Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengertian

Cedera kepala merupakan kerusakan yang disebabkan oleh serangan ataupun


benturan fisik dari luar, yang dapat mengubah kesadaran dan dapat menimbulkan
kerusakan fungsi kognitif maupun fungsi fisik. Sjahrir (2012) juga menjekaskan
bahwa cedera kepala merupakan cedera mekanik yang secara langsung atau tidak
langsung mengenai kepala sehingga menyebabkan luka dikulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan diselaput otak dan kerusakan jaringan otak serta dapat
terjadi kerusakan neurologis, fisik, kognitif, psikososial yang bersifat temporer atau
permanen.

B. Klasifikasi
1. Menurut Mansjoer (2011) kalsifikasi cedera kepala berdasarkan skor GCS
Cedera Kepala Cedera Kepala Cedera
Ringan Sedang Kepala Berat
GCS 13-15 9-12 <8
Kehilangan kesadaran <20 menit ≥20 mnt, ≤36 jam >36 jam
Amnesia post traumatik < 24 jam < 24 jam >7 hari

2. Secara Anatomi (Dolan 2008)


 Cedera SCALP : Abrasio, Kontusio, Laserasi, Hematom Sublageall
 Cedera skull : Fraktur Linea, fraktur depressed, fraktur comminuted, fraktur
basal
 Cedera otak : Komosio cerebri, kontusio cerebri, laserasi cerebri, epidural
hematom, subdueal hematom, subarachnoid hematom
3. Secara Umum (Smeltzer 2010)
 Cedera kepala primer: Akibat mekanisme trauma→Benturan langsung
 Cedera kepala sekunder: Berkembang setelah kerusakan awal
C. Etiologi
1. Akselerasi : benda yang bergerak membentur kepala yang diam
2. Deselerasi : kepala yang bergerak membentur benda yang diam
3. Kepala yang terhimpit oleh dua benda yang bergerak
4. Pergerakan kepala yang menimbulkan rotasi, hiperekstensi
 Kecelakaan lalu lintas (mekanisme akselerasi atau deselerasi)
 Jatuh dari ketinggian
 Tindak kekerasan/penganiayaan
 Luka tembak
 Cedera saat olahraga
 Kecelakaan kerja
 Kejatuhan benda
 Cedera lahir
(Rini et al.
2019)

D. Tanda dan Gejala


a. Kognitif
 Perubahan tingkat kesadaran
 Amnesia (anterograde atau retrograde amnesia)
 Disorientasi
 Tidak mampu untuk fokus
 Ketidakmampuan untuk mempertahankan alur pemikiran yang
koheren, dan melakukan gerakan yang diarahkan pada tujuan
 Deficit neurologi tiba-tiba
b. Somatik
 Gangguan penglihatan dan pendengaran
 Nyeri kepala
 Disfungsi sensoris
 Mengantuk
 Mual/muntah
 Fotofobia
 Fonofobia
 Gangguan tidur
c. Afektif
 Emosi labil
 Iritabilitas
 Sedih
 Ketakutan
d. Lainnya
 Gangguan atau hilangnya reflek gag
 Perubahan ttv (pola nafas, hipertensi, bradi/takikardi,
hipo/hipertermia)
 Reflek kornea tidak ada
 Kejang
 Gangguan pergerakan
(Carter et al. 2016)

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang cedera kepala menururt (Pierce & Neil 2014; Ginsberg
2007):
1. Radiografi cranium. Jika mnegalami gangguan kesadaran sementara maka
biasanya ada tanda fisik ekternal seperti fraktur basiss cranii dan fraktur
fasialis. Fraktur cranium pada regio temporoparietal jika pasien tidak sadar
dan kemungkinan terjadi hemtoma ektradural yang disebabkan oleh robekan
arteri meningea media.
2. CT scan. Digunakan untuk melihat letak lesi dan komplikasi jangka pendek
seperti hematoma epidural dan hematoma subdural
3. Sinar X, untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang, pergeseran
karena perdarahan dan edema
4. Pemeriksaan fungsi pernafasan
5. Pemeriksaan Laboratorium

 Elektrolit Serum: Cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan


regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari, diikuti dengan
diuresis Na.
 Hematologi : Leukosit, Hb, albumin, protein serum,globulin.
 CSS: Menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarakhnoid (
warna, komposisi, dan tekanan).
 Kadar Antikonvulsan Darah: Untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup
efektif mengatasi kejang.
 Analisa gas darah: menunjukkan efektifitas pertukaran gas dan usaha
pernafasan
F. Pathway
Akselerasi-Deselerasi-Rotasi-Hiperekstensi-terhimpit

Cedera kepala

Kulit kepala Intracranial/jaringan otak Cranium

Laserasi, abrasi Perdarahan Terputusnya kontinuitas


tulang

Port de entry MK.


Penekanan pada saraf Kesadaran Gangguan Hematom epidural
Kerusakan MK. Nyeri Port de entry
batang otak autoregulasi
Integritas
MK. Resiko Kulit
Infeksi Bed rest lama Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi  Suplai CSS
batang otak oksigen ke otak
Kemampuan
batuk
Metabolisme anaerob
Perubahan pola nafas

 Kerja silia sel  Asam laktat


saluran nafas Menekan ujung Sekresi substansi
Takipnea, hiperventilasi prostaglandin
sel saraf nyeri

Edema Serebri  TIK


MK. Pola nafas  Akumulasi sekret
tidak efektif Menekan Merangsang CTZ
hipotalamus
MK.
MK. Bersihan Ketidakefektifan
jalan nafas tidak Mual
perfusi jaringan
efektif cerebral
MK. Mual
G. Penatalaksanaan
1. Primary Survey
a. Airway
 Cek adanya obstruksi jalan nafas parsial/total akibat benda asing,
fraktur tulang wajah, maksila, mandibular, trakea
 Jalan nafas bebas yaitu bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat
berbicara
 Ada obstruksi parsial yaitu bila penderita terdengar mengeluarkan suara
seperti tersedak atau berkumur, lakukan pemasangan orofaringeal
 Obstruksi total yaitu bila penderita terlihat tidak dapat bernafas Jika
penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8 keadaan
tersebut definitif memerlukan pemasangan intubasi.
 tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi pada leher
 Pasangkan alat immobilisasi pada leher jika dicurigai fraktur servikal
 Bersihkan jalan nafas dari lender, muntahan, darah, atau benda asing
b. Breathing
 Inspeksi langsung ekspansi pernafasan dan jumlah pernafasan per
menit, kesimetrisan bentuk dan gerakan dada
 Berikan oksigen menggunakan nasal kanul, rebreating mask atau non
rebreathing mask
 Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah dalam
rongga pleura
 Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknva udara ke dalam
paru-paru
c. Circulation
 Tidak menyebabkan syok hipovolemik
 Nadi: kekuatan, kecepatan, dan irama
 Perdarahan luar : penekanan pada luka
 Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar, merupakan tanda
diperlukan resusitasi segera
d. Disability
 Evaluasi keadaan neurologis dengan tepat
 Tingkat kesadaran
AVPU, A : sadar (Alert) V : respon terhadap suara (Verbal) P : respon
terhadap nyeri (Pain) U : tidak berespon (Unresponsive)
Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat
memperkirakan keadaan penderita selanjutnya. GCS dapat dilakukan
pada secondary .survey. Skoring Glasgow Coma Scale:
Eye 4 : Spontan 3: Dengan perintah, 2 : Dengan rangsang Nyeri 1:
Tidak ada reaksi
Movement 6 : Mengikuti perintah 5 : Melokalisir nyeri (melawan) 4 :
Menghindari nyeri 3 : Fleksi abnormal (dekortikasi) 2 : Ekstensi
abnormal (deserebrasi) 1 : Tidak ada gerakan
Verbal (respon verbal terbaik) 5 : Orientasi baik dan sesuai 4 : Bicara
mengacau (bisa mengucapkan kalimat) 3 : Word (kata) 2 : Mengerang
1 : Tidak ada suara
e. Exposure
dilakukan evaluasi terhadap jejas dan luka. H.
2. Secondary Suevey (Soetomo 2016)
 (Anamnesa)
a. Alergi : alergi obat-obatan, plester, makanan
b. Medikasi : obat-obatan apa saja yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, atau
penyalahgunaan obat
c. Past illness: riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal
d. Last meal : obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian
e. Event : hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama).
 Pemeriksaan fisik head to toe
a. Nilai kesadaran anak dengan Skala Koma Glasgow.
b. Pemeriksaan fisik (terutama kepala dan leher) : Kepala :
hematoma, laserasi, penumpukan cairan, depresi tulang
Fraktur tengkorak : adakah otorea, hemotimpanum, rinorea,
raccoon eyes, battle sign Leher : adakah deformitas,
kekakuan atau nyeri Jejas trauma di bagian tubuh lain : dada,
abdomen dan ekstremitas
c. Wajah : mengkaji apakah terdapat memar di wajah, kelainan
pada mata, hidung, telinga dan mulut. Apakah terdapat
massa, lesi dan nyeri tekan
d. Abdomen : apakah ada kelainan pada abdomen seperti
adanya benjolan, lesi atau luka dan nyeri tekan, atau terdapat
pembesaran perut
e. Ekstremitas : mengkaji apakah ada fraktur, keutuhan kulit,
ada lesi, meraba akral
f. Status mental : sadar penuh, orientasi, confusion/bingung,
gaduh- gelisah, tidak responsive
g. Saraf kranial Refleks pupil (N.II, N.III) : dilatasi pupil ,
Doll’s eye response (N.III,N.IV,N.VI), respons okulomotor
kalorik (N.III,N.IV,N.VI,N.VIII), reflex kornea dan seringai
wajah (N.V, N.VII), refleks muntah (N.IX,N.X)
h. Pemeriksaan sensorimotor Asimetri, gerakan
(spontan/menuruti perintah), tonus otot, koordinasi (jika
memungkinkan), reaksi terhadap nyeri (menarik/withdrawl,
deserebrasi, dekortikasi, tidak ada respons)

Anda mungkin juga menyukai