OLEH
NUR ISTIQOMAH
I4B019080
TAHUN 2020
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan penyakit yang rawan terjadi di Indonesia, karena
karakteristik iklim yang sangat rawan dengan penyakit yang berhubungan dengan
musim. Terjadinya penyakit yang berkaitan dengan musim yang ada di Indonesia
dapat dilihat meningkatnya kejadian penyakit pada musim hujan. Penyakit yang
harus diwaspadai pada saat musim hujan adalah ISPA, leptosiposis, penyakit kulit,
diare, demam berdarah dan demam tifoid (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Apabila tifoid tersebut tidak dideteksi dan diobati secara cepat dan tepat dapat
menyebabkan komplikasi yang berujung pada kematian, seperti perdarahan usus,
kebocoran usus, infeksi selaput usus, renjatan bronkopnemonia (peradangan paru),
dan kelainan pada otak. Maka dari itu untuk mencegah terjadinya typoid dan
menurunkan angka kejadian, harus memperhatikan sanitasi lingkungan, pola makan
yang sehat dan rajin mencuci tangan terutama sebelum dan sesudah makan.
B. Tujuan
a. Mahasiswa mengetahui pengertian demam typhoid
b. Mahasiswa mengetahui etiologi demam typoid
c. Mahasiswa mengetahui tanda gejala demam typoid
d. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang demam typoid
e. Mahasiswa mengetahui patofisiologi demam typoid
f. Mahasiswa mengetahui web of causation dari demam typoid
g. Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan demam
typoid
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C. penularan demam
tifoid melalui fecal dan oral yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi (Widoyono, 2011).
B. Etiologi
Penyakit tifoid disebakan oleh Salmonella typhi yaitu bakteri enterik gram
negatif berbentuk basil dan bersifat patogen pada manusia. Penyakit ini mudah
berpindah dari satu orang ke orang lain yang kurang menjaga kebersihan diri dan
lingkungannya yaitu penularan secara langsung jika bakteri ini terdapat pada feses,
urine atau muntahan penderita dapat menularkan kepada orang lain dan secara tidak
langsung melalui makanan atau minuman. Salmonella typhi berperan dalam proses
inflamasi lokal pada jaringan tempat bakteri berkembang biak dan merangsang
sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang
sehingga terjadi demam. Jumlah bakteri yang banyak dalam darah (bakteremia)
menyebabkan demam makin tinggi. Penyakit typoid ini mempunyai hubungan erat
dengan lingkungan terutama pada lingkungan yang penyediaan air minumnya tidak
memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang buruk pada lingkungan (Nelwan
2012)
C. Tanda Gejala
Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap
(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari,
sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. Sakit kepala
hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis,di sisi lain
S. Typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis
(Dougan 2014).
D. Patofisiologi
Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam banyak
bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat
pada sel mukosa kemudian menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di
ileum dan yeyunum. Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan
tempat bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella Typhi. Bakteri mencapai folikel
limfe usus halus menimbulkan tukak pada mukosa usus. Tukak dapat
mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Kemudian mengikuti aliran ke
kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke
jaringan Reticulo Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa (Cita 2011)
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Butha (2006) untuk mendiagnosis demam typhoid dapat dilakukan
pemeriksaan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan leukosit
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Pemeriksaan Widal
Peran pemeriksaan Widal (untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen
Salmonella typhi) masih kontroversial.9 Biasanya antibodi antigen O dijumpai
pada hari 6-8 dan antibodi terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-12 setelah
sakit.9 Pada orang yang telah sembuh, antibodi O masih tetap dapat dijumpai
setelah 4-6 bulan dan antibodi H setelah 10-12 bulan.8 Karena itu, Widal
bukanlah pemeriksaan untuk menentukan kesembuhan penyakit.8 Diagnosis
didasarkan atas kenaikan titer sebanyak 4 kali pada dua pengambilan berselang
beberapa hari atau bila klinis disertai hasil pemeriksaan titer Widal di atas rata-
rata titer orang sehat setempat.
d. Tes Tubex
Tes tubex dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi IgM anti O9
dalam darah. Memiliki rentang nilai 0-10, dengan nilai 0-3 berarti negatif, dan
4-10 berarti positif.
F. Web of Causation Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan leukosit 8,6 x 103/ ʋL
Uji Widal
WOC TYPHOID
Etiologi
S.Typhi O Positif 1/640
Masuknya bakteri salmonella thyphi, dengan faktor resiko S.Typhi H Positif 1/270
penularan dari tangan akibat sering tidak mencuci tangan
sebelum makan
Bakteri Salmonella thyphi Respon INTERVENSI
1. Keluarga 1. Monitor
Tanda Gejala Sebagian bakteri mati kemampuan
membantu
klien toileting perawatan diri
demam, nyeri otot diseluruh tubuh, nyeri Masuk ke lambung secara mandiri
Mual saat mencium bau dan melatih
kepala, mual dan muntah, lemas Asam lambung meningkat 2. Mengajarkan
sayuran, 2x muntah klien untuk
makan sendiri keluarga untuk
berupa bubur yang mendukung
2. Klien
tercampur cairan mengatakan kemandirian
Lolos ke usus halus lambung, nafsu makan dengan membantu
masih merasa
(Jar. Usus halus) hanya ketika klien
INTERVENSI lemas
tak mampu
1. Memberi penurun nyeri
melakukan
paracetamol 500 Infeksi usus halus Sisa muntahan
Nyeri akut Makan ½ porsi dan
2. Mengajarkan teknik menempel di lidah
relaksasi nafas dalam minum 750 ml air
(lidah kotor)
Defisit perawatan diri
Inflamasi
Nyeri kepala
P: Ketika duduk dan bergerak, ↓ fungsi pengecapan
Respon
1. Paracetamol masuk melalui Q: seperti tertusuk-tusuk, R: di Pembuluh limfe Pemenuhan ADL dibantu keluarga
injeksi kepala, S: 5, T: sering
2. Mampu melakukan
relaksasi nafas dalam
Masuk ke dalam darah Lemas klien hanya berbaring karena lemas
3. Skala nyeri menurun jadi 4
Pusing (bateremia)
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan Energi sedikit
INTERVENSI Hipertermi Bakteri mengeluarkan endotoksin
1. Memberi obat paracetamol
500 mg melalui injeksi INTERVENSI Metabolisme ↓
2. Memberi kompres hangat 1. Memberikan obat omeprazole dan
Suhu tubuh ↑, Peradangan lokal ↑
ondansentron
demam, Suhu 38,3o C 2. mengajari penggunaan teknik nonfarmakologi
terapi music untuk mengatasi mual
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Nyeri kepala
P: Ketika duduk dan bergerak, Q: seperti tertusuk-tusuk, R: di kepala, S: 5, T:
sering
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSUD R Goeteng Taroenadibrata pada tanggal 3
November 2019. Pasien sudah mengalami demam pada sore dan malam hari,
nyeri kepala, pusing, lemas, dan mual-muntah sejak 6 hari yang lalu sebelum
datang ke rumah sakit. Selama 6 hari tersebut pasien sudah memeriksakan
kesehatannya ke Puskesmas dan klinik dokter. Pasien sudah meminum obat
yang diberikan dari puskesmas dan klinik, namun pasien mengatakan tidak ada
perubahan, sehingga memutuskan untuk datang ke rumah sakit. Ketika masuk
di IGD, pasien demam, mual, pusing, dan tampak lemas, tekanan darah 109/77
mmHg, nadi 104 x/menit, suhu 38,3°C, RR 20x/menit. Ketika dilakukan
pengkajian di ruang Lavender lama tanggal 4 November 2019, pasien mengeluh
sakit kepala, pusing, sedikit demam, sait diseluruh badan, dan mual muntah.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengalami demam dan dirawat dirumah sakit sekitar 20 tahun yang lalu.
4. Riwayat penyakit keluarga
Pasien memiliki riwayat keluarga hipertensi
D. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Lemah, pasien tampak mengeryit menahan nyeri, dan gelisah.
Respirasi : 24 x/ menit
Berat Badan : 60 kg
Suhu : 38,2˚C
11. Integumen
Inspeksi : Warna kulit pucat, berkeringat berlebihan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, capillary refill < 2 detik, badan teraba
hangat
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Tanggal dan Jenis Nilai normal dan satuan Hasil dan satuan
Pemeriksaan
Hematokrit 35 – 47 40
Eritrosit 3,8 – 5,2 x 106/ ʋL 5,5 x 106/ ʋL
MCH 26 – 34 pg 28 pg
MCV 80 – 100 fL 73 Fl
Basofil 0–1 0
Netrofil Segmen 50 – 70 68
Limfosit 25 – 40 24 (L)
Monosit 2–8 7
F. Terapi Obat
Tanggal Obat/ dosis
G. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS: Infeksi Hipertermia
Pasien mengatakan demam pada sore Salmonella
dan malam hari thypi
DO :
suhu 38,3°C
Kulit teraba hangat
RR 24x/menit
S.Typhi O : Positif 1/640
S.Typhi H : Positif 1/270
DS: Injuri agen Nyeri Akut
Pasien mengeluh nyeri kepala biologis
P: Ketika duduk dan bergerak, (Infeksi
Q: seperti tertusuk-tusuk, salmonella
R: di kepala, typhi)
S: 5,
T: sering
DO :
Respirasi 24x/menit
Ekspresi wajah meringis
S.Typhi O : Positif 1/640
S.Typhi H : Positif 1/270
DO:
tampak lemas
menghabiskan ½ porsi makanan,
karena makanan terasa hambar dan
hanya minum ½ botol air.
Lidah terlihat kotor
Muntahan berisi bubur yang
tercampur cairan lambung
DO :
Pasien hanya berbaring di tempat
tidur karena lemas dan membutuhkan
keluarganya untuk membantu
memenuhi sebagian kebutuhan
aktivitasnya, seperti toileting
kondisi pasien yang lemas.
Kemampuan 0 1 2
perawatan
diri
Makan/ v
minum
Toileting v
Berpakaian v
Ambulasi/RO 2
M
2. Keluarga
membantu klien
toileting dan melatih
klien untuk makan
sendiri
3. Klien mengatakan
masih merasa lemas
K. Evaluasi
Bhutta, Z.A. 2006, ‘Current concepts in the diagnosis and treatment of typhoid fever’,
BMJ, vol 33, no 3
Bulechek, G.M., Butcher H.K., Dotcherman J.M, 2016, Nursing interventions
classification (nic) edisi 6, Elsevier, Singapore
Cita, Y.P. 2011, ‘Bakteri salmonella typhi dan demam tifoid’. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. vol. 6, no.L.
Departemen Kesehatan RI, 2009, Sistem kesehatan nasional. Jakarta.
Dougan, G., & Baker, S. 2014, ‘Salmonella entericaserovar typhi and the pathogenesis
of typhoid fever’, Annual Review Of Microbiology. Vol 68, no 1
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Antisipasi penyakit menular saat banjir. Jakarta
Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth, 2016,
Nursing outcomes classification (noc) edisi 5, Elsevier, Singapore
Muliawan, Moehario, Sudarmono, 2000, Validitas pemeriksaan uji aglutinin o dan h,
salmonella typhi dalam menegakkan diagnosis dini demam tifoid, Universitas
Trisakti
Nanda 2015, Diagnosis keperawatan definisi & klasifikasi 2015-2017 edisi 10, EGC,
Jakarta
Nelwan. 2012, Tata laksana terkini demam tifoid. Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI RSCM, Jakarta
Nurvina 2013. ‘Hubungan antara sanitasi lingkungan, hygiene perorangan dan
karakteristik individu dengan kejadian demam tifoid di wilayah kerja puskesmas
kedungmundu kota semarang’, Skripsi, Universitas Negeri Semarang
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar, 2007, Badan penelitian dan pengembangan
kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Simanjuntak, C. 2009, ‘Demam tifoid, epidemiologi, dan perkembangan
penelitiannya’, Cermin Dunia Kedokteran, vol 83, no 3
World Health Organization, 2009, Thypoid fever. http://www.WHO.int. diakses pada
tanggal 1 April 2020.