Anda di halaman 1dari 35

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
Rahmat dan Hidayah-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan tugas dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan HIV AIDS “
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan HIV. Pada
kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak atas
segala bantuannya sehingga makalah ini dapat tersusun, semoga bermanfaat bagi para
pembaca sekalian. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam dunia
pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu segala kritik dan saran yang membangun sangatlah penyusun harapkan demi kesepurnaan
makalah ini.

Denpasar, 20 April 2019

Penyusun,
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi
Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah
melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T
(sel-T). (Tambayong, J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana
kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama
perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yang
dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus
tertentu yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan
oleh retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri,
jamur, parasit dan virus.

B. Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan memasuki
limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel
imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz dan
Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human
Immunodeficiency Virus) ke dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).
C. Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong
dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi
HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong
dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi
HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan
mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang
dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme
imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius
pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit.
Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan
kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi
tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di
otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin
mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan
virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV
melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan
terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut, sering
simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada replikasi
viral, selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan imun sitomatik
progresif, dengan peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan
dan progresif, kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan
biasanya stabil. Fase akhir, dengan gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan
organ, dan keganasan terkait HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan
sering dengan perubahan pada jenis vital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan
infeksi aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode
inkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat
pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan
regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B;
hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara
anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6
bulan. Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi
imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya,
berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV
pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak
berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering
memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin
memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang
untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan
kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati
yang terjadi pada infeksi HIV anak.

D. Pathway (Terlampir)
E. Tanda Dan Gejala
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan
imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak
sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi
beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk
hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang
lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan
terhadap pada beberapa tahun pertama. Selain itu, pajanan obat ini beresiko dan bahkan
pajanan terhadap antigen HIV tanpa infeksi dapat membingungkan fungsi dan jumlah
limfosit. Oleh karena itu, hal ini peting untuk merujuk pada standar yang ditentukan usia
untuk hitung CD4, dan bila mungkin menggunakan parameter yang ditegakkan dari
observasi bayi tak terinfeksi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang
diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control
sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan
splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm
terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.
Diantara semua anak yang terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90% akan
memunculkan gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi dicoba oleh studi the
European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Mereka menemukan
bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala yang tidak
spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih rendah diantara bayi yang tidak
terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang didiskriminasi paling baik antara bayi
terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis, limfadenopati
persistem, hepatosplenomegali. Otitis media, tinitis, deman yang tidak jelas, dan diare
kronik secara tidak nyata paling sering pada bayi yang terinfeksi daripada bayi yang tidak
terinfeksi.
PUSAT UNTUK KLASIFIKASI CONTROL PENYAKIT INFEKSI HIV PADA
ANAK
Kelas P-O: infeksi intermediate
Bayi <15 bulan yang lahir dari ibu yang terinfeksi tetapi tanpa tanda infeksi HIV
Kelas P-1: infeksi asimtomatik
Anak yang terbukti terinfeksi, tetapi tampa gejala P-2; mungkin memiliki fungsi
imun normal (P-1A) atau abnormal (P-1B)
Kelas P-2: infeksi sitomatik
P-2A: gambaran demam nonspesifik (>2 lebih dari 2 bulan) gagal
berkembang, limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, parotitis, atau diare rekuren
atau persistem yang tidak spesifik.
P-2B: penyakit neurologi yang progresif
P-2C: Pneumonitis interstisial limfoid
P-2D: infeksi oportunistik menjelaskan AIDS, infeksi bakteri rekuren, kandidiasis
oral persisten, stomatitis herpes rekuren, atau zoster multidermatomal.
P-2E: kanker sekunder, termasuk limfoma non-Hodgkin sel-B atau limforma otak
P-2F: penyakit end-organ HIV lain (hepatitis, karditis, nefropati, gangguan
hematologi)
Tanda pertama infeksi tidak nyata. Pengalaman dari beberapa pusat penelitian
menunjukkan bahwa sekitar 20% bayi yang terinfeksi secara cepat akan berkembang
menjadi gangguan imun dan AIDS. Banyak dari bayi ini akan menampakkan gejala
aneumonia Pneumocystis carinii (PCP) pada usia 3 sampai 6 bulan, atau menderita
infeksi bakteri serius lain. Pada beberapa bayi, jumlah CD4 mungkin normal saat
terjadinya PCP.
Dalam 2 tahun setelah lahir, kebanyakan bayi akan mengalami beberapa derajat
kegagalan berkembang, demam rekuren atau kronik, keterlambatan perkembangan,
adenopati persisten, atau hepatosplemegali. Semua ini bukan keadaan kecacatan, dan
konsisten dengan kelangsungan hidup yang lama. Melebihi ulang tahun pertama, sekitar
8% bayi ini akan berkembang menjadi AIDS terbatas CDC per tahun. Penunjukan
“AIDS” merupakan kebergunaan yang sangat terbatas pada prognosis atau pada nosologi
deskriptif infeksi HIV, tetapi penyakit indicator AIDS berperang sebagai tanda tingginya
perkembangan penyakit dan sebagai catalog kondisi yang sering terlihat dengan
perkembangan penyakit. Masing-masing dibahas secara singkat dibawah:
Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP). PCP merupakan penyakit indicator
AIDS paling sering, yang terjadi pada sekitar sepertiga anak dan bayi yang terinfeksi.
Usia rata untuk munculnya penyakit adalah sekitar usia 9 bulan, meskipun puncaknya
sampai usia 3 sampai 6 bulan diantara bayi-bayi yang berkembang sangat cepat. Tidak
seperti reaksi PCP pada orang dewasa, infeksi ini biasanya merupakan infeksi primer
pada anak yang terinfeksi HIV, bergejala subkutan atau mendadak dengan demam, batuk,
takipnea, dan ronki. PCP sulit dibedakan dengan infeksi paru lain atau usia ini, dan
karena trimetoprim-sulfametoksasol dan kortikosteroid intravena diberikan pada awal
perjalanan penyakit menyebabkan perbaikan yang signifikan, lavese bronkoalveolar
diagnostic harus dipikirkan secara serius pada bayi beresiko dengan gambaran klinis
konsisten. PCP memberikan prognosis yang tidak baik pada awal penelitian dengan
kelangsungan hidup media 1 bulan setelah diagnosis. Saat ini dikenali bahwa penyakit
yang lebih ringan dapat terjadi dan konsisten dengan kelangsungan hidup yang lama.
Profilaksin PCP dengan trimetoprim-sulfametoksasol oral efektif, dan merupakan indikasi
untuk bayi dengan kehilangan limfosit CD4 yang signifikan, sebelum PCP, dan pada
beberapa bayi muda dengan perkembangan gejala terkait HIV yang cepat.
Pneumolitis Interstisial Limfoid (LIP). Infiltrasi paru intersisial kronik telah
ditentukan pada orang dewasa yang terinfeksi HIV dalam jumlah kecil, tetapi terjadi pada
sekitar 20% anak yang terinfeksi HIV. Dianggap berhubungan dengan infeksi virus
Epstein-Barr. Kondisi ini ditandai dengan perjalanan kronik eksa-serbasi intermiten
(sering selama infeks respirasi yang terjadi di antara infeksi atau selama infeksi. Infiltra
dada kronik yang terlihat pada sinar-X sering menunjukkan diagnosis, tetapi hanya biopsy
paru terbuka yang dapat dipercaya untuk diagnosis definitive. Hipoksia jaran parah
sampai terbawa selama beberapa tahun, dan beberapa perbaikan pada kostikosteroid. LIP
sebagai gejala yang timbul pada infeksi HIV dapat disertai prognosis yang lebih baik, dan
sering terlihat pada kelompok gejala dengan hipergamaglobulinemia yang nyata dan
parotitis.
Infeksi Bakteri Rekuren. Untuk criteria AIDS pediatric CDC, infeksi bakteri
rekuren adalah dua atau lebih episode sepsis, meningitis, pneumonia, abses internal, atau
infeksi tulang dan sendi; ini semua terlihat pada 15% anak-anak dengan AIDS pediatric.
Infeksi bakteri yang lebih sedikit, seperti infeksi sinus rekuren atau kronik, otitis media,
dan pioderma masih sering terjadi. Streptococcus pneumonia merupakan isolate darah
yang paling sering pada anak yang terinfeksi HIV, meskipun stafilokokal gram-negatif,
dan bahkan bakteremia pseudomonal terjadi berlebihan. Penanganan episode demam pada
anak yang terinfeksi HIV sama dengan penanganan anak dengan kondisi yang
menganggu imunitas lain. Gangguan kemampuan untuk menjaga respons antibody yang
efektif dan kurangnya pajanan membuat anak yang terinfeksi HIV rentang terhadap
penyakit bakteri yang lebih setius. Profilaksis dengan immunoglobulin intravena dapat
mengurangi frekuensi dan keparahan infeksi bakteri yang serius.
Penyakit Neurologi Progresif. Sampai 60% anak yang terinfeksi HIV dapat
munculkan tanda infeksi system saraf pusat. Pada sekitar seperempatnya, infeksi ini
dalam bentuk ensefalopati static yang biasanya bermanifestasi pada tahun pertaman
dengan keterlambatan perkembangan. Pada sekitar sepertiganyan, terjadi ensefalopati
progresif, dengan kehilangan kejadian yang penting sebelumnya dan deficit motorik dan
kognitif yang berat. Pencitraan saraf dapat memperlihatkan atrofi serebral, kelainan
subtansi alba, atau klasifikasi ganglion basal, atau kesemuanya, meskipun keparahan
abnormalitas pencitraan sering tidak berkorelasi dengan gambaran klinis. Zidovudin IV
kontinu ditemukan menyebabkan perbaikan yang dramatic pada beberapa anak dengan
deficit perkembangan saraf; kostikosteroid juga menguntungkan pada laporan terisolasi.
Wasting Syndrome. Kegagalan kronik untuk tumbuh pada infeksi HIV lanjut
terjadi pada sekitar 10% bayi dan anak dengan AIDS dan hamper selalu multifaktorial.
Deficit system saraf pusat dari latergi sampai kelemahan dalam mengunyah; abnormalitas
neuroendokrin; malabsorpsi dan diare akibat infeksi HIV primer, infeksi usus sekunder,
atau terapi; dan katabolisme yang diinduksi infeksi sering berperang pada masalah yang
menjengkelkan ini.
Infeksi Oportunistik. Lebih dari satu lusin infeksi oportunistik spesifik memenuhi
AIDS, meskipun setelah PCP, paling sering pada AIDS pediatric adalah esofagistis
kandida, terjadi pada sekitar 10%, dan infeksi kompleks, Mycobakterium avium. Diantara
virus-virus, infeksi CMV diseminata dan lama pada saluran cerna, dan infeksi virus
varisela zoster apitikal, rekuren dan ekstensif sering terjadi. Walaupun daftar panjang
pathogen yang menyebabkan penyakit berat dan lama tidak lazim pada penjamu ini, virus
respirasi yang lazim, mencakup virus sinsitial respiratorius, jarang menyebabkan penyakit
yang berkomplikasi.
Terkenanya organic lain. Terkenanya hepar padi infeksi HIV pediatric sering
mengambil bentuk organ yang membesar sedang sampai berat, transaminitis berfluktuasi.
Yang jarang adalah hepatitis kolestatik berat yang terjadi pada bayi yang terinfeksi pada
tahun pertama, dengan prognosis buruk. Kelainan hati dapat disebabkan oleh infeksi yang
bersama dengan CMV, HCV, atau HBV, oleh infeksi HIV itu sendiri, atau banyak agen
infeksius lain. Penyakit ginjal yang sering terjadi, paling sering bermanifestasi protenuria.
Perubahan mesangial dan glomerulokslerosis fokal telah diindentifikasi sebagai patologi
yang paling sering terjadi pada anak dengan AIDS. Kelainan jantung dapat diperhatikan
pada separuh anak semua usia penyakit HIV, meskipun insiden kardiomiopati simtomatik
hanya 12 sampai 20%; efusi pericardial dan gangguan fungsi ventrikel merupakan
kelainan ekokardiografi yang paling sering ditemukan. Meskipun frekuensi penyakit paru
kronik pada pasien ini, terkenanya vertikel kiri beberapa kali lebih sering daripada yang
kanan. Tekanan HIV langsung, autoimunitas, malnutrisi dan infeksi bersama dengan virus
miotropik semuanya telah dihipotesis sebagai etiologi. Fenomena autoimun mencakup
anemia hemolitik positif-coombs dan trombositopenia. Sarcoma Kaposi dan kanker
sekunder lain jarang pada anak yang terinfeksi HIV.
F. Diagnosis
Diagnosis awal bayi yang terinfeksi sangat diinginkan, tetapi pengenalan awal
bayi yang beresiko HIV lebih penting. Hanya jika infeksi HIV pada perempuan hamil
teridentifikasi, terhadap kesempatan untuk mengubah ibu dan bayi secara cepat dengan
terapi antiviral atau preventif. Oleh karena itu uji dan konseling HIV harus menjadi
bagian rutin pada perawatan kehamilan.
Menetapnya antibody terhadap HIV yang didapat secara transplasenta pada bayi
merupakan komplikasi pemakaian uji antibody konversional dalam mendignosis infeksi
HIV pada masa bayi. Karena antibodi seperti ini dapat menetap dalam sirkulasi bayi yang
tidak terinfeksi selama 18 bulan, diagnosis infeksi pada bayi beresiko memerlukan biakan
virus dari bayi (biakan HIV), atau adanya antigen HIV (antigen p24) atau asam nuclear
viral-[reaksi rantai polymerase HIV (PCR)]. Uji virolegi dengan PCR atau biakan HIV
darah perifer dapat diharapkan menegakkan atau menyingkirkan (95% dapat dipercaya)
diagnosis infeksi HIV pada usia 3 sampai 6 bulan. Uji-uji ini jika dilakukan dengan tepat
mempunyai angka positivitas palsu rendah yang dapat diterima dan dapt diandalkan untuk
menegaskan infeksi pada semua usia. Sensitivitas pada tiap-tiap tes lebih rendah pada
priode parinatal, membuat diperlukannya tes serial. Untuk memonitor secara prospektif
bayi yang beresiko, uji firologi diagnostic dianjurkan sekurang-kurangnya 2 kali dalam 6
bulan pertama. Sebagai orang tua diberitahukan bahwa anaknya terinfeksi, konfirmasi dan
tinjauan semua uji laboratorium dianjurkan.
Bila bayi atau anak tanpa factor resiko yang dikenali untuk infeksi HIV tampak
dengan gambaran atau tanda yang cocok dengan defisiensi imun, diagnosis HIV harus
dijalankan bersama defisiensi imun lain. Kenyataan bahwa infeksi HIV akhir-akhir ini
merupakan penyebab utama defisiensi imun pada anak yang lebih mudah membantu saat
membersihkan konseling orang tua berkenang dengan uji serologi.
Pada anak berusia 18 bulan sampai masa remaja, tes serologi yang positif yang
dikonfirmasi untuk antibody terhadap HIV (ELISA dan bekuan Western atau tes
konfirmasi lain) biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV. Beberapa
persen bayi tidak terinfeksi dari ibu yang terinfeksi HIV akan memiliki antibody yang
berasal dari ibu yang dideteksi, sehingga konfirmasi virologi diharapkan. Kesukaran lain
yang jarang dalam diagnosi yang didasarkan pada serologi saja adalah bayi yang
terinfeksi HIV yang tidak menghasilkan antibody spesifik HIV dan keadaan yang tidak
lazim pada bayi terinfeksi yang menjadi seronegatif setelah pencucian antibody meternal
sebelum menghasilkan antibody itu sendiri.
G. Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi,
penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-
bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral
akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai
mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri
retrosternal).
2. Neurologik
a. ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC;
AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit
kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik,
apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan
dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong,
hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan
kematian.
b. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise,
kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
3. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk
penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal,
diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam
yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan
gejala ini.
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-
gatal dan diare.
4. Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk,
nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis,
seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus,
virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar,
infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes
simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas
kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh
pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam
yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita
AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit
yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan
psoriasis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis,
sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV. Tes ini
meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan latex
agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila
dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan
cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR.
Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan
pada bayi lahir dengan ibu HIV.
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a. ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
b. Western blot (positif)
c. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
d. Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi
enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b. CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi
terhadap antigen)
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).
e. Kadar immunoglobulin (meningkat)

I. Penatalaksanaan
1. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
a. Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
b. Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
c. Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
d. Mengatasi dampak psikososial
e. Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
f. Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
2. Pengobatan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS.
Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan
perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan dengan
menmggunakan tiga parameter : status kekebalan, status infeksi dan status klinik
dalam kategori imun : 1) tanpa tanda supresi, 2) tanda supresi sedang dan 3) tanda
supresi berat. Seorang anak dikatakan dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa
bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. Status imun didasarkan pada
jumlah CD$ atau persentase CD4 yang tergantung usia anak (Betz dan Sowden,
2002).
Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujuan terhadap
mencegah dan menangani infeksi oportunistik seperti Kandidiasis dan pneumonia
interstisiel. Azidomitidin ( Zidovudin), videks dan Zalcitacin (DDC) adalah obat-
obatan untuk infeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah, Videks dan DDC kurang
bermanfaat untuk oenyakit sistem saraf pusat. Trimetoprin sulfametojsazol (Septra,
Bactrim) dan Pentamadin digunakan untuk pengobatan dan profilaksi pneumonia
cariini setiap bulan sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak,
selain untuk hipogamaglobulinemia. Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan
infeksi HIV, sebagai pengganti vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin
vorus polio yang tidak aktif (IPV) (Betz dan Sowden, 2002).
3. Pencegahan
Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia kemungkinan akan
memengaruhi epidemil global lebih dari terapi apa pun dimasa depan yang dapat
diketahui. Kesalahan konsepsi mengenai factor resiko untuk infeksi HIV adalah target
esensial untuk usaha mengurangi perilaku resiko, terutama diantara remaja. Untuk
dokter spesialis anak, kemampuan member konsultasi pada pasien dan keluarga
secara efektif mengenai praktik seksual dan penggunaan obat adalah aliran utama
usaha pencegahan ini. Bahkan pendidikan dan latihan tersedia dari The American
Medical Assosiation dan The American Academy of Pediatrics yang dapat membantu
dokter pediatric memperoleh kenyamanan dan kompetensi yang lebih besar pada
peran ini.
Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan tepat dengan
pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua harus menekan pada uji
serologi HIV bagi semua perempuan hamil. Rekomendasi ini penting karena uji coba
pengobatan mutakhir menunjukkan bahwa protocol pengobatan bayi menggunakan
obat yang sama selama beberapa minggu secara signifikan mengurangi angka
transmisi dari ibu ke bayi.
Pemberian zidovudin terhadap wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 mengurangi
penularan HIV-1 terhadap bayi secara dermatis. Penggunaan zidovudin (100 mg lima
kali/24 jam) pada wanita HIV-1 dalam 14 minggu kehamilan sampai kelahiran dan
persalinan dan selama 6 minggu pada neonatus (180 mg/m2 secara oral setiap jam)
mengurangi penularan pada 26% resipien palasebo sampai 8% pada resipien
zidovudin, suatu perbedaan yang sangat bermakna. Pelayanan kesehatan A.S. telah
menghasilkan pedoman untuk penggunaan zidovudin pada wanita hamil HIV-1 positif
untuk mencegah penularan HIV-1 perinatal. Wanita yang HIV-1 positif, hamil dengan
masa kehamilan 14-34 minggu, mempunyai anak limfosid CD4 + 200/mm atau lebih
besar, dan sekarang tidak berada pada terapi atteretrovirus dianjurkan menggunakan
zidovudin. Zidovudin intravena (dosis beban 1 jam 2 mg/kg/jam diikuti dengan infus
terus menerus 1 mg/kg/jam sampai persalinan) dianjurkan selama proses kelahiran.
Pada semua keadaan dimana ibu mendapat zidovudin untuk mencegah penularan
HIV-1, bayi harus mendapat sirup zidovudin (2 mg/kg setiap 6 jam selama usia 6
minggu pertama yang mulai dan8 jam sesudah lahir). Jika ibu HIV-1 positif dan tidak
mendapatkan zidovudin, zidovudin harus dimulai pada bayi baru lahir sesegera
mungkin sesudah lahir, tidak ada bukti yang mendukung kemajuan obat dalam
mencegah infeksi HIV-1 bayi baru lahir sesudah 24 jam. Ibu dan anak diobati dengan
zidovudin harus diamati dengan ketak untuk kejadian-kejadian yang merugikan dan
didaftar pada PPP untuk menilai kemungkinan kejadian yang merugikan jangka lama.
Saat ini, hanya anemia ringan reversible yang telah ditemukan pada bayi. Untuk
melaksanakan pendekatan ini secara penuh, semua wanita harus mendapatkan
prenatal yang tepat, dan wanita hamil harus diuji untuk positivitas HIV-1.
Penularan seksual. Pencegahan penularan seksual mencakup penghindaran
pertukaran cairan-cairan tubuh. Kondom merupakan bagian integral program yang
mengurangi penyakit yang ditularkan secara seksual. Seks tanpa perlindungan dengan
mitra yang lebih tua atau dengan banyak mitra adalah biasa pada remaja yang
terinfeksi HIV-1.
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK
DENGAN HIV-AIDS

A. Pengkajian
1. Data Subjektif, mencakup:
a. Pengetahuan klien tentang AIDS
b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
c. Dispneu (serangan)
d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2. Data Objektif, meliputi:
a. Kulit, lesi, integritas terganggu
b. Bunyi nafas
c. Kondisi mulut dan genetalia
d. BAB (frekuensi dan karakternya)
e. Gejala cemas
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran TTV
Pengkajian Kardiovaskuler
Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung
kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
b. Pengkajian Respiratori
Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri
dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.
c. Pengkajian Neurologik
Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-
kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium,
meningitis, keterlambatan perkembangan.
d. Pengkajian Gastrointestinal
Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih
kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis
mulut, selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare
kronis, pembesaran limfa.
e. Pengkajain Renal
f. Pengkajaian Muskuloskeletal
Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
g. Pengkajian Hematologik
h. Pengkajian Endokrin
4. Kaji status nutrisi
a. Kaji adanya infeksi oportunistik
b. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan

B. Dapatkan riwayat imunisasi


1. Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids pada anak-
anak: exposure in utero to HIV-infected mother, pemajanan terhadap produk darah,
khususnya anak dengan hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku resiko tinggi.
2. Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh, limfadenopati,
hepatosplenomegali
3. Infeksi bakteri berulang
4. Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys inter
interstisial limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).
5. Diare kronis
6. Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai
sebelumnya, kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis abnormal
7. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody serum.

C. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wong (2004) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak dengan
HIV antara lain:
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret sekunder
terhadap hipersekresi sputum karena proses inflamasi
2. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder
terhadap reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan pemasukan
dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
4. Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan motilitas usus
sekunder proses inflamasi system pencernaan
5. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan
herpers zoster sekunder proses inflamasi system integumen
6. Risiko infeksi (ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya
organisme infeksius dan imobilisasi
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan
penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
8. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan pembatasan fisik, hospitalisasi,
stigma sosial terhadap HIV
9. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK sekunder proses penyakit (misal:
ensefalopati, pengobatan).
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit
yang mengancam hidup.

D. Intervensi Keperawatan
Menurut Betz dan Sowden (2002) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan oleh
seorang perawat terhadap anak dan ibu yang sudah menderita infeksi HIV antara lain :
1. Lindungi bayi, anak atau remaja dari kontak infeksius, meskipun kontak biasa dari
orang ke orang tidak menularkan HIV
2. Cegah penularan infeksi HIV dengan membersihkan bekas darah atau cairan tubuh
lain dengan larutan khusus, pakai sarung tangan lateks bila akan terpajan darah atau
cairan tubuh, pakai masker dengan pelindung mata jika ada kemungkinan terdapat
aerosolisasi atau terkena percikan darah atau cairan tubuh, cuci tangan setelah
terpajan darah atau cairan tubuh dan sesudah lepasa sarung tangan, sampah-sampah
yang terrkontaminasi darah dimasukkan ke dalam kantong plastik limbah khusus.
3. Lindungi anak dari kontak infeksius bila tingkat kekebalan anak rendah dengan cara
lakukan skrining infeksi, tempatkan anak bersama anak yang non infeksi dan batasi
pengunjung dengan penyakit infeksi.
4. Kaji pencapaian perkembangan anak sesuai usia dan pantau pertumbuhan (tinggi
badan, berat badan, lingkar kepala
5. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat kepatuhan
terhadap perencanaan pengobatan
6. Ajarkan pada anak dan keluarga untuk menghubungi tim kesehatan bila terdapat
tanda-tanda dan gejala infeksi, ajarkan pada anak dan keluarga memberitahu dokter
tentang adanya efek samping
7. Ajarkan pada anak dan keluarga tentang penjadualan pemeriksaan tindak lanjut :
nama dan nomor telepon dokter serta anggota tim kesehatan lain yang sesuai, tanggal
dan waktu serta tujuan kunjungan pemeriksaan tindak lanjut
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada ibu dan anak yang belum terinfeksi
HIV antara lain :
1. Ibu jangan melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan tanpa kondom
2. Gunakan jarum suntik steril, dan tidak menggunakan jarum suntik secara bersama
secara bergantian atau tercemar darah mengandung HIV.
3. Tranfusi darah melalui proses pemeriksaan terhadap HIV terlebih dahulu.
4. Untuk Ibu HIV positif kepada bayinya saat hamil, proses melahirkan spontan/normal
sebaiknya tidak menyusui bayi dengan ASInya
5. HIV tidak menular melalui : bersentuhan, bersalaman dan berpelukan (kontak sosial),
berciuman (melalui air liur), keringat, batuk dan bersin, berbagi makanan atau
menggunakan peralatan makan bersama, gigitan nyamuk atau serangga lain, berenang
bersama, dan memakai toilet bersama sehingga tidak perlu takut dan khawatir tertular
HIV.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN HIV-AIDS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama/nama panggilan : An. A.
Tempat tanggal lahir/usia : Poasia, 10 November 2018 / 6 bulan 8 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : BTN Kendari Permai Blok J No.14
Tanggal masuk : 18 Mei 2019
Tanggal pengkajian : 19 Mei 2019
Diagnosa Medik : HIV-AIDS

2. Identitas Orang Tua


a. Ayah
Nama : Tn. T.L.
Umur : 27 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Agama : Islam
Alamat : BTN Kendari Permai Blok J No.14
b. Ibu
Nama : Ny. R
Usia : 25 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam

3. Identitas Saudara Kandung


No. N a m a Usia Hubungan Status Kesehatan
1. - - - -
B. Keluhan Utama
Orangtua klien mengeluhkan bayinya mengalami diare disertai dengan demam.

C. Riwayat Kesehatan.
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Diare dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Mula-mula intensitas BAB kurang, dan sejak 2
hari yang lalu diare semakin parah diserta dengan demam, terdapat bercak-bercak
terasa gatal pada kulit, diare diikuti dengan batuk, sesak dan klien tidak mau
menyusu. Dengan alasan tersebut orang tua klien membawa klien ke RS untuk di
periksa.
2. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)
a. Prenatal Care
1) Pemeriksaan kehamilan 3 kali
2) Keluhan selama hamil Ngidam, kadang-kadang demam dan lemas
3) Riwayat terkena sinar tidak ada
4) Kenaikan berat badan selama kehamilan 2 kg
5) Imunisasi 2 kali
6) Golongan darah Ibu : lupa /golongan darah ayah : A
b. Natal
1) Tempat melahirkan di Puskesmas oleh bidan
2) Lama dan jenis persalinan : Spontan/normal
3) Penolong persalinan Dokter Kebidanan
4) Tidak ada komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit
perdarahan daerah vagina).
c. Post Natal
1) Kondisi Bayi : BB lahir 2 kg, PB 45 cm
2) Pada saat lahir kondisi anak baik (untuk semua usia)
a) Penyakit yang pernah dialami demam setelah imunisasi
b) Kecelakaan yang pernah dialami: tidak ada
c) Imunisasi belum lengkap
d) Alergi belum nampak
e) Perkembangan anak dibanding saudara-saudara : Anak pertama
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga : Ibu klien positif HIV
E. Genogram

Keterangan :
Perempuan -------- = Serumah

Laki-laki = Meninggal

Klien = Garis keturunan

· Penjelasan :
· Generasi I = Kakek dan nenek klien meninggal bukan karena penyakit yang sama dengan
klien
· Generasi II = Saudara laki-laki dari bapak klien meninggal karena kecelakaan tidak ada
riwayat penyakit yang sama dengan klien
· Generasi III = Klien anak pertama. Belum mempunyai saudara, klien saat ini di rasawat di
RS dengan diangnosa postif HIV.
F. Riwayat Imunisasi
Waktu Reaksi setelah
No. Jenis Imunisasi Pemberian pemberian
1. BCG 1 bulan Demam
2. DPT Lupa Demam
3. Polio - -
4. Campak - -
5. Hepatitis lupa Lupa

G. Riwayat Tumbuh Kembang


1. Pertumbuhan Fisik
a. Berat Badan : BB lahir 2 kg, BB masuk RS : 5 kg.
b. Tinggi Badan : PB lahir 45 cm, PB masuk RS : 50 Cm
c. Waktu tumbuh gigi pertama : belum
2. Perkembangan tiap tahan
Usia anak saat :
a. Berguling : 5 bulan
b. Duduk : belum
c. Merangkak : belum
d. Berdiri : belum
e. Berjalan : belum
f. Senyum kepada orang lain pertama kali : lupa
g. Bicara pertama kali : belum
h. Berpakaian tanpa bantuan : masih di bantu ibunya secara penuh

H. Riwayat Nutrisi
1. Pemberian ASI
a. Pertama kali di susui : satu jam setelah lahir
b. Cara Pemberian : Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
c. Lama Pemberin : 15-20 manit
d. Diberikan sampai usia : sampai saat ini\
2. Pemberian Susu Formula : SGM
Tidak pernah diberikan susu formula hanya ASI
3. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini :
Us i a Jenis Nutrisi Lama Pemberian
1. 0 - saat ini Asi Masih berlangsung saat ini

I. Riwayat Psiko Sosial


1. Anak tinggal di rumah sendiri
2. Lingkungan berada di tepi kota
3. Rumah tidak ada fasilitas lengkap
4. Di Rumah tidak ada tangga yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan,
anak bebas bermain di luar dengan teman-temannya
5. Hubungan antar anggota kelurga baik
6. Pengasuh anak adalah orang tua

J. Riwayat spiritual
1. Anggota Keluarga tidak taat melaksanakan ibadah
2. Kegiatan keagamaan : jarang mengikuti kegiatan keagamaan

K. Reaksi Hospitalisasi
1. Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap
a. Orang tua membawa anaknya ke RS karena khawatir dan cemas tentang keadaan
anaknya yang demam terus
b. Dokter menceritakan sebagaian kecil kondisi anaknya dan kelihatannya orang
tua belum mengerti hal ini dibuktikan dengan ekspresi wajah orang tua dan
pertanyaan yang timbul sekitar keadaan anaknya
c. Orang tua saat masuk di RS sangat merasa khwatir dengan keadaan anaknya dan
selalu menanyakan kondisi anaknya
d. Orang tua selalu menjaga anaknya bergantian antara ayah, ibu dan dan keluarga
yang lain.
2. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap
Anak belum mampu berbicara
L. Aktivitas Sehari-hari
1. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat sakit
1. Keinginan Menyusu Baik Kurang
2. Frekwensi Menyusui 7 kali Tidak pernah

2. Cairan
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Jenis minuman ASI Tidak ada
2. Frekwensi minum Setiap kali haus Sering
3. Kebutuhan cairan Tidak diketahui Tergantung
4. Cara pemberian ASI Infuse

3. Eliminasi (BAB & BAK)

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit


1. Tempat pembuangan Kain sarung Popok
2. Frekwensi/waktu
BAK= sering BAB BAK = sering,
3. Konsistensi = 2 x sehari BAB = 4-6x sehari d.
4. Kesulitan Sering encer Encer
5. Obat pencahar Tidak ada Tidak ada
Tidak pernah
digunakan

4. Istirahat/Tidur
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Siang 12.00 – 14.00 Jam 14.00-15.00
2. Malam Jam 20.00- 06.00 Jam 21.00-7.30
2. Pola tidur Tidur dilaksanakan Tidur dilaksanakan
pada siang dan malam pada siang dan
hari malam hari
3. Kebiasaan sebelum tidur Menyusu Menyusu
4. Kesulitan tidur Gelisah Sering terbangun
karena popoknya
basah oleh feses.
5. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Mandi
- Cara Dikerjakan oleh orang Tidak pernah mandi
tua hanya dilap badan
- frekwensi 1 x sehari/melap
- alat mandi 2 x sehari badan
2. Cuci rambut Sabun Pake air hangat
- frekwensi Kadang-kadang belum pernah
- Cara Tidak menentu dilakukan
3. Gunting kuku Dikerjakan oleh orang
- frekwensi tua

- Cara Setiap kali kuku belum pernah


terlihat panjang dilakukan
4. Gosok gigi Di kerjakan oleh orang
tua
- Frekwensi
- Cara
Setiap kali mandi Belum pernah
Dikerjakan oleh orang dilakukan
tua

6. Aktifitas/mobilitas fisik
Tidak dikaji

7. Rekreasi
Tidak dikaji

M. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum klien : Lemah, gelisah dan batuk sesak
a. Ekspresi wajah biasa kadang tersenyum dan cengeng bila diajak bermain.
b. Berpakaian bersih karena selalu dijaga oleh ibunya.
2. Tanda-tanda vital:
a. Suhu : 38,5 º C
b. Nadi : 120x/m
c. Pernafasan : 28x / m
d. TD : 95/60 mmHg
3. Antropometri
a. Panjang badan : 50 cm
b. Berat badan : 5 kg
c. Lingkaran lengan atas : tidak dikaji
d. lingkaran kepala : tidak dikaji
e. lingkaran dada : tidak di kaji
f. Lingkaran perut : tidak dikaji
g. Skin fold : tidak dikaji
4. Head To Toe
a. Kulit :
Pucat dan turgo kulit jelek dipenuhi dengan bercak-bercak dan gatal
b. Kepal dan leher :
Inspeksi: Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitam dan tidak ada
peradangan.
Palpasi: Normal, tidak ada benjolan dikepala
Perkusi:-
Auskultasi:-
c. Kuku :
Jari tabuh
d. Mata / penglihatan :
Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
e. Hidung :
Tidak ada Peradangan, tidak ada reaksi alergi, tidak ada polip, dan fxungsi
penciuman normal
f. Telinga :
Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan
g. Mulut dan gigi
Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi Peradangan dan
perdarahan pada gigi ,gangguan menelan(-), bibir dan mukosa mulut klien
nampak kering dan bibir pecah-pecah
h. Leher: Terjadi peradangan pada eksofagus.
i. Dada :
Inspeksi: Dada terlihat normal, Tidak ada kelainan gerakan dada
Palpasi: Terdapat nyeri tekan pada epigastrium, Tidak nampak adanya
pembesaran hati
Perkusi: nada sonor
Auskultasi: Tidak terdengar adanya bunyi nafas tambahan. Tidak ada retraksi
dinding dada (+).
j. Abdomen
Inspeksi: Nampak normal, simetris kiri kanan
Auskultasi: terdengar bunyi peningkatan peristaltic/ bising usus dan tidak ada
krepitasi abdomen.
Palpasi: Turgor jelek ,tidak ada massa, terdapat nyeri tekan pada bagian kanan
bawah
Perkusi: Bunyi timpany (+). Kembung (-)
k. Perineum dan genitalia
Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang
l. Ekstremitas :
klien tidak mampu mengerakkan extremitas atas dan extremitas bawah tonus otot
lemah akibat tidak ada energi karena diare dan proses penyakit
inspeksi: Bentuk kaki simetris, tidak terdapat gejala / tanda oedema. Jumlah jari
lengkap.terdapat keterbatasan gerak ekstremitas bawah
palpasi: Akral hangat, terdapat keterbatasan gerak ekstremitas atas.
Perkusi: reflek tendon kuran
Auskultasi : -
Skala kekuatan otot
3 3
3 3
m. Pengkajian Persistem
1. Sistem Pernafasan
a) Hidung : Simetris, pernafasan cuping hidung : ada, secret : ada
b) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe di
sub mandibula.
c) D a d a :
1) Bentuk dada : Normal
2) Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan tranversal : 1 : 1
3) Gerakan dada : simetris, tidak terdapat retraksi
4) Suara nafas : ronki
5) Suara nafas tambahan : ronki
6) Tidak ada clubbling finger
2. Sistem kardiovaskuler :
a) Conjungtiva : Tidak anemia, bibir : pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi
reguler , tekanan vena jugularis : tidak meninggi
b) Ukuran Jantung : tidak ada pembesaran
c) Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal
d) Capillary refilling time > 2 detik
3. Sistem pencernaan:
a) Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut
b) Abdomen : distensi abdomen, peristaltic meningkat > 25x/mnt akibat
adanya virus yang menyerang usus
c) Gaster : nafsu makan menurun, mules, mual muntah, minum normal,
d) Anus : terdapat bintik dan meradang gatal
4. Sistem indra
a) Mata : agak cekung
b) Hidung : Penciuman kurang baik,
c) Telinga
1) Keadaan daun telinga : kanal auditorius kurang bersih akibat
benyebaran penyakit
2) Fungsi pendengaran kesan baik
5. Sistem Saraf
a) Fungsi serebral:
1) Status mental : Orientasi masih tergantung orang tua
2) Bicara : -
3) Kesadaran : Eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik (bergerak
mengikuti perintah) = 6, verbal (bicara normal) = 5
b) Fungsi kranial :
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari Nervus I –
Nervus XII.
c) Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu
oleh orang tua
d) Fungsi sensorik : suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan
terganggu)
e) Fungsi cerebellum : Koordinasi, keseimbangan kesan normal
f) Refleks : bisip, trisep, patela dan babinski terkesan normal.
6. Sistem Muskulo Skeletal
a) Kepala : Betuk kurang baik, sedikit nyeri
b) Vertebrae: Tidak ditemukan skoliosis, lordosis, kiposis, ROM pasif, klien
malas bergerak, aktifitas utama klien adalah berbaring di tempat tidur.
c) Lutut : tidak bengkak, tidak kaku, gerakan aktif, kemampuan jalan baik
d) Tangan tidak bengkak, gerakan dan ROM aktif
7. Sistem integumen
a) warna kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun
> 2 dt,
b) suhu meningkat 39 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada
syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah
perianal.
8. Sistem endokrin
a) Kelenjar tiroid tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran
b) Suhu tubuh tidak tetap, keringat normal,
c) Tidak ada riwayat diabetes
9. Sistem Perkemihan
a) Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam), frekuensi
berkurang.
b) Tidak ditemukan odema
c) Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria , dan kencing batu
10. Sistem Reproduksi
Alat genetalia termasuk glans penis dan orificium uretra eksterna merah dan
gatal
11. Sistem Imun
a) Klien tidak ada riwayat alergi
b) Imunisasi lengkap
c) Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada
d) Riwayat transfusi darah tidak ada

N. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan


6 tahun ke atas
1. Perkembangan kognitif : Klien mampu bekerja sama dengan orang lain hal ini
dibuktikan dengan klien sering bermain bola bersama teman-temannya waktu
sebelum sakit.
2. Perkembangan motorik : klien mampu menggunakan sepeda dengan sendirinya

O. Terapi Saat ini :


1. Infus RL 20 tts/m
2. Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai pengganti vaksin
poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV)
Keperawatan :
1. Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
2. Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
3. Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid,
yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke
DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
4. Mengatasi dampak psikososial
5. Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis

P. Klasifikasi Data
Data Subjektif
1. Keluarga klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
2. Keluarga klien mangatakan anaknya demam terus-menerus
3. Keluarga klien mengatakan muncul bercak-bercak di tubuh anaknya
4. Keluarga klien mengatakan, klien tidak mau makan/malas makan
5. Ibu klien mengatakan anaknya susah menelan akibat luka-luka pada mulutnya
6. Keluarga klien mengatakan anaknya sering buang air besar dan encer
7. Keluarga klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya, maka dari itu
anaknya di bawa ke RS.
Data Objektif
1. Klien selama di RS nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak
2. Klien nampak teraba panas dengan suhu 39 0C, Nadi: 120x/m, P : 28x /m dan TD :
95/60 mmHg
3. Nampak terlihat bercak-bercak dan klien selalu menangis menggaruk badannya yang
gatal.
4. Klien nampak cengeng bila ingin disusui, berat badan klien turun dari 5 kg menjdi 4
kg.
5. Klien nampak selalu mengeluh ingin BAB dan diRS terhitung 4-5/hari
6. Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata
7. Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.

Q. Analisa Data
No Data Etilogi Masalah
1 DS : Kandidiasis Bersihan jalan nafas
o Ibu klien mengatakan tidak efektif
anaknya batuk-batuk dan Menginfeksi bronkus
sesak
DO : Aktivitas bronkus
o Klien selama di RS nampak berkurang
batuk terus dan gelisah
nampak sesak sesak Penumpukan sekret
o Tanda-tanda vital:
Suhu : 38,5 º C
Nadi : 120x/m Batuk inefektif
Pernafasan : 28x / m
TD : 95/60 mmHg
2 DS : Hipertermi
o Ibu klien mangatakan Kuman
anaknya demam terus- mengeluarkan
menerus endotoksin
DO :
o Klien nampak teraba panas
dengan suhu 38,5 Merangsang
0
C, Nadi : 120x/m, P pengeluaran zat
: 28x / m dn TD : 95/60 pirogen oleh leukosit
mmHg pada jaringan yg
meradang

Melepas zat IL-1,

prostaglandin E2
(pirogen leukosi &
pirogen endokrin

Mencapai hipotalamus
(set point)
3 DS : Perubahan nutrisi
kandidiasis
o ibu klien mengatakan, klien kurang dari
tidak mau makan/malas kebutuhan tubuh
makan
Lesi oral
o Ibu klien mengatakan
anaknya susah menelan
akibat luka-luka pada
mulutnya
DO : Ketidakmampuan
o Klien nampak cengeng bila menyusu
inbin diberi makan dan
porsi makannya tidak habis
serta BB turun menjadi 20
kg dari 25kg.Inter Perubahan indra
pengecap

Menurunkan
keinginan menyusu
5 DS : Kerusakan integritas
o Ibu klien Timbul jamur dan kulit
mengatakan
muncul bercak-bercak di bintik-bintik
tubuh anaknya
DO :
o Nampak terlihat bercak- Lesi kulit
bercak dan klien selalu
menangis menggaruk
badannya yang gatal Dermatitis
6 DS : Cemas
o Keluarga klien mengatakan
AIDS
sangat khawatir dengan
kondisi anaknya, maka dari
itu anaknya di bawa ke RS.
Gelisah
DO :
o Keluarga klien nampak
gelisah dan selalu
Merasa ketakutan
menanyakan kondisi
akan penyakit anaknya
anaknya.

R. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
2. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder
terhadap reaksi antigen dan antibody
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan
penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
4. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan herpers
zoster sekunder proses inflamasi system integument
5. Kecemas berhubungan dengan perubahan kesehatan yang diderita klien
BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi
Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana
kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama
perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan
imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak
sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi
beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk
hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang
lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan
terhadap pada beberapa tahun pertama
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang
diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control
sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan
splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm
terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.
.
B. Saran
Pemberian materi yang lebih mendalam dapat meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan disamping
pengarahan dan bimbingan yang senantiasa diberikan sehingga keberhasilan dalam tugas
dapat dicapai
DAFTAR PUSTAKA

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
edition, Mosby Year Book, Toronto
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made
Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.
Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai