Anda di halaman 1dari 180

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT
GATOT SOEBROTO
PERIODE 6 SEPTEMBER-28 OKTOBER 2011

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

WILDYANTI PUSPITASARI K, S.Farm.


1006835570

ANGKATAN LXXIII

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


DEPARTEMEN FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2011

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT
GATOT SOEBROTO
PERIODE 6 SEPTEMBER-28 OKTOBER 2011

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Apoteker

WILDYANTI PUSPITASARI K, S.Farm


1006835570

ANGKATAN LXXIII

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


DEPARTEMEN FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2011

ii

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh:


Nama/NPM : Wildyanti Puspitasari K, S.Farm / 1006835570
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Periode 6 September 28 Oktober 2011

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Program Studi Apoteker Departemen Farmasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dra. Renni Septini, Apt. (.....)


Penguji : Dr. Amarila Malik, M. Si., Apt. (......)
Penguji :.......... (...)
Penguji :.......... (...)

Ditetapkan di : Depok
Tanggal :

iii

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Swt atas rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis
dapat melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto dan menyelesaikan penyusunan
laporan ini. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini berlangsung pada
tanggal 6 September 28 Oktober 2011. Dalam melaksanakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker ini penulis mendapat banyak sekali bantuan, baik berupa
bimbingan maupun informasi dari dari berbagai pihak. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kolonel CKm Drs. Firdaus Apen, Apt selaku Kepala Instalasi Farmasi
RSPAD Gatot Soebroto atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
mahasiswa PKPA.
2. Ibu Dra. Renni Septini., Apt. selaku pembimbing dari Instalasi Farmasi
RSPAD Gatot Soebroto atas pengarahan, penerimaan yang sangat baik dan
kesabarannya selama PKPA dan penyusunan laporan ini.
3. Ibu Dr. Amarilla, MS, selaku pembimbing dari Departemen Farmasi FMIPA UI
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan
PKPA.
4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS selaku Ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI.
5. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku pimpinan program pendidikan profesi
apoteker Departemen Farmasi FMIPA-UI.
6. Ibu Dr. Retnosari Andrajati, Apt selaku pembimbing dari Departemen
Farmasi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
penyelesaian laporan PKPA.
7. Para apoteker di RSPAD Gatot Soebroto.
8. Seluruh karyawan Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto yang telah
memberikan bantuan selama penulis melaksanakan PKPA.
9. Keluarga tercinta yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dukungan,
dan doa.

iv

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


10. Teman-teman Apoteker angkatan LXXII atas perjuangan, semangat, dan
kerjasamanya.
11. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan laporan ini. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman
yang diperoleh selama menjalani praktek kerja profesi apoteker dapat
memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang
memerlukan.

Penulis,

2011

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.. i
HALAMAN PENGESAHAN ....... iii
KATA PENGANTAR ...... iv
DAFTAR ISI ......... vi
DAFTAR LAMPIRAN...... vii

BAB 1. PENDAHULUAN............................................................... 1
1.1 Latar Belakang....... 1
1.2 Tujuan................ 2

BAB 2. TINJAUAN UMUM ................................. 3


2.1 Rumah Sakit ...... 3
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit .......... 8
2.3 Panitia Farmasi dan Terapi ....... 11
2.4 Formularium Rumah Sakit ........ 14
2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi .......... 16
2.6 Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat dan Alat
Kesehatan ................................. 20
2.7 Central Sterille Supply Department (CSSD) . 28

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS .............................. 31


3.1 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. 31
3.2 Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto .... 37
3.3 Bagian Perencanaan dan Pengendalian Pengadaan Bekal
Kesehatan ................................. 53
3.4 Unit Gudang Material (Gudmat) ....... 59
3.5 Unit Kesehatan Lingkungan dan Nosokomial .. 65
3.6 Instalasi Kamar Operasi ............ 68
3.7 Bagian Administrasi Pasien dan Informasi Medis
(Minpasien dan Formed) .......... 70

BAB 4. PEMBAHASAN.. 72

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN....... 97


5.1 Kesimpulan ....... 97
5.2 Saran ............. 97

DAFTAR REFERENSI .. 99

vi

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Lokasi RSPAD Gatot Soebroto............................... 100


Lampiran 2. Struktur Organisasi RSPAD Gatot Soebroto 101
Lampiran 3. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot
Soebroto .... 102
Lampiran 4. Alur Pelayanan Resep Rawat Jalan 103
Lampiran 5. Lembar Salinan Resep dan Etiket .. 104
Lampiran 6. Prosedur Pelayanan Obat Restitusi Rawat Inap . 105
Lampiran 7. Alur Pelayanan Resep Rawat Inap . 106
Lampiran 8. Kartu Stok Obat. 107
Lampiran 9. Lembar Daftar Permintaan Obat 108
Lampiran 10. Struktur Organisasi Bagian Rendal Ada Bekkes 109
Lampiran 11. Alur Perencanaan Pengadaan Perbekalan Kesehatan 110
Lampiran 12. Struktur Organisasi Unit Gudang Material 111
Lampiran 13. Struktur Organisasi Instalasi Kamar Operasi . 112
Lampiran 14. Alur Pasien Rawat Jalan . 113
Lampiran 15. Alur Rekam Medis Pasien Rawat Jalan . 114
Lampiran 16. Alur Pasien Rawat Inap .. 115
Lampiran 17. Alur Rekam Medis Pasien Rawat Inap .. 116
Lampiran 18. Kartu Konseling . 117

vii

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam bidang kesehatan, pemerintah
bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat, selain itu pemerintah juga bertanggung jawab atas ketersediaan
lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat
untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, 2009).
Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan yang menjadi rujukan
pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan
yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien (Direktorat Jenderal
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2004).
Pelayanan kesehatan yang baik di rumah sakit tidak terlepas dari pelayanan
kefarmasian. Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di
rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal ini
diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1333/MenKes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan
farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
obat yang bermutu termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat.
Satu-satunya bagian/divisi rumah sakit yang bertanggung jawab penuh
atas pengelolaan dan pengendalian seluruh sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan lain yang beredar dan digunakan di rumah sakit adalah instalasi farmasi
rumah sakit (IFRS). IFRS dapat didefinisikan sebagai suatu departemen atau unit
atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


2

oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-


undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional.
Apoteker adalah praktisi kesehatan yang merupakan bagian dari sistem
rujukan profesional yang berhubungan dengan penerapan terapi, menyediakan
produk obat untuk pengobatan kondisi yang didiagnosis oleh dokter, dan
memastikan penggunaan obat yang rasional. Selain itu, apoteker di masa kini juga
harus menghadapi tuntutan perubahan pelayanan dari paradigma lama, yaitu drug
oriented ke paradigma baru patient oriented dengan filosofi Pharmaceutical Care
(pelayanan kefarmasian). Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit bahwa selain melakukan pengkajian resep dan dispensing sediaan
farmasi, seorang apoteker di rumah sakit juga sebaiknya dapat melaksanakan
kegiatan yang lebih berorientasi pada kepentingan pasien, seperti melaksanakan
konseling dan pelayanan informasi obat (Direktorat Jenderal Pelayanan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2004).
Dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan apoteker dalam menjalankan peran dan fungsi apoteker di rumah
sakit serta dalam bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya, maka Program
Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI bekerja sama dengan RSPAD
Gatot Soebroto menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
periode 7 September 28 Oktober 2011. Dengan dilaksanakannya kegiatan PKPA
ini, para calon apoteker diharapkan dapat menjadi tenaga kesehatan profesional
dan ikut berperan dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat, mampu
memahami peran kerjanya dan mampu menerapkan pelayanan kefarmasian di
rumah sakit.

1.2. Tujuan
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Instalasi Farmasi RSPAD Gatot
Soebroto Ditkesad adalah:
a. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian di RSPAD Gatot Soebroto.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


3

b. Mendapatkan pengetahuan mengenai pekerjaan kefarmasian di RSPAD


Gatot Soebroto.
c. Mengetahui pengetahuan manajemen praktis di RSPAD Gatot Soebroto.
d. Mendapatkan pengetahuan tentang penerapan pelayanan farmasi klinis di
RSPAD Gatot Soebroto.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Gawat Darurat adalah keadaan klinis
pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan lebih lanjut (Undang-Undang Republik Indonesia No. 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, 2009).
2.1.2 Asas dan Tujuan
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada
nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak
dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta
mempunyai fungsi sosial.
Pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan:
a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.
d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan rumah sakit (Undang-Undang Republik
Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, 2009).
2.1.3 Tugas dan Fungsi
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Adapun fungsi Rumah Sakit antara lain:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.

4 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


5

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam


rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Undang-
Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
2009).
2.1.4 Persyaratan Umum
Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana,
sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Rumah Sakit dapat didirikan
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta. Rumah Sakit yang didirikan
oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis
dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga
Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan
Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun
Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan hukum yang
kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan (Undang-Undang
Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, 2009).
2.1.5 Jenis dan Klasifikasi
Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya (Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, 2009).
2.1.5.1 Berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan
menjadi:
a. Rumah Sakit Umum, yaitu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi
rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan Rumah Sakit. Klasifikasi Rumah Sakit umum
terdiri atas:
1) Rumah sakit umum kelas A

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


6

Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang


mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
(empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua
belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas) subspesialis.
2) Rumah sakit umum kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
(empat spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8
(delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar.
3) Rumah sakit umum kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
(empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.
4) Rumah sakit umum kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2
(dua) spesialis dasar.
b. Rumah Sakit Khusus, yaitu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan
lainnya. Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara
berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit. Klasifikasi
Rumah Sakit khusus terdiri atas:
1) Rumah sakit khusus kelas A
Rumah Sakit Khusus kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang
lengkap.
2) Rumah sakit khusus kelas B
Rumah Sakit Khusus kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


7

spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang


terbatas.
3) Rumah sakit khusus kelas C
Rumah Sakit Khusus kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang
minimal.
2.1.5.2 Berdasarkan Pengelolaan
Berdasarkan pengelolaannya, rumah sakit dapat dikategorikan menjadi:
a. Rumah Sakit Publik, yaitu Rumah Sakit yang dapat dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau
Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan
Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat.
b. Rumah Sakit Privat, yaitu Rumah Sakit yang dikelola oleh badan hokum
dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit pendidikan setelah
memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan. Rumah Sakit
pendidikan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri
yang membidangi urusan pendidikan. Rumah Sakit pendidikan merupakan
Rumah Sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara
terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan
kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya.
Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit Pendidikan dapat dibentuk Jejaring
Rumah Sakit Pendidikan (Undang- Undang Republik Indonesia No. 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, 2009).
2.1.6 Pengorganisasian
Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan
akuntabel. Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit
atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsure

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


8

penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi


umum dan keuangan. Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang
mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Tenaga
struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan
Indonesia. Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah
Sakit (Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, 2009).
2.1.7 Tenaga Kesehatan Rumah Sakit
Tenaga kesehatan di rumah sakit dibagi menjadi:
a. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
b. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
c. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
d. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi mikrobiologi, penyuluh dan
administrator kesehatan.
e. Tenaga gizi meliputi nutrisionis, dietisian.
f. Tenaga keterampilan fisik meliputi fisioterapi, terapi wicara.
g. Tenaga keteknisan medis meliputi radiografer, teknis gigi, elektromedia,
analis kesehatan, teknisi transfusi dan perekam medis (Peraturan
Pemerintah RI No. 32 Tahun 1996 tentang Jenis Tenaga Kesehatan, 1996).

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit


2.2.1 Definisi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian dari Rumah
Sakit yang bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan
mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan
teknis kefarmasian di Rumah Sakit (Undang-Undang Republik Indonesia No. 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, 2009).
2.2.2 Tujuan Pelayanan Farmasi
Tujuan pelayanan farmasi rumah sakit adalah:
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa
maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien
maupun fasilitas yang tersedia.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


9

b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur


kefarmasian dan etik profesi.
c. Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai obat.
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan
evaluasi pelayanan.
f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan
evaluasi pelayanan.
g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, 2004).

2.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan Farmasi Rumah Sakit


Tugas pokok pelayanan farmasi rumah sakit adalah:
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).
d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk
meningkatkan mutu pelayanan farmasi.
e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.
g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit.

Secara umum pelayanan farmasi rumah sakit memiliki dua fungsi, yaitu
pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan
obat dan alat kesehatan. Fungsi pengelolaan perbekalan farmasi terdiri dari
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004):
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


10

c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah


dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku.
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah
sakit.

Adapun fungsi pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat


kesehatan terdiri dari:
a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien.
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat
kesehatan.
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan.
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan serta pasien atau
keluarga pasien.
f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga.
g. Melakukan pencampuran obat suntik.
h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral.
i. Melakukan penanganan obat kanker.
j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah.
k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan.
l. Melaporkan setiap kegiatan.
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, 2004).
2.2.4. Pengorganisasian
IFRS merupakan Unit Pelaksana Fungsional dalam menunjang pelayanan
kesehatan. Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


11

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan
berorientasi pada pasien, penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi
masyarakat. Instalasi Farmasi Rumah Sakit dipimpin oleh seorang apoteker yang
dalam melaksanakan tugas kefarmasiannya dibantu oleh beberapa personil. Sesuai
dengan isi Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.134/Menkes/SK/IV/1978,
tentang Susunan Organisasi, bahwa Instalasi Farmasi Rumah Sakit bertanggung
jawab kepada Direktur Rumah Sakit, yang dalam pelaksanaan sehari-hari
bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Penunjang Medik (Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit, 2004).

2.3. Panitia Farmasi dan Terapi


2.3.1. Definisi
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di
rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan
lainnya (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, 2004).
2.3.2 Tujuan
Tujuan PFT adalah:
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan
obat serta evaluasinya.
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan obat dan
pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat
sesuai dengan kebutuhan. (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, 2004).
2.3.3 Fungsi dan Ruang Lingkup
Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah:
a. Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Pemilihan
obat untuk dimasukkan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


12

secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga
harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok, dan produk
yang sama.
b. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru
atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus.
d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat
di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun
nasional.
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dan
mengkaji rekam medik dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional.
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf
medis dan perawat (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, 2004).
2.3.4 Organisasi dan Kegiatan
Susunan kepanitiaan PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah
sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat. PFT harus
sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) Dokter, Apoteker, dan Perawat. Untuk
Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang
mewakili semua staf medis fungsional yang ada. Ketua PFT dipilih dari dokter
yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli
farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretaris PFT
adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali
dan untuk rumah sakit besar rapat diadakan sebulan sekali. Rapat PFT dapat
mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


13

memberikan masukan bagi pengelolaan PFT. Segala sesuatu yang berhubungan


dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris termasuk persiapan dari hasil rapat. PFT
juga membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat (Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, 2004).
2.3.5 Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi
Kewajiban PFT adalah:
a. Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai
budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional
b. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium
rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain.
c. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat
terhadap pihak-pihak yang terkait.
d. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan
memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut (Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit, 2004).
2.3.6 Peran Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi
Peran apoteker dalam PFT sangat strategis dan penting karena semua
kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit
di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya
secara baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam
dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik,
farmakoepidemiologi, dan farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat
dibutuhkan untuk memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas
kesehatan lain di rumah sakit (Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
2004).

2.3.7 Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi


Tugas Apoteker dalam PFT adalah:

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


14

a. Menjadi salah seorang anggota panitia (wakil ketua/sekretaris).


b. Menetapkan jadwal pertemuan.
c. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan.
d. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
pembahasan dalam pertemuan.
e. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada
pimpinan rumah sakit.
f. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada
seluruh pihak yang terkait.
g. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam
pertemuan.
h. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman
penggunaan antibiotik dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi
lain.
i. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan PFT.
j. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan.
k. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat.
l. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan
obat pada pihak terkait (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, 2004).

2.4 Formularium Rumah Sakit


2.4.1 Definisi
Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Panitia
Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap
batas waktu yang ditentukan. Komposisi formularium rumah sakit meliputi:
a. Halaman judul
b. Daftar nama anggota PFT
c. Daftar isi
d. Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat
e. Lampiran

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


15

Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan
terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf
medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan
menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih
mempertimbangkan kesejahteraan pasien (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
2004).
2.4.2 Pedoman Penggunaan Formularium
Pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk kepada
dokter, apoteker, perawat, serta petugas administrasi di rumah sakit dalam
menerapkan sistem formularium. Pedoman penggunaan formularium meliputi:
a. Membuat kesepakatan antara staf medis dan berbagai disiplin ilmu dengan
Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan,
organisasi, fungsi, dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung Sistem
Formularium yang diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
b. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan
kebutuhan tiap-tiap institusi.
c. Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditulis
oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem formularium
yang dikembangkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
d. Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generik.
e. Membatasi jumlah produk yang mengatur pendistribusian obat generik
yang efek terapinya sama, seperti:
1) Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber
obat dari sediaan kimia, biologi, dan seiaan farmasi yang digunakan
oleh dokter untuk mendiagnosa dan mengobati pasien.
2) Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus
didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi.
3) Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber
obat dari sediaan kimia, biologi, dan sediaan farmasi yang digunakan
oleh dokter untuk mendiagnosa dan mengobati pasien (Peraturan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


16

Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar


Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, 2004).
2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
2.5.1 Definisi
Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan (Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, 2004).
2.5.2 Tujuan
Tujuan pengelolaan perbekalan farmasi adalah:
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien
b. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan.
c. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi.
d. Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna.
e. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan (Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit, 2004).
2.5.3 Kegiatan
2.5.3.1 Pemilihan
Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi
obat merupakan peran aktif apoteker dalam PFT untuk menetapkan kualitas dan
efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian (Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, 2004).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


17

2.5.3.2 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan.
Metode perencanaan antara lain:
a. Konsumsi
b. Epidemiologi
c. Kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.

Adapun pedoman dalam melaksanakan perencanaan, antara lain:


a. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), Formularium Rumah Sakit,
Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku.
b. Data catatan medik.
c. Anggaran yang tersedia.
d. Penetapan prioritas.
e. Siklus penyakit.
f. Sisa persediaan.
g. Data pemakaian periode yang lalu.
h. Rencana pengembangan
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, 2004).
2.5.3.3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui, melalui:
a. Pembelian, baik secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi)
ataupun secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar
farmasi/rekanan.
b. Produksi/pembuatan sediaan farmasi, terdiri dari produksi steril dan non
steril.
c. Sumbangan/dropping/hibah.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


18

2.5.3.4 Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan
kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi meliputi:
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus
b. Sediaan farmasi dengan harga murah
c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran
e. Sediaan farmasi untuk penelitian
f. Sediaan nutrisi parenteral
g. Rekonstruksi sediaan obat kanker (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, 2004).
2.5.3.5 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan
farmasi adalah:
a. Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa.
b. Barang harus bersumber dari distributor utama.
c. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS).
d. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai Certificate of
Origin.
e. Tanggal kadaluarsa minimal 2 tahun (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, 2004).
2.5.3.6 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang ditetapkan disertai dengan sistem informasi yang selalu
menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Persyaratan
penyimpanan yang ditetapkan antara lain:
a. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


19

b. Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya


c. Mudah tidaknya meledak/terbakar
d. Tahan/tidaknya terhadap cahaya
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, 2004).
2.5.3.7 Pendistribusian
Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi
di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan. Sistem distribusi
dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada, metode
sentralisasi atau desentralisasi, serta sistem distribusi perbekalan farmasi (sistem
floor stock, resep individu, dosis unit, atau kombinasi).
Kegiatan pendistribusian terdiri atas tiga kegiatan utama, yaitu
pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan, pendistribusian
perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap, serta pendistribusian perbekalan
farmasi di luar jam kerja. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat
inap diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem
persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan
sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.
Sistem persediaan lengkap di ruangan, memiliki prinsip pendistribusian
perbekalan farmasi untuk persediaan di ruang rawat merupakan tanggung jawab
perawat ruangan, setiap ruang rawat harus mempunyai penanggung jawab obat,
serta perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol
secara berkala oleh petugas farmasi.
a. Sistem resep perorangan, yaitu pendistribusian perbekalan farmasi resep
perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui IFRS.
b. Sistem unit dosis, yaitu pendistribusian obat-obatan melalui resep
perorangan yang disiapkan, diberikan/digunakan dan dibayar dalam unit
dosis tunggal atau ganda, yang berisi obat dalam jumlah yang telah
ditetapkan atau jumlah yang cukup untuk penggunaan satu kali dosis biasa.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


20

Kegiatan pelayanan distribusi perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap


diselenggarakan pada Apotik Rumah Sakit dengan sistem resep perorangan,
Satelit Farmasi dengan sistem dosis unit, dan ruang perawat dengan sistem
persediaan di ruangan. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat
jalan diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem
resep perorangan oleh Apotik Rumah Sakit. Sedangkan pendistribusian
perbekalan farmasi di luar jam kerja diselenggarakan oleh Apotik rumah
sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam dan Ruang rawat yang menyediakan
perbekalan farmasi emergensi (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
2004).

2.6 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan


2.6.1 Definisi
Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan
merupakan pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam
menjaminpenggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan
terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan
perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, 2004).
2.6.2 Tujuan
Tujuan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan
adalah:
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah
sakit.
b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas,
keamanan dan efisiensi penggunaan obat.
c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang
terkait dalam pelayanan farmasi.
d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


21

(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar


Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, 2004).
2.6.3 Kegiatan
2.6.3.1 Pengkajian Resep
Kegiatan pengkajian resep dalam pelayanan kefarmasian dimulai dari
seleksi persyaratan administarasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
b. Nama, nomor izin, alamat dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Ruangan/unit asal resep

Persyaratan farmasi meliputi:


a. Bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan Jumlah obat
c. Stabilitas dan ketersediaan
d. Aturan, cara dan teknik penggunaan

Persyaratan klinis meliputi:


a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
b. Duplikasi pengobatan
c. Alergi, interaksi dan efek samping obat
d. Kontra indikasi
e. Efek aditif (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, 2004).
2.6.3.2 Dispensing
Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket,
penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem
dokumentasi. Tujuannya adalah:
a. Mendapatkan dosis yang tepat dan aman
b. Menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima makanan
secara oral atau emperal.
c. Menyediakan obat kanker secara efektif, efisien dan bermutu.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


22

d. Menurunkan total biaya obat

Dispensing dibedakan berdasarkan sifat sediaannya, yaitu dispensing


sediaan farmasi khusus dan dispensing sediaan farmasi berbahaya. Dispensing
sediaan farmasi khusus terdiri atas:
a. Dispensing sediaan farmasi parenteral nutrisi, yaitu kegiatan pencampuran
nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis
sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula
standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai. Kegiatannya
antara lain mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral
untuk kebutuhan perorangan dan mengemas ke dalam kantong khusus
untuk nutrisi. Faktor yang perlu diperhatikan adalah:
1) Tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat, ahli gizi.
2) Sarana dan prasarana
3) Ruangan khusus
4) Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet
5) Kantong khusus untuk nutrisi parenteral

b. Dispensing sediaan farmasi pencampuran obat steril, yaitu kegiatan


melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang
menjamin kompatibilitas, dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan
dosis yang ditetapkan. Kegiatannya antara lain mencampur sediaan
intravena kedalam cairan infus, melarutkan sediaan intravena dalam
bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai, dan mengemas menjadi
sediaan siap pakai. Faktor yang perlu diperhatikan adalah:
1) Ruangan khusus
2) Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet
3) Hepa Filter

Adapun dispensing sediaan farmasi berbahaya merupakan penanganan


obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh
tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap
lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi,
dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran,

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


23

distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan


limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai
prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai, sehingga
kecelakaan terkendali. Kegiatan yang dilakukan antara lain melakukan
perhitungan dosis secara akurat, melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut
yang sesuai, mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan,
mengemas dalam kemasan tertentu, membuang limbah sesuai prosedur yang
berlaku. Faktor yang perlu diperhatikan adalah:
a. Cara pemberian obat kanker
b. Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai
c. Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet
d. Hepa Filter
e. Pakaian khusus
f. Sumber Daya Manusia yang terlatih (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, 2004).
2.6.3.3 Pemantauan Dan Pelaporan Efek Samping Obat
Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO) merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan
yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi. Tujuannya adalah:
a. Menemukan ESO sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal,
dan/atau frekuensinya jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal sekali, yang
baru saja ditemukan.
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
timbulnya ESO atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO.

Kegiatan yang dilakukan antara lain:


a. Menganalisa laporan ESO.
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami ESO.
c. Mengisi formulir ESO.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


24

d. Melaporkan ke Panitia Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Nasional.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan MESO adalah


kerjasama dengan PFT dan ruang rawat, serta ketersediaan formulir MESO
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, 2004).
2.6.3.4 Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan Informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan
oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuannya adalah:
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan dilingkungan rumah sakit.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan
Terapi.
c. Meningkatkan profesionalisme apoteker.
d. Menunjang terapi obat yang rasional.

Kegiatan yang dilakukan antara lain:


a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif
dan pasif.
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
c. Membuat buletin, leaflet, label obat.
d. Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapi
sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.
e. Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien
rawat jalan dan rawat inap.
f. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya.
g. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan
kefarmasian.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


25

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pelayanan


informasi obat adalah sumber informasi obat, tempat, tenaga, dan perlengkapan
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, 2004).
2.6.3.5 Konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi
dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Tujuannya yaitu
memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara
menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda
toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain. Kegiatan yang
dilakukan antara lain:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter
kepada pasien dengan metode open-ended question
c. Apa yang dikatakan dokter mengenai obat
d. Bagaimana cara pemakaian
e. Efek yang diharapkan dari obat tersebut
f. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
g. Verifikasi akhir: mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat,
untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan konseling adalah:


a. Kriteria pasien:
1) Pasien rujukan dokter
2) Pasien dengan penyakit kronis
3) Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan polifarmasi
4) Pasien geriatrik
5) Pasien pediatrik
6) Pasien pulang sesuai dengan kriteria diatas

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


26

b. Sarana dan prasarana


1) Ruangan khusus
2) Kartu pasien/catatan konseling (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, 2004).
2.6.3.6 Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah
Farmasi dapat melakukan pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas
permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit.
Tujuannya adalah:
a. Mengetahui kadar obat dalam darah
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat

Kegiatan yang dilakukan antara lain:


a. Memisahkan serum dan plasma darah
b. Memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan menggunakan
alat Therapeutic Drug Monitoring (TDM)
c. Membuat rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil pemeriksaan

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pemantauan


kadar obat dalam darah alat TDM dan reagen yang sesuai dengan obat yang
diperiksa (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, 2004).
2.6.3.7 Ronde/Visite Pasien
Ronde/visite pasien merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuannya yaitu:
a. Pemilihan obat.
b. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapetik.
c. Menilai kemajuan pasien.
d. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.

Kegiatan yang dilakukan antara lain:


a. Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari
kunjungan tersebut kepada pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


27

b. Untuk pasien baru dirawat Apoteker harus menanyakan terapi obat


terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi.
c. Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin
penggunaan obat yang benar.
d. Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat akan berguna untuk
pemberian obat.
e. Setelah kunjungan membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam satu buku dan buku ini digunakan oleh setiap
Apoteker yang berkunjung ke ruang pasien untuk menghindari
pengulangan kunjungan.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan ronde/visite


pasien adalah pengetahuan cara berkomunikasi, pemahaman tentang teknik
edukasi, dan pencatatan perkembangan pasien (Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
2004).
2.6.3.8 Pengkajian Penggunaan Obat
Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuannya
yaitu:
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada
pelayanan kesehatan/dokter tertentu.
b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter
satu dengan yang lain.
c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik.
d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat (Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit, 2004).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


28

2.7 Central Sterile Supply Department (CSSD)


2.7.1 Definisi
Central Sterile Supply Department (CSSD) adalah departemen dalam
rumah sakit yang menyediakan bahan/sediaan dan alat-alat steril secara
profesional kepada semua departemen terspesialisasi. Departemen ini khusus
melayani ruang perawatan, klinik, laboratorium khusus seperti laboratorium
katerisasi jantung dan ruang operasi.
2.7.2 Tugas
Tugas utama dari CSSD adalah menyediakan seluruh kebutuhan barang
atau peralatan steril rumah sakit. Di samping itu CSSD menerima pesanan barang
untuk disterilkan seperti alat-alat bedah dari instalasi bedah pusat serta obat-obat
steril dari sub bagian produksi.
2.7.3 Tujuan
CSSD bertujuan:
a. Bertanggung jawab langsung terhadap operasional ruang perbekalan.
b. Bertanggung jawab terhadap perlakuan terhadap barang-barang rumah
sakit, dengan memastikan bahwa semua barang mendapat tingkat
pembersihan dan sterilisasi yang sama.
c. Mengusahakan tercapainya keseragaman dan kemudahan dalam prosedur
menyiapkan nampan beserta setnya untuk perawatan dan pengobatan
pasien.
d. Mempertahankan keakuratan persediaan barang yang ada di rumah sakit.
e. Mempertahankan keakuratan catatan keefektifan dari berbagai proses
pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi.
f. Membuat progam pendidikan di rumah sakit yang berhubungan dengan
pengontrolan infeksi.
g. Mengembangkan progam keefektifan biaya dengan menganalisis biaya
personal, sediaan dan alat.
2.7.4 Organisasi CSSD dalam Rumah Sakit
Status CSSD dalam rumah sakit biasanya sebagai sub bagian di bawah
pengawasan bagian supervisor operasional ruangan atau bagian pelayanan
keperawatan. Dalam hal ini, direktur, supervisor atau unit manajer dari CSSD

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


29

melapor langsung pada direktur utama. Di beberapa rumah sakit, divisi


pembedahan menjadi bagian dari pelayanan keperawatan. Di dalam divisi
pembedahan ada CSSD, ruang operasi, ruang pemulihan, dan unit pembedahan
intensif. Dalam operasionalnya, CSSD harus berkoordinasi dengan bagian
farmasi, pembelian dan distribusi.
Farmasi dan CSSD mempunyai tanggung jawab bersama apabila farmasi:
a. Menyiapkan larutan dalam jumlah besar/banyak dan memindahkannya ke
CSSD untuk dikemas dalam botol kemudian disterilisasi.
b. Menyiapkan dan mengemas larutan untuk disterilisasi oleh CSSD.
c. Menyiapkan larutan pekat yang akan diencerkan, dikemas dan disterilisasi
di CSSD.
d. Menyiapkan campuran bahan-bahan kimia dalam keadaan kering yang
akan dilarutkan dengan volume tertentu air suling kemudian dikemas dan
disterilisasi oleh CSSD.
2.7.5 Personil
Pemilihan tenaga kerja untuk ditempatkan di CSSD harus dilatih terlebih
dahulu tentang prinsip sterilisasi, monitoring autoklaf, pengoperasian sterlisasi
gas, identifikasi alat bedah, menyusun dan membersihkan peralatan, tes
bakteriologi dan biologi dasar. Progam pelatihan ini membutuhkan waktu dan
biaya, sehingga harus ada teknisi progam pelatihan untuk mengembangkan
karyawan sehingga berkualitas baik dari segi teori dan teknologi.
2.7.6 Kegiatan
CSSD modern merupakan ruangan yang terdiri dari autoklaf dan peralatan
sterilisasi. Barang yang masuk ke dalam CSSD dicatat dalam buku penerimaan
yang memuat data tentang tanggal masuk barang, nama dan jumlah barang, nama
ruangan serta keterangan mengenai fisik barang. Barang yang masuk dalam CSSD
dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Barang bersih, yaitu berasal dari bagian perbekalan dan distribusi, rumah
tangga dan barang pesanan untuk disterilkan.
b. Barang kotor, yaitu berasal dari ruangan-ruangan seperti sarung tangan,
pakaian, dan alat kedokteran.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


30

Proses seleksi dilakukan untuk memisahkan barang yang dapat dipakai


ulang dengan barang yang sudah rusak seperti sobek, tidak tajam lagi, bekas
pasien AIDS, dan sebagainya.
Pemberian desinfektan dengan cara merendam barang dalam larutan
desinfektan seperti lisol dan wipol, kecuali tenun operasi yang tidak mengalami
proses pemberian desinfektan. Kontrol kualitas dilakukan untuk menjamin mutu
sterilitas produk yang dihasilkan. Kontrol kualitas tersebut diantaranya adalah
pemasangan indikator fisik pada barang-barang yang akan disterilkan, uji
mikrobiologi barang-barang yang telah disterilkan, penentuan tanggal kadaluarsa
untuk barang yang telah disterilkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


BAB 3
TINJAUAN KHUSUS

3.1 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto


(Keputusan Kepala Staf TNI AD No. Kep/50/XII/2006 tanggal 29
Desember 2006 tentang Organisasi dan Tugas Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto Direktorat Kesehatan Angkatan Darat, 2006)
3.1.1 Sejarah
Pada awal abad 19 perkembangan rumah sakit militer di Indonesia
merupakan bagian dari strategi militer Belanda untuk tetap mempertahankan tanah
jajahannya (Bederlands Indies). Pada awal Januari 1808, Gubernur Jenderal
Daendles memperkuat militernya dengan mendirikan rumah sakit militer (Groot
Militaire Hospitalen) atau Rumah Sakit Garnisun di Jakarta.
Besarnya kebutuhan pelayanan kesehatan bagi serdadu Belanda di Batavia
pada saat itu, menyebabkan pemerintah Belanda memutuskan untuk membangun
rumah sakit militer yang besar dengan nama Groot Hospitaal Weltevreden. Satu
abad kemudian yaitu tahun 1942 rumah sakit ini dikenal dengan nama Militaire
Hospitaal Batavia dan merupakan cikal bakal RSPAD Gatot Soebroto.
Selama penjajahan Jepang (1942-1945), rumah sakit ini tetap berfungsi
sebagai rumah sakit militer di bawah Komando Angkatan Darat Jepang dengan
nama Rikugun Byoin. Setelah pengakuan kedaulatan RI, maka rumah sakit
tersebut dikuasai oleh KNIL sampai tahun 1950 yang diberi nama Leger Hospital
Batavia. Pada tanggal 26 Juli 1950 diserahkan kepada Tentara Nasional Indonesia
(TNI) yang diwakili oleh Letnan Kolonel Dr. Satrio dan dokter pihak KNIL oleh
Letkol Scheffer. Sejak saat itu namanya diganti menjadi Rumah Sakit Tentara
Pusat (RSTP).
Pada tanggal 1 Maret 1952 Letnan Kolonel Dr. Satrio menyerahkan
jabatan Kepala RSTP kepada Letnan Kolonel DR. Reksodiwirjo Wijotoarjo dan
sesuai dengan perkembangan organisasi Djawatan Kesehatan Tentara Angkatan
Darat (DKT AD) menjadi Djawatan Kesehatan Angkatan Darat (DKAD). Sebutan
ini mempengaruhi juga nama RSTP menjadi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
yang disingkat RSPAD dan nama ini digunakan sampai tahun 1970.

31 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


32

Mengingat jasa-jasa Letnan Jendral Gatot Soebroto yang bertekad


memberikan segala-galanya bagi RSPAD agar menjadi rumah sakit kebanggaan
prajurit dan upaya meningkatkan kesejahteraan prajurit Angkatan Darat,
dipakailah nama Gatot Soebroto di belakang nama Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat atau RSGS. Keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Staf
Angkatan Darat, Nomor SKEP/582/1970. Sesuai dengan tuntuan organisasi agar
lebih mudah pengucapannya, maka pada tanggal 4 Agustus 1977 dibuat keputusan
Kajan Kesad yang dituangkan dalam Surat Edaran Nomor: SE/18/VIII/1977 yang
isinya menetapkan bahwa nama rumah sakit ini berubah menjadi Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto disingkat RSPAD Gatot Soebroto sampai
sekarang.
Saat ini RSPAD Gatot Soebroto merupakan rumah sakit tingkat I di jajaran
TNI yang memberikan pelayanan kesehatan bagi para prajurit, Pegawai Negeri
Sipil (PNS) dan keluarganya serta masyarakat umum. Rumah sakit ini juga
digunakan oleh tim dokter kepresidenan dan sebagai tempat pemeriksaan pejabat
tertinggi dan tinggi negara. Untuk itu RSPAD Gatot Soebroto mendapat dukungan
fasilitas gedung dan alat kesehatan yang canggih.
RSPAD Gatot Soebroto menjadi rumah sakit militer terbesar di kawasan
Asia yang terletak di Jl. Abdul Rachman Saleh No. 24 Jakarta Pusat, dengan luas
tanah 125.000 m2 dan luas bangunan 115.010 m2. RSPAD Gatot Soebroto
mempunyai kapasitas tempat tidur sebanyak 1122 tempat tidur dan jumlah ini
sangat fleksibel tergantung perkembangan rumah sakit. Tingkat BOR (Bed
Occupation Ratio) rumah sakit yaitu 80,35% (bulan Januari hingga Juni tahun
2009) dan LOS (Length Of Stay) yaitu 9,36 hari (bulan Januari hingga Juni 2009).
Berdasarkan kapasitas tempat tidur dan unit pelayanannya RSPAD Gatot
Soebroto merupakan rumah sakit tipe A. Berdasarkan peraturan Departemen
Pertahanan dan Keamanan (Dephankam), RSPAD Gatot Soebroto menjadi rumah
sakit rujukan tertinggi bagi seluruh angkatan dalam jajaran Dephankam dan TNI.
3.1.2 Visi dan Misi
RSPAD Gatot Soebroto memiliki visi: Menjadi rumah sakit kebanggaan
prajurit. Misi dari RSPAD Gatot Subroto yaitu:

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


33

a. Menyelenggarakan fungsi perumahsakitan tingkat pusat dan rujukan


tertinggi
b. bagi TNI AD dalam rangka mendukung tugas pokok TNI AD.
c. Menyelenggarakan dukungan dan pelayanan kesehatan yang profesional
dan
d. bermutu serta menyeluruh bagi Prajurit/PNS TNI AD dan keluarganya
dalam
e. rangka meningkatkan kesiapan dan kesejahteraan.
f. Sebagai Sub Sistem Kesehatan Nasional, RSPAD ikut meningkatkan
derajat
g. kesehatan masyarakat melalui Yanmasum (Pelayanan Masyarakat Umum).
3.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas pokok RSPAD Gatot Soebroto adalah menyelenggarakan fungsi
perumahsakitan tertinggi di jajaran TNI AD, melalui upaya-upaya pelayanan
kesehatan kuratif dan rehabilitatif yang terpadu dengan pelaksanaan kegiatan
kesehatan promotif dan preventif. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut,
RSPAD Gatot Soebroto melaksanakan fungsi:
a. Pelayanan perumahsakitan, meliputi segala upaya pekerjaan dan kegiatan
di bidang pelayanan medik, penunjang medik serta keperawatan bagi
personil TNI AD beserta keluarganya dalam rangka menunjang tugas
pokok TNI AD.
b. Rujukan dan supervisi, meliputi segala upaya pekerjaan dan kegiatan di
bidang rujukan pelayanan pasien dan penunjang diagnostik dari rumah
sakit tingkat Kodam serta melaksanakan supervisi teknis medis dan
sistem/manajemen perumahsakitan.
c. Pendidikan dan pelatihan, meliputi segala upaya pekerjaan dan kegiatan
penyelenggaraan pendidikan tenaga kesehatan tingkat Diploma III, Strata I
dan Pasca Sarjana serta melaksanakan pelatihan dalam rangka peningkatan
profesionalisme dan keterampilan bagi personel kesehatan sesuai tingkat
dan kebutuhan pelayanan kesehatan.
d. Riset, meliputi segala upaya pekerjaan dan kegiatan dengan
menyelenggarakan penelitian ilmiah, pengembangan teknis medis dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


34

sistem perumahsakitan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi kesehatan.
e. Pembinaan profesi tenaga kesehatan di lingkungan Kesehatan TNI AD.
Meliputi segala upaya pekerjaan dan kegiatan di bidang pemeliharaan dan
peningkatan profesionalisme melalui penyelenggaraan seminar, lokakarya
temu ilmiah dan penulisan karya ilmiah kesehatan dalam rangka alih
teknologi.
3.1.4 Struktur Organisasi
Struktur organisasi RSPAD Gatot Soebroto berdasarkan Keputusan
Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep/50/XII/2006 tanggal 29 Desember 2006
adalah sebagai berikut:
a. Eselon Pimpinan Rumah Sakit, terdiri atas:
1) Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, disingkat
Ka RSPAD Gatot Soebroto.
2) Wakil Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto,
disingkat Waka RSPAD Gatot Soebroto.
b. Eselon Pembantu Pimpinan, terdiri atas:
1) Ketua Badan Penasehat
2) Ketua Komite Medik
3) Ketua Komite Riset
4) Kepala Satuan Pengawasan Internal (Ka SPI)
5) Direktur Pembinaan Pelayanan Medis (Dirbinyanmed)
6) Direktur Pembinaan Penunjang Medis (Dirbinjangmed)
7) Direktur Pembinaan Penunjang Umum (Dirbinjangum)
8) Direktur Pembinaan Pengembangan (Dirbinbang)
c. Eselon Pelayanan, terdiri atas:
1) Sekretaris, disingkat Ses
2) Kepala Informasi dan Pengolahan Data (Kainfolahta)
d. Eselon Pelaksana, terdiri atas
1) Kepala Departemen Bedah
2) Kepala Departemen Penyakit Dalam
3) Kepala Departemen Kesehatan Jiwa

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


35

4) Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi


5) Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
6) Kepala Departemen Jantung
7) Kepala Departemen Paru
8) Kepala Departemen Mata
9) Kepala Departemen Saraf
10) Kepala Departemen Telinga, Hidung dan Tenggorokan
11) Kepala Departemen Penyakit Kulit dan Kelamin
12) Kepala Departemen Gigi dan Mulut
13) Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik
14) Kepala Instalasi Radiologi dan Kedokteran Nuklir.
15) Kepala Instalasi Patologi
16) Kepala Instalasi Gawat Darurat
17) Kepala Instalasi Kamar Operasi
18) Kepala Instalasi Rawat Jalan
19) Kepala Instalasi Rawat Inap
20) Kepala Instalasi Anestesi
21) Kepala Instalasi Farmasi
22) Kepala Unit Kedokteran Militer
23) Kepala Unit Rikkes
24) Kepala Unit Gizi
25) Kepala Unit Gudang Material
26) Kepala Unit Kesehatan Lingkungan
27) Kepala Unit Teknik
28) Kepala Unit Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
29) Kepala Unit Jang Sus
3.1.5 Komite Medik dan Riset
Komite Medik RSPAD Gatot Soebroto adalah staf fungsional yang
memiliki integritas, otonomi dan profesionalisme sesuai dengan keahliannya
dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


36

a. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Ka RSPAD Gatot Soebroto


dalam penentuan standar pelayanan, pengawasan serta penilaian mutu
pelayanan kesehatan.
b. Memberikan saran dan pertimbangan medik dalam rangka rujukan pasien
ke rumah sakit lain, baik di dalam maupun di luar negeri.
c. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Ka RSPAD Gatot Soebroto
di bidang pendidikan, pelatihan serta pengembangan tenaga kesehatan di
RSPAD Gatot Soebroto.
d. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Ka RSPAD Gatot Soebroto
dalam menegakkan etika profesi dan etika Rumah Sakit serta hukum
kedokteran di RSPAD Gatot Soebroto.
e. Memberikan saran dan pertimbangan dalam supervisi perumahsakitan
terhadap Rumah Sakit tingkat Kodam. Adapun Komite Riset RSPAD
Gatot Soebroto diketuai oleh seorang Pakar Ahli Fungsional yang
memiliki kemampuan dan integritas di bidang riset ilmu kesehatan.
3.1.6 Komite Farmasi dan Terapi
Komite Farmasi dan Terapi (KFT) RSPAD Gatot Soebroto mulai dirintis
sejak diterapkannya Farmasi Rumah Sakit pada tahun 1982 melalui penyusunan
Daftar Obat Esensial (DOE) rumah sakit edisi I (Departemen Pertahanan dan
Keamanan Republik Indonesia, 1985). DOE terbaru yang digunakan RSPAD
Gatot Soebroto saat ini adalah DOE Edisi 8 yang diterbitkan pada tahun 2009.
DOE Edisi 8 ini dibuat oleh KFT RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad yang
berdasarkan Surat Perintah Ka RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad nomor
Sprin/2014/XI/2008 tentang Panitia Komite Farmasi dan Terapi RSPAD Gatot
Soebroto Ditkesad. KFT tersebut diketuai oleh dr. Edy Sedyawan S., M.Sc dan
yang bertugas sebagai sekretaris KFT adalah Drs. Wahyudi Uun Hidayat, Apt,
M.Sc yang pada saat itu berkedudukan sebagai Kepala Instalasi Farmasi RSPAD
Gatot Soebroto Ditkesad (Daftar Obat Esensial Edisi ke-8, 2009).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


37

3.2 Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto


(Keputusan Kepala Staf TNI AD No. Kep/50/XII/2006 tanggal 29
Desember 2006 tentang Organisasi dan Tugas Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto Direktorat Kesehatan Angkatan Darat, 2006)
3.2.1 Visi dan Misi
Visi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto adalah unit pelayanan
kebanggaan prajurit, khususnya pelayanan di bidang kefarmasian.
Adapun misinya adalah:
a. Melakukan pelayanan perbekalan kesehatan bagi TNI AD dan
keluarganya yang berobat di RSPAD Gatot Soebroto.
b. Memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga medis maupun
paramedis secara berkesinambungan.
c. Mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan memperhatikan faktor
lingkungan dan perkembangan ilmu pengetahuan sehingga mampu
menjawab tantangan tugas masa depan.
d. Melaksanakan fungsi kefarmasian dalam Komite Farmasi dan Terapan
(KFT).
e. Melaksanakan fungsi pendidikan dan pelatihan bagi Sarjana Farmasi dan
Kedokteran, mahasiswa Akper, Siswa SMF.
f. Melaksanakan pelayanan obat bagi masyarakat umum yang berobat di
RSPAD Gatot Soebroto.
g. Melaksanakan lain-lain fungsi sesuai dengan disiplin ilmu kefarmasian.
3.2.2 Tujuan
3.2.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto adalah
memberikan pelayanan di bidang kefarmasian secara paripurna, baik untuk
lingkungan TNI AD/PNS TNI AD beserta keluarganya maupun masyarakat
umum.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


38

3.2.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto adalah:
a. Memberikan pelayanan di bidang obat dan perbekalan farmasi lainnya
kepada prajurit TNI AD/PNS TNI AD beserta keluarganya secara optimal.
b. Meningkatkan derajat kesehatan prajurit TNI AD/PNS TNI AD beserta
keluarganya maupun masyarakat umum melalui pelayanan ke-Farmasian
untuk mencapai masyarakat yang sehat, agar dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik.
c. Menyelenggarakan fungsi ke-Farmasian secara profesional dan
berorientasi kepada kepentingan penderita dengan melaksanakan program
penggunaan obat secara rasional yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat
dosis, tepat pasien, dan waspada terhadap efek samping obat.
d. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan baik ke dalam maupun ke luar
guna meningkatkan ketrampilan dan ilmu pengetahuan khususnya di
bidang kefarmasian.
3.2.3 Struktur Organisasi
Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto dapat dilihat
pada Lampiran 2. Kepala Instalasi Farmasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu
oleh:
a. Kepala Kelompok Administrasi, disingkat Kapokmin.
b. Kepala Sub Instalasi Pelayanan Materiil Kesehatan, disingkat Kasub Instal
Yanmatkes.
c. Kepala Sub Instalasi Pemeliharaan Alat Kesehatan, disingkat Kasub Instal
Haralkes.
d. Kepala Sub Instalasi Penunjang dan Informasi Obat, disingkat Kasub
Instal Jang Info.
e. Staf Fungsional, disingkat SF.
3.2.4 Kepala Instalasi Farmasi
Kepala Instalasi Farmasi mempunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut:
a. Merencanakan, menyelenggarakan dan melaksanakan pelayanan
kefarmasian.
b. Merencanakan, menyediakan dan mendistribusikan obat dan suplai medik.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


39

c. Melaksanakan kegiatan informasi obat dan monitoring efek samping obat.


d. Menyelenggarakan pemeliharaan alat kesehatan meliputi pemeliharaan
berkala dan perbaikan tingkat ringan, sedangkan untuk perbaikan tingkat
sedang dan berat dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak ketiga.
e. Menyusun, mengevaluasi dan mengembangkan piranti lunak pelayanan
obat dan suplai medis serta pemeliharaan alat kesehatan.
f. Melaksanakan pembinaan personil di jajaran Instalasi Farmasi.
g. Melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala RSPAD Gatot Soebroto.
3.2.5 Sub Instalasi Pelayanan Material Kesehatan
Kepala Sub Instalasi Yanmatkes mempunyai tugas dan kewajiban sebagai
berikut:
a. Memimpin semua kegiatan pelayanan obat dan suplai medis baik untuk
pasien rawat jalan maupun rawat inap.
b. Mengatur dan mengawasi persediaan obat dan suplai medis di unit
pelayanan rawat jalan dan rawat inap.
c. Memantau dan mengawasi penggunaan obat dan suplai medis lantai-lantai
perawatan.
d. Mengkoordinir kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh para Kasi di
lingkungan Sub Instal Yanmatkes.
e. Membuat laporan pemakaian obat, suplai medis dan obat narkotika serta
mengevaluasi dan menindaklanjuti.
f. Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kewajiban para Kasi.
g. Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup Sub Instal Yanmatkes.
h. Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Kepala Instalasi
Farmasi. Sub Instalasi Yanmatkes membawahi Seksi Pelayanan Rawat
Jalan, Seksi Pelayanan Rawat Inap, Urusan Pelayanan Khusus.
3.2.5.1 Seksi Pelayanan Rawat Jalan
Seksi Pelayanan Rawat Jalan dipimpin oleh seorang apoteker yang
bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Farmasi. Kepala Seksi Pelayanan
Rawat Jalan memiliki tugas sebagai berikut:
a. Memimpin semua kegiatan di unit pelayanan rawat jalan.
b. Mengatur dan mengawasi bawahan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


40

c. Memeriksa permintaan, penerimaan, dan pengeluaran obat atau material


kesehatan.
d. Memberikan informasi kepada pasien.
e. Mencatat penerimaan dan pengeluaran narkotika.
f. Menyimpan resep-resep secara teratur.
g. Memberikan saran perbaikan kepada Kepala Instalasi Farmasi.
h. Melakukan pembinaan personil.

Unit pelayanan rawat jalan dibuka jam 7.30-14.30 WIB dari hari Senin
hingga Kamis dan pada hari Jumat dibuka pada pukul 7.30-15.00 WIB. Sistem
distribusi obat untuk pasien rawat jalan adalah berdasarkan resep individual
dimana resep yang diserahkan dilihat kelengkapannya dan diberi nomor kode urut
dan kode berdasarkan jenis poliklinik, yaitu:
A : Poliklinik Anak
B : Poliklinik Bedah
C : Poliklinik Kardiologi
D : Poliklinik Kebidanan
E : Poliklinik Gawat Darurat
F : Poliklinik Gigi dan Mulut
I : Poliklinik Penyakit Dalam
J : Poliklinik Jiwa
K : Poliklinik Kulit dan Kelamin
M : Poliklinik Mata
P : Poliklinik Pulmonologi
S : Poliklinik Neurologi
T : Poliklinik THT
KW : Poliklinik Karyawan
U : Dokter RSPAD Gatot Soebroto

Unit pelayanan rawat jalan hanya melayani pasien berhak, yaitu TNI
Angkatan Darat (AD), PNS Mabes TNI AD beserta keluarganya (suami, istri,
anak sah yang pertama dan kedua, berumur 21 tahun ke bawah, belum bekerja,
belum menikah atau sampai umur 25 jika masih kuliah). Resep ditulis oleh dokter

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


41

RSPAD Gatot Soebroto dan bukan resep iter. Prosedur pelayanan resep di unit
pelayanan rawat jalan adalah sebagai berikut:
a. Resep dibawa ke unit pelayanan rawat jalan melalui loket penerimaan
resep.
b. Kelengkapan dan identitas pasien pada resep diperiksa, lalu resep diberi
nomor urut (untuk petugas RSPAD Gatot Soebroto dengan warna biru,
kesatuan luar RSPAD dengan warna merah), diberi tanda jam resep
masuk, dibukukan, dan dibuat etiket.
c. Obat yang ada langsung disiapkan sesuai dengan ketentuan, yaitu untuk
penyakit kronis pemberian maksimal 10 hari dan untuk penyakit akut
maksimal 5 hari.
d. Bila obat sudah disiapkan, diperiksa oleh petugas, lalu diserahkan ke
pasien/keluarga pasien dengan memberi tanda terima (tanda tangan dan
nama jelas) oleh pasien/keluarga pasien. Resep yang dilayani akan
disimpan selama 3 tahun.
e. Jika obat yang diminta tidak ada, petugas segera menghubungi dokter
penulis resep untuk diganti obat sejenis yang ada. Bila obat tidak bisa
diganti, maka petugas akan membuat salinan resep. Untuk obat yang
termasuk dalam DOE, salinan resep dibuat 1 lembar kemudian diserahkan
pada pasien untuk diajukan ke Yanmasum Farmasi. Untuk obat yang tidak
termasuk dalam DOE tapi didukung oleh RSPAD, salinan resep dibuat
rangkap 3 kemudian diserahkan pada pasien setelah itu pasien meminta
persetujuan ke Kepala Instal Farmasi lalu salinan resep tersebut diajukan
di apotek PKM. Untuk obat yang tidak termasuk dalam DOE dan tidak
didukung oleh RSPAD, salinan resep dibuat 1 lembar kemudian
diserahkan pada pasien untuk ditebus di apotek di luar RSPAD. Bagan alur
pelayanan resep rawat jalan dapat dilihat pada Lampiran 4. Masing-masing
resep yang telah dilayani di unit pelayanan rawat jalan ini dihargai untuk
laporan akhir bulan dalam administrasi. Resep yang masuk berjumlah 300-
500 lembar per hari. Tenaga yang bertugas di unit pelayanan rawat jalan
berjumlah 17 orang, terdiri dari 1 apoteker, 9 asisten apoteker, 4 tenaga
honorer, dan 3 tenaga non farmasi. Unit pelayanan rawat jalan juga

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


42

melayani permintaan obat-obat Antiretroviral (ARV) untuk pasien-pasien


HIV/AIDS, baik pasien berhak maupun pasien swasta. Umumnya obat-
obat tersebut diresepkan untuk kebutuhan sebulan pemakaian. Pasien
diharuskan mengikuti konseling dengan apoteker unit pelayanan rawat
jalan sebelum menerima obat-obat tersebut. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan pasien meminum obat dan memberikan
pemahaman kepada pasien tentang obat-obat yang digunakan. Data
tentang diri pasien yang didapat dari pelaksanaan konseling dicatat pada
Kartu Konseling (Lampiran 18). Permintaan obat-obat ARV langsung
dilakukan oleh pasien yang bersangkutan dengan membawa resep dokter
dan melampirkan fotokopi identitas diri. Obat-obat ARV tersebut berasal
dari Kementerian Kesehatan RI dan diberikan secara gratis kepada pasien
HIV/AIDS. Permintaan obat-obat ARV langsung ditangani oleh petugas
gudang transito. Petugas akan mencatat obat-obat ARV yang dilayani
setiap hari dalam lembar penggunaan obat ARV kemudian lembar register
stok obat ARV dan membuat laporan tiap bulannya yang akan dikirimkan
ke Kementerian Kesehatan RI.
3.2.5.2 Seksi Pelayanan Rawat Inap
Seksi Pelayanan Rawat Inap dipimpin oleh seorang apoteker yang
bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Farmasi. Kepala Seksi Pelayanan
Rawat Inap bertugas:
a. Memimpin kegiatan pelayanan.
b. Membimbing, mengatur, dan mengawasi tugas bawahan.
c. Memeriksa keabsahan permintaan dari lantai perawatan.
d. Mengatur persediaan obat atau material kesehatan di unit-unit pelayanan.
e. Melakukan pengawasan obat atau material kesehatan.
f. Melakukan pembinaan personil.

Sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap merupakan kombinasi dari
sistem resep individual, dosis unit, dan persediaan terbatas di ruangan (limited
floor stock). Sistem resep individual adalah obat yang diberikan berdasarkan resep
yang diberikan dokter pada setiap pasien, baik rawat inap ataupun rawat jalan,
dengan prosedur sebagai berikut:
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


43

a. Resep diantarkan langsung oleh perawat ke Unit Pelayanan Resep Rawat


Inap. Obat yang dilayani untuk injeksi 2 hari dan untuk per oral 5 hari,
kecuali hari libur sesuai dengan lamanya hari libur.
b. Resep yang diterima, diberi nomor, dibukukan, dan dibuatkan etiket.
c. Obat yang tidak tersedia, segera hubungi doker penulis resep untuk diganti
dengan obat sejenis yang ada. Bila obat tidak ada, dibuatkan salinan resep
untuk dikirim ke Unit Pelayanan Restitusi. Lembar salinan resep dan etiket
dapat dilihat pada.
d. Obat yang sudah disiapkan, dicek, dan diberi paraf, kemudian dimasukkan
ke keranjang obat pasien.
e. Obat dikirim oleh petugas farmasi ke ruang perawatan sambil mengambil
resep aslinya, pada bagian belakang kertas resep dicantumkan nama
penerima dan alamat.
f. Perawat ruangan akan memberikan obat kepada pasien untuk sekali
minum. Sistem distribusi obat secara dosis unit diterapkan untuk bagian
kebidanan, lantai1, 2 dan 6 perawatan umum, IKA 1 dan 2, serta lantai
perawatan bedah.

Untuk bagian kebidanan, IKA 1 dan 2, prosedurnya sebagai berikut:


a. Resep dari ruangan dikirim melalui faksimili atau diantarkan langsung
oleh perawat ke Unit Pelayanan Resep Rawat Inap.
b. Resep asli dilampirkan pada masing-masing map yang berisi status pasien
dan lembar pemberian obat, diberi nomor urut kemudian dicatat pada kartu
stok.
c. Obat yang telah disiapkan dibagi ke dalam satu kemasan untuk satu kali
pemakaian.
d. Kemasan yang berisi obat sekali minum untuk pemakaian satu hari
diletakkan dalam wadah sesuai dengan nama pasien. Kemasan untuk hari
berikutnya disimpan di Unit Pelayanan Resep Rawat Inap.
e. Perawat memberikan obat kepada pasien untuk satu kali pemakaian dalam
sehari.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


44

Sedangkan sistem distribusi obat secara dosis unit di lantai 1, 2, dan 6


lantai perawatan umum, prosedurnya sebagai berikut:
a. Resep dari ruangan diantar langsung oleh perawat ke depo farmasi PU
yang berada di lantai 1.
b. Resep asli dilampirkan pada masing-masing map yang berisi status pasien
dan lembar pemberian obat, diberi nomor urut kemudian dicatat pada kartu
stok.
c. Obat yang telah disiapkan dibagi ke dalam satu kemasan untuk satu kali
pemakaian.
d. Kemasan yang berisi obat sekali minum untuk pemakaian satu hari
diletakkan dalam wadah sesuai dengan nama pasien. Kemasan untuk hari
berikutnya disimpan.
e. Perawat memberikan obat kepada pasien untuk satu kali pemakaian dalam
sehari.

Prosedur distribusi obat dosis unit di lantai perawatan bedah sama seperti
di lantai perawatan umum, namun resep diantarkan langsung oleh perawat ke
depo yang ada di departemen bedah yaitu Depo Kedokteran Militer di lantai 6.
Sistem persediaan obat di ruangan adalah persediaan obat yang selalu ada
dalam jumlah minimal di lantai atau ruang perawatan, biasanya untuk obat-obatan
yang bersifat life-saving yang digunakan saat kondisi gawat darurat, misalnya saat
ada pasien yang kejang, maka segera diberi antikejang (diazepam), pasien sesak
diberi injeksi aminofilin, atau kegawatan lainnya seperti dispneu, apneu, angina
pectoris, stroke hemorrhagic, dan intoksikasi.
Depo farmasi untuk pelayanan rawat inap terdiri dari empat lokasi yang
masing-masing menangani pelayanan farmasi untuk bagian-bagian yang berbeda,
yaitu:
a. Depo Rawat Mondok
Depo rawat mondok berada dibawah kepemimpinan seorang Apoteker
dibantu oleh 4 asisten apoteker dan 1 juru resep. Depo rawat mondok melayani
distribusi obat ke ruang perawatan yaitu IKA 1 dan 2, ruang bayi, lantai 1 paru,
lantai 4 paru, lantai 2 jantung, obgyn, jiwa, kamar bersalin, OKG, ICU dan IGD.
Prosedur pelayanan resep seperti yang tercantum dalam prosedur pelayanan rawat
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


45

inap, namun terdapat perbedaan untuk pelayanan resep untuk pasien yang akan
pulang dimana obat yang diresepkan harus diambil sendiri oleh pasien atau
keluarga pasien.
b. Depo Perawatan Umum
Depo di perawatan umum baru dibuka bulan Juli tahun 2009. Depo ini
terletak di lantai 1 gedung perawatan umum dan berada di bawah pimpinan
seorang Apoteker bagian pelayanan rawat inap yang dibantu oleh dua orang
Asisten Apoteker. Semua kebutuhan obat-obatan di ruangan perawatan umum,
dilayani oleh depo ini, kecuali lantai 4 yang merupakan bagian dari pelayanan
masyarakat umum. Prosedur pelayanan resep seperti yang tercantum dalam
prosedur pelayanan rawat inap, resep yang dibawa oleh perawat kemudian di-copy
sebagai arsip depo. Sistem distribusi obat yang diterapkan untuk lantai 1, 2, dan 6
adalah sistem dosis unit, sedangkan untuk lantai 3 dan 5 menggunakan sistem
peresepan individu. Obat yang masuk dan keluar dari depo farmasi ini dicatat
dalam kartu stok obat. Pasien yang dirawat di perawatan umum adalah pasien
berhak dan pasien Askes.
c. Depo Kedokteran Militer
Unit kedokteran militer terletak di lantai 6 gedung Departemen Bedah.
Depo farmasi di kedokteran militer melayani pengadaan obat pada unit ini. Depo
ini berada di bawah pimpinan seorang Apoteker bagian pelayanan rawat inap yang
dibantu oleh dua orang Asisten Apoteker. Prosedur pelayanan resep sama seperti
di pelayanan rawat inap, tetapi resep tidak dikirim melalui faksimili, melainkan
berupa resep asli. Sistem distribusi obat yang diterapkan adalah sistem unit dosis,
beberapa masih berupa resep individual dan persediaan di ruangan. Obat yang
masuk dan keluar dari depo farmasi ini dicatat dalam kartu stok obat. Pasien yang
dirawat adalah pasien yang berasal dari daerah konflik seperti daerah operasi
militer yang memerlukan perawatan luka tembak, luka tempur, atau luka pada saat
latihan militer.
d. Depo Instalasi Kamar Operasi
Depo instalasi kamar operasi berada di bawah pimpinan Apoteker rawat
mondok yang dibantu oleh Asisten Apoteker. Ruang persediaan di depo instalasi
kamar operasi berisi persediaan obat dan alat kesehatan sekali pakai dari gudang

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


46

farmasi. Permintaan obat dan alat kesehatan sekali pakai ke gudang farmasi
dilakukan satu kali dalam seminggu.
3.2.5.3 Urusan Pelayanan Khusus
Pelayanan khusus terdiri atas unit pelayanan restitusi dan unit pelayanan
farmasi diluar jam dinas (Pelayanan Jaga Cito).
a. Unit Pelayanan Restitusi
Unit Pelayanan Restitusi memiliki tugas antara lain:
1) Pasien rawat inap dan rawat jalan yang obatnya tidak tersedia di
Apotek Rawat Inap dan Rawat Jalan, resepnya dikopi dan dilayani
oleh Pelayanan Restitusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Resep obat yang telah dikopi dilayani di Restitusi sesuai prosedur
yang berlaku (untuk mendapatkan persetujuan dari Petugas yang
ditunjuk, Ka Instal Farmasi, Dirbinjang Med, Waka hingga ke Ka
RSPAD Gatot Ditkesad) selanjutnya resep dilayani melalui Apotek
PKM dan Apotek Kimia Farma No. 2, adapun pembagian ke
Yanmasum Farmasi atau Apotek Kimia Farma No. 2 sesuai kebijakan
berdasaran alokasi dana.
3) Resep Rawat Jalan khusus diluar anggota RSPAD yang obatny tidak
tersedia si Apotek Rawat Jalan, maka obatnya dilayani Restitusi
melalui Yanmasum Farmasi tujuannya agar obat dapat terlayani.
4) Untuk obat-obat khusus seperti Albumin, Insulin harus ada hasil
laboratorium. Untuk Meropex, Fosmicin harus ada hasil kulturnya.
Untuk obat kemoterapi harus ada persetujuan dari Tumor Bord.
5) Apotek Kimia Farma No. 2 dan Yanmasum Farmasi membuat laporan
harian dan bulanan atas pelayanan obat dan diperiksa oleh Petugas
Restitusi.
6) Petugas Restitusi juga mengecek tagihan dari Apotek Kimia Farma
No. 2 dan Yanmasum Farmasi untuk selanjutnya meneruskan ke Ka
Instal Farmasi da Ka Instal Farmasi membuat Nota Dinas persetujuan
pembayaran ke Ka RSPAD Gatot Soebroto.
7) Petugas Restitusi membuat laporan bulanan ke Ka Instalasi Farmasi
dan dilaporkan ke Ka RSPAD Gatot Soebroto.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


47

Prosedur pelayanan obat restitusi untuk resep pasien rawat inap adalah
sebagai berikut:
1) Resep/salinan resep dibuat rangkap 4 untuk diajukan ke unit pelayanan
restitusi. Salinan resep diberi nomor, dibukukan dan dicap di
belakangnya untuk disetujui oleh Kepala Instalasi Farmasi dan atau
Apoteker yang telah diberi wewenang.
2) Kepala Instalasi Farmasi melalui Apoteker yang berwenang akan
memeriksa kembali apakah mungkin obat tersebut dapat diganti dengan
obat yang sejenis.
3) Jika obat tidak dapat diganti, maka obat akan direstitusi sesuai dengan
jumlah yang berlaku.
4) Resep tersebut dikirim ke apotek langganan, yaitu Kimia Farma No. 2
Senen dan Yanmasum Farmasi untuk diracik dan disiapkan, kemudian
dikirim kembali ke Unit Pelayanan Restitusi.
5) Obat yang diselesaikan pada jam kerja dikirim ke Unit Pelayanan
Restitusi sedangkan obat yang diselesaikan di luar jam kerja dikirim ke
Unit Pelayanan Jaga Cito untuk diantar atau diambil oleh petugas
masing-masing urusan yang memintanya.
b. Unit Pelayanan Jaga Cito
Adapun Unit Pelayanan Jaga Cito memiliki mekanisme kerja sebagai
berikut:
1) Unit Pelayanan Jaga Cito dibuka 24 jam pada hari libur dengan 3 shift
dan di luar jam dinas dengan 2 shift.
2) Resep yang dilayani berasal dari dokter Gawat Darurat atau ruang
perawatan.
3) Resep masuk ke Unit Pelayanan Jaga Cito dan kemudian dikerjakan
oleh petugas yang berjaga.
4) Petugas jaga cito memberikan obat sesuai ketentuan yang berlaku.
5) Obat yang ada disiapkan, sedangkan yang tidak ada diambil dari
Yanmasum Farmasi (Pelayanan Kesehatan Masyarakat), setelah itu
diserahkan ke pasien dengan disertai tanda tangan dan nama jelas.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


48

3.2.6 Sub Instalasi Pemeliharaan Alat Kesehatan (Haralkes)


Kepala Sub Instalasi (Ka Sub Instal) Haralkes mempunyai tugas dan
kewajiban sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan perencanaan program kerja bidang pemeliharaan dan
perbaikan alat kesehatan.
b. Melakukan inventarisasi alat kesehatan di seluruh RSPAD Gatot Soebroto.
c. Menyelenggarakan perencanaan, penyimpanan dan pendistribusian gas
medik untuk seluruh RSPAD Gatot Soebroto.
d. Menyusun laporan berkala seluruh kegiatan pemeliharaan alat kesehatan
dan pendistribusian gas medik serta mengevaluasi dan
menindaklanjutinya.
e. Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kewajiban para Kasi.
f. Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup Sub Instalasi Haralkes.
g. Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara periodik kepada Kepala Instalasi
Farmasi.

Sub Instalasi Haralkes membawahi urusan teknik dan pemeliharaan alat


kesehatan serta urusan teknik dan pemeliharaan instal gas medik.
3.2.6.1 Urusan Teknik dan Pemeliharaan Alat Kesehatan
Pemeliharaan alat kesehatan mencakup alat elektromedik dan non
elektromedik yang tidak habis dalam sekali pemakaian. Bila terjadi kerusakan alat
kesehatan, maka unit pengguna alat kesehatan tersebut melapor kepada Wakil
Kepala Rumah Sakit (Wakarumkit) dengan tembusan ke Instalasi Farmasi.
Instalasi Farmasi akan memeriksa jenis kerusakan alat kesehatan tersebut. Alat
kesehatan tersebut akan diperbaiki oleh teknisi. Apabila kerusakan tidak bisa
diperbaiki oleh teknisi, maka pengguna membuat Berita Acara Kerusakan (BAK)
yang ditandatangani oleh pengguna dan teknisi, kemudian dilaporkan kepada
Kasub Instal Haralkes untuk mengajukan perbaikan alat kesehatan. Beberapa alat
kesehatan berteknologi canggih, seperti Magnetic Resonance Imaging, telah
memiliki kontrak servis dengan agen tunggal. Sedangkan alat kesehatan dengan
teknologi sederhana, seperti stetoskop atau tensimeter, tidak digunakan lagi bila
telah mengalami kerusakan parah.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


49

3.2.6.2 Urusan Teknik Instalasi Gas Medik


Unit ini menyediakan gas medik antara lain O2, CO2 dan N2O. Unit ini
melayani permintaan dari ICU, Instalasi Kamar Operasi, Unit Perawatan Bedah,
Paru dan Radionuklir. Permintaan oksigen disediakan dalam bentuk liquid dan gas
yang dikemas dalam wadah tabung. Oksigen liquid memiliki sentral penyimpanan
di belakang gedung perawatan ICU, sedangkan tabung-tabung gas oksigen
disimpan di ruang penyimpanan gas medik. Gas N2O memiliki satu sentral
penyimpanan yaitu di gedung unit perawatan bedah. Pelayanan gas-gas medik ini
diberikan untuk pasien berhak maupun umum. Pelayanan gas oksigen diberikan
kepada semua ruang perawatan, sedangkan pelayanan gas N2O hanya diberikan
kepada Unit Perawatan Bedah.
3.2.7 Sub Instalasi Penunjang dan Informasi Obat
Kepala Sub Instalasi Penunjang dan Informasi Obat (Jang Info)
mempunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut:
a. Merencanakan, menyediakan, menyimpan dan mendistribusikan obat dan
suplai medis untuk kebutuhan seluruh RSPAD Gatot Soebroto.
b. Melaksanakan kegiatan informasi obat dan suplai medis serta monitoring
efek samping obat.
c. Menyusun, mengevaluasi dan mengembangkan piranti lunak pelayanan
matkes serta pemeliharaannya.
d. Memberikan informasi persediaan obat bulanan untuk seluruh unit
pelayanan.
e. Menerbitkan leaflet-leaflet mengenai informasi obat.
f. Merencanakan, menyiapkan dan mengevaluasi pemakaian obat-obat
sitostatika.
g. Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kewajiban para Kasi.
h. Melaksanakan pengembangan pendidikan, pelatihan dan pelayanan
kefarmasian.
i. Melaksanakan pembinaan personil dalam lingkup Sub Instalasi Jang Info
Obat.
j. Membuat laporan tugasnya secara periodik kepada Kepala Instalasi
Farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


50

Kepala Sub Instalasi Jang Info membawahi Kepala Seksi Penunjang


(terdiri dari Urusan Produksi serta Urusan Perbekalan Kesehatan dan Gudang) dan
Kepala Seksi Informasi dan Monitoring ESO.
3.2.7.1 Urusan Produksi
Urusan produksi dipimpin oleh seorang Apoteker yang bertanggung jawab
kepada Kepala Sub Instalasi Farmasi. Personil dalam urusan produksi terdiri dari
Asisten Apoteker dan juru resep serta tenaga non medis.
Petugas urusan produksi memiliki tugas antara lain:
a. Membuat rencana produksi.
b. Mendistribusikan larutan infus.
c. Membuat obat-obatan non steril dengan formula khusus.
d. Melakukan pemeriksaan mutu obat, bahan obat, dan persediaan farmasi
lainnya.
e. Memberikan saran perbaikan kepada Kepala Instalasi Farmasi.

Urusan Produksi mempunyai 3 unit, yaitu:


a. Urusan Produksi Obat Non Steril (Bagian Anmaak)
Unit ini memproduksi obat yang digunakan di RSPAD Gatot Subroto yang
dibuat berdasarkan formula standar dengan tujuan untuk mengurangi harga atau
biaya yang tinggi. Jumlah obat yang diproduksi disesuaikan dengan jumlah
kebutuhan pasien di rumah sakit. Contoh obat yang diproduksi antara lain Obat
Batuk Hitam (OBH), salep, krim, supositoria, bedak dan sebagainya. Obat-obat
non steril didistribusikan ke Pelayanan Rawat Jalan, Pelayanan Rawat Inap, dan
Poliklinik. Obat-obat non steril dibuat sesuai jadwal yang berlaku. Bahan baku
yang digunakan dalam produksi diperoleh melalui permintaan bahan baku ke
gudang farmasi. Tetapi dalam hal tertentu, Unit Produksi dapat langsung
mengambil bahan baku ke Gudang Material (Gudmat) dengan menggunakan bon
permintaan barang.
b. Unit Distribusi Cairan Steril
Beberapa cairan infus yang didistribusikan ke Pelayanan Rawat Inap dan
poliklinik diperoleh dari LABIOMED dan beberapa perusahaan produsen cairan
infus lain dengan waktu pengiriman tiap 3 bulan. Cairan steril yang
didistribusikan oleh bagian ini adalah cairan infus standar seperti Ringer Laktat, 2
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


51

A, NaCl 0,9%, Dextrose 10%, Ringer Dextrose 5%, Aqua Pro Injection, Aqua
Bidestilata, Glukosa 5% dan Ringer Glukosa 5%, D5-1/4 NS (5% Dekstrosa dan
0,225% Sodium Klorida), D5-1/2 NS, NaCl 0,45% dan Glukosa 2,5% IV
infusion, NaCl 30 cc.
c. Unit Pelipatan Kasa
Kassa yang dibuat, dilipat dalam empat bentuk, yaitu:
1) Tahu besar, ukuran 6 x 6 cm, untuk luka bakar atau luka besar.
2) Tahu kecil, ukuran 3 x 3 cm, untuk luka kecil atau luka tembak.
3) Kasa infus berbentuk segitiga kecil.
4) Kasa gigi/lidi waten berbentuk bulat kecil.
Kasa-kasa tersebut didistribusikan ke semua Unit Perawatan Umum,
Lantai Kebidanan, Ruang Gawat Darurat. Kasa yang telah dilipat disterilkan di
Theatre Sterilization Supply Unit (TSSU) yang berada di bawah Instalasi Kamar
Operasi.
3.2.7.2 Urusan Perbekalan Kesehatan dan Gudang
Urusan perbekalan kesehatan dan gudang dipimpin oleh seorang Apoteker
yang bertanggung jawab kepada Kepala Sub Instalasi Farmasi. Tugas Kepala
Urusan Perbekalan Kesehatan dan Gudang adalah:
a. Membuat rencana kebutuhan obat dan material kesehatan per triwulan dan
per tahun.
b. Membuat laporan pemakaian obat secara berkala.
c. Menerima dan mendistribusikan obat, medical supply ke unit yang lain.
d. Mengurus obat yang direstitusi.
e. Menerbitkan daftar persediaan obat setiap bulan.
f. Mengumpulkan data dan penyusunan laporan pemakaian narkotika.
g. Mengawasi gudang perbekalan secara rutin.
h. Memberi saran dan perbaikan.
i. Melakukan pembinaan personil.

Urusan perbekalan kesehatan dan gudang membawahi unit gudang


farmasi. Gudang farmasi merupakan sarana yang digunakan untuk menyimpan
obat-obatan dan material kesehatan dalam jumlah terbatas.
Gudang farmasi terdiri dari 2 bagian, yaitu:
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


52

a. Gudang obat, dimana menyimpan obat-obatan baik obat kering maupun


basah.
b. Gudang medical supply, menyimpan alat kesehatan sekali pakai.

Sistem penyimpanan di gudang farmasi berdasarkan bentuk sediaan


(bentuk kering dan basah), alfabetis, sistem FEFO (First Expire First Out), dan
sistem FIFO (First In First Out). Barang yang di gudang didistribusikan ke unit
pelayanan rawat jalan, rawat inap, poliklinik dan produksi.
Prosedur pengeluaran perbekalan kesehatan sebagai berikut:
a. Unit-unit yang meminta obat atau alat kesehatan mengisi Lembar Daftar
Permintaan (LDP) obat dengan mencantumkan jumlah obat yang diminta
dan sisa obat yang ada di unit dan ditanda tangani oleh kepala unit masing-
masing.
b. Obat atau alat kesehatan sekali pakai yang dikeluarkan dari gudang
farmasi untuk pemakaian 1 bulan dan harus disetujui oleh Kaur Perbekalan
Kesehatan dan Gudang.
c. Obat atau alat kesehatan sekali pakai yang diminta disiapkan dan distok,
kemudian diserahkan dengan disertai paraf di LDP oleh si penerima, dan
formulir isian pertanggungjawaban pemakaian oleh pasien.
d. Setiap bulan gudang farmasi membuat laporan pengeluaran obat atau alat
kesehatan sekali pakai untuk dilaporkan ke Dirbinjangmed.
e. Khusus obat yang sudah rusak/kadaluarsa dibuat administrasinya untuk
dikembalikan ke Unit Gudang Material dengan tembusan Dirbinjangmed.

Prosedur pemasukan perbekalan kesehatan sebagai berikut:


a. Petugas mengisi LDP obat yang disetujui Kepala Instalasi Farmasi (lembar
daftar permintaan obat ke Unit Gudang Material).
b. LDP dikirim ke Bagian Daldisi dan Invent Matkes untuk disetujui, jika
sudah disetujui maka dibawa ke Unit Gudang Material guna mendapatkan
obat/medical supply.
c. Obat yang diambil dari Unit Gudang Material dibawa ke gudang farmasi
disusun berdasarkan bentuk sediaan secara alfabetis dan sistem FIFO.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


53

Prosedur permintaan obat narkotika sebagai berikut:


a. Unit yang meminta mengisi LDP narkotika dengan melampirkan resep
dokter.
b. LDP diadministrasikan oleh Unit Pelayanan Restitusi untuk diajukan ke
Kaur Perbekalan Kesehatan dan Gudang.
c. Jika disetujui oleh Kaur Perbekalan obat dapat diambil di gudang farmasi.
d. Setelah pemakaian obat narkotika, unit yang meminta membuat laporan
pemakaian yang dilengkapi nama obat, jumlah, sisa obat, dokter, dan nama
pasien.
3.2.7.3 Pelayanan Farmasi Klinik
RSPAD GS menerapkan pelayanan farmasi klinik, yaitu:
a. Visite ke ruangan ICU
b. Kegiatan konseling yang dilaksanakan di lantai 1 Perawatan Umum dan
apotek rawat jalan (khusus pasien HIV) dengan membuat janji antara
pasien dan apoteker terlebih dahulu.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO) yang dilaksanakan di apotek rawat jalan.
d. Konseling pasien Askes

3.3 Bagian Perencanaan dan Pengendalian Pengadaan Bekal Kesehatan


Bagian Perencanaan dan Pengendalian Pengadaan Bekal Kesehatan
(Rendal Ada Bekkes) berada di bawah Direktorat Bina Penunjang Medis
(Dirbinjangmed) yang bertugas merencanakan, mengendalikan, dan mengadakan
perbekalan kesehatan, obat-obatan dan alat kesehatan sekali pakai. Kepala Bagian
Administrasi Rendal Ada Bekkes membawahi Urusan Perencanaan Perbekalan
Kesehatan dan Urusan Pengendalian Pengadaan Perbekalan Kesehatan.
3.3.1 Perencanaan Perbekalan Kesehatan
Tugas dan kewajiban bagian ini adalah:
a. Menyusun dan menghimpun permintaan dari pemakai untuk dasar
pembuatan program tahunan.
b. Menyusun rencana program pengadaan per triwulan.
c. Menyusun program pelaksanaan per triwulan yang disesuaikan dengan
plafon dana.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


54

d. Mengadakan koordinasi dengan lembaga terkait mengenai dropping


perbekalan kesehatan dan obat.
e. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban bertanggung jawab kepada
Kepala Bagian Rendal Ada Bekkes. Rencana kebutuhan disusun
berdasarkan data kebutuhan satu tahun dari tiap departemen. Pengajuan
kebutuhan dilakukan sebelum tahun anggaran baru. Program induk data
perencanaan kebutuhan satu tahun disesuaikan dengan dana yang tersedia.
3.3.2 Urusan Pengendalian Pengadaan Perbekalan Kesehatan
Tugas dan kewajiban dalam proses pengadaan perbekalan kesehatan
adalah:
a. Menyusun perjanjian-perjanjian kontrak/Surat Perjanjian Kontrak pesanan
material sesuai peraturan yang berlaku dengan rekanan yang disetujui.
b. Menyelenggarakan kontrak pesanan kepada rekanan yang ditunjuk sesuai
dengan keputusan panitia lelang/panitia penilai harga.
c. Meneliti kelengkapan administrasi pengadaan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
d. Menyelenggarakan pengarsipan terhadap segala kegiatan pengadaan.
e. Membuat laporan tiap triwulan, kepada Irjenad (Inspektorat Jenderal
Angkatan Darat) dan tembusan Ditkesad (Direktorat Kesehatan Angkatan
Darat).
f. Menyiapkan persiapan TBCK (Tanda Bukti Salinan Kontrak) untuk tim
Irjenad sampai penyelesaian.

Sumber dana diperoleh dari:


a. Dana Budgeter, tiap triwulan terdiri dari:
1) Dana Rutin Bantuan Kesehatan (RBK).
2) Dana Pemeliharaan Kesehatan (DPK).
b. Dana Non Budgeter yang berupa obat-obatan berasal dari:
1) Pusat Kesehatan TNI.
2) Direktorat Kesehatan Angkatan Darat, Lembaga Farmasi Angkatan
Darat (LAFIAD) dan Laboratorium Biomedis (LABIOMED).
3) Produksi sendiri untuk produk-produk non steril.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


55

4) Sumbangan yang tidak tetap dari Departemen Kesehatan.


