Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

A DENGAN
DIAGNOSA MEDIS TRAUMA CAPITIS RINGAN
DI RUANGAN IGD RS BHAYANGKARA

OLEH :

MELISA, S.Kep
7119351716

CI INSTITUSI CI LAHAN

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK)
FAMIKA MAKASSAR
T.A 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA CAPITIS ATAU TRAUMA KEPALA

I. Definisi

Trauma Captis atau Cidera Kepala adalah kerusakan neurologis yang

terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung

maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Price, 2005).

Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk

trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan

keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat

dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan

perubahan – perubahan fungsi otak (Black, 2005).

Menurut konsensus PERDOSSI (2006), cedera kepala yang sinonimnya

adalah trauma kapitis/head injury/trauma kranioserebral/traumatic brain injury

merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun

tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu

gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun

permanen.

II. Klasifikasi

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Glasgow Come Scale (GCS):

1. Minor

a. GCS 13 – 15

b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari

30 menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

2. Sedang

a. GCS 9 – 12

b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi

kurang dari 24 jam.

c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3. Berat

a. GCS 3 – 8

b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

III. Etiologi

Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury:

1. Trauma tumpul.

2. Trauma tajam (penetrasi).

IV. Patofisiologi dan Pathway

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat

ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera

percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur

kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena

kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila

kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan

mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila

terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi
bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa

dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang

menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang

otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena

memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau

hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan

autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera.

Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area

peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua

menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan

intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak

sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal”

dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk

menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari

kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral,

serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi,

pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan

kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:

cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak

menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini

menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena

cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.


Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Penurunan fungsi

motoric dan Terputusnya Kelemahan otot Jaringan otak


kontinuitas jaringan Terputusnya rusak (kontusio,
muskoloskeletal kulit, otot dan vaskuler kontinuitas jaringan menelan laserasi)
tulang
Intoleransi
Aktivitas Gangguan menelan
-Perubahan
Gangguan suplai makanan outoregulasi
darah Resiko Nyeri -Odem cerebral
infeksi Akut

Asupan nutrisi Kejang


-Perdarahan Iskemia
-Hematoma Perubahan Tidak terpenuhi
perfusi
Hipoksia
jaringan

Resiko 1.Bersihan jln.


Perubahan sirkulasi Ketidakseimbangan Gangg. nafas
CSS Nutrisi Kurang Dari Neurologis fokal 2.Obstruksi jln.
Gangguan fungsi otak Kebutuhan Tubuh nafas
3.Dispnea
4.Henti nafas
5.Perub. Pola
nafas
Peningkatan TIK
Mual – muntah Defisit Neurologis
Papilodema
Ketidakefektifan
Pandangan kabur
Penurunan fungsi pola napas
pendengaran
Nyeri kepala Gangg.
persepsi
sensori

Girus medialis lobus Resiko


temporalis tergeser kurangnya
volume cairan

Herniasi
unkus

Mesesenfalon
tertekan

Gangg. Cemas
kesadaran
V. Manifestasi Klinis

1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

2. Kebungungan

3. Iritabel

4. Pucat

5. Mual dan muntah

6. Pusing kepala

7. Terdapat hematoma

8. Kecemasan

9. Sukar untuk dibangunkan

10. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung

(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

VI. Penatalaksanaan Klinik

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala

adalah sebagai berikut:

1. Observasi 24 jam

2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.

3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

4. Pasien diistirahatkan atau tirah baring.

5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.

6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.

7. Pemberian obat-obat analgetik.

8. Pembedahan bila ada indikasi.


VII. Pemeriksaan Penunjang

1. Spinal X ray

Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi

(perdarahan atau ruptur atau fraktur).

2. CT Scan

Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya

jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.

3. Myelogram

Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal

aracknoid jika dicurigai.

4. MRI (magnetic imaging resonance)

Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi

serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.

5. Thorax X ray

Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.

6. Pemeriksaan fungsi pernafasan

Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting

diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan

(medulla oblongata).

7. Analisa Gas Darah

Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

VIII. Farmakologi

Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan

metilprednisolon (bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4


mg/kg berat badan per jam selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan

keadaan neurologis bila preparat itu diberikan dalam waktu paling lama 8 jam

setelah kejadian (golden hour). Pemberian nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat

badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam)

tidak memberikan perbaikan keadaan neurologis pada penderita trauma saraf

spinal akut.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanyariwayat

trauma pada servikal merupakan hal yang penting diwaspadai.

1. Identitas pasien

2. Riwayat Penyakit

a. Keluhan Utama

Cedera kepala berat mempunyai keluhan atau gejala utama

yang berbeda-beda tergantung letak lesi dan luas lesi. Keluhan utama

yang timbul seperti nyeri, rasa bebal, kekakuan pada leher atau

punggung dan kelemahan pada ekstremitas atas maupun bawah.

b. Riwayat Penyakit Saat Ini

Pengkajian ini sangat penting dalam menentukan derajat

kerusakan dan adanya kehilangan fungsi neurologik. Medulla spinalis

dapat mengalami cedera melalui beberapa mekanisme, cedera primer

meliputi satu atau lebih proses berikut dan gaya : kompresi akut,

benturan, destruksi, laserasi dan trauma tembak.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien dengan cedera medulla spinalis bias disebabkan oleh

beberapa penyakit seperti Reumatoid Artritis, pseudohipoparatiroid,

Spondilitis, Ankilosis, Osteoporosis maupun tumor ganas.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan riwayat penyakit keluarga yang dapat

memperberat cedera medulla spinalis.


3. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik mengacu pada pengkajian B1-B6 dengan

pengkajian fokus ditujukan pada gejala-gejala yang muncul akibat cedera

kepala berat. Keadaan umum (Arif muttaqin 2008) pada keadaan cedera

kepala berat umumnya mengalami penurunan kesadaran. Adanya

perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi dan hipotensi.

a. B1 (BREATHING)

Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi

blok saraf parasimpatis klien mengalami kelumpuhan otot otot

pernapasan dan perubahan karena adanya kerusakan jalur

simpatetik desending akibat trauma pada tulangbelakang sehingga

mengalami terputus jaringan saraf di medula spinalis, pemeriksaan

fisik dari sistem ini akan didapatkan hasil sebagai berikut inspeksi

umum didapatkan klien batuk peningkatan produksi sputum, sesak

napas.

b. B2 (BLOOD)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan syok

hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala berat. Dari

hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah menurun nadi

bradikardi dan jantung berdebar-debar. Pada keadaan lainnya dapat

meningkatkan hormon antidiuretik yang berdampak pada

kompensasi tubuh.

c. B3 (BRAIN)

Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, pengkajian fungsi

serebral dan pengkajian saraf kranial. Pengkajian tingkat kesadaran :


tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah

indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan.

Pengkajian fungsi serebral : status mental observasi penampilan,

tingkah laku nilai gaya bicara dan aktivitas motorik klien Pengkajian

sistem motorik inspeksi umum didapatkan kelumpuhan pada

ekstermitas bawah, baik bersifat paralis, dan paraplegia. Pengkajian

sistem sensori ganguan sensibilitas pada klien cedera kepala berat

sesuai dengan segmen yang mengalami gangguan.

d. B4 (BLADDER)

Kaji keadaan urine meliputi warna ,jumlah,dan karakteristik

urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan

peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi

pada ginjal.

e. B5 (BOWEL)

Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan

adanya ileus paralitik, dimana klinis didapatkan hilangnya bising

usus, kembung,dan defekasi, tidak ada. Hal ini merupakan gejala

awal dari tahap syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari

sampai beberapa minggu.

f. B6 (BONE)

Paralisis motorik dan paralisis organ internal bergantung pada

ketinggian lesi saraf yang terkena trauma. Gejala gangguan motorik

sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena.disfungsi

motorik paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan.pada


saluran ekstermitas bawah. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan

turgor kulit.

4. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan diagnostik

1) X-ray/CT Scan :hematoma serebral, edema

serebral, perdarahan intracranial, fraktur tulang tengkorak

2) MRI : dengan/tanpa menggunakan kontras

3) Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral

4) EEG : memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya

gelombang patologis

5) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi

korteks dan batang otak

6) PET (Positron Emission Tomography): menunjukkan

perubahan aktivitas metabolisme pada otak

b. Pemeriksaan laboratorium

1) AGD : PO2, pH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi

(mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin

aliran darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah

oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK

2) Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan

gangguan regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa

hari, diikuti diuresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang

akibat ketidakseimbangan elektrolit.

3) Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum


4) CSS : menentukan kemungkinan adanya perdarahan

subarachnoid (warna, komposisi, tekanan)

5) Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan

penurunan kesadaran.

6) Kadar antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang

cukup efektif mengatasi kejang.

B. Diagnosa yang Mungkin Muncul

1. Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf, cedera neuromuskular, dan


refleks spasme otot sekunder.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhu-
bungan dengan kemampuan mencerna makanan dan peningkatan
kebutuhan metabolisme

3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kerusakan


neuromuskular.
4. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat
napas di otak
5. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi atau terjadi

perubahan status kesehatannya

C. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Nyeri Akut NOC NIC
Definisi : Pengalaman  Pain Level Pain Management
sensori dan emosional  Pain Control - Lakukan
yang tidak  Comfort Level pengkajian nyeri
menyenangkan yang Kriteria Hasil : secara
muncul akibat  Mampu komprehensif
kerusakan jaringan mengontrol nyeri termasuk lokasi,
yang aktual atau (tahu penyebab karakteristik,
potensial atau nyeri, mampu durasi, frekuensi,
digambarkan dalam menggunakan kualitas dan faktor
hal kerusakan tekhnik presipitasi
sedemikian rupa nonfarmakologi - Observasi reaksi
(International untuk mengurangi nonverbal dari
Association for the nyeri, mencari ketidaknyamanan
study of pain): awitan bantuan) - Gunakan teknik
yang tiba-tiba atau  Melaporkan komunikasi
lambat dari intensitas bahwa nyeri terapeutik untuk
ringan hingga berat berkurang dengan mengetahui
dengan akhir yang menggunakan pengalaman nyeri
dapat diantisipasi atau manajemen nyeri pasien
diprediksi dan  Mampu mengenali - Kaji kultur yang
berlangsung <6 bulan. nyeri (skala, mempengaruhi
Batasan Karekteristik intensitas, respon nyeri
: frekuensi dan - Ajarkan tentang
 Perubahan tanda nyeri) teknik
selera makan  Menyatakan rasa nonfarmakologi
 Perubahan nyaman setelah - Berikan analgetik
tekanan darah nyeri berkurang untuk mengurangi
 Perubahan nyeri
frekuensi - Tingkatkan istirahat
jantung - Kolaborasikan

 Perubahan dengan dokter jika


frekuensi ada keluhan dan

pernapasan tindakan nyeri yang

 Mengekspresika tidak berhasil

n perilaku
(misal: gelisah,
merengek,
menangis)
 Sikap
melindungi area
nyeri
 Indikasi nyeri
yang dapat
diamati
 Sikap tubuh
melindungi
 Melaporkan
nyeri secara
verbal
 Gangguan tidur
Faktor yang
berhubungan :
 Agen cedera
(misal: biologis,
zat kimia, fisik,
psikologis)
2 Intoleransi aktivitas NOC NIC
Definisi :  Energy Activity Therapy
Ketidakcukupan energi conservation - Bantu klien untuk
psikologis atau  Activity tolerance mengidentifikasi
fisiologis untuk  Self Care : ADLs aktivitas yang
melanjutkan atau Kriteria Hasil : mampu dilakukan
menyelesaikan  Berpartisipasi - Bantu untuk
aktivitas kehidupan dalam aktivitas memilih aktivitas
sehari-hari yang harus fisik tanpa disertai konsisten yang
atau yang ingin peningkatan sesuai dengan
dilakukan. tekanan darah, kemampuan fisik,
Batasan karakteristik nadi, dan RR psikologi dan
:  Mampu social
 Respon tekanan melakukan - Bantu untuk
darah abnormal aktivitas sehari- mengidentifikasi
terhadap hari (ADLs) secara aktivitas yang
aktivitas mandiri disukai
 Respon  Tanda-tanda vital - Bantu pasien
frekuensi normal untuk
jantung  Mampu berpindah: mengembangkan
abnormal dengan atau tanpa motivasi diri dan
terhadap bantuan alat penguatan
aktivitas  Sirkulasi status - Monitor respon
 Ketidaknyaman baik fisik, emosi,
an setelah  Status respirasi : social, dan
beraktivitas pertukaran gas spiritual
 Menyatakan dan ventilasi
merasa letih adekuat

 Menyatakan
merasa lemah

Faktor yang
berhubungan :
 Tirah baring
atau imobilisasi
 Kelemahan
umum
 Ketidakseimban
gan antara
suplei dan
kebutuhan
oksigen
 Imobilitas
 Gaya hidup
monoton
3 Ketidakefektifan Pola NOC NIC
Napas  Respiratory status Airway Management
Definisi : Inspirasi dan : ventilation - Buka jalan napas,
atau ekspirasi yang  Respiratory status gunakan tehknik
tidak memberi ventilasi : Airway patency chin lift atau jaw
Batasan  Vital sign status thrust bila perlu
Karakteristik: Kriteria Hasil : - Posisikan pasien
 Perubahan  Mendemonstrasik untuk
kedalaman an batuk efektif memaksimalkan
pernapasan dan suara napas ventilasi
 Penurunan yang bersih, tidak - Identifikasi pasien
tekanan ekspirasi ada sianosis dan perlunya
 Penurunan dyspnea (mampu pemasangan alat
kapasitas vital mengeluarkan jalan napas

 Pernapasan sputum, mampu buatan


cuping hidung bernapas dengan - Lakukan

Faktor yang mudah) fisioterapi dada


berhubungan :  Menunjukkan jalan jika perlu

 Ansietas napas yang paten - Auskultasi suara

 Posisi tubuh (klien tidak merasa napas, catat

 Deformitas tulang tercekik, irama adanya suara


napas, frekuensi tambahan
 Keletihan
pernapasan dalam
 Hiperventilasi
rentang normal,
 Gangguan
tidak ada suara
muskoloskeletal
napas abnormal)
 Kerusakan
 Tanda tanda vital
neurologis
dalam rentang
 nyeri
normal (TD, Nadi,
Pernapasan)
4 Resiko NOC NIC
Ketidakseimbangan  Nutritional Status : Nutrition Management
nutrisi kurang dari  Nutritional Status : - Kaji adanya
kebutuhan tubuh food and fluid alergi makanan
Definisi : Asupan  Intake - Kolaborasi
nutrisi tidak cukup  Nutritional Status : dengan ahli gizi
untuk memenuhi nutrient Intake untuk
kebutuhan metabolik  Weught control menentukan
Batasan Karakteristik Kriteria Hasil : jumlah kalori dan
:  Adanya nutrisi yang
 Kram abdomen peningkatan berat dibutuhkan
 Nyeri abdomen badan sesuai pasien
 Menghindari dengan tujuan - Anjurkan pasien
makanan  Berat badan ideal untuk

 Berat badan sesuai dengan meningkatkan


20% atau lebih tinggi badan intake Fe

dibawah berat  Mampu - Anjurkan pasien


badan ideal mengidentifikasi untuk

 Diare kebutuhan nutrisi meningkatkan

 Bising usus  Tidak ada tanda- protein dan

hiperaktif tanda malnutrisi vitamin C

 Kurang  Menunjukkan - Monitor jumlah

makanan peningkatan fungsi nutrisi dan


pengecapan dari kandungan kalori
 Kurang minat
menelan - Berikan
pada makanan
 Tidak terjadi informasi tentang
 Kesalahan
penurunan berat kebutuhan nutrisi
informasi
badan yang berarti - Kaji kemampuan
 Membran
pasien untuk
mukosa pucat
mendapatkan
 Tonus otot
nutrisiyang
menurun
dibutuhkan
 Kelemahan otot
- Monitor adanya
pengunyah
 Kelemahan otot penurunan berat
untuk menelan badan
Faktor-faktor yang - Monitor tipe dan
berhubungan : jumlah aktivitas
 Faktor biologis yang biasa
 Faktor ekonomi dilakukan
 Ketidakmampua - Monitor kulit

n untuk kering dan


mencerna perubahan
makanan pigmentasi

 Ketidakmampua - Monitor turgor

n menelan kulit

makanan
 Faktor
psikologis
5 Ansietas NOC NIC
Definisi : Perasaan  Anxiety self- Anxiety Reduction
tidak nyaman atau control (penurunan
kekhawatiran yang  Anxiety level kecemasan)
samar disertai respon  Coping - Gunakan
autonom; perasaan Kriteria Hasil : pendekatan yang
takut yang disebabkan  Klien mampu menenangkan
oleh antisipasi mengidentifikasi - Jelaskan semua
terhadap bahaya. Hal dan prosedur dan apa
ini merupakan isyarat mengungkapkan yang dirasakan
kewaspadaan yang gejala cemas selama prosedur
memperingatkan  Mengidentifikasi, - Temani pasien
individu akan adanya mengungkapkan untuk
bahaya dan dan menunjukkan memberikan
memampukan individu tekhnik untuk keamanan dan
untuk bertindak mengontrol cemas mengurangi takut
menghadapi ancaman.  Vital sign dalam - Identifikasi tingkat
Batasan Karakteristik batas normal kecemasan
:  Postur tubuh, - Instruksikan
 Perilaku : ekspresi wajah, pasien
- Penurunan bahasa tubuh dan menggunakan
produktivitas tingkat aktivitas tehknik relaksasi
- Gelisah menunjukkan
- Insomnia berkurangnya
- Mengekspresik kecemasan
an
kekhawatiran
karena
perubahan
dalam peristiwa
hidup
- Tampak
waspada

D. Implementasi

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai

dengan instruksi yang telah teridentifikasi dalam P (perencanaan) dan

menuliskan tanggal dan jam pelaksanaan (Walid, 2014).

E. Evaluasi

Menurut Walid (2014), evaluasi adalah respons klien setelah dilakukan

tindakan keperawatan. Untuk memudahkan mengevaluasi digunakan

komponen SOAP, yaitu :

S : Data Subjektif

Keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan

keperawatan.

O : Data Objektif
Hasil observasi perawat secara langsung mengenai keluhan klien setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

A : Analisis

Suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi sesuai

interpretasi dari data subjektif dan data objektif.

P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutka, dihentikan, dimodifikasi,

atau ditambahkan dari perencanaan tindakan keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda, Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA

NIC-NOC Jogjakarta : Percetakan Mediaction Publishing

Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 .

Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II.

Jakarta : EGC.

Price and Wilson. (2005). Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-Proses

Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC.

Suzanne CS & Brenda GB. (1999). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8.

Volume 3. Jakarta : EGC.

Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan
Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika

Bulechek, Gloria M.,dkk. 2016. Nursing Intervensi Classification (NIC) edisi


bahasa Indonesia. Indonesia

Bulechek, Gloria M.,dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi


bahasa Indonesia. Indonesia

NANDA. 2016. Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2015 – 2017


edisi 10.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai