Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN SOL

(Space Occupying Lesion)


STASE KMB DI RUANG CATTLEYA
RSUD dr. CHASBULLAH ABDULMADJID KOTA BEKASI

NAMA MAHASISWA : NUR FADLIYA, S.KEP

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BANI SALEH
2019
LAPORAN PENDAHULUAN SOL

SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah


mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak.
Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti
kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial. (Suzanne
dan Brenda G Bare. 1997: 2167).

Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas
yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu
tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan
saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau
dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses
ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk
juga tumor yang berasal dari sel penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah
dan selaput otak. (Fransisca B Batticaca. 2008: 84).

Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi


maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas
pertama kali dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium.
Akhirnya vena mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak dan
cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti
venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan
serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.

A. PATOFISIOLOGI/ PATHWAY

Idiopatik
Tumor otak

Penekanan jaringan otak Bertambahnya massa

Invasi jaringan otak Nekrosis jar. otak Penyerapan cairan otak

Kerusakan jar. Neuron Gang.Suplai Hipoksia Obstruksi vena di otak


( Nyeri ) darah jaringan

Kejang Gang.Neurologis Gang.Fungsi Gang.Perfusi Oedema


fokal otak jaringan

Defisit Disorientasi Peningkatan TIK Hidrosefalus


neurologis

 Aspirasi Resti.Cidera Perubahan


sekresi proses pikir
 Obs. Jalan
nafas
Bradikardi progresif, Bicara terganggu, Hernialis ulkus
 Dispnea
hipertensi sitemik, afasia
 Henti nafas
 Perubahan pola gang.pernafasan
nafas
Ancaman Gang.Komunikasi Menisefalon
kematia verbal tekanan
Gang.Pertukaran
gas
Cemas Mual, muntah, Gang.kesadaran
papileodema, pandangan
Gang. Rasa kabur, penurunan fungsi
( Suddart, Brunner. 2001) pendengaran, nyeri
nyaman
kepala
B. TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)
1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :
a) Sakit kepala
b) Muntah
c) Papiledema
2. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada
satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )
b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang
penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan
dengan tumor) dan halusinasi penglihatan.
c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan
kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan
nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )
d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional
dan tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi
ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri
e) Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan
saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf
kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas
fungsi motorik.
f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,
gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia.
( Brunner & Sudarth, 2003 ; 2170 )

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan,
jejas tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi
tentang sistem vaskuler.
2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang
otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan

3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan


untuk memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.

4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor

5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal

D. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
a) Chin lift / jaw trust
b) Suction / hisap
c) Guedel airway
d) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
2. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi,
whezing, sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
3. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, dan sianosis pada tahap lanjut.

4. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri
atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun
cara yang cukup jelas dan cepat adalah
Awake :A
Respon bicara :V
Respon nyeri :P
Tidak ada respon:U
5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi inline harus dikerjakan.

E. PENGKAJIAN SEKUNDER
1) Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.
2) Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.

3) Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian


tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal.

4) Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis
media, mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru,
empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).

5) Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
6) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD : meningkat
N : menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada
vasomotor).
7) Eliminasi
Gejala : -
Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
8) Nutrisi
Gejala : kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
9) Hygiene
Gejala : -
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada
periode akut).
10) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda : penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit
dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus,
kejang umum lokal.
11) Nyeri / kenyamanan
Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher /
pungung kaku.
Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
12) Pernapasan
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah
13) Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga
tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal,
pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungn dengan kurangnya darah ke
jaringan otak
2) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
3) Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi
4) Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran akibat
tekanan pada serebelum (otak kecil)
5) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan.

G. INTERVENSI
1) Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungn dengan kurangnya darah ke
jaringan otak
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan
kembali normal dengan kriteria hasil :
a) TTV normal
b) Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit
c) Gelisah hilang
d) Ingatanya kembali seperti sebelum sakit
Intervensi :
a) Memantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan
keadaan normalnya seperti GCS
b) Memantau frekuensi dan irama jantung

c) Memantau suhu juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi


penggunaan selimut dan lakukan kompres hangat jika terjadi demam

d) Memantau masukan dan pengeluaran, catat karakteristik urin, tugor kulit


dan keadaan membrane mukosa

e) Mengunakan selimut hipotermia

f) Kolaborasi pemberian obatse suai indikasi seperti steroid, klorpomasin,


asetaminofen

Rasional :
a) Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan
potensi TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran,
luas,dan perkembangan dari kerusakan
b) Perubahan pada frekuensi dan disritmia dapat terjadi yang mencerminkan
trauma atau tekanan batang otak tentang ada tidaknya penyakit

c) Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi tetapi mungkin


merupakan komplikasi dari kerusakan pada hipotalamus

d) Hipertermi meningkatkan kehilangan air dan meningkatkan resiko


dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun

e) Membantu dalam mengontrol peningkatan suhu

f) Dapat menurunkan permebilitas kapiler untuk membatasi pembentukan


edema, mengatasi menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan
metabolism seluler/ menurunkan konsumsi oksigen

2) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam nyeri hilang dengan kriteria
hasil :
a) Nyeri hilang
b) Pasien tenang

c) Tidak terjadi mual muntah

d) Pasien dapat beristirahat dengan tenang

Intervensi :
a) Memberikan lingkungan yang tenang
b) Meningkatkan tirah baring, bantu perawatan diri pasien

c) Meletakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata

d) Mendukung pasien untuk menemukan posisi yang nyaman

e) Memrikan ROM aktif/pasif

f) Mengunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri leher/punggung yang


tidak ada demam

g) Kolaborasi pemberian obat analgetik seperti asetaminofen, kodein sesuai


indikasi

Rasional :
a) Menurunkan reaksi terhadap stimulus dari luar dan meningkatkan istirahat
b) Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

c) Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori yang akan


menurunkan nyeri

d) Menurun kaniritasi meningeal dan resultan ketidaknyamanan lebih lanjut

e) Membantu merelaksasi ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri

f) Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit

g) Untuk menghilangkan nyeri yang hebat

3) Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan pasien
menjadi adekuat dengan kriteria hasil :
a) Mual muntah hilang
b) Napsu makan meningkat
c) BB kembali seperti sebelum sakit

Intervensi :
a) Mengkaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan
b) Memberi makanan dalam jumlah kecil dan sering

c) Menimbang berat badan

d) Kolaborasi dengan ahli gizi

Rasional :
a) Menentukan pemilihan terhadapjenis makanan sehingga pasien
terlindungi dari aspirasi
b) Meningkatkan proses pencernaan dan kontraksi pasien terhadap nutrisi
yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan

c) Mengevaluasi keefektifan/ kebutuhan mengubah pemberian nutrisi

d) Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan


kalori/nutrisi

4) Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran akibat


tekanan pada serebelum (otak kecil).
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 2 x 24 jam diharapkan klien dapat
menunjukkan cara mobilisasi secara optimal. Kriteria hasil :

a) Klien dapat meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit,

b) Mempertahankan integritas kulit dan kandung kemih dan fungsi usus.

Intervensi :
a) Memeriksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada
kerusakan yang terjadi.
b) Mengkaji derajat imobilitas pasien dengan menggunakan skala
ketergantungan (0 – 4)

c) Meletakkan pasien pada posisi tertentu, ubah posisi pasien secara teratur
dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu

Rasional :
a) Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan
mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
b) Seseorang dalam semua kategori sama – sama mempunyai risiko
kecelakaan namun katagori 2 – 4 mempunyai resiko terbesar untuk
terjadinya bahaya tsb sehubungan dengan imobilisasi.

c) Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat


badan dan meningkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh.

5) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan penglihatan pasien
kembali normal dengan kriteria hasil : Pasien dapat melihat dengan jelas
Intervensi :
a) Memastikan atau validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik,
orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan, dan tindakan
yang akan dilakukan terutama jika penglihatannya terganggu
b) Membuat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan

c) Memberikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dam


melakikan aktivitas

d) Merujuk pada ahli fisioterapi


Rasional :
a) Membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan
persepsi, gangguan fungsi kognitif dan atau penurunan penglihatan dapat
menjadi potensi timbulnya disorientasi dan ansietas
b) Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan
untuk tidur REM (ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan
gangguan persepsi sensori

c) Menurunkan fruktasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan


/pola respon yang memanjang

d) Pendekatan antar disiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan


berintegrasi yang didasarkan atas kombinasi kemampuan/
ketidakmampuan secara individu yang unik dengan berfokus pada
peningkatan evaluasi, dan fungsi fisik, kognitif, dan perseptual.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brenda G. Bare, Suzanne C. Smeltzer. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.
2. Batticaca, Fransisca.2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Brunner & Sudarth. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8 Vol
3. EGC. Jakarta
4. Doenges.EM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
5. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit. Edisi 6 Vol.2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai