Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Model konseptual merupakan rancangan terstruktur yang berisi konsep-konsep
yang saling terkait dan saling terorganisasi guna melihat hubungan dan pengaruh logis
antar konsep. Model konseptual juga memberikan keteraturan untuk berfikir, mengamati
apa yang dilihat dan memberikan arah riset untuk mengetahui sebuah pertanyaan untuk
menanyakan tentang kejadian serta menunjukkan suatu pemecahan masalah
(Potter&perry, P 270, 2005).
Model konseptual keperawatan jiwa merupakan suatu kerangka rancangan
terstruktur untuk melakukan praktik pada setiap tenaga kesehatan mental. Hal ini
merupakan upaya yang dilakukan baik oleh tenaga kesehatan mental maupun perawat
untuk menolong seseorang dalam mempertahankan kesehatan jiwanya melalui
mekanisme penyelesaian masalah yang positif untuk mengatasi stresor atau cemas yang
dialaminya. Perawat psikiatri dapat bekerja lebih efektif bila tindakan yang dilakukan
didasarkan pada suatu model yang mengenali keberadaan sehat atau sakit sebagai suatu
hasil dari berbagai karakteristik individu yang berinteraksi dengan sejumlah faktor di
lingkungan (Videbeck, 2008).
Model konseptual keperawatan jiwa khususnya model komunik merupakan suatu
hubungan interaksi manusia sebagai proses interpersonal Model komunikasi ini
memprediksi perilaku dalam hal pengetahuan tentang manfaat dan ancaman bagi
kesehatan dan jiwanya. Untuk memotivasi seseorang dalam pengambilan keputusan
untuk mempertahankan kesehatannya diperlukanlah sebuah komunikasi (Fitzpatrick,
1989).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Model adalah suatu cara untuk mengorganisasi kumpulan pengetahuan yang
kompleks seperti konsep yang berhubungan dengan perilaku manusia. Penggunaan model
ini membantu praktisi memberikan dasar untuk melakukan pengkajian dan intervensi
juga cara untuk mengevaluasi keberhasilan penanggulangan (Stuart dan sundeen, P 32,
1998).
Perkembangan ilmu keperawatan, model konseptual, dan teori merupakan
aktivitas berpikir yang tinggi. Model konseptual mengacu pada ide-ide global mengenai
individu, kelompok, situasi atau kejadian tertentu yang berkaitan dengan displin yang
spesifik. Teori-teori yang terbentuk dari penggabungan konsep dan pernyataan yang
berfokus lebih khusus pada suatu kejadian dan fenomena dari suatu disiplin (Fawcett,
1992). Teori mempunyai konstribusi pada pembentukan dasar praktik keperawatan
(Chinn & Jacobs, 1995).

B. Klasifikasi
Berdasarkan model konseptual keperawatan, maka dapat dikelompokan kedalam lima
model yaitu psikoanalitis, interperonal, soial, eksistensial, dan terapi suportif
1. Psikoanalitis ( freud, arickon )
Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila
ego (akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting).
ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata
tertib, peraturan, norma, agama akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku
(defiation of behavioral).
Sebagai contoh ketidakpuasan pada masa oral, dimana anak tidak mendapatkan
air susu secara sempurna, tidak adanya stimulasi untuk belajar berkata-kata, dilarang
dengan kekerasan untuk memasukan benda pada mulutnya pada fase oral dan
sebagainya. Hal ini akan menyebabkan trauma yang membekas pada masa dewasa.
proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan analisis
mimpi, masa peralihan untuk memperbaiki trauma masa lalu. Misalnya, klien dibuat
dala keadaan sangat mengantuk. Dalam keadaan tidak berdaya, pengalaman alam
bawah sadarnya digali dengan pertanyaan–pertanyaan untuk menggali trauma masa
lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hipnotis, yang memerlukan keahlian dan
latihan yang khusus. Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua
pikiran dan mimpinya, sedangkan terapis berupaya untuk menginterpretasikan pikiran
dan mimpi pasien. peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau
pengkajian mengenai keadaan keadaan traumatis atau stressor yang dianggap
bermakna pada masa lalu (misalnya pernah disiksa orangtua, pernah disodomi,
diperlakukan secara kasar, ditelantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa pada
masa anak-anak) dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah
terjalin hubungan saling percaya.
2. Interpersonal (sullivan,peplau)
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat adanya
ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (ansietas). Ansietas timbul dan
dialami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang lain
(interpersonal). Menurut konsep ini, perasaan takut seseorang didasari adanya
ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya. Konsep terapi menurut
konsep ini adalah berupaya membangun rasa aman pada klien (build feeling security)
menjalin hubungan yang saling percaya dan membina kepuasan dalam bergaul
dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati.
3. Sosial (Caplan,szasz)
Menurut konsep ini, seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau
penyimpangan perilaku apabila banyaknya faktor sosial dan faktor  lingkungan yang
akan memicu munculnya stress pada seseorang, dimana akan menimbulkan
kecemasan dan gejala (social and enviromental factor creat stress, which cause
anxiety and symptom). Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam model konsep
ini adalah modifikasi lingkungan (environment manipulation) dan dukungan sosial
(social support). Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah
pasien harus menyampaikan masalah menggunakan sumber  yang ada dimasyarakat
libatkan teman sejawat, atasan keluarga, atau suami istri. sementara itu, terapis
berupaya menggali sitem sosial klien seperti suasana dirumah, dikantor, disekolah,
dimasyarakat, atau tempat kerja.
4. Eksistensial (ellis,rogers)
Menurut teori model eksistensial, gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi
bila individual gagal menemukan jati diri dan tujuan hidupnya. Individu tidak
memiliki kebanggaan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan
dalam body imagenya. prinsip dalam proses terapinya adalah mengupayakan agar
individu berpengalaman dan bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup
orang lain dianggap sukses, atau dianggap sebagai panutan (experience in
relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara intropeksi (self assesment),
bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in group), mendorong
untuk menerima jati dirinya sendiri, dan menerima kritikan dari orang lain
mendapatkan feedback dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas kelompok.
Terapis berupaya untuk memperluas kesadaran diri pasien melalui feedback, kritik,
saran, atau reward dan punishment.
5. Terapi Suportif (Wermon,Rockland)
Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah faktor biopsikososial dan
respons maladaptif saat ini. aspek biologisnya menjadi masalah seperti : sering sakit
maag, migrain, atau batuk-batuk. aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan,
seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu dan
pemarah. aspek sosialnya memiliki masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,
tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu medapatkan pekerjaan, dan sebagainya.
semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. fenomena tersebut
muncul akibat ketidakmampuan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang
muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu. prinsip proses terapinya
adalah menguatkan respon koping adaptif, individu diupayakan mengenal terlebih
dahulu kekuatan-kekuatan apa yang ada pada dirinya ; kekuatan mana yang bisa
digunakan sebagai alternatif pemecahan masalahnya. perawat harus membantu
individu dalam melakukan identifikasi koping yang dimiliki dan yang biasa
digunakan klien. terapis berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empati dengan
klien untuk menyiapkan koping klien yang adaptif.
6. Model Behavioral
Konsep ini berdasarkan teori belajar dan mengatakan bahwa semua perilaku itu
dipelajari. Perilaku seseorang karena dia belajar itu dari lingkungannya. Fokus konsep
ini terletak pada tindakan, bukan pada pikiran dan perasaan individu. Perubahan
perilaku membuat perubahan yang kognitif dan afektif.

C. Konsep Model Perilaku

Menurut  konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bisa muncul jika hubungan
antara stimulus dan respons tidak  terkondisikan dengan baik oleh seorang individu
sehingga menimbulkan kecemasan yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan jiwa.
Behaviorism sebagai ilmu psikologi timbul dari reaksi terhadap model introspeksi yang
berfokus pada isi dan opcrasi pikiran. Behaviorismadalah ilmu psikologi yang berfokus
pada perilaku yang dapat diamati dan apa yang dapat dilakukan individu secara eksternal
untuk mengubah perilaku. Ilmu ini tidtak berupaya menjelaskan cara kerja
pikiran( videbeck. 2008 hal 66 ).
Para ahli behaviorism yakin bahwa perilaku dapat diubah oleh sistem pujian dan
hukuman. Untuk individu dewasa, menerima gaji secara teratur merupakan umpan balik
positif yang konstan. Gaji merupakan umpan balik positif yang kontinu dan merupakan
salah satu alasan individu terus bekerja setiap hari dan berupaya melaksanakan tugas de-
ngan baik. Gaji ini membantu memotivasi perilaku positif di tempat kerja. Apabila
seseorang tidak menerima gaji, ia kemungkinan besar berhenti bekerja (videbeck. 2008
hal 66 ).
Menurut para ahli :
1. Edward Lee Thorndike (1874 - 1949)
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi
antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R). ( videbeck, 2008
hal 66 )
a. Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat.
b. Respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui
bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan
untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-
percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar
dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting lerning” dan
berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang
dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau
teori asosiasi. Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan
respon ini mengikuti hukum-hukum berikut ( videbeck. 2008, hal 66 ) :
a) Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme
memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku
tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung
diperkuat.
b) Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku
 

diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.


c) Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
 

diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika


akibatnya tidak memuaskan.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut ( videbeck. 2008 hal 67)
a)   Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Response). Hukum ini mengatakan bahwa pada
individu diawali oleh proses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam
respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang
dihadapi.
b) Hukum Sikap (Set/Attitude). Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar seseorang
tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan
keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun
psikomotornya.
c)   Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element), Hukum ini mengatakan bahwa
individu dalam proses belajar memberikan respon hanya pada stimulus tertentu saja
sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
d) Hukum Respon by Analogy. Hukum ini mengatakan bahwa individu dapat melakukan
respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat
menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah
dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke
situasi baru. Makin banyak unsur yang sama/identik, maka transfer akan makin mudah.
e) Hukum perpindahan asosiasi (Associative Shifting). Hukum ini mengatakan bahwa proses
peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara
tertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang
sedikit demi sedikit unsur lama.
2.      Ivan Petrovich Pavlov (1849 - 1936)
Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang
ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, di mana perangsang asli dan
netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan. Urutan kejadian melalui percobaan terhadap
anjing ( cheney. 2004, hal 11 ):
a) US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral: Stimulus tidak
dikondisikan yaitu stimulus yang langsung menimbulkan respon, misalnya
daging dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur.
b) UR (unconditioned respons): disebut perilaku responden (respondent
behavior) respon tak bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan hadirnya
US, yaitu air liur anjing keluar karen anjing melihat daging.
c)   CS (conditioning stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang tidak
dapat langsung menimbulkan respon. Agar dapat menimbulkan respon perlu
dipasangkan dengan US secara terus-menerus agar menimbulkan respon.
Misalnya bunyi bel akan menyebabkan anjing mengeluarkan air liur jika
selalu dipasangkan dengan daging.
d) CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu rerspon yang muncul
dengan hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar karena anjing mendengar
bel.
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasan dapat diketahui
bahwa daging yang menjadi stimulus alami (UCS = Unconditional Stimulus = Stimulus
yang tidak dikondisikan) dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang
dikondisikan (CS = Conditional Stimulus = Stimulus yang dikondisikan). Ketika lonceng
dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan. Dengan
menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti
stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus
yang berasal dari luar dirinya (cheney. 2004, hal 11 ).
3.      Burrhus Frederic Skinner (1904 - 1990)
Manajemen kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi
perilaku (behavior modification) antara lain dengan proses
penguatan (reinforcement) yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan
dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat. ( Rantus. 2011, hal
200 )
Operant Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan
perilaku operasn (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku
tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. ( Rantus.
2011, hal 200 )
Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan dan bebas
Skinner membuat eksperiment sebagai berikut: dalam laboratorium. Skinner
memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut”Skinner box”, yang
sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu tombol, alat pembeli makanan,
penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri
listrik. ( Rantus. 2011, hal 200 )
Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar untuk mencari
makanan. Selama tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia
menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap
sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini
disebut shaping. ( Rantus. 2011, hal 201 )
Yang terpenting dalam  belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya
adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat
bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan
positif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan
terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat
mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. ( Rantus. 2011, hal 201 )
Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan,
dan lain-lain), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujuim bertepuk
tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, juara 1 dan
sebagainya). ( Rantus. 2011, hal 201 )
Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda / tidak memberi
penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang
(menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dan lain-lain). ( Rantus. 2011, hal 201 )
Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain: ( Rantus. 2011, hal 202 )
a) Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika
benar diberi penguat.
b)   Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c) Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d) Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e) Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk ini lingkungan perlu
diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
f)   Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwalvariable rasio reinforcer.
g) Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori, Skinner adalah penggunaan hukuman
sebagai salah satu cara untuk mendiskripsikan siswa menurut Skinner hukuman yang baik
adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya misalnya anak perlu
mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman
verba maupun fisik seperti : kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat
buruk pada siswa. ( Rantus. 2011, hal 202 )
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi di dalam situasi
pendidikan seperti penggunaan rangking juara di kelas yang mengharuskan anak
menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan
kemampun yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan
sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa; misalnya: penghargaan di bidang
bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari, atau olahraga. (Rantus. 2011, hal 200)
D. Aplikasi Model Perilaku

1.      Pandangan tentang penyimpangan perilaku


Perilaku dipelajari. Penyimpangan terjadi karena manusia telah membentuk
kebiasaan perilaku yang tidak diinginkan. Karena perilaku dapat dipelajari, maka perilaku
juga tidak dipelajari. Perilaku menyimpang terjadi berulang karena berguna untuk
mengurangi ansietas. Jika demikian, perilaku yang lain dapat mengurangi ansietas dapat
dipakai sebagai pengganti.
2.      Indikasi model Perilaku
Indikasi utama ialah gangguan fobik dan perilaku kompulsif, disfungsi sexual
(misalnya impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual (misalnya exhibisionisme). Dapat
dicoba pada pikiran-pikiran obsesif, gangguan kebiasaan atau pengawasan impuls
(misalnya gagap, enuresis, dan berjudio secara kompulsif), gangguan nafsu makan
(obesitas dan anorexia) dan reaksi konversi. Terapi perilaku tidak berguna pada
skizofrenia akut, depresi yang hebat dan (hipo) mania

3.      Proses terapeutik
Terapi merupakan proses pendidikan. Penyimpangan perilaku tidak dihargai.
Perilaku yang lebih produktif dikuatkan. Terapi relaksasi dan latihan keasertifan
merupakan pendekatan perilaku.
4.      Peran pasien dan terapis
Pasien. Mempraktekan teknik perilaku yang digunakan. Mengerjakan pekerjaan
rumah dan penggalakan latihan. Pasien membantu mengembangkan hierarki perilaku.
Terapis. Mengajar pasien tentang pendekatan perilaku, membantu mengembangkan
hierarki perilaku, dan menguatkan perilaku yang diinginkan.
BAB III

PEMBAHASAN

A.    Kasus Model Perilaku


Klien bernama surya dengan umur 18 tahun. Mahasiswa yang nakal, susah ditegur
dan sering mendapatkan masalah disekolah. akibatnya masalah sekolahnya terganggu,
karena tugas – tugas kuliah tidak pernah dikerjakan. masalah yang paling utama adalah
dia sering tidak masuk kuliah karena tidak mau  mengikuti  ujian, pada saat dikelas dia
selalu diam dan suka melawan dosen serta mengganggu teman.
B.     Aplikasi Penyelesaian Model Perilaku
Pada saat ditanya kepada klien, rupanya klien kecewa kepada salah satu dosen
yang sepertinya tidak menyukainya selain itu klien memiliki masalah keluarga
dikarenakan orang tua klien yang tidak pernah perduli dengan masalah klien. Tapi
setelah  melihat akibat dari apa yang telah dilakukannya seperti kuliahnya yang
terbengkalai, klien merasa menyesal dan ingin berubah.
1.      Thorndike
Pertama kita akan  menggunakan hukum kesiapan yaitu dengan cara melihat
apakah individu tersebut siap berubah, dan setelah itu menggunakan hukum latihan yaitu
hukum yang melatih perilaku yang baik agar asosiasi semakin kuat setelah dengan
menggunakan hukum akibat yaitu apakah hasil dari latihan tersebut memuaskan atau
tidak. Jika memuaskan akan membuat stimulus dan respons yang semakin kuat.
a         Hukum kesiapan
Pertama–tama perawat perlu mengetahui secara mendalam (inquiry) bahwa klien
benar–benar ingin berubah. Kemudian barulah kita memberikan tugas berupa hukuman
kepada klien untuk mengerjakan tugas kuliahnya yang telah dia tinggalkan, dan
memberikan laporan kepada perawatnya. setelah kien berhasil mengerjakan hukuman
atau tugas dari perawat barulah kita ketahap yang kedua.
b        Hukum latihan
Yang harus dilakukan perawatdalam tahap ini adalah memberikan sebuah solusi
kepada klien berupa tugas atau hukuman  yang diberikan perawat kepada klien tapi
dengan latihan yang berulang–ulang. Perawat memberikan hukuman kepada klien agar
klien berpartisipasi dalam segala kegiatan kuliah dari inroom ( seperti diskusi kelompok,
bimbingan belajar, dll) maupun outroom (seperti pengabdian masyarakat, kegiatan
ekskul)
c         Hukum akibat
Setelah tahap kedua dilewati, kemudian masuklah ketahap yang ketiga. Dalam
tahap ini perawat tidak perlu memberikan tugas atau hukuman kepada klien tetapi
perawat perlu mengetahui apa respons pasien setelah melakukan hukum latihan apakah
memuaskan atau tidak memuaskan, sehingga keputusan berubah kita letakkan kepada
klien.
2.      Pavlov
Dengan memberikan stimulus yang netral ditambah dengan stimulus yang tidak
netral sehingga menimbulkan respons yang bersyarat.
Pertama yang harus kita lakukan adalah memberikan suatu solusi kepada klien
dengan cara memberikan sebuah stimulus yang dikondisikan sehingga menghasilkan
respon yang terkondisikan. Dengan cara memberikan pasien sebuah penyelesaian
masalah ( stimulus ) sehingga menghasilka perilaku yang positif ( respons ). Kita
memberikan sebuah syarat yang perlu pasien lakukan jika klien ingin berubah  syarat
pertama klien harus aktif dalam perkuliahan dan selalu masuk kuliah, kedua klien harus
mulai berkomunikasikan kepada orang tuanya segala keluhan dan apa yang klien
inginkan dari orang tua, syarat ketiga klien harus mematuhi segala peraturan yang
terdapat di kampus, syarat yang  ketiga klien harus mengerjakan tugas perkuliahan, syarat
keempat klien harus melaporkan kepada perawat apa yang klien rasakan setiap harinya
dengan cara mobile dan/dengan saksi dari dosen serta orang tua. Kemudian perawat harus
melihat respons dari syarat – syarat tersebut.
3.      Skinner
Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah
adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment).  Penguatan
dan Hukuman. Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan
probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah
konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku. Yang harus
dilakukan perawat dalam model ini adalah perawat memberikan penguatan kepada klien.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Model konseptual merupakan rancangan terstruktur yang berisi konsep-konsep
yang saling terkait dan saling terorganisasi guna melihat hubungan dan pengaruh logis
antar konsep. Model konseptual juga memberikan keteraturan untuk berfikir, mengamati
apa yang dilihat dan memberikan arah riset untuk mengetahui sebuah pertanyaan untuk
menanyakan tentang kejadian serta menunjukkan suatu pemecahan masalah.
Model konseptual keperawatan jiwa merupakan suatu kerangka rancangan
terstruktur untuk melakukan praktik pada setiap tenaga kesehatan mental. Hal ini
merupakan upaya yang dilakukan baik oleh tenaga kesehatan mental maupun perawat
untuk menolong seseorang dalam mempertahankan kesehatan jiwanya melalui
mekanisme penyelesaian masalah yang positif untuk mengatasi stresor atau cemas yang
dialaminya. Perawat psikiatri dapat bekerja lebih efektif bila tindakan yang dilakukan
didasarkan pada suatu model yang mengenali keberadaan sehat atau sakit sebagai suatu
hasil dari berbagai karakteristik individu yang berinteraksi dengan sejumlah faktor di
lingkungan
Salah satunya adalah model konseptual perilaku yang menyelesaikan masalah
keperawatan jiwa dengan melihat interaksi antara stimulus dan respon yang berasosiasi
dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai