Pendidikan
Kewarganegaraa
n
Pendahuluan
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Abstract Kompetensi
Salah satu model pendidikan Mahasiswa diharapkan mampu
karakter yang perlu diterapkan dalam menjelaskan peranan penting
kurikulum pendidikan nasional Pendidikan Kewarganegaraan
untuk mentransformasikan nilai-nilai sebagai pendidikan karakter dan
Pancasila ke dalam kehidupan mengimplementasikan nilai-nilai
bermasyarakat berbangsa dan karakter Pancasila dalam kehidupan
bernegara adalah melalui Pendidikan bermasyarakat, berbangsa, dan
Kewaganegaraan. Pendidikan bernegara.
Kewarganegaraan dapat menumbuh
kembangkan dan membumikan
gelora semangat nasionalisme, cinta
tanah air, bela negara, rela berkorban
untuk bangsa dan negara, dan
bangga sebagai bangsa yang
berkarakter, berbudaya, bermartabat,
dan beradab.
MODUL 1
PENDAHULUAN
Masalah yang dihadapi bangsa dan negara terus meningkat dan kompleks dari waktu ke
waktuuu. Perubahan masyarakat yang dinamis dan semakin derasnya rus budaya barat
melalui proses westernisasi dan ekonomi neoliberalisasi menimbulkan masalah tersendiri
bagi bangsa Indonesia. permasalahan yang paling mendasar bagi bangsa dan negara
Indonesia adalah berkaitan dengan semakin melemahnya semangat kebangsaan,
nasionalisme, cinta tanah air serta munculnya perilaku yang tidak sesuai dengan nilai budaya
bangsa dan norma-norma yang berlaku
Pada era globalisasi (akhir abad XX dan memasuki abad XXI) setiap negara akan
menjadi negara terbuka, tidak saja perdagangan bebas, namun juga masalah sosial, politik,
termasuk tindak kriminal dan persaingan komoditi. Selain semangat perdagangan bebas,
manusia juga mendambakan menjadi manusia kosmopolitan, yaitu manusia yang
berpandangan bahwa seseorang tidak perlu mempunyai kewarganegaraan, tetapi menjadi
warga dunia, sehingga timbul konsep “Dunia Tanpa Batas/Borderless World” (Ohmae,
1990:34) yang hal ini tentu ditolak negarawan dan politisi nasional.
Sebagai akibat dari keinginan terbentuknya dunia tanpa batas, timbul konflik baik antara
negara maupun intern negara Nasional. Banyak negara nasional pecah menjadi negara kecil
yang berbasis etnis. Kelompok etnik ini sering berhadapan untuk memperjuangkan
kepentingannya sehingga terjadi konflik yang tidak jarang diselesaikan dengan kekerasan.
Unesco pada akhir abad XX menyarankan adanya empat kelompok bahan ajar di
perguruan tinggi, yaitu kelompok :
1. Learning to know;
Pilar pertama ini memliki arti bahwa para peserta didik dianjurkan untuk mencari dan
mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melalui pengalaman-pengalaman.
Hal ini akan dapat memicu munculnya sikap kritis dan semangat belajar peserta didik
meningkat. Learning to know selalu mengajarkan tentang arti pentingnya sebuah
pengetahuan, karena didalam learning to know terdapat learning how to learn, artinya
peserta didik belajar untuk memahami apa yang ada di sekitarnya, karena itu adalah
proses belajar. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Belajar bukan hanya dinilai dari segi hasilnya saja, melainkan dinilai dari segi proses,
bagaimana cara anak tersebut memperoleh pengetahuan, bukan apa yang diperoleh
anak tersebut. Learning to know juga mengajarkan tentang live long of education atau
yang disebut dengan belajar sepanjang hayat. Arti pendidikan sepanjang hayat (long
life education) adalah bahwa pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi
dewasa, tetapi tetap berlanjut sepanjang hidupnya. Hal ini menegaskan bahwa
pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan dalam keluarga. Sekolah merupakan
lembaga tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga,
sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Sekolah
diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar apa yang ada di dalam
kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan kehidupan sekelilingnya.
Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan
masyarakat sesuai dengan perkembangan budayanya.
2. Learning to do;
Pilar kedua menekankan pentingnya interaksi dan bertindak. “di sini para peserta
didik diajak untuk ikut serta dalam memecahkan permasalahan yang ada di sekitarnya
melalui sebuah tindakan nyata”. Belajar untuk menerapkan ilmu yang didapat, bekerja
sama dalam sebuah tim guna untuk memecahkan masalah dalam berbagai situasi dan
3. Learning to be;
Pilar ketiga artinya bahwa pentingnya mendidik dan melatih peserta didik agar
menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mewujudkan apa yang peserta didik impikan
dan cita-citakan.
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan (soft skill dan hard skill) merupakan
bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri dapat
diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar untuk
berperilaku sesuai dengan norma-norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat,
belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian
aktualisasi diri.
‘20 Team Teaching
3 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Learning to be sangat erat kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik,
kejiwaan anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan
menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan
sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai fasilitator bertugas sebagai
penunjuk arah sekaligus menjadi mediator bagi peserta didik. Hal ini sangat
diperlukan untuk menumbuh kembangkan potensi diri peserta didik secara utuh dan
maksimal. Selain itu, pendidikan juga harus bermuara pada bagaimana peserta didik
menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang berperi kemanusiaan.
Pengajar mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dituntut dapat mengajak peserta didik
mengembangkan potensi dirinya agar memiliki : (1) kemampuan pengendalian diri; (2)
kepribadian; (3) kecerdasan dan keterampilan; (4) akhlak mulia yang diperlukan oleh dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pengembangan potensi diri mahasiswa ini sangat diperlukan agar mahasiswa tidak
terbawa dampak negatif dari era global. Era global tidak dapat dihindari, namun dapat
dilewati dengan bekal unggul secara intelektual, anggun secara moral, kompeten, menguasai
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta memiliki komitmen tinggi untuk berbagai peran
sosial.
UU RI tentang Sisdiknas tersebut tidak lagi mengenal adanya pendidikan Pancasila dan
pendidikan Kewiraan, yang ada hanyalah pendidikan Kewarganegaraan, selanjutnya di dalam
penjelasan ayat tersebut ditegaskan bahwa pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah
air. Bila berhubungan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional (pasal 3) maka secara
substantif pendidikan kewarganegaraan merupakan wahana untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan tujuan berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
a. Visi
Merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan
program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai
manusia Indonesia seutuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kansil & Kansil. 2013. Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Rineka Cipta