelitian ini , peneliti mencoba menggali konsep teoritis

mengenai pembelajaran online di dalam sekolah dan dampaknya terhadap

pembentukan civic disposition (karakter warganegara) siswa sd kec

nusaniwe.

2. Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan

sumbangan pengetahuan bagi peneliti yang lainnya.

3. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-

pihak yang bersangkutan. Khususnya yang pertama bagi penyusun,

seluruh pendidik, dan kemudian bagi lembaga-lembaga yang

berkecimpung di dalam dunia pendidikan.

6
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Pembelajaran Online

Pembelajaran online (juga dikenal dengan pembelajaran elektronik, atau e-

Learning) mer

upakan hasil dari suatu pembelajaran yang disampaikan secara elektronik

dengan menggunakan komputer dan media berbasis komputer. Bahannya biasa sering

diakses melalui sebuah jaringan. Sumbernya bisa berasal dari website, internet,

intranet, CD-ROM, dan DVD. Selain memberikan instruksi, e-learning juga dapat

memonitor kinerja peserta didik dan melaporkan kemajuan peserta didik. E-learning

tidak hanya mengakses informasi (misalnya, halaman web), tetapi juga membimbing

peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang spesifik (misalnya, tujuan).

2.1.2 Manfaat Pembelajaran Online

Adapun manfaat dari pembeljaran online adalah:

1. Dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja.

2. Lebih menghemat biaya dan waktu.

2.1.3 Standar materi terjamin dengan baik.

3. Memperkuat pembelajaran tradisional dalam kelas.

4. Kuota peserta tidak terbatas.

2.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Online

Kelebihan pembelajaran online diperoleh sebagai berikut:


1. Menyenangkan dan menarik

2. Efektif dan lebih mengerti materi yang dipelajari


3. .Bagus/ baik

4. belajar sambil bermain

5. belajar hal yang baru dengan online

6. siswa tidak lelah dan bisa santai dalam belajar

7. .Siswa mendapat semangat dalam belajar

Kelemahan pembelajaran online sebagai berikut:

1. siswa bosan belajar dirumah dan senang belajar di sekolah

2. kesulitan dalam koneksi internet dan menghabiskan banyak kuota

3. .siswa tidak bisa berdiskusi dan bertemu secara langsung

4. siswa lebih mengerti dengan penjelasan dari guru secara langsung

5. siswa kesulitan memahami materi yang diajarkan jika tanpa

penjelasan guru secara langsung.

6. siswa merasa banyak beban tugas yang diberikan oleh guru

7. siswa merasa stress dengan tugas melalui online

8. siswa pusing dan lelah berada di depan laptop atau handphone

secara terus menerus

2.1.5 Pengertian pendidikan kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pelajaran yang memfokuskan pada

pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan

kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, trampil, dan

bekarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Depdiknas, 2006 : 2).

Berdasarkan definisi tersebut PKn mempunyai peran penting untuk membentuk

karakter yang cerdas dan berkepribadian baik di dalam menjadi warga negara.

7
Menurut Kerr (Winataputra dan Budimansyah, 2007: 4), mengemukakan

bahwa Citizenship education or civics education dapat didefinisikan sebagai berikut:

“Citizenship or civics education is construedbroadly to encompass the preparation of

young people for their roles and responsibilities as citizens and in particural, the role of

education (trough schooling, teaching, and learning) in that preparatory process”.

Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan

dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk

mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus

peran pendidikan termasuk didalamnya persekolahan, pengajaran dan belajar, dalam

proses penyiapan warga negara tersebut.

Menurut Zamroni dalam Taniredja, dkk. (2009: 3), Pendidikan

Kewarganegaraan adalah pendidikan demokratis yang bertujuan untuk mempersiapkan

warga masyarakat yang berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas

menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk

kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Demokrasi

adalah suatu learning process yang tidak begitu saja meniru dan mentransformasikan

nilai-nilai demokrasi. Selain itu Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu proses

yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dimana seseorang mempelajari orientasi,

sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledge,

awareness, attitude, political afficacy dan political participation, serta kemampuan

mengambil keputusan politi secara rasional dan menguntungkan bagi dirinya juga bagi

masyarakat dan bangsa.

