Anda di halaman 1dari 24

ANALISIS KASUS

PASIEN DENGAN MASALAH SISTEM PENCERNAAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH
NUR ISTIQOMAH
I4B019080

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI NERS

TAHUN 2020
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan penyakit yang rawan terjadi di Indonesia, karena
karakteristik iklim yang sangat rawan dengan penyakit yang berhubungan dengan
musim. Terjadinya penyakit yang berkaitan dengan musim yang ada di Indonesia
dapat dilihat meningkatnya kejadian penyakit pada musim hujan. Penyakit yang
harus diwaspadai pada saat musim hujan adalah ISPA, leptosiposis, penyakit kulit,
diare, demam berdarah dan demam tifoid (Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Terjadinya kejadian penyakit infeksi di negara berkembang khususnya


demam tifoid dihubungkan dengan masih rendahnya status sosial ekonomi dan
rendahnya tingkat pengetahuan yang dimiliki kebanyakan masyarakat. masyarakat
sehingga keadaan kesehatan lingkungan buruk dan status kesehatan menjadi
semakin buruk (Nurvina, 2013). Data World Health Organization (WHO) pada
tahun 2009, memperkirakan terdapat 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia
dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun Case Fatality Rate (CFR) =
3,5%. Berdasarkan Laporan Ditjen Pelayanan Medis Departemen Kesehatan RI
tahun 2008, demam tifoid menempati urutan ke 2 dari 10 penyakit terbanyak pasien
rawat inap di Rumah Sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan
proporsi 3,15% (Depkes RI, 2009).

Prevalensi tertinggi demam tifoid di Indonesia terjadi pada kelompok usia 5–


14 tahun (Riskesdas, 2007). Pada usia 5–14 tahun merupakan usia anak yang kurang
memperhatikan kebersihan diri dan kebiasaan jajan yang sembarangan sehingga
dapat menyebabkan tertular penyakit demam tifoid. pada anak usia 0–1 tahun
prevalensinya lebih rendah dibandingkan dengan kelompok usia lainnya
dikarenakan kelompok usia ini cenderung mengkonsumsi makanan yang berasal
dari rumah yang memiliki tingkat kebersihannya yang cukup baik dibandingkan
dengan yang dijual di warung pinggir jalan yang memiliki kualitas yang kurang baik
(Nurvina, 2013). Berdasarkan penelitian Simanjuntak (2009), insidens rate typoid
pada masyarakat di daerah semi urban adalah 357,6 per 100.000 penduduk per
tahun. Insiden typoid bervariasi ditiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan, di daerah Jawa Barat,terdapat 157 kasus per 100.000 penduduk
sedangkan didaerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk.

Apabila tifoid tersebut tidak dideteksi dan diobati secara cepat dan tepat dapat
menyebabkan komplikasi yang berujung pada kematian, seperti perdarahan usus,
kebocoran usus, infeksi selaput usus, renjatan bronkopnemonia (peradangan paru),
dan kelainan pada otak. Maka dari itu untuk mencegah terjadinya typoid dan
menurunkan angka kejadian, harus memperhatikan sanitasi lingkungan, pola makan
yang sehat dan rajin mencuci tangan terutama sebelum dan sesudah makan.

B. Tujuan
a. Mahasiswa mengetahui pengertian demam typhoid
b. Mahasiswa mengetahui etiologi demam typoid
c. Mahasiswa mengetahui tanda gejala demam typoid
d. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang demam typoid
e. Mahasiswa mengetahui patofisiologi demam typoid
f. Mahasiswa mengetahui web of causation dari demam typoid
g. Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan demam
typoid
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C. penularan demam
tifoid melalui fecal dan oral yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi (Widoyono, 2011).

