Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Overdosis


2.1.1 Defenisi overdosis
Overdosis obat adalah hal yang sangat serius dan mengancam nyawa.
Apabila overdosis obat terjadi maka akan bisa menyebabkan kerusakan
setiap sistem tubuh manusia, tergantung jenis obat dan dosis obat yang
dikosumsi.
Overdosis merupakan keadaan dimana seseorang mengalami gejala
terjadinya keracunan yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang
melebihi dosis yang bisa diterima oleh tubuh.
2.1.2 Penyebab overdosis
a. Keadaan ini sering terjadi dan faktor penyebabnya adalah :
1. Usia. Lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga
sering terjadi kesalahan dosis karena lansia minum lagi
2. Merek dagang. Banyaknya merek dagang untuk obat yang sama,
sehingga pasien bingung, misalnya furosemid (antidiuretik) dikenal
sebagai lasix, uremia dan unex.
3. Penyakit. Penyakit yang menurunkan metabolisme obat dihati atau
sekresi obat melalui ginjal akan meracuni darah.
4. Gangguan emosi dan mental. Menyebabkan ketagihan penggunaan
obat untuk terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate,
antidepresan dan tranquilizer.
5. Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya
mengkonsumsi putau hamper bersamaan dengan alcohol atau obat
tidur seperti valium, megadom/ BK, dll.
6. Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya,
misalnya jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya
seminggu, tetapi apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang
sama seperti biasanya kemungkinan besar terjadi OD.
7. Kualitas barang dikonsumsi berbeda.
b. Faktor ketidakpatuhan pengobatan
1. Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan itu
2. Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan
pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya
3. Sukarnya memperoleh obat itu diluar rumah sakit
4. Mahalnya harga obat
5. Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga, yang mungkin
bertanggung jawab atas pembelian atau pemberian obat itu kepada
pasien
6. Efek samping dapat timbul akibat menaikan dosis obat yang
biasanya tidak bereaksi, mengganti cara pemberian obat, atau
memakai obat dengan merek dagang lain.
2.1.3 Manifestasi klinis
a. Penurunan kesadaran
b. Frekuensi pernapasan kurang dari 12 kali/menit
c. Pupil miosis
d. Adanya riwayat pemakaian obat-obat terlarang
e. suhu tubuh menurun.
f. kuku, bibir menjadi kebiru- biruan.
g. Adanya suara- suara mengorok atau mendengkur yang berasal dari
tenggorokkan yang menandakan bawha seorang itu mengalami
kesulitan dalam melakukan pernafasan yang benar.

2.2 Konsep Keracunan


2.2.1 Defenisi keracunan
Keracunan berarti bahwa suatu zat kimia telah mengganggu proses
fisiologis, sehingga keadaan badan organisme itu tidak lagi dalam keadaan
sehat. Dengan perkataan lain organisme itu menjadi sakit (Koeman, 1987).
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ
tubuh tertentu, seperti paru paru, hati, ginjal dan lainnya.
2.2.2 Klasifikasi racun
Racun diklasifikasikan menurut aksinya sebagai berikut:
a. Racun Korosif: racun ini adalah agen pengiritasi yang sangat aktif
yang menghasilkan peradangan dan ulserasi jaringan. Kelompok ini
terdiri dari asam kuat dan basa.
b. Racun Iritan : racun ini menghasilkan gejala sakit di perut, muntah
1. Racun Anorganik Logam : arsen, merkuri, timbal, tembaga dan
antimon Non logam : fosfor, klorin, bromin, dan iodin
2. Racun organik Tumbuh-tumbuhan : minyak jarak Hewan : ular,
kalajengking,laba-laba
3. Racun mekanik : bubuk kaca, debu berlian
c. Racun Saraf Racun ini beraksi di sistem saraf pusat. Gejala yang
dirimbulkan biasanya sakit kepala, ngantuk, pusing, delirium, stupor,
koma, dan kejang.
1. Racun serebral: opium, alkohol, agen sedatif, agen hipnotik,
anastetik.
2. Racun spinal: Strychinine.
3. Periferal: Curare.
d. Racun jantung : Digitalis, rokok.
e. Asphyxiants: Gas batubara, CO, CO2, war gasses.
f. Lain-lain: Analgesik, antipiretik, penenang, antidepresan (Chadha,
2003)
2.2.3 Mekanisme terjadinya racun
Absorpsi racun ditandai oleh masuknya racun dari tempat paparan menuju
sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluh limfe. Racun dapat terabsorpsi
umumnya apabila berada dalam bentuk terlarut atau terdispersi molekular.
Jalur utama absorpsi racun adalah saluran cerna, paru-paru dan kulit.
Setelah racun mencapai sistemik, ia bersama darah akan diedarkan ke
seluruh tubuh. Dari sistem sirkulasi sistemik ia akan terdistribusi lebih
jauh melewati membran sel menuju sistem organ atau ke jaringan-jaringan
tubuh. Selanjutnya racun akan mengalami reaksi biotransformasi
(metabolisme) dan ekskresi racun melalui ginjal, empedu, saluran
pencernaan, dan jalur ekskresi lainnya (kelenjar keringat,kelenjar mamae,
kelenjar ludah, dan paru-paru). Jalur eliminasi yang paling penting adalah
eliminasi melalui hati (reaksi metabolisme) dan ekskresi melalui ginjal
(Wirasuta dan Niruri, 2006).
2.2.4 Penyebab keracunan dan gejala klinisnya
Sistem yang Gangguan klinis (Penyebab keracunan)
dipengaruhi
Penampilan Agitasi ( amfetamin, kokain), lyergis acid
secara umum diethyalmide, opiat withdrawl apathy, drowsiness,
koma (hypnotik,pelarut organik,litium)
Gangguan Electro-encephalogram (EEG) {central depressant},
sistem syaraf fungsi motorik (alkohol, penyalahgunaan obat),
gangguan berjalan/bergerak (halusinogen,
amfetamin, karbamazepin, litium, kokain), kejang
Status mental Psikosis (illcit drugs), disorientasi
Tekanan darah Hipotensi (fenotiazin), hipertensi (kortikosteroid,
kokain, fenilpropalamin, antikolinergik)
Jantung Nadi, elektrokardiogram [Anti depressan trisiklik,
orfenadrin], tidak teratur (fenotiazin, prokainamid,
amiodaron, lidokain), heart block (calcium blocker,
beta blocker, digitalis, kokain, antidepresan trisiklik)
Temperature Hipertermia (LSD, kokain, MDMA)
Respirasi Depresi pernapasan (opiat, barbiturat,
benzodiazepin), hipoventilasi (Salisilat)
Otot Spasme dan kram ( botulism, crimidin, strikinin)
Kulit Kering (parasimpatolitik, antidepresan trisiklik),
berwarna merah (karbon monoksida), berwarna biru
(sianosis), kuning (liver damage: alkohol, jamur,
rifampisin