Sejalan dengan pendapat diatas, Somantri (2001: 154) mengemukakan bahwa

PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan
kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan

negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang

dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Oleh karena itu Pendidikan

Kewarganegaraan merupakan sebuah mata pelajaran yang memfokuskan pada

pembentukan warga negara untuk menjadi warga negara yang cerdas dan mempunyai

karakter sehingga Indonesia mempunyai generasi muda yang bisa bertanggung jawab

sebagai warga negara yang bertujuan mempunyai pemikiran yang kritis dan bertindak

demokratis sehingga dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Beberapa unsur yang terkait dengan perkembangan PKn, antara lain (Somantri,

2001:158):Hubungan pengetahuan intraseptif (intraceptive knowledge) dengan

pengetahuan ekstraseptif (extraceptive knowledge) atau antara agama dan ilmu.

a. Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional.

b. Disiplin ilmu pendidikan, terutama psikologi pendidikan.

c. Disiplin ilmu-ilmu social, khususnya ide fundamental Ilmu

Kewarganegaraan.

d. Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD 1945 dan perundangan

negara serta sejarah perjuangan bangsa.

e. Pengertian pendidikan IPS.

f. Kegiatan dasar manusia.

Ketujuh unsur inilah yang akan mempengaruhi perkembangan PKn. Karena

perkembangan PKn akan mempengaruhi pengertian PKn sebagai salah satu tujuan

pendidikan IPS. Sehubung dengan itu, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah

satu tujuan pendidikan IPS yang menekankan pada nilai-nilai untuk menumbuhkan

warga
negara yang baik dan patriotik, maka batasan pengertian PKn dapat dirumuskan

sebagai berikut Somantri,2001:159):

“Pendidikan Kewarganegaraan adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu

sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora dan kegiatan dasar manusia yang

diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai

salah satu tujuan pendidikan IPS”

2.1.6 Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan pembelajaran PKn pada umumnya berisi berbagai tingkah laku yang

diharapkan terjadi setelah proses pembelajaran berlangsung.Menurut Branson (1999 :

7), tujuan civic education adalah partisipasi yangbermutu dan tanggung jawab dalam

kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan nasional.
Sedangkan tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006 : 49), adalah untuk

memberikan kompetensi sebagai berikut:

a. Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu

Kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab, serta bertidak

secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat

hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara

langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Menurut (Somantri,1975 : 30), mengatakan bahawa tujuan pembelajaran PKn

secara umum adalah untuk mempersiapkan generasi bangsa yang unggul dan

berkepribadian baik dalam tingkat lingkungan sosial, regional maupun global. Agar

tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka tujuan PKn

tersebut harus dirinci menjadi tujuan kurikuler yang meliputi:

a. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep dan generalisasi

teori.

b. Keterampilan intelektual:

1) Dari keterampilan yang sederhana sampai ketrampilan yang

kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan,

menganalisis, mengsintesiskan, dan menilai;

2) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sah: (a) ketrampilan

bertanya dan mengetahui masalah, (b) ketrampilan merumuskan


hipotesis, (c) ketrampilan mengumpulkan data, (d) ketrampilan
menafsirkan dan menganalisis data, (e) ketrampilan menguji

hipotesis, (f) ketrampilan merumuskan generalisasi, (g)

ketrampilan mengkomunikasikan kesimpulan.

c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak

mengandung soal-soal efektif, karena itu tujuan PKn yang seperti

slogan harus dapat dijabarkan.

d. Ketrampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam

ketrampilan sosial yaitu ketrampilan yang memberikan kemungkinan

kepada siswa untuk secara trampil dapat melakukan dan bersikap

cerdas serta bersahabat dalam kehidupan sehari-hari. Dufty (Numan

Somantri, 1975 : 30) mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan

yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh

bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar, generalisasi,

konsep atau topik PKn, (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes

beserta penilaiannya.

2.1.7 Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan

Materi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu bidang studi yang diajarkan

di sekolah, harus mencakup tiga komponen. Menurut Branson (1999:4), yaitu Civic

Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan

kewarganegaraan), dan CivicDisposition (watak kewarganegaraan).

Komponen pertama, Civic Knowledge “berkaitan dengan kandungan atau


nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warga Negara” (Branson, 1999 : 8).
Aspek ini menyangkut kemampuan akademik- keilmuan yang dikembangkan
dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Maka dari itu, mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian
multidisipliner. Secara lebih rinci, materi pengetahuan kewarganegaraan
meliputi pengetahuan tentang hak dan tamggung jawab warga negara, hak
asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan
non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum (rule of
law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai
dan norma-norma dalam masyarakat.
Kedua, aspek kompetensi ketrampilan kewarganegaraan atau civic skills yang
meliputi ketrampilan intelektual (intellectual skills) contoh ketrampilan
intelektual yaitu ketrampilan dalam merespon berbagai persoalan politik,
misalnya berdialog dengan para pejabat negara dan ketrampilan berpartisipasi
(participatory skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh
ketrampilan berpartisipasi adalah ketrampilan menggunakan hak dan
kewajibannya di bidang hukum.
Ketiga, aspek kompetensi watak atau karakter kewarganegaraan atau civic
disposition (watak-watak kewarganegaraan), komponen ini sesungguhnya
merupakan dimensi yang paling substantive dan esensial dalm mata pelajaran
PKn. Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai “muara” dari
pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan visi,
misi, dan tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata pelajaran ini ditandai
dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang
bersifat efektif.

