Anda di halaman 1dari 10

MODUL PERKULIAHAN

Pendidikan
Kewarganegaraa
n
Pendahuluan
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Semua Fakultas Semua Prodi


01 190001016
Team Teaching
Pendidikan Kewarganegaraan

Abstract Kompetensi
Salah satu model pendidikan Mahasiswa diharapkan mampu
karakter yang perlu diterapkan dalam menjelaskan peranan penting
kurikulum pendidikan nasional Pendidikan Kewarganegaraan
untuk mentransformasikan nilai-nilai sebagai pendidikan karakter dan
Pancasila ke dalam kehidupan mengimplementasikan nilai-nilai
bermasyarakat berbangsa dan karakter Pancasila dalam kehidupan
bernegara adalah melalui Pendidikan bermasyarakat, berbangsa, dan
Kewaganegaraan. Pendidikan bernegara.
Kewarganegaraan dapat menumbuh
kembangkan dan membumikan
gelora semangat nasionalisme, cinta
tanah air, bela negara, rela berkorban
untuk bangsa dan negara, dan
bangga sebagai bangsa yang
berkarakter, berbudaya, bermartabat,
dan beradab.

MODUL 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah yang dihadapi bangsa dan negara terus meningkat dan kompleks dari waktu ke
waktuuu. Perubahan masyarakat yang dinamis dan semakin derasnya rus budaya barat
melalui proses westernisasi dan ekonomi neoliberalisasi menimbulkan masalah tersendiri
bagi bangsa Indonesia. permasalahan yang paling mendasar bagi bangsa dan negara
Indonesia adalah berkaitan dengan semakin melemahnya semangat kebangsaan,
nasionalisme, cinta tanah air serta munculnya perilaku yang tidak sesuai dengan nilai budaya
bangsa dan norma-norma yang berlaku
Pada era globalisasi (akhir abad XX dan memasuki abad XXI) setiap negara akan
menjadi negara terbuka, tidak saja perdagangan bebas, namun juga masalah sosial, politik,
termasuk tindak kriminal dan persaingan komoditi. Selain semangat perdagangan bebas,
manusia juga mendambakan menjadi manusia kosmopolitan, yaitu manusia yang
berpandangan bahwa seseorang tidak perlu mempunyai kewarganegaraan, tetapi menjadi
warga dunia, sehingga timbul konsep “Dunia Tanpa Batas/Borderless World” (Ohmae,
1990:34) yang hal ini tentu ditolak negarawan dan politisi nasional.

Sebagai akibat dari keinginan terbentuknya dunia tanpa batas, timbul konflik baik antara
negara maupun intern negara Nasional. Banyak negara nasional pecah menjadi negara kecil
yang berbasis etnis. Kelompok etnik ini sering berhadapan untuk memperjuangkan
kepentingannya sehingga terjadi konflik yang tidak jarang diselesaikan dengan kekerasan.

Perkembangan globalisasi menuntut persyaratan : (1) kemampuan hasil didik yang


memiliki kemampuan analisis, maupun kerjasama, serta dapat kerja lintas budaya dan lintas
disiplin, (2) pendidikan diharapkan menyatu dengan gerak pembangunan, (3) proses
pembelajaran sepanjang hayat (long life education), (4) mampu bersaing dalam
internasionalisasi lapangan kerja.
‘20 Team Teaching
1 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Oleh karena itu pendidikan tinggi dituntut agar lebih humanis serta diharuskan memuat
nilai-nilai hak asasi manusia.

Unesco pada akhir abad XX menyarankan adanya empat kelompok bahan ajar di
perguruan tinggi, yaitu kelompok :
1. Learning to know;
Pilar pertama ini memliki arti bahwa para peserta didik dianjurkan untuk mencari dan
mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melalui pengalaman-pengalaman.
Hal ini akan dapat memicu munculnya sikap kritis dan semangat belajar peserta didik
meningkat. Learning to know selalu mengajarkan tentang arti pentingnya sebuah
pengetahuan, karena didalam learning to know terdapat learning how to learn, artinya
peserta didik belajar untuk memahami apa yang ada di sekitarnya, karena itu adalah
proses belajar. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Belajar bukan hanya dinilai dari segi hasilnya saja, melainkan dinilai dari segi proses,
bagaimana cara anak tersebut memperoleh pengetahuan, bukan apa yang diperoleh
anak tersebut. Learning to know  juga mengajarkan tentang live long of education atau
yang disebut dengan belajar sepanjang hayat. Arti pendidikan sepanjang hayat (long
life education) adalah bahwa pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi
dewasa, tetapi tetap berlanjut sepanjang hidupnya. Hal ini menegaskan bahwa
pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan dalam keluarga. Sekolah merupakan
lembaga tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga,
sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Sekolah
diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar apa yang ada di dalam
kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan kehidupan sekelilingnya.
Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan
masyarakat sesuai dengan perkembangan budayanya.

2. Learning to do;
Pilar kedua menekankan pentingnya interaksi dan bertindak. “di sini para peserta
didik diajak untuk ikut serta dalam memecahkan permasalahan yang ada di sekitarnya
melalui sebuah tindakan nyata”. Belajar untuk menerapkan ilmu yang didapat, bekerja
sama dalam sebuah tim guna untuk memecahkan masalah dalam berbagai situasi dan

‘20 Team Teaching


2 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
kondisi. Learning to do berkaitan dengan kemampuan hard skill dan soft skill. Soft
skill  dan hard skill sangat penting dan dibutuhkan dalam dunia pendidikan, karena
sesungguhnya pendidikan merupakan bagian terpenting dari proses penyiapan SDM
(Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, tangguh, dan terampil dan siap untuk
mengikuti tuntutan zaman. Peserta didik sebagai hasil dari produk pendidikan
memang harus dituntut memiliki kemampuan soft skill dan hard skill.
Hard skill  merupakan kemampuan yang harus menuntut fisik, artinya hard
skill  memfokuskan kepada penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan
teknis yang berhubungan dengan kemampuan peserta didik. Penguasaan kemampuan
hard skill dapat dilakukan dengan menerapkan apa yang dia dapatkan /apa yang telah
dipelajarinya di kehidupan sehari-hari, contohnya anak disekolah belajar tentang arti
penting sikap disiplin, maka untuk memahami dan mengerti tentang disiplin itu, anak
harus belajar untuk melakukan sikap disiplin, baik dirumah, disekolah atau
dimanapun. Dengan begitu anak menjadi tahu dan faham tentang pentingnya sikap
disiplin.
Selanjutnya adalah soft skill, artinya keterampilan yang menuntut intelektual. Soft
skill  merupakan istilah yang mengacu pada ciri-ciri kepribadian, rahmat sosial,
kemampuan berbahasa dan pengoptimalan derajat seseorang  Jadi yang dimaksud
dengan kemampuan soft skill adalah kepribadian dari masing-masing individu. Soft
skill tidak diajarkan tetapi gurulah yang harus mencontohkan, seperti sikap tanggung
jawab, disiplin, dan lain sebagainya. Dengan memberikan contoh tersebut, anak akan
mencoba untuk menirukan apa yang dilihat. Hal itu merupakan bagian dari
menumbuhkan kemampuan soft skill.

3. Learning to be;
Pilar ketiga artinya bahwa pentingnya mendidik dan melatih peserta didik agar
menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mewujudkan apa yang peserta didik impikan
dan cita-citakan.
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan (soft skill dan hard skill) merupakan
bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri dapat
diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar untuk
berperilaku sesuai dengan norma-norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat,
belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian
aktualisasi diri.
‘20 Team Teaching
3 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Learning to be  sangat erat kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik,
kejiwaan anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan
menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan
sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai fasilitator bertugas sebagai
penunjuk arah sekaligus menjadi mediator bagi peserta didik. Hal ini sangat
diperlukan untuk menumbuh kembangkan potensi diri peserta didik secara utuh dan
maksimal. Selain itu, pendidikan juga harus bermuara pada bagaimana peserta didik
menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang berperi kemanusiaan.

4. Learning to live together


Pilar yang terakhir ini artinya menanamkan kesadaran kepada para peserta didik
bahwa mereka adalah bagian dari kelompok masyarakat. jadi, mereka harus mampu
hidup bersama. Dengan makin beragamnya etnis di Indonesia, kita perlu menanamkan
sikap untuk dapat hidup bersama.
Pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka,
memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Dengan kemampuan yang
dimiliki oleh peserta didik, sebagai hasil dari proses pembelajaran, dapat dijadikan
sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut
berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman
tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam
bersosialisasi di masyarakat (learning to live together). Untuk itu, pembelajaran di
lembaga formal dan non formal harus diarahkan pada peningkatan kualitas dan
kemampuan intelektual dan profesional serta sikap dalam hal ini adalah
kemampuan hard skill dan soft skill. Dengan kemampuan dan sikap manusia
Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat
Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia.

Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional membagi menjadi lima kelompok yaitu :


1) Mata kuliah Keilmuan dan Keterampilan;
2) Mata kuliah Keahlian Berkarya;
3) Mata kuliah Perilaku Berkarya;
4) Mata kuliah Pengembangan Kepribadian;
5) Mata kuliah Berkehidupan Bersama Bermasyarakat.

‘20 Team Teaching


4 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata kuliah pada
kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian.

Pengajar mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dituntut dapat mengajak peserta didik
mengembangkan potensi dirinya agar memiliki : (1) kemampuan pengendalian diri; (2)
kepribadian; (3) kecerdasan dan keterampilan; (4) akhlak mulia yang diperlukan oleh dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.

Pengembangan potensi diri mahasiswa ini sangat diperlukan agar mahasiswa tidak
terbawa dampak negatif dari era global. Era global tidak dapat dihindari, namun dapat
dilewati dengan bekal unggul secara intelektual, anggun secara moral, kompeten, menguasai
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta memiliki komitmen tinggi untuk berbagai peran
sosial.

1.2. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan

1.2.1 Landasan Filosofis


Keberadaaan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di dalam kurikulum perguruan
tinggi dan wajib diikuti bagi seluruh mahasiswa merupakan sesuatu yang sangat fundamental
dalam rangka membentuk kepribadian mahasiswa. Pembentukan kepribadian tersebut harus
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai luhur bangsa. Nilai-nilai Pancasila yang
digali dari bumi pertiwi dan keperibadian bangsa Indonesia merupakan nilai-nilai
fundamental yang harus ditanamkam, diamalkan dan sekaligus dikembangkan oleh para
mahasiswa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perubahan global. Dengan demikian
dapatlah dikatakan bahwa landasan utama pelaksanaan perkuliahan Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi adalah Pancasila. Dengan kata lain Pancasila
merupakan landasan filosofis untuk matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Sebagaimana
tujuan dari perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah
terbentuknya kepribadian mahasiswa yang berorientasi pada smart and good citizen, yaitu
kepribadian mahaiswa yang demokratis, bertanggung jawab, cinta tanah air, rela berkorban,
memiliki jiwa dan semangat nasionalisme, memiliki kepekaan untuk bela negara dan
semangat patriotisme serta kepribadian lainnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan
kepribadian bangsa Indonesia.

‘20 Team Teaching


5 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Dengan berlakunya UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
kurikulum pendidikan tinggi secara imperatif wajib memuat pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan, dan bahasa (pasal 37 ayat 2).

UU RI tentang Sisdiknas tersebut tidak lagi mengenal adanya pendidikan Pancasila dan
pendidikan Kewiraan, yang ada hanyalah pendidikan Kewarganegaraan, selanjutnya di dalam
penjelasan ayat tersebut ditegaskan bahwa pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah
air. Bila berhubungan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional (pasal 3) maka secara
substantif pendidikan kewarganegaraan merupakan wahana untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan tujuan berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Dari analisis terhadap perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia, dapat


dikatakan bahwa baik dalam tataran konseptual maupun dalam tataran praksis terdapat
kelemahan paradigmatik yang sangat mendasar. Hal yang paling menonjol adalah kelemahan
dalam konseptualisasi pendidikan kewarganegaraan, penekanan yang sangat berlebihan
terhadap proses pendidikan moral yang behavioristik, ketidakkonsistenan penjabaran dimensi
tujuan pendidikan nasional kedalam kurikulum pendidikan kewarganegaraan, dan
keterisolasian proses pembelajaran nilai Pancasila dengan konteks disiplin keilmuan dan
sosial budaya.

Sejalan dengan telah terjadinya perubahan paradigma makna konstitusional kehidupan


bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia sesuai dengan UUD 1945 dengan
amandemennya, telah diundangkan ke dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
menggantikan UU No. 2 tahun 1989. Khusus tentang pendidikan kewarganegaraan, didalam
UU No. 20 tahun 2003 tersebut ditegaskan bahwa materi kajian pendidikan kewarganegaraan
wajib termuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah maupun kurikulum
pendidikan tinggi.

Jika dilihat secara makro konstitusional, pentingnya pendidikan kewarganegaraan dapat


ditinjau dalam Pembukaan UUD 1945, pasal 31 UUD 1945, dan UU RI No. 20 tahun 2003.

Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi


segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
‘20 Team Teaching
6 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut, dalam UUD 1945 setelah diamandemen ke empat dinyatakan
bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan (pasal 31, ayat 1). Selanjutnya
dalam pasal 31, ayat (3) dinyatakan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang. Dalam
pasal tersebut tersirat adanya upaya yang sengaja untuk mengembangkan warga negara yang
cerdas, demokratis, dan religius. Kedua sumber normatif konstitusional tersebut menyiratkan
perlunya pendidikan kewarganegaraan yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa dan berakhlak
mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang merdeka dan berdaulat, bersatu, sejahtera
dan adil dalam konteks kehidupan masyarakat dunia yang damai.

1.2.2 Landasan Yuridis


Selain Pancasila sebagai landasan filosofis, maka pelaksanaan Pendidikan
Kewarganegaraan di perguruan tinggi juga memiliki landasan yuridis, yakni UUD 1945 dan
peraturan perundang-undangan lain yang mengatur mengenai pelaksanaan perkuliahan
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi. Dilihat dari perspektif Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai upaya pendidikan bela negara bagi mahasiswa, maka terdapat
beberapa pasal UUD 1945 sebagai landasan juridisnya. Secara tersirat maupun tersurat
terdapat beberapa pasal UUD 1945 yang merupakan landasan yuridis Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, yakni Pasal 27 ayat (3), Pasal 30 ayat (1) dan Pasal
31 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5).
Pasal 27 ayat (3) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara. pasal 30 ayat (1) menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. sedangkan Pasal
31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pasal
31 ayat (3) menyebutkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dalam Undang-Undang. Pasal 31
ayat (5) menyebutkan Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaan serta
kesejahteraan umat manusia.

‘20 Team Teaching


7 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Peraturan perundang-undangan lain dibawah UUD 1945 yang menjadi landasan yuridis
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah Undang-Undangn Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi. Pasal 37 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa
Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: (a) Pendidikan Agama, (b) Pendidikan
Kewarganegaraan, dan (c) Bahasa. Sedangkan pada Pasal 35 ayat (3) UU Nomor 12 Tahun
2010 menyebutkan bahwa Kurikulum pendidikan tinggi sebagamana dimaksud pada ayat (1)
wajib memuat mata kuliah: (a) Agama, (b) Pancasila, (c) Kewarganegaraan, dan (d) Bahsa
Indonesia.
Begitu pula didalam ketentuan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan menyebutkan bahwa
Kurikulum tingkat satuan pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, dan Bahsa Inggris. Sedangkan didalam
Penjelasan PP Nomor 19 Tahun 2005 tersebut pada Pasal 9 ayat (2) menyebutkan bahwa
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan bahasa hanya diajarkan pada program
sarjana dan diploma.
Landasan yuridis lainnya adalah Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 267/DIKTI/Kep/2000 Tentang
Penyempurnaan Garis Besar Proses Pembelajaran (GBPP) Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MKPK) Pendidikan Kewarganegaraan pada Perguruan Tinggi di Indonesia,
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor: 38/DIKTI/Kep/2002 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, dan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional Republik Indoensia Nomor:
43/DIKTI/Kep/2006 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

1.3. Visi, Misi, dan Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan

a. Visi
Merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan
program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai
manusia Indonesia seutuhnya.

‘20 Team Teaching


8 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
b. Misi
Membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu
mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam
menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
dengan rasa tanggung jawab.
c. Kompetensi
Menjadi Ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air,
demokratis yang beradab, memiliki daya saing, dan berpartisipasi aktif dalam
membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila.

DAFTAR PUSTAKA

Karsadi. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Lemhanas (2004). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia.

Sapriya, dkk. (2011). Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium


Pendidikan Kewarganegaraan, UPI.

Kansil & Kansil. 2013. Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Rineka Cipta

Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan:


Paradigma Terbaru untuk Mahasiswa. Bandung: Alfabeta

Wahab & Sapriya. (2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan.


Bandung: Alfabeta

Winataputra. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Perspektif Pendidikan Untuk


Mencerdaskan Kehidupan Bangsa (gagasan, Instrumentasi, dan Praksis). Bandung:
Widya Aksara Press.

‘20 Team Teaching


9 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai