Anda di halaman 1dari 103

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Berbicara tentang Pendidikan
Hakikat alam dan ciptaan Tuhan senantiasa bekarja. Bahkan benda-benda
tidak bernyawa yang berada di alam lepas pun senantiasa
bergerak---“bekerja”. Sifat kerja adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Tiap-
tiap yang menentang dalil ini akan hancur. Tiap-tiap yang melaksanakan dalil
ini akan bahagia sejahtera.

--- Tengku Syafei, 1926 (pendiri INS Kayutanam, Sumatera Barat) ---

Peran pendidikan di masyarakat masa lalu tanpa kehadiran


Kemendikbud telah mampu melahirkan generasi yang handal di berbagai
bidang. Sebutlah ada Agus Salim, Hamka, Hatta, Sutan Sahrir, M. Natsir, M.
Syafei, juga ada Ki Hajar Dewantara, Sutomo, Oto Iskandar Dinata, Kartini,
RA Dewi Sartika, dan berbagai manusia unggul lainnya di berbagai lapisan
masyarakat yang ada di Indonesia. Ilustrasi lain adalah pendidikan berabad-
abad silam. Pendidikan di zaman Plato yang dilaksanakan di bawah pohon,
dan tanpa dinding, ternyata juga mampu mendidik anak-anak menjadi
cerdas, kreatif, dan produktif. Melahirkan banyak filosuf dan pemikir pada
zamannya.
Sementara saat ini, kita telah memiliki banyak lembaga pendidikan
mulai dari jenjang SD bahkan TK telah berdiri dan tersebar hingga ke daerah
terpencil di pelosok-pelosok negeri dalam rangka wajib belajar 12 tahun.
Namun kenyataannya, sebagai bangsa yang besar dengan jumlah penduduk
nomor 4 terbesar di dunia kualitas bangsa masih dirasakan relatif rendah.
Meningkatkan mutu pendidikan mulai dari jenjang pra sekolah dan
pendidikan dasar merupakan sebuah komitmen untuk memperkokoh jenjang
pendidikan selanjutnya. Sebagai upaya melahirkan generasi muda yang
BUKAN hanya mampu (able) hidup, tetapi juga dapat bertahan (survive)
hidup. Bahkan kalau dapat unggul (excel) dalam kehidupannya. Oleh karena
hanya dengan begitulah bangsa yang besar ini kelak dapat bertahan ada
(exist) dan dihargai di mata dunia.
Untuk bertahan ada (exist) serta bermartabat dalam masyarakat
masa depan, maka setiap individu bangsa hendaknya memiliki empat ciri
dasar terkait dengan peran dalam kehidupannya. Keempat peran yang
berjalan secara simultan itu adalah peran individu sebagai anak, anak
dengan Tuhan, anak dengan alam semesta, dan anak dengan sesama
makhluk Tuhan. Ciri-ciri tersebut mencerminkan aspek personal dan sosial.
Inilah aspek dasar yang mesti dimiliki anak SD menurut dokumen program
pendidikan kecakapan hidup (2003). Yang juga diistilah sebagai kecakapan
hidup generik (general life skill). Proses pembelajaran dengan pembenahan
aspek personal dan sosial merupakan prasyarat yang mesti diupayakan
berlangsung di SD. Program pendidikan kecakapan hidup umum ini
diharapkan akan dapat membantu serta melakukan koreksi terhadap banyak
ketidakpatutan dalam sistem persekolahan yang ada. Namun sayang,
harapan akan terjadinya perubahan melalui program lifeskill tidak memberi
pengaruh yang berarti. Masih banyak sekolah dengan sedikit ciri-ciri belajar,

1
kurang kreatif, terlalu banyak menghafal, kurang menyenangkan, konsumtif
serta kurang produktif.
Di tengah persaingan yang menjadi semakin ketat “Head to Head”
program Pendidikan Kecakapan Hidup ini diharapkan dapat menyiapkan
anak-anak yang duduk di SD mampu memainkan perannya sebagai individu
(it’s self) pemelajar untuk kemudian menjadi bagian dari komunitasnya (It’s
people). Anak-anak jenjang SD tidak hanya butuh kecakapan menulis-
membaca-berhitung melainkan juga butuh suatu kecakapan dasar lain yang
mengajaknya cakap menalar dan mengarifi kehidupan, yang sekarang
kemudian berkembang dan dikenal sebagai “literacy for life”. Tanpa landasan
pijakan ini, manusia sebagai individu akan mudah tumbang dan hanyut
dalam arus kehidupan yang tidak berujung.
2. Potret Suram Kekinian Pendidikan Kita?

Memekarkan kemampuan murid, termasuk murid yang memiliki kebutuhan


khusus merupakan tujuan kita bersama dalam mewujudkan pendidikan berkualitas
menyongsong datangnya era globalisasi total. Memekarkan kemampuan murid
bukan hanya terkait dengan membantu menumbuhkembangkan potensi emosi
sosial yang sehat, berpikir yang cerdas, pisik yang sehat kuat, namun yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana membangun perilaku yang dialirkan dalam berbagai
bidang pembelajaran yang ada di jenjang sekolah dasar dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain kita perlu memikirkan nilai-nilai edukatif
“yang bermoral dan berkarakter” selain aspek kognitif/akademik.
Menurut Hyland (1994) kurikulum yang dibutuhkan untuk kehidupan di abad 21
adalah kurikulum yang mengakomodasi nilai yang ada dan dianut masyarakatnya
(seperti berpikiran terbuka, melihat jauh ke depan, demokratis, dan menyediakan
kesempatan kehidupan di berbagai bidang) serta mengenali beragam aspek yang
dimiliki murid seperti aspek personal, spiritual, moral, sosial, dan budaya. Murid
belajar di sekolah untuk menghimpun kekuatannya sebagai persiapan berjalan ke
masa depannya (learning for life). Menghadirkan simulasi kehidupan nyata dalam
proses pembelajaran di sekolah merupakan cara yang sangat patut. Terutama di
jenjang pendidikan dasar. Bukan belajar untuk sekolah seperti yang banyak terjadi
selama ini, dengan menjejali otak mereka dengan cara belajar hapalan dan tes-tes
tertulis pilihan ganda, betul atau salah. Kesan belajar komsumtif dengan
mengandalkan cara seperti ini memperlihatkan cara belajar tingkat rendah. Di mana
anak belajar hanya dituntut untuk memenuhi kepentingan sekolahnya (learning for
school).
Dunia pendidikan mestinya mampu memecahkan permasalahan yang
dibutuhkan dunia nyata. Sebagai individu pemelajar yang kelak kemudian akan
memasuki dunia kerja yang produktif dalam hidup di masyarakatnya, maka mereka
yang berkebutuhan khusus membutuhkan pendidikan yang dapat mengembangkan
semua potensi dirinya secara optimal. Inilah yang diistilahkan sebagai kemerdekaan
dan kemandirian dalam hidup. Untuk itu keberadaan pendidikan yang dapat
menggenapkan kehidupan mereka sebagai anak adalah sebuah kemestian….. !
Sementara itu lihatlah pendidikan yang diterima anak-anak kita di sekolah…
Mereka malas, bosan, dan menderita belajar. Mereka tidak diberi
kesempatan untuk dapat memekarkan diri sebagai anak. Guru membelajarkan
murid dengan cara yang kurang menyenangkan. Materi pembelajaran kurang
berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan mereka sebagai anak. Belum lagi

2
persaingan antarsekolah yang berdampak pada sistem pembelajaran yang ketat,
dan kaku untuk dapat menjadikan sekolah mereka sebagai sekolah favorit
unggulan. Kesan ekslusif inilah yang menjadi kecenderungan di banyak wilayah
negeri ini. Inilah potret yang kontradiktif dengan pendidikan inklusif dan
kontroversial.

Antusias dalam belajar terkadang diabaikan guru dan inilah yang menyebabkan
banyak murid patah hati dengan gurunya…
Dan itulah pemicu anak-anak tidak senang bersekolah dan bermasalah dengan diri
dan dengan lingkungan sekitarnya !

Tidak diragukan lagi bahwa di seluruh negeri kita masih banyak anak
tidak menerima pendidikan yang cocok/sesuai, termasuk sejumlah anak
yang mempunyai kebutuhan khusus (anak luar biasa). Walaupun
kenyataannya kita telah melewati lima puluh tahun sejak PBB berbicara
melalui deklarasi hak azasi manusia, yang menyatakan bahwa setiap orang
mempunyai hak untuk mengikuti pendidikan.

B. Perspektif Hukum Pendidikan


1) Pendahuluan
Ketika kita berbicara pendidikan dalam tataran teori dan praktek, maka
tak mungkin kita mengabaikan berbagai faktor yang berkaitan dengannya.
Kaitan langsung maupun tidak langsung. Beberapa faktor yang langsung
berpengaruh pada pendidikan adalah siswa dengan segala dan keragaman
keadaannya, guru dengan berbagai kemampuan, motivasi, kepribadian,
pembelajaran. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah perangkat
peraturan. Keberadaan suatu lembaga akan diakui manakala disahkan oleh
peraturan yang ada, baik Undang-Undang Dasar, Undang-Undang,
peraturan Pemerintah dsb.
Pendidikan bisa berlangsung di manapun. Oleh karena itu sebenarnya
mungkin saja bisa dilaksanakan walaupun hukumnya tidak ada atau belum
ada. Peraturan yang dibuat oleh para penguasa selayaknya didasari untuk

3
kepentingan dan kebaikan semua masyarakat. Keberadaan suatu hukum
juga semestinya untuk lebih menumbuhkan kreativitas dan aktivitas warga
masyarakat.
Hukum manusia memang dilahirkan untuk dipatuhi, termasuk peraturan
dalam bidang pendidikan dan rehabilitasi bagi anak bangsa ini. Hukum
buatan manusia sebaiknya dilaksanakan dengan kritis. Hukum manusia
bukanlah suatu yang disakralkan, tidak mungkin di ubah oleh siapapun.
Oleh karena itu kewajiban kita bersama untuk memberikan koreksi pada
perundangan, peraturan, atau hukum di bidang pendidikan bilamana kita
rasakan, analisa dan atau kaji baik secara perorangan maupun kelompok
ada hal-hal yang kurang sempurna.
Sebagai illustrasi peran hukum dalam dunia pendidikan adalah
penghapusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dikarenakan adanya
perangkat hukum yang membahas ini. Dalam Peraturan Pemerintah
tersebut dinyatakan bahwa pendidikan guru harus dilaksanakan oleh
institusi setingkat universitas. Penghapusan ini sejalan dengan peraturan
kepegawaian yang mensyaratkan guru itu minimal starta satu.
Masalah yang kerap muncul adalah lemahnya sosialisasi dari peraturan
yang telah dibuat. Oleh karena itu, makalah ini disusun dalam kerangka
mengajak peserta lokakarya untuk mengingat ulang berbagai peraturan
berkaitan dengan pendidikan, dan hak anak. Kita juga diharapkan
mengkaji peraturan yang ada secara kritis, juga kita akan mencoba
mengkaji tentang jaminan social di negara kita ini.
Marilah kita mencoba melihat berbagai faktor yang mempengaruhi
pendidikan, kemudian pada bagian berikutnya menelaah berbagai
peraturan, teori dan pengalaman yang ada tentang pendidikan. Dilanjutkan
dengan mengaitkannya pada pendidikan inklusif untuk anak tunadaksa.

2. faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan Inklusif


Pendidikan sebagai usaha sadar untuk meningkatkan / membawa
peserta didik ke arah yang lebih baik sesuai dengan filsofi suatu kelompok
atau negara tentulah tidak akan terlepas dari keterkaitan dan
keterpengaruhan dengan berbagai hal. Secara sederhana dapatlah
digambarkan sebagai berikut :
Hukum dan perundang-undangan merupakan bagian yang penting dalam
proses peralihan. Pada kajian ini peranan yang akan dibahas lebih
dikaitkan pada inklusif.
a) Peranan
1) Mengartikulasikan prinsip-prinsip pendidikan dan hak anak sehingga
menghasilkan kerangka kerja untuk inklusi.
2) Reformasi elemen - elemen pada sistim yang sudah ada yang
kemungkinan menghambat proses kependidikan yang inklusif.
(Misalnya : kebijakan yang melarang anak-anak dari kelompok
tertentu untuk mengikuti pendidikan umum di lingkungan terdekat
dari tempat tinggal siswa karena alasan ekonomi, kelainan baik fisik
maupun mental, budaya dsb.)

4
3) Setiap sekolah (umum) seharusnya menerima dan mendidik siswa di
lingkungan terdekatnya.
4) Mengembangkan prosedur-prosedur dan praktik pendidikan yang
dapat memfasilitasi inklusi. (Misal : perumusan kurikulum yang
fleksibel)

b) Prinsip
Pemerintah beserta lembaga legislative sebaiknya membuat satu
Undang-Undang yang mencakup semua aspek pendidikan. Perundangan
yang akan dibuat dengan mereformasi aturan yang kira menghambat
pendidikan untuk semua. Nampaknya juga telah ada konsensus bahwa
perundangan bukan merupakan langkah pertama dalam pelaksanaan
pembahruan pendidikan, termasuk di dalamnya pendidikan inklusif.
Perundangan bisa saja mengikuti setelah berbagai kajian dilakukan di
lapangan. Oleh karena itu porogram uji coba ini sangat strategis sebagai
bahan masukan untuk pembuatan perturan, setidaknya Perturan Daerah
tingkat Provinsi dan atau tingkat Kabupaten/ Kota.
Penting juga kita menganalisis Perundang-undangan (UUSPN
No.20/2003 dan UU No.4/1997, misalnya) kemudian mencari hal-hal yang
menghambat atau tidak sesuai dengan philosophi pendidikan mutakhir. Kita
dapat memasukan suatu idea pada perubahan UU No. 20/2003.
Bermanfaat kalau kita mengkombinasikan secara fair Undang-undang
yang berisi garis besar dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah,
Peraturan Menteri yang lebih rinci. Cara ini mungkin lebih menguntungkan
karena peraturan pelaksanaan lebih detail akan lebih fleksibel.
Kita perlu memikirkan peraturan yang terpadu karena berbagai instansi
terkait dalam penanganan anak berkebutuhan khusus. Misal : anak jalanan
di klaim merupakan tanggung jawab Desos. Anak Korban Narkotika
ditangani oleh Departemen Kehakiman dan HAM. Sementara pendidikan
mereka semestinya merupakan tanggung jawab aparat pendidikan.

3. Hukum dan Perundang-undangan mengenai: Pendidikan, Hak anak, dan


Jaminan Sosial
Saya berkeyakinan sebagian besar peserta lokakarya ini sudah
memahami tentang berbagai aspek hukum, Undang-Undang dan peraturan
tentang pendidikan , oleh karena itu perkenankan saya menyampaikan dan
mengajak kita semua untuk menelaah yang berkaitan dengan anak
berkebutuhan Khusus. Sebagaimana anda ketahui bahwa anak
berkebutuhan khusus itu terdiri dari : mereka yang memperoleh kelainan,
baik sementara maupun tetap, sehingga memerlukan bantuan layana
khusus dalam program pendidikannya. Kelainan tersebut bisa berupa
kelainan fisik, mental, social, budaya, ekonomi, maupun politik. Pada
kesempatan ini kita coba bahas tentang hak dan kewajiban mereka yang
selama ini kurang mendapat perhatian, yaitu anak luar biasa.
a. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang pendidikan
1) Undang-Undang Dasar 1945 (diamandemen 10 November 2001)

5
Pasal 31 :
(1) Setiap warganegara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warganegara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu system
pendidikan nasioanal yang meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
Bila kita perhatikan dengan seksama kalimat pada tiga ayat pasal
31 tersebut di atas, maka tidak ada alasan anak Indonesia tidak
pernah bersekolah. Bagaimanapun kondisi anak tersebut haruslah
menamatkan pendidikan dasar. Konsekuensi dari pernyataan ini
adalah bahwa setiap anak sebaiknya dilayani sesuai dengan keadaan
masing-masing.
Bunyi ayat (3) harus dimaknai lebih luas. Kecerdasan itu tidak sama
dengan IQ saja karena sekarang banyak orang berhasil tidak
tergolong ber IQ tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan
itu juga ditentukan oleh EQ, SQ, Music Intelegent (Multiple
Intelligence Theory) dsb.
Kak Seto menyebutkan anak itu ibarat taman sari bungan di
halaman rumah kita. Taman terdiri dari berbagai kembang : rose,
melati atau bunga lainnya. Tanaman ini berkembang sesuai karakter
dan cirri khas masing-masing. Mawar tidak bisa dipaksakan untuk
berbunga anggrek. Mawar tetap kita harapkan menjadi mawar. Di
taman juga ada rumput. Rumput yang menjadi parasit bagi tanaman
padi, bisa menjadi primadona pada taman yang hijau asri di halaman
rumah pesiden Megawati Soekarno putri.

Kita kenal Soeharto, Habibi, Megawati, Rudi Hadi Soewarno, Rudi


Khaerudin, Rudy Hartono, dan Gus Dur. Siapakah diantara mereka
yang terggolong cerdas?
Apakah Habibbi karena seorang akhli pesawat dan bergelar Profesor
Doktor? Ataukah Rudi Khaerudin karena juru masak yang handal?
Ya saya sependapat dengan anda bahwa kesemua orang tersebut di
atas cerdas Kecerdasan mereka di bidang masing-masing yang
berbeda. Seorang BJ Habbi tidak bisa menjadi Rudi Hadi Soewarno.
Gus Dur dengan gayanya tersendiri tidak bisa dipaksakan menjadi
Soeharto meski mereka sama-sama pernah menjadi presiden.

Jadi mari kita maknai mecerdaskan kehidupan bangsa bukan


sekedar meningkatkan pengetahuan yang memerlukan IQ tinggi.
Orang bisa cerdas walaupun IQ nya tidak tinggi. Yang utama justeru
kita perlu tingkatkan adalah keimanan dan ketaqwaan. Dengan
persepsi seperti inilah kita akan dapat mencapai buta pendidikan
seminimal mungkin. Insya Allah sebagian beasar, kalau tidak 100 %,
anak Indonesia bisa mengikuti pendidikan dasar 9 tahun.
Pasal 28 H

6
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadlilan.
Pasal 28 I
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar
apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu (amandemen disahkan 18
Agustus 2000).

Dari kedua pasal di atas dapat dimaknai bahwa setiap anak di


Indonesia boleh masuk sekolah apapun juga, terutama yang terdekat
dengan tempat tinggalnya. Sekolah apapun juga terutama SD tidak
bisa menolak seseorang karena tidak mampu memberikan “dana
sumbangan pembangunan” atau mungkin karena dianggap tidak
memenuhi criteria kecerdasan tinggi. Penolakan tersebut bisa
dimaknai tindakan diskriminatif yang tidak sesuai dengan Undang-
undang nomor 20 pasal 4 yang menyatakan Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.Oleh karenanya
kewajiban pemerintah, terutama pemerintah Kota/kabupaten untuk
memberikan perlindungan hukum kepada mereka.
Manakala kita hubungkan dengan UU No. 4 tahun 1997 akan nampak
jelas bahwa kepala sekolah yang bertindak diskriminatif harus
mendapat sanksi administratif. Sangsi ini barangkali belum pernah
terpikirkan oleh para kepala dinas kota/kabupaten.

Esensi dari kedua pasal di atas adalah adanya persamaan bagi


setiap orang. Kesempatan untuk mencapai persamaan inilah yang
harus dipermudah oleh berbagai fihak terkait, terutama oleh
pemerintah. Dalam dunia pendidikan persamaan ini harus diartikan
upaya memberi kesempatan seluas-luasnya bagi anak berusia 7-12
tahun mengenyam pendidikan, baik formal maupun non formal. Kita
tidak bisa lagi beralasan anak-anak membantu orang tuanya sehingga
sekolah menjadi libur. Ada cara lain yang bisa ditempuh untuk
mengatasi ini, misalnya : jam sekolah disesuaikan dengan jam kerja
mereka.
Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17 dijelaskan bahwa
kurikulum harus disesuaikan dengan peserta didik.
(1) Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain
yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat
setempat, dan peserta didik.

2) UU Nomor 20 tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional

7
Sebagaimana kita maklumi bersama bahwa UU No. 20 tahun 2005
tentang Sistem Pendidikan Nasional ini kini sedang dalam
pelaksanaan. Ada beberapa pasal dan ayat UU No. 20 tahun 2005
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang perlu dikemukakan pada
saat ini, yaitu : BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA,
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH, Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara Pasal 5 : (1) Setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu (Every citizen has an equal right to get qualified
education).
Kita simak penjelasan UU ini. Pasal ini menunjukkan bahwa
setiap warganegara memiliki hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan pada setiap satuan, jenjang dan jenis pendidikan. Oleh
karena itu pengaturan pelaksanaan hak tersebut tidak boleh
mengurangi arti keadilan dan pemerataan bagi setiap warga negara
untuk memperoleh pendidikan. Pada Pasal 11 lebih jauh ditegaskan
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan
dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya
dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga
negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
Ini pun menunjukkan pada kita bahwa pada saat para pengelolala
pendidikan membuat perencanaan mesti mempertimbangkan bahwa
semua anak yang berada di lingkungan suatu sekolah mempunyai
akses ke sekolah tersebut. Ada beberapa tempat yang menhadapi
dilema daya tampung dan permintaan namun sekarang pada
umumnya SD bisa menampung calon siswa di lingkungannya. Pada
sekolah yang daya tampungnya kurang dibanding calon siswa harus
berfikir keras siapa yang akan diprioritaskan, tetangga dekat atau
tetangga jauh?
Bahkan kalau kita menafsirkan lebih luas lagi suatu lembaga
pendidikan itu harus mampu memberi akses dan dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat sekitarnya. Warga sekitar tidak hanya,
misalnya, merasakan kegaduhan, dan kemacetan namun juga
mendulang manfaat dari keberadaan lembaga tersebut.
Pada pasal 5 ayat (5) disebutkan Setiap warga negara berhak
mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Ini
bermakna Setiap warganegara mempunyai kesempatan yang seluas-
luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan,
kemampuan dan ketrampilan yang sekurang-kurangnya setara
dengan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan tamatan
pendidikan dasar.
Pasal ini memberikan pedoman bahwa pendidikan dasar, mempunyai
fungsi untuk mempersiapkan bekal dasar bagi pengembangan
kehidupan, sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang diperlukan oleh

8
setiap warganegara sekurang-kurangnya setara dengan pendidikan
dasar dalam membekali dirinya.
Mari kita tafsirkan pasal ini dengan pasal 13 yang menyebutkan
bahwa : pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan
sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat serta
mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk
mengikuti pendidikan menengah.
Pemahaman ketrampilan sekurang-kurangnya setara dengan
pendidikan dasar haruslah didasari pengertian kita tentang anak
dalam psikologi pendidikan. Kita yakini bersama bahwa tidak ada
seorangpun yang sama persis satu sama lain. Oleh karena itu
keberagaman peserta didik juga harus menjadi pertimbangan dalam
penafsiran pasal 6 ini. Sehingga yang lebih penting diperhatikan
adalah ketrampilan yang mampu membekali diri siswa itu. Ada siswa
yang mau melanjutkan samapi ke jenjang S3 maka harus
diberikan bekal ketrampilan yang berbeda dengan siswa yang bercita-
cita menjadi pengusaha.
Pasal 7 : Penerimaan sesorang sebagai peserta didik dalam suatu
satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis
kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan
ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan
pendidikan yang bersangkutan.
Pasal ini mengingatkan kita bahwa dalam pendidikan harus
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap warga
negara, dalam keadaan bagaimanapun, untuk memperoleh
pendidikan, oleh karena itu, dalam penerimaan peserta didik tidak
dibenarkan adanya pembedaan jenis kelamin, agama, suku, rasa,
latar belakang sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, kecuali dalam
satuan pendidikan yang memiliki kekhususan. Kekhususan di sini
adalah kekhususan dalam ketrampilan tertentu misalnya :
keterampilan kewanitaan, keterampilan tehnik, keterampilan
keagaamaan. Tidak bisa diartikan dan tidak dibenarkan berdasarkan
kesukuan misalnya sekolah khusus untuk orang Batak, Cina,
Menado, Sunda, Ambon.
Apakah sekolah khusus untuk orang-orang jenius diperbolehkan?
Apakah Kalau sekolah memilih siswa karena faktor ekonomi sesuai
dengan pasal ini? Silakan anda kaji dengan hati nurani yang bening
dan fikiran yang jernih.
Menarik bila kita hubungkan pasal-pasal di atas dengan Pasal 34
(1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti
program wajib belajar.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya
wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya.

9
(3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
Persyaratan seseorang diterima di SD adalah usia kalender, 7
tahun wajib diterima dan 6 tahun boleh diterima, tidak yang lainnya.
Namun sering kita jumpai adanya aturan yang kurang selaras dengan
UU ini. Misalnya : Mereka yang diprioritaskan diterima adalah yang
sudah mampu membaca dan menulis. Calon Siswa berusia 7 tahun
namun belum bisa membaca disarankan mencari sekolah dasar lain.

Atau ada SD yang mendahulukan siswa berusia 6 tahun, sementara


siswa yang berusia tujuh tahun ke atasmenjadi prioritas kedua dst.

3) UU No. 4/1997 tetang Penyandang cacat


Berkaitan dengan siswa berkebutuhan khusus yang terlabeli
penyandang cacat telah diatur dalam UU No. 4/1997. Karena
kedudukan hukum UU lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah maka
kita harus mendahulukan UU sebagai acuan. Manakala ada PP atau
Peraturan Menteri atau aturan yang di bawahnya bertentangan
dengan UU maka yang harus kita prioritaskan adalah UU.
Marilah kita kutip beberapa pasal yang berkaitan dengan pendidikan .
Pasal 6 : Setiap penyandang cacat berhak memperoleh :
(2) pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan.
(6) hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan
dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak
dalam lingkungan keluarga dan masyarakat..
Dihubungkan dengan UU No. 20/2003 di atas maka pasal ini lebih
mempertegas bahwa setiap anak Indonesia berhak mengikuti
pendidikan di lingkungan terdekat dengan tempat tinggalnya,
sekalipun dia dalam keadaan kekurangan, cacat , kurang berutung
atau apapun label yang diberikan masyarakat.
Pemerintah dan masyarakat mempunyai kewajiban untuk
menyediakan kesempatan agar hak-hak anak berkebutuhan khusus
ini terwujud.
Pasal 8 : Pemerintah dan/atau masyarakat berkewajiban
mengupayakan terwujudnya hak-hak penyandang cacat.
Kita sebagai masyarakat atau juga sekaligus pemerintah perlu
memfasilitasi agar setiap anak, termasuk mereka yang berkebutuhan
khusus tentunya, dapat belajar dengan tidak menjauhkan anak dari
orangtuanya dan keluarganya. Salah satu caranya melalui pendidikan
inklusif.
Pasal 10 : (1) Kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam
segala kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan
aksesibilitas.

10
(3) Penyediaan aksebilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat dan
dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Institusi pendidikan umum harus memperhatikan dan sekaligus
melayani anak luar biasa/ cacat. Lebih jauh dalam bidang pendidikan
bagi anak penyandang cacat tertuang dalam pasal 12 .
Pasal 12 : Setiap lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan
perlakuan yang sama kepada penyandang cacat sebagai peserta
didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan
jenis dan derajat kecacatannya
Pemberian kesempatan bagi setiap orang untuk diterima di sekolah
yang kita kelola menjadi sebuah kewajiban. Suatu kewajiban tentu bila
dilanggar harus mendapatkan sanksi. Adakah sanksinya bila suatu
sekolah melanggar pasal –pasal di atas. Jawabannya terdapat pada
pasal 29 UU No. 4/1997.
Pasal 29 : (1) Barangsiapa tidak menyediakan aksesibilitas
sebagaimana dimaksud pasal 10 atau tidak memberikan kesempatan
dan perlakuan yang sama bagi penyandang cacat sebagai peserta
didik pada satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 12 dikenakan sanksi administrasi.
Sanksi administratif tersebut semestinya diberikan pada setiap
lembaga yang tidak memberikan akses kependidikan bagi setiap
anak, baik itu Kepala Sekolah, Guru, Kepala Dinas Pendidikan atau
siapapun juga. Persoalannya adakah keinginan kita bersama untuk
melaksanakan ini? Adakah upaya dari berbagai fihak, terutama
presiden untuk membuat PP yang tegas dan jelas, serta efektif?
Saya yakin sebagai insan yang beragama dan sekaligus pendidik
yang profesional maka kita dalam posisinya masing-masing akan
berupaya untuk dapat membuka peluang bagi semua anak mengikuti
pendidikan. Terlepas dari ada atau tidaknya hukum. Kendala
administratif, metoda dan biaya adalah merupakan tantangan bagi
kita, bukan merupakan penghambat.
4) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif
KEWAJIBAN PEMERINTAH PUSAT
1) Membantu tersedianya sumber daya pendidikan inklusif. (Pasal 6
ayat 3)
2) Membantu penyediaan tenaga pembimbing khusus bagi satuan
pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif yang memerlukan
sesuai dengan kewenangannya. (Pasal 10 ayat 4)
3) Membantu meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus
bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif. (Pasal 10 ayat 5)
4) Memberikan bantuan profesional kepada satuan pendidikan
penyelenggaraan pendidikan inklusif. (Pasal 11 ayat 2)

11
5) Melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan inklusif sesuai
dengan kewenangannya. (Pasal 12)
6) Memberikan penghargaan kepada pendidik dan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan
inklusif, satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif,
dan/atau pemerintah daerah yang secara nyata memiliki komitmen
tinggi dan berprestasi dalam menyelenggarakan pendidikan
inklusif . (Pasal 13)
KEWAJIBAN PEMERINTAH PROVINSI
1) Membantu tersedianya sumber daya pendidikan inklusif. (Pasal 6
ayat 3)
2) Membantu penyediaan tenaga pembimbing khusus bagi satuan
pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif yang memerlukan
sesuai dengan kewenangannya. (Pasal 10 ayat 4)
3) Membantu meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus
bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif. (Pasal 10 ayat 5)
1) Memberikan bantuan profesional kepada satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan inklusif melalui kelompok kerja
pendidikan inklusif. (Pasal 11 ayat 2 dan ayat 3)
2) Melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan inklusif
sesuai dengan kewenangannya. (Pasal 12)
KEWAJIBAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
1) Menunjuk minimal satu sekolah dasar, dan satu sekolah
menengah pertama pada setiap kecamatan dan satu satuan
pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan
inklusif yang wajib menerima peserta didik. (Pasal 4).
2) Menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif sesuai dengan
kebutuhan peserta didik. (Pasal 6 ayat 1)
3) Menjamin tersedianya sumberdaya pendidikan inklusif pada
satuan pendidikan yang ditunjuk. (Pasal 6 ayat 2)
4) Menyediakan paling sedikit satu orang guru pembimbing khusus
pada satuan pendidikan yang ditunjuk untuk menyelenggarakan
pendidikan inklusif. (Pasal 10 ayat 1)
5) Pemerintah kabupaten/kota wajib meningkatkan kompetensi di
bidang pendidikan khusus bagi tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan
inklusif. (Pasal 10 ayat 3)
6) Memberikan bantuan profesional kepada satuan pendidikan
penyelenggaraan pendidikan inklusif. (Pasal 11 ayat 2)
7) Melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan inklusif sesuai
dengan kewenangannya. (Pasal 12)

KEWAJIBAN SATUAN PENDIDIKAN/SEKOLAH


1) Menyelenggarakan pendidikan inklusif. (Pasal 4 ayat 1 dan ayat
2)

12
2) Menerima peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa. (Pasal 4 ayat 1 dan ayat 2).
3) Mengalokasikan kursi (quota) peserta didik paling sedikit 1 (satu)
peserta didik dalam satu rombongan belajar yang akan diterima.
(Pasal 5 ayat 2)
4) Menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai
dengan bakat, minat dan potensinya. (Pasal 7)
5) Menyelenggarakan pembelajaran dengan mempertimbangkan
prinsip-prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan
karakteristik belajar peserta didik. (Pasal 8)
6) Melaksanakan penilaian hasil belajar bagi peserta didik, mengacu
pada kurikulum tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
(Pasal 9 ayat 1)
7) Menyelenggarakan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional
(UASBN)/Ujian Nasional (UN) bagi peserta didik yang mengikuti
pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan sesuai
dengan standar nasional pendidikan (Pasal 9 ayat 3)
8) Menyelenggarakan Ujian Sekolah dan mengeluarkan Blanko
STTB bagi peserta didik yang memiliki kelainan yang
menyelesaikan pendidikan berdasarkan kurikulum yang
dikembangkan oleh satuan pendidikan di bawah standar nasional
pendidikan (Pasal 9 ayat 5)
9) Menyediakan paling sedikit satu orang guru pembimbing khusus
bagi satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif yang
tidak ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. (Pasal 10 ayat 2)
10)Bekerja sama dan membangun jaringan dengan satuan
pendidikan khusus, perguruan tinggi, organisasi profesi, lembaga
rehabilitasi, rumah sakit, puskesmas, klinik terapi, dunia usaha,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat. (Pasal 11
ayat 5)

4. Hukum, Perundangan dan Peraturan mengenai Jaminan Sosial


a. UUD 1945
Pasal 28 H
(2) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat (disahkan 18 Agustus 2000)
Pasal 34
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia dan memberdaakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fsilitas pelayanan
kesehatan dan pelayanan umum yang layak

13
b. Undang-Undang No. 6 tahun 1974 tentang prinsip-prinsip
kesejahteraan sosial.
Pasal 1 : setiap orang berhak memperoleh jaminan sosial terbaik bagi
dirinya.
Menyimak dari perundangan di atas, maka sebagai orang-orang yang
terlibat dalam bidang pendidikan kita juga harus mampu melaksanakan
jaminan sosial bagi para peserta didik di sekitar kita. Caranya beragam :
bisa menjadi orang tua asuh, membebaskan beban iuran, atau bagi guru
tidak memaksakan pembelian buku dsb.
c. Hak Anak
Indonesia telah meratifikasi Konvesi PBB tentang Hak Anak (Child Right)
bahkan telah membuat Undang-Undang. Pada Kesempatan ini saya
ingin menyampaikan prinsip-prinsip hak anak sebagai berikut :
Setiap anak mempunyai hak untuk :
 Tumbuh dan berkembang di dalam keluarga mereka.
 Atau dalam lingkungan yang menyenangkan dengan kontak pada
orang dewasa yang stabil.
 Berpartisipasi dalam kebudayaannya.
 Berpartisipasi dalam bermain dengan sebayanya.
 Berlibur sesuai dengan minat anak.
 Memperoleh pendidikan dini usia (PADU/PUAD)
 Mendapatkan bantuan yang cocok (baik keuangan ataupun praktis.
 Tidak dianiya (abuse)
 Berpartisipasi membuat keputusan keluarga.
Berkaitan dengan hak sebagian anak luar biasa (anak berkebutuhan
khusus) lebih tegas disebutkan dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 51:
“Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan
kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan
biasa dan pendidikan luar biasa.”
Pendidikan luar biasa tidak harus diartikan pendidikan yang terpisah dari
pendidikan yang ada sekarang, pada hal ini harus dimaknai pemberian
layanannya yang khusus. Sebagai misal : anak yang mempunyai cacat
penglihatan (tunanetra) tergolong tunanetra total diajarkan Braille. Bagi
anak tunanetra yang tergolong low vision tetap diupayakan
menggunakan tulisan biasa yang besar hurufnya disesuaikan. Anak-
anak inipun memerlukan layanan khusus dalam kemampuan berpindah
(mobile) dari satu tempat ke tempat lain. Maka mereka akan dan
semestinya diberikan pendidikan luar biasa yang disebut orientasi dan
mobilitas. Contoh lain : adalah anak tunarungu-wicara maka mereka
berhak mendapatkan pembelajaran bina bicara (speech therapy).
Pendidikan tidak bisa dilepaskan dari berbagai aspek di luar
prosesnya sendiri. Kesejahteraan sosial masyarakat akan
mempengaruhi suasana pendidikan dan karenanya harus
dipertimbangkan dalam perencanaannya. Kesehatan lingkungan juga
berkaitan dengan proses pendidikan, dsb. Oleh karena itu mulai

14
sekarang kita merencana suatu pendidikan bagi anak-anak kita dengan
pendekatan yang holistik.
Dalam pandangan holistik inilah guru dan staf sekolah lainnya punya
keleluasaan untuk mengembangkan kreatifitasnya dalam memberikan
layanan maksimal bagi peserta didiknya. Dari pendekatan holistik ini
pula kita bisa melihat bahwa pendidikan inklusif sudah terwadahi dalam
tatanan hukum kita. Pertanyaannya siapkah kita untuk mengubah diri ke
arah yang lebih baik?
Perundangan dan peraturan merupakan landasan yang harus
dilaksanakan oleh kita sebagai warganegara. Kalau tidak dimulai dari
kita lantasakan menggu siapa dan kapan kita memulai patuh aturan.
Semoga saja nurani kita tersentuh untuk melaksanakannya. Sebagai
modal ketersentuhan nurani kita adalah manakala pendidikan itu
berfokus pada kebutuhan individu siswa.

BAB II
PENDIDIKAN INKLUSIF
A. Pendahuluan
Kaum fragmatis mungkin bosan dengan segala perdebatan tentang
definisi, tetapi Pendidikan Inklusif memiliki bermacam-macam
pemahaman dan interpretasi yang berimplikasi pada keberhasilan
atau kegagalan dalam keberlangsungannya. Isu utama dalam
Pendidikan Inklusif adalah bahwa Pendidikan Inklusif didasarkan
pada hak asasi dan model sosial; sistem yang harus disesuaikan
dengan anak, bukan anak yang menyesuaikan diri dengan sistem.
Pelajaran yang dapat diambil dari negara-negara kurang mampu di
Selatan menekankan bahwa pendidikan inklusif bukan hanya
mengenai sekolah tetapi lebih luas dan mencakup inisiatif dan
keterlibatan masyarakat luas. Pendidikan inklusif dapat dipandang
sebagai pergerakan yang menjunjung tinggi nilai-nilai, keyakinan
dan prinsip-prinsip utama yang berkaitan dengan anak, pendidikan,
keberagaman dan diskriminasi, proses partisipasi dan sumber -
sumber yang tersedia. Banyak di antara hal tersebut merupakan
tantangan terhadap status quo, tetapi penting jika masyarakat dan
pembangunan secara keseluruhan ingin menjadi inklusif dan
memberikan manfaat kepada semua warganya.
Kebingungan orang tentang pendidikan inklusif diakibatkan oleh
penggunaan bermacam-macam istilah yang berbeda makna, seperti
inklusi, integrasi, mainstreaming, pendidikan luar biasa dan
pendekatan unit kecil secara bertukar-tukar tanpa kejelasan atau
definisi yang pasti. Istilah-istilah tersebut dilandasi oleh nilai dan
keyakinan yang berbeda yang memiliki konsekuensi yang berbeda
pula. Khususnya di negara-negara Utara (negara-negara yang
secara ekonomi lebih kaya yaitu negara anggota G8 dan banyak
negara-negara OECD), ada pergerakan historis dari pendidikan

15
luar biasa ke intergrasi, menuju inklusi. Tetapi urutan ini bukan
suatu keharusan, dan bila memungkinkan, akan menghemat waktu
dan sumber-sumber jika langsung melaksanakan inklusi. Praktek
mengadakan ‘ unit kecil ’ di sekolah umum sering kali disebut inklusi,
dan justru hal ini dapat mengakibatkan eksklusi lagi. Ini sebuah
contoh model yang diekspos secara tidak tepat dari Utara ke
Selatan, yang sering membawa hasil yang sangat tidak diharapkan.
Sejak 2000 Dinas Pendidikan Jawa Barat telah melaksanakan ujicoba
pendidikan inklusif. Kita akan membahas konsep pendidikan inklusif
secara garis besar pada bagian ini. Konsep dalam buku ini mengacu pada
Perangkat Pendidikan Inklusif Buku 1 (Unesco-Depdiknas, 2005).
B. Idealisme Pendidikan untuk Semua
Selama beberapa dasawarsa setelah ditetapkannya Deklarasi
Universal, banyak upaya dilakukan untuk menciptakan pendidikan
yang universal. Namun, dengan cepat terlihat adanya jurang
pemisah antara idealisme dan realitas. Pada tahun 1980-an,
pertumbuhan pendidikan universal tidak hanya melambat, tetapi di
banyak negara bahkan berbalik arah. Diakui bahwa ‘ pendidikan
untuk semua ’ tidak terjadi secara otomatis.
Deklarasi Dunia Jomtien tentang Pendidikan untuk Semua di
Thailand tahun 1990 mencoba untuk menjawab beberapa tantangan
ini. Deklarasi Jomtien tersebut melangkah lebih jauh daripada
Deklarasi Universal dalam Pasal III tentang “ Universalisasi Akses
dan Mempromosikan Kesetaraan ” . Dinyatakan bahwa terdapat
kesenjangan pendidikan dan bahwa berbagai kelompok tertentu
rentan akan diskriminasi dan eksklusi. Ini mencakup anak
perempuan, orang miskin, anak jalanan dan anak pekerja,
penduduk pedesaan dan daerah terpencil, etnik minoritas dan
kelompok-kelompok lainnya, dan secara khusus disebutkan para
penyandang cacat.
Walaupun istilah ‘ inklusi ’ tidak digunakan di Jomtien, terdapat
beberapa pernyataan yang mengindikasikan pentingnya menjamin
bahwa orang-orang dari kelompok marginal mendapatkan akses
ke pendidikan dalam sistem pendidikan umum.
Ringkasan:

· Jomtien menyatakan kembali bahwa pendidikan merupakan


hak mendasar bagi SEMUA orang.
· Jomtien mengakui bahwa kelompok-kelompok tertentu

terasingkan dan menyatakan bahwa sebuah komitmen aktif
harus dibuat untuk menghilangkan kesenjangan pendidikan ....
kelompok-kelompok tidak boleh terancam diskriminasi dalam
mengakses kesempatan belajar... ” . (Pasal III, ayat 4)
· Jomtien menyatakan bahwa “ langkah-langkah yang diperlukan
perlu diambil untuk memberikan akses ke pendidikan yang

16
sama kepada setiap kategori penyandang cacat sebagai bagian
yang integral dari sistem pendidikan ” . (Pasal II ayat 5)
Sebagaimana ditekankan dalam dokumen Jomtien, terdapat banyak
kelompok yang rentan akan eksklusi dari pendidikan, dan inklusi
pada esensinya adalah menciptakan sistem yang dapat
mengakomodasi semua orang.
Forum Pendidikan Dunia di Dakar, Senegal (2000),
diselenggarakan untuk mengevaluasi pelaksanaan Dasawarsa
Pendidikan untuk Semua yang telah diawali di Jomtien. Telah
diketahui sebelumnya bahwa tujuan PUS dari Jomtien itu belum
tercapai. Lebih dari 117 juta anak masih belum bersekolah.
Konferensi Dakar sangat dikecam oleh komunitas non-pemerintah
Internasional karena terlalu berkiblat pada donor dan hanya sekedar
menggeser batas waktu untuk pencapaian tujuan PUS dari tahun
2000 menjadi 2015. Dengan kata lain, idealisme PUS belum
diterjemahkan menjadi realitas.
Dalam kaitannya dengan kelompok-kelompok yang termarjinalisasi,
terdapat penekanan yang lebih besar pada penghapusan
kesenjangan jender dan mempromosikan akses anak perempuan
ke sekolah. Tetapi anak penyandang cacat tidak secara spesifik
disebutkan walaupun istilah ‘ inklusif ’ dipergunakan:
Dalam kerangka Dakar, pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya
berjanji untuk: “ Menciptakan lingkungan pendidikan yang
aman, sehat, inklusif dan dilengkapi dengan sumber-sumber
yang memadai, yang kondusif untuk kegiatan belajar dengan
tingkat pencapaian yang didefinisikan secara jelas untuk semua ”
(pasal 8).
Kerangka Dakar juga menyatakan:
“... untuk menarik perhatian dan mempertahankan anak-anak dari
kelompok-kelompok termarjinalisasi dan terasing, sistem
pendidikan harus merespon secara fleksibel ... Sistem pendidikan
harus inklusif, secara aktif mencari anak yang belum bersekolah
dan merespon secara fleksibel terhadap keadaan dan kebutuhan
semua siswa ” (penjelasan pada paragraf 33).
Namun, dokumen Jomtien itu tidak menjelaskan apa yang dimaksud
dengan ‘ bagian integral ’ itu, dan tidak secara tegas menyatakan lebih
mendukung pendidikan inklusif daripada pendidikan segregasi.
Jomtien juga menyatakan bahwa ‘ pembelajaran dimulai saat lahir ’ ,
dan mempromosikan pendidikan usia dini, serta pentingnya
menggunakan berbagai macam sistem pelaksanaan pendidikan dan
pentingnya keterlibatan keluarga dan masyarakat.

17
C. Pengertian Pendidikan Inklusif
Mari kita amati gambar apakah di bawah ini

Anda benar gambar di atas menunjukkan taman.


Sekarang mari kita pergi ke beberapa taman fantasi di bawah ini!!

18
Apa yang anda bayangkan dan rasakan???
Ke taman yang lain yuuk

Perasaan anda sekarang begaimana?


Apa saja yang tumbuh di dalam taman anda???
Seragamkah tanaman yang tumbuh pada taman?,
Coba kita amati!!!!

19
Apakah orang bersedih ketika di taman?

Coba kita simak jawabannya:

20
Ternyata tidak.
Banyak orang merasa senang dan tenang ketika berada di taman
sehingga jaman dulu dan sekarang taman selalu tersedia dalam
lingkungan perkantoran, mall, keratin, dan sebagainya. Taman juga hadir
untuk membuat lingkungan menjadi lebih sehat dan nyaman, terutama di
perkotaan yang sudah runyam oleh polusi.
Taman adalah asal kata sekolah. Jika kita telusuri asal muasal kata
sekolah maka kita akan temukan berasal dari bahasa Yunani- skole yang
bermakna taman. Jadi sekolah harus menjadi tempat yang
menyenangkan bagi setiap orang yang berda di dalamnya. Bukan penjara
yang mengekang kemerdekaan para penghuninya. Inilah hakekat
pendidikan inklusif.

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia, baik Undang-Undang


Dasar maupun Undang-undang Pendidikan, secara jelas disebutkan
bahwa pendidikan harus akses bagi semua anak. Bahkan dalam tahun
1994 pemerintah Indonesia telah mencanangkan wajar dikdas 6 tahun.
Pemerintah provinsi Jawa Barat dalam Perdanya menyiratkan capaian
target pendidikan dasar 9 tahun. Program utamanya Dinas pendidikan
adalah akselarasi wajar dikdas 9 tahun. Ini mengandung makna bahwa
setiap anak berusia 6-15 tahun wajib mengenyam pendidikan dasar,
melalui sekolah : SD, dan SMP; Madrasah : MI, dan M.Ts atau Paket A
dan B.

Di Indonesia pendidikan anak berkebutuhan khusus yang sering dimaknai


penghalusan dari pendidikan luar biasa, telah mengalami perubahan
yang cukup pesat. Khususnya di Jawa Barat telah mempolopori
kebersamaan dan ketidakberpisahan pendidikan bagi anak luar biasa. Di
21
awali dengan program pendidikan Integrasi pada tahun 1962 dan
kemudian dalam tahun 2002 memulai menuju pendidikan Inklusif, hal ini
sejalan dengan Deklarasi salamanca yang dicanangkan 1996. Sembilan
puluh enam delegasi telah menanda tangani pernyataan :
"The guiding principle that this framework grounds on says that schools
are to admit all children, regardless of their physical, intellectual, social,
emotional, linguistic or other abilities. This is to include disabled children
as well as gifted children, children from remote or nomadic people, from
linguistic, cultural or ethnic minorities as well as children from fringe
groups or outlying areas that encounter disadvantages."

Deklarasi Bandung: Indonesia Menuju Pendidikan Inklusi - 2004


Bahwasanya keberadaan anak berkelainan dan anak berkebutuhan
khusus lainnya di Indonesia untuk mendapatkan kesamaan hak dalam
berbicara, berpendapat, memperoleh pendidikan, kesejahteraan dan
kesehatan, sebagaimana yang dijamin oleh UUD 1945; mendapatkan hak
dan kewajiban secara penuh sebagai warga negara, sebagaimana
tertuang dalam
· Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia [1948],
· diperjelas oleh Konvensi Hak Anak [1989],
· Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua [1990],
·Peraturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para
Penyandang Cacat [1993],
· Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi UNESCO [1994],
· Undang-undang Penyandang Kecacatan [1997],
· Kerangka Aksi Dakar [2000],
· Undang-undang RI Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional
[2003], dan
· Deklarasi Kongres Anak Internasional [2004].
Seluruh dokumen tersebut memberikan jaminan sepenuhnya kepada
anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya dalam
memperoleh pendidikan yang bermutu dan berpartisipasi aktif dalam
kehidupan masyarakat. Menyadari kondisi obyektif masyarakat Indonesia
yang beragam, maka kami sepakat Menuju Pendidikan Inklusif.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kami, peserta Lokakarya
Nasional tentang Pendidikan Inklusif yang diselenggarakan di
Bandung, Indonesia tanggal 8-14 Agustus 2004 menghimbau kepada
pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri
serta masyarakat untuk dapat:
1. Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus
lainnya mendapatkan kesamaan akses dalam segala aspek
kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial,

22
kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi
generasi penerus yang handal.
2. Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus
lainnya, sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan
perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai
dengan potensi dan tuntutan masyarakat, tanpa perlakuan
deskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara
fisik, psikologis, ekonomis, sosiologis, hukum, politis maupun kultural.
3. Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan pendidikan
inklusif yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif di antara
para stakeholders, terutama pemerintah, institusi pendidikan, institusi
terkait, dunia usaha dan industri, orang tua serta masyarakat.
4. Menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pemenuhan anak
berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya, sehingga
memungkinkan mereka dapat mengembangkan keunikan potensinya
secara optimal.
5. Menjamin kebebasan anak berkelainan dan anak berkebutuhan
khusus lainnya untuk berinteraksi baik secara reaktif maupun proaktif
dengan siapapun, kapanpun dan di lingkungan manapun, dengan
meminimalkan hambatan.
6. Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif
melalui media masa, forum ilmiah, pendidikan dan pelatihan, dan
lainnnya secara berkesinambungan.
7. Menyusun Rencana Aksi [Action Plan] dan pendanaannya untuk
pemenuhan aksesibilitas fisik dan non-fisik, layanan pendidikan yang
berkualitas, kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak
berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya.

Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab


untuk Menuju Pendidikan Inklusif di Indonesia.

Anak berkebutuhan khusus


Anak berkebutuhan khusus dalam buku ini bukanlah merupakan
penghalusan dari anak luar biasa, namun lebih cenderung perluasan
lingkup perhatian dan garapan pekerjaaan. Anak berkebutuhan khusus
adalah mereka yang mempunyai kebutuhan, baik permanen maupun
sementara, untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang disesuaikan,
yang disebabkan oleh:
> Kondisi sosial - emosi, dan/atau
> Kondisi ekonomi, dan/atau
> Kondisi politik, dan/atau
> Kelainan/keluarbiasaan bawaan maupun yang didapat kemudian.
Pendidikan inklusif adalah berkenaan dengan memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya pada semua anak untuk berhasil di sekolah-sekolah
biasa yang berada di lingkungan anak tersebut bertempat tinggal.
Penyediaan sumber-sumber yang memadai semisalnya alat pengajaran,

23
peralatan khusus, tambahan guru, pendekatan pembelajaran, peserta
didik yang lainnya dst. Setidaknya akan mendorong peserta didik dalam
melakoni tugas-tugas pembelajarannya di kelas dan di sekolah. Dukungan
berarti segala sumber daya, namun pada hal-hal tertentu di atas atau di
bawah kemampuan guru kelas sendiri untuk menyediakannya. Dukungan
yang luas dan efektif dalam kerangka pemikiran ini adalah suatu yang
penting dalam meningkatkan layanan sekolah terhadap keberagaman
peserta didik sehingga memungkinkan mereka dapat belajar maksimal.
Secara filosofis, implementasi pendidikan inklusif di Indonesia didasarkan
pada falsafah bangsa yaitu Bhineka Tunggal Ika. Falsafah ini memiliki
makna pengakuan kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertikal maupun
horizontal. Kebinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan,
kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan
pengendalian diri. Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan
perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal,
daerah, afiliasi politik, dsb. Karena berbagai keberagaman namun dengan
kesamaan misi yang diemban di bumi ini, misi, menjadi kewajiban untuk
membangun kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan salin g
membutuhkan.
Menjadi pertanyaan bagi para guru dan pemerhati pendidikan, apakah
pendidikan dan pembelajaran yang selama ini tidak ramah terhadap
anak? Seperti apa praktek pembelajaran yang selama ini dilakukandalam
kerlas tradisional? Bagai mana perbandingan praktek pambelajaran
dikelas tradisional dengan kelas inklusif ramah terhadap pembelajaran?
Untuk menjawab hal tersebut, maka mari kita kaji perbedaan kelas yang
mengembangkan layanan yang ramah terhadap pembelajaran dengan
kelas yang tidak dalam tabel di bawah ini.
Tabel Perbandingan Kelas Tradisional dengan Kelas Inklusif

KELAS KELAS INKLUSIF , RAMAH


ASPEK
TRADISIONAL TERHADAP PEMBELAJARAN
Hubungan Terdapat hubungan jarak Ramah dan hangat, contoh untuk
dengan peserta didik, anak tunadakasa: Guru selalu
contoh: guru sering berada di dekatnya dengan wajah
memanggil peserta didik terarah pada anak dan tersenyum.
tanpa kontak mata Pendamping kelas (orangtua)
memuji anak tunadaksa dan
membantu anak lainnya
Kemampuan Guru dan peserta didik Guru, peserta didik dengan latar
memiliki kemampuan yang belakang dan kemampuan yang
relatif sama berbeda serta orangtua sebagai
pendamping
Pengaturan Pengaturan tempat duduk Pengaturan tempat duduk yang
tempat yang sama di tiap kelas bervariasi seperti, duduk
duduk (semua anak duduk di berkelompok di lantai membentuk
meja berbaris dengan arah lingkaran atau duduk di bangku
yang sama) bersama-sama sehingga mereka
dapat melihat satu sama lain

24
KELAS KELAS INKLUSIF , RAMAH
ASPEK
TRADISIONAL TERHADAP PEMBELAJARAN
Materi Buku teks, buku latihan, Berbagai bahan yang bervariasi
belajar papan tulis untuk semua mata pelajaran,
contoh: Pembelajaran matematika
disampaikan melalui kegiatan yang
lebih menantang, menarik dan
menyenangkan melalui bermain
peran Menggunakan poster dan
wayang untuk pelajaran bahasa

Sumber Guru membelajarkan anak Guru menyusun rencana harian


tanpa menggunakan dengan melibatkan anak, contoh:
sumber belajar yang lain. Meminta anak membawa media
belajar yang murah dan mudah
didapat ke dalam kelas untuk
dimanfaatkan dalam mata pelajaran
tertentu

Evaluasi Ujian tertulis terstandarisasi Penilaian: Observasi; portofolio,


yakni karya anak dalam kurun
waktu tertentu dikumpulkan dan
dinilai
Diambil dari Perangkat untuk Mengembangkan Lingkungan Inklusif ,
Ramah terhadap Pembelajaran, 2004, hal. 6.
Lebih komprehensif karakteristik mengenai lingkungan inklusif dan
pembelajaran yang ramah dapat dilihat pada skema berikut:

Sensitif Budaya, mengatasi


perbedaan dan men-stimulasi
pembelajaran untuk SEMUA anak

Keluarga, guru, dan Perlindungan: menlindungi


masyarakat terlibat dalam SEMUA anak dari kekerasan,
pembelajaran anak pelecehan dan penyiksaan

Lingkungan
Inklusif, Ramah
Menerapkan pola hidup sehat terhadap Melibatkan SEMUA anak
tanpa memandang perbedaan
Pembelajaran
berdasarkan Visi
dan nilai yang
sama
Keadilan Jender dan Meningkatkan partisipasi
Nondiskriminasi
dan kerjasama

Belajar disesuaikan dengan kehidupan Memberikan kesempatan bagi guru untuk


sehari-hari anak: anak bertang-gungjawab belajar dan mengambil manfaat dari
atas pembe-lajarannya sendiri pembelajaran itu

25
Dalam Implementasinya perlu penyesuaian dalam tiga komponen yaitu:
waktu, sumber daya, dan sistem.
Faktor waktu dapat diidentifikasi sebagai seberapa lama pendidikan
inklusif ini dipersiapkan dan akan diimplementasikan. Pendidikan
inklusif sebagai sebuah konsep menuntut berbagai persiapan,
khususnya terkait dengan: (1) kurikulum yang akan digunakan, (2)
penyiapan guru sebagai implementor di kelas, (3) kebijakan yang harus
dibuat oleh pembina, pengelola dan kepala sekolah, (4) jaringan kerja
yang harus dikembangkan dan (5) ketersediaan berbagai sumber daya
yang dibutuhkan untuk proses pembelajaran.
Sumber daya yang dimaksud adalah berbagai faktor yang harus ada
untuk mengimplementasikan layanan inklusi (tenaga, biaya, saran-
prasarana, sumber dan media pembelajaran).
Sistem adalah berupa desain organisasi dan manajemen. Organisasi
sering dipandang sebagai suatu sistem. Sistem yang kondusif untuk
perubahan dapat menjadi pendorong bagi bagi inovasi.
Dengan bahasa sederhana dalam pelaksanaan pendidikan inklusif perlu
diperhatikan komponen (1) kebijakan yang harus dibuat oleh pembina,
pengelola dan kepala sekolah, (2) penyiapan guru sebagai implementor
di kelas, (3) jaringan kerja yang harus dikembangkan (4) kurikulum
yang akan digunakan dan (5) ketersediaan berbagai sumber daya yang
dibutuhkan untuk proses pembelajaran.
Kurikulum harus dilihat dalam perspektif utuh yang di dalamnya temuat
pembelajaran dan penilaian. Oleh karena itu dalam tulisan singkat ini
akan dibahas penyesuaian pembelajaran dan penilaian dalam
pelaksanaan pendidikan inklusif.
D. Penyesuaian Pembelajaran
Suatu realita sehari-hari, di dalam suatu ruang kelas ketika sesi Kegiatan
Pembelajaran (KPb) berlangsung, nampak beberapa atau sebagian besar
peserta didik belum belajar sewaktu guru mengajar. Sebagian besar
peserta didik belum mampu mencapai kompetensi individual yang
diperlukan untuk mengikuti pelajaran lanjutan. Juga, beberapa peserta didik
belum belajar sampai pada tingkat pemahaman. Peserta didik baru mampu
mempelajari (baca: menghafal) fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan
gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat
menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan
masalah sehari-hari yang kontekstual. Ini terjadi karena, guru belum
optimal memberdayakan ‘tambang emas’ potensi masing-masing peserta
didik yang sering kali tersembunyi.
Kegiatan Pembelajaran adalah suatu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang memadukan secara sistematis dan berkesinambungan
kegiatan pendidikan di dalam lingkungan sekolah dengan kegiatan
pendidikan yang dilakukan di luar lingkungan sekolah dalam wujud
penyediaan beragam pengalaman belajar untuk semua peserta didik. Agar
pembelajaran itu menyenangkan maka tentu harus diupayakan strategi
26
yang sesuai dengan kondisi anak, waktu, prasarana dan sarana yang ada
pada saat tertentu.
Sebagaimana kita maklumi bersama bahwa “inklusif” berarti tidak hanya
melibatkan anak penyandang cacat di kelas tapi semua anak dengan latar
belakang dan kemampuan beragam. Sebenarnya, menerima anak yang
beragam di kelas kita hanyalah setengah dari tantangannya. Setengahnya
lagi adalah memenuhi semua kebutuhan belajarnya, serta memberikan
perhatian khusus kepada anak tertentu yang biasanya tersisihkan dari
kelas atau dari keikutsertaaan dan/atau belajar di dalam kelas.
Kelas kita memiliki beragam jenis anak yang kita ajar dan cara mereka
belajar. Penelitian baru menyatakan bahwa anak belajar dengan cara yang
berbeda karena faktor keturunan, pengalaman, lingkungan atau
kepribadiannya. Konsekuensinya, kita harus menggunakan berbagai
variasi metoda mengajar dan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan
belajar anak kita.
Ide di atas terasa menakutkan. Banyak di antara guru yang bekerja dengan
kelas yang besar akan bertanya-tanya, “bagaimana saya bisa
menggunakan metode pembelajaran yang berbeda-beda agar sesuai
dengan tiap individu anak jika saya mempunyai lebih dari 50 anak dalam
kelas?" Sebenarnya, ini salah satu alasan mengapa di antara kita
menggunakan “belajar menghapal”. Kita hanya mengulang informasi
berkali-kali dan meminta anak untuk mengulangnya dan berharap mereka
akan mengingatnya. Ini memang metode yang mudah untuk menangani
banyak anak, tapi jujur saja MEMBOSANKAN untuk anak dan kita. Lambat
laun, tidak ada kenikmatan atau tantangan untuk kita dalam mengajar dan
tentu saja tidak ada kesenangan atau tantangan dalam belajar bagi anak.
Untuk mengubah situasi ini, kita perlu belajar hal baru dalam pembelajaran
dan menggunakannya secara berkala kepada semua anak didik kita.
Mereka akan menyenangi cara belajar yang berbeda-beda, dan semua
anak didik akan dapat belajar. Beberapa guru telah menggunakan berbagai
variasi metode. Mereka ternyata merasa pembelajaranpun lebih
bermanfaat untuk mereka juga.
Bagaimana Anak Belajar ?
Tidak ada anak yang “berkelainan dalam belajar”. Dengan diberikan
kondisi yang tepat semua anak laki-laki atau perempuan dapat belajar
secara efektif khususnya jika mereka “belajar sambil mempraktekkan”
[learning by doing].
Bagi kebanyakan kita, belajar yang terbaik adalah dengan bekerja
(“learning by doing”), yaitu melalui aktifitas yang sebenarnya untuk
memperoleh pengalaman. Inilah yang sebenarnya dimaksudkan ketika
kita membicarakan tentang “belajar aktif”, "partisipasi anak dalam
pembelajaran”, atau “pembelajaran partisipatory”. Artinya agar anak
belajar informasi baru melalui berbagai aktifitas dan metode mengajar.
Aktifitas ini sering dikaitkan pada pengalaman praktis anak setiap harinya.

27
Hubungan ini membantu mereka memahami dan mengingat apa yang
mereka pelajari dan kemudian menggunakannya dalam kehidupan.
Dengan cara apa saja anak belajar? Dengan mengetahui cara yang
berbeda ini akan membantu kita mengembangkan aktifitas belajar yang
lebih bermakna dalam kelas inklusif.
Idealnya guru mempunyai rencana pelaksanaan pembelajaran yang
disesuaikan dengan kondisi setiap peserta didik. Secara praktis ada
beberapa langkah penyesuaian yang dapat kita lakukan untuk mendekati
idealism di atas. Berdasar aturan yang ada maka standar isi kita masih
sentralistik dengan kewenangan sekolah melakukan penyesuaian dalam
ketercapaiannya yang di kenal dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM).
Jika KKM masih sulit diimplementasikan untuk setiap individu yang
berbeda maka dapat ditempuh penyesuaian untuk salah satu atau
beberapa komponen seperti dalam tabel di bawah :

DIGANT
PENYESUAIAN/ADAPTATION DIHILAN KETE-
TETAP/ I/
NOKOMPONEN PERMA
G KAN/
SUBTIT
RANGA
OMIT N
NENT WAKTU CARA ISI UTE

1 Standar
Kompetensi,
Kompetensi
Dasar

2 Materi Pokok

3 Kegiatan
Belajar

4 Indikator

5
Teknik
Penilaian

Bentuk

7 Sumber
Belajar

8 Alat Bantu
Mengajar

28
Bagaimana Perencanaan Pembelajaran?
Pembelajaran harus ditujukan semata-mata untuk pengembangan
pengalaman belajar peserta didik. Karenanya berbagai hal perlu
disesuaikan untuk peserta didik. Penyesuaian dapat dilakukan dalam
berbagai Aspek : Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi pokok,
Kegiatan Pembelajaran, Indikator, Penilaian, sarana, waktu dan sumber
belajar. Penyesuaian bisa dengan teknik seperti seperti tabel berikut :
Langkah lain adalah melakukan penyesuaian : mengambil (adop),
mengadaptasi ( waktu, cara, isi), disublimasi, atau dihilangkan pada saat
melaksanakan hal-hal di bawah ini :
1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran
sebagaimana tercantum pada Standar Isi, dengan memperhatikan hal-
hal berikut:
a. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau
tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan
yang ada di SI;
b. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar
dalam mata pelajaran;
c. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar
antarmata pelajaran.
2. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang
pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan:
a. potensi peserta didik;
b. relevansi dengan karakteristik daerah;
c. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
spritual peserta didik;
d. kebermanfaatan bagi peserta didik;
e. struktur keilmuan;
f. aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
g. relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan;
dan
h. alokasi waktu.
3. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar
yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta
didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya
dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang
dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran
yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar
memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

29
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan
pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada
para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses
pembelajaran secara profesional.
b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus
dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai
kompetensi dasar.
c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan
hierarki konsep materi pembelajaran.
d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal
mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan
pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.
4. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata
pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam
kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator
digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
5. Penentuan Jenis Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan
berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes
dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja,
pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau
produk, penggunaan portofolio, danp Penilaian diri.
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,
menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan,
sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian.
a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian
kompetensi.
b. Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu
berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti
proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi
seseorang terhadap kelompoknya.
c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang
berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih,
kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar
yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan
peserta didik.

30
d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak
lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran
berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian
kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program
pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria
ketuntasan.
e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan
pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran.
Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas
observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses
(keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun
produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi
yang dibutuhkan.
6. Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan
pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per
minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan,
kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar.
Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan
waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh
peserta didik yang beragam. Dalam Silatus yang inklusif dibuat
berdasarkan analisis di atas. Masing-masing komponen Silabus
mencantumkan yang sesuai dengan masing-masing peserta didik. Hal
ini akan dibahas dalam buku tersendiri.
7. Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan
untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik,
narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

E. Penyesuaian Penilaian
1. Konsepsi Penilaian
a. Pengertian Penilaian
Penilaian adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh
guru untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar peserta didik
berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya sehingga didapatkan
potret/profil kemampuan peserta didik sesuai dengan daftar kompetensi
yang ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian dilaksanakan secara
terpadu dengan kegiatan belajar-mengajar. Penilaian dapat dilakukan
baik dalam suasana formal maupun informal, di dalam kelas, di luar
kelas, terintegrasi dalam kegiatan belajar-mengajar atau dilakukan pada
waktu yang khusus.

31
Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti tes tertulis
(paper and pencil test), penilaian hasil kerja peserta didik melalui
kumpulan hasil kerja (karya) peserta didik (portofolio), penilaian produk 3
dimensi, dan penilaian, unjuk kerja (performance) peserta didik.
Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui
langkah-langkah perencanaan, pengumpulan informasi melalui sejumlah
buklti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik,
pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik.
b. Pengertian evaluasi, penilaian, pengukuran dan tes
Banyak orang mencampuradukkan pengertian antara evaluasi,
pengukuran (measurement), tes, dan peniilaian (assessment), padahal
keempatnya memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah
kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah
direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat
pula untuk melihat tingkat efiensi pelaksanaannya. Evaluasi
berhubungan dengan keputusan nilai (value judgement). Di bidang
pendidikan, kita dapat melakukan evaluasi terhadap kurikulum baru,
suatu kebijakan pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos kerja
guru. Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan
penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi
tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian
kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab
pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang
peserta didik.
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha
memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang
peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu. Hasil penilaian dapat
berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai
kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses
pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut. Tes adalah cara
penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada peserta didik pada
waktu dan tempat tertentu dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat
tertentu yang jelas.
Penilaian kelas merupakan penilaian yang dilakukan guru baik yang
mencakup aktivitas penilaian untuk mendapatkan nilai kualitatif maupun
aktivitas pengukuran untuk mendapatkan nilai kuantitatif (angka). Perlu
diingat bahwa penilaian kelas dilakukan terutama untuk memperoleh
informasi tentang hasil belajar peserta didik yang dapat digunakan
sebagai diagnosis dan masukan dalam membimbing peserta didik dan
untuk menetapkan tindak lanjut yang perlu dilakukan guru dalam rangka
meningkatkan pencapaian kompetensi peserta didik.
2. Pendekatan Penilaian
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian
hasil belajar, yaitu penilaian yang mengacu kepada norma (Penilaian
Acuan Norma atau norm-referenced assessment) dan penilaian yang
mengacu kepada kriteria (Penilaian Acuan Kriteria atau criterion-

32
referenced assessment). Perbedaan kedua pendekatan tersebut terletak
pada acuan yang dipakai. Pada penilaian yang mengacu kepada norma,
interpretasi hasil penilaian peserta didik dikaitkan dengan alat penilaian
seluruh peserta didik yang dinilai dengan alat penilaian yang sama. Jadi
hasil seluruh peserta didik digunakan sebagai acuan. Sedangkan,
penilaian yang mengacu kepada kriteria atau patokan, interpretasi hasil
penilaian bergantung pada apakah atau sejauh mana seorang peserta
didik mencapai atau menguasai kriteria atau patokan itu dirumuskan
dalam kompetensi atau hasil belajar dalam kurikulum berbasis
kompetensi. Alur pengembangan kedua pendekatan dapat dilihat pada
bagan berikut.
Dalam pelaksanaan kurikulum setting inklusif pendekatan penilain yang
digunakan adalah penilaian yang mengacu kepada kriteria atau patokan.
Dalam hal ini prestasi peserta didik ditentukan oleh kriteria yang telah
ditetapkan untuk penguasaan suatu kompetensi. Dengan kata lain,
penilaian mengacu kepada kurikulum. Meskipun demikian, kadang-
kadang dapat digunakan penilain acuan norma, untuk maksud khusus
tertentu sesuai dengan kegunaannya, seperti untuk memilih peserta
didik masuk rombongan belajar yang mana, untuk mengelompkkan
peserta didik dalam kegiatan belajar, dan untuk menyeleksi peserta didik
yang mewakili sekolah dalam lomba antar-sekolah.
3. Pelaksanaan Penilaian
a. Pengumpulan Informasi
Penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
kegiatan pembelajaran berlangsung. Pada penilaian berbasis kelas
kemajuan belajar peserta didik pada tiap mata pelajaran dipantau dari
waktu ke waktu. Kemajuan belajar tersebut dapat didentifikasi dengan
mengacu kepada indikator pencapaian yang sudah ditentukan dalam
kurikulum.
Cara penilaian yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan peserta
didik harus dirancang dengan memperhatikan hal-hal berikut :
- Mangacu kepada kurikulum, artinya penilaian yang dilakukan harus
mengarah ke menilai kompetensi-kompetensi dasar yang ditentukan
dalam kurikulum.
- Bersifat adil bagi seluruh peserta didik, tanpa membedakan latar
belakang budaya, jenis kelamin, dan hal-hal yang tidak berkaitan
dengan penilaian.
- Dapat memberi informasi yang lengkap yang lengkap sebagai umpan
balik bagi guru guna perbaikan program pembelajaran dan
pemberian bantuan kepada peserta didik secara perseorangan.
- Bermanfaat bagi peserta didik untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahannya.
- Dilaksanakan tanpa menekan peserta didik atau dalam suasana
yang menyenangkan
- Diadmnistrasi secara tepat dan efisien.

33
Untuk mengumpulkan informasi hasil belajar peserta didik,
pemilihan cara dan alat penilaian harus dilakukan dengan hati-hati,
karena tidak semuanya mampu mengumpulkan informasi yang tepat
tentang hasil belajar peserta didik. Pemilihan cara penilaian dapat
mempengaruhi pemikiran peserta didik mengenai apa yang bernilai.
Sebagai contoh : bagi pelajaran Sains keterampilan yang diperoleh
waktu preaktik di laboratorium sangatlah penting, tetapi hal belajar dinilai
dengan tes tertulis. Akibatnya, peserta didik bahkan guru sendiri akan
memusatkan perhatian dan usahanya hanya kepada hasil belajar yang
dapat dinilai berdasarkan tes tertulis.
Pengumpulan informasi hasil belajar biasanya memerlukan cara
dan alat penilaian yang beragam. Informasi tentang hasil belajar tertentu
mungkin diperoleh melalui observasi, sedangkan informasi tentang hasil
belajar lainnya mungkin diperoleh melalui tugas tertulis, seperti tes, kuis,
dan pekerjaan rumah. Informasi hasil belajar lainnya mungkin hanya
dapat diperoleh melalui penilaian karya peserta didik.
Cara pengumpulan informasi
Ada beragam cara mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta
didik, baik yang berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Cara
mengumpulkan informasi pada prinsipnya merupakan cara menilai kemajuan belajar
peserta didik. Dari segi apa yang dimiliki, minimal ada 7 cara penilaian. Amatilah tabel
berikut ini :

Cara
No. Apa yang dinilai
Penilaian
Tertulis tipe
1 Jawaban tertulis
objektif
Terulis tipe
2 Jawaban tertulis
subjektif
3 Lisan Suara
4 Unjuk kerja Penampilan/perbutan/tindakan
5 Produk Karya 3 dimensi
6 Portofolio Karya 2 dimensi
Tingkah
7 Tingkah laku
laku
Tabel di atas menunjukkan bahwa semakian beragam cara penilaian
yang diterapakan guru, semakian lengkan entitas ( apa ) yang dinilai
dalam diri peserta didik.
Perlu dicatat bahwa tidak ada satu pun alat penilaian yang dapat
mengumpulkan informasi prestasi dan kemajuan belajar peserta didik
secara lengkap. Penilaian tunggal tidak cukup untuk memberikan
gambaran/informasi tentang kemampuan, keterampilan, pengetahuan

34
dan sikap seseorang. Lagi pula, interprestasi hasil tes tidak mutlah dan
abadi karena anak terus berkembang sesuai dengan pengalaman
belajar yang dialaminya.
Alat penilaian tertulis seperti pilihan ganda yang mengarah kepada
hanya satu jawaban yang benar (convergent thinking), tidak mampu
menilai keterampilan-keterampilan lain yang dimiliki peserta didik. Hal ini
amat menghambat penguasaan beragam kompetensi yang tercantum
pada kurikulum secara utuh. Alat penilaian pilihan ganda kurang mampu
memberikan informasi yang cukup untuk dijadikan umpan-balik guna
mendiagnosis atau memodifikasi pengalaman belajar. Karena itu, guru
hendaknya mengembangkan alat-alat penilaian yang membedakan
antara jenis-jenis kompetensi yang berbeda dari tiap tingkat pencapaian.
Hasil penilaian dapat menghasilkan rujukan terhadap pencapaian
peserta didik dalam domain kognitif, afektif dan psikomotor, sehingga
hasil tersebut dapat menggambarkan profil peserta didik secara lengkap.
6. Pencapaian Kompetensi Dan Pelaporan
a. Pencapaian Kompetensi
Penilaian yang dilakukan untuk menentukan apakah peserta didik telah
behasil memiliki suatu kompetensi mengacu ke indikator-indikator yang
telah ditentukan. Tidak semua indikator harus dinilai guru. Guru
hendaknya menetapkan indikator-indikator yang akan dinilai. Untuk
mengumpulkan informasi apakah suatu indikator telah muncul
tertampilkan pada diri peserta didik, dilakukan penilaian sewaktu
kegiatan belajar-mengajar berlangsung atau setelah tercapai hasil
belajar. Alat penilaian disusun dalam rangka menciptakan kesempatan
bagi peserta didik untuk memperlihatkan kemampuan mereka dalam
kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai.

Kompetensi Dasar Hasil Belajar Indikator


Kompetensi I Kompetensi A - Indikator 1
- Indikator 2
Kompetensi B - Indikator 1
- Indikator 2
- Indikator 3

Kompetensi II Kompetensi A - Indikator 1


- Indikator 2
- Indikator 3

Kompetensi B - Indikator 1
- Indikator 2
- Indikator 3

Kompetensi C - Indikator 1
- Indikator 2
- Indikator 3

35
SSebuah indikator dapat dijaring dengan beberapa soal/tugas.
Selain itu, sebuah soal/tugas dapat dirancang untuk menjaring informasi
tentang ketercapaian beberapa indikator.
Sekolah dapat menerapkan kriteria atau tingkat pencapaian indikator
suatu kompetensi yang dikenal dengan istilah Kriteria Ketuntasan
Minimal, apakah 50%, 60% atau 70%. Penetapan itu disesuaikan
dengan kondisi sekolah, seperti kemampuan peserta didik dan guru
serta ketersediaan prasarana dan sarana.
Bagi peserta didik yang belum berhasil mencapaian kriteria tersebut
dapat diberi kesempatan megikuti kegiatan remedial, pembelajaran
kembali sesuai dengan topiknya, membuat rangkuman pelajaran, atau
mengerjakan tugas mengumpulkan data.
b. Laporan Sebagai Akuntabilitas Publik
Pada era desentralisasi pendidikan, kurikulum berorientasi kompetensi
dirancang dan dilaksanakan dalam kerangka manajemen berbasis
sekolah, di mana peran-serta masyarakat di bidang pendidikan tidak
hanya terbatas pada dukungan dana saja, tetapi juga di bidang
akademik. Unsur utama dalam menajemen berbasis sekolah adalah
pentingnya partisipasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas publik.
Atas dasar itu, laporan kemajuan belajar peserta didik harus dibuat
sebagai pertanggungjawaban lembaga sekolah kepada orang tua atau
wali peserta didik, komite sekolah, atasan, masyarakat, dan instansi
terkait lainnya. Laporan kemajuan belajar peserta didik merupakan
sarana komunikasi dan sarana kerja sama antara sekolah dan orang
tua, yang bermanfaat baik bagi kemajuan belajar peserta didik maupun
pengembangan sekolah.
Pelaporan dan Pelaksanaan hasil belajar hendaknya :

36
– Merinci hasil belajar peserta didik berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan dan dikaitkan dengan penilaian yang bermanfaat bagi
pengembangan peserta didik.
– Memberikan informasi yang jelas, komprehensif dan akurat.
– Menjamin orang tua akan diberitahu dan dijelaskan secara rinci
tentang hasil belajar anak-anaknya.
c. Bentuk Laporan
Laporan kemajuan peserta didik (rapor) selama ini disajikan secara
kuantitatif sehingga sulit dipahami. Misalnya, seorang peserta didik
mendapat nilai 6 pada mata pelajaran matematika. Baik peserta didik
maupun orang tua kurang memahami makna angka tersebut karena
terlalu umum. Hal ini membuat orang tua sulit menindaklanjuti apakah
anaknya perlu dibantu dalam bidang aritmetika, aljabar, geometri,
statistika atau hal lain.
Agar peran serta masyarakat semakin meningkat, bentuk laporan harus
disajikan dalam bentuk yang lebih komunikatif sehingga ”profil” atau
tingkat kemajuan belajar peserta didik mudah terbaca dan dapat
dipahami oleh orang tua atau pihak yang berkepentingan (stakeholder)
lainnya. Dengan demikian dari laporan tersebut, orang tua dapat
mengidentifikasi kompetensi apa saja yang belum dimiliki anaknya.
Berdasarkan laporan tersebut, orang tua/wali dapat menentukan jenis
bantuan apa yang diperlukn untuk membantu anaknya. Sedangkan di
pihak anak, yang bersangkutan dapat mengetahui kekuatan dan
kelemahan dirinya serta aspek mana yang perlu ditingkatkan.
d. Isi Laporan
Pada umumnya orang tua menginginkan jawaban dari pertanyaan
sebagai berikut :
- Bagaimana keadaan anak waktu belajar di sekolah secara
akademik, fisik, sosial dan emosional ?
- Sejauh mana anak berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah ?
- Kemampuan/kompetensi apa yang sudah dan belum dikuasai
dengan baik?
- Apa yang harus orang tua lakukan untuk membantu dan
mengembangkan anak lebih lanjut ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, informasi yang diberikan kepada


orang tua hendaknya ;
- Menggunakan bahasa yang mudah dipahami
- Menitikberatkan kekuatan dan apa yang telah dicapai anak
- Memberikan perhatian pada pengembangan dan pembelajaran anak

37
- Berkaitan erat dengan hasil belajar yang harus dicapai dalam
kurikulum
- Berisi informasi tentang tingkat pencapaian hasil belajar
- Hasil penilaian yang sahih dan ajek
Laporan harian tidak memerlukan format khusus. Laporan dapat
berupa penyerahan hasil tes, tugas atau hasil kerja peserta didik yang
sudah diberi nilai dan komentar tertulis sebagai umpan-balik kepada
peserta didik dan orangtua atau walinya. Hasil tes, laporan, atau karya
peserta didik setelah ditandatangai oleh orang tua dikembalikan kepada
guru untuk diadministrasi sebagai bukti dan bahan pertimbangan dalam
mengisi rapor.
Buku Rapor adalah laporan kemajuan belajar peserta didik dalam kurun
waktu satu semenster atau sesuai kecepatan peserta didik . Laporan
Prestasi mata pelajaran, berisi informasi tentang pencapaian kompetensi
yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Laporan disajikan dalam bentuk yang lebih rinci agar orang tua dapat
mengetahui hasil belajar anaknya dalam menguasai kompetensi mata
pelajaran. Di samping itu, ada catatan guru tentang pencapaian
kompetensi tertentu sebagai masukan kepada anak dan orang tuanya
untuk membantu meningkatkan kinerjanya.
Contoh :
Kriteria
A Nilai
Mata Pelajaran Ketuntasan
Minimal Angka Huruf
1 Pendidikan
60 60 Enam puluh
Agama

2 Pendidikan 78 70 Tujuh Puluh


Kewarganegaraa
n

3 Bahasa 77 77 Tujuh Puluh


Indonesia Tujuh

4 Matemátika 55 56 Lima Puluh Enam

5 Ilmu 60 65 Enam puluh lima


Pengetahuan
Alam

a. Deskripsi Nilai Hasil Belajar peserta Didik


1) Mata Pelajaran :
a) Pendidikan Agama :

38
……………………………………………………………………………..............
.....................................
…………………………………………………………………………….
b) Pendidikan Kewarganegaraan
c) Bahasa Indonesia
d) Matemátika
……………………………………………………………………………..............
.....................................
…………………………………………………………………………….
……………………………………………
e) Ilmu Pengetahuan Alam
Peserta didik telah memahami beberapa SK dan KD mengenai hubungan antara struktur
organ tubuh manusia dengan fungsinya serta pemeliharannya, memahami hubungan
antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya, dan dapat menggolongkan hewan
berdasarkan jenis makanan- nya. SK/KD yang kurang dipahami peserta didik yaitu
mengenai daur hidup beragam jenis makhluk hidup, hubungan sesama makhluk hidup
dan antara makhluk hidup dengan lingkungannya serta pemahaman keberagaman sifat
dan perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan
sifatnya
f) Ilmu Pengetahuan Sosial
......................................................................................................................
....................................................................................................................
g) Seni Budaya dan
.................................................................................................................
......................................................................................................................
.........

2. Muatan Lokal
......................................................................................................................
..........................................................................................................,,,,,,,,,,,,
,

39
1.
BAB III
TUNA DAKSA

Banyak anak tunadaksa dikucilkan oleh sekolah. Sebagian besar


sekolah tetap tidak dapat diakses secara fisik oleh anak-anak yang
menggunakan kursi roda, penyangga /kaliper dan kruk dalam mobilitas.
Anak-anak yang mengalami kesulitan berkomunikasi lisan atau tulis karena
ketunadaksaan juga seringkali dikucilkan, atau terpinggirkan di sekolah. Oleh
karena itu, penting bagi kita semua untuk mulai menciptakan lingkungan
sekolah yang mudah diakses oleh semua anak termasuk anak-anak dengan
kelainan motorik/fisik. Menurut berbagai konvensi dan perjanjian internasional46,
semua anak memiliki hak untuk mengakses pendidikan berkualitas dalam
sebuah seting inklusif (atau integrasi) di komunitas asal mereka.

Sebuah Cerita tentang Akses dan Pengayaan Bersama


Ujang adalah seorang anak yang terlahir di sebuah pedesaan di Tasik. Dia
terlahir dengan tidak memiliki bagian kaki yang menyulitkan dia untuk
berjalan. Ujang beruntung karena kedua orangtuanya tak berputus asa mencari
cara agar Ujang bisa berjalan. Pada usia 7 tahun, Ujang bersekolah di sekolah
terdekat pada rumahnya dan tentu saja membuat guru-guru kebingungan.
Kesadaran guru-guru untuk membelajarkan cukup tinggi maka dietrimalah si
Ujang bersekolah.
Pada beberapa bulan awal dia masuk sekolah selalu digendong oleh orang
tuanya karena dia tidak memiliki alat bantu berjalan dan tentu saja rasa
khawatir. Pada suatu hari, sekolah bekerjasama dengan Puskesmas Daerah
untuk mengadakan pemeriksaan dan terapi rutin terhadap Ujang. Berkat
kerjasama itulah, Ujang mendapatkan kruk yang dapat membantu dia untuk
beraktivitas.
“Aku sangat senang, sekarang aku bisa bermain bersama teman-teman, bisa
mandiri ke kamar mandi dan juga bisa ke kantin sendiri” ungkap Setiawan.
Ujang paling suka pelajaran menari dan olahraga karena dia bisa melakukan
hal bersama-sama dengan teman-temannya. Teman-teman sekolah Ujang
begitu perhatian padanya. Dia merasa senang karena teman-temannya selalu
mendoakan supaya kakinya sembuh dan dia dapat berjalan tanpa bantuan kruk
lagi.

A. Apakah Anak Tunadaksa itu ?


Tunadaksa adalah musculoskeletal (melibatkan sendi, kaki tangan dan otot
yang berhubungan) dan/atau kondisi neurologis(melibatkan sistem syaraf
pusat misalnya otak, urat syaraf tulang belakang atau syaraf periferal) yang
memengaruhi kemampuan untuk bergerak atau berkoordinasi gerakan yang
terkendali.
Anak yang mengalami kelainan atau kecacatan yang menetap pada alat
gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga mereka memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.

Anak tunadaksa adalah :

40
 Kelainan yang meliputi cacat tubuh atau kelainan atau kerusakan pada
bagian tubuh terutama tangan dan kaki
 Kelainan atau kerusakan yang disebabkan oleh kerusakan otak dan
saraf tulang belakang

B. Pengelompokkan Tunadaksa
1. Saat Kejadian
Ketunadaksaan dapat dilihat dari saat terjadinya kerusakan yang bisa terjadi
pada:
a. Sebelum lahir, antara lain terjadinya infeksi penyakit, kelainan
kandungan radiasi, saat mengandung mengalami trauma
(kecelakaan)
b. Saat kelahiran antara lain proses kelahiran terlalu lama, proses
kelahiran yang mengalami kesulitan, Pemakaian anestesi yang
melebihi ketentuan
c. Penyebab setelah lahir antara lain kecelakaan, infeksi penyakit dan
Ataxia
2. Berdasarkan Intelegensi
a. Di atas rata-rata
b. Rata-rata
c. Di bawah rata-rata
3. Berdasarkan Kelainan
a. Tuna Daksa
b. Ceberal Palsy (CP)

C. Karakteristik Anak Tunadaksa

Anak tunadaksa akan mengalami gangguan psikologis yang cenderung


merasa malu, rendah diri dan sensitif serta memisahkan diri dari
lingkungannya. Disamping karakteristik tersebut terdapat problema anak
tunadaksa antara lain, gangguan taktil, kinestetik dan gangguan emosi.

D. Ciri-ciri anak tunadaksa


1. Mengalami kelainan motorik pada salah satu anggota tubuh : tangan,
kaki atau kepala atau gabungan .
Kelainan Motorik adalah disabilitas yang mempengaruhi kemampuan
seseorang dalam mengendalikan gerakan otot yang terkadang
membatasi mobilitas. Contohnya cerebral palsy, arthritis, kelumpuhan,
amputasi dan gangguan pada fungsi satu anggota badan atau lebih.
Dampak dari kondisi ini pada pembelajaran adalah perkembangan dan
partisipasi yang bervariasi dari satu anak ke anak yang lain.
Banyak anak dengan gangguan motorik juga mengalami kesulitan dalam
interaksi sosial dengan anak-anak lain (dan orang dewasa), dalam hal
perhatian dan juga dalam hal perkembangan kognitif serta bahasa 47. Ini
menyoroti perlunya kerjasama yang komprehensif antara sektor
pendidikan, kesehatan, dan sosial ketika memberikan layanan dukungan
yang dikelola oleh guru, sekolah dan Dinas Pendidikan.

41
2. Anggota tubuh tidak sempurna(kaki bengkok, tangan kaku, bahkan ada
yang tidak memiliki kaki atau tangan).Berjalan tidak seimbang bahkan
banyak yang pakai alat bantu jalan (Tongkat, kursi roda). Sehingga
mengalami gangguan mobilitas.
Apakah Kelainan Mobilitas?
Mobilitas dapat terganggu dalam beberapa tingkatan/kondisi. Beberapa
di antaranya bersifat permanen, yang lain bersifat sementara. Kondisi ini
berlaku pula pada gangguan cerebral palsy, arthritis, muscular
dystrophy, multiple sclerosis (MS)48 dan penyakit Parkinson remaja.
Cedera mungkin juga mempengaruhi mobilitas baik secara temporer
atau permanen.

E. Disfungsi Asosiasi /Gangguan Asosiasi (terutama pada peserta didik


dengan Cerebral Palsy)
1. Penglihatan (persepsi
visual dan gerak penglihatan)
2. Pendengaran
3. Komunikasi
4. Sensory lainnya (misal
:pengecap)
5. Bahasa
6. Bicara
7. Kognisi
8. Perbuatan dan emosi

F. Saran Praktis untuk Mengajar Anak-anak Tunadaksa tanpa gangguan


intelektual
1. Fasilitas ruang kelas dan sekolah (perpustakaan, toilet, lapangan
olahraga dan area bermain) harus dapat diakses secara fisik oleh semua
anak-anak.
2. Anak-anak yang menggunakan kursi roda, kaliper atau kruk untuk
mobilitas mungkin merasa sulit bergerak di dalam seting kelas
tradisional yang penuh dengan deretan kursi dan meja. Oleh karena itu,
penting agar kelas “diatur” sedemikian rupa agar semua anak dapat
bergerak bebas. Anak-anak tidak hanya dapat mengakses ke meja
mereka sendiri, tetapi juga mengakses bagian lain dari kelas untuk
kegiatan kelompok atau hanya untuk mengambil sesuatu dari rak atau
lemari, atau untuk menempelkan gambar di dinding.
3. Anak-anak yang mudah lelah, dan butuh istirahat banyak, mungkin
kesulitan untuk datang ke sekolah tepat waktu atau untuk tinggal di
sekolah sepanjang hari. Oleh karena itu, pengulangan informasi satu
atau dua kali sangatlah penting dalam rangka memastikan bahwa
semua anak telah menyimaknya setidaknya sekali. Hal ini juga
bermanfaat bagi anak-anak yang mengalami ADHD dan anak-anak yang
mungkin memiliki kesulitan memahami informasi pada saat pertama kali.
4. Anak-anak tunadaksa terkadang ingin/perlu menggunakan barang-
barang mebeler mereka sendiri, seperti kursi ergonomis dan meja tulis
yang miring. Kebutuhan ini harus diakomodasi sedemikian rupa tanpa
memberikan gangguan pada anak-anak lain.

42
5. Mebel yang dirancang khusus seharusnya (jika mungkin) disediakan
bagi mereka yang membutuhkan kursi dan meja yang berbeda dari
barang-barang mebeler standar di kelas. Barang-barang ini tidak harus
mahal. Kursi-kursi dapat dirancang berdasarkan model lokal.
6. Beberapa anak mungkin merasa lebih nyaman jika belajar sambil berdiri
daripada duduk - terutama anak-anak yang mengalami cedera
punggung. Kebutuhan harus terakomodasi di dalam kelas.
7. Anak-anak yang memiliki kelainan motorik atau anak-anak tanpa salah
satu atau kedua lengan/tangan terkadang perlu menggunakan tape
recorder (alat perekam) atau alat pencatat elektronik selama di kelas.
Mereka juga harus memiliki pilihan untuk merekam/mengcopy PR
mereka pada pita kaset atau dicetak dari komputer dengan perangkat
lunak pengenal suara.
8. Banyak anak tunadaksa membutuhkan waktu tambahan untuk
membaca, menulis, atau membuat catatan. Tentunya hal ini dapat
mempengaruhi partisipasi mereka di kelas serta waktu yang mereka
butuhkan dalam menyelesaikan tugas. Guru dan administrator sekolah
(serta pengawas dan penilik sekolah) harus memastikan bahwa anak
yang bersangkutan mendapatkan waktu yang mereka butuhkan untuk
menunjukkan hal-hal yang telah mereka pelajari di sekolah. Hal ini
penting bagi semua anak, dengan atau tanpa disabilitas. Waktu
tambahan sangat penting untuk diberikan terutama pada saat ujian.
9. Beberapa anak tunadaksa mungkin perlu perpanjangan tenggang
waktuuntuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan kegiatan di kelas
lainnya yang memerlukan pencarian dan penggunaan sumber belajar
yang terdapat di perpustakaan. Oleh karena itu guru seharusnya
menyediakan daftar bacaan, daftar hal yang harus dilakukan, dan bahan
belajar dengan baik sebelum memulai kegiatan, sehingga anak-anak
tersebut dapat mempersiapkan dengan baik dan memulai lebih awal.
10. Kegiatan yang berlangsung di luar sekolah (seperti kunjungan ke
museum, galeri, dan kegiatan olah raga), harus direncanakan dan
dilaksanakan agar semua anak dapat ikut serta dan mendapatkan
manfaat dari kegiatan tersebut. Jika kelas mengunjungi suatu museum
atau pameran pastikan bahwa lingkungan fisik lokasi tersebut dapat
diakses. Jika Anda merencanakan kegiatan olahraga maka Anda harus
mempertimbangkan strategi agar semua anak merasa “tertantang”
secara fisik menurut potensi dan kemampuan individunya.
11. Anak-anak lain di kelas harus didorong untuk membantu dan
mendampingi teman-teman sekelas mereka yang mengalami disabilitas.
Kegiatan ini merupakan bagian dari pengembangan sosial, emosional
dan akademis mereka sendiri, yang tentunya dapat bermanfaat bagi
semua anak, dengan atau tanpa disabilitas.

G. Cerebral Palsy
Cerebral palsy disebabkan oleh cedera pada bagian otak yang
mengontrol gerakan selama tahap awal perkembangan. Dalam kebanyakan
kasus, cedera ini terjadi selama kehamilan. Namun, kadang-kadang dapat
terjadi selama kelahiran karena cedera otak pada tahap awal kelahiran bayi
(seperti kurangnya oksigen karena hampir tenggelam, meningitis, cedera

43
kepala atau terguncang). Diperkirakan bahwa 2 dari 1.000 anak mengalami
cerebral palsy.
Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin menemukan kesulitan dalam
hal-hal berikut:
1. Menggerakan bagian tubuh atau seluruh tubuh
2. Berbicara serta berkomunikasi non-verbal (ekspresi wajah mungkin tidak
selalu mengungkapkan emosi sesungguhnya - misal, anak mungkin
tampak tersenyum tetapi sebenarnya sangat marah atau sedih)
3. Gerakan otot yang tidak disadari (kejang)
4. Makan dan minum
5. Kelemahan otot atau sesak
6. Keseimbangan dan koordinasi
7. Postur (kemampuan untuk memposisikan tubuh seperti keinginannya
dan menjaga posisi tetap seperti itu)
8. Perhatian dan konsentrasi

H. Penggolongan Cerebral Palsy


Cerebral Palsy dapat digolongkan menjadi:
1. Derajat Kecacatan
Penggolongan Cerebral Palsy menurut derajat kecacatan meliputi:
a. Ringan yaitu mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat,
berbicara tegas dan dapat menolong dirinya sendiri
b. Sedang yaitu mereka yang membutuhkan treatment atau latihan
untuk bicara, berjalan dan mengurus dirinya sendiri
c. Berat yaitu golongan yang selalu membutuhkan perawatan dalam
ambulasi, bicara dan menolong diri sendiri

2. Topografi
Penggolongan Cerebral Palsy menurut topografi meliputi:

a. Monoplegia yaitu kecacatan satu anggota gerak misalnya kaki kanan/


kaki kiri
b. Hemiplegia Yaitu lumpuh anggota gerak atas dan bawah misalnya
tangan kanan dan kaki kanan
c. Paraplegi yaitu lumpuh pada kedua tungkai kakinya
d. Diplegia yaitu lumpuh kedua tangan, kanan dan kiri atau kaki kanan
dan kiri
e. Quadriplegi yaitu kelumpuhan seluruh anggota gerak

3. Sosiologi kelainan gerak


Penggolongan menurut Fisiologi (motorik) meliputi:
a. Spastik
b. Atetoid
c. Ataxia
d. Tremor
e. Rigid
f. Tipe Campuran

I. Saran Praktis untuk Mengajar Anak-anak dengan Cerebral Palsy

44
1. Jika anak bisa berbicara, kita harus sabar dan berikan kesempatan bagi
anak untuk bertanya atau menjawab pertanyaan, atau mengemukakan
pendapat.
2. Kita harus memberikan kesempatan kepada anak untuk bergerak.
3. Anak-anak dengan cerebral palsy membutuhkan stimulasi otot untuk
memperbaiki kemampuan motorik mereka.
4. Beberapa anak dengan cerebral palsy mudah lelah. Oleh karena itu,
harus diberikan waktu istirahat pada saat sekolah. Tempat untuk
beristirahat idealnya harus disediakan oleh sekolah.
5. Jika sekolah memiliki akses komputer, maka akan menguntungkan
anak-anak cerebral palsy yang banyak mengalami kesulitan dengan
komunikasi tertulis (dan terkadang dengan komunikasi lisan)
dikarenakan kemampuan motorik yang lemah.

45
BAB IV
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF UNTUK ANAK TUNA DAKSA
A. CONTOH PELAKSANAAN DI JAWA BARAT
(Kajian Pelaksanaan di 3 SD Uji Coba)
1. Dewan/Komite Sekolah
Bagaimana sikap dewan sekolah terhadap layanan pendidikan inklusif di
sekolah pilot project? Sesuai dengan fungsi, peranan dan tanggung
jawabnya, yaitu sebagai pembuat kebijakan dalam penyusunan program
sebagai acuan pedoman pelaksanaan operasional sekolah, sebagai
motivator, sebagai fasilitator, dan evaluator. Berdasarkan hasil
pengamatan bahwa dewan sekolah memiliki sikap dan dukungan penuh
terhadap layanan pendidikan inklusif. Hal ini kami amati sejak awal
sosialisasi, penyusunan program dan implementasi.
Pada saat sosialisasi berupa seminar dan lokakarya mereka hadir sejak
hari pertama sampai pada penutupan, penuh semangat dan
kesungguhan. Mereka selalu bertanya kepada setiap pembicara apabila
ada hal-hal yang belum dipahami, begitu pula pada saat lokakarya
mereka antusias untuk menyampaikan pendapat, harapan, bahkan
kritikan terhadap kebijakan birokrat.
Setiap Dewan Sekolah dari ketiga sekolah yang dijadikan pilot project
menyusun program, diantara programnya yaitu pengembangan layanan
pendidikan inklusif, seperti sosialiasi pendidikan inklusif pada
masyarakat sekitar, pengadaan alat bantu pembelajaran untuk anak
berkebutuhan khusus, penjaringan anak berkebutuhan khusus dan
sebagainya. Hal tersebut dilakukan bersama-sama dengan pihak
sekolah.
2. Penyesuaian Proses Belajar Mengajar
Pandangan umum yang masih banyak dianut oleh para guru di sekolah
ujicoba sebelumnya adalah bahwa dalam proses belajar mengajar
pengetahuan diberikan oleh guru dan diterima siswa. Siswa diibaratkan
bejana kosong atau botol kosong yang harus diisi oleh guru.
Keberhasilan belajar diukur oleh sejauhmana siswa dapat menunjukkan
bahwa mereka dapat mengungkapkan pengetahuan yang diinginkan
oleh guru. Jika yang diungkapkan tidak sesuai dengan yang diinginkan
oleh guru maka siswa dianggap tidak belajar. Dengan asumsi ini maka
guru berusaha sangat aktif dalam menyampaikan informasi (dengan
ceramah) dan siswa hanya mendengar dan mencatat.
SH seorang Pengawas TK/SD di Kecamatan BK mengatakan “Saya
banyak melihat dikelas guru langsung saja berbicara kepada siswa.
Hampir sepanjang jam pelajaran dia berbicara dan hanya sedikit
waktu diberikan untuk siswa bertanya. Rupanya guru ini
memandang berhasilnya pengajaran kalau para siswa manggut-
manggut dan guru banyak bercerita”

46
Sejalan dengan pelatihan yang telah dilaksanakan oleh tim implementasi
pendidikan inklusif Provinsi Jawa Barat dan inhouse training di sekolah
masing-masing maka telah terjadi perubahan pandangan terhadap cara
pandang tentang proses belajar mengajar.
Desain pembelajaran diupayakan mendorong partisipasi seluruh siswa
secara aktif sehingga tidak ada lagi perasaan dipinggirkan pada diri
siswa berkebutuhan khusus. Hal ini bisa terjadi apabila kurikulum yang
digunakan adalah kurikulum yang memiliki fleksibilitas tinggi dan
mengakomodasi setiap tingkatan kemampuan siswa. Kerjasama dan
jejaring kerja antara pemerintah, praktisi pendidikan, LSM, dan
stakeholder pendidikan lainnya sudah saatnya dibangun guna untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Karena melalui pola kerjasama
seperti inilah memungkinkan terjadinya sharing pengalaman dan tukar-
menukar pengetahuan.

“Awalnya saya berpandangan bahwa cara mengajar yang paling


efektif adalah berceramah, namun sekarang saya berpendapat,
banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan potensi
siswa. Paling penting adalah bagaimana kita dapat menyesuaikan
pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa. Ini menarik dan
mengasyikan walaupun pekerjaan saya terasa lebih berat.” (DR
Guru SD TH)

Beberapa model pembelajaran yang dikembangkan di sekolah ujicoba


antara lain :
a). Pembelajaran Kolaboratif
Kom bersama rekannya mencoba menerapkan pembelajaran kolaboratif dengan
pendekatan tematik. Langkah pertama adalah merumuskan tujuan pembelajaran
sesuai dengan indikator. Lantas dia menawarkan pada siswanya untuk menetapkan
materi yang akan dipelajari,memang anak-anak menyampaikan hal-hal yang berbeda
namun kebanyakan ingin bercerita tentang dirinya. Tema pun ditetapkan bersama
yakni pengalaman masa liburan kemarin (kebetulan pembelajaran ini pada hari
Senin). Selanjutnya dia (Kom) mencoba menawarkan pembagian kelompok yang
masing-masing kelompoknya terdiri dari 6-7 Orang.Terjadilah keramaian karena saling
tunjuk dan saling tidak mau, mungkin karena belum kenal. Guru membantu mengatasi
persoalan ini dengan cara mengatur tempat duduk kelompok kemudian membimbing
satu persatu siswa untuk duduk dikelompok yang menjadi pilihan siswa atau pilihan
guru (karena tidak setiap individu mau menyampaikan pilihannya). Langkah
selanjutnya salah seorang siswa bercerita pada kelompoknya, yang lain bisa bertanya
kalau ceritanya sudah selesai. Tahap ini memerlukan kesabaran dan ketelatenan guru
untuk memotivasi siswa bercerita.Manakala sudah selesai semua bercerita dalam
kelompok, dipilihlah secara bersama salah seorang untuk bercerita pada semua
kelompok. Guru mencatat cerita anak menjadi kalimat-kalimat pendek yang
selanjutnya guru membacanya diikuti oleh siswa. Setiap kelompok diberikan kartu-
kartu huruf dan kelompok diminta menyusun huruf tertentu mencontoh kata yang
ditandai oleh guru misalnya i b u . Selanjutnya kelompok diminta menyusun kata dari
huruf tersebut misalnya b u i. Permainan ini berlangsung selama 10 menit yang
dilanjutkan dengan meniru huruf tersebut pada buku masing-masing.
47
Selama ini saya berpendapat bahwa siswa kelas awal terutama kelas I tidak akan bisa
bekerjasama, tapi saya terkejut ketika mencoba menerapkan pembelajaran kolaboratif di
kelas I. Ternyata anak-anak dapat menyampaikan ide-ide cemerlang . (Kom Guru Kelas I SD
GK)
Karakteristik pembelajaran kolaboratif adalah setiap anak tidak
dipisahkan berdasarkan kemampuan, hasil belajar, dan minat yang
diharapkan atau diinginkan serta menjadi tujuan atau karakteristik
lainnya. Keterpisahan akan menjadikan siswa terisolir dan
menghilangkan kesempatan untuk mempelajari atau belajar satu sama
lainnya. Seseorang siswa mungkin saja gagal belajar dari siswa lainnya
yang berkemampun hebat dalam hal-hal tertentu, namun yang penting
justru siswa yang brilian ini akan banyak belajar dari katakanlah siswa
berkemampuan rata-rata. Ketika mula-mula mengajar pembelajaran
secara bersama (kolaboratif), guru sering merasa senang ketika mereka
mengobservasi tingkah laku dan pemahaman siswa-siswa yang diduga
lemah ternyata menunjukkan hal-hal di luar perkiraan.
Pembelajaran Kolaboratif atau sering disebut juga kelas kolaboratif,
atau kelas kooperatif mempunyai empat karakteristik :
1. Berbagi Pengetahuan (shared knowledge) antara Siswa dan Guru
Dalam kelas tradisional, guru memegang peranan yang sangat
dominan, bukanlah guru kalau tidak berbicara dan berkuasa penuh
selama jam pembelajaran. Guru berperan sebagai sumber informasi,
pengetahuan mengalir hanya searah dari guru ke siswa. Secara
kontras, metafora dalam pembelajaran/kelas kolaboratif adalah
berbagi pengetahuan. Guru mempunyai isi pembelajaran yang
sangat penting, kecakapan, pengajaran, dan tetap mempersiapkan
informasi kepada siswa. Namun guru yang kolaboratif juga
menghargai (value) dan membangun pengetahuan, pengalaman
pribadi, bahasa, strategi, dan budaya yang membawa siswa pada
situasi pembelajaran nyata.
Materi serangga makan tumbuhan atau tanaman dimakani serangga
dalam pelajaran IPA, sebagai sebuah contoh saja, sedikit sekali
siswa atau mungkin sedikit juga guru yang mempunyai pengetahuan
langsung (pengalaman) tentang tumbuh-tumbuhan. Sehingga jika
ada siswa yang mempunyai pengalaman yang relevan diberikan
kesempatan untuk berbagi pengalaman maka seluruh kelas akan
memperoleh keuntungan. Kemudian siswa yang diberi kesempatan
berbagi tersebut, melihat atau merasakan pengetahuan dan
pengalamannya bernilai maka dia atau mereka akan
menghubungkan pembelajaran individu dan pembelajaran di sekolah.
Mereka cenderung merasa berdayaguna, bermanfaat dalam
lingkungannya. Fenomena ini akan sama jika kita analogikan pada
pengetahuan orang tua, tokoh masyarakat, dan anggota masyarakat
lainnya yang besar nilainya untuk memajukan sekolah.
2) Berbagi Kekuasaan antara Siswa dan Guru

48
Dalam pembelajaran kolaboratif/kooperatif, pembagian kekuasaan
antara guru dengan siswa dengan cara yang amat khusus. Dalam
kebanyakan kurikulum lama, guru sangat dominan, jika tidak disebut
ekslusif, bertanggung jawab untuk mengatur tujuan-tujuan,
mendesain berbagai tugas pembelajaran, mengakses dan
mengevaluasi apa yang telah dipelajari.
Guru yang kolaboratif, yang menghargai perbedaan, akan mengajak
berbagai pihak terutama siswa dalam menentukan tujuan-tujuan
khusus dalam bingkai kerja (frame work) apa yang harus diajarkan,
mempersiapkan pilihan kegiatan dan tugas yang mempertimbangkan
perbedaan minat, kemampuan, dan tujuan siswa, juga mendorong
siswa untuk menilai apa yang mereka pelajari.

Dan Reg mengajak siswa kelas V, yang berjumlah 51 orang, berdialog apa
yang sebaiknya dibicarakan besok hari pada mata pelajaran IPA. Dia
menampung seluruh masukan dari siswa. Kemudian Dan Reg mengarahkan
siswa dengan cara mengajak mengelompokkan usulan-usulan yang sudah
masuk berdasarkan tema-tema. Kelompok pembahasan diajukan lagi pada
siswa untuk disepakati bersama. Setelah tercapai kesepakatan tema yang
mengacu pada indikator/materi kurikulum (misalnya erosi) maka guru
mengajak siswa untuk menyampaikan harapan yang ingin dicapai siswa
tentang erosi tersebut. Ada yang menyebutkan : sebab, akibat, jenis,
macam. Guru menghaluskan tujuan tersebut menjadi tujuan pembelajaran
diantaranya setelah selesai pelajaran ini maka siswa dapat menjelaskan 3
penyebab terjadinya erosi.
Guru (Dan Reg) menyampaikan tujuan-tujuan yang telah disusun kepada siswa

Guru yang terbuka akan mendorong siswa menggunakan


pengetahuan sendiri, menjamin para siswa bertukar pengetahuannya
dan strategi belajarnya, saling menghargai sesama siswa, dan penuh
saling pengertian. Para guru menolong para siswa mendengar
perbedaan pendapat, mendorong mencari bukti-bukti pengetahuan,
mendorong siswa berfikir kritis dan kreatif, serta berpartisipasi dalam
diskusi/dialog terbuka dan bermakna.
Dan Reg bertanya pada siswa “ Siapa diantara kalian yang telah melihat atau merasakan
erosi?”. Ada beberapa anak yang mngacungkan tangan ada juga yang bertanya erosi itu
apa, maka Dan Reg mencatat nama yang mengacungkan tangan dan menjawab yang
bertanya “ Pertanyaan yang bagus mari kita cari jawabannya dengan melakukan
percobaan. Kita akan berkelompok, oleh karenanya carilah teman sendiri agar menjadi
enam kelompok. Jadi satu kelompoknya terdiri dari berapa orang?”

“ Ya betul , ada yang 8 orang ada yang sembilan”. Masing-masing kelompok diminta
menyiapkan pertanyaan berkenaan dengan erosi. Dan Reg menyiapkan perlatan
percobaan yang sudah ada di sekolah juga menganjurkan agar setiap kelompok
membawa tumbuhan kecil berakar seperti rumput, pohon seledri dsb. Keesokan harinya
setiap kelompok menlakukan percobaan sesuai dengan petanyaan yang sudah disiapkan
kelompok. Dan reg memberikan dorongan dan bantuan seperlunya. Juga sisw yang
mengetahui erosi diminta menjelaskan pada kelompoknya Selesai percobaan maka
49
kelompok kembali ke kelas untuk mempresentasikan hasil temuannya.
3) Guru sebagai Mediator
Pengetahuan dan kewenangan dilakukan pertukaran atau
pembagian antara guru dan siswa, peran guru beralih menjadi
perantara pembelajaran (mediator). Mediator yang dimaksudkan di
sini adalah sebagai model, fasilitator, dan pelatih. Keberhasilan
memperantarai akan membantu siswa-siswa menghubungkan
informasi yang diperolehnya dengan pengalaman-pengalamannya
sehingga dapat digunakan untuk belajar pada materi lain. Mediasi ini
pun akan membantu siswa menemukan gambaran apa yang harus
diperbuatnya manakala berhadapan dengan kesulitan-kesulitan, dan
yang lebih penting adalah membantu para siswa belajar bagaimana
caranya belajar (learn how to learn). Guru sebagai mediator,
menyesuaikan seluruh informasi dan dukungan sesuai dengan
kemampuan maksimal siswa dalam pembelajaran sehingga siswa
bisa bertanggungjawab.
4) Keberagaman Kelompok Siswa
Kita sebagai umat beragama berkeyakinan bahwa Allah SWT telah
menciptakan manusia berbeda-beda baik suku bangsa, budaya
termasuk bahasa, pandangan, adat istiadat. Perbedaan tersebut
bukan dimaksudkan agar manusia saling menghina atau berperang,
tapi lebih untuk saling belajar. Pandangan, pengalaman, latar
belakang seluruh siswa penting untuk memperkaya pembelajaran di
dalam kelas.
Keberagaman siswa di dalam kelas adalah merupakan rakhmat.
Dengan keberagaman tersebut setiap orang bisa belajar dari orang
lain, tidak ada seorangpun siswa yang boleh melepaskan atau
menarik diri dari kesempatan untuk memberi kontribusi dan
menghargai konstribusi orang lain.
Dari contoh-contoh kasus di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa
guru telah menjalankan langkah-langkah pembelajaran sebagai
berikut :
 Merumuskan Tujuan Pembelajaran
 Menyusun bersama Siswa Prilaku yang Diharapkan
 Menentukan Jumlah Anggota Tiap Kelompok
 Membantu penempatan Siswa dalam Kelompok
 Membantu Memilihkan Tempat Duduk/tempat belajar.
 Merancang Bahan untuk Meningkatkan Saling Ketergantungan.
 Menentukan peran Siswa untuk Saling Ketergantungan.
 Menjelaskan Tugas Akademik
 Meberikan pengalaman kepada Siswa tentang Bekerjasama.
 Menyusun Akuntabilitas Individiual.
 Membantu Menysusun Kerjasama Kelompok.
 Menjelaskan Kriteria Keberhasilan.
 Memantau Siswa.
 Memberikan Bantuan kepada Siswa dalam menyelesaikan Tugas.
 Melakukan Intervensi untuk Mengajarkan Ketrampilan Kerjasama.

50
Jadi karakteristik utama pembelajaran kolaboratif dan kooperatif
adalah : pembagian pengetahuan (shared knowledge), pembagian
kekuasaan antara guru dan siswa, perantara (mediator)
pembelajaran, dan keberagaman siswa di dalam kelas.
b) Kegiatan Belajar Mengajar Berdasarkan Kompetensi
Belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna
dan pemahaman, ini berarti tanggung jawab belajar berada pada diri
siswa sendiri.
Adapun tanggung jawab dan peran guru adalah sebagai fasilitator,
moderator, motivator, evaluator, dan inovator.
Prinsip-prinsip Kegiatan Belajar Mengajar (KBM):
o Berpusat pada siswa
o Belajar dengan melakukan
o Mengembangkan kemampuan sosial
o Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah berTuhan
o Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
o Mengembangkan kreatifitas siswa
o Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi
o Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik
o Belajar sepanjang hayat
o Perpaduan kompetisi, kerjasama, dan solidaritas.

Prinsip-prinsip untuk memotivasi siswa dalam belajar :


o Kebermaknaan
o Pengetahuan dan keterampilan prasyarat
o Model
o Komunikasi terbuka
o Keaslian dan tugas yang menantang
o Latihan yang tepat dan aktif
o Penilaian tugas
o Kondisi dan konsekuensi yang menyenangkan
o Keragaman pendekatan
o Mengembangkan beragam kemampuan
o Melibatkan sebanyak mungkin indera
o Keseimbangan pengaturan pengalaman belajar

Pengalaman belajar melalui berbagai kegiatan di luar dan di dalam


kelas antara lain :
1) Lomba /Kompetisi
Sedikit tentang kreatifitas.
Dapatkah kita belajar menjadi kreatif?
Apakah kreatifitas dapat dipelajari?
Jika anda sehat dan semua fungsi otak kita baik, anda
sesungguhnya bisa menjadi orang yang kreatif. Apa yang kita

51
butuhkan adalah bagaiamana meraih dan melaksanakan kreatifitas.
Bagaimana kita belajar kreatifitas?
Banyak cara untuk mempelajarinya. Mari kita lihat pada salah satu
contoh ini: Setiap hari kita biasa menghubungkan sesuatu dengan
yang lain secara sama, rumah dengan pintu, mobil dengan jalan,
rambut dengan kepala, rambut dengan hitam, garam dengan asin.
Penerimaan hubungan-hubungan tersebut di atas akan membuat hidup
anda menyenangkan dan terukur, namun kemampuan anda akan menjadi
tumpul untuk menemukan dan menghasilkan sesuatu yang baru
(penemuan baru ini merupakan kreatifitas). Untuk menghilangkan
penghubungan yang rutin, lakukan hubungan mental yang tidak biasa
berhubungan atau putus mata rantai kebiasaan. Bagaimana kalau kita
berfikir: mobil dan putaran, kikil dengan telor, garam dengan gula. Mengapa
kita harus melakukan keanehan/kegilaan ini? Keanehan ini akan
membangunkan pemikiran kita dan mencoba sesuatu yang baru. Semakin
sering kita melakukan hal semacam ini semakin baik.
Dalam upaya mengembangkan kreatifitas siswa maka pada waktu
tertentu, misalnya pada akhir semester, sekolah mengadakan
kegiatan Lomba Kretifitas Siswa. LKS ini meliputi lomba olah raga,
bidang studi, dan atau festival seni termasuk lomba pidato dalam
Bahasa Inggeris, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Sunda. LKS ini
dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian untuk menghindari
penganiayaan psikologis (rasa takut, ejekan, dsb). Pilihan ditentukan
oleh siswa sendiri.
Selain kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah, bisa saja
sekolah mengirim siswa yang berminat dan berpotensi pada bidang
tertentu (misalnya menyanyi) mengikuti lomba yang diselenggarakan
pihak tertentu.
2) Perkemahan
Perkemahan dilakukan setahun sekali untuk lebih mempererat
hubungan sosial (kesetiakawanan) antara kawan dalam rangka
mempraktekkan secara riil pembelajaran tertentu misalnya
pendidikan agama, kewarganegaraan, bahasa dsb. Diharapkan pula
siswa dapat melatih diri untuk mandiri. Umumnya kegiatan
perkemahan ini dilaksanakan dalam kegiatan Pramuka.
3) Bakti Sosial
Saling tolong menolong atau kesetaraan akan tumbuh jika mulai
dikenalkan sedini mungkin. Maka sekolah sering mengadakan bakti
sosial ke daerah yang dekat. Kegiatan ini bisa berupa bantuan
finansial atau materi lainnya yang dibutuhkan kelompok masyarakat
tertentu. Secara spontan dan tertencana siswa diajak misalnya,
mengumpulkan pakaian baik yang baru atau bekas untuk
selanjutnya diserahkan kepada pihak yang membutuhkan.
Kegiatan sosial lainnya adalah melibatkan siswa untuk ikut serta
kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar sekolah.
4) Studi Banding Budaya

52
Indonesia terdiri dari multietnis yang mempunyai kebudayaan
masing-masing, maka kekayaan ini harus dikenalkan sejak dini. Satu
sekolah dengan sekolah lain sesungguhnya mempunyai aturan dan
tata cara yang berbeda. Kunjungan ke lokasi tertentu , misalnya
musium budaya, sering dilakukan oleh sekolah. Tempat yang
dikunjungi disesuaikan dengan usia siswa sendiri.
5) Penelitian Latihan
Untuk lebih membudayakan sains dan teknologi masyarakat
(Science Technology and Society) maka secara terencana siswa
dirangsang untuk melakukan penelitian sederhana. Guru terlebih
dahulu menugaskan siswa untuk membaca media tertulis atau media
elektronik yang sesuai dengan tema tertentu. Siswa kemudian
merumuskan permasalahan yang ingin diketahuinya. Langkah
berikutnya siswa bisa diminta untuk mencari jawabannya dari
berbagai sumber tertentu yang dapat dijangkaunya. Bila data telah
terkumpul maka mereka diajak menyususn suatu model solusi yang
diperoleh.
6) Koperasi Siswa
Koperasi sangat efektif untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan siswa dalam bidang matematika, komunikasi,
informatika,
ekonomi, dan kecakapan hidup. Maka di beberapa sekolah ujicoba
telah dijalankan koperasi siswa di bawah bimbingan guru. Misalnya
siswa secara bergilir (diatur siswa sendiri) menyediakan makanan
ringan tertentu untuk dijual, menjajakan pada waktu istirahat,
mengelola keuangannya termasuk mengadministrasikannya.
7) Kebun/kolam/taman Percobaan dan Bengkel Siswa
Mengingat sekolah ujicoba berada di perkotaan yang relatif padat,
maka kebun sekolah yang dikembangkan adalah taman. Ada juga
yang melakukan pemeliharaan ikan.

Secara singkat dapatlah digambarkan perubahan yang telah dilakukan sekolah


dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas pembelajaran sebagai berikut:

Program PBM Berbasis


Aspek Program PBM Konvensional
Kompetensi
Apa yang · Didasarkan kompetensi · Didasarkan pada disiplin
dipelajari siswa atau tugas-tugas yang ilmu atau mata pelajaran (Subject
relevan. Matter).
· Kompetensi tersebut · Siswa jarang sekali
didiskripsikan secara mengetahui dengan tepat apa
jelas apa yang harus yang akan dipelajari pada setiap
dikerjakan, dan program pembelajaran. Program
seluruhnya harus dicapai pembelajaran biasanya disusun
dan dikuasai secara sesuai bab, pokok bahasan yang
lengkap oleh siswa kurang berarti dalam bidang

53
pekerjaan

Bagaimana · Siswa disediakan · Umumnya siswa mendengarkan


siswa belajar bahan ajar (modul) yang guru mengajar di depan kelas,
didesain untuk membantu memperhatikan guru
mereka agar dapat mendemontrasikan, diskusi dan
menyelesaikan setiap beberapa pembelajaran berfokus
tugasnya. Bahan-bahan pada guru. Siswa hanya
itu diorganisasikan mempunyai sedikit kontrol
sedemikian rupa agar terhadap pembelajaran yang
setiap siswa dapat mereka lakukan. Biasanya sangat
memperlambat, jarang umpan balik
mempercepat, berhenti pengembangan yang diberikan
atau mengulang kembali untuk siswa
apabila diperlukan. Pada
setiap bagian dilengkapi
dengan umpan balik
secara periodik, untuk
memberi kesempatan
siswa melakukan koreksi
terhadap kemampuan
unjuk kerja yang sedang
berlangsung
Bagaimana · Siswa disediakan · Umumnya siswa mendengarkan
siswa belajar bahan ajar (modul) yang guru mengajar di depan kelas,
didesain untuk membantu memperhatikan guru
mereka agar dapat mendemontrasikan, diskusi dan
menyelesaikan setiap beberapa pembelajaran berfokus
tugasnya. Bahan-bahan pada guru. Siswa hanya
itu diorganisasikan mempunyai sedikit kontrol
sedemikian rupa agar terhadap pembelajaran yang
setiap siswa dapat mereka lakukan. Biasanya sangat
memperlambat, jarang umpan balik
mempercepat, berhenti pengembangan yang diberikan
atau mengulang kembali untuk siswa
apabila diperlukan. Pada
setiap bagian dilengkapi
dengan umpan balik
secara periodik, untuk
memberi kesempatan
siswa melakukan koreksi
terhadap kemampuan
unjuk kerja yang sedang
berlangsung
Kapan siswa · Setiap siswa · Biasanya sekelompok
dinyatakan disediakan cukup waktu siswa disediakan waktu yang

54
telah untuk menyelesaikan sama untuk menyelesaikan
menyelesaikan satu tugas, sebelum setiap unit pembelajaran.
satu tugas, dan berpindah pada tugas Sekelompok siswa kemudian
boleh berikutnya berpindah pada unit
melanjutkan ke pembelajaran berikutnya,
· Setiap siswa
tugas meskipun waktu yang ditetapkan
dituntut melakukan unjuk
berikutnya. terlalu singkat atau terlalu lama.
kerja setiap tugas sampai
pada tahap penguasaan
· Penilaian hasil belajar · Siswa mengerjakan ujian tertulis
berdasar pencapaian dan hasilnya dibandingkan
standar kompetensi dengan nilai perolehan
tertentu (penilaian acuan kelompok /kelas (penilaian
patokan). Hasil belajar acuan norma).
dibandingkan dengan
Siswa diperkenankan
kemampuan siswa
melanjutkan ke unit
sebelumnya.
pembelajaran berikutnya,
meskipun nilai perolehannya
sangat marjinal atau bahkan
gagal

c) Pembelajaran Terpadu
Ketika kita merencanakan pendidikan kecakapan hidup maka materi selayaknya
sejalan dengan tujuan pendidikan dan kompetensi. Mereka akan mempunyai
kesempatan memperoleh pembelajaran kecakapan hidup sedini mungkin di
tingkat sekolah dasar. Di bawah ini sebuah contoh rencana untuk anak
berkebutuhan khusus untuk satu tahun ajaran yang telah dikembangkan oleh
guru :

No. Materi waktu Metode


1 Tepuk tangan, mengenggam, 150’ Role Playing
menyentuh, melangkah, meniru
Koordinasi tangan-kaki
2. 210’ Experimen
Bergandengan tangan
3. 120’ Explorasi etc.
Menelusuri lingkungan sekitar
4. 90’ Disesuaikan
Lompat punggung dengan
5. 90’
situasi, waktu,
Mendengarkan dan bergerak
6. 120’ dan peralatan.
Dramatisasi
7. 240’

Contoh Topik terpadu (tematik)


Topik : Koordinasi Tangan- Kaki (Hand-Foot Coordination )
Dalam topik ini setiap siswa bisa melakukan hal yang berbeda asal saja
masih berkaitan dengan koordinasi tangan kaki.

55
Berkebun (Gardening):
- Memetik daun
- Menyiangi rumput
- Memindahkan daun tua

Kesenian (Art )
- Keterampilan tangan (menganyam Handicraft
- Bermain gitar
- Bermain Kecapi
- Memukul Gendang
- Menggunting bentuk

Olah raga (Sport)


- Melompat (Jumping)
- Berjalan (Walking)
- Lari di tempat (Running on place)
- Membungkuk sambil mengambil bola
- Benjang (Traditional wrestling)
- Memanjat pohon (Climbing trees)
- Berjalan ke sekolah/di pesawahan/kebun teh (Walking to school/rice
field/forest)
- Membungkuk memunguti buah-buahan atau sampah (Bending,
picking fruits/rubbish)
- Memanen singkong/ jagung (Moving the Cassava/ corn)

Kegiatan Sehari-hari (Activities of Daily Living)


- Menyikat gigi (brushing)
- Menyisir (crumbing)
- Mengepel (mopping)
- Menyapu (sweeping)

Bernyanyi (Sing a song about hand and foot)


- Lagu Nasional mis : menanam Jagung ( National song :Planting corn)
- Lagu daerah : memetik teh (Traditional song : Take leaves of tea)
Menghitung dengan menyentuh (Counting by touching)
- Menghitung Jari kaki (Counting their finger)
- Menghitung langkah, pohon, atau daun (Counting their steps or tress
or leaves of tress)

d). Diskusi/ Komunikasi multi cara ( Multy Ways Communication)

56
· Siswa dan guru duduk bersama dalam suatu lingkaran
· Siswa Berpatisipasi secara aktif (Learners participate actively)
· orang punya kesempatan yang sama – tak ada yang mendominasi
(Everybody talks - no-one dominates the discussion )
· Pengetahuan dan pengalaman setiap siswa bernilai/berharga
(Everybody's knowledge and experience is valued)
· Terjadi penyaluran kekutan dalan kelompok (There is a relatively even
distribution of power within the group )
· Tak ada peserta yang tertidur! (Nobody falls asleep!)
c. Penyesuaian Lingkungan
Sebagaimana tersebut pada awal bahwa lingkungan sekolah yang
dimaksud dalam tulisan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan non
fisik. Penyesuaian fisik dilaksanakan belakangan setelah penyesuaian
non fisik. Di Indonesia, Bandung khususnya, mengubah lingkungan fisik
selalu dikaitkan dengan masalah pendanaan bukan pada penyesuaian
yang dapat dilakukan tanpa banyak mengeluarkan biaya. Sekolah
ujicoba di Bandung terdiri dari karakter yang berbeda, pertama BPI
adalah sekolah swasta yang besar, kedua SD Tunas Harapan adalah
sekolah negeri yang bereputasi, ketiga SD Gegerkalong adalah sebuah
sekolah negeri kelas menengah. Untuk dapat melakukan penyesuaian
lingkungan fisik yang bisa mengakses semua kebutuhan siswa
memerlukan pendekatan yang cukup panjang.
Tim berpandangan sebagai langkah awal pelaksanaan menuju
pendidikan inklusif dapat dilakukan dengan pemanfaatan lingkungan non
fisik yang berada di sekitar sekolah. Ada beberapa potensi yang dapat
dikembangkan diantaranya :
Pertama : Pembangunan Karakter;
Kedua : Siswa IQ, EQ, SQ (Multy Quations) dan Multiple
Intelegensi ;
Ketiga : Kepala Sekolah;
Keempat : Guru
Kelima : Orang Dewasa di dalam Sekolah;
Keenam : Keberagaman
1) Pembangunan Karakter (Character Building)

Banyak orang berpendapat bahwa suatu perubahan akan terjadi secara


cepat bila kita melakukan perubahan fisik secara nyata. Sekolah yang
baik sering diidentikan dengan bangunan sekolah yang megah.

57
Pendapat ini tidak salah, hanya saja pembangunan fisik bukanlah satu-
satunya komponen penentu baiknya suatu lembaga.
Asumsi di atas sesuai dengan pendapat/pandangan Kepala Sekolah di
Sekolah ujicoba. Oleh karenanya salah satu faktor yang menjadi prioritas
program dalam kerangka meningkatkan mutu sekolah menjadi sekolah yang
ramah lingkungan dan lingkungan pembelajaran yang bersahabat adalah
pembangunan karakter sekolah (school character building).
Dalam melaksanankan pembangunan karakter di sekolah ditempuh beberapa
langkah sebagaimana tersurat di bawah ini :

Peluang Sekolah (School Challenge)


1. Menciptakan suasana dan menyinergikan kerjasama yang rapi dari berbagai
sumber –sumber daya yang berada di sekolah. (Create collaboration across
resources (children, teachers, parents) to build synergies.

Aturan Tertulis (Written Rules):


– Membuat sistem yang mudah dicerna (Clearly laid down systems) : dibuat
secara tertulis dan dibahas bersama terlebih dahulu.
– Pembagian tugas yang jelas dan tegas (Job description ): i.e each student
should participate well in disscussion, contributing an idea to the group work )
2. – Mundur selangkah untuk membahas visi, misi, tujuan,dan strategi
sekolah menuju lingkungan pembelajaran yang bersahabat (Retreat
reinforces the vision, mission, and objectives of the school to making
friendly learning environvent )

Kaidah tak Tertulis (Unwritten Rules):


3. - Membela kelompok meskipun kelompok tersebut salah ( Stand up for your
group at all times even if your group is at wrong
- Sikap budaya stempat dari siswa, guru, orang tua dan stakeholder (Lokal
culture attitude of students, teachers, parents, and stakeholder).
- Keyakinan dan nilai tersembunyi dari guru, siswa, dsb semisal lebih
menghargai senioritas VS kemudaan (Hiden value and belief of the teachers,
students : i.e seniority vs juniority)

Pendorong (Motivators):
Peningkatan bayaran, peningkatan karir, insentif, dan
penghargaan. Misalnya siswa yang berpartisipasi penuh
4. diberikan nilai yang tinggi, guru diberikan honor setiap
mengikuti kegiatan diantaranya membimbing siswa di
luar sekolah.
(Increments, Career Advancement, insentive, reward : i.e.
student those who participated well will be given excelent

58
Penyedia (Enablers)
5 - Kepala Sekolah dan Dewan Sekolah (Head Master and School Council)

Pancingan (Triggers)
– Jika ada siswa atau staf menghendaki informasi persilakan mereka langsung ke
kepala sekolah. Bantulah mereka jika bos mengijinkannya (If any students or
teachers wants any information or help, direct them to the boss. Help the
6. students, or teachers only if the boss tells you to do so.)
– Lakukanlah tugas dan tinggalkan seselesainya. Tidak usah merisaukan
kemangkusan. (Do your job and leave it at that. Do not worry about the
effectiveness)

2) Siswa
Selama ini ada anggapan bahwa siswa adalah ibarat bejana kosong
yang harus diisi materi yang sama namun kini mulai tumbuh kesadaran
para guru bahwa ternyata mereka mempunyai kemampuan dan potensi
yang berbeda. Keberagaman ini dicoba dilayani dengan penyesuaian
pada kebutuhannya.
Budaya yang mulai tumbuh adalah penelaahan potensi siswa
(assesmen). Guru kelas mulai mengembangkan instrumen buatan
sendiri untuk mengumpulkan data siswa. Selain itu juga siswa mulai
dilibatkan dalam menentukan tujuan pembelajaran ataupun menyiapkan
lingkungan semisal penataan kelas.
Sampai saat ini guru baru mengembangkan alat assesmen yang dasar
(bare foot assessment).
Setting Asesmen (Penggalian) Potensi Siswa

Pengetahuan dasar
Gaya belajar (bahasa dan berhitung)

Emosional
Vokasional

Sosial

59
Dari data sederhana yang terkumpul inilah maka sekolah menyediakan
berbagai program untuk mengembangkan potensi siswa, dengan istilah
yang berbeda diantaranya program plus.
B. IMPLEMENTASI DI KELAS
1. Lakukan Assesmen
Asesmen di sini dimaksud adalah upaya pengumpulan data untuk
mengetahui kekurangan terutama potensi peserta sebagai bahan
pertimbangan dalam menyusun program pembelajaran dan layanan lainnya.
Pelaksanaannya bisa di awal, pada proses, atau setelah. Dianjurkan
pelaksanaan asesmen ini diawal tahun ajaran ketika peserta didik mendaftar
ke sekolah. Perlu ditegaskan di sini bahwa kegiatan ini bukan untuk menerima
atau menolak peserta didik, sekalipun pendaftar melebihi daya tampung. Alat
identifikasi dapat digunakan contoh di bawah :

ALAT IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

Lokasi/Sekolah :

Sub Lokasi/Kelas :

Diisi tanggal :

Nama Petugas :

Pejabat Lokasi/Kelas :

NAMA SISWA YANG DIAMATI (BERDASARKAN NOMOR URUT)


Gejala Yang Diamati
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 dst

1. Gangguan Penglihatan (Tunanetra) Seseorang dikatakan tunanetra bila tidak dapat melihat lambaian tangan dari
jarak 60 meter atau tidak dapat menghitung jari jarak 6 meter meskipun telah menggunakan alat bantu melihat
(mis :kacamata, suryakanta, dsb).

a Tidak mampu melihat (tidak bias


membedakan cahaya, gelap, terang dan
sumber cahaya)
b Tidak memiliki bola mata

Kerusakan pada kedua bola atau salah


c
bola mata
Tidak mampu mengenali orang/benda
d
pada jarak 6 meter
Bola mata bergoyang terus tanpa
e
control
Bagian bola mata yang hitam berwarna
f
keruh /bersisik/kering
g Adanya peradangan pada bola mata

Kesulitan mengambil benda kecil di


h
dekatnya

60
i
Sering meraba-raba waktu berjalan
j. Sering tersandung atau terbentur atau
menginjak benda waktu berjalan tanpa
disengaja

2. Gangguan Pendengaran (Tunarungu)

Seseorang disebut tunarungu bila tidak mendengar/bereaksi terhadap panggilan dari jarak 1 meter dan atau lebih
mengandalkan penglihatan

a Tidak mampu mendengar

Tidak menoleh kalau dipanggil (dari


b.
belakang /samping)
c. Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara

d. Ucapan kata tidak jelas

Sering memiringkan /mengarahkan


e.
kepala dalam usaha mendengar
Sering menggunakan isyarat dalam
f.
berkomunikasi
g. Banyak perhatian terhadap getaran

h. Tidak cepat merespon jika diajak bicara

i. Tidak merespon jika diajak bicara

Keluar cairan “nanah” yang menahun


j.
dari kedua telinga
k. Menggunakan alat Bantu dengar

l. Tidak mampu mendengar

3. Gangguan Bicara dan Komunikasi


Gangguan bicara, adalah ditujukan pada seseorang yang tidak dapat mengucapkan bunyi bahasa secara jelas.
Gangguan komunikasi, adalah seseorang apabila tidak dapat menyampaikan ide/pikiran/pendapat secara lisan
dan/atau tulisan, maupun isyarat dengan runtut.
Suaranya parau atau kecil atau
a
terdengar aneh
b Bibirnya sumbing