Berdasarkan rumusan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan antara lain menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis

pendidikan umum, pada jenjang pendidikanmenengah, terdiri atas lima kelompok mata

pelajaran. PKn termasuk dalam kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan

Kepribadian. Kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran

dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta peningkatan kualitas dirinya sebagai

manusia.

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk

peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebanggaan cinta tanah air, dalam

penjelasan pasal 37 ayat (1) UUDNomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

Nasional.
2.1.8 Hakikat Watak/ Karakter Kewarganegaraan (Civic Disposition)

A. Pengertian Karakter

Pembentukan Karakter dan Pendidikan Karakter bila dilihat dari asal katanya

dikatakan bahwa istilah karakter berasal dari bahasa Yunani charassein yang berarti

“membuat tajam‟ atau membuat dalam. Secara konseptual, istilah karakter dipahami

dalam dua pengertian. Pertama, bersifat deterministik yakni karakter dikatakan sebagai

suatu anugerah (given) yakni sekumpulan kondisi rohaniah dalam diri manusia.

Kedua, non deterministik atau dinamis. Karakter dianggap sebagai suatu kemampuan

diri seseorang dalam mengatasi kondisi rohaniah yang sudah diberikan. Hal tersebut

dikatakan sebagaiproses yang dikehendaki seseorang dalam menyempurnakan

kemanusiaannya. Aristoteles mengatakan bahwa karakter yang baik dapat dilihat

dengan melakukan tindakan yang benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang

lain.

Menurut Aristoteles dalam buku Thomas. L (2012: 81), “mendefenisikan

karakter yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang

benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain”. Kehidupan yang berbudi

luhur termasuk kebaikan yang berorientasi pada diri sendiri ( seperti kontrol diri dan

moderasi) sebagaimana halnya dengan kebaikan yang berorientasi pada hal lainnya

(seperti kemurahan hati dan belas kasihan), dan kedua jenis kebaikan ini berhubungan.

Kita perlu untuk mengendalikan diri kita sendiri, keinginan kita, hasrat kita untuk

melakukan hal yang baik bagi orang lain. Karakter sering dikaitkan dengan sikap

moral. Dalam pribadi dengan karakter yang baik, pengetahuan moral, perasaan moral,

dan tindakan moral secara umum bekerja sama untuk saling mendukung satu sama

lain.
Tentu saja hal itu tidaklah selalu demikian, bahkan orang baik tidak terkecuali sering
gagal dalam melakukan perbuatan moral mereka yang terbaik. Namun seiring kita

mengembangkan karakter – proses seumur hidup- kehidupan moral yang kita jalani

secara meningkat mengintegrasikan penilai, perasaan, dan pola pelaksanaan perbuatan

yang baik.

Karakter tidak berfungsi dalam ruang hampa. Karakter juga berfungsi dalam

lingkungan sosial. Seringkali lingkungan tersebut menindas perhatian moral. Kadang-

kadang karakter itu bersifat sedemikian rupa sehingga banyak orang atau bahkan

sebagian besar orang merasa bodoh dengan melakukan “hal yang bermoral”.

Watak Kewarganegaraan (Civic Disposition) yang mengisyaratkan pada

karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan

demokrasi konstitusional. Watak kewarganegaraan sebagaimana kecakapan

kewarganegaraan, berkembang secara perlahan sebagai akibat dari apa yang telah

dipelajari dan dialami oleh seseorang di rumah, sekolah, komunitas, dan organisasi-

organisasi Civil Society. Pengalaman-pengalaman demikian hendaknya

membangkitkan pemahaman bahwasannya demokrasi mensyaratkan adanya

pemerintahan mandiri yang betanggung jawab dari tiap individu.

Watak atau karakter terbagi atas 2 sebagai berikut: “Karakter privat seperti

tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat

manusia dari setiap individu adalah wajib. Dan karakter publik adalah kepedulian

sebagai warga Negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir

kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi merupakan

karakter yang sangat diperlukan agar demokrasi berajalan sukses”. (Budimansyah dan

Suryadi, 2008: 61). Karakter privat lebih kepada penilaian terhadap diri sendiri atau

individu. Penilaian ini dilihat dari sikap dan etikanya yang baik dan mencerminkan sikap
tanggung jawab. Selain itu, karakter privat juga dapat dilihat dari sikapnya dalam

menghargai waktu dan menghargai manusia lain. Sedangkan karakter publik lebih

mengarah pada perilaku baiknya terhadap negara dan sebagai warga negara.

Contohnya mengikuti segala aturan yang berlaku dalam negara dan tidak melanggar

satu pun yang menjadi aturan tersebut.

“Proses pembentukan karakter bangsa dimulai dari penetapan karakter pribadi

yang sama-sama diharapkan sama berakumulasi menjadi karakter masyarakat dan pada

akhirnya menjadi karakter bangsa” (Dasim Budimansyah, 2012: 12). Untuk kemajuan

Negara RI diperlukan karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,

bermoral, berbydi luhur, toleransi, bergotong-royong, berjiwa patriot, berkembang

dinamis, berorientasi IPTEK yang semuanya dijiwai iman dan taqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa berdasarkan pancasila.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dikatakan bahwa karakter

merupakan ciri khas yang melekat pada pribadi seseorang atau sekelompok orang yang

tercermin dalam suatu perbuatan/perilaku yang mengandung nilai-nilai tertentu.

Pendidikan karakter mulai banyak didengungkan oleh banyak pakar, akademisi

maupun orang-orang yang bergelut dalam dunia pendidikan.

Sebagaimana tertuang dalam Kemdiknas (2011: 8) “Pendidikan karakter

adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan

menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kami”.

Pendidikan karakter sesungguhnya masih bersifat liberatif yaitu sebuah usaha dari

individu, baik secara pribadi (melalui pengolahan pengalamannya sendiri), maupun

secara sosial (melalui pengolahan pengalaman atas struktur hidup bersama, khususnya,

perjuangan pembebasan dari struktur yang menindas) untuk membantu menciptakan


sebuah lingkungan yang membantu pertumbuhan kebebasannya sebagai individu

sehingga individualitas dan keunikannya dapat semakin dihargai. Berdasarkan

pengertian pendidikan karakter sesungguhnya sudah dapat diketahui apa yang

dimaksud dengan pembentukan karakter. Sedangkan karakter dapat dikatakan sebagai

ciri khas yang melekat pada pribadi seseorang atau sekelompok orang yang tercermin

dalam suatu perbuatan/perilaku yang mengandung nilai-nilai tertentu.

Dalam penelitian ini, pembentukan karakter dapat dikatakan sebagai suatu tahapan

atau proses membentuk karakter melalui pengembangan pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan yang diwujudkan melalui proses perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi pembelajaran. Ketiga proses tersebut merupakan aspek penting dalam

mendorong terwujudnya karakter siswa yang perlu didukung dengan kultur yang baik

dari sekolah, proses pembiasaan dan pembudayaan, pemberdayaan maupun melalui

proses keteladanan juga pendidikan karakter yang diterapkan pada sekolah berasrama

tersebut. Oleh karena itu, pembentukan karakter merupakan suatu proses yang ada

dalam pendidikan karakter.

2.1.9 Definisi Watak Kewarganegaraan (Civic Disposition)

Dalam Pendidikan Kewarganegaraan mencakup tiga komponen, yaitu civic

knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), civic skills (ketrampilan

kewarganegaraan), civic disposition (watak kewarganegaraan). Komponen pertama,

civic knowledge “berkaitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya

deketahui oleh warga negara” (Branson, 1999: 8). Aspek ini menyangkut kemampuan

akademik- keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik,

hukum dan moral. Keduan, civic skills meliputi ketrampilan intelektual (intelectual

skills) dan ketrampilan berpartisipasi (participatoryskills) dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara. Ketiga,


civic disposition(watak kewarganegaraan), komponen ini sesungguhnya merupakan
dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan.

Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai “muara” dari

pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan visi, misi, dan

tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, karakteristik mata pelajaran ini

ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang

bersifat afektif.

Watak, karakter dan sikap adalah tiga hal yang pasti dimiliki manusia. Watak

dapat diartikan dalam arti psikologis dan etis, dalam arti psikologis, watak adalah sifat-

sifat yang demikian nampak dan yang seolah-olah mewakili pribadinya. Sedangkan

dalam arti etis, watak harus mengenai nilai-nilai yang baik dan menunjukan sifat-sifat

yang selaludapat dipercaya, sehingga orang yang berwatak itu menunujukan sifat

mempunyai pendirian yang teguh, baik, terpuji dan dapat dipercaya. Karakter bisa

digambarkan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai

banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Sikap adalah perasaan

seseorang tentang obyek,aktivitas, peristiwa dan orang lain. Perasaan ini menjadi

konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya (positif, negatif, atau netral)

seseorang pada sesuatu (Arif, 2009).

