Anda di halaman 1dari 17

TEMPLATE TUGAS ANALISIS MATERI

(PROBLEM BASED LEARNING) 1

Nama Mahasiswa : ERLIK KHOIRUN NISAK


Modul : KB 1 RADIKALISME
Kelas : PAI-A
Judul Masalah : ISU KEKERASAN YANG ADA DI DUNIA PENDIDIKAN

No Komponen Deskripsi
1. Pendahuluan
Radikalisme sering dikait-kaitkan dengan kekerasan.
Kita semua tahu bahwa Pendidikan itu sangat penting.
Pedidikan merupakan suatu proses pembelajaran untuk
memberikan pemahaman dalam mengembangkan potensi diri.
Secara umum pendidikan bertujuan untuk meningkatkan
potensi peserta didik. Dengan berbagai latar belakang
kecerdasan dan kepribadian yang berbeda-beda. Secara tidak
langsung pendidik ditantang agar mampu menciptakan generasi
sesuai dengan minat dan bakatnya.
Identifikasi Masalah
Fungsi dari pendidikan tersebut salah satunya adalah
1. (berbasis masalah yang
menjadikan pribadi yang bermartabat. Mampu mempersiapkan
ditemukan di lapangan)
generasi penerus dalam menghadapi tantangan zaman.
Pemerintah telah membuat peraturan bahwa Wajib
belajar 9 tahun yang merupakan pelaksanaan Undang-Undang
Republik Indonesia Dasar 1945, yang dapat kita lihat pada :
Pasal 31
 Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan
 Setiap warga negara wajib mengikuti Pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.
 Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
undang-undang.
Mengingat ketentuan PP No 47 Tahun 2008 Pasal 7
ayat 4 dan 5 Peraturan Daerah pada setiap daerah
memungkinkan diatur menjadi wajib belajar 12 tahun. Adapun
tujuan program Wajib Belajar 12 Tahun ini yaitu untuk
memberikan kesempatan pendidikan seluas-luasnya kepada
penduduk usia 16-18 tahun atau peserta didik pada tingkat
Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), Madrasah Aliyah (MA) atau bentuk lain yang sederajat
Visi dari Pendidikan Nasional untuk mewujudkan
sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara
Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah.
Begitu juga dengan misi Pendidikan Nasional adalah
mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat
Indonesia serta membantu dan memfasilitasi pengembangan
potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir
hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses
pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian
yang bermoral. Untuk mewujudkan misi ini, oleh sebab itu perlu
dilakukan langkah dan strategi diantaranya adalah pelaksanaan
program wajib belajar.
Selain itu juga dipertegas lagi dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yakni :
Pasal 6 ayat (1)
“Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima
belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.”
Sekolah sebagai tempat untuk menimba ilmu,
perundungan seharusnya tidak terjadi di satuan pendidikan.
Pihak sekolah harus menciptakan lingkungan belajar yang aman
dan menyenangkan bagi anak-anak.
Salah satu cara menciptakan lingkungan belajar yang
aman dan menyenangkan adalah dengan menumbuhkan
kehidupan pergaulan yang harmonis dan kebersamaan antar
peserta didik dengan tenaga pendidik, orang tua serta
masyarakat. Tindakan ini juga sebagai bentuk pencegahan
perundungan di lingkungan anak-anak.

2. Identifikasi masalah
Dalam dunia Pendidikan kekerasan biasanya dapat
terjadi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa atau
bahkan siswa dengan gurunya. Kenakalan pelajar tidak terlepas
dari pengaruh pola relasi subjek-objek yang terbangun dalam
ilmu pengetahuan.Pola relasi tersebut berakar pada ketidak-
objektivan sistem pendidikan, yaitu mengenai prinsip, tujuan,
organisasi sosial, kurikulum, metode mengajar, evaluasi,
peserta didik, pendidik, fasilitas dan pembiayaan.
Kehancuran dalam dunia pendidikan terjadi bukan
karena nilai akademik memburuk namun karena moral yang
hancur. Keluarga dan kehidupannya tidak boleh disepelekan
dan diabaikan. Padahal kecenderungan sekarang akibat
kebutuhan material yang kian memuncak, banyak ibu dan bapak
yang bekeja dan menyerahkan masalah hidup anaknya kepada
asisten rumah tangga atau tempat penitipan anak sehingga
hampir segala urusan pendidikan sepenuhnya diandalkan
kepada sekolah dan celakanya disekolah masalah afektual, nilai
moral hampir-hampir tidak tersentuh. Pengaruh teknologi
seperti tayangan-tayangan yang ada di televisi yang jauh dari
norma-norma agama akan ditiru oleh para pelajar sehingga
membawa perubahan pada perilaku menyimpang berupa
kenakalan yang dilakukan pelajar terhadap gurunya. Apalagi
zaman sekarang ini para pelajar khususnya dapat mengakses
internet dengan mudah baik melalui youtube, tiktok dan
aplikasi lainnya.
Kenakalan pelajar merupakan perilaku menyimpang
yang dilakukan pelajar, seperti mem-bully guru. Teori kontrol
oleh Hirski menyatakan bahwa penyimpangan dan bahkan
kriminalitas atau pelaku kriminal merupakan bukti kegagalan
kelompok-kelompok sosial konvensional seperti keluarga,
sekolah atau kelompok-kelompok dominan lainnya dalam
mengikat individu agar tetap conform. Untuk itu diperlukan
kontrol/pengendalian dari keluarga yaitu orang tua, pihak
sekolah dan komunitas ekstrakulikuler, sehingga kenakalan
pelajar tidak terjadi lagi dalam dunia pendidikan. PR besar bagi
pemerintah dan pendidik khususnya bagaimana agar tidak
terjadi kekerasan di sekolah.
Kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan, tidak
terlepasdari pengaruh pola relasi subjek-objek yang terbangun
dalam ilmu pengetahuan. Polarelasi tersebut berakar pada perkara
Penyebab Masalah objektivitas ilmu pengetahuan. Sistem pendidikan di Indonesia
(dianalisis apa yang tidak objektif, ini terdapat pada kelemahan sistem pendidikan
menjadi akar nasional dewasa ini seperti masalah prinsip (Pandangan
2.
masalah yang pendidikan bersifat microscopis) pendidikan dipandang sebagai
menjadi pilihan dunia tersendiri yang terpisah dan terpencil dari aspek- aspek,
masalah) pendidikan kurang mempunyai sangkut paut dengan pembangunan
sehingga menghasilkan tamatan sekolah menengah yang serba
canggung sarjana-sarjana ngangur dan sebaginya, lebih memenuhi
keinginan subyektif masyaakat akan pendidikan, tidak adanya
keseimbangan horizontal dan vertikal, ada tembok pemisah antara
sekolah dan masyarakat, program dan pelaksanaan pendidkan
terbatas oleh usia sekolah atau (sekolah age), masalah tujuan
(pembentukan manusia pancasila sebagai tujuan pendidikan
nasional kurang dijabarkan secara terperinci, memperkembangkan
anak didik tidak sebagai suatu totalitas maksudnya hanya
mementingkan dimensi horizontal saja atau hanya dimensi vertikal
saja, tujuan kurikulum hanya hanya menitikberatkan kepada guru.
Sehingga bila guru mengajarkan bahan pelajaran
menanggap tugasnya telah selesai, pembentukan jiwa yang
intelektualistis terlalu mengungkapkan ratio melupakan aspek-
aspek kepribadian yang lain, pembentukan jiwa yang priyayi,
bekerja di belakang meja yang teoritis bekerja menurut perintah,
sejak awal anak didik untuk bersikap individualism akan sistem
pendidikan konvensional menghasilkan anak yang berjiwa
individualis.
Kurikulum menitikberatkan kepada standar umum dan
kemampuan rata-rata anak didik, anak didik dirangsang untuk
mengutamakan pengejaran ijazah yang dianggap sebagai kunci
untuk memasuki dunia kerja ataupun pendidikan lainnya), anak
didik (dalam proses pendidikan anak didik sering dipandang
sebagai obyek belaka, kenyataan sering menunjukkan bahwa
kesempatan pendidikan lebih banyak diperoleh bagi anak didik
yang berasal dari lapisan masyarakat yang mampu/kerja, sekolah
lebih menitikberatkan pada sistem klasikal di mana guru
menganggap dan memperlakukan semua anak didik sama.
Objektivitas yang sangat ditekankan dalam ilmu
pengetahuan dan proses pendidikan berpengaruh pula terhadap
terbentuknya paradigma dan mentalitas subjek- objek. Paradigma
dan mentalitas tersebut dapat teraplikasi dalam relasi gurumurid.
Guru dapat memandang murid sebagai objek, yang kepadanya
harus diisi dengan berbagai informasi dan pengetahuan. Murid juga
menempatkan dirinya sebagai wadah kosong yang mau tidak mau,
harus menerima isi pelajaran.
Demikian pula murid akan memandang guru sebagai objek,
yang kepadanya murid dapat mengarahkan segala penilaian yang
buruk karena dianggap sebagai penyebab kegagalannya dalam
belajar dan persoalan-persoalan lain terkait proses pembelajaran
yang dialami murid. Guru mengajar tidak jelas di mana rendahnya
kompetensi paedagogik guru terutama dalam penguasaan kelas
serta upaya penciptaan suasana belajar yang kreatif dan
menyenangkan dan menantang kreativitas serta minat siswa.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
berkoordinasi dengan Kadisdik Provinsi Jawa Tengah Gatot
Bambang Hastowo terkait video viral guru di-bully murid di
Kendal, pada hari Sabtu tanggal 10 November 2018. Hasil
pertemuan itu, para murid diminta tidak mengulangi perbuatan
mereka kembali dari informasi yang diterima KPAI, pihak sekolah
sudah memanggil dan membina para siswa yang terlibat dalam
video yang viral tersebut pada Sabtu 10 November 2018. Para
siswa tersebut juga diminta menuliskan pernyataan tidak akan
mengulangi guyonan seperti dalam video yang viral tersebut.
Selanjutnya pada Senin 12 November 2018 giliran para orang tua
siswa tersebut yang dipanggil pihak sekolah dan membuat
komitmen bersama untuk menasehati anak-anaknya agar tidak
mengulangi lagi perbuatannya dan dapat lebih menghormati para
gurunya," kata komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan
tertulis pada hari Senin, tanggal 12 November 2018. Pertemuan itu
dihadiri Kepala SMKNU 3 Kaliwungu, Muhaidin, sejumlah guru,
pengawas sekolah, siswa, dan para orang tua murid serta Bupati
Kendal Mirna Annisa. KPAI mengapresiasi Disdik Jateng yang
dengan cepat menangani kasus video viral tersebut dan melaporkan
perkembangankepada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan KPAI.
Retno mengatakan bahwa pihak sekolah dan guru Joko Susilo
mengakui perbuatan yang terekam video viral tersebut hanya
bercanda, bukan kekerasan. Namun pihak sekolah menilai candaan
tersebut sudah melampaui batas.Pihak sekolah dan guru yang
bersangkutan menyatakan bahwa yang terekam di video yang viral
tersebut hanya guyonan, bukan kekerasan atau
pengeroyokan.Namun pihak sekolah mengakui guyonan atau
candaan sejumlah siswa terhadap gurunya merupakan tindakan
atau perbuatan yang kelewat bataskesopanan/etikasosial.
Perilaku kasar dari siswa terhadap guru lagi-lagi terjadi, kali
ini di Jakarta. Sebuah video viral memperlihatkan seorang guru
yang sedang mengajar di kelas kemudian ada suara siswa
mengucapkan kata-kata kasar yang tidak pantas.Siswa tersebut
akhirnya mundur (dikeluarkan) dari sekolah.Peristiwa ini terjadi di
SMA Al- Azhar Kelapa Gading, Jakarta Utara. Kepala sekolah,
Sumanto, mengatakan bahwa pihaknya menyayangkan peristiwa
ini. Kemudian kepala sekolah tersebut bahwa dirinya sudah
meminta penjelasan dan klarifikasi kepada guru dalam video
tersebut dan guru tidak menyadari pada saat proses belajar
kelompok di kelas yang kondusif itu ada salah seorang siswa yang
merekam," kata Sumanto di SMA Al-Azhar Kelapa Gading, Jalan
Bulevard Timur, Pegangsaan Dua, Jakarta Utara, Jumat (1/3/2019).
Peristiwa itu terjadi pada 19 Februari 2019 lalu. Sekitar sepekan
kemudian, pihak sekolah yang mengetahui video itu kemudian
memanggil orangtua dan siswa yang bersangkutan.Siswa itu
mengaku merekam video saat di kelas lalu men-dubbing suaranya.
"Siswa meyakini dan mengakui bahwa video itu diambil pada siang
hari tanggal 19 (Februari) dan itu hari Selasa jam 14.00 WIB dan
kemudian malam harinya iseng- iseng dibuka dan kemudian dia
memasukkan suara dubbing dan dengan iseng juga dia mengupload
ke Instagram pribadinya," jelas Sumanto. Sumanto mengatakan
baik guru maupun siswa lain di kelas tidak mendengarkan kata-kata
kasar seperti yang terucap di video itu. Guru itu juga tidak sadar
direkam.
Kasus kematian guru honorer mata pelajaran seni rupa
di Sampang, Madura, Jawa Timur, akibat pemukulan terhadapnya
oleh seorang murid, menambah deretan masalah dalam sistem
pendidikan nasional, khususnya pendidikan dasar dan menengah.
Inilah ironi dalam dunia pendidikan Indonesia, karena banyak
sekali penyimpangan-penyimpangan dalam dunia pendidikan.
Secara prinsip, Islam adalah agama yang mengharamkan
segala bentuk tindakan menyakiti, mencederai, melukai kepada diri
sendiri atau kepada orang lain; baik secara verbal maupuan
tindakan nyata terhadap salah satu anggota tubuh. Secara
konseptual, misi utama kenabian Muhammad SAW adalah untuk
kerahmatan bagi seluruh alam. Kekerasan, sekecil apapun
bertentangan secara diametral dengan misi kerahmatan yang
diemban. “Dan tidaklah Kami utus kamu (wahai Muhammad)
Solusi kecuali untuk (menyebarkan) kasih sayang terhadap seluruh
a. Dikaitkan dengan alam”. (Q.S. al-Anbiyâ’ [21]: 107).
teori/dalil yang Prinsip kerahmatan ini secara konseptual menjadi dasar
relevan peletakan pondasi pembahasan hukum Islam dan bangunan etika
3. b. Sesuaikan dengan dalam berelasi antar sesama. Seperti perlunya berbuat baik,
langkah/prosedur memberikan manfaat, saling membantu, pengharaman menipu,
yang sesuai dengan pelarangan tindak kekerasan, dan pernyataan perang terhadap
masalah yang akan segala bentuk kezaliman. Bentuk-bentuk kekerasan apapun bisa
dipecahkan dikatagorikan sebagai tindakan kezaliman, yang bertentangan
dengan misi kerahmatan.
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya dan berdo`alah kepada-Nya dengan rasa
takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik.” (Q.S. al-A’râf [7]:56)
Kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan, tidak
terlepas dari pengaruh pola relasi subjek- objek yang terbangun
dalam ilmu pengetahuan. Pendidikan moral adalah pendidikan
yang bukan mengajarkan tentang akademik, namun non akademik
khususnya tentang sikap dan bagaimana perilaku sehari-hari yang
baik.
Paradigma dan mentalitas tersebut dapat teraplikasi dalam
relasi guru-murid. Guru dapat memandang murid sebagai objek,
yang kepadanya harus diisi dengan berbagai informasi dan
pengetahuan. Murid juga menempatkan dirinya sebagai wadah
kosong yang mau tidak mau, harus menerima isi pelajaran.
Demikian pula murid akan memandang guru sebagai objek, yang
kepadanya murid dapat mengarahkan segala penilaian yang buruk
karena dianggap sebagai penyebab kegagalannya dalam belajar dan
persoalan-persoalan lain terkait proses pembelajaran yang dialami
murid. Guru mengajar tidak jelas. Guru memberi pekerjaan rumah
terlalu banyak. Pernyataan-pernyataan seperti itu sering kali
diungkapkan oleh murid terhadap gurunya.
Kasus-kasus yang terjadi dalam dunia pendidikan, seperti
kasus pemukulan terhadap guru oleh murid, pemukulan murid oleh
guru, dan perkelahian antarmurid, merupakan dampak dari relasi
subjek-objek antara guru dan murid, serta murid dan murid. Sudah
banyak usaha dari para pihak dalam dunia pendidikan, misalnya
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk mengakhiri relasi
subjek-objek.Usaha itu terwujud dalam perubahan dan pergantian
isi kurikulum. Dalam kurikulum dimasukkan pula nilai-nilai moral.
Tujuannya adalah guru juga membentuk karakter agar siswa
menjadi beradab.Nilai-nilai moral disisipkan dalam materi
pelajaran dan disampaikan kepada murid selama proses
pembelajaran.
Dengan demikian, kepekaan rasa dan batin murid terasah.
Kepedulian sosial, penghormatan terhadap sesama dan lingkungan
hidup terbangun dalam diri murid. Usaha dan tujuan tersebut
sungguh baik dan benar tetapi usaha dan tujuan itu selalu dibayang-
bayangi oleh tuntutan objektivitas dari ilmu pengetahuan. Alih-alih
melampaui relasi subjek-objek, justru yang terjadi adalah tetap
terjaga dan terawat relasi yang demikian. dengan memasukkan
nilai-nilai moral dalam setiap mata pelajaran, justru membuat
guru memperlakukan murid sebagai objek yang harus menerima
nilai-nilai moral yang diberikannya. Secara objektif, murid adalah
orang yang harus menerima nilai-nilai moral yang ditanamkan
melalui pembelajaran ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, cita-cita mengakhiri relasi subjek-objek
dengan cara menanamkan nilai-nilai moral melalui pembelajaran
materi-materi pelajaran, justru menempatkan murid sebagai objek
penanaman nilai-nilai moral. Internalisasi nilai-nilai moral oleh
siswa tidak berlangsung secara baik karena murid tetap berada pada
posisi sebagai objek. Proses pendidikan, khususnya pada level
pendidikan dasar dan menengah, tidak semata-mata bertujuan
mentransfer ilmu pengetahuan. Lebih dari itu, proses pendidikan
pada level tersebut juga membentuk karakter beradab dalam diri
murid.
Dari uraian di atas jika dikaitkan dengan masalah kekerasan
dalam dunia pendidikan yaitu kenakalan pelajar terhadap guru
maka sangat dibutuhkan adanya kontrol atau pengendalian dari
keluarga dimana peranan orang tua sangat dominan dalam
mengkontrol perilaku anak-anaknya dalam lingkungan sekolah
maupun lingkungan tempat tinggal selain itu adanya kerjasama dan
tanggung jawab antara orang tua dan guru serta kepala sekolah di
sekolah dalam mengkontrol perilaku pelajar. Intinya seorang guru
dalam mengajar di dalam kelas tidak hanya berfokus pada bagian
kognitif saja tetapi bagian afektif dan psikomotorik maksudnya
selain memberikan materi pelajaran, guru juga harus memberikan
wejangan seputar pendidikan moral dengan cara menyisipkan di
sela-sela materi pelajaran. Sebagai ujung terdepan dalam
pendidikan anak, sekolah juga memiliki peran yang sangat vital.
Kegiatan ektrakulikuler dalam pendidikan karakter dan
pengembangan bakat serta minat yang dilaksanakan di sekolah juga
harus menyisipkan pendidikan moral sehingga kenakalan pelajar
tidak terjadi dalam dunia pendidikan.

TEMPLATE TUGAS ANALISIS MATERI


(PROBLEM BASED LEARNING) 2

Nama Mahasiswa : ERLIK KHOIRUN NISAK


Modul : KB 4 MODERASI BERAGAMA
Kelas : PAI-A
Judul Masalah : ISU PERATURAN PENGGUNAAN PENGERAS SUARA DI MASJID

No Komponen Deskripsi
1. Pendahuluan
Moderasi beragama penting dalam konteks persatuan di
Indonesia. Pentingnya moderasi beragama dalam konteks
persatuan di Indonesia, maka ada baiknya penting memahami
lebih dahulu pengertian moderasi beragama itu sendiri.
Kata “moderasi” memiliki korelasi dengan beberapa
istilah. Dalam bahasa Inggris, kata “moderasi” berasal dari
Identifikasi Masalah kata moderation, yang berarti sikap sedang, sikap tidak
1. (berbasis masalah yang berlebih-lebihan. Juga terdapat kata moderator, yang berarti
ditemukan di lapangan) ketua (of meeting), pelerai, penengah (of
dispute). Kata moderation berasal dari bahasa Latin moderatio,
yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak
kekurangan).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moderasi”
berarti penghidaran kekerasan atau penghindaran keekstreman.
Kata ini adalah serapan dari kata “moderat”, yang berarti sikap
selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang
ekstrem, dan kecenderungan ke arah jalan tengah. Sedangkan
kata “moderator” berarti orang yang bertindak sebagai
penengah (hakim, wasit, dan sebagainya), pemimpin sidang
(rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan
atau pendiskusian masalah, alat pada mesin yang mengatur atau
mengontrol aliran bahan bakar atau sumber tenaga.
Jadi, ketika kata “moderasi” disandingkan dengan kata
“beragama”, menjadi “moderasi beragama”, maka istilah
tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau
menghindari keekstreman dalam praktik beragama. Gabungan
kedua kata itu menunjuk kepada sikap dan upaya menjadikan
agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan
perilaku atau pengungkapan yang ekstrem dan selalu mencari
jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua
elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan
berbangsa Indonesia.
Sikap moderat dan moderasi adalah suatu sikap dewasa
yang baik dan yang sangat diperlukan. Radikalisasi dan
radikalisme, kekerasan dan kejahatan, termasuk ujaran
kebencian/caci maki dan hoaks, terutama atas nama agama,
adalah kekanak-kanakan, jahat, memecah belah, merusak
kehidupan, patologis, tidak baik dan tidak perlu.
Moderasi beragama merupakan usaha kreatif untuk
mengembangkan suatu sikap keberagamaan di tengah pelbagai
desakan ketegangan (constrains), seperti antara klaim
kebenaran absolut dan subjektivitas, antara interpretasi literal
dan penolakan yang arogan atas ajaran agama, juga antara
radikalisme dan sekularisme. Komitmen utama moderasi
beragama terhadap toleransi menjadikannya sebagai cara
terbaik untuk menghadapi radikalisme agama yang mengancam
kehidupan beragama itu sendiri dan, pada gilirannya,
mengimbasi kehidupan persatuan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Memperhatikan sikap keberagamaan dalam dinamika
berbangsa dan bernegara akhir-akhir ini, Presiden Republik
Indonesia, Joko Widodo, pada berbagai kesempatan mengajak
tokoh-tokoh agama untuk menjadikan agama sebagai sumber
nilai-nilai yang merawat kebinekaan. Presiden mengajak
tokoh-tokoh agama dan umat beragama untuk memberikan
wawasan keagamaan yang Iebih dalam dan luas lagi kepada
umat masing-masing, karena eksklusivisme, radikalisme, dan
sentimen-sentimen agama cenderung bertumpu pada ajaran-
ajaran agama yang terdistorsi. Tidak dapat disangkal bahwa
agama menjadi roh utama bangsa ini sehingga para tokoh agama
berperan penting untuk menjaga kemajemukan sebagai
kekayaan dan modal sosial Indonesia.

2. Identifikasi masalah
Isu terkini yang sering diperbincangkan di masyarakat
salah satunya adalah tentang peraturan penggunaan Toa masjid
(ketika azan) yang volumenya hanya boleh maksimal 100 Db
(desibel). Dilansir dari laman resmi kemenag.go.id, menurut
Menag, penggunaan pengeras suara di masjid dan musala
merupakan kebutuhan bagi umat islam sebagai salah satu
media syiar Islam di tengah masyarakat. Namun hal ini
berbuntut menuai pro kontra dari beberapa pihak.
Dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/2/2022),
Menag Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan bahwa pengeras
suara masjid memang dibutuhkan umat Islam sebagai bagian
dari syiar agama. Namun, menurutnya, masyarakat Indonesia
sangat beragam, baik agama maupun latar belakangnya,
sehingga pengaturan pengeras suara masjid bertujuan untuk
kemaslahatan bersama.
Penggunaan pengeras suara masjid tanpa aturan
memang banyak dikeluhkan. Tidak saja oleh nonmuslim, tapi
juga umat Islam sendiri. Seperti dalam laporan media asing AFP
berjudul "Kesalehan atau polusi suara? Indonesia atasi reaksi
volume adzan" yang diterbitkan pada pertengahan Oktober 2021
lalu. Rina, seorang muslimah berusia 31 tahun, mengalami
insomnia dan gangguan kecemasan gara-gara kerap tersentak
bangun oleh pengeras suara masjid yang begitu keras pada
pukul 03.00 pagi. Masjid itu berada di dekat rumahnya di
pinggiran Jakarta. Kekhawatiran itu memang bukan tanpa
alasan. Sejumlah peristiwa sosial di Indonesia pernah terjadi
gara-gara mengeluhkan pengeras suara masjid. Nah bagaimana
sebenarnya isu tersebut bisa terjadi, apakah karena
kesalahpahaman terhadap apa yang disampaikan pak Menag.
Sekarang, Toa sudah menjadi kata ganti atau kata benda
untuk menyebut alat pengeras elektronik di Indonesia.
Bangunan masjid di Indonesia juga tidak lepas dari yang namanya
pengeras suara atau biasa disebut toa (karena yang umum
digunakan adalah merk “TOA”. Fungsi pengeras suara
di masjid sendiri digunakan untuk berbagai macam kebutuhan
Penyebab Masalah seperti mengumandangkan adzan, sholawat, maupun ayat-ayat suci
(dianalisis apa yang Al-Quran.
menjadi akar Satuan ukur suara atau disebut desibel (dB) tengah banyak
2.
masalah yang diperbincangkan publik, lantaran pembatasan volume pengeras
menjadi pilihan suara untuk aktivitas masjid dan musala oleh Kementerian Agama.
masalah) Suara memiliki ukuran yang beragam jika diterima oleh beberapa
makhluk hidup, dan sebagian ada yang merasa terganggu, sebagian
tidak.
Untuk mengetahui suatu suara tampak lebih keras daripada
yang lain adalah dengan melihat jumlah energi yang dihasilkan
sumber suara ke pendengar. Itulah intensitas suara yang objektif,
karena jumlah energi itu bisa diukur dan disepakati
penghitungannya.
Telah beredar postingan atau berita di Media sosial yang
menjelaskan tentang "Menag : mulai sekarang adzan & ceramah
dilarang menggunakan toa, yang melanggar bisa dihukum pidana!"
kementerian agama RI akhirnya menerbitkan suara edaran
mengatur penggunaan pelatang suara masjid, setelah vonis penjara
bagi ibu meiliana yang dianggap menistakan agama karena
memprotes kebisingan adzan menjadi polemik. Banyak kalangan
yang mengatakan membandingkan suara adzan dengan suara
anjing.
Faktanya setelah ditelusuri berita tersebut adalah Salah,
berdasarkan semua bukti yang ada pernyataan ini tidak akurat.Isi
berita yang dipublikasikan Operaind news itu ternyata berbeda
dengan judul yang tertera. Di dalam berita, tidak ada keterangan
bahwa Menteri Agama RI melarang penggunaan toa atau pengeras
suara untuk adzan dan ceramah.Isi berita sebenarnya adalah
Kementerian Agama RI menerbitkan surat edaran untuk mengatur
penggunaan pelantang suara masjid. Dalam surat edaran
B.3940/DJ.III/Hk. 00.7/08/2018 itu memerintahkan semua masjid
mempunyai dua pelantang suara. Satu pelantang suara di menara
atau luar masjid, sedangkan satu lagi berada di dalam.
Pelantang suara di menara luar, hanya digunakan untuk
adzan sebagai penanda waktu shalat. Tidak boleh untuk
menyiarkan doa atau zikir. Sementara untuk pelantang suara dalam,
digunakan untuk doa. Namun syaratnya, doa tidak boleh
meninggikan suara. Dalam himbauan itu juga diminta kepada
pengurus masjid mengutamakan suara merdu dan fasih saat
menggunakan mikrofon.
Selain mengajarkan kebaikan, Islam juga mengajarkan
kebaikan itu harus dilakukan dengan cara-cara yang baik.
Mengajak orang lain ibadah itu sangat baik, namun demikian
ajakan itu pun harus dilakukan dengan cara-cara yang baik.
Termasuk dalam hal ini adalah penggunaan pengeras suara atau
mikrofon di tempat ibadah seperti masjid dan mushalla.
Dalam hal ini ada dalil atau argumentasi ilmiah tentang
pengaturan penggunaan pengeras suara yang layak dipahami dari
pemberitahuan bagi orang pintar dan orang awam bahwa
mengganggu orang lain dengan Mikrofon hukumnya Haram.
Banyak ayat dan hadits yang memerintah untuk
Solusi
memelankan suara dalam shalat, dzikir dan doa. Sebagai contoh
a. Dikaitkan dengan
adalah ayat dan hadits berikut:
teori/dalil yang
‫عا نَ ْفسِكَ فِي َربَّكَ َواذْكُ ْر‬ َ َ ‫ال بِ ْالغُد ُِو ْالقَ ْو ِل مِنَ ْال َج ْه ِر َود ُونَ َوخِ يفَةً ت‬
ً ‫ض ُّر‬ ِ ‫ص‬َ َ‫َو ْاْل‬
relevan
‫ْالغَافِلِينَ ِم َن تَكُ ْن َو َل‬
b. Sesuaikan
Artinya, “Ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah
3. dengan
hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada
langkah/prosedur
waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang
yang sesuai
yang lalai.” (Surat Al-A’raf ayat 205).
dengan masalah
‫اس أَيُّ َها‬ َ ‫ْس إِنَّكُ ْم أ َ ْنفُ ِسكُ ْم‬
ْ ‫علَى‬
ُ ‫اربَعُوا ال َّن‬ َ َ ‫تَدْعُونَ إِنَّكُ ْم غَائِبًا َولَ أ‬
َ ‫ص َّم تَدْعُونَ لَي‬
yang akan
َ ‫َمعَكُ ْم َوه َُو قَ ِريبًا‬
‫سمِيعًا‬
dipecahkan
Artinya, “Wahai manusia, kasihanilah diri kalian dengan
mengecilkan suara kalian saat berd. Sungguh kalian tidak
memanggil zat yang tuli dan yang gaib. Sungguh kalian memanggil
Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat. Allah bersama
kalian.” (HR Muslim)
Ayat dan hadits seperti diatas secara eksplisit
memerintahkan agar orang memelankan suara dalam shalat, dzikir
dan doa dan secara implisit melarang melakukannya secara terlalu
keras. Larangan ini juga memasukkan dengan pengeras suara,
apalagi dilakukan dengan volume maksimal yang memekakkan
telinga dan menggangu orang lain.
Bangunan dalil argumentasi di atas memberi pengertian
kepada kita bahwa penggunaan pengeras suara luar untuk ibadah,
doa, dan kecuali untuk azan secara lebih sederhana dapat diperinci
sebagai berikut:
1. Bila mengganggu orang lain maka hukumnya haram,
meskipun yang terganggu hanya sedikit.
2. Bila tidak mengganggu orang lain, maka hukumnya adalah
khilafus sunnah atau tidak berkesesuaian dengan sunnah, sebab
syariat tidak menyunahkan mengeraskan suara dalam ibadah,
doa, sehingga menggangu orang lain.
Setelah memahami berbagai catatan ini, sudah seharusnya
kita mengevaluasi penggunaan pengeras suara luar yang kadang
memang mengganggu orang di luar jamaah, yang tidak berani
menyampaikan keluhannya karena khawatir dianggap menista.
Karenanya pengaturan pengeras suara di masjid dan musala layak
diapresiasi, terlepas dari pro dan kontra yang mengitarinya.
Wallahua’lam.

Anda mungkin juga menyukai