Terdapat celah pada langit-langit keras


c.
(palatal)
Terdapat celah pada langit-langit
d.
lembut (velar)
e. Adanya gangguan artikulasi
(articulation disorder) (Misalnya
buku diucapkan butu, cokelat diucapkan
colkat/cokat, tidak bias

61
mengucapkan huruf r)
Adanya gangguan kelancaran bicara
(fluency disorder) (Tidak lancar dalam
f.
berbicara/ mengemukakan ide)
Adanya gangguan kemampuan berfikir
dalam
berkomunikasi (sulit merespon isi
g.
pembicaraan orang lain)
h. Kalau bicara sering gagap atau gugup

4. Tunagrahita
Ketunagrahitaan merupakan kondisi dimana fungsi intelektual secara signifikan rendah , disertai dengan adanya
hambatan dalam penyesuaian perilaku (perilaku adaftif) dan dimenistasikan pada masa perkembangan. Secara
umum dikelompokkan menjadi empat katagori; yaitu kelompok tunagrahita ringan, sedang, berat dan sangat berat.

atau
Secara historis terdapat lima basis yang dapat dujadikan pijakan konseptual dalam memahami tunagrahita (Herbert
J. Prehm dalam Philip L. Browning, 1974)) yaitu : 1) tunagrahita merupakan kondisi yang terjadi pada periode
perkembangan, 2) kondisi tersebut ditandai oleh adanya kemampuan mental jauh di bawah rata-rata, 3) mempunyai
hambatan dalam penyesuaian diri secara sosial, 4) Berkaitan dengan adanya kerusakan organik pada susunan syaraf
pusat, dan 5) tunagrahita tidak dapat disembuhkan

(1) Karakteristik Tunagrahita Ringan


a Memiliki IQ 70-55 (dari WISC) jika ada
keterangan dari psikolog
b
Dua kali berturut-turut tidak naik kelas
Masih mampu membaca,menulis dan
c
berhitung sederhana
Tidak dapat berberfikir tanpa bantuan
d
benda yang kongkrit

Perilaku adaptif
a
Kurang perhatian terhadap lingkungan
Sulit menyesuaikan diri dengan situasi
b
(interaksi sosial)

b. Sedang
Memiliki IQ 54-40 (dari WISC) jika ada
a
keterangan dari psikolog
Tidak dapat berberfikir tanpa bantuan
b
yang kongkrit
Hanya mampu membaca kalimat
c
tunggal

62
Mengalami kesulitan dalam berhitung
d
sekalipun sederhana
e.
Tidak dapat mengurus diri sendiri

Perilaku adaptif
a Perkembangan interaksi dan
kumunikasinya terlambat
b Mengalami kesulitan untuk beradaptasi
dengan lingkungan yang baru
(penyesuaian diri)
c Kurang mampu untuk mengurus diri
sendiri

C. Berat
Memiliki IQ 39-25 ke bawah (dari
a
WISC) jika ada keterangan dari psikolog
b
Hanya mampu membaca satu kata
Tidak dapat berberfikir tanpa bantuan
c.
benda yang kongkrit

Perilaku adaptif
a
Tidak dapat melakukan kontak sosial
b
Tidak mampu mengurus diri sendiri
Akan banyak bergantung pada bantuan
c
orang lain

5. Anak Lamban Belajar


Anak lambat belajar sering disebut sebagai “border line” atau garis batas, antara kondisi anak normal dengan anak
tunagrahita. Taraf kecerdasannya menjadi kelompok tersendiri dan sering disebut sebagai kelompok ”lambat
belajar”. Tetapi tidak termasuk dalam katagori tunagrahita. Skor IQ menunjuk kepada penyimpangan satu sandar
deviasi (IQ 85-71). Sedangkan anak tunagrahira ada pada dua standar deviasi dengan IQ 55-70)

Daya tangkap terhadap pelajaran


a
lambat
b Sering lambat dalam menyelesaikan
tugas-tugas akademik
c
Rata-rata prestasi belajar selalu rendah
d
Pernah tidak naik kelas
e Dapat memahami pelajaran tetapi
dalam rentang waktu yang cukup lama

63
melalui proses

6. Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar Spesifik

Suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar, gangguan itu mungkin nampak dalam bentuk
kesulitan pendengaran, berfikir, bicara, membaca atau mengeja, menulis dan berhitung, tetapi tidak termasuk pada
kondisi gangguan penglihatan, pendengaran, motorik, ketunagrahitaan, juga kemiskinan, budaya dan ekonomi. Secara
intelektual mereka tergolong normal bahkan cerdas.

Atau

Kesulitan belajar menunjuk kepada sekelompok kesulitan yang dimenifestasikan dalam bentuk kesulitan nyata dalam
kemahiran dan kemampuan mendengar, membaca, benalar, atau kemampuan dalam matematika. Gangguan tersebut
bersifat intrinsic yang diduga oleh disfungsi system syaraf pusat.

6.1. Anak yang mengalami kesulitan


membaca
a. Perkembangan kemampuan membaca
terlambat,
b Kemampuan memahami isi bacaan
rendah,
Kalau membaca sering banyak
c
kesalahan
Selalu melakukan ,lompatan baris ketika
d
membaca suatu paragraph
Selalu mengganti kata dengan kata yang
f
mirif ketika membaca
g
Menghilangkan kata ketika membaca
h
Menambah kata ketika membaca

6.2. Anak yang mengalami kesulitan menulis


Kalau menyali tulisan sering terlambat
a
selesai
b Sering salah menulis huruf b dengan p,
p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6
dengan 9, dan sebagainya
Hasil tulisannya jelek dan hampir tidak
c
terbaca
Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf
d
hilang,
Sulit menulis dengan lurus pada kertas
e
bergaris

6.3. Anak yang mengalami kesuiltan belajar

64
berhitung
Sulit membedakan tanda-tanda: +, -,
a
x, :, <, >, =
b
Sulit melakukan oprasi hitung
c
sering salah membilang secara urut
d Sering salah membedakan angka 9
dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3
dengan 8 dan sebagainya
e
Sulit membedakan bangun geometri

7. Tunadaksa/Kelainan Anggota Tubuh/Gerakkan


Terdapat anggota gerak tubuh
(tangan/kaki) yang tidak lengkap / tidak
a
sempurna / lebih kecil dari biasa
b Melakukan kegiatan sehari-hari dengan
menggunkaan alat bantu
c Kurang mampu dalam komunikasi
secara lisan dan atau tulisan
Kesulitan dalam melakukan gerakan
d (tidak sempurna, tidak lentur dan tidak
terkendali)
e Anggota gerak kaku, lemah, lumpuh
dan laya

8. Tunalaras (Anak yang mengalami gangguan emosi daan Perilaku

Prilaku sehari-harinya tidak sesuai


dengan norma yang berlaku baik di
a
rumah, sekolah maupun di masyarakat.
Prilaku sehari-harinya
bertentangan/merusak norma yang
berlaku baik di rumah, sekolah maupun
b
masyarakat. (anti sosial)
Kurang/ tidak mampu menyesuaikan
diri dengan prilaku kelompok, dan
c
kesadaran sosial yang rendah
d Menuntut perhatian yang terus
menerus dari lingkungannya.
Mereka selalu cemas, tegang (stres),
emosinya tidak stabil, marah-marah,
merusak barang, menggangu dan
e
menyakiti orang lain, berkelahi dsb
9. Anak Berbakat/Memiliki Kemampuan dan Kecerdasan Luar Biasa
Istilah cerdas dan bakat istimewa merupakan terjemahan gifted dan talented. Istilah ini menunjuk kepada mereka
yang memiliki kecerdasan yang tinggi jauh di atas rata-rata dan atau mereka yang memiliki bakat istimewa pada bidang

65
tertentu. Anak cerdas dan bakat istimewa dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Anak yang memiliki kecerdasan umum (IQ) jauh di atas rata-rata, yang biasanya ditandai oleh skor IQ diatas 130.
Mereka kadang-kadang disebut dengan istilah anak genius.
2. Anak yang memiliki bakat yang istimewa pada bidang tertentu, misalnya bakat pada bidang seni, olah raga,
kepemimpinan dan atau bidang studi tertentu.
3. Anak yang memiliki kecerdasan istimewa dan sekaligus juga memiliki bakat istimewa

Berikut dijelaskan lebih rinci tentang pengertian dan ciri dari masing-masing katagori tersebut.

Cerdas Istimewa
Anak cerdas istimewa (gifted) adalah mereka yang memiliki inteligensi atau kecerdasan umum (IQ) yang tinggi jauh di
atas rata-rata. Mereka secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Memiliki skor IQ di atas 130, berdasarkan hasil tes kecerdasan oleh psikolog.
 Memiliki prestasi atau nilai belajar yang tinggi, sehingga sering menjadi juara kelas
 Mudah dalam menyelesaikan soal-soal ujian, tes atau tugas akademi di sekolah.
 Menunjukkan kesenangan (minat, motivasi) dan kesungguhan yang tinggi dalam belajar.
 Gemar membaca atau belajar.
 Memiliki pengetahuan atau wawasan yang luas.
 Sering memberikan jawaban, gagasan, pemikiran atau pemecahan masalah secara ceremerlang dan inovatif (baru).

Bakat istimewa
Bakat istimewa adalah siswa yang memiliki keunggulan atau keistimewaan dalam bidang kecakapan tertentu, misalnya
kemampuan yang istimewa dalam bidang musik, olah raga, seni rupa, seni pertunjukkan, sastra dan bahasa,
kepemimpinan, dan atau pada bidang studi tertentu. Mereka yang memiliki bakat istimewa diantaranya ditandai
dengan beberapa ciri sebagai berikut:
 Memiliki minat dan kemampuan yang luar biasa (istimewa) pada bidang yang menjadi bakatnya.
 Sering menjadi juara dalam bidang yang menjadi bakatnya, baik di tingkat sekolah, lokal maupun nasional.

A
Membaca pada usia lebih muda,
B
Membaca lebih cepat dan lebih banyak,
Memiliki perbendaharaan kata yang
C
luas,
D
Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat
E Mempunyai minat yang luas, juga
terhadap masalah orang dewasa
Mempunyai inisitif dan dapat bekerja
F
sendiri,
Menunjukkan kesalahan (orisinalitas)
G
dalam ungkapan verbal
H
Memberi jawaban, jawaban yang baik
I
Dapat memberikan banyak gagasan,
J
Luwes dalam berpikir

66
Terbuka terhadap rangsangan-
K
rangsangan dari lingkungan
L
Mempunyai pengamatan yang tajam
M Dapat Berkonsentrasi dalam jangka
waktu yang panjang terutama dalam
tugas atau bidang yang minati
N
Berpikir kritis juga terhadap diri sendiri
O
Senang mencoba hal-hal baru
P Mempunyai daya abstraksi,
konseptualisasi dan sintetis yang tinggi
Q Senang terhadap kegiatan intelektual
dan pemecahan masalah-masalah
R Cepat menangkap hubungan sebab
akibat
S
Berprilaku terarah terhdap tujuan
T
Mempunyai daya imajinasi yang kuat
U
Mempunyai banyak kegemaran/hobi
V
mempunyai daya ingat yang kuat
W
Tidak cepat puas dengan prestasinya
X Peka (sensitif) serta menggunakan
firasat (intuisi),
Y Menginginkan kebebasan dalam
gerakan dan tindakan

10. Anak Autis:


Anak autis adalah anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan yang luas, gejalanya muncul sebelum usia 3
tahun sebagai akibat adanya gangguan neurobiologi yang mempengaruhi fungsi otak, sehingga penyandang
autisme mengalami gangguan pada kemampuan interaksi sosial, komunikasi, dan menunjukkan adanya perilaku
yang tidak lazim.
Ciri-ciri menonjol pada anak autis antara lain: (1) ada yang suka menyendiri, tetapi ada juga yang aktifitasnya
berlebihan; (2) kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain; (3) terkadang bertingkah laku aneh, baik dalam
bentuk gerakan maupun suara; (4) pada umumnya rangsang syarafnya sangat sensitive, namun untuk rangsang
terhadap rasa sakit cenderung rendah.

a Adanya gangguan interaksi sosial

Tidak ada kontak mata atau sedikit


sekali
Tidak bisa bermain dengan teman
sebaya
Tidak ada interaksi sosial

67
Tidak bisa mengendalikan emosi

Tidak peduli terhadap orang lain

b Adanya gangguan komunikasi (bicara,


bahasa dan komunikasi)
Mengalami keterlambatan bicara

Tidak ada usaha berkomunikasi dengan


orang lain
Sering mengeluarkan kata-kata yang
tidak bermakna
Bahasa aneh (tidak lazim) yang diulang-
ulang
Tidak dapat bermain dalam kelompok

c Adanya gangguan perilaku

Mempertahankan satu minat atau lebih


secara sangat khas dan berlebih-lebihan
Senang pada rutinitas dan ritualistik
yang tidak berguna
Gerakan motorik yang diulang-ulang
dan stereotip, misalnya memainkan
tangan/jari
Sangat tertarik pada bagian-bagian
benda tertentu (baunya, getarannya,
permukaannya) yang tidak lazim
Mudah tantrum (histeris) hanya karena
hal-hal yang sepele
Suka menyakiti diri sendiri

d Adanya gangguan sensoris

Sensitif terhadap sentuhan

Sensitif terhadap suara

Tidak sensitif terhadap rasa sakit

e Adanya gangguan pola bermain

Cara bermain kurang variatif

Pola bermain cenderung individu

Kesimpulan :

68
DAFTAR ANAK YANG BERINDIKASI BERKELAINAN DAN MEMERLUKAN PELAYANAN PENDIDIKAN KHUSUS

1. SD/MI : .........................................
2. Kelas : .........................................
3. Nama Guru Kelas :......................................

No. Nama L/P Uraian/kasus Masalah Keterangan

69
1. Amin L 1. Kesulitan Belajar Matematika Standar Nilai yang dicapai = 4

2. Gangguan penglihatan Standar Nilai yang dicapai = 5


3. Sering tidak masuk karena sakit
Standar Nilai yang dicapai = 4

Jumlah sdr. Yang sekolah 5


2. Roberta P 1. Kesulitan hampir semua mata
pelajaran (lamban belajar)

2. Keluarga miskin,penghasilan rata


Dst.
rata Perbulan Rp.300.000, dengan
jumlah tanggungan keluarga 8
orang.

3. Irma Eka 1. Kelayuan pada kaki


kanannya.
2. Kaki kiri lebih pendek
3. Kemampuan
intelektual rata-rata
4. Dst.
Dibuat Tangal : ………………..

Guru Kelas,

( ………………………………. )

2. Laksanakan Kerjasama
Setelah mendapat data sederhana tersebut maka fihak orangtua (jika
mampu) dapat berkonsultasi dengan dokter, psikolog, paedagoh dan
atau akhli lainnya. Sekolah selanjutnya menjalin jejaring dengan :
a. PUSKESMAS setempat untuk
mendiagnosa kondisi anak lebih lanjut
b. Sekolah lain yang sudah
berpengalaman atau dengan Sekolah Luar Biasa terdekat.
c. Instansi lain yang dapat dijangkau
dan membantu sekolah dalam pengembangan layanan pendidikan
bagi semua anak dengan ramah.
d. Jika jejaring sulit dilaksanakan fihak
guru dapat melakukan pengamatan lebih dalam dengan cara
membuat instrumen sendiri , seperti contoh di bawah :

INSTRUMEN ASESMEN LANJUTAN


TUNADAKSA

70
NO URAIAN KETERANGAN
GAMBARAN FISIK
1. Rambut
a. Warna :
b. Jenis :
2. Mata
a. Warna :
b. Bentuk :
3. Telinga :
4. Hidung :
5. Gigi :
6. Kulit :
7. Kepala :
8. Tangan :
a. Sendi Bahu
1) Membungkuk atau merangkak
2) Lurus
3) Keluar dari garis tengah tubuh
4) Mendekati atau kembali ke garis tengah tubuh
5) Memutar pada porosnya ke bawah
6) Memutar pada porosnya ke atas
b. Sendi Siku
1) Menekuk ke atas
2) Membuka ke posisi semula
c. Sendi lengan bawah
1) Telapak tangan lulrus terbuka
2) Telapak tangan lurus menghadap ke bawah
d. Sendi Pergelangan Tangan
1) Ditekuk ke bawah
2) Digerakan ke atas
3) Digerakan ke luar
4) Digerakan ke luar
e. Sendi Jari Tangan
1) Mengepal
2) Membuka
3) Menekuk dua sendi ujung jari-jari tangan
4) Jari telunjuk menjauhi jari tangan lainnya
5) Ujung jari telunjuk diketuk mulai dari pangkalnya sehingga
ibu jari dan telunjuk bertumpang tunduk
f. Sendi Ibu Jari Tengah Tangan
1) Menekuk ibu jari tangan
2) Menekuk sendi ibu jari tengah
3) Ibu jari digerakan ke luar
g. Ibu jari tangan digerakan ke luar
9. Kaki
a. Sendi Panggul
1) Membengkok atau menekuk
2) Lurus
3) Keluar dari garis tengah tubuh

71
4) Mendekati atau kembali ke garis tengah tubuh
5) Memutar pada porosnya ke bawah
6) Memutar pada porosnya ke atas

b. Sendi Lutut
1) Menekuk ke atas
2) Membuka ke posisi semula
c. Pergelangan Kaki
1) Telapak kaki lurus terbuka
2) Telapak kaki lurus mengahadap ke bawah
d. Pergelangan Jari Kaki
Punggung
10. Motorik Kasar
a. Merangkak
1) Dapat memutar kepala ke samping
2) Seluruh anggota gerak dalam posisi fleksibel
3) Gerakan reflex merangkak
b. Mengangkat kepala paling sedikit 3 detik
c. 1) Mengangkat kepala paling sedikit 45º
2) Mengangkat kepala paling sedikit 10 detik
d. 1) Mengangkat kepala kira-kira 45º-90º
2) Mempertahankan kepala tegak paling sedikit 1 menit
3) Pinggul dapat okstonsi
4) Menumpu pada 2 lengan bawah
e. Dada tegak dengan topangan lengan bawah yang mantap
f. Dapat melepaskan topangan lengan bawah dengan mengangkat
lengan ke atas, tungkai yang terangkat diluruskan berulang-ulang,
seperti benang.
g. 1) Menopang badan bagian atas dengan tangan tangan agak
terbuka atau sepenuhnya terbuka dan kedua lengan lurus.
2) Bayi dimiringkan, terjadi obduksi dari lengan bawah dan
tungkai sisi yang terangkat (reaksi keseimbangan)
h. 1) Sambil Tengkurap, sanggup mengangkat salah satu lengan
keatas, berlangsung paling sedikit 3 detik
2) Sudah terdapat reaksi parasut dari kedua belah lengan.
i. Masa transisi antara bulan ke-7 dan ke-9
j. 1) Merayap dengan menggunakan siku dan lengan bawah untuk
menggeser badan ke depan
2) Merangkak, tapi gerakan belum terkoordinasi
3) Dapat duduk sendiri dari posisi tengkurap dengan melipat
sendi pinggul dan memutar tubuh
k. Merangkak dengan menggunakan tangan dan lutut, dengan
koordinasi yang baik
l. Merangkak dengan mantap

3. Buatlah Penyesuaian kurikulum


Setelah kita mendapatkan data potensi peserta didik maka buatlah silabus
yang disesuaikan dengan kondisi peserta didi tersebut.
Langkah –langkah penyesuaian dapat dilihat pada bab II dengan
memperhatikan langkah pembelajaran pada BAB III.

72
4. Rencanakan Pembelajaran yang sesuai

Salah satu contoh perencanaan pembelajaran yang dapat


mengikutsertakan semua peserta didik dengan penyesuaian pada
kondisinya.

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIS DI KELAS


INKLUSIF

Berikut ini akan dipaparkan proses pembelajaran tematis di SD kelas 3. Model


pembelajaran ini diawali dengan pemetaan materi pembelajaran sesuai dengan
kurikulum yang berlaku saat ini. Untuk memudahkan guru, maka dapat dibuatkan
bagan keterpaduan dengan memetakan pokok bahasan berdasarkan substansi
kurikulum yang berlaku saat ini.

Dalam contoh pembelajaran terpadu berikut ini diambilkan tema tentang


“Pasar”. Pasar adalah sebuah tema yang menarik dan konstekstual. Melalui tema
pasar berbagai aspek yang dimuat dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Matematika, Sains, Pengetahuan Sosial, Kerajinan Tangan dan Kesenian, serta
pendidikan jasmani dapat dialirkan dalam proses pembelajaran yang ada. Pasar
adalah tema yang sangat subur, kaya, penuh kreativitas dan imajinatif. Di manapun
anak berada, baik di perkotaan maupun di pedesaan tentu mereka memiliki pasar
dengan ciri-ciri khasnya sendiri. Ajaklah murid Anda mengunjungi pasar terdekat,
kemudian minta mereka mendiskusikan, membuat laporan, dan hubungkan dengan
materi pembelajaran seperti yang dimuat dalam kurikulum. Berbagai kandungan lokal
akan memberi kekuatan pada proses pembelajaran ini. Tentu saja kondisi ini akan
berbeda dan memberi kekuatan lokal masing-masing yang unik. Misalnya pasar sapi
yang ada di Payakumbuh Sumatera Barat, pasar terapung di Banjarmasing, dan pasar
atas di Bukittinggi, pasar batik di Klewer Solo, Jawa Tengah. Melalui contoh ini guru-

73
guru di berbagai daerah dapat mereplikasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
daerah mereka masing-masing.

Proses pembelajaran yang melibatkan dan mencelupkan anak untuk melakukan


sesuatu, merupakan sebuah pengembaraan belajar yang menyenangkan. Di sana akan
terjadi pergelutan berpikir, merasa, dan bagaimana berlaku dengan sesama teman.
Inilah saatnya murid berlatih untuk berperilaku menjadi pedagang/wirausaha, pintar
tawar menawar, cerdas, hemat, kritis, kerja keras, pantang menyerah, peduli, dan
santun. Perilaku yang terbentuk akan mengukir karakter baik di diri murid. Kegiatan
ini sangat kontekstual dan bermakna bagi murid. Inilah makna dari “learning for life”,
bukan malah sebaliknya, yaitu “learning for school”. Murid-murid akan menjalani
proses pembelajaran yang holistik, bukan hanya terkait dengan kognitif akademik
melainkan juga terkait dengan aspek sosial emosi yang kelak akan membentuk
perilaku yang berakhlak mulia.

Mereka berlari
mengejar
keingintahuan
mereka sebagai
pemelajar sejati

Mereka mencoba
melakukan, gagal,
melakukan lagi,
begitulah terjadi
berulang-ulang…

Itulah proses
pembelajaran.

Kegagalan
merupakan bagian
dari kesuksesan
yang akan mereka
raih

74
 Bagan Keterpaduan Antarmata Pelajaran Melalui Tema (lihat
Kurikulum) “PASAR”
Bahasa Indonesia
 Menceritakan suasana pasar. Matematika
 Mendiskripsikan pasar tradisional vs supermarket.  Mengklasifikasi jenis barang yang dijual di
 Bermain peran “pedagang dan pembeli”. pasar.
 Membuat tabel dan grafik barang yang
 Dongeng “Pak Pandir” (hubungkan dengan mata
dijual.
uang zaman dulu, seringgit, se suku—dongeng  Konsep berat (ton, kwintal, kg, gr, ons).
multikultural dari Minangkabau).  Konsep volume (liter, kubik, cc).
 Menceritakan pasar sapi yang unik di Minangkabau  Hubungkan dengan konsep volume
 Menuliskan pengalaman pergi ke pasar setelah tradisional, misal di Minangkabau dan
hujan turun.Berdiskusi, membuat daftar pertanyaan Banten (gantang, cupak untuk mengukur
dan wawancara ke pedagang (ikan & sayur&buah) beras)---pendidikan multikultural.
 Mendata nama barang-barang yang dijual di pasar  Konsep kuantitas (lusin, kodi, gros, rim).
dan menuliskannya.  Praktek menggunakan timbangan, alat
ukur.
 Membuat kliping berbagai jenis barang dan
 Cara menggunakan kalkulator.
harganya.

Pengetahuan Sosial
 Kunjungan ke pasar, Penjaskes
mengamati suasana pasar.  Permainan Bola Kasti
 Membuat denah pasar.  Senam ketangkasan
 Mengamati jam sibuk pasar dan
membuat laporan.
 Mendata produk dalam dan luar
negri.
 Berdiskusi mengkritisi hal-hal
yang terjadi di pasar (pencopet,
macet, pengap, becek, sampah,
bau busuk).

Kertakes
 Menggambar keramaian pasar
Sains  Membuat keranjang
 Mengidentifikasi jenis ikan yang ada di pasar.  Membuat dompet
 Praktik mengamati anatomi ikan  Membuat model miniatur pasar
 Laporan dalam bentuk gambar (menggunakan barang bekas) dan
 Percobaan meneliti jenis serangga yang hidup di replikasi sayur dan buah dengan
dalam tanah (media kentang) tanah liat.
 Rantai dan jaring makanan  Bernyanyi “Lagu Bermain”

Nilai-Nilai Karakter :

Kejujuran, Amanah, Bargaining position/tawar menawar, Wirausaha/


Enterpreunership, Pantang menyerah, Ulet, Tekun, Respek, Santun,

75
Rendah hati, Peduli, Hemat, Keadilan, Toleransi, Kreativitas, Dermawan,
Tanggungjawab.

2. Apa yang Dibutuhkan ?


Koran bekas, gunting, lem, kertas hvs, ikan basah, timun, bumbu dapur, kentang
pisau dapur, alat gambar, kartun, kalkulator, bola kasti, tanah liat.

3. Apa yang Dilakukan ?


a. Bahasa Indonesia
 Suasana di Pasar, Bercerita, Melaporkan, dan Bermain Peran
1) Guru mengajak siswa berdiskusi tentang “pasar”, salah satu tempat yang
sering di kunjungi oleh masyarakat. Kemudian guru meminta siswa
menceritakan tentang beragam jenis pasar dan mendeskripsikan
suasananya. Misalnya “Pasar Pagi”, yaitu pasar yang selalu ramai mulai
pagi hari sekitar jam 5.00 hingga jam 9.00. Setelah itu pasar mulai sepi.
Beberapa jenis dagangan yang dijual adalah sembilan (9) kebutuhan
pokok, ikan segar, daging sapi, ayam, sayur, dan buah. Siswa dapat
menguraikan secara terinci lagi, sesuai dengan kemampuan mereka
menuangkan gagasan-gagasan besar yang mereka miliki.
2) Selanjutnya siswa diminta untuk menuliskan berbagai macam pasar dan
yang terdapat di sekitar daerah mereka tinggal. Misalnya Pasar Jongkok,
Pasar Kaget, Pasar Minggu, Pasar Ikan, Pasar Induk dan sebagainya.
Minta siswa menuliskan pengalaman mereka masing-masing saat
berkunjung ke pasar.
3) Ajak siswa membacakan/menceritakan ke depan kelas tentang
pengalaman mereka masing-masing saat berkunjung ke pasar. Sementara
tersebut.
4) Membagi siswa atas beberapa kelompok untuk mendeskripsikan berbagai
jenis pasar misalnya Pasar Tradisional, Pasar Induk, Pasar Burung, Pasar
Bunga, Pasar Daging, Pasar Ikan dan Supermarket/Mall. Setelah itu
kepada semua kelompok diminta bergabung dan mengisi tabel seperti
contoh berikut (lampiran 1).Hal yang ingin disampaikan dari proses
pembelajaran ini adalah siswa dapat membedakan aneka jenis pasar, dan
kegiatan apa saja yang terjadi di sana serta bagaimana tanggapan mereka
melihat kondisi pasar yang mereka lihat. Ajak mereka berpikir kritis
mengamati kejadian tentang pasar.
Contoh : Tabel perbedaan Pasar Tradisional dengan Supermarket/Mall :

No Perbedaan Pasar Tradisional Supertmarket/Mall


1. Lokasi ditempat terbuka ditempat tertutup
2. Waktu jual-beli 6-12 jam 14 jam
Dari semua kalangan dari kalangan
3. Konsumen/Pembeli
masyarakat menengah ke atas
Relatif lebih murah, Lebih mahal, harga
4. Harga Barang
dapat ditawar pasti
5. Kondisi Barang ........................... ........................
6. Jenis Barang ........................... ........................
7. Asal Produk ........................... ........................

5) Siswa diminta untuk membawa salah satu barang yang sering ia beli di
pasar, misal jajanan pasar (kue pukis, lepat, bugis, bikaAmbon, kue lapis,
goreng pisang, dsbnya). Bagi mereka dalam
beberapa kelompok, yang terdiri dari 4-6 orang

76
siswa. Masing-masing kelompok meletakkan berbagai barang yang
dibawanya dari rumah dan meletakkan di atas meja. Mintalah salah
seorang siswa untuk berperan sebagai penjual dan yang lainnya berperan
sebagai pembeli.
6) Ajak siswa melakukan simulasi transaksi jual beli, seperti adanya tawar-
menawar (bargaining position). Di mana penjual memperagakan
bagaimana ia menawarkan barang dagangannya dengan kemasan yang
menarik dan tutur bahasa yang santun dan gigih. Kemudian pembeli
memperagakan bagaimana cara memilih barang dengan cerdas sesuai
dengan kebutuhannya, serta menawar dengan cara yang santun. Untuk
alat pembayaran (uang), gunakan kertas-kertas kecil yang telah dituliskan
nilai mata uang (kalau digambar lebih baik lagi) sesuai dengan yang
mereka inginkan.
Tujuan dari pembelajaran ini adalah membentuk perilaku yang santun
dalam berkomunikasi antara pemeran pembeli dan pedagang. Di samping
membentuk perilaku hemat dan cerdas saat berbelanja. Katakan kepada
siswa untuk tidak tergoda akan bujukan pedagang yang berlebihan saat
menawarkan barangnya.
7) Setelah simulasi jual beli selesai, maka kue yang dibawa dari rumah dibagi-
bagi untuk dimakan. Minta siswa membagi-bagikan kue secara adil merata
kepada semua teman. Sebelum dimakan siswa diminta mendiskusikan
bahan baku yang digunakan untuk membuat kue. Misalnya kue pancong,
terdiri dari bahan tepung beras, kelapa muda diparut, gula pasir, dan garam
secukupnya. Kritisi apakah bahan-bahan yang digunakan dalam proses
pembuatan kue tersebut merupakan bahan lokal di sekitar mereka atau
didatangkan dari luar daerah mereka. Ajak siswa mengkritisi jika kue yang
mereka makan itu bahan-bahannya didatangkan dari luar daerah atau dari
luar negeri bagaimana dampaknya terhadap kehidupan petani lokal dan
pedagang setempat? Kepedulian siswa untuk mengkritisi lingkungannya
dapat dilakukan dari segala aspek.

Siapa yang Bagaimana cara


membuat ? membuatnya?

Apa bahan-
bakunya? Di mana kue
(produk) dijual?

Pisang Molen

Siapa pembelinya ? Apa dampak


Dari mana bahan terhadap petani dan
baku didatangkan pedagang ?
(produk lokal atau
impor?) 77
 Mendengarkan cerita “Si Kabayan DAGANG” (dongeng dari Jawa Barat)—
lamp 2.

1) Salah seorang siswa diminta membacakan


dongeng Si Kabayan dengan suara nyaring, dan
siswa yang lainnya menyimak. Lakukan secara
bergantian untuk membacakan dongeng tersebut.
2) Dongeng ini berasal dari Jawa Barat (sebaiknya
mengutip dari buku cerita rakyat, namun baik juga
jika karya guru) yang mengisahkan seorang laki-laki yang menjual
barang ke pasar tapi karena ia kurang dapat berpikir logis, tidak
memiliki jiwa dagang akhirnya hitungan jual beli menjadi buntung.
Barangnya terjual tapi dia pulang tidak membawa apa-apa. Cerita ini
sangat bagus untuk menumbuhkan jiwa kritis di diri siswa. Di mana
pada zaman dulu cerita Si Kabayan ini merupakan cerita yang bagus
untuk diceritakan kepada anak-anak di Jawa Barat. Melalui cerita ini
para orangtua mengajarkan anak-anak mereka berhitung, berpikir logis,
dan ini sesuai untuk memotivasi jiwa dagang masyarakat Sunda yang
umumnya pintar bertani.
3) Ajak siswa untuk mengkritisi cerita tersebut!
4) Simaklah dongeng Si Kabayan tersebut dan hubungkan kesetaraan
mata uang yang ada pada zaman dulu seperti yang terdapat dalam
cerita tersebut, seperti sesuku, saringgit dengan nilai mata uang rupiah
yang ada pada masa sekarang.
1 Ringgit = 25 sen (dua puluh lima sen)
1 Suku = Rp 50,.00 (lima puluh)
1 benggol = 2,5 sen
1 kelip = 5 sen
1 ketip = 10 sen
1 rupiah = 100 sen

Mata uang di atas merupakan mata uang yang terjadi setelah kemerdekaan
tahun 1945 hingga tahun 1960.

Tujuan dari pembelajaran ini adalah menumbuhkan kompetensi terhadap sejarah


masa lalu (historical competencies).

78
5) Muatan pendidikan multikultur sangat kaya sekali dalam cerita ini.
Untuk itulah ajaklah siswa mencari padanan kata daerah yang unik dari
berbagai daerah sesuai asal siswa masing-masing (lampiran 3).

Nilai mata Bahasa Bahasa Bahasa Bahasa Bahasa Bahasa


uang (Rp) Minang Jawa Sunda Betawi Madura Bali
Rp. 25 Satali Selawe Salawe
Rp. 50 Sesuku Seket Limapuluh
Rp. 75 Tiga tali Pitungpul Tujuh puluh
uhlimo lima
Rp. 100 Saratuih Satus Saratus Cepek
Rp. 150 Tiga Satus Saratus lima
suku seket puluh
Rp. 250 Seringit Rongatus Duaratus lima
seket puluh
Rp. 500 Limo Limangat Lima ratus Gopek
ratuih us
Rp. 1000 saribu Sewu Sarebu Se Ceng
...............
6) Memaknai pepatah yang berhubungan dengan mata uang. Misalnya :
.
“Kelakuannya setali tiga uang”.

“Kelakuannya setali tiga uang”, mengiaskan kelakuan antara dua (2) orang
yang sama dan serupa. Kegiatan ini membuat siswa kreatif dalam menangkap
berbagai makna yang tersirat dari bahasa puisi/sastra.
Guru dapat mencari bersama siswa pepatah lain dari berbagai daerah yang
berorientasi pada mata uang. Umumnya pepatah ini muncul pada tahun mata
uang suku, tali, ketip, ringgit masih berlaku di Indonesia.

 Mengamati gambar “Pasar yang Unik”


Ceritakan kepada siswa berbagai bentuk pasar yang unik dan khas, yang
hingga hari masih terdapat di berbagai wilayah Indonesia. Misalnya; Pasar
Terapung di Banjarmasin, Pasar Sapi Unik di Payakumbuh Sumatera Barat
yang menampilkan bagaimana penjual dan pembeli melakukan jual beli dengan
cara bersalaman ditutup kain sarung, sehingga tidak ada orang lain yang tahu
berapa besar transaksi antarmereka. Minta siswa mendiskusikan kenapa hal itu
dilakukan ? (lampiran 4). Bagaimana manfaat dan kekurangan dari bentuk jual
beli seperti itu.
1) Ajak siswa untuk mendeklamasikan pantun anak
dari Jawa Barat (lampiran....).

79
2) Ajak siswa mengkritisi pantun di atas dan menuliskan maksud dan
kandungan isinya.
3) Minta mereka membuat pantun sendiri berhubungan dengan jual beli.

 Wawancara ke Pedagang
1) Minta siswa menyiapkan sejumlah pertanyaan yang ditujukan kepada
para pedagang yang ada di pasar. Arahkan pertanyaan mereka pada
berbagai hal misalnya dari mana mereka mendapatkan sumber barang
dagangan, berapa omset (pendapatan) yang mereka peroleh setiap
hari, bagaimana mereka memelihara kebersihan pasar setelah waktu
dagang usai, dan siswa melaporkan hasil wawancaranya dalam bentuk
dialog/wawancara seperti contoh berikut :

Hasil wawancara Adi dengan Pedagang sayur di pasar terdekat rumahnya


Adi : Sudah lamakah bapak berjualan sayur di pasar ini?
Pedagang sayur : Kira-kira sudah sepuluh tahun lebih, sebelumnya
awak (saya) berjualan di Pasar Sungai Puar.
Adi : Oo begitu, jadi bapak ini berjiwa dagang ya, dan seterusnya...

Guru dapat melihat sejauhmana wawasan siswa dalam mengemas dialog-


dialog yang berkembang di lapangan saat wawancara terjadi.
Dari kegiatan ini potensi menulis, berkomunikasi verbal/bercakap-cakap
dengan santun, keberanian bertanya untuk menggali keingintahuan,
kepedulian, dan semangat untuk berkarya serta kreativitas siswa akan
berkembang dengan baik.

80
 Membuat brosur barang.

Ajak siswa untuk membuat brosur, dengan menggunakan koran-koran bekas


(majalah, brosur supermarket dan sebagainya). Gunting berbagai gambar yang
ada di koran kemudian siswa diminta menyusun kembali dengan kreativitas
masing-masing dan diberi harga. Kegiatan ini dilakukan untuk melatih siswa
trampil dalam menginfer/memantas/memprediksi hargasesuai dengan kondisi
yang adasekarang. Jadi siswa dapat belajar melihat fluktuasi harga barang
yang ada di masyarakat. Kapan harga naik dan kapan harga stabil. Mungkin
kondisi ini akan dapat membantu menumbuhkan kekritisan siswa akan
kejadian/masalah sosial yang bergejolak di bidang ekonomi.

2) Urutkan gambar tersebut berdasarkan dari harga yang termurah s/d


yang termahal, atau dapat juga menampilkan barang yang sejenis,
misalnya membuat brosur rumah dengan berbagai tipe. Kemudian
kepada masing-masing siswa diminta untuk mempresentasikan hasil
karyanya di depan teman-teman se kelas.

81
3) Minta siswa melingkari benda/barang yang pernah ia beli/ yang sering
ia pakai . Setelah itu minta siswa mendata barang yang telah ia lingkari
tadi dan kemudian mengelompokkan mana barang yang berasal dari
daerahnya dan mana barang yang berasal dari luar negeri (lampiran 6).
Contoh :

Produk Produk
No. Keterangan Nama barang Merek
lokal Impor
1. Barang yang  Sabun mandi Lifebuoy √
sering  Odol
dibeli/dipakai  Shampoo Formula
 Sepatu
Gerba

Gruty

 Kemudian kritisi bagaimana merek-merek dagang yang sangat banyak


diiklankan di tv, di jalan raya (billboard) dan di media masa untuk menjerat
pembeli yang tidak kritis dan cerdas. Berbagai iklan yang tidak masuk akalpun
bertebaran di mana-mana. Ajak siswa untuk menjadi konsumen yang teliti
hingga tidak asal beli. Kegiatan ini merupakan bagian membentuk perilaku
cerdas sebagai pembeli (smart konsumen) sehingga siswa tidak terjebak
dalam pola/gaya hidup yang konsumtif. Misalnya mengkritisi iklan odol/sikat
gigi yang sangat banyak mereknya sehingga butuh ketelitian dan kejelian.
Minta siswa menceritakan pengalamannya waktu menonton iklan berbagai
jenis barang di media, dan iklan apa yang menurut siswa dapat diterima dan
masuk akal. Minta siswa mendiskusikan iklan yang terlalu mengada-ada dan
tidak masuk akal tersebut.

b. Matematika
 Melakukan klasifikasi jenis barang yang dijual di pasar dan membuat
grafik.

1) Bagi siswa dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok dapat memilih
salah satu jenis barang yang disukainya untuk diklasifikasikan. Misalnya
tentang aneka sayuran, atau buah, dan ikan. Siswa diminta
mengklasifikasikan jenis barang tersebut dalam bentuk tabel (lampiran 7).
Pembelajaran ini mengajak siswa memiliki dan terus menggali pengetahuan
untuk mengetahui aneka jenis sayuran dan mengembangkan kemampuan
mengamati lingkungan sekitarnya.

82
Contoh :

No. Jenis barang Nama barang/bahan makanan Jumlah pedagang

1. Sayuran Wortel 5 orang

Brokoli 3 orang

Lobak 4 orang

Cabe 5 orang

2. Ikan ........... .............

........... .............

........... .............

3. Buah

2) Dari data yang diperoleh, minta siswa membuat grafik batang dan cakram
seperti contoh berikut.

jumlah pedagang Grafik Batang


5

0
Nama Barang

Wortel Brokoli Lobak Cabe

3) Kemudian mengelompokkan mana barang yang berasal dari daerahnya


dan mana barang yang berasal dari luar daerahnya.

83
 Melakukan pengukuran berat

1) Guru menerangkan tentang konsep berat, serta parameter yang


digunakan (timbangan).

2) Ajak siswa untuk menimbang barang-barang yang mereka bawa dari


rumah sebagai alat peraga saat bermain peran “ Jual-beli”.
3) Setiap siswa diberi kesempatan tiga kali untuk melakukan penimbangan
barang yang mereka sukai.
4) Sementara siswa yang lain mencatat hasil penimbangan. Setelah selesai,
minta siswa untuk mengurutkan benda tersebut dari yang berat hingga
yang paling ringan.
5) Minta siswa berlatih mengerjakan soal-soal cerita (lampiran 8).
Pembelajaran melakukan pengukuran berat sangat berguna untuk
melatih ketelitian siswa dalam menimbang berat barang, untuk kelak
dapat menumbuhkan sikap cermat dan akurat serta adil.

 Melakukan Pengukuran volume


1) Guru menjelaskan tentang konsep pengukuran volume dengan
menggunakan liter, botol aqua yang berukuran 250 ml, 100 ml, 250 ml,
1000 ml, 1500ml.
2) Ajak siswa untuk mengenal istilah-istilah yang digunakan masyarakat di
sekitar mereka untuk pengukuran volume barang-barang tertentu (bagian
dari pendidikan multikultural), seperti di daerah Minang Sumatera Barat &
Banten mengunakan istilah “gantang” untuk menakar beras, yang
volume 1 gantang setara dengan 2,5 liter. Ada juga istilah lain seperti
“Cupak”, “Sukek”, “Tekong”, “Sabelek”, dan sebagainya. Minta mereka
membuat tabel dan menuliskan berbagai macam ukuran volume yang
terdapat di daerah mereka masing-masing.
3) Bagi siswa dalam beberapa kelompok kecil, kemudian minta mereka
mengisikan air ke dalam ember dalam jumlah yang tidak ditentukan.
Kemudian secara bersama-sama siswa diminta menghitung jumlah air
dengan menggunakan botol aqua yang telah disediakan (lampiran 9).
Tulislah hasil perhitungan jumlah air tersebut dalam bentuk tabel, seperti
contoh berikut:

No. Volume botol Jumlah botol Jumlah volume air (ml)

1. 250 ml 7 buah 250 x 7 = 1.750 ml

2. 500 ml 5 buah 500 x 5 = 2.500 ml

3. 1.000 ml 2 buah 1.000 x 2 = 2.000 ml

4. 1.500 ml 1 buah 1.500 x 1 = 1.000 ml

Jumlah total 7.250 ml

4) Berikutnya siswa diajak mengukur volume benda padat, misalnya


mengukur pasir dengan liter, dengan botol aqua, atau kaleng susu.
5) Minta siswa mengerjakan soal-soal cerita (lampiran 10 ).

84
Pembelajaran ini bermanfaat dalam aktifitas sehari-hari, misalnya dalam

memasak yang menggunakan takaran gelas (250 ml).

 Melakukan Pengukuran kuantitas

1) Kenalkan siswa pengukuran kuantitas seperti lusin, kodi, gross dan


rim. Diskusikan dengan siswa, apa saja yang diukur berdasarkan
kuantitas. Misalnya lusin digunakan untukmenghitung apa, begitu juga
dengan kodi, gros dan rim.
2) Minta siswa mengerjakan soal-soal cerita dengan menggunakan
kalkulator (lampiran 11 ). Pembelajaran ini sangat membantu siswa
yang lemah dalam menghitung jumlah dan pengurangan. Termasuk
siswa yang mengalami gangguan menjumlah (diskalkulia). Guru
hendaknya tidak memaksa siswa yang mengalami kesulitan dalam
menghitung tapi manfaatkanlah kalkulator sebagai alat bantu.

c. Seni Budaya dan Ketrampilan

 Musik dari bahan daur ulang


1) Ajak siswa mengumpulkan barang-barang bekas seperti; botol aqua,
botol yakult, tutup coca-cola untuk membuat alat musik yang mereka
sukai, misalnya;

Tutup Coca Cola Untuk membuat krincingan

Botol Aqua + pasir Masukkan pasir ke dalam botol plastik Aqua

Botol Yakult + beras Masukkan beras ke dalam botol plastik

Yakult

Galon aqua + kayu kecil Untuk drum

8 botol gelas (kecap, teh botol) + air Masukkan air ke dalam 7

botol dengan volume

berbeda, dengan satu

botol kosong. Pukulkan

sendok ke botol,

dengarkan bersama

85
apakah ada perbedaan

bunyi dari masing-

masing botol.

2) Ajak siswa melakukan konser dengan menggunakan berbagai alat


musik di atas menyanyikan lagu “Lagu Bermain” (lampiran 12).
3) Kemudian siswa diajarkan untuk membuat dompet dari kain perca
(lampiran 13 ).
4) Bagi siswa dalam beberapa kelompok, kemudian minta mereka
membuat denah pasar dari kardus bekas, bekas kotak korek api, kotak
dus susu (lampiran 14).
5) Ajak siswa menggambarkan salah satu suasana pasar yang pernah ia
lihat.
6) Kemudian ajak mereka membuat
keranjang belanjaan dari kertas koran
bekas yang digulung kecil seperti rotan
(lampiran 15).

d. Sains

 Mengindentifikasi Jenis ikan


1) Ajak siswa melakukan identifikasi berbagai jenis ikan
yang ada di pasar.

2) Melakukan praktek untuk mengamati anatomi ikan.


3) Kemudian mereka diminta membuat laporan secara tertulis dan diberi gambar
(lampiran 16).
4) Guru menerangkan bagian-bagian yang terdapat pada ikan serta fungsinya
dengan mengunakan poster/alat peraga.
5) Bagi siswa dalam beberapa kelompok, setiap kelompok membawa satu ekor
ikan. Lakukan percobaan membedah ikan. Peragakan bagaimana cara
memotong ikan agar rapi. Sediakan pisau dapur yang tajam, dan belahlah ikan
menjadi dua bagian yang di mulai dari perut ke ekor dan baru ke kepala.
6) Amati bagian-bagian dari ikan, kemudian diskusikan bagian mana yang dapat
dimakan. Hasil laporan pengamatan dapat berupa gambar, seperti contoh
berikut:

Empedu
Otak Tulang Belakang

insang 86
Jantung
Hati
Usus Kantung udara
Lambung
 Proses pembusukan
1) Siswa membahas pertanyaan guru yang berkaitan dengan perubahan,
misalnya :Mengapa terjadi proses pembusukan ? Apa yang terjadi bila
sepotong ikan segar dibiarkan di tempat terbuka dalam beberapa
jam/hari?
2) Ajak siswa untuk merumuskan hipotesa yang terkait dengan proses
pembusukan.
3) Siswa membawa salah satu bahan makanan seperti; nasi, ikan, daging,
sayur, buah-buahan (misalnya; tomat, nanas atau yang mudah
diperoleh di lingkungan sekitar) untuk mengamati proses pembusukan.
Bagi siswa dalam beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 3-4 orang
siswa untuk mendiskusikan rancangan percobaan untuk membuktikan
hipotesis (dugaan sementara) yang telah dibuat berdasarkan hasil
diskusi kelompok mereka.
4) Siswa mendiskusikan jenis data apa saja yang yang perlu dicatat dan
bagaimana cara mencatatnya dengan bimbingan guru.
5) Dalam diskusi kelas, salah seorang siswa mewakili kelompoknya untuk
melaporkan hasil rancangan percobaan dan yang lain melengkapi dan
menyempurnakannya.
6) Selama 3-4 hari pada jam-jam tertentu siswa melakukan pengamatan
terhadap percobaannya.
7) Hasil pengamatan didiskusikan dengan guru, kemudian siswa
mengolah data percobaannya dan merumuskan kesimpulan.
8) Hasil karya siswa dipajang di kelas atau tempat yang telah disediakan.
9) Untuk percobaan lanjutan, diskusikanlah usaha apa yang dilakukan
agar bahan makanan tersebut tidak cepat busuk, misalnya dengan
pengawetan, seperti; menggunakan gula, garam, cuka, pengeringan
dengan cahaya matahari atau diasap. Kemudian siswa menentukan
jenis pengawetan yang cocok untuk bahan makanan (lampiran 17)

 Percobaan meneliti serangga yang hidup di dalam tanah melalui media


kentang

1) Ajak siswa meneliti serangga apa saja yang hidup di dalam tanah.
Caranya dengan menggunakan media kentang sebagai pengundang
serangga untuk datang. Kentang dibelah kemudian dikubur dalam tanah
se dalam 30 cm, 25 cm dan 10 cm. Diamkan selama seminggu. Setelah
itu tanah digali dan diamati. Serangga apa saja yang memakan belahan

87
kentang yang dikubur. Apakah tingkat kedalaman tanah berpengaruh
terhadap jenis serangga yang datang?
2) Minta siswa menuliskan laporan penelitiannya dilengkapi dengan
gambar yang menarik. Setelah itu mereka dapat diskusikan bersama
teman-temannya. Hasil penelitian dibuat kesimpulan dan dipajang di
tempat yang telah disediakan. Pembelajaran yang dipetik dari penelitian
ini adalah keingintahuan dan kegembiraan dalam bereksperimen
terhadap makhluk ciptaan Tuhan.

 Rantai makanan
1) Guru menjelaskan apa yang dimaksud dengan rantai makanan
(kejadian makan memakan) dan bagaimana prosesnya. Kenalkan
pada siswa kosa kata seperti; produsen, konsumen, herbivora,
karnivora, omnivora, jasad renik,dan sebagainya. Kemudian
tentukanlah makhluk hidup apa saja yang termasuk ke dalam
golongan tersebut.

2) Diskusikan dengan siswa mengenai rantai makanan, dan jelaskan


bahwa hubungan makan dimakan yang saling berhubungan ini
dinamakan jaring-jaring makanan, seperti gambar berikut ini :
Ikan tongkol

Ikan teri
Plankton

Ikan Hiu

Bakteri pembusuk

Manusia

88
3) Dari siklus rantai makanan tersebut, siswa menentukan klasifikasi
makhluk hidup di atas.
4) Minta siswa membuat salah satu rantai makanan (lampiran18).

Pembelajaran ini dapat dihubungkan dengan kehidupan manusia sehari-hari.

Di mana siswa peduli untuk menjaga lingkungannya karena jika lingkungan bersih
maka rantai makanan yang sehat akan terpenuhi. Tapi jika lingkungan tercemar maka
akan berdampak buruk kepada semuanya, misalnya ikan tercemar dimakan manusia,
akibatnya manusia akan keracunan atau mendapat berbagai penyakit. Hubungkan
dengan kasus pencemaran laut di Minamata Jepang pada tahun 80-an, dimana ribuan
ibu hamil melahirkan bayi cacat (tidak memiliki anggota tubuh yang
lengkap/Thalidomide).

e. Pengetahuan Sosial

 Mengamati suasana pasar


1) Ajak siswa untuk melakukan kunjungan ke pasar untuk mengamati
suasana di pasar .
2) Siswa mengamati jam-jam sibuk pasar.
3) Tuliskan hasil laporan dalam bentuk esai (narasi).
4) Ajak siswa berdiskusi, mengkritisi hal-hal yang terjadi di pasar,
misalnya: peristiwa pencopetan, jalanan yang macet, suasana pasar
yang pengap, becek dan bau busuk.
5) Minta siswa menuliskan solusi apa yang terbaik mengatasi problema
yang muncul di pasar seperti kondisi di atas. Misalnya jika jalanan
macet sekitar pasar bagaimana solusi agar tidak macet (minta polisi
mengatur atau pedagang diminta mengatur dirinya sendiri). Minta siswa
menelpon polisi dan mengemukakan saran kelompok mereka
mengatasi macet di sekitar pasar dekat sekolah. Atau jika pasar bau
dan sampah bertebaran sebaiknya apa yang dapat dilakukan siswa
dengan pedagang ? Apakah siswa dapat merintis program “bersih-
bersih pasar” dengan mengajak pedagang bergotong royong bersama
? Kegiatan ini merupakan advokasi sekolah terhadap masyarakat untuk
dapat menumbuhkan kepedulian akan hidup bersih dan lingkungan
bersih.

 Membuat denah pasar Utara


1) Sebelum membuat denah, guru
menerangkan kepada siswa tentang
pengenalan arah mata angin, karena arah
mata angin merupakan dasar untuk Timur Barat
membuat denah dan untuk mencari arah
yang dituju saat mencari sesuatu.

Selatan
2) Apabila siswa memahami konsep arah
mata angin, pancing dengan pertanyaan seperti; ”Siapa yang pernah

89
melihat matahari terbit?” . Ajak siswa keluar kelas pada pagi hari sambil
merentangkan ke dua tangannya dengan posisi tangan kanan
menunjuk ke arah matahari terbit tersebut. Kemudian siswa
menentukan di mana arah Barat, Utara dan Selatan dan Timur.
3) Bagi siswa dalam beberapa kelompok, untuk membuat denah salah
satu pasar yang pernah/sering mereka kunjungi dengan menggunakan
kertas karton manila, seperti contoh berikut :

Denah Pasar Sabtu-Minggu


Utara

Timur Barat
Toko Kios
Kios
Tas sayur
buah Selatan
Kios

Toko Ayam
SD
DBEP
Pakaian Aku Kios
Jl. Sudirman
Kios Ikan

daging

Toko kelontong
Toko sepatu

Jl. Ahmad Yani


Taman bunga

4) Buatlah pertanyaan tentang keberadaan suatu tempat di pasar,


misalnya;
Kios daging terletak di sebelah ....

Aku berada di sebelah....

5) Masing-masing kelompok mempresentasikan denah pasar yang mereka


buat dan ajukan beberapa pertanyaan dan kelompok lain menjawab
pertanyaan tersebut.

 Uang sebagai alat bayar.


Lakukan tanya jawab tentang kegunaan uang dan bagaimana caranya
menggunakan uang sesuai dengan kebutuhan yangdiperlukan secara cermat
dan tepat. Tanamkan pola hidup hemat dan kritis dalam membeli sesuatu.

1) Siswa melakukan tanya jawab tentang sejarah uang , misalnya;


- Zaman dahulu orang melakukan barter barang
terdapat pada suku Anak Dalam di Jambi, suku Badui di Banten, suku
Asmat di Irian, dan sebagainya.
- Zaman sekarang orang dapat menggunakan ATM
(Anjungan Tunai Mandiri), Kartu Kredit dan Uang Giral selain mata
uang logam, uang kertas (cek, giro, obligasi). Minta siswa mengkritisi

90
baik buruk manfaat dari ATM, kartu kredit dan uang cash. Hubungkan
dengan perilaku hemat, karena memakai kartu kredit dan ATM membuat
orang cenderung menjadi konsumtif, karena melakukan transaksi jual
beli dan mengeluarkan uang dengan cepat dan mudah sehingga
kurang terkontrol.
2) Ajak siswa untuk mengamati uang kertas seperti contoh berikut :
Apakah ada garis pengaman

Berapa nomor serinya Bank apa yang


menerbitkan

Bagaimana mutu dan


kombinasi warnanya
Berapa nilai nominal yang
tertulis

Icon/Gambar/ slogan apa


yang digunakan Berapa ukurannya
Kapan uang ini dterbitkan

3) Apakah siswa tahu di mana letak pulau Maitara yang terdapat dalam
gambar uang seribu ? Ajak mereka melihat peta pulau Ternate dan
Tidore di Maluku Utara. Keindahan pulau tersebut menjadi simbol
keindahan wilayah Indonesia Timur.

4) Apakah siswa tahu apa yang membedakan antara uang palsu dan asli ?
5) Lakukan juga pengamatan terhadap uang kertas Rp. 500, Rp. 5.000,
Rp. 10.000, Rp. 20.000.
6) Ajak siswa menyebutkan nama-nama mata uang dari negara lain dan
minta mereka mencari informasi nilai tukar (kurs) dalam rupiah
(lampiran 19). Kritisi bersama siswa bagaimana nilai kurs rupiah
terhadap nilai tukar mata uang asing seperti Dolar dan Yen dari waktu
ke waktu. Misalnya kurs mata uang Rp terhadap Dolar Amerika pada
bulan kemaren dibandingkan dengan bulan sekarang. Apakah terjadi
kenaikan atau penurunan kurs terhadap rupiah. Kenapa hal itu dapat
terjadi ?

 Survei Pasar “Aku Peduli dengan Produk Indonesia”


1) Bagi siswa dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok melakukan
pengamatan (observasi) ke pasar terdekat. Diskusikan objek-objek

91
yang akan diamati seperti nama pasar, jenis barang yang dijual,
mencek harga kebutuhan sembilan (9) bahan pokok.
2) Minta siswa membuat laporan kunjungan dalam bentuk karangan.
Kepada siswa diberi kebebasan untuk menuliskan hal-hal yang
menurutnya menarik untuk dilaporkan (lampiran 20).
3) Ajak siswa menuliskan daftar sembilan (9) bahan pokok. Minta mereka
meneliti dengan cara menanyakan kepada pedagang merek
dagangannya. Apakah barang tersebut produk lokal atau produk impor.
Tanyakan juga berapa harganya, dan minta siswa meneliti lebih lanjut
kelebihan dan kekurangan dari produk lokal dan produk luar/impor dan
barang yang mana yang lebih laku terjual (lampiran 21).
4) Diskusikan dengan siswa, bagaimana kalau setiap konsumen membeli
produk import ? Berilah contoh sesuai dengan masalah yang terjadi di
lapangan, misalnya beras impor, gula impor dan pupuk yang langka.
Jelaskan kepada siswa bahwa dengan banyaknya orang membeli beras
impor maka petani Indonesia nasibnya kian terpuruk. Pendapatan
semakin menurun, petani malas bekerja dan frustasi karena pupuk juga
langka. Akibatnya banyak di antara petani mencari alternatif untuk
mengadu nasib menjadi buruh di kota besar. Pengangguran semakin
banyak di kota dan kota pun menjadi sesak dengan pendatang dari
desa-desa, yang diistilahkan sebagai “Kaum Urban”. Ajak siswa
memberikan solusi terbaik untuk mengatasi hal tersebut. Misalnya
membuat tulisan di koran untuk meminta perhatian pemerintah, dan
pengusaha agar nasib petani diperhatikan.
5) Namun perlu juga diterangkan dengan hati-hati kepada siswa bahwa
dampak positif dari produk impor adalah dapat mendorong produsen
lokal berpacu memperbaiki kualitas produknya. Misalnya menanam padi
yang tahan hama wereng dan umur lebih pendek untuk segera dapat
dipanen.

 Membentuk perilaku/gaya hidup konsumen yang cerdas dan membangun


ethos kerja yang tinggi.

1) Siswa diiminta mewawancarai ibu, ayah, kakaknya untuk mengkritisi


bagaimana semestinya bersikap terhadap tawaran barang yang begitu
banyak. Siswa dapat berdiskusi atau memberi saran kepada ibu, ayah,
adik dan kakak atau keluarganya yang lain untuk membuat
pertimbangan dan keputusan yang tepat dan cerdas sebelum membeli
suatu produk barang kebutuhan sehari-hari.
2) Siswa diminta mendata beberapa barang/produk yang dibeli dan
digunakan keluarga mereka, dan mendiskusikan prioritas apa yang
menjadi pertimbangan sebelum memutuskan membeli sebuah produk
barang (lampiran 22). Misalnya ketika ingin membeli baju apa
pertimbangannya ? Tentu yang menjadi pertimbangan bermacam-
macam, misalnya model, ukuran, warna, kesesuaian harga. Begitu juga
saat membeli susu yang menjadi pertimbangan adalah kandungan gizi,
harga, dan rasa. Ajak siswa menanyakan ibu, ayah, kakak dan saudara
lainnya apakah mereka sudah memilih produk dalam negeri atau
produk lokal atau sebaliknya, lebih suka pada produk luar/impor
ataukah impor.

92
3) Ajak siswa untuk terbiasa mempertimbangkan terlebih dahulu sebelum
membeli barang. Tekankan pada siswa bahwa saat membeli sesuatu
harus mempertimbangkan kebutuhan dan kualitas yang bagus serta
harga yang lebih murah. Menjadi konsumen yang cerdas akan
membantu membentuk perilaku generasi muda yang memiliki daya
tahan terhadap godaan membeli berbagai barang dengan berbagai
kemasan iklan yang menyesatkan. Hidup hemat dan produktif
merupakan ethos hidup yang mesti ditanamkan se dini mungkin pada
siswa karena itulah karakter yang dimiliki bangsa-bangsa maju di dunia
seperti Jepang, Korea, dan Jerman (memiliki sikap kritis dan penuh
pertimbangan “self denial”).

f. Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Olahraga

 Bermain bola kasti (sesuaikan dengan


Ajak siswa melakukan permainan bola kasti dengan melakukan berbagai pola
gerak antara lain lokomotor, non-lokomotor dan manipulatif dalam permainan
kasti. Siswa dapat melambungkan, melempar, menangkap, memukul bola ke
berbagai arah dengan berbagai kecepatan. Siswa juga dapat melakukan lari
dengan berbagai variasi, arah dan kecepatan. Melalui kegiatan kasti ini siswa
diajak mengukur kekuatan diri mereka masing-masing.

 Senam Ketangkasan
Ajak siswa melakukan senam ketangkasan tanpa alat seperti berdiri
mengggunakan kepala (head stand), lompat kangkang dan jongkok melewati
berbagai rintangan.

4. Apa yang Dievaluasi ?

PEMETAAN KOMPETENSI DASAR DI SD

Tema: Pasar

Judul : " Pasar”

93
Beri tanda V pada kotak yang tersedia

Evaluasi
NO. HASIL PEMBELAJARAN
Blm Kdg-
(Learning Outcome) Konsisten
Konsisten kdg
A
Bahasa Indonesia
1 Siswa dapat mendeskripsikan tentang suasana pasar
yang terdapat disekitar mereka tinggal
2 Siswa dapat menulliskan berbagai nama pasar yang
terdapat di sekitar mereka tinggal
3 Siswa dapat menuliskan pengalaman mereka masing-
masing saat berkunjung ke pasar
4 Siswa dapat mendengarkan dan menanggapi cerita
temannya tentang pasar
5 Siswa dapat mendeskripsikan berbagai jenis pasar yang
ada di sekitar mereka
6 Siswa dapat bermain peran dalam simulasi transaksi jual
beli
7 Siswa dapat mendiskusikan bahan baku yang digunakan
untuk membuat kue pancong (atau lainnya).
8 Siswa dapat membaca dan mengkritisi cerita “Pak
Pandir”
9 Siswa dapat menghubungkan kesetaraan nilai mata
uang saat zaman sebelum kemerdekaan
10 Siswa dapat mencari padanan kata daerah yang unik
mengenai nilai mata uang.
11 Siswa dapat memaknai pepatah Melayu/Minang
12 Siswa dapat mengetahui beberapa bentuk pasar yang
unik dan khas
13 Siswa dapat mendeklamasikan pantun anak
14 Siswa dapat mengkritisi isi pantun
15 Siswa dapat membuat pantun sendiri yang berhubungan
dengan jual beli.
16 Siswa dapat membuat materi wawancara dengan
pedagang di pasar
17 Siswa dapat melakukan wawancara dengan pedagang
yang ada di pasar sekitar mereka
18 Siswa dapat mendiskusikan hasil wawancara mereka di
kelas bersama teman-temannya
19 Siswa dapat membuat brosur barang dagangan
20 Siswa dapat mengkritisi iklan yang ada di TV /radio

94
B Matematika
1 Siswa dapat mengklasifikasikan jenis barang yang dijual
di pasar/warung di sekitar mereka
2 Siswa dapat membuat grafik batang dan cakram
3 Siswa dapat menimbang barang
4 Siswa dapat mengerjakan soal-soal cerita berkaitan
dengan berat
5 Siswa dapat menuliskan berbagai macam ukuran
volume yang terdapat di daerah mereka masing-masing.
6 Siswa dapat melakukan pengukuran volume benda cair
7 Siswa dapat melakukan pengukuran volume benda
padat
8 Siswa dapat mengerjakan soal-soal cerita dengan
menggunaknan kalkulator
C Seni Budaya Kerajinan Tangan (SBK)
1 Siswa dapat berkreasi dengan barang bekas untuk
membuat alat musik sederhana seperti botol kaca, dan
tutup minuman botol
2 Siswa dapat melakukan konser dengan menggunakan
alat musik sederhana mereka sambil bernyanyi lagu
bermain
3 Siswa dapat membuat kerajinan tangan dari bahan kain
perca menjadi dompet
4 Siswa dapat membuat denah pasar menggunakan
kardus bekas
5 Siswa dapat membuat keranjang belanjaan
menggunakan kertas koran
D IPA (Sains)
1 Siswa dapat mengidentifikasi berbagai jenis ikan yang
dijual di pasar
2 Siswa dapat melakukan praktek membelah ikan untuk
mengamati anatomi ikan
3 Siswa mendiskusikan bagian-bagian anatomi ikan
dengan teman-temannya
4 Siswa membahas proses pembusukan pada ikan
bersama temannya
5 Siswa dapat merumuskan hipotesa yang terkait dengan
proses pembusukan ikan
6 Siswa dapat praktek memperlihatkan bagaimana proses
pembusukan terjadi pada benda lain seperti nasi, tomat,
daging, dan sebagainya
7 Siswa dapat melaporkan hasil percobaan mereka
kepada teman dan guru

95
8 Siswa dapat merumuskan kesimpulan dari percobaan
yang mereka lakukan
9 Siswa dapat memajang hasil karya mereka di tempat
yang telah disediakan
10 Siswa dapat melakukan penelitian lanjutan tentang
serangga yang hidup di dalam tanah melalui media
kentang
11 Siswa dapat menuliskan laporan penelitiannya dengan
ilustrasi gambar yang menarik
12 Siswa dapat mendiskusikan laporan penelitiannya
13 Siswa dapat menjelaskan tentang rantai makanan dan
bagaimana prosesnya
14 Siswa dapat menemukan kosa kata baru yang berkaitan
dengan rantai makanan
15 Siswa dapat membuat rantai makanan sendiri sesuai
dengan pengamatannya terhadap alam sikitarnya
16 Siswa dapat memetik hikmah dari pembelajaran rantai
makanan dengan kejadian sehari-hari
E Pengetahuan Sosial
1 Siswa dapat menuliskan hasil laporan dalam bentuk esai
(narasi) setelah melakukan kunjungan ke pasar
2 Siswa dapat mengkritisi hal-hal yang terjadi di pasar
seperti jam sibuk pasar, kebersihan dan sebagainya

3 Siswa dapat menuliskan solusi apa yang terbaik


mengatasi problema yang muncul di pasar
4 Siswa dapat menentukan di mana arah Barat, Utara dan
Selatan dan Timur.
5 Siswa dapat membuat denah salah satu pasar yang
pernah/sering mereka kunjungi
6 Siswa dapat mengajukan beberapa pertanyaan
berkaitan dengan aktifitas pasar
7 Siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut
8 Siswa dapat melakukan tanya jawab tentang kegunaan
uang
9 Siswa dapat melakukan tanya jawab tentang sejarah
uang
10 Siswa dapat mengamati dan mengkritisi uang logam dan
uang kertas yang berlaku saat ini
11 Siswa dapat menyebutkan nama-nama mata uang dari
negara lain
12 Siswa dapat menuliskan 9 bahan pokok yang dijual di
pasar
13 Siswa mendiskusikan berbagai hal yang terjadi di pasar

96
14 Siswa mewancara ayah ibu, kakak dan saudaranya
untuk menyatakan pendapat mereka sebelum membeli
produk barang kebutuhan sehari- hari
15 Siswa dapat mendata hasil wawancara tersebut dalam
tulisan
16 Siswa mengamati beberapa barang yang dibeli keluarga
mereka dan mendatanya
17 Siswa dapat menuliskan berbagai kosa kata berkaitan
dengan konsumen dan produsen
18 Siswa dapat mengkritisi kebutuhan mereka dengan
perilaku hidup hemat
19 Siswa dapat membuat laporan kunjungannya dalam
bentuk karangan tentang produk Indonesia di pasar
20 Siswa dapat meneliti lebih lanjut kelebihan dan
kekurangan dari produk lokal dan produk luar/impor
21 Siswa dapat memprioritas apa yang menjadi
pertimbangan sebelum memutuskan membeli sebuah
produk
F Penjaskesor (Buat sesuai SK/KD yang telah disesuaikan)
1 Siswa dapat melakukan permainan bola kasti
2 Siswa dapat melambungkan, melempar, menangkap,
memukul bola ke berbagai arah dengan berbagai
kecepatan
3 Siswa dapat melakukan lari dengan berbagai variasi,
arah dan kecepatan.
4 Siswa dapat melakukan senam ketangkasan tanpa alat
(head stand)
5 Siswa dapat melakukan lompat jongkok
6 Siswa dapat melakukan lompat kangkang (jika tidak
Proses pembelajaran dengan tema “Pasar” dapat dilaksanakan pada
dapat dijelaskan alasannya)
murid yang berkebutuhan khusus, hanya memerlukan modifikasi
7 Siswa sesuai
dapat mendiskusikan hidup sehat
dengan potensi yangdengan hidupmiliki. Misalnya anak
mereka
hemat tunadaksa, mereka tidak dituntut mencapai perolehan belajar yang
persis sama dengan anak-anak pada umumnya.
Mulailah tugas dari yang mudah, sesuai dengan kebutuhannya, dan
yang mereka senangi.
Tugas kelompok hendaknya menyertakan anak-anak berkebutuhan
 CATATAN
khusus iniPENTING BUAT
ke dalam kelompok GURU
dengan PENYELENGGARA
tugas sesuai dengan kondisi
yang dimilikinya.
PENDIDIKAN INKLUSIF Jadi tidak ada pemaksaan yang membuat anak
tertekan dan kurang menyenangkan mereka.
Jika ada anak yang kurang mampu melakukan kegiatan seperti
yang dilakukan teman-temannya, maka guru perlu melakukan
intervensi melalui pelayanan individual, yang dikenal dengan
“Individual Educational Program/IEP.”
Penilaian tidak memerlukan angka-angka dan labeling Semua hasil
karya anak adalah “UNIK” dan “ISTIMEWA”, dan mesti
dihargai/diapresiasi teman-teman dan guru, sehingga hasil karya
mereka merupakan bagian dari kesuksesan yang mereka peroleh 97
melalui kelas inklusif.
98
Lampiran Lembar Kerja Murid

1. Tabel Perbedaan Pasar


2. Dongeng Pak Pandir
3. Mencari Padanan Kata
4. Pasar Sapi yang Unik di Payakumbuh
5. Pantun Dagang
6. Tabel Kebutuhan Sehari-hari
7. Aneka Los di Pasar Tradisional
- Grafik Batang
- Grafik Cakram
8. Soal cerita perhitungan berat
9. Tabel Volume Air
10. Soal Cerita perhitungan Volume
11. Soal Cerita Perhitungan Kuantitas
12. Lagu Bermain
13. Aneka Dompet dari kain
14. Denah Pasar
15. Keranjang Belanjaan dari kertas Koran
16. Gambar Anatomi Ikan
17. Proses Pengawetan
18. Gambar Siklus Rantai Makanan
19. Nilai Kurs Mata Uang Asing dalam Rupiah
20. Laporan Kunjungan ke Pasar

99
Lampiran 1

DAFTAR PUSTAKA

Ainscow, Mel, (2004) Developing inclusive education systems: what are the
levers for change?, Journal Education Change, Manchester, UK.
Amuda , Heryanto . (2002), Pendidikan Inklusif dan Pendidikan Terpadu,
(Persamaan, Perbedaan dan Implementasinya), Makalah Disampaikan
pada seminar sehari : “Essensi, kemungkinan, dan tantangan dalam
mengimplementasikan Pendidikan Inklusif di Indonesia”, di SLB-A
Citeureup Cimahi pada tanggal 21 Januari 2002
Amuda, Heryanto, (2002) Peran dan Fungsi Lembaga Pendukung (Resource
Center), Bandung: Makalah Semiloka
Amuda, Heryanto, (2005) Buku Pedoman Center Resource Untuk Pendidikan
Jasmani Adaptif, Bandung: Peningkatan Mutu SLB Dinas Pendidikan
Provisi Jawa Barat
Amuda, Heryanto, (2005) Buku Pedoman Center Resource Untuk Pendidikan
Autis, Bandung: Peningkatan Mutu SLB Dinas Pendidikan Provisi Jawa
Barat
Amuda, Heryanto, (2005) Buku Pedoman Center Resource Untuk Pendidikan
Kesulitan Belajar, Bandung: Peningkatan Mutu SLB Dinas Pendidikan
Provisi Jawa Barat
Carlberg,C.& Kavale,K. (The efficacy of special class vs regular class
placement for exceptional children: a metaanalysis. The Journal of
Special Education. 14, 295-305.
Citra Umbara, (2003) Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Citra Umbara. Bandung
Crain, William, (1992). Theories Of Development: Concepts and Application,
Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Depdiknas RI, UNESCO, IDP Norway, Uni Eropa,a (2010), Tulkit LIRP -
Merangkul Perbedaan: Perangkat untuk Mengembangkan Lingkungan
Inklusif Ramah terhadap Pembelajaran Buku khusus 1: Disiplin Positif
dalam Kelas Inklusif Ramah Pembelajaran - Panduan bagi Pendidik,
Jakarta: Depdiknas
Depdiknas RI, UNESCO, IDP Norway, Uni Eropa,b (2010), Tulkit LIRP -
Merangkul Perbedaan: Perangkat untuk Mengembangkan Lingkungan
Inklusif Ramah terhadap Pembelajaran Buku khusus 2: Saran Praktis
Pembelajaran Kelas Besar - Panduan bagi Pendidik, Jakarta: Depdiknas
Depdiknas RI, UNESCO, IDP Norway, Uni Eropa,c (2010), Tulkit LIRP -
Merangkul Perbedaan: Perangkat untuk Mengembangkan Lingkungan
Inklusif Ramah terhadap Pembelajaran Buku khusus 3: Mengajar Anak-
anak dengan Disabilitas dalam Seting Inklusif, Jakarta: Depdiknas

100
Depdiknas, (2004). Pedoman dan Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/
Inklusi. Dit PLB, Ditjen Dikdasmen. Depdiknas Jakarta
Dinas Pendidikan Jawa Barat. (2005). Pedoman Imaplementasi Manajemen
Berbasis sekolah (MBS). Bandung: Disdik Jabar.
Direktorat Pendidikan Luar Biasa, (2002). Kumpulan Dasar Hukum Pendidikan
Luar Biasa. Dit PLB, Ditjen Dikdasmen. Depdiknas Jakarta
Disdik Jabar, (2003). Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Inklusif
(Pengenalan). Disdik Jabar. Bandung. Jawa Barat.
EFA 2000. (2000). Including the excluding : One School for all, EFA 2000 No.
32 , p. 3-4, Bulletin published by UNESCO
Ellis, Anggele and Llewellyn, Marly. (1997). Dealing with Differences : Taking
Action on Class, Race, Gender, and Disability, California, Corwin Press
Erwin, Elizabeth Z. (1993). The Philosophy and Status of Inclusion, EnVision,
Fattah, Nanang. (2000). Manajemen Berbasis Sekolah; Strategi
Pemberdayaan Sekolah Dalam Rangka Peningkatan Mutu dan
Kemandirian Sekolah. Bandung: CV. Andira
Hermawan, Budi (2004). Penyesuaian Kelas. Makalah pada Pelatihan Guru
Pembimbing Khusus se-Jawa Barat. Dinas Pendidikan, Jabar
Hermawan, Budi (2004). Reorientasi Pendidikan Inklusif sebagai Cara
Mencapai Pendidikan Untuk Semua dalam Rangka Penuntasan Wajar
Dikdas 9 Tahun. Jurnal Educatif Vol.1. Dinas Pendidikan Jawa Barat
Bandung
Magrab, Philis R. (2003). Towards Inclusive Practices in Secoondary Education,
UNESCO, Paris. France
Mulyono, Abdulrahman (2003). Landasan Pendidikan Inklusif dan
Implikasinya dalam Penyelenggaraan LPTK. Makalah disajikan dalam
pelatihan penulisan buku ajar bagi dosen jurusan PLB yang
diselenggarakan oleh Ditjen Dikti. Yogyakarta, 26 Agustus 2002.
Noffke, Susan E. & Stevenson, Robert B., (1995). Educational Action
Research: Becoming Practically. Teachers College. Columbia University.
New York
Rahman, Dadang (2008), Manajemen Perubahan Organisasi Sekolah Luar Biasa,
(Study kasus tentang Implementasi peran SLB Negeri Citeureup sebagai
Resorce Centre dalam layanan pendidikan inklusif): Bandung, Desertasi UPI
Scogen, Kjel. (2001). Inovasi untuk Inklusi: Pengenalan terhadap Proses
Perubahan. Jakarta: UNESCO.
Stephen, Christine. & Cope, Peter. 2003. An Inclusive Perspective on
Transition to Primary School. European Educational Research Journal
Volume 2 Number 2 2003 ISSN 1474-9041.

101
Sunardi, Dr. M.SC, (2002). Pendidikan Inklusif : Pra Kondisi dan Implikasi
Managerialnya, Makalah pada Temu Ilmiah Pendidikan Luar Biasa Tingkat
Nasional, Bandung 6-8 Agustus 2002
UN, (1968). International Convention on Human Right, UN
UN, (1989). International Convention on The Right of The Child. UN
UN, (1990). United Nations Guidelines for the Prevention of Juvenile
Delinquency (The Riyadh Guidelines). UN
UNESCO (2000), Understanding and Responding to Children’s Needs in
Inclusive Classromms : A Giude for Teachers, Paris : Unesco
UNESCO Bangkok, (2009), Embracing Diversity: Toolkit for Creating Inclusive,
Learning-Friendly Environments Specialized Booklet 3 - Teaching Children
with Disabilities in Inclusive Settings
UNESCO, (1994). Salamanca Statements: Frame Work for Action on Special
Needs Education. UNESCO, Salamanca, Spain.
UNESCO, (2003). Understanding and Responding to Children Needs in
Inclusive Classrooms, Inclusive Division of Basic Education, Paris, France
UNESCO, IDP Norway, Helen Keller, dan Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Depdiknas, 2004, Merangkul Perbedaan: Perangkat untuk
Mengembangkan Lingkungan Inklusif, Ramah terhadap Pembelajaran.
Jakarta.
UNESCO. (2000). Open File on Inclusive Education : Support Material for
Managers and Administrator, Paris : Unesco
UNESCO. (2000). Welcoming School: Student with Disabilities in Regular
School, Paris : Unesco
UNESCO. (2001). Open File on Inclusive Educatioon: Support Materials for
Managers and Administratoors. UNESCO. Paris. France

Anda dapat Belajar Lebih Banyak Lagi di :


Publikasi.
Booth T, Ainscow M, Black-Hawkins K, Vaughan M and Shaw L. (2000) Index
for Inclusion: Developing Learning and Participation in Schools. Bristol:
Centre for Studies on Inclusive Education.
Dutcher N. (2001) Expanding Educational Opportunity in Linguistically Diverse
Societies. Center for Applied Linguistics: Washington, DC.
EENET Asia newsletters. http://www.idp-europe.org/eenet/
Johnsen, Berit H. dan Skjørten, Miriam D. (editor) (2001) Pendidikan –
Pendidikan Kebutuhan Khusus: Sebuah pengantar. Bandung:
DEPDIKNAS, Braillo Norway, Universitas Pendidikan Indonesia [UPI].
Web: http://www.idp-europe.org/indonesia/buku-inklusi

102
Pijl SJ, Meijer CJW, and Hegarty S. (Eds.) (1997) Inclusive Education: A Global
Agenda. London: Routledge.
Slavin RE, Madden NA, Dolan LJ and Wasik BA. (1996) Every Child, Every
School: Success for All. Newbury Park, California: Corwin.
Stubbs, Sue (2002) Pendidikan Inklusif - Ketika hanya ada sedikit sumber.
Oslo: Atlas Alliance. Web:http://www.eenet.org.uk/theory_practice/
IE%20few%20resources%20Bahasa.pdf
UNESCO (2001) Open File on Inclusive Education: Support Materials for
Managers and Administrators. Paris.
Web: http://unesdoc.unesco.org/images/0012/001252/125237eo.pdf
UNESCO, (2005), Guidelines for Inclusion: Ensuring Access to Education for
All. Paris.
Web: http://unesdoc.unesco.org/images/0014/001402/140224e.pdf
UNICEF (2006) Assessing child-friendly schools: A guide for programme
managers in East Asia and the Pacific. Bangkok.
Web: http://www.unicef.org/eapro/Assessing_CFS.pdf

Web sites
Centre for Studies on Inclusive Education (CSIE).
http://www.inclusion.uwe.ac.uk
Enabling Education Network (EENET). http://www.eenet.org.uk
IDP Norway. http://www.idp-europe.org
Organisation for Economic Co-operation and Development.
http//www.oecd.org/els/education
UNESCO. http://www.unesco.org/education
UNESCO/Inclusive Education. http://www.unesco.org/education/sne
UNICEF. http://www.unicef.org
UNICEF Teachers Talking About Learning. http://www.unicef.org/teachers

103

Anda mungkin juga menyukai