B. Etiologi
Penyakit tifoid disebakan oleh Salmonella typhi yaitu bakteri enterik gram
negatif berbentuk basil dan bersifat patogen pada manusia. Penyakit ini mudah
berpindah dari satu orang ke orang lain yang kurang menjaga kebersihan diri dan
lingkungannya yaitu penularan secara langsung jika bakteri ini terdapat pada feses,
urine atau muntahan penderita dapat menularkan kepada orang lain dan secara tidak
langsung melalui makanan atau minuman. Salmonella typhi berperan dalam proses
inflamasi lokal pada jaringan tempat bakteri berkembang biak dan merangsang
sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang
sehingga terjadi demam. Jumlah bakteri yang banyak dalam darah (bakteremia)
menyebabkan demam makin tinggi. Penyakit typoid ini mempunyai hubungan erat
dengan lingkungan terutama pada lingkungan yang penyediaan air minumnya tidak
memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang buruk pada lingkungan (Nelwan
2012)

C. Tanda Gejala
Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap
(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari,
sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. Sakit kepala
hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis,di sisi lain
S. Typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis
(Dougan 2014).
D. Patofisiologi
Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam banyak
bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat
pada sel mukosa kemudian menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di
ileum dan yeyunum. Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan
tempat bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella Typhi. Bakteri mencapai folikel
limfe usus halus menimbulkan tukak pada mukosa usus. Tukak dapat
mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Kemudian mengikuti aliran ke
kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke
jaringan Reticulo Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa (Cita 2011)

Setelah periode inkubasi, Salmonella Typhi keluar melalui duktus torasikus


masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu
dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Ekskresi bakteri di empedu dapat menginvasi
ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui feses. Endotoksin merangsang
makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid intestinal dan mesenterika untuk
melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun
sel hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid.
Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral, yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari penderita atau pembawa
kuman, biasanya keluar bersama dengan feses (Cita 2011)

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Butha (2006) untuk mendiagnosis demam typhoid dapat dilakukan
pemeriksaan sebagai berikut:

a. Pemeriksaan leukosit

Pada demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi


kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam
typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Pemeriksaan Widal
Peran pemeriksaan Widal (untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen
Salmonella typhi) masih kontroversial.9 Biasanya antibodi antigen O dijumpai
pada hari 6-8 dan antibodi terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-12 setelah
sakit.9 Pada orang yang telah sembuh, antibodi O masih tetap dapat dijumpai
setelah 4-6 bulan dan antibodi H setelah 10-12 bulan.8 Karena itu, Widal
bukanlah pemeriksaan untuk menentukan kesembuhan penyakit.8 Diagnosis
didasarkan atas kenaikan titer sebanyak 4 kali pada dua pengambilan berselang
beberapa hari atau bila klinis disertai hasil pemeriksaan titer Widal di atas rata-
rata titer orang sehat setempat.
d. Tes Tubex
Tes tubex dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi IgM anti O9
dalam darah. Memiliki rentang nilai 0-10, dengan nilai 0-3 berarti negatif, dan
4-10 berarti positif.
F. Web of Causation Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan leukosit 8,6 x 103/ ʋL
 Uji Widal
WOC TYPHOID
Etiologi
S.Typhi O Positif 1/640
Masuknya bakteri salmonella thyphi, dengan faktor resiko S.Typhi H Positif 1/270
penularan dari tangan akibat sering tidak mencuci tangan
sebelum makan
Bakteri Salmonella thyphi Respon INTERVENSI
1. Keluarga 1. Monitor
Tanda Gejala Sebagian bakteri mati kemampuan
membantu
klien toileting perawatan diri
demam, nyeri otot diseluruh tubuh, nyeri Masuk ke lambung secara mandiri
Mual saat mencium bau dan melatih
kepala, mual dan muntah, lemas Asam lambung meningkat 2. Mengajarkan
sayuran, 2x muntah klien untuk
makan sendiri keluarga untuk
berupa bubur yang mendukung
2. Klien
tercampur cairan mengatakan kemandirian
Lolos ke usus halus lambung, nafsu makan dengan membantu
masih merasa
(Jar. Usus halus) hanya ketika klien
INTERVENSI lemas
tak mampu
1. Memberi penurun nyeri
melakukan
paracetamol 500 Infeksi usus halus Sisa muntahan
Nyeri akut Makan ½ porsi dan
2. Mengajarkan teknik menempel di lidah
relaksasi nafas dalam minum 750 ml air
(lidah kotor)
Defisit perawatan diri
Inflamasi
Nyeri kepala
P: Ketika duduk dan bergerak, ↓ fungsi pengecapan
Respon
1. Paracetamol masuk melalui Q: seperti tertusuk-tusuk, R: di Pembuluh limfe Pemenuhan ADL dibantu keluarga
injeksi kepala, S: 5, T: sering
2. Mampu melakukan
relaksasi nafas dalam
Masuk ke dalam darah Lemas klien hanya berbaring karena lemas
3. Skala nyeri menurun jadi 4
Pusing (bateremia)
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan Energi sedikit
INTERVENSI Hipertermi Bakteri mengeluarkan endotoksin
1. Memberi obat paracetamol
500 mg melalui injeksi INTERVENSI Metabolisme ↓
2. Memberi kompres hangat 1. Memberikan obat omeprazole dan
Suhu tubuh ↑, Peradangan lokal ↑
ondansentron
demam, Suhu 38,3o C 2. mengajari penggunaan teknik nonfarmakologi
terapi music untuk mengatasi mual

Respon Endotoksin merangsang


1. Paracetamol masuk melalui Gangguan pada termoregulator sintesa&pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada daerah radang Respon
injeksi
1. omeprazole dan ondansentron masuk melalui injeksi
2. Suhu turun menjadi : 37,9
2. Klien mengikuti terapi music dan mengatakan mual
berkurang
hipotalamus pirogen beredar dalam 3. Klien tidak muntah, namun hanya menghabiskan ½
darah porsi makanan
BAB III ANALISIS KASUS

Tanggal pengkajian : Senin, 4 November 2019 pukul 13.00 WIB

A. Pengkajian Identitas Pasien


Nama : Tn. D
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Buruh bangunan
Alamat : Beluk 12/04
Suku bangsa : Indonesia
Diagnosa medis : Thypoid
Nomor RM : KLMNOP
Tanggal masuk RS : 3 November 2019 Pukul 13.35 WIB

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Nyeri kepala
P: Ketika duduk dan bergerak, Q: seperti tertusuk-tusuk, R: di kepala, S: 5, T:
sering
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSUD R Goeteng Taroenadibrata pada tanggal 3
November 2019. Pasien sudah mengalami demam pada sore dan malam hari,
nyeri kepala, pusing, lemas, dan mual-muntah sejak 6 hari yang lalu sebelum
datang ke rumah sakit. Selama 6 hari tersebut pasien sudah memeriksakan
kesehatannya ke Puskesmas dan klinik dokter. Pasien sudah meminum obat
yang diberikan dari puskesmas dan klinik, namun pasien mengatakan tidak ada
perubahan, sehingga memutuskan untuk datang ke rumah sakit. Ketika masuk
di IGD, pasien demam, mual, pusing, dan tampak lemas, tekanan darah 109/77
mmHg, nadi 104 x/menit, suhu 38,3°C, RR 20x/menit. Ketika dilakukan
pengkajian di ruang Lavender lama tanggal 4 November 2019, pasien mengeluh
sakit kepala, pusing, sedikit demam, sait diseluruh badan, dan mual muntah.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengalami demam dan dirawat dirumah sakit sekitar 20 tahun yang lalu.
4. Riwayat penyakit keluarga
Pasien memiliki riwayat keluarga hipertensi

C. Pola Kesehatan Fungsional (Gordon)


1. Pola Manajemen Kesehatan dan Pola Persepsi Kesehatan
Pasien mengatakan sering makan di warung nasi dekat lokasi proyek bangunan.
sering tidak mencuci tangan saat akan makan di jeda pekerjaannya dan hanya
mengelap tangannya mengguakan baju. Pasien tidak merokok dan jika sakit
akan minum obat apotek. Jika masih sakit baru mengunjungi rumah sakit atau
dokter.
2. Pola Nutrisi Metabolik
Sebelum sakit : pasien makan 3 kali sehari dengan asupan makanan setiap hari
berupa nasi, sayur, kadang-kadang gorengan, dan jarang mengonsumsi buah.
Pasien minum air putih hanya sebanyak ± 1 botol sehari (1500ml/botol). pasien
mengatakan sebelum sakit tidak pernah mual karena sayur.
Selama sakit : Ketika dirumah sakit, pasien makan 3x/hari, namun hanya
mampu menghabiskan ½ porsi makanan, karena makanan terasa hambar dan
sering mual dan sudah 2x muntah saat mencium bau sayur. Vomitus berupa
bubur yang tercampur dengan cairan lambung. Selama di rumah sakit, pasien
mendapatkan diit berupa makanan lunak. Asupan minum pasien mengalami
penurunan, yaitu hanya minum sekitar ± ½ botol sehari (1500ml/botol). Pasien
mendapat sumber cairan dari infus assering sudah mendapat 500 ml.
3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan frekuensi BAB sebanyak 1x/hari dengan
konsistensi lunak, berwarna kuning kecoklatan, bau khas feses serta tidak
disertai nyeri, sedangkan frekuensi BAK pasien ±5 kali/hari berwarna kuning
jernih, tidak nyeri.

Selama sakit : Pasien mengatakan frekuensi BAB sebanyak 2 hari sekali


dengan konsistensi lunak, berwarna kuning kecoklatan, bau khas feses serta
tidak disertai nyeri, sedangkan frekuensi BAK pasien ±4 kali/hari berwarna
kuning jernih, tidak nyeri. Pasien mengatakan tidak ada gangguan pada
eliminasi dan tidak terpasang kateter. Tingkat self care yaitu toileting dan
hygiene pasien cukup baik.
4. Pola Aktivitas Latihan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit dapat melakukan aktivitas
sehari-hari secara mandiri, seperti berpakaian, mandi, makan, toileting dll.
Pasien bekerja sebagai buruh bangunan dan sering keluar kota untuk merantau.
Pasien mengatakan pulang ke rumah sekitar 1-2 bulan sekali. Pasien
mengatakan sering jalan-jalan pagi ketika sedang di rumah. Pasien mengatakan
mengisi waktu luang dengan menonton tv.
Selama sakit : Pasien hanya berbaring di tempat tidur karena lemas dan
membutuhkan keluarganya untuk membantu memenuhi sebagian kebutuhan
aktivitasnya, seperti toileting, karena kondisi pasien yang sedikit lemas.

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan/ minum v
Toileting v
Berpakaian v
Mobilitas di tempat tidur v
Berpindah v
Ambulasi/ ROM v
Keterangan :
0= mandiri
1= dengan alat bantu
2= dibantu orang lain
3= dibantu orang lain dan alat
4= tergantung total

5. Pola Istirahat Tidur


Sebelum sakit : Pasien tidur pukul 23.00 WIB dan bangun pukul 04.00 WIB
untuk melaksanakan sholat subuh dan dilanjutkan dengan melakukan
aktivitasnya. Pasien mengatakan tidak terbiasa tidur siang.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak terlalu mengalami perubahan pola
tidur. Pasien tidur pukul 22.00 WIB dan bangun pukul 05.00 WIB. Pasien juga
mengatakan sering tidur siang selama ±1 jam.
6. Pola Persepsi Kognitif
Pasien mengatakan indera pendengaran, peraba, penciuman, dan penglihatan
masih berfungsi dengan baik. Pasien mengatakan tidak memakai kacamata dan
tidak pernah memeriksakan matanya ke pelayanan kesehatan. Indera perasa
sedikit terganggu sehingga tidak nafsu makan.

7. Pola Persepsi Diri- Konsep Diri


Pasien mengatakan dirinya merupakan orang yang pendiam. Pasien terlihat
lebih sering diam ketika awal pengkajian. Pasien juga mengatakan sabar
menerima keadaannya sekarang dan menerima segala prosedur pengobatan
yang harus dilakukan, namun seringkali merasa bosan dan istri pasien tidak
sabar ingin segera pulang ke rumah.

8. Pola Peran Hubungan


Pasien mengatakan keluarga merupakan hal terpenting dalam hidupnya. Ketika
terjadi suatu permasalahan maka didiskusikan bersama untuk pemecahan
sebuah masalah. Pasien tidak memiliki masalah dalam keluarga, teman maupun
tetangga. Pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya.
9. Pola Seksualitas Reproduksi
Pasien mengatakan tidak memiliki masalah seksualitas maupun reproduksi.
Pasien mengatakan hubungannya dengan istrinya tetap harmonis. Pasien
memiliki 2 orang anak.

10. Pola Koping- Toleransi Stres


Pasien mengatakan tidak cemas maupun stres tentang penyakitnya sekarang.
Pasien menerima keadaan sakitnya.

11. Pola Nilai Kepercayaan


Pasien berlatar belakang budaya jawa dan beragama islam. Pasien mengatakan
tidak ada perilaku kesehatan yang berhubungan dengan budaya maupun
kelompok etnis. Pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang sangat
penting untuk dirinya dan keluarganya. Agama juga sangat penting dan pasien
mengatakan semua yang terjadi sudah kehendak-Nya dan harus menerima serta
tetap bersyukur dan berdoa, walaupun keadaannya yang sekarang tentu bukan
keinginannya.

D. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Lemah, pasien tampak mengeryit menahan nyeri, dan gelisah.

Kesadaran : Composmentis dengan GCS 15 (E4M6V5)

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Respirasi : 24 x/ menit

Berat Badan : 60 kg

Nadi : 105 x/ menit

Suhu : 38,2˚C

Tinggi Badan : 162 cm

IMT : 22,86 (normal)


1. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, tidak ada massa yang abnormal, rambut
hitam, bersih, tidak berminyak, dan tidak rontok.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembengkakan di area
kepala
2. Mata
Inspeksi : Bentuk kedua mata simetris, reflek kedip baik, konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik, dan pupil isokor
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan kedua mata teraba lunak
3. Hidung
Inspeksi : Hidung bilateral, tidak ada polip, alergi dan sinus
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada massa
4. Mulut dan Tenggorokan
Inspeksi : gigi lengkap, gusi tidak berdarah, tidak ada stomatitis, lidah
kotor dan tidak ada kesulitan menelan, mukosa bibir kering.
5. Telinga
Inspeksi : Kedua telinga simetris, bersih, tidak ada sekret dan tidak ada
lesi
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
6. Pemeriksaan leher
Inspeksi : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan tidak ada
peningkatan JVP
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan benjolan pada leher
7. Pemeriksaan dada
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada lesi
dan tidak menggunakan otot bantu pernapasan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapang paru
8. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Tidak ada massa abnormal, tidak tampak iktus kordis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung lupdup
9. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris
Auskultasi : Bising usus 14x/ menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
10. Ekstrem`itas (Muskuloskeletal)
Inspeksi : Kedua ekstremitas atas dan bawah simetris, tidak ada fraktur,
kuku tidak sianosis, pasien tidak mengalami kelemahan anggota gerak

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan

11. Integumen
Inspeksi : Warna kulit pucat, berkeringat berlebihan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, capillary refill < 2 detik, badan teraba
hangat

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Tanggal dan Jenis Nilai normal dan satuan Hasil dan satuan
Pemeriksaan

2 November 2019 (Paket Darah Rutin)

Hemoglobin 11,7 – 15,5 g/dL 14,2 g/dL

Leukosit 4,5 – 12,5 x 103/ ʋL 8,6 x 103/ ʋL

Hematokrit 35 – 47 40
Eritrosit 3,8 – 5,2 x 106/ ʋL 5,5 x 106/ ʋL

Trombosit 154 – 386 x 103/ ʋL 270 x 103/ ʋL

MCH 26 – 34 pg 28 pg

MCHC 32 – 36 g/dL 36 g/dL

MCV 80 – 100 fL 73 Fl

Eosinofil 1–3 0 (L)

Basofil 0–1 0

Netrofil Segmen 50 – 70 68

Limfosit 25 – 40 24 (L)

Monosit 2–8 7

2 November 2019 (Kimia Klinik)

GDS 100 – 150 mg/dL 97,3 mg/dL (L)

2 November 2019 (Sero Imunologi)

S.Typhi O Negatif Positif 1/640

S.Typhi H Negatif Positif 1/270

S.Paratyphi A-H Negatif Negatif

F. Terapi Obat
Tanggal Obat/ dosis

03/11/2019 Inj. Omeprazole 2x1 20 mg


Inj. Ondansetron 2x1 4 mg/2ml

Inj. Cerftriaxon 2x1 1 gr

Inj Paracetamol 2x1 500 ml

Infus Asering 500 ml

G. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS: Infeksi Hipertermia
Pasien mengatakan demam pada sore Salmonella
dan malam hari thypi

DO :
suhu 38,3°C
Kulit teraba hangat
RR 24x/menit
S.Typhi O : Positif 1/640
S.Typhi H : Positif 1/270
DS: Injuri agen Nyeri Akut
Pasien mengeluh nyeri kepala biologis
P: Ketika duduk dan bergerak, (Infeksi
Q: seperti tertusuk-tusuk, salmonella
R: di kepala, typhi)
S: 5,
T: sering

DO :
Respirasi 24x/menit
Ekspresi wajah meringis
S.Typhi O : Positif 1/640
S.Typhi H : Positif 1/270

DS : Kurang asupan Ketidakseimbangan


sering mual dan 2x muntah ketika makanan nutrisi kurang dari
mencium sayur. kebutuhan tubuh
Klien mengeluh tidak nafsu makan

DO:
tampak lemas
menghabiskan ½ porsi makanan,
karena makanan terasa hambar dan
hanya minum ½ botol air.
Lidah terlihat kotor
Muntahan berisi bubur yang
tercampur cairan lambung

DS: Kelemahan Defisit perawatan diri


Klien merasa pusing

DO :
Pasien hanya berbaring di tempat
tidur karena lemas dan membutuhkan
keluarganya untuk membantu
memenuhi sebagian kebutuhan
aktivitasnya, seperti toileting
kondisi pasien yang lemas.
Kemampuan 0 1 2
perawatan
diri
Makan/ v
minum
Toileting v
Berpakaian v

H. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermia berhubungan dengan infeksi salmonella thypi ditandai dengan
takipneu dan kulit teraba hangat.
2. Nyeri Akut berhubungan dengan infeksi salmonella thypi ditandai dengan
ekspresi wajah nyeri dan keluhan tentang intensitas nyeri
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurang asupan makanan ditandai dengan kurang minat pada makanan dan
gangguan pengecapan
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari
I. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Hiperter Setelah dilakukan intervensi Pengaturan suhu 1. Mengetahui
mia selama 2x24 jam 1. Pantau suhu dan kenaikan atau
termoregulasi klien membaik tanda vital penurunan
dengan kriteria hasil : lainnya suhu
Indikator awal akhir 2. Beri obat 2. Menurunkan
hiperterm 2 4 paracetamol dan suhu tubuh
ia ceftriaxone 1 gr klien
Sakit 3 4 3. Diskusikan 3. Meningkatkan
kepala pentingnya pengetahuan
Tingkat 3 4 termoregulasi klien dan
pernafasa dan kemugkinan keluarga terkait
n efek negative demam
Keterangan dari demam 4. Membantu
1 = berat yang berlebihan menurunkan
2 = cukup berat 4. Memberikan suhu tubuh
3 = sedang kompres hangat
4 = ringan
5 = tidak ada
Nyeri Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri : 1. Mengetahui
Akut selama 2x 24 tingkat nyeri 1. Kaji nyeri karakteristik
klien menurun dengan : secara nyeri
Indikator awal akhir komprehensif 2. Memberikan
Nyeri yang 3 4 2. Kendalikan kenyamanan
dilaporkan faktor klien
Ekspresi 3 4 lingkungan yang 3. Untuk
nyeri menimbulkan meurunkan
wajah ketidaknyamana nyeri
Frekuensi 3 4 n pendukung
nafas 3. ajarkan teknik obat
Keterangan non 4. Menurunkan
1 = berat farmakologis nyeri dengan
2 = cukup berat nafas dalam farmakologis
3 = sedang 4. berikan individu 5. Mengkaji nyeri
4 = ringan penurun nyeri
5 = tidak ada paracetamol
500ml
5. Observasi
adanya petunjuk
nonverbal
mengenai
ketidaknyamana
n
Ketidaks Setelah dilakukan intervensi Manajemen Mual 1. Mengurangi
eimbang selama 2x 24 jam status 1. Berikan obat mual sesuai
an nutrisi nutrisi klien meningkat omeprazole 20 g kebutuhan
kurang dengan kriteria hasil : dan 2. Mendukung
dari Indikator awal akhir ondansentron terapi
kebutuha Asupan 3 4 2ml farmakologis
n tubuh makanan 2. ajari 3. Memantau
Asupan 3 4 penggunaan intake sesuai
cairan teknik kebutuhan
nonfarmakologi klien
Keterangan terapi music 6. Agar nutrisi
1 = sangat menyimpang dari untuk mengatasi yang diberikan
rentang normal mual sesuai dengan
2 = banyak menyimpang dari Manajemen nutrisi kondisi
rentang normal 1. Monitor kalori kesehatan klien
3 = cukup menyimpang dari dan asupan
rentang normal cairan
4 = sedikit menyimpang dari 2. Tentukan
rentang normal jumlah kalori
5 = tidak menyimpang dari dan jenis nutrisi
rentang normal yang dibutuhkan

