OLEH :
ANGKATAN LXXIV
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
JUNI 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
OLEH :
ANGKATAN LXXIV
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
iii
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Marinir Cilandak pada periode 6
Februari - 30 Maret 2012. Kegiatan PKPA dilaksanakan dengan tujuan
meningkatkan pemahaman dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama
perkuliahan.
Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh
ujian akhir Apoteker pada Departemen Farmasi FMIPA UI. Penulis menyadari
bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak yang penulis terima, sulit bagi penulis
untuk dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu,
dalam ruang yang terbatas ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin
menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada:
1. Kolonel Laut dr. Arie Zakaria, SpOT, FICS, selaku Komandan Rumah Sakit
Marinir Cilandak, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Marinir
Cilandak.
2. Letnan Kolonel Laut Drs. Arsyadi, M.Si., Apt, selaku Kepala Departemen
Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak.
3. Mayor Laut Mayannaria, M.Farm, Apt, selaku pembimbing di Rumah Sakit
Marinir Cilandak, atas bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan Praktek
Kerja Profesi Apoteker.
4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana H., M.S., Apt, selaku Ketua Departemen Farmasi
FMIPA Universitas Indonesia.
5. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen
Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
6. Prof. Maksum Radji, M.Biomed, Ph.D, Apt selaku pembimbing dari
Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
7. Seluruh staf Departemen Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak.
8. Seluruh staf Rumah Sakit Marinir Cilandak.
iv
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
9. Seluruh dosen dan karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah
memberikan ilmu yang berharga dan bantuan yang sangat berarti bagi penulis.
10. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan, doa, dan semangat
kepada penulis.
11. Seluruh rekan Apoteker Universitas Indonesia angkatan 74 dan semua pihak
yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama
pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.
Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan
laporan PKPA ini. Semoga laporan PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi khususnya dan masyarakat
pada umumnya.
Penulis
2012
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………i
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...v
DAFTAR TABEL………………………………………………………………viii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………. ix
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1. Latar Belakang…………………………………………………………...1
1.2. Tujuan…………………………………………………………………… 2
v Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
3.5.2. Instalasi Rawat Inap.................................................................. 25
3.2.3. Fasilitas Penunjang....................................................................... 25
3.6. Rekam Medis (Medical Record)………………………………………. 26
3.7. Formularium .................................................................................. ..... 27
3.8. Unit Sterilisasi ................................................................................ …. 27
3.8.1. Sterilisasi dengan Panas Kering……………………………….. 27
3.8.2. Sterilisasi dengan Pemanasan Basah…………………………... 28
3.9. Pengolahan Limbah Rumah Sakit Marinir Cilandak……………..…….28
3.9.1. Pengolahan Limbah Cair………………………………………. 28
3.9.2. Pengolahan Limbah Padat…………………………………….. 29
vi Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
BAB 5 PEMBAHASAN……………………………………………………….. 45
5.1. Tinjauan Umum Rumah Sakit Marinir Cilandak.................................... 45
5.1.1. Unit Sterilisasi.............................................................................. 46
5.1.2. Pengolahan Limbah...................................................................... 47
5.1.3. Komite Farmasi dan Terapi.......................................................... 48
5.2. Tinjauan Khusus Departemen Farmasi Rumah Sakit Marinir
Cilandak.................................................................................................. 50
5.2.1. Pemilihan Obat .................................................................... …. 51
5.2.2. Perencanaan dan Pengadaan Perbekalan Farmasi ................. …. 51
5.2.3. Penerimaan .......................................................................... ..... 53
5.2.4. Dispensing Obat .................................................................. ..... 54
5.2.5. Pengendalian Persediaan ...................................................... ..... 55
5.2.6. Pendistribusian Perbekalan Farmasi ..................................... ..... 55
5.2.7 Pelayanan Kefarmasian ........................................................ ..... 56
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
ix Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
BAB 1
PENDAHULUAN
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
2
lainnya, serta melakukan evaluasi penggunaan obat. Salah satu tujuan melakukan
pelayanan kefarmasian ini adalah untuk meningkatkan mutu dan memperluas
cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit serta melaksanakan kebijakan obat di
rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat secara rasional
(Departemen Kesehatan, 2004).
Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di IFRS, apoteker mempunyai
peranan yang sangat penting. Seorang apoteker harus mempunyai kemampuan
untuk memimpin, mengelola, dan mengembangkan pelayanan farmasi. Selain itu,
juga sebagai tenaga fungsional yang mampu memberikan pelayanan kefarmasian
dan praktek kefarmasian. Oleh karena itu, apoteker diharapkan memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian, baik
berupa pengetahuan dan keterampilan di bidang manajemen hingga komunikasi
dan ilmu kefarmasian itu sendiri, sehingga berkompeten untuk bekerja secara
efektif sebagai pendamping tim medis (Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun
2009).
Dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya di rumah sakit,
Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Universitas Indonesia bekerja
sama dengan Rumah Sakit Marinir Cilandak dalam penyelenggaraan Praktek Keja
Profesi Apoteker (PKPA) bagi mahasiswa program peminatan Farmasi Rumah
Sakit dan Komunitas. Dengan adanya praktek kerja ini diharapkan para calon
apoteker mendapatkan bekal tentang instalasi farmasi di rumah sakit sehingga ke
depannya dapat mengabdikan diri sebagai apoteker yang profesional.
1.2. Tujuan
Praktek kerja di Rumah Sakit Marinir Cilandak bertujuan :
a. Mengetahui dan memahami peranan dan fungsi apoteker di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Marinir Cilandak.
b. Mengetahui permasalahan atau kendala yang terjadi dalam menjalankan
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Marinir Cilandak.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit (Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit)
2.1.2.1. Tugas
Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna.
2.1.2.2. Fungsi
Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit mempunyai fungsi :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
3 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
4
2.1.3.2. Kepemilikan
Rumah sakit berdasarkan kepemilikannya digolongkan menjadi beberapa
kriteria, yaitu :
a. Rumah sakit pemerintah
Rumah sakit pemerintah adalah rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah
baik pusat maupun daerah dan diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan,
Kementerian Pertahanan dan Keamanan, maupun Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Rumah sakit ini umumnya bersifat nonprofit. Berdasarkan
pengelolaannya, rumah sakit pemerintah dibagi atas rumah sakit yang langsung
dikelola oleh Kementerian Kesehatan, Rumah sakit yang dikelola oleh
Kementerian Pertahanan dan Keamanan, rumah sakit yang dikelola oleh
BUMN, dan rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
5
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
6
2.1.4. Fasilitas Rumah Sakit (Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit)
Sebuah rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan lokasi
harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata
ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan
rumah sakit.
Bangunan rumah sakit harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. Bangunan rumah
sakit paling sedikit terdiri atas ruang:
1. Rawat jalan; 12. Ruang ibadah, ruang tunggu;
2. Ruang rawat inap; 13. Ruang penyuluhan kesehatan
3. Ruang gawat darurat; masyarakat rumah sakit;
4. Ruang operasi; 14. Ruang menyusui;
5. Ruang tenaga kesehatan; 15. Ruang mekanik;
6. Ruang radiologi; 16. Ruang dapur;
7. Ruang laboratorium; 17. Laundry;
8. Ruang sterilisasi; 18. Kamar jenazah;
9. Ruang farmasi; 19. Taman;
10. Ruang pendidikan dan latihan; 20. Pengolahan sampah; dan
11. Ruang kantor dan administrasi; 21. Pelataran parkir yang mencukupi.
Prasarana rumah sakit dapat meliputi:
a. Instalasi air; g. Petunjuk, standar dan sarana
b. Instalasi mekanikal dan evakuasi saat terjadi keadaan
elektrikal; darurat;
c. Instalasi gas medik; h. Instalasi tata udara;
d. Instalasi uap; i. Sistem informasi dan komunikasi;
e. Instalasi pengelolaan limbah; j. Ambulan.
f. Pencegahan dan penanggulangan
kebakaran;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
8
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
9
2.1.7.1. Definisi
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) merupakan badan penghubung antara
staf medis dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit sehingga anggotanya terdiri dari
dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan
apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Selain itu juga membuat kebijaksanaan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan penilaian dan pemilihan obat dirumah sakit agar didapat penggunaan yang
rasional.
PFT dipimpin oleh seorang dokter, sedangkan apoteker berada pada
jabatan sekretaris. Tugas utama panitia ini adalah menyeleksi obat yang
memenuhi standar kualitas terapi obat yang efektif, mengevaluasi data klinis obat
baru atau bahan yang diusulkan untuk dipakai di rumah sakit, mencegah duplikasi
pengadaan obat, menganjurkan penambahan-penambahan dan penghapusan obat
dari formularium rumah sakit dan mempelajari reaksi obat yang merugikan.
2.1.7.2. Tujuan
Adapun tujuan dari Paniti Farmasi dan Terapi adalah sebagai berikut:
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan dan penggunaan obat
secara rasional serta evaluasinya.
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan
kebutuhan.
c. Menigkatkan efektivitas, keamanan, dan nilai ekonomis dari penggunaan obat
di rumah sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
10
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
11
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
12
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
13
2.2.3. Tugas dan Tanggung Jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit (Siregar, 2004)
Tugas utama IFRS adalah sebagai pengelola kegiatan, mulai dari
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung
kepada penderita, penerangan informasi obat sampai dengan pengendalian semua
perbekalan kesehatan/sediaan farmasi yang beredar yang digunakan dalam rumah
sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun untuk semua unit
termasuk poliklinik rumah sakit. Berkaitan dengan tugas pengelolaan tersebut,
IFRS harus mempersiapkan terapi obat yang optimal bagi semua penderita serta
menjamin pelayanan bermutu tinggi dan yang paling bermanfaat dengan
biaya minimal.
IFRS juga bertanggung jawab untuk mengembangkan pelayanan farmasi
yang luas serta terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan
berbagai bagian/unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik,
dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih
baik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
14
2.2.5. Fasilitas dan Bangunan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit)
2.2.5.1. Bangunan
Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi ketentuan dan
perundangan-undangan kefarmasian yang berlaku :
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
15
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
16
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
17
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
18
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
19
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
20
c. spesifikasi produk
d. sumber pasokan.
Kewajiban apoteker adalah menetapkan dan memelihara standar untuk
menjamin mutu, penyimpanan yang tepat, pengendalian dan penggunaan yang
aman dari semua sediaan farmasi, dan pasokan yang berkaitan (misalnya
perlengkapan pemberian infus); tanggung jawab ini tidak boleh diserahkan kepada
individu lain. Walaupun operasional pembelian obat dan perlengkapan lain dapat
dilakukan oleh seorang non-apoteker, tetapi penetapan standar dan spesifikasi
mutu memerlukan pengetahuan dan pertimbangan profesional yang dilakukan
hanya oleh apoteker rumah sakit.
2.3.1.1. Rekaman
Apoteker wajib mengadakan dan memelihara sistem pemeliharaan
rekaman. Berbagai rekaman harus disimpan dan mampu ditelusuri (retrievable)
oleh IFRS. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, berbagai rekaman disimpan
untuk perlindungan hukum, untuk akreditasi dan untuk manajemen yang baik,
yaitu untuk mengevaluasi produktivitas, beban kerja dan pengeluaran biaya, dan
penilaian pertumbuhan dan kemajuan IFRS. Rekaman harus disimpan paling
sedikit selama waktu yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
21
rumah sakit. Semua obat harus ditempatkan dalam tempat persediaan. Segera
setelah diterima dan obat terkendali harus segera disimpan di dalam lemari besi
atau tempat lain yang aman.
2.3.1.3. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan suatu aspek penting dari sistem pengendalian
obat menyeluruh. Pengendalian lingkungan yang tepat, yaitu suhu, cahaya,
kelembaban, kondisi sanitasi, ventilasi, dan pemisahan) harus dipelihara apabila
obat-obatan dan perlengkapan lainnya disimpan di rumah sakit. Pengaturan
penyimpanan dibuat sedemikian agar obat-obatan dapat diperoleh dengan mudah
oleh personel yang ditunjuk dan diberi wewenang.
Tanggal kadaluarsa dari obat yang tidak stabil harus diperhatikan dalam
semua lokasi tersebut di atas dan persediaan harus dirotasi. Hal ini mencakup
audit bulanan terhadap semua unit harus diadakan. Hasil audit harus
didokumentasikan.
2.3.1.4. Manufaktur
Produk obat yang diproduksikan oleh IFRS harus akurat dalam identitas,
kekuatan, kemurnian, dan mutu seperti sediaan obat yang dipasarkan secara
komersil. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses dan produk akhir untuk
semua sediaan yang dimanufaktur atau pembuatan sediaan ruah dan operasi
pengemasan yang memadai. Formula induk terdokumentasi dan rekaman bets
harus dipelihara. Semua personel teknis harus di bawah pengawasan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
BAB 3
TINJAUAN UMUM
RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
22 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
23
3.2. Tujuan, Visi, Misi, Motto, dan Tugas Pokok Rumah Sakit Marinir
Cilandak
3.2.1.Tujuan
Tujuan Rumah Sakit Marinir Cilandak adalah sebagai berikut :
a. Tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi personil militer,
TNI AL khususnya marinir agar selalu siap operasional.
b. Terpeliharanya kesiapan Rumah Sakit Marinir Cilandak agar selalu siap dalam
memberikan dukungan kesehatan pada operasi Korps Marinir.
c. Terlaksananya pelayanan kesehatan secara profesional bagi anggota dan
keluarganya serta masyarakat umum, tanpa memandang agama, golongan,
kedudukan, dan pangkat.
3.2.2.Visi
Menjadi Rumah Sakit TNI AL yang berkualitas dan mampu melaksanakan
dukungan kesehatan pada operasi militer dan pelayanan kesehatan yang
profesional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
24
3.2.3.Misi
Misi Rumah Sakit Marinir Cilandak adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan sarana dan prasarana guna terlaksananya dukungan dan
pelayanan kesehatan.
b. Meningkatkan sumber daya manusia agar dapat mencapai sasaran program
secara berhasil guna dan berdaya guna.
3.2.4.Motto
Motto Rumah Sakit Marinir Cilandak adalah “Kepuasan Anda Kebanggaan
Kami.”
3.2.5.Tugas Pokok
Rumah Sakit Marinir Cilandak bertugas melaksanakan dukungan kesehatan
dan pelayanan kesehatan spesialistik dan subspesialistik terbatas bagi personil
militer dan Pegawai Negeri Sipil TNI AL beserta keluarganya di wilayah barat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
25
Tulang, Bedah Urologi, Bedah Syaraf, THT, Mata, Kulit dan Kelamin, Saraf,
Anestesi, Radiologi, Patologi Klinik dan Jiwa).
Pelayanan rawat jalan yang tersedia di Rumah Sakit Marinir Cilandak terdiri
dari :
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
26
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
27
3.7. Formularium
Rumah Sakit Marinir Cilandak telah memiliki formularium rumah sakit
yang berisi kelas terapi obat, nama obat, sediaan, nama dagang, dan nama
produsen obat. Susunan daftar obat ini dievaluasi setiap setahun sekali oleh tim
komite medik berdasarkan kualitas, potensi obat, dan harga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
28
tindakan operasi (bedah umum, bedah ortopedi, bedah kandungan, dan bedah
urologi).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
29
menguraikan limbah serta pengobatan dengan kaporit dan kemudian air dialirkan
ke Sungai Krukut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
BAB 4
TINJAUAN KHUSUS
DEPARTEMEN FARMASI RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
30 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
31
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
32
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
33
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
34
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
35
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
36
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
37
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
38
Sistem pengeluaran obat atau barang dilakukan menurut metode First In First Out
(FIFO) dan First Expired First Out (FEFO).
4.6.1.5. Pendistribusian
Sistem pendistribusian di gudang farmasi dibagi menjadi dua yaitu :
a. Distribusi untuk Apotek Dinas berupa obat dan alat kesehatan
b. Distribusi untuk ruang rawat inap, ruang ICU, Ruang OK, UGD, dan
laboratorium berupa material kesehatan seperti kasa, verban, desinfektan,
alkohol, reagen, cairan infus, obat gawat darurat, dan alat kesehatan yang
dilakukan dengan sistem yang disebut “amprahan”.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
39
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
40
c. Apabila sudah mendapat persetujuan dari Dan Rumkit atau Wadan Rumkit,
pasien dapat membawa kembali resepnya ke Apotek Yanmasum untuk
mendapatkan obat.
d. Obat-obatan yang sudah direstitusi dapat diberikan untuk 3 hari. Untuk
penyakit kronik dapat diberikan 30 hari.
Jenis restitusi yang dapat diberikan adalah obat dengan resep dokter RSMC
yang disetujui oleh Dan Rumkit atau Wadan Rumkit, serta kacamata untuk
anggota RSMC sesuai ketentuan dan berdasarkan resep dokter mata. Sedangkan
jenis restitusi yang tidak dapat diberikan antara lain obat-obat tradisional, susu,
obat pelangsing, kosmetik, vitamin, hormon, dan mineral. Persetujuan oleh
pejabat yang berwenang memperhatikan pertimbangan urgency dari pemberian
obat kepada pasien, jenis dan harga obat serta patokan dukungan anggaran non
APBN per bulan. Pembayaran dari dana non APBN dilakukan setelah dibuat
rekapitulasi per bulan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
41
4.7.4.Penyimpanan
Penyimpanan obat dikelompokkan berdasarkan jenis sediaan, yaitu sedian
tablet, sirup, injeksi, dan alat kesehatan, kemudian disusun secara alfabetis.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
42
4.8.4. Penyimpanan
Pengelompokan barang di Apotek Yanmasum dilakukan berdasarkan bentuk
dan jenis sediaan. Sediaan padat dan cair serta alat kesehatan dipisahkan dalam
penyimpanan. Terdapat lemari khusus untuk menyimpan obat injeksi dan lemari
es untuk menyimpan jenis-jenis obat yang termolabil seperti suppositoria dan
vaksin. Lemari khusus untuk menyimpan sediaan cair memiliki pemisahan
tersendiri untuk jenis sirup antibiotik. Setelah pengelompokan berdasarkan bentuk
dan jenis sediaan, obat disusun berdasarkan alfabetis.
Apotek Yanmasum tidak memiliki ruangan khusus untuk menyimpan
persediaan obat dan alat kesehatan (gudang), namun persediaan disimpan pada
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
43
4.9.1.Jam Kerja
Pelayanan di Apotek Askes dilakukan setiap hari kerja selama 24 jam. Jam
kerja tenaga personalia dibagi menjadi dua shift, yaitu pukul 07.00 – 14.30 WIB
dan pukul 14.30 – 07.00 WIB. Untuk shift pukul 14.30 – 07.00 WIB, pelayanan di
Apotek Askes dilakukan hanya sampai pukul 21.00, setelah itu pelayanan untuk
pasien Askes akan diberikan di Apotek Yanmasum.
4.9.2.Jenis Pelayanan
Apotek Askes melayani pasien rawat inap dan rawat jalan. Jumlah obat
dan alat kesehatan yang diserahkan kepada pasien Askes disesuaikan dengan
ketentuan pada DPHO Askes. Untuk pasien rawat inap, obat dan alat kesehatan
diambil sendiri oleh pasien atau keluarga pasien sehingga tidak langsung
diserahkan kepada perawat ruangan yang bersangkutan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
44
4.9.4. Penyimpanan
Obat di Apotek ASKES dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaannya,
kemudian disusun secara alfabetis. Setiap pemasukan dan pengeluaran obat
dicatat dalam kartu stok obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
BAB 5
PEMBAHASAN
45 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
46
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
47
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
48
Limbah padat medis dan limbah infeksius, yang telah terkumpul kemudian
dibakar menggunakan incenerator yang berkapasitas 75-100 kg. Pembakaran
limbah tersebut dilakukan tiga hari sekali. Pemusnahan obat yang kadaluarsa dan
rusak juga dilakukan dengan cara dibakar dalam incenerator atau dihibahkan ke
lembaga pendidikan yang membutuhkan. Untuk limbah padat nonmedis, seperti
sampah kering (kertas, kardus, botol plastik, kaleng, pecahan kaca) dan sampah
basah (misalnya sampah dari dapur), proses pengolahannya ditangani oleh dinas
kebersihan yang bekerjasama dengan RSMC.
Proses pembakaran limbah dengan incenerator dilakukan pada suhu
12000C selama kurang lebih satu jam. Tahap selanjutnya adalah proses
pendinginan incinerator. Jika masih ditemukan sisa-sisa limbah yang masih
berbentuk padat, maka limbah dalam incinerator tersebut dibalik dan dilakukan
pembakaran kembali. Total proses pengolahan limbah dengan incinerator dapat
memakan waktu hingga dua jam. Hasil pembakaran di dalam incenerator hanya
berupa abu dan asap. Asap yang dihasilkan oleh incenerator dikeluarkan melalui
cerobong asap yang telah dilengkapi dengan membran filter.
Limbah cair dari seluruh ruangan di RSMC diolah di unit pengolahan
limbah cair. Sistem pengolahan limbah diuji secara berkala untuk memastikan
limbah cair RSMC sesuai standar yang telah ditetapkan, seperti yang terdapat
pada Lampiran 2. Pengujian dilakukan dengan mengirimkan sampel ke Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) setiap 3 bulan sekali. Limbah
yang sudah mengalami pengolahan akhir, setelah dilakukan pengujian dan sudah
tidak mengandung bahan berbahaya yang dapat merusak lingkungan, selanjutnya
dapat dibuang ke sungai Krukut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
49
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
50
Pasien akan mendapat obat yang rasional, paling bermanfaat, paling aman,
dan dengan harga yang terjangkau sehingga ia tidak perlu terlalu lama tinggal di
rumah sakit. Sedangkan bagi rumah sakit, semua obat yang digunakan
dikendalikan oleh IFRS, data terkumpul dengan baik sehingga jika terjadi sesuatu
masalah maka dengan mudah menelusuri penyebabnya. Di samping itu, terjadi
penghematan karena pengadaan obat sudah teratur dengan formularium yang
digunakan saja, tidak ada pengeluaran tambahan untuk pengadaan obat di luar
formularium.
KFT RSMC diharapkan juga dapat meningkatkan peranannya untuk
menunjang pelayanan medis di RSMC, yaitu menggiatkan program-program yang
belum berjalan optimal, yaitu evaluasi penggunaan obat (EPO) dan pemantauan
reaksi obat merugikan (ROM). EPO merupakan program yang mengkaji,
menganalisis, dan menginterpretasi pola penggunaan obat. Hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan secara terus-menerus penggunaan obat yang rasional dan
untuk memastikan bahwa obat digunakan dengan tepat, aman dan efektif.
Pemantauan ROM juga tak kalah penting dilaksanakan. Dengan adanya
program pemantauan ROM, semua kasus yang terjadi rumah sakit dapat
terdokumentasi dengan baik sehingga KFT memiliki acuan untuk menerima atau
menghapus suatu obat dari formularium rumah sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
51
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
52
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
53
Rumah Sakit Marinir Cilandak. DPK merupakan dana yang diberikan Diskesal
setiap tiga bulan sekali untuk menutupi kekurangan pengadaan obat dari Lafial.
Sistem pengadaan perbekalan farmasi di Apotek Yanmasum dan Apotek
Askes berbeda dengan pengadaan untuk Apotek Dinas. Pengadaan di Apotek
Yanmasum dan Apotek Askes dilakukan dua kali dalam satu minggu secara
pembelian langsung. Dana yang digunakan berasal dari dana operasional apotek.
Apotek Yanmasum menyediakan obat sesuai dengan formularium RSMC,
sedangkan Apotek Askes menyediakan obat sesuai Daftar Plafon Harga Obat
(DPHO) yang diterbitkan PT Askes.
5.2.3 Penerimaan
Setiap penerimaan barang di gudang farmasi, Apotek Askes, atau Apotek
Yanmasum dilakukan pencatatan di buku induk dan dibuat laporan. Barang yang
diterima diperiksa terlebih dahulu kesesuaian nama, jumlah, batch, kadaluarsa,
dan kondisi barang secara keseluruhan. Barang yang telah diterima kemudian
disimpan di gudang dan disusun berdasarkan asal dan peruntukkan barang
tersebut.
Pengaturan perbekalan farmasi yang baik adalah dibedakan menurut
bentuk sediaan dan jenisnya, menurut suhu dan kestabilannya, mudah tidaknya
meledak/terbakar dan tahan/tidaknya terhadap cahaya disertai dengan sistem
informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai
kebutuhan (Departemen Kesehatan RI, 2008). Berdasarkan teori tersebut, syarat
gudang yang baik telah dipenuhi oleh gudang farmasi RSMC.
Gudang farmasi RSMC terdiri atas satu lantai dan tidak banyak sekat,
dilengkapi dengan pendingin ruangan, adanya rak untuk menyusun perbekalan
farmasi, serta adanya tabung pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik.
Beberapa hal yang belum memadai, yaitu belum adanya lemari khusus untuk
menyimpan obat golongan narkotika dan psikotropika. Obat golongan narkotika
dan psikotropika masih disimpan dalam lemari biasa yang selalu dalam keadaan
terkunci. Bahan-bahan yang mudah terbakar seperti alkohol, eter, atau aseton,
belum terdapat ruang penyimpanan khusus sehingga penyimpanan barang-barang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
54
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
55
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
56
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
57
Pola peresepan di RSMC secara umum sudah dipahami oleh para asisten
apoteker pada Apotek Dinas dan Apotek Yanmasum. Oleh karena itu, bila
apoteker berhalangan hadir, asisten apoteker dapat membantu melakukan
pengkajian kerasionalan resep. Jika ditemukan adanya resep yang tidak lazim,
asisten apoteker senior akan melaporkannya kepada apoteker untuk diberikan
tindak lanjutnya.
Pelayanan farmasi klinik Apotek Askes dinilai sudah lebih baik
dibandingkan kedua apotek sebelumnya. Hal ini disebabkan Apotek Askes sudah
memiliki seorang tenaga profesi apoteker yang berfokus pada pelayanan farmasi
klinik untuk pasien Askes. Setiap resep yang masuk di Apotek Askes diperiksa
kerasionalannya oleh apoteker yang bertugas di Apotek Askes pada jam dinas.
Jika obat-obatan yang diberikan tidak sesuai dengan standar terapi atau tidak
termasuk dalam DPHO Askes, maka apoteker atau asisten apoteker akan
menghubungi dokter penulis resep tersebut.
Pengecekan kerasionalan resep harus dilakukan untuk mencegah duplikasi
obat pada pasien. Pasien Apotek Askes ditemukan sering mengalami polifarmasi
karena pasien umumnya tidak hanya berobat pada satu poli saja. Penyerahan obat
kepada pasien telah disertai dengan informasi penggunaannya. Namun, karena
banyaknya resep yang masuk maka kegiatan konseling belum dapat dilaksanakan
oleh apoteker. Namun demikian, apoteker mempersilakan pasien untuk
menghubungi apotek jika ingin mengetahui informasi mengenai obat yang
diterimanya.
Untuk memaksimalkan peranan apoteker dalam kegiatan farmasi klinik
disarankan kepada pimpinan RSMC untuk mengajukan penambahan tenaga
profesi apoteker. Penambahan tenaga ini perlu dilakukan karena belum
memadainya jumlah tenaga profesi apoteker berimbas pada kurangnya interaksi
apoteker dengan tenaga medik lainnya, yaitu dokter dan perawat, untuk menjamin
terapi yang rasional untuk setiap pasien serta melakukan pemantauan dan
pelaporan efek samping obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
58
Tabel di atas memberikan gambaran beban kerja yang cukup berat bagi
tenaga farmasi di masing-masing apotek. Sekitar 3/4 resep dokter dalam satu hari
masuk pada jam dinas, yaitu pukul 07.00 - 15.30. Namun demikian, waktu puncak
ramainya pasien apotek adalah pukul 11.00 – 14.00, yaitu ketika pasien kembali
dari berbagai poli untuk menebus resep. Pada jam sibuk ini, lebih dari 90% resep
yang masuk pada jam dinas harus dikerjakan oleh tenaga farmasi masing-masing
apotek.
Jumlah inti tenaga farmasi Apotek Dinas adalah 10 orang, namun pada
jam dinas seringkali hanya terdapat 6-7 orang saja. Berkurangnya jumlah tenaga
farmasi pada jam dinas disebabkan adanya tenaga farmasi yang baru selesai
bertugas jaga malam atau baru akan hadir pada pukul 14.30 untuk melaksanakan
jaga malam. Hal ini juga berlaku untuk tenaga farmasi pada Apotek Yanmasum
dan Apotek Askes.
Dengan asumsi 90% dari 3/4 resep yang masuk pada jam dinas harus
dikerjakan pada pukul 11.00 – 14.00, maka setiap tenaga farmasi di Apotek Dinas
mendapat beban masing-masing 29 - 34 lembar resep dalam rentang waktu 3 jam.
Untuk tenaga Apotek Yanmasum, jumlah yang harus dikerjakan sekitar 14 – 17
lembar, dan Apotek Askes rata-rata 29 lembar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
59
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di Rumah Sakit Marinir Cilandak
meliputi pelayanan farmasi klinik dan non klinik. Fungsi pelayanan non klinik
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi,
produksi, dan pengawasan perbekalan farmasi. Fungsi pelayanan klinik berupa
pemberian informasi obat dan pemberian konseling kepada pasien.
2. Peran apoteker di Departemen Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak masih
lebih banyak terfokus pada fungsi non klinik, seperti perencanaan dan
pengadaan perbekalan farmasi. Fungsi pelayanan klinik, seperti pemberian
informasi obat dan konseling pasien, belum dilaksanakan secara rutin.
3. Kendala atau tantangan pada pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Marinir
Cilandak meliputi belum berjalannya pelayanan farmasi klinik secara optimal,
belum memadainya sumber daya apoteker, belum adanya kebijakan yang
mendukung penggunaan obat yang rasional, dan belum diterapkannya sistem
distribusi obat rawat inap dosis unit, serta belum optimalnya peranan Panitia
Farmasi dan Terapi dalam menetapkan dan mengawasi kebijakan penggunaan
obat di lingkungan Rumah Sakit Marinir Cilandak.
6.2 Saran
1. Perlu ditambahkannya jumlah tenaga apoteker di Rumah Sakit Marinir Cilandak
sehingga pelayanan farmasi klinik dapat diterapkan di dalam Rumah Sakit.
2. Perlu diselenggarakannya pendidikan dan pelatihan secara rutin bagi seluruh
staf Departemen Farmasi Rumah Sakit Marinir Cilandak sehingga dapat
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Departemen Farmasi Rumah
Sakit Marinir Cilandak.
60 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
61
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Klinik dan Penerapan. Jakarta: penerbit
Buku Kedokteran EGC.
62 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
63
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
64
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
65
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
66
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
67
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
68
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
69
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
70
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
71
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
72
Lampiran 10. Flowchart Rawat Jalan Tingkat Lanjutan Pasien Askes pada
Kunjungan Pertama
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
73
Lampiran 11. Flowchart Rawat Inap Tingkat Lanjutan Pasien Askes pada
Rawat Inap Pertama
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
74
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
75
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
76
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
77
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
78
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
79
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
80
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
81
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
OLEH :
ANITA AYU DWI AJIE SAPUTRI, S.Farm.
1106046673
ANGKATAN LXXIV
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
OLEH :
ANITA AYU DWI AJIE SAPUTRI, S.Farm.
1106046673
ANGKATAN LXXIV
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... v
iii
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Dosis insulin berdasarkan kadar glukosa darah sewaktu................. 10
Tabel 2.2 Klasifikasi insulin berdasarkan masa kerja ..................................... 11
Tabel 3.1 SOAP perkembangan Penyakit Pasien ........................................... 30
Tabel 3.2 Interpretasi pemeriksaan EKG ....................................................... 34
Tabel 3.3 Pemeriksaan laboratorium pasien .................................................. 45
Tabel 3.4 Identifikasi Drug Related Problems pasien .................................... 36
iv
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Pengobatan pasien selama di Rumah Sakit ................................ 49
Lampiran 2. Rekomendasi Waktu Penggunaan Obat dengan Benar ............... 50
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
2
1.2 Tujuan
a. Menganalisis ada atau tidaknya DRP pada pengobatan salah satu pasien yang
di rawat di instalasi rawat inap Paviliun E Rumah Sakit Marinir Cilandak.
b. Mengidentifikasi DRP pada pengobatan salah satu pasien yang di rawat di
instalasi rawat inap Paviliun E Rumah Sakit Marinir Cilandak.
c. Memberikan penyelesaian DRP pada pengobatan salah satu pasien yang di
rawat di instalasi rawat inap Paviliun E Rumah Sakit Marinir Cilandak.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. Berdasarkan penyebabnya
a. Masalah karena pemilihan obat (Drug selection).
DRP yang disebabkan karena pemilihan obat, antara lain: obat yang
digunakan tidak tepat (kontraindikasi), pemakaian obat tanpa indikasi,
3 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
4
kombinasi obat dengan makanan atau obat-obatan lainnya tidak tepat, terlalu
banyak obat diresepkan untuk suatu indikasi, banyak biaya yang dikeluarkan
untuk obat, obat yang dibutuhkan untuk pencegahan/yang bekerja sinergis
tidak diberikan, serta ada indikasi tetapi tidak diterapi.
b. Pemilihan bentuk atau jenis sediaan obat (Drug form )
DRP yang berhubungan dengan kesalahan pemilihan bentuk obat yang
tidak tepat diberikan kepada pasien.
c. Pemilihan dosis (Dose selection)
Penyebab DRP yang berhubungan dengan pemilihan dosis atau jadwal
pengobatan yang tidak tepat. Hal ini dapat disebabkan karena dosis obat terlalu
rendah, dosis obat terlalu tinggi, frekuensi rejimen dosis yang diberikan tidak
cukup, frekuensi rejimen dosis yang diberikan terlalu sering, tidak ada
pemantauan terapi obat, masalah farmakokinetik yang membutuhkan
penyesuaian dosis, atau kerusakan/keparahan penyakit yang memerlukan
penyesuaian dosis.
d. Lama pengobatan (Treatment duration)
Penyebab DRP yang disebabkan lama pengobatan yang terlalu singkat,
atau lama pengobatan yang terlalu panjang.
e. Proses penggunaan/pemberian obat (Drug use process)
DRP yang disebabkan karena berkaitan dengan tidak tepatnya waktu
pemberian dan/atau interval pemberian dosis, obat kurang lengkap, obat
berlebihan, obat tidak diberikan/diminum semua, obat yang diberikan
salah/keliru, penggunaan obat yang salah, dan pasien tidak dapat menggunakan
obat sesuai petunjuk.
f. Persediaan (Logistic)
Masalah terkait obat yang terjadi karena proses peresepan. Hal ini dapat
disebabkan karena obat yang diresepkan tidak tersedia, kesalahan dalam
peresepan (informasi yang diperlukan tidak ada/hilang), dan kesalahan
pemberian obat (salah obat/dosis tidak ditulis/ditiadakan).
g. Masalah pasien (Patient)
DRP yang disebabkan karena pasien dan perilaku pasien itu sendiri, terkait
dengan pasien lupa minum obat, pasien menggunakan obat yang tidak perlu
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
5
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
6
2.2.2.2 Patofisiologi
Penyebab disfungsi sistolik adalah penurunan massa otot (misalnya infark
miokardial), kardiomiopati yang terdilasi, serta hipertrofi ventrikel. Penyebab
fungsi diastolik adalah peningkatan kekeakuan ventrikel, hipertrofi ventrikel,
penyakit miokardial yang bersifat infiltrasi, iskemi maupun infark miokardial,
stenosis pada katup mitral maupun trikuspidalis dan penyakit perikardial.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
7
2.2.2.4 Diagnosis
Diagnosis pada gagal jantung kongestif adalah sebagai berikut:
a. Dapat terdengar bunyi bunyi jantung ketiga.
b. Identifikasi radiologi adanya kongesti paru dan pembesaran ventrikel.
c. Identifikasi pembesaran ventrikel dengan MRI (magnetic resonance imaging)
atau ultrasonografi).
d. Pengukuran tekanan diastolik akhir ventrikel dengan sebuah kateter yang
dimasukkan ke dalam arteri pulmonalis (mencerminkan tekanan ventrikel kiri)
atau vena kava (mencerminkan tekanan ventrikel kanan).
e. Ekokardiografi dapat memperlihatkan dilatasi abnormal ruang-ruang jantung
dan kelainan kontraktilitas.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
8
2.2.2.5 Terapi
Penatalaksanaan terapi untuk jantung kongestif adalah sebagai berikut:
a. Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan jantung.
b. Diberikan diuretik untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran balik
vena dan peregangan terhadap serat-serta otot jantung berkurang.
c. Diberikan digoksin untuk meningkatkan kontraktilitas. Digoksin bekerja
secara kontraksi tanpa bergantung pada panjang serat otot. Hal ini akan
mengakibatkan peningkatan curah jantung sehingga volume dan peregangan
ruang ventrikel berkurang.
d. Diberikan penghambat ACE (angiotensin converting enzyme) untuk
menurunkan pembentukan angiotensin II. Hal ini mengurai afterload (total
peripheral resistance-TPR) dan preload (volume plasma).
e. Nitrat juga diberikan untuk mengurangi afterload dan preload.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
9
c. Polidipsi
Akibat volume urin meningkat menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel akan mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air dari intrasel akan
berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang
besifat hipertonik (lebih pekat). Dehidrassi intrasel ini merangsang sekresi
ADH sehingga menimbulkan rasa haus.
d. Polifagia
Akibat dari hiperglikemia, viskositas darah meningkat sehingga aliran darah
menuju otak dan organ lainnya menjadi lambat dan merakngasgn pengeluaran
perintah rasa lapar sehingga terjadi peningkatan selera makan.
e. Penurunan berat badan
Glukosuria menyebabkan kehilangan kalori cukup besar (4,1 kal untuk setiap
gram karbohidrat yang dikeuarkan), ditamabah dengan peningkatan lipolisis
akan mengakibatkan penurunan berat badan.
f. Rasa lemas dan kelelahan
Akibat katabolisme protein di otot dan ketidaknyamanan sebagian besar sel
untuk menggunakan glukosa sebagai energi dapat menimbulkan rasa lemas dan
kelelahan
g. Luka sukar sembuh
Kadar glukosa darah yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi bakteri
jika terjadi luka (infeksi), di samping itu aliran darah yang melambat karena
viskositass darah meningkat menyebabkan hantaran oksigen dan leukosit ke
daerah luka menjadi terhambat dan mengakibatkan luka menajdi sukar sembuh.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
10
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
11
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
12
2. Bigunaid (metformin)
Golongan bigunaid mempunyai efek menurunkan kadar glukosa
darah yang meningkat pada penderita diabetes, tetapi tidak
meningkatkan sekresi insulin. Selain itu, metformin meningkatkan
sensitivitas insulin di hati dan jarang periferal (otot).
3. Glinid
Obat – obat tersebut yang termasuk golongan ini adalah Repaglinid
dan Nateglinid.
4. Thiazolidindion
Mekanisme kerja obat golongan ini yaitu dengan meningkatkan
sensitivitas insulin pada otot dan jaringan adipose dan mengahambat
glukoneogenesis. Obat-obat yang termasuk golongan ini adlaah
Pioglitazon dan Rosiglitazon.
5. Penghambat α-glukosidase
Mekanisme kerja obat golongan ini yaitu menghambat enzim a
glukosidase sehingga mencegah penguraian sukrosa dan kabohidrat
kompleks dalam usus halus sehingga dapat memperlambat atau
menghambat penyerapan karbohidrat. Obat-obat yang termasuk dalam
golongan ini adalah akarbose dan miglitol.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
13
nosokomial (PN) adalah pneunomia yang terjadi > 48 jam setelah dirawat di
rumah sakit, baik di ruang rawat ataupun ICU, tetapi tidak sedang menggunakan
ventilator. Pneunomia berhubungan dengan penggunaan ventilator (PBV) adalah
pneunomia yang terjadi setelah 48 – 72 jam setelah intubasi trakeal. Pneunomia
adalah peradangan yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveloli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringa paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
2.2.4.2 Patogenesis
Proses patogenesis pneunomia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan
imunitas hospes, mikroorganisme yang menyerang pasien, dan lingkungan. Faktor
resiko lainnya pada PK antara lain:
1. Pneumokokkus yang resisten penisili dan obat lain.
2. Pada usia > 65 tahun, pengobatan betalaktam dalam 3 bulan terakhir,
alkoholisme, penyakit imunosupresif, penyakit penyerta jamak, kontak pada
klinik lansia.
3. Patogen gram negatif
4. Tinggal di rumah jompo, penyakit kardiopolmunal penyerta, penyakit
penyerta yang jamak, baru selesai mendapat terapi antibiotik.
5. Pseudomonas aeruginosa
6. Penyakit paru struktural (broniestasis), terapi kortikosteroid ( > 10 mg
prednison/ hari), terapi antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan
sebelumnya, dan malnutrisis.
Patogenesis terjadinya pneunomia nososkomial adalah patogen yang
sampai ke trakea terutama berasal dari aspirasi bahan orofaring, kebocoran
melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi, dan sumber bahan patogen yang
mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. Pneunomia nosokomial terjadi akibat
infeksi bila patogen yang masuk saluran napas bagian bawah mengalami
kolonisasi setelah dapat melewati hambatan mekanisme pertahanan hospes berupa
daya tahan mekanik (epitel, silia, dan mukus), humoral (antibodi dan komplemen)
dan selular (leukosit, makrofag, limfosir, dan sebagainya). Kolonisasi terjadi
akibat adanya berbagai faktor hospes dan terpai yang telah dilakukan yaitu adanya
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
14
2.2.4.3 etiologi
Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya
infeksi melalui droplet yang sering disebabkan Streptococcus pneunomiae,
melalui selang infus oleh staphylococcus aureus, dan infeksi pada pemakaian
ventilator oleh P. Aeruginosa dan Enterobacter. Pada masa kini terjadi perubahan
pola mikroorganisme penyebab infeksi saluran napas akibat gangguan imunitas
dan penyakit kronis pad hospes, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik
yang tidak tepat sehingga menyebabkan perubahan karakteristik kuman.
Akibatnya, terjadi peningkatan patogenesis, terutama S.aureus, B.catarrhalis, H.
Influenza, dan Enterobacter.
Pada pneunomia nosokomial (PN), faktor risiko utama untuk patogen
tertentu, misalnya:
a. Staphylococcus aureus dan Methicillin Resistent S. Aureus: koma, cedera
kepala, influenza, pemakaian obat IV, DM, dan gagal ginjal.
b. P. Aeruginosa: pernah mendapatkan antibiotik, ventilator > 2 hari, lama
dirawat di ICU, terapi steroid/ antibiotik, kelainan struktur paru, dan malnutrisi.
c. Bakteri anaerob: selesai operasi abdomen, aspirasi.
2.2.4.4 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pneunomia secara umum yaitu demam yang meningkat
tajam, batuk produktif, sputum bewarna atau berdarah, nyeri dada, takikardi, dan
takipnea.
2.2.4.5 Diagnosis
Diagnosis pneunomia dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Manifestasi klinis
2. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis. Penyakit pneunomia
memiliki gambaran radiologis. Penyakit pneunomia memiliki gambaran
radiografi yang khas.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
15
2.2.4.6 Terapi
Dalam menangani pneunomia, dilakukan terapi suportif dan terapi
antibiotik. Terapi suportif yang diberikan yaitu terapi oksigen untuk mencapai
P2O2 80-100 mmHg dengan SaO2 95 – 96 % berdasarkaan pemeriksaan analisis
gas darah, humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak dapat
diberikan bronkodilator bila terjadi bronkospasme. Fisioterapi digunakan untuk
pengeluaran dahak, pengaturan cairan, nutrisi, dan pengendalian demam.
Untuk terapi antibiotik, disarankan untuk menggunakan antibiotik
spektrum luas jika hasil kultur belum diketahui. Setelah kultur diketahui,
sempitkan spektrum. Pada umumnya, spektrum aktivitas antibiotik apapun tidak
mencakup semua bakteri penting yang biasanya terjadi penyebab pneunomia
nosokomial, kecuali sefpirom dan karbapenem.
Sefpirom dan karbapenem memiliki spektrum yang mencakup sebagian
besar kuman penyebab infeksi nosokomial. Namun, kedua obat ini kurang efektif
terhadap MRSA (Methicillin Resistent Staphylococcus aureus). Antibiotik yang
dapat digunakan untuk MRSA adalah vakomisin atau linezolid.
Pilihan antibiotik untuk Streptococcus pneunomia adalah levofloksasin
atau moksifloksasin karena Streptococcus pneunomia resisten terhadap golongan
penisillin. Pilihan antibiotik yang digunakan untuk bakteri gram negatif adalah
kombinasi antara antibiotik golongan β-laktam atau β laktamase inhibitor
(piperisilin-tazobaktam) dengan golongan antibiotik golongan kuinolon
antipseudomonas (siprofloksasin) atau kombinasi antara antibiotik golongan
aminoglikosid (amikasin, gentamisin, atau tobramisin) dengan antibiotik golongan
linezolid atau vankomisin.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
16
2.2.5.3 Klasifikasi
Berdasarkan morfologinya, struma dibedakan menjadi:
a. Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun
relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan yang banyak biasanya terjadi
selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine,
kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang
cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang
terbatas. Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan
koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
17
2.2.5.4 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis pada keadaan struma secara umum adalah sebagai berikut:
a. Adanya benjolan pada leher depan bagian tengah, dan lama pembesarannya
b. Usia dan jenis kelamin: Nodul tiroid timbul pada usia < 20 tahun atau > 50
tahun dan jenis kelamin laki-laki resiko malignancy tinggi (20-70%).
c. Riwayat radiasi daerah leher & kepala pada masa anak-anak serta riwaya
keluarga pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
18
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
19
2.2.5.6 Penatalaksanaan
1. Konservatif/medikamentosa
Penatalaksaannya pada pasien usia tua, pasien sangat awal, rekurensi pasca
bedah, pada persiapan operasi, struma residif, pada kehamilan, misalnya pada
trimester ke-3. Untuk struma non toksik dengan iodium, atau dengan ekstrak
tiroid 20-30 mg/dl.
2. PTU (Propiltiourasil = 100-200 mg ).
PTU merupakan obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi
pada sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi
tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai
eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5
mg/hari selama 12-18 bulan.
3. Lugol 5 – 10 tetes
Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin dan mengurangi
vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid. Obat ini digunakan 10-21 hari
sebelum operasi. Namun, sekarang tidak digunakan lagi, oleh karena
propanolol lebih baik dalam mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar.
Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari.
4. Iodium (I131)
I131 biasanya digunakan diberikan pada pasien yang telah diterapi dengan
obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid.
5. Radioterapi
Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan
resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren.
Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
6. Operasi
Jenis- jenis operasi yang dapat dilakukan adalah:
a. Isthmulobektomi, dengan mengangkat isthmus
b. Lobektomi, dengan mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
c. Tiroidektomi total, dengan mengangkat semua kelenjar tiroid
d. Tiroidektomi subtotal bilateral, dengan mengangkat sebagian lobus kanan
dan sebagian kiri.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
20
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
21
Indikasi: Mengobati infeksi pada saluran napas bawah, infeksi akut otitis media,
kulit, infeksi tulang, infeksi saluran poencernaan dan saluran kemih,
PID (Pelvic Inflammatory disease), meningitis, profilaksis sebelum
operasi, serta gonorhae.
Efek samping: Agranulosistosis, trombositopenia, anemia aplastik, edema, tremor,
mual, muntah, perdarahan lambung.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
22
Indikasi: Penanganan edema yang berhubungan dengan gagal jantung koroner dan
penyakit hati
Mekanisme kerja: Inhibisi reabsorpsi natrium dan klorida pada jerat Henle menaik
dan tubulus ginjal distal, mempengaruhi sistem kotranspor
ikatan klorida, selanjutnya meningkatkan ekskresi air,
natrium, klorida magnesium dan kalsium.
Dosis: 1. Oral: Dosis awal 20-80 mg/dosis,dengan peningkatan 20-40 mg/dosis
pada interval 6-8 jam; umumnya dosis pemeliharaan adalah dua kali
sehari atau setiap hari; mungkin dititrasi lebih dari 600 mg/hari pada
keadaan edermatous parah.
2. IV/IM : 20-40 mg/dosis, yang mungkin diulang 1-2 kali sesuai
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
23
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
24
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
25
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
26
jaringan ekstrahepatik/perifer.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap glikuidon, porfiria, ketoasidosis diabetik
dengan atau tanpa koma, penderita gangguan fungsi hati dan ginjal
Efek Samping:
1. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, konstipasi, sakit perut, dan
hipersekresi asam lambung.
2. Gangguan susunan syaraf pusat berupa sakit kepala, vertigo, bingung, ataksia
dan lain sebagainya.
3. Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulosistosis
dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali.
Indikasi: Terapi pada penyakit saluran pernafasan akut dan kronik yang disertai
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
27
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
28
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
BAB 3
STUDI KASUS
29 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
30
Hasil diagnosis dokter sementara terhadat penyakit pasien dibagi menjadi 2, yaitu:
Tgl S O A P
24/2 Sesak(+) Keadaan Umum: CAD Digoksin 1x 25 mg
Kesadaran:Berat,CM CHF Lasix 2 x 1 ampul
TD=155/87 Struma Captopril 2 x 25 mg
Nadi= 96x/ menit DM ISDN 3 x 5 mg
R= 33x/ menit Hipokalemia Diet DM 6 x 100 kkal= 600 cc
Core/ P = Rh +/+ kkal
WHz -/- KCL 50 mEq/ 24 jam
Urine = 450 cc/ 2jam Infuse RL 7 tpm + Neurobion 5000
GDS = 233 m/dL Konsul pada dokter IPD
K = 2,85
25/2 Sesak CHF Digoksin 1x 25 mg
CAD Lasix 2 x 1 ampul
DM Captopril 2 x 25 mg
Struma ISDN 3 x 5 mg
Diet cair DM 6 x 100 cc kkal
RL + 50 mEq KCl = 7 tpm
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
31
Insulin actrapid 3 x 8 ui
26/2 Sesak TD = 134/60 CHF Digoksin 1x 25 mg
Batuk (+) Nadi = 82x / menit DM Lasix 2 x 1 ampul
RR= 28 x/ menit Struma Captopril 2 x 25 mg (DI STOP)
o
T = 37,3 C Suspect . ISDN 3 x 5 mg
C/P = Rh ±/± Pneunomia RL + 50 mEq KCl = 7 tpm
Whz -/- ?? Neurobion 5000 drip dalam NaCl
Nilai C= 7,4 100 ml
K= 3,78 Diet bubur
C Cr = 0,9 mg/dl Sliding scale ≥ 150: insulin
GDS = 77 mg/dl diturunkan: Actrapid 3 x 4 ui
Ambroxol 3 x 1 tab
27/ 2 Sesak TD = 150/74 mmHg CHF Digoksin 1 x 25 mg
Batuk N = 74x/ menit Pneunomia Lasix 2 x 1 tab
Dahak + R= 25x/ Menit DM ISDN 3x5 mg
C/ = gallop – Struma Captopril 2 x 25 mg (diberikan
P/ = Rh +/+ Whz -/- kembali)
Urine =870 cc/24jam Diet nasi lunak/ tim
K = 3,67 Actrapid stop dahulu karena GDS
Cek GDS 3x sehari
Pindah ke ruangan rawat dari ICU:
Ditangani oleh dokter SPJ, IPD,
dan Paru
28/2 Dr. SJP KU = Sef , CM CHF Digoksin 1 x 25 mg
Batuk TD = 120/80 DM ISDN 3 x 5 mg
N = 80 x Struma Captopril 2 x 25 mg
R = 20x - Lasix dikurang menjadi 1 x 1tab
p/rg +/+ whz -/- Infus 7 tpm + neurobion 5000 1 gr/
urin 1000 cc/ jam 24 jam
GDS = 133 Actrapid di stop dahulu di ganti
dengan glurenorm 2x 1 tablet
Tetapi harus cek GDS pasien
pagi,siang, dan sore.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
32
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
33
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
34
Pemeriksaan EKG pasien setiap hari selama dirawat di rumah sakit (25
februari – 2 april 2012) dilihat dari interpretasi dari gambar EKG dalam tabel 3.2:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
35
LIPID DARAH
1 Trigliserida <175 mg/dl 74
2 Kolesterol tot <200 mg/dl 164
3 HDL < 40 mg/dl 36
4 LDL <100 mg/dl 113
KIMIA DARAH
1 FT-3 2,6 - 5,4 pg/mL 1,46*
2 FT-4 0,70 - 1,48 ng/dL 0,91
3 SGOT P: <50, W: <35 u /l 34
4 SGPT P: <50,W: <35 u /l 16
5 Ureum 20 - 50 mg% 22 51
6 Kreatinin 0,8 - 1,1 mg/dl 1,18* 0,9
7 Asam urat 2 -7 mg/dl 3,32
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
36
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
37
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
BAB 4
PEMBAHASAN
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
39
jantung pasien tidak teratur (irregular Bunyi Jantung 1/2) dengan adanya irama
gallop pada auskultasi jantung menunjukkan adanya kemungkinan terdapat gagal
jantung kongestif.
Setelah dua jam berada di UGD, pasien menyetujui untuk di rawat inap
dengan masuk ICU (Intensive Care Unit) karena diperlukan perbaikan tanda-
tanda vital pasien. Pasien berada di ICU selama empat hari dan menggunakan
ventilator dan setiap hari diberikan intake ringer laktat 7 tpm. Obat yang diminum
secara oral yaitu ISDN 3 x 5 mg, digoksin 1 x 1 tablet, dan captopril 1 x 1 tablet.
Obat yang diberikan secara parenteral adalah lasix 2 x 2 ampul yang kemudian
diturunkan menjadi 2 x 1 ampul, neurobion 5000/drip dalam NaCl 100 cc.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
40
Dari perhitungan tersebut didapatkan nilai klirens kreatinin pasien yaitu 34,66 ml/
menit. Nilai klirens ini dapat mempertimbangkan penyesuaian dosis terutama
karena pasien sudah berusia lanjut dan terdapat penurunan fungsi ginjal.
Dari perkembangan penyakti pasien dan melihat pengobatan yang
diberikan selama sembilan hari dirawat di rumah sakit, terdapat beberapa drug
related problems (DRP) yang terjadi pada pasien. Identifikasi Jenis DRP yang
terjadi pada pasien seperti yang dikelompokkan dengan tabel 3.4 adalah adanya
DRP yang penyebabnya dari (1) masalah karena pemilihan obat (Drug selection),
(5) proses penggunaan atau pemberian obat (Drug use process), dan (7) masalah
lain (others).
Ada beberapa masalah dari pemilihan obat dari terapi yang diberikan
kepada pasien, yaitu:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
41
dan T5H5 yang hasilnya diketahui 4 hari setalah pasien dirawat di rumah sakit.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa nilai FT 3 pasien tidak normal (< 2,6
pg/ml) yaitu 1,46 pg/ml, sedangkan nilai FT4, H5T5, serta pemeriksaan USG tiroid
hasilnya normal. Ada kemungkinan dokter belum memutuskan untuk memberikan
terapi pasien, selain karena hasil pemeriksaan yang negatif juga kemungkinan
hanya pemeriksaan fisik terdapat pembengkakan kelenjar tiroid, sehingga dapat
dogolongkan sebagai struma nodosum non toksik sehingga tidak ada prioritas
terapi.
Adanya indikasi yang tidak diberikan pengobatan juga terdapat dalam
pengobatan DM pasien pada hari ke- 1. Setelah anamnesis riwayat DM yg di
derita pasien dan pemeriksaan GDS yang >200 mg/dl, pasien tidak mendapatkan
terapi untuk menurunkan glukosa darah. Pasien hanya menjalani diit DM 6x 100
kkal sehari. Oleh karena itu, dari pemeriksaan GDS pasien selama 2 hari, kadar
glukosa pasien belum mengalami penurnan yang stabil (naik turun).
Kemungkinan pasien belum diberikan terapi karena karena dokter belum
menentukan terapi yang tepat pada pasien. Oleh sebab itu, pasien sebaiknya
langsung dapat diterapi dengan insulin untuk menurunkan kadar gula darah
pasien.
Akan tetapi, setelah dipindahkan dari ruang ruang ICU ke ruang perawatan
pada hari ke-4, dokter yang menangani pasien menginstruksikan kembali
pemberian kaptopril. Penggunaan kaptopril ini baru dihentikan kembali pada saat
pasien 2 hari setelah berada di ruang perawatan. Kemungkinan penggunaan
kaptopril ini diberikan pada pasien karena dari data rekam medik, pasien
sebelumnya telah menggunakan kaptopril akan tetapi tidak mengalami efek
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
42
samping. Kemungkinan lainnya diberikan kembali kaptopril ini karena batuk yang
dialami pasien bukan batuk kering, dokter masih ingin memastikan gejala batuk
yang diderita pasien bukan disebabkan karena penggunaan kaptoril. Selain itu,
juga ada kemungkinan diagnosis dari dokter paru yang menyatakan batuk pasien
disebabkan karena pasien mengalami pneunomia atau adanya obstruksi paru,
bukan disebabkan karena efek samping obat. Oleh karena itu, diperlukan adanya
komunikasi yang lebih jelas dari dokter yang menangani pasien di ICU dan dokter
yang menangani pasien di ruang rawat sehingga apabila terjadi suatu efek
samping terhadap obat yang diberikan, penggantian kaptopril dengan valsartan
dapat dilakukan sejak awal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
43
lampiran 1). Contoh lainnya adalah pemberian digoksin pada hari ke-4 yang tidak
diberikan pada hari ke-4 kepada pasien. Terdapat kemungkinan karena adanya
perpindahan ruangan dari ICU ke ruang perawatan menyebabkan kelalaian
pemberian obat atau kelalaian dalam pencatatan pengobatan yang diberikan pada
pasien sehingga yang harusnya telah diberikan tetapi tidak dicatat.
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
44
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Drug related problems (DRP) ditemukan dalam kasus terapi pasien Ny. A
berumur 77 tahun yang dirawat di paviliun Edelweis rawat inap RS Marinir
Cilandak.
5.2 Saran
45 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
46
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
47
DAFTAR ACUAN
Amin, Zulkifli dalam Sudoyo, dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi 5. Jakarta: Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Indonesia.
Corwin, EJ. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran
EGC.
Harun, Syaharrudin, M. Yamin dalam Sudoyo, dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi 5. Jakarta: Pusat penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Indonesia.
Dahlan, Zul dalam Sudoyo, dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi 5. Jakarta: Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Indonesia.
Lacy, CF., et al. (2011). Drug Information Handbook 19 Th Edition. Ohio: Lexi
Comp.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta: Penerbit Kedokteran EKG.
SHPA. (2010). Australian Injectable Drugs Handbook 4th Edition. Australia: The
Sociaty of Hospital Pharmacist of Australia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
48
Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Klinik dan Penerapan. Jakarta: penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Sudiyo, AW., dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 5.
Jakarta: penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Indonesia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
48
Lama Perawatan
Nama Obat Dosis 24/02/2012 25/02/2012 26/02/2012 27/02/2012 28/02/2012 29/02/2012 01/03/2012 02/03/2012 03/03/2012
P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
A. Oral
ISDN 5 mg 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Digoksin 1x1 √ √ √ √ √ √ √
Ambroxol tab 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tricadril syr 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Captopril 25 mg 2x1 √ √ √ √ STOP √ √ √ STOP
Lasix tab 1x1 √ √ √
Glurenorm 2x1 √ √ √ √ √ √ √ √
Valsartan 80 1x1 √ √ √
B. Injeksi
Ceftriaxon 2x1 √ √ √ tao √ tao √ √ tao tao tao STOP
Ranitidin 2x1 √ √ tao √ √ √ √ tao √ tao
Lasix 2x1 2 2 √ √ √ √ √ √ √ * STOP
Neurobion5000 1x1 √ √ √ √ √ tao tao
Actrapid 8 ui 3x1 √ √ STOP
Actrapid 4 ui 3x1 √ √ √ √ √
C. Cairan
RL 7tpm √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
KCl 50 mEq √ √ √ √ √ √ √ STOP
D. Lainnya
Inhalasi/nebu √ √ √ √ v √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keterangan:
P :Pagi So: Sore 2: dosis 2x lipat
Si: Siang M: Malam TAO: Tidak Ada Obat
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
49
Rejimen
No. Obat Rekomendasi
Dosis
OBAT ORAL
Penggunaan pada jam 7 pagi, siang, dan 5 sore
karena ada waktu dari malam sampai pagi hari
1 Isosorbid dinitrat 5 mg 3x1
untuk pembersihan nitrat dalam darah (Lacy,
2011).
Diminum saat perut kosong, 1 jam sebelum
makan atau 2 jam setelah makan. Diminum
2 Kaptopril 25 mg 3x1
dengan selang waktu 8 jam (Tatro, 2003; Royal
Pharmaceutical Society of Great Britain, 2007).
Diminum setelah makan pagi (Tatro, 2003; Royal
3 Lasix (Furosemid 40 mg) 1x1
Pharmaceutical Society of Great Britain, 2007).
Diminum sebelum makan malam (Tatro, 2003;
4 Digoksin 0,25 mg 1x1
Yulinah, dkk, 2008).
5 Ambroksol tab 3x1 Diminum setelah makan pagi, siang, dan malam
Dapat diminum bersama atau tanpa makanan
6 Ikadril Syr 3x1
(MIMS, 2010)
7 Glurenorm 2x1 Dapat diberikan bersamaan dengan makan
Dapat diminum setelah makan pada pagi hari
8 Valsartan 80 mg 1x1
(Lacy, 2011)
OBAT INJEKSI
Diberikan pada pagi hari secara injeksi
Lasix intramuskuler atau intravena (Tatro, 2003;
9 1x1
(Furosemid 20 mg) Royal Pharmaceutical Society of Great Britain,
2007; SHPA, 2010).
Diberikan secara injeksi intramuskuler, injeksi
10 Neurobion 5000 1x1 intravena perlahan, dan infus intravena
(SHPA, 2010).
Diberikan secara injeksi intramuskuler, injeksi
11 Ranitidin 50 mg 2x1 intravena perlahan, dan infus intravena
dengan selang waktu 12 jam (SHPA, 2010).
Diberikan secara injeksi intramuskuler atau
12 Ceftriakson 2x1
intravena (Tatro, 2003; SHPA, 2010).
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012
50
Laporan praktek..., Anita Ayu Dwie Ajie Saputri, FMIPA UI, 2012