Watak Kewarganegaraan (civic disposition) dimaksud oleh (Arif , 2009) adalah

“ ...those attitudes and habit of mind of the citizen that are conducive to the healthy

functioning and common good of the democratic system” atau sikap dan kebiasaan

berfikir warga negara yang menopang berkembangnya fungsi sosial yang sehat dan

jaminan kepentingan umum dari sistem demokrasi. Secara konseptual, civic

disposition mencakup sejumlah karakteristik kepribadian, yakni: “civility (respect and

civil discourse), individual responsibility, self-discipline, civic-mindedness, open-


mindednes
(openness, skepticism, recognition of ambigity), compromise (conflict of principles,

compassion, generosity, and loyalty to the nation and its principles” (Arif, 2009).

Maksud semua itu adalah kesopanan yang mencakup penghormatan dan interaksi

manusiawi,tanggung jawab individual, disiplin diri, kepedulian terhadap masyarakat,

keterbukaan pikiran yang mencakup keterbukaan, skeptisisme, pengenalanterhadap

kemenduaan, sikap kompromi, yang mencakup prinsip-prinsip konflik dan batas-

batas kompromi, toleransi pada keragaman, kesabaran dan keajekan, keharuan

kemurahan hati, dan kesetiaan terhadap bangsa segala prinsipnya.

Menurut (Arif, 2009) menegaskan bahwa civic disposition mengisyaratkan

pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan

pengembangan demokrasi konstitusional. Watak kewarganegaraan sebagaimana

kecakapan kewarganegaraan, berkembang secara perlahan sebagai akibat dari apa yang

telah dipelajari dan dialami oleh seseorang di rumah, sekolah, komunitas, organisasi-

organisasi civil society. Pengalaman-pengalaman demikian hendaknyamembangkitkan

pemahaman bahwasanya demokrasi mensyaratkan adanya pemerintahan mandiri yang

bertanggung jawab dari tiap individu. Karakter privat seperti bertanggung jawab

moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap

individu adalah wajib. Karakter publik juga tidak kalah penting. Kepedulian sebagai

warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, dan

kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi merupakan karakter yang

sangat diperlukan agar demokrasi berjalan dengan sukses.

2.1.10 Nilai-Nilai Pembentuk Karakter atau Watak Kewarganegaraan


(Civic Disposition)

Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan

melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan


pendidikan masing-masing. Hal ini merupakanprakondisi pendidikan karakter pada

satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil

kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values) yang dimaksud

antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun.

Dalam rangka lebih memperkuat pelaksaan pendidikan karakter telah

teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan

pendidikan nasional, yaitu: Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja keras, Kreatif,

Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air,

Menghargai Prestasi, Bersahabat atau Komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca,

Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, dan Tanggung Jawab (Pusat Kurikulum, 2009).

a. Nilai-Nilai Karakter dalam Pembelajaran

Berikut ini nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan oleh guru:

olah

Nilai-nilai luhur dan pemikiran berkarakter

ola olah

olah

Nilai-nilai Luhur dan Perilaku Berkarakter (Sumber : TimPendidikan

Karakter Kemendiknas, 2010)

b. Jenis karakter dalam proses pendidikan

Terdapat empat jenis karakter yang selama ini dilaksanakan dalamproses


pendidikan, yaitu sebagai berikut:

1) Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara yang merupakan

kebenenaran wahyu Tuhan (konservasi moral).

2) Pendidikan karakter berbasis budaya, antara lain yang berupa budi pekerti,

pancasila,apresasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin

bangsa (konservasi lingkungan).

3) Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan).

4) Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses

kesadaran pemberdayaan potensi dari yang diarahkan untuk meningkatkan

kualitas pendidikan (konservasi humanis).

2.1.11 Karakter Yang Ideal

Karakter yang paling ideal adalah intelektual profetik. Adapun seorang yang

dikatakan sebagai intelektual profetik memiliki karakter sebagai berikut :

a) Sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Sadar sebagai makhluk muncul ketika ia mampu memahami keberadaan

dirinya, alam sekitar, dan Tuhan Yang Maha Esa. Konsepsi ini dibangun

dari nilai-nilai tarnsendental.

b) Cinta Tuhan

Orang yang sadar akan keberadaan Tuhan menyakini bahwa ia tidak dapat

melakukan apapun tanpa kehendak Tuhan. Oleh karenya memunculkan

rada cinta kepada Tuhan. Orang yang cinta Tuhan akan menjalani apapun

perintah dan menjauhi larangan-Nya.

c) Bermoral

Jujur, saling menghormati, tidak sombong, suka membantu, dan sejenisnya


merupakan turunan dari manusia yang bermoral.

d) Bijaksana

Karakter ini muncul karena keluasan wawasan seseorang. Dengan keluasan

wawasan, ia akan melihat banyaknya perbedaan yang mampudiambil

sebagai kekuatan. Karakter bijaksana ini dapat terbentuk dari adanya

penanaman nilai-nilai kebinekaan.

e) Pembelajar sejati

Untuk dapat memiliki wawasan yang luas, seseorang harus senantiasa

belajar. Seorang pembelajar sehati pada dasarnya dimotivasi oleh adanya

pemahaman akan luasnya ilmu Tuhan (nilai tarnsendesi). Selain itu juga,

dengan penanaman nilai kebhinekaan mereka akan semakin bersemangat

untuk mengambil kekuatan dari sekian banyak perbedaan.

f) Mandiri

Karakter ini muncul dari penanaman nilai-nilai humanisasi dan liberasi.

Dengan

pemahaman bahwa tiap manusia dan bangsa memiliki potensi dan sama-

sama subjek kehidupan maka ia tidak akan membenarkan adanya

penindasan sesama manusia. Darinya akan memunculkan sikap mandiri

sebagai bangsa.

g) Kontributif

Kontributif merupakan cermin seorang pemimpin. (Muslich 2011: 76- 77).


2.1.12 Isi Civic Disposition dalam PKn sekolah

Civic disposition ini dapat diterapkan dalam dunia pendidikan dan

diterapkan dalam sekolah, untuk jenjang sekolah dasar, jenjang sekolah

menengah pertama (SMP), sampai dengan jenjang sekolah menengah atas

(SMA). Udin S. Winataputra (2001) dalam (Winarno, 2013, hal. 189) kembali

mengemukakan sejumlah butir-butir yang dapat menjadi isi civic disposition

(nilai atau sikap kewarganegaraan). Butir-butir tersebut sebagai berikut.

1. Mempunyai rasa peduli terhadap permasalahan yang ada disekitar,

seperti peduli terjadi permasalahan antar tetangga, dan peduli terhadap

permasalahan pribadi diri kita sendiri,

2. Memiliki rasa toleransi akan perbedaan yang ada, seperti perbedaan

sosial, ekonomi dan lain sebagainya.

3. Rasa hormat akan hak hidup, hak kebebasan atas dasar keimanan dan

ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4. Hormat atas kedudukan dan lembaga politik, eksonomi, kebudayaan

dan sebagainya.

5. Sikap hormat akan kedudukan, tanggung jawab dalam memengang

suatu jabatan atau dipercaya untuk memimpin dalam bidang misalkan

dari bidang bisnis, profesi dan seterusnya.

6. Saling menghormati antar bangsa kita dengan bangsa lain, agar

terjalin persahabatan dan juga perdamaian.

7. Hormat akan hak cipta atau karya milik orang lain dalam berbagai

23
macam bidang.

8. Dalam keputusan bersama yang telah disepakati, harus ada komitmen

yang kuat untuk keputusan yang telah diambil secara mufakat dan adil.

9. Memiliki kemauan untuk menerima pendapat dari orang lain, dikritik

tentang penampilan dan lain-lain.

10. Selalu kritis akan keadaan atau segala sesuatu yang datang dari luar,

dan harus diasadari oleh pribadi kita sendiri selain menurut aturan dalam

agama.

11. Terbuka akan kemungkinan adanya kajian ulang akan suatu

keputusan yang sudah ditetapkan.

12. Adanya komitmen pada kedudukan, peran, serta tanggung jawab.

13. Jujur akan permasalahan yang telah dibuat oleh kita sendiri.

14. Bersedia “saling asah, asih, dan asuh”, dengan sadar dan tanggung

jawab sosial akan kewajiban sebagai warga negara yang baik.

15. Saling toleransi untuk perasaan atau menjaga perasaan orang lain,

dengan sadar dan bertanggung jawab.

16. Norma yang sudah ada dan ditetapkan, harus dipatuhi dan

berkomitmen terhadap norma tersebut.

17. Menjadi wakil rakyat, harus memiliki kesadaran akan amanat yang

telah diberikan kepadanya sebagai wakil rakyat.

18. Jujur dalam pikiran, perkataan dan perbuatan atasa dasr keyakinan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

19. Bersedia dan mau untuk berubah menjadi yang lebih baik lagi.
20. Berkomitmen untuk belajar dengan sungguh-sungguh sepanjang

hidup. Berdasarkan Permendiknas No. 23 Tahun 2006 dalam (Winarno,

2013, hal. 191) tentang standar kelulusan, dapat kita identifikasi

kompetensi kewarganegaraan dalam dimensi watak atau karakter

kewarganegaraan, baik untuk PKn tingkat SD, SMP, maupun SMA.

Dalam dimensi karakter kewarganegaraan, peserta didik diharapkan

untuk :

1. Dengan adanya nilai kejuangan bangsa, mampu menghargai makna

yang terkandung dalam nilai tersebut.

2. Menghargai keputusan yang sudah disepakati bersama.

3. Adanya sikap positif yang ditunjukkan kepada norma kebiasaan, adat

istiadat dan seterusnya.

4. Adanya perbedaan dan kebebasan dalam mengemukakan pendapat

dengan rasa tanggung jawab, maka akan munculah dengan sedirinya

rasa saling menghargai akan perbedaan tersebut.

5. Sikap positif yang terbentuk dengan adanya pelaksanaan demokrasi

dan kedaulatan rakyat.

6. Bersikap kritis dengan adanya dampak dari globalisasi.

2.1.12.1 Isi Civic Disposition dalam PKn Sekolah

Selanjutnya apa yang menjadi isi civic disposition dalam PKn sekolah mulai

dari tingkat dasar, menengah pertama hingga menengah atas. Untuk materi PKn

sekolah tingkat dasar, dimensi sikap dan nilai kewarganegaraan (civic disposition)

dapat diidentifikasi sebagai berikut (Winarno, 2013, hal. 192).


Tingkatan Semester Dimensi Sikap dan Nilai Kewarganegraan (civic

Kelas disposition)

I ( Satu) 1 Saling hidup dengan rukun

2 Tata tertib diikuti sesuai dengan yang sudah

Disepakati

II ( Dua) 1 Cinta akan lingkungan sekitar

2 Memiliki ras atau sikap ingin demokrasi Saling

mengahragai dengan suara tertinggi Bersikap mau

menerima kekalahan dengan lapang dada Sikap

jujur dan selalu disiplin

III ( Tiga) 1 -

2 Memiliki harga diri Adanya rasa bangga menjadi

anak Indonesia

IV ( Empat) 1 -

2 -

V ( Lima ) 1 -

2 Keputusan bersama yang harus ditaati dan dipatuhi

VI ( Enam) 1 -

2 -
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif

diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan,

uraian, dan tingkah laku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok,

masyarakat, organisasi tertentu dalam suatu konteks setting tertentu yang

dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif dan holistik .

Selanjutnya, apabila dilihat dari permasalahan yang diteliti maka penelitian

ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan

penelitian pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau

hipotesis yang berkaitan dengan keadaan dankejadian sekarang,

melaporkan keadaan objek atau subjek yang teliti sesuai dengan apa

adanya (Sukardi, 2003: 157). Oleh karena itu, penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif kualitatif.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan dari Bulan Mei

sampai dengan Bulan Juli. Di SD Kecamatan Nusaniwe.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu kegiatan yang digunakan untuk

27
mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian. Agar suatu penelitian

dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien baik dalam waktu, biaya, dan tenaga

perlu menggunakan pendekatan yang tepat.

Marshall dan Rossman (1995) dalam Sugiyono (2010: 225) menyatakan

bahwa dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural

setting, sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada

observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Penelitian

kualitatif seperti yang dikemukakan Marshall dan Rosman (1995) memiliki 3

tahapan dalam pengumpulan data, yaitu:observasi, wawancara, dan dokumentasi

Lexy J. Moleong (2007: 186) mengungkapkan bahwa wawancara adalah

percakapan dengan maksud tertentu. Sugiyono (2006: 194) berpendapat bahwa

wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin

melakukan studi pendahuluan untk menemukan permasalahan yang harus diteliti,

dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih

mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Esterberg (Sugiyono, 2005: 73-

74) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur,

wawancara semi terstruktur, dan wawancara tidak terstruktur.

3.3.1 Observasi

Jonathan Sarwono (2006: 224) menjelaskan bahwa observasi meliputi

melakukan pencatatan secara sistematika kejadian-kejadian, perilaku, objek-objek

yang dilihat dan hal-hal yang perlu dilakukan dalam mendukung penelitian yang

sedang dilakukan. Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2006: 203) observasi merupakan

suatu
proses kompleks,suatu proses yang tersusun dari berbagai proses bilogis dan

psikologis, yang terpenting adalah proses pengamatan dan ingatan.

Sugiyono (2007: 204) menjelaskan dalam pelaksanaan pengumpulan data

observasi dibedakan menjadi observasi berperanserta (participant observation)

dan nonpartisipan, selanjutnya dari segi instrumen yang digunakan observasi

dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur.