Intoleran Setelah dilakukan intervensi Bantuan perawatan 1. Mengetahui


si selama 2x24 jam perawatan diri tingkat
aktivitas diri : aktivitas sehari-hari 1. Monitor kemandirian
klien meningkat dengan kemampuan klien
kriteria hasil perawatan diri 2. Melatih
Indikator Awal Akhir secara mandiri kemampuan
makan 3 4 2. Dorong klien
kemandirian 3. Keluarga
mandi 2 4 klien tapi bantu mengetahui
ketika klien tak latihan
Ke toilet 2 4 mampu kemandirian
melakukannya
berpakaia 3 4 3. Ajarkan
n keluarga untuk
Keterangan mendukung
1 = sangat terganggu kemandirian
2 = banyak terganggu dengan
3 = cukup terganggu membantu
4 = sedikit terganggu hanya ketika
5 = tidak terganggu klien tak mampu
melakukan
J. Implementasi
No Hari Diagnosa Jam Implementasi Respon
/tgl
1 Seni Hipertermi 14.00 1. Mendiskusikan 1. Paracetamol masuk
pentingnya
n 4 melalui infus.
termoregulasi dan
nov kemugkinan efek Ceftriaxone melalui
negative dari demam
(14.0 injeksi
yang berlebihan
0) 2. Memberikan kompres 2. Klien dan keluarga
hangat
19.00 mengetahui
3. Memberi obat
paracetamol 500 ml pentingnya
dan ceftriaxone
21.00 termoregulasi
4. Memantau suhu dan
tanda vital lainnya 3. Suhu : 37,9
RR : 20x/menit
Nadi : 90
TD : 110/80

2 Seni Nyeri akut 15.00 1. Menyalakan kipas 1. Paracetamol masuk


angin untuk membuat
n 4 melalui injeksi
ruangan sejuk
Nov 2. Mengajarkan teknik 2. Klien mengatakan
nafas dalam
19.00 lebih nyaman dan
3. Memberi penurun
nyeri paracetamol 500 nyeri sedikit
mg
21.00 berkurang
4. Mengkaji nyeri secara
komprehensif 3. Mampu melakukan
5. Mengobservasi
relaksasi nafas dalam
adanya petunjuk
nonverbal mengenai 4. Klien masih
ketidaknyamanan
menunjukkan
ekspresi wajah
mengeryit menahan
nyeri
5. Nyeri P: Ketika
duduk dan bergerak,
Q: seperti tertusuk-
tusuk, R: di kepala, S:
4, T: sering

3 Seni Ketidaksei 16.00 1. Menentukan jumlah 1. omeprazole dan


kalori dan jenis nutrisi
n 4 mbangan ondansentron masuk
yang dibutuhkan
nov nutrisi 2. Mengajari melalui injeksi
penggunaan teknik
kurang dari 2. Kebutuhan kalori
nonfarmakologi
kebutuhan terapi music untuk 1695 kalori/hari
mengatasi mual
tubuh 18.00 dengan diit lunak
3. Memonitor kalori dan
asupan cairan rendah serat
4. Memberikan obat
19.00 3. Klien mengikuti
omeprazole dan
ondansentron terapi music dan
mengatakan mual
berkurang
4. Klien tidak muntah,
namun hanya
menghabiskan ½
porsi makanan
4 Seni Defisit 17.00 1. Monitor kemampuan 1. Kemampuan ADL
perawatan diri secara
n 4 perawatan Kemampuan nilai
mandiri
nov diri 2. Mendorong
kemandirian klien tapi Makan/ 0
bantu ketika klien tak minum
mampu
melakukannya Toileting 2
3. Mengajarkan keluarga
untuk mendukung Berpakaian 2
kemandirian dengan
membantu hanya Mobilitas di 0
ketika klien tak
mampu melakukan tempat tidur
Berpindah 3

Ambulasi/RO 2
M
2. Keluarga
membantu klien
toileting dan melatih
klien untuk makan
sendiri
3. Klien mengatakan
masih merasa lemas

K. Evaluasi

No Hari/tgl diagnosa Evaluasi


1 Selasa 4 nov Hipertermi S : Klien merasa lebih nyaman
dengan kipas angin
O : S : 37,9
A : teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi pemberian
paracetamol
2 Nyeri akut S : klien mengatakan nyeri sedikit
berkurang
O : Skala nyeri 4
A : masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi pemberian
paracetamol dan relaksasi nafas
dalam
3 Ketidakseimbangan S : klien merasa rasa mualnya
nutrisi kurang dari berkurang
kebutuhan tubuh O : klien tidak muntah,
menghabiskan ½ porsi makan
A : teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi pemberian
ondansentron dan omeprazole serta
terapi musik dan monitor asupan
4 Defisit perawatan S : klien masih merasa lemas
diri O : kemampuan ADL masih perlu
bantuan
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi dan lakukan
pengkajian
DAFTAR PUSTAKA

Bhutta, Z.A. 2006, ‘Current concepts in the diagnosis and treatment of typhoid fever’,
BMJ, vol 33, no 3
Bulechek, G.M., Butcher H.K., Dotcherman J.M, 2016, Nursing interventions
classification (nic) edisi 6, Elsevier, Singapore
Cita, Y.P. 2011, ‘Bakteri salmonella typhi dan demam tifoid’. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. vol. 6, no.L.
Departemen Kesehatan RI, 2009, Sistem kesehatan nasional. Jakarta.
Dougan, G., & Baker, S. 2014, ‘Salmonella entericaserovar typhi and the pathogenesis
of typhoid fever’, Annual Review Of Microbiology. Vol 68, no 1
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Antisipasi penyakit menular saat banjir. Jakarta
Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth, 2016,
Nursing outcomes classification (noc) edisi 5, Elsevier, Singapore
Muliawan, Moehario, Sudarmono, 2000, Validitas pemeriksaan uji aglutinin o dan h,
salmonella typhi dalam menegakkan diagnosis dini demam tifoid, Universitas
Trisakti
Nanda 2015, Diagnosis keperawatan definisi & klasifikasi 2015-2017 edisi 10, EGC,
Jakarta
Nelwan. 2012, Tata laksana terkini demam tifoid. Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI RSCM, Jakarta
Nurvina 2013. ‘Hubungan antara sanitasi lingkungan, hygiene perorangan dan
karakteristik individu dengan kejadian demam tifoid di wilayah kerja puskesmas
kedungmundu kota semarang’, Skripsi, Universitas Negeri Semarang
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar, 2007, Badan penelitian dan pengembangan
kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Simanjuntak, C. 2009, ‘Demam tifoid, epidemiologi, dan perkembangan
penelitiannya’, Cermin Dunia Kedokteran, vol 83, no 3
World Health Organization, 2009, Thypoid fever. http://www.WHO.int. diakses pada
tanggal 1 April 2020.

Anda mungkin juga menyukai