Mata Pinpoint (opiat, inhibitor kolinesterase), dilatasi pupil
(Atropin, amfetamin, kokain), kemerahan (cannabis)
Hidung Nasal septum komplikasi (kokain)
Dada Radiography (bronkokonstriksi, logam, aspirasi)
Diare (laksatif, organofosfat), obstruksi ( opiat,
Perut
atropin), radigrafi ( timbal, talium)
Bisa dilihat dari keringat mulut, pakaian, sisa
muntah: Alkohol (etanol, pembersih), aseton (aseton,
asidosis metabolik), ammonia (ammonia), almond
(sianida), pemutih/klorin (hipoklorit/klorit),
Bau disinfektan (kreosat, fenol, tar), formaldehid
(formaldehid, metanol), bawang (arsen,
dimethylsulfoxide, malation, fosfor kuning), asap
(nikotin, karbonmonoksida) pelarut organik (dietil
eter, kloroform, diklormetan), kacang (rodentisida)
(Moffat et al, 1986)
2.2.5 Penatalaksanaan umum keracunan
a. Airway
Faktor yang paling banyak berpengaruh terhadap kematian akibat
overdosis obat dan keracunan adalah karena kehilangan refleksi
perlindungan jalur nafas dengan obstruksi jalur nafas yang disebabkan
oleh lidah yang kaku. Optimasi posisi jalan nafas dan lakukan intubasi
endotrakeal jika perlu. Penggunaan segera naloxon atau flumazenil
dapat menyadarkan pasien yang keracunan opioid atau benzodiazepin
berturut-turut sehingga intubasi endotrakeal tidak perlu dilakukan
(Olson, 2004).
b. Breathing
Untuk menguji pernafasan yang adekuat dilakukan dengan mengukur
gas darah arteri. Pada pasien yang memiliki kadar pCO2darah naik
(misalnya >60mm Hg) mengindikasikan pernafasan perlu dibantu
dengan ventilasi. Jangan menunggu sampai pCO2 pasien diatas
60mmHg untuk memulai ventilasi (Olson, 2004).
c. Circulation
Sirkulasi yang cukup diuji dengan mengukur tekanan darah, denyut
nadi dan ritme. Lakukan Cardiopulmonary resuscitation (CPR) jika
tidak terasa denyut nadi dan lakukan Advanced Cardiac Life support
(ACLS) jika terjadi aritmia dan shock. Berikan infus cairan dengan
ringert laktat, larutan dekstrosa 5% dalam air atau normal salin. Pada
pasien yang memiiki sakit yang serius (koma, hipotensi, kejang)
pasang alat kateter di kandung kemih dan urin diambil untuk uji
toksisitas racun dan pengeluaran urin tiap jam (Olson, 2004).
2.3 Kosep Overdosis dan Keracunan
2.3.1 Pengkajian
1. Primary survey
Sebelum penyalahgunaan terjadi biasanya dalam bentuk
pendidikan, penyebaran informasi mengenai bahaya narkoba,
pendekatan melalui kekuarga, dan lain-lain. Instansi pemerintah
seperti halnya BKKBN, lebih banyak berperan pada tahap
intervensi ini. Kegiatan yang dilakukan seputar pemberian
informasi melalui berbagai bentuk materi KTE yang di tunjukkan
kepada remaja langsung dan keluarga.
B1 : Breath, kaji pernapasana klien. Apakah klien mengalami
gangguan dalam bernapas
B2 : Blood, kaji apakah terjadi perdarahan yang menyumbat jalan
napas dan cek tekanan darah pasien.
B3 : Brain, kaji apakah klien mengalami gangguan pada proses
berfikir.
B4 : Bladder, kaji apakah ada terjadi kerusakan pada daerah ginjal
yang dikarenakan overdosis karna keasaman obat tersebut.
B5 : Bowel, kaji intake dan output pasien
a. Airway support
Pada klien dengan overdosis yang perlu diperhatikan
adalah ada tidaknya sumbatan pada jalan napas seperti lidah.
Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas
pada klien tidak sadar karena pada kondisi ini lidah klien akan
terjatuh ke belakang rongga mulut. Hal ini akan
mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan napas.
Sebelum diberikan bantuan pernapasan, jalan napas harus
terbuka. Teknik yg dapat digunakan adalah cross finger
(silang jari). Jika terdapat sumbatan bersihkan dengan teknik
finger sweep (sapuan jari).

Gbr. 2.1 cross finger


Gbr. 2.2 finger sweep
Adapun Teknik untuk membuka jalan napas :
1) Head tilt / chin lift
Teknik ini dapat digunakan jika penderita tidak
mengalami cedera kepala, leher dan tulang belakang

Gbr. 2.3 headtilt/chinlift


2) Jaw trust

Gbr. 3.4 jaw trust


b. Breathing support
Setelah dipastikan bahwa jalan napas aman, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian status
pernapasan klien, apakah masih bernapas atau tidak. Teknik
yg digunakan adalah LOOK, LISTEN and FEEL (LLF). LLF
dilakukan tidak lebih dari 10 menit, jika klien masih
bernapas, tindakan yg dilakukan adalah pertahankan jalan
napas agar tetap terbuka, jika klien tidak bernapas, berikan 2
x bantuan pernapasan dgn volume yg cukup.
c. Circulation support
Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan
dan kompresi dada luar yang diberikan pada klien yang
mengalami henti jantung. Selain itu untuk mempertahankan
sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru
agar dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut
(advance life support).
d. Disability
Pemantauan status neurologis secara cepat meliputi
tingkatan kesadaran dan GCS, dan ukur reaksi pupil serta
tanda-tanda vital.
e. Exposure
Lakukan pengkajian head to toe.
f. Folley kateter
Pemasangan kateter pada klien overdosis biasanya
dilakukan untuk melakukan perhitungan balance cairan.
g. Gastric tube
Salah satu Penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah
kumbah lambung yang bertujuan untuk membersihkan
lambung serta menghilangkan racun dari dalam lambung.
Prosedur kumbah lambung :
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Membawa alat dekat pasien
3) Atur posisi pasien dalam sikap fowler bila sadar
4) Pasang sampiran
5) Pasang pengalas : satu dibawah dagu klien yg
dipentingkan dbagian punggung dan satu diletakkan pada
sisi dimana ember diletakkan
6) Letakkan ember diatas kain pel d bawah TT
7) Perawat cuci tangan dan masang sarung tangan
8) Ambil selang sende langsung dan keluarkan air dari dalam
selang
9) Selang diukur dari epigastrika mulut ditambah dari mulut
kebawah telinga ( 40-45 cm) kemudian diberikan tanda
10) Memasang selang yang telah diklem perlahan-lahan
kedalam lambung melalui mulut
11) Pastikan apakah selang lambung benar-benar telah masuk
kedalam lambung dengan cara memasukkan pangkalnya
kedalam air dan klem dibuka. Jika tidak ada gelembung
udara yang keluar maka selang sudah masuk kedalam
lambung. Sebaiknya jika ada udara yang keluar berarti
sonde dimasukkan keparu-paru
12) Atur posisi pasien, berbaring tanpa bantal dengan kepala
lebih rendah
13) Kosongkan isi lambung dengan cara merendahkan dan
mengarahkan sonde kedalam ember.
14) Jepit selang dan pasang corong pada pangkal selang
lambut / spuit besar (100 cc), tinggi corong/spuit + 30 cm
diatas lambung, kemudian menuangkan cairan perlahan-
lahan + 500 cc kedalam corong yang sedikit dimiringkan
sambil klem dibuka.
15) Sebelum cairan terakhir dalam corong/spuit habis, cairan
yang masuk tadi keluarkan kembali dengan cara
merendahkan corong dan tuangkan kedalam ember
(jangan terlalu rendah agar selaput lender lambung tidak
hisap masuk kedalam selang lambung
16) Lakukan berulang-ulang sampai cairan yang keluar
kelihatan jernih kemudian pangkal selang lambung.
17) Keluar kan selang lambung perlahan-lahan dengan cara
menarik sonde berlahan-lahan, kemudian selang + corong
di masukkan dalam kom.
18) Beri air untuk kumur kepada klien, kemudian mulut dan
sekitarnya dibersihkan dengan tissue
19) Angkat pengalas dan rapikan klien
20) Bersih kan alat-alat dan perawat cuci tangan
h. Heart monitor
Lakukan pemantauan peningkatan detak jantung,
peningkatan tekanan darah dan kerusakan sistem
kardiovaskuler.
Setelah primary survey dan intervensi krisis selesai, perawat harus
mengkaji riwayat pasien :
A : Allergies ( jika pasien tidak dapat memberikan informasi
perawat bisa menanyakan keluarga atau teman dekat
tentang riwayat alergi pasien )
M : Medication ( overdosis obat : ekstasi )
P : Past medical history ( riwayat medis lalu seperti masalah
kardiovaskuler atau pernapasan
L : Last oral intake ( obat terakhir yang dikonsumsi : ekstasi)
E : Even ( kejadian overdosisnya obat, dekskripsi gejala,
keluhan utama, dan mekanisme overdosis)
2. Secondary survey
Pada saat penggunaan sesudah terjadi dan diperlukan upaya
penyembuhan (treatmen). Fase ini meliputi : fase penerimaan awal
(intialintek) antara 1-3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik
dan mental dan fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medic,
antara 1-3 minggu untuk melakukan pengurangan ketergantungan
bahan-bahan adiktif secara bertahap. Tindakan yang harus
dilakukan adalah melakukan tindakan keperawatan head to toe.
2.3.2 Diagnosa keperawatan
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D. 0001)
2. Pola Napas Tidak Efektif (D. 0005)
3. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D. 0009)
4. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (D. 0129)
5. Resiko Ketidakseimbangan Cairan (D. 0036)
2.3.3 Intervensi dan Evaluasi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi
.
1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan Managemen Jalan
Napas Tidak tindakan keperawatan Nafas I. 01011
Efektif (D. 0001) diharapkan bersihan Observasi :
jalan nafas meningkat 1. Monitor pola nafas
dengan kriteria hasil : (frekuensi,
L. 01001 kedalaman, usaha
- Batuk Efektif nafas)
Meningkat (5) 2. Monitor bunyi nafas
- Produksi sputum tambahan (mis.
menurun (5) Gurgling,mengi,
- Frekuensi nafas wheezing, ronchi)
membaik (5) 3. Monitor sputum
- Pola Nafas (jumlah, warna,
membaik (5) aroma)
Terapeutik :
1. Posisikan semi
Fowler atau Fowler
2. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi :
1. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
2. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
Efektif (D. 0005) tindakan keperawatan I.01014
diharapkan pola nafas Observasi
membaik dengan 1. Monitor frekuensi,
kriteria hasil : irama, delaman, dan
L.01004 upaya napas.
Kriteria hasil: 2. Monitor pola napas
1. Dispnea menurun (bradipnea, takipnea,
(5) hiperventilasi, dll).
2. Penggonaan otot 3. monitor saturasi
bantu napas oksigen.
menurun (5) Terapeutik
3. Pemanjangan fase 1. Atur interval
ekspirasi menurun pemantauan respirasi
(5) sesuai kondisi pasien.
4. Frekuensi napas 2. Dokumentasikan hasil
membaik (5) pemantauan.
5. Kedalaman napas Edukasi
membaik (5) 1. Jelaskan tujuan
prosedur.
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu.
3. Perfusi Perifer Setelah dilakukan Manajemen syok
Tidak Efektif (D. tindakan keperawatan anafilaktik
0009) diharapkan perfusi I.02034
perifer meningkat Observasi
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kepatenan
L.02011 jalan nafas
Kriteria hasil: 2. Identifikasi tanda-
1. Denyut nadi perifer tanda vital
meningkat (5) 3. Identifikasi alergen
2. Warna kulit pucat 4. Monitor tanda-tanda
menurun (5) awal syok (mis. Sesak
3. Pengisian kapiler nafas, kejang, aritmia,
membaik (5) hipotensi)
4. Akral membaik (5) 5. Monitor tanda-tanda
5. Turgor kulit hipervolemia akibat
membaik (5) resusitasi berlebihan
6. Monitor kejadian
anafilaktik berulang
Terapeutik
1. Berikan posisi yang
nyaman
2. Pertahankan
kepatenan jalan napas.
3. Pasang infus NaCl
0,9% atau ringer
laktat, jika perlu
4. Berikan oksigen via
masker 10-12 L/menit
5. Siapkan ruang HCU
atau ICU, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan menyiapkan
obat-obat alergi
dirumah
2. Anjurkan mencegah
kejadian anafilaktik
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antihistamin, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika
perlu
3. Kolaborasi pemberian
epineprin atau
adrenalin, jika perlu
4. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas
Integritas tindakan keperawatan Kulit
Kulit/Jaringan diharapkan integritas Observasi
(D. 0129) kulit dan jaringan 1. Identifikasi penyebab
meningkat dengan gangguan integritas
kriteria hasil : kulit
L. 14125 Terapeutik
- Perfusi jaringan 1. Gunakan produk
meningkat (5) berbahan ringan/alami
- Kerusakan lapisan dan hipoalergik pada
kulit menurun (5) kulit sensitif
- Nyeri menurun (5) 2. Hindari produk
- Kemerahan berbahan dasar
menurun (5) alkohol pada kulit
- Hematoma menurun kering
(5) Edukasi
- Suhu kulit membaik 1. Anjurkan minum air
(5) yang cukup
2. Anjurka
meningkatkan asupan
nutrisi
3. Anjurkan
menghindari terpapar
suhu ekstrim
4. Anjurkan mandi dan
mengguakan sabun
secukupnya
5. Resiko Setelah dilakukan Manajemen Cairan
Ketidakseimbanga tindakan keperawatan I. 03098
n Cairan (D. 0036) diharapkan Observasi
keseimbangan cairan 1. Monitor status hidrasi
meningkat dengan 2. Monitor hasil
kriteria hasil : pemeriksaan
L. 05020 laboratorium
- Asupan cairan Terapeutik
meningkat (5) 1. Catat intake-output
- Dehidrasi menurun dan hitung balance
(5) cairan 24 jam
- Turgor kulit 2. Berikan asupan
membaik (5) cairan, sesuai
- Membrane mukosa kebutuhan
lembap meningkat 3. Berikan cairan
(5) intravena
- Mata cekung Kolaborasi
membaik (5) 1. Kolaborasi pemberian
- Output urin diuretik, jika perlu
meningkat (5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed 2. Jakarta: EGC


Chadha, I. A.. 2003. Poisoning,Indian J.Anaesth.2003;47(5) : 402-411

Koeman, J.H. 1987. Pengantar Toksikologi umum. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press

Moffat, A.C, et al.1986. Clarkes Analysis of Drugs and Poisons: In


Pharmaceutical, body fluids, and postmortem material. London:
Pharmaceutical Press

Olson, K .2004. Poisoning And Drug Overdosefourth edition. California:


California Poison Control System.

Wirasuta, I. 2006. Buku Ajar Toksikologi Umum. Bali: Universitas Udayana

Anda mungkin juga menyukai