3.3.2 Dokumentasi

Irawan (Sukandarrumidi, 2002: 100-101) mengungkapkan bahwa studi

dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada subjek

penelitian. Dokumen dapat berupa catatan pribadi, surat pribadi, buku harian,

laporan kerja, notulen rapat, catatan kasus, rekaman kaset, rekaman video, foto

dan lain sebagainya. Suharsimi Arikunto (2006: 231) dokumentasi yaitu mencari

data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat

kabar, majalah, prasasti, foto dan sebagainya. Penelitian ini menggunakan

dokumen catatan pribadi, buku harian, foto, dokumen-dokumen yang ada di

sekolah seperti: jadwal, tata tertib dan lain sebagainya.

3.4 Instrumen Penelitian

Menurut Nasution (Sugiyono, 2007: 306) menyatakan bahwa dalam

penelitian kulitatif, manusia adalah instrumen utama, karena segala sesuatunya

belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur

penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, semuanya

belum dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Oleh karena itu, yang

menjadi intrumen adalah peneliti sendiri, yang bisa bertindak sebagai alat yang
adaptif serta responsif. Penelitian ini dibantu dengan instrumen pedoman

wawancara, pedoman observasi, serta dokumentasi.

Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan pedoman observasi

dan pedoman wawancara.

3.4.1 Instrumen Observasi

Observasi digunakan untuk memperoleh data situasi sosial yang

terdiri dari tempat (Place), pelaku (Actor), dan kegiatan (Activity). Peneliti

menggunakan pedoman observasi pelaksanaan pendidikan karakter di

sekolah.

3.4.2 Instrumen Wawancara

Wawancara ini bertujuan memperoleh data melalui tanya jawab

secara langsung dan terpimpin.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (1982) dalam

Moleong (2012: 248) merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasi data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat

dikelola, menyintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa

yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan

kepada orang lain. Sieddel (1982) dalam Moleong (2012: 248) menjabarkan

proses analisis data kualitatif sebagai berikut:

(1). Mencatat apapun data yang didapat dalam bentuk catatan lapangan,
dengan begitu sumber datanya dapat ditelusuri apabila membutuhkan data
tersebut kembali.
(2). Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan,
membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya. (3) Berpikir, dengan jalan
membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan
menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan
umum.

Teknik analisis yang digunakan peneliti merupakan teknik analisis Miles

and Huberman (1984). Teknik ini dilakukan secara interaktif, terus menerus dan

lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulkan

data (Sugiyono, 2010: 246). Teknik analisis data kualitatif Miles and Huberman

ditunjukkan dalam model interaktif berikut (Sugiyono, 2010: 247).

Gambar 3.1 Skema Model Interaktif Analisis Data Kualitatif Menurut

Miles dan Huberman

(1) Data Collection

Peneliti mengumpulkan data sebanyak mungkin tanpa batasan fokus

penelitian. Data yang terkumpul dalam jumlah banyak nantinya akan membuat

penelitian berkembang dan bisa saja malah terjadi perubahan fokus penelitian.

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan banyak cara dan juga dengan alat

bantu apapun untuk dapat membantu mengingat data.


(2) Data Reduction

Data yang diperoleh peneliti dari lapangan jumlahnya akan sangat banyak,

mencakupi data yang memiliki relevansi dengan fokus penelitian ataupun yang

tidak berhubungan sama sekali. Data yang ada kemudian direduksi atau

dirangkum, ditujukan pada hal-hal pokok dan diarahkan pada hal pokok yang

memiliki korelasi dengan penelitian. Dalam mereduksi data, peneliti berpedoman

pada tujuan yang akan dicapai dan fokus penelitian agar data dapat terpilah sesuai

kebutuhan analisis.

(3) Data Display

Kelanjutan reduksi data adalah menyajikan data dalam bentuk yang mudah

dimengerti. Dalam penelitian kuantitatif data dapat disajikan dalam bentuk tabel,

grafik, piktogram dan sejenisnya, sedangkan dalam penelitian kualitatif penyajian

data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan

sejenisnya. Dengan menyajikan data, akan memudahkan memahami apa yang

terjadi dengan gamblang dan jelas.

(4) Conclusion Drawing/Verification

Langkah terakhir dalam analisis kualitatif menurut Miles and Huberman

(1984) dalam Sugiyono (2010: 252), yaitu menarik kesimpulan dan memberikan

verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang

sebelumnya belum pernah ada maupun sudah ada namun belum diteliti.

Anda mungkin juga menyukai