5) Dana intern rumah sakit yang berasal dari pendapatan rumah sakit dari
pasien-pasien swasta yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
obat.
Manajemen logistik merupakan sistem pengelolaan persediaan perbekalan
kesehatan di rumah sakit agar sesuai dengan tujuan yang dicapai dan berjalan
dengan optimal, fungsi menajemen logistik meliputi fungsi pokok dan fungsi
pendukung.
Fungsi pokok menajemen logistik meliputi:
a. Perencanaan
Perencanaan obat yang digunakan di RSPAD Gatot Soebroto berdasarkan
pola konsumsi atau user oriented yaitu dengan melihat data-data pemakaian obat
setiap tahun dan disesuaikan dengan anggaran yang ada. Kelebihan dari pola
konsumsi yaitu barang yang dibeli sesuai dengan kebutuhan pasien. Kelemahan
pola konsumsi adalah jika barang yanga akan dibeli tidak distandardisasi dan
diseleksi maka kebutuhan barang dengan jenis yang beragam akan semakin besar
sehingga anggaran dana rumah sakit menjadi tidak terkendali. Pengajuan
kebutuhan dilakukan sebelum tahun anggaran baru. Alur perencanaan pengadaan
perbekalan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto dapat dilihat pada Lampiran 11.
Dasar penyusunan perencanaan dibuat oleh Rendal Ada BekKes mengacu pada
kebutuhan user (instalasi/unit/departemen), stok obat di gudang material, rencana
pengiriman obat dari pusat (Pusat Kesehatan TNI dan Ditkesad), dan anggaran
dana yang akan turun.
Untuk anggran DPK dan RBK, perencanaan perbekalan kesehatan melalui
Ketua Instalsi Farmasi dengan membuat daftar perencanaan perbekalan kesehatan
dengan melihat data pemakaian di tiap depo farmasi dan gudang farmasi di rumah
sakit setiap tahun yang kemudian ditujukan kepada kepala rumah sakit dengan
tembusan pada bagian perencanaan dan pengadaan perbekalan kesehatan di rumah
sakit. Perencanaan dan pengadaaan perbekalan kesehatan tersebut bersifat parsial
yaitu perencanaan dalam setahun dengan pengadaan tergantung pada anggaran
yang digunakan seperti anggaran DPK untuk setiap bulan dan anggaran RBK
untuk setiap triwulan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


56

Untuk anggaran kontribusi atau dana Yanmasum maka perencanaan


melalui pimpinan rumah sakit kemudian melalui Direktur Pembinaan Penunjang
Medis dan bagian perencanaan dan pengadaan rumah sakit, perencanaan tersebut
merupakan perencanaan kebutuhan secara menyeluruh selama satu tahun.
b. Penelitian dan pengembangan
Penelitian dan pengembangan dilakukan oleh rumah sakit khususnya
untuk obat-obat yang akan diadakan di rumah sakit. Penelitian dan pengembangan
perbekalan kesehatan dilakukan oleh komite farmasi terapi yang akan membuat
Daftar Obat Essensial (DOE) yang digunakan di Rumah Sakit.
c. Pengadaan
Pengadaan obat merupakan suatu proses untuk mendapatkan perbekalan
farmasi untuk menunjang kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Pengadaan yang dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 80 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemeritah. Pengadaan yang
dilakukan di RSPAD berdasarkan:
1) Pemberian
a) Direktorat Kesehatan (DitKes) TNI yaitu dari LAFI-AD yang merupakan
pabrik obat TNI-AD, Labiomed berupa infus, Lapalkes untuk alat
kesehatan tertentu
b) Pusat kesehatan TNI (integrasi dengan seluruh TNI yaitu AD, AL dan
AU) : obat kanker, supplai medis untuk hemodialisa, implant orthopedic,
dan cath jantung.
c) Hibah (pemberian) : alat kesehatan
2) Pembelian
Pembelian dilakukan untuk obat-obat yang sesuai dengan DOE
Rumah Sakit diluar obat-obat pemberian. Pengadaan melalui tender terbuka
dengan nilai sesuai dengan anggaran yang ada setiap tahun.
Kebijakan dalam pengadaaan obat adalah menggunakan obat generik
dan melalui tender terbuka. Dalam pengadaan barang harus
mempertimbangkan jumlah buffer stock dan lead time barang yang ada di
gudang penyimpanan. Buffer stock dan lead time yang digunakan adalah

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


57

persediaan barang untuk 3-4 bulan, fungsi untuk adanya buffer dan lead time
adalah mencegah kekosongan barang.
Pengadaan dilakukan oleh ULP (Unit Layanan Pengadaan).
Pengadaan barang yang fast moving dengan harga mahal dilakukan dengan
cara pembelian dengan jarak waktu pendek dan tetap berdasarkan tingkat
prioritas obat tersebut.
Anggaran yang digunakan dalam pengadaan barang adalah:
a) DPK (Dana Pemeliharaan Kesehatan), merupakan dana asuransi untuk
TNI dan PNS-TNI (potongan gaji 2% yang dikelola sendiri oleh TNI-
AD). Anggaran tersebut turun setiap bulan.
b) RBK (Rutin Bekal Kesehatan), merupakan dana APBN yang turun
setiap bulan.
c) Yanmasum (Pelayanan Masyarakat Umum), diambil dari keuntungan
melayani masyarakat umum untuk menunjang kekurangan dana dari
DPK dan RBK, sebagai subsidi bagi pasien dinas.

Langkah-langkah dalam pengadaan perbekalan farmasi meliputi:

a) Membuat daftar perbekalan farmasi yang dibutuhkan


b) Menentukan jumlah item obat yang akan dibeli
c) Mencocokkan dengan anggaran yang ada
d) Melakukan pengadaan dengan metode tender terbuka
e) Memilih supplier atau rekanan sesuai dengan kriteria
f) Membuat persyaratan dalam kontak kerja
g) Memonitor pengiriman barang tepat waktu
h) Pengecekan barang yang diterima sesuai kontrak
i) Melakukan pembayaran pada rekanan
Untuk anggaran DPK dan RBK, pembelian dilakukan oleh panitian
lelang dari DitKes TNI-AD kemudian barang yang telah dibeli disimpan
dalam gudang pusat farmasi melalui gudang farmasi sehingga pengelolaan
perbekalan kesehatan lebih terkendali. Untuk anggaran kontribusi pembelian
dilakukan oleh panitian lelang dari bagian pengadaan RSPAD Gatot
Soebroto, kemudian barang yang ada disimpan ke gudang material RSPAD

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


58

Gatot Soebroto dan didistribusikan ke depo-depo farmasi melalui gudang


farmasi.
d. Distribusi
Pendistribusian barang yang melalui gudang farmasi dan depo farmasi
akan lebih terkendali dan dapat menghindari kebocoran daripada pendistribusian
barang langsung ke user. Pendistribusian obat ke pasien menggunakan sistem
desentralisasi dikarenakan terdapat beberapa depo farmasi untuk memudahkan
pelayanan kefarmasian dan menghindari kebocoran barang di unit pelayanan
kesehatan.
e. Penyimpanan dan pemeliharaan
Pengendalian dilakukan di tiap fungsi logistik. Pengedalian dilakukan
dengan cara audit internal maupun eksternal. Macam-macam pengendalian yang
dilakukan di tiap fungsi adalah:
1) Pengendalian perencanaan dengan melihat stok yang ada di gudang dan
anggaran yang ada.
2) Pengendalian pengadaan dengan mengendalikan proses berjalannya tender
agar terselesaikan tepat waktu sehingga mencegah terjadinya kekosongan
barang
3) Pengendalian persediaan dengan metode ABC atau pareto yaitu menekan
pada persediaan yang fast moving dengan harga relatif mahal sehingga dapat
menentukan frekuensi pemesanan dan menentukan prioritas barang yang akan
dipesan.
4) Membuat buffer stock untuk 3-4 bulan agar tidak terjadi kekosongan barang.

f. Penghapusan
Fungsi pendukung manajemen logistik meliputi:
1) Standardisasi dengan penggunaan DOE (Daftar Obat Essensial) rumah sakit
2) Katalogisasi (pengkodean) barang
3) Administrasi perbendaharaan material
4) Sistem informasi manajemen
5) Mobilisasi dan demobilisasi dalam keadaan darurat

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


59

3.4 Unit Gudang Material (Gudmat)


Unit Gudang Material (Gudmat) mempunyai tugas dalam
menyelenggarakan penyimpanan material umum dan material kesehatan dengan
menerima, menyimpan, memelihara serta mendistribusikan material kesehatan ke
Instalasi Farmasi dan material umum ke seluruh bagian rumah sakit sesuai Surat
PPnM penerimaan maupun Surat PPM.
Tugas dan kewajiban Kepala Unit Gudmat sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan penerimaan, penyimpanan, dan distribusi material
kesehatan dan material umum.
b. Melaksanakan kegiatan pemeliharaan sarana, prasarana gudang dan
materil yang tersimpan di dalamnya, agar sesuai dengan kuantitas, kualitas
dan berfungsi baik, serta siap didstribusikan.
c. Menyelenggarakan administrasi pergudangan berdasarkan ketentuan yang
berlaku.
d. Mengusulkan penghapusan materil kesehatan dan materil umum yang
tidak layak pakai.
e. Melaksanakan pembinaan personil di jajaran unit Gudmat.
f. Melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Karumkit (Kepala Rumah
Sakit).

Unit Gudmat dipimpin oleh Kepala Unit Gudmat yang membawahi:


a. Seksi Gudang Material Kesehatan, terdiri dari urusan obat, medical supply,
urusan alat kesehatan, dan penata disposal.
b. Seksi Gudang Material Umum, terdiri dari urusan alat tulis kantor dan
mesin kantor, urusan alsatri, dan urusan makanan.
3.4.1 Urusan Obat
Penyimpanan obat dikelompokkan berdasarkan sifat farmakologi dan
kegunaannya terdiri dari:
a. Golongan A1 kering yang menyimpan serbuk, tablet, kapsul dan lainnya.
b. Golongan A1 basah yang menyimpan sirup (potio), injeksi, krim,
suppository dan lainnya.
c. Golongan A2 pembalut yang menyimpan perban, kapas dan lainnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


60

Obat yang diterima disesuaikan dengan surat kontrak oleh Unit Gudmat
kemudian dibukukan dan disimpan di gudang obat dan alat kesehatan.
Sistem pengeluaran dan penyimpanan barang yang digunakan adalah
sistem FIFO (First In First Out) dan sistem FEFO (First Expired First
Out).
3.4.2 Urusan Alat Kesehatan
Alat kesehatan disimpan berdasarkan kegunaan alatnya dan abjad yang
dikelompokkan berdasarkan alat yang tidak habis pakai (alat bedah) dan alat yang
habis dipakai (medical supply seperti spuit, wing needle). Sistem penyimpanan
dari Gudmat menggunakan sistem FIFO.
3.4.3 Urusan Disposal
Urusan Disposal bertugas menerima, menyimpan dan menginventaris
material kesehatan yang tidak dapat dipakai lagi. Pengembalian barang rusak
menggunakan berita acara kerusakan dan mutasi inventaris yang disetujui
Dirbinjangmed, kemudian Gudmat mengusulkan kepada Karumkit untuk
dimusnahkan.
Alur pengelolaan barang di Gudmat, yaitu:
a. Penerimaan Barang
Ada beberapa persyaratan administrasi yang harus dipenuhi saat
penerimaan barang di gudang oleh rekaan/perusahaan, yaitu:
1) SPK (Surat Perintah Kerja) yang dikeluarkan oleh Karumkit yang
menyebutkan telah disetujuinya kerjasama dengan rekanan yang
bersangkutan.
2) Delivery Order (DO), yaitu surat pengiriman barang dari rekanan atau
perusahaan yang menyebutkan jumlah dan jenis barang yang dikirim ke
gudang.
Setelah barang diterima, dilanjutkan dengan komisi atau pemeriksaan oleh
tim komisi, disaksikan oleh rekanan dan juga petugas gudang. Komisi atau
pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa apakah barang yang diterima
spesifikasinya sesuai dengan pemesanan. Timkomisis ditunjuk langsung setiap
tahunnya oleh Kepala Rumah sakit.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


61

Setelah dilakukan pemeriksaan oleh tim komisi, dengan dasar DO dan


SPK, kemudian dibuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Kepala
Unit Gudang Material, Tim Komisi, dan diketahui oleh Karumkit.
Setelah dilakukan komisi, barang kemudian dipindahkan ke gudang
penyimpanan dan dibuat KPH (Kartu Penerimaan Harian) oleh Kaur yang
bersangkutan dan ditandatangani oleh Kaunit Gudmat dan Kaur. SPK, DO, berita
acara pemeriksaan, dan KPH dikumpulkan menjadi satu dan dikirim ke bagian
keuangan sebagai kelengkapan untuk pembayaran. Alat-alat kesehatan biasanya
tidak diterima di gudang, akan tetapi langsung dikirim atau ditempatkan di bagian
yang membutuhkan untuk lebih memudahkan mobilisasi. Akan tetapi, segala
administrasi dijalankan sama seperti administrasi penerimaan obat dan medical
supply.
b. Penyimpanan
Penyimpanan material kesehatan di gudang material dibagi menjadi
gudang obat kering, obat cair, dan medical supply. Penyimpanan obat kering
adalah pada suhu ruangan dengan penyusunan secara alfabetis menurut nama
dagang untuk lebih memudahkan dalam pencarian obat. Obat-obat cair disimpan
sesuai dengan suhu penyimpanannya, ada yang diletakkan di suhu ruangan dan
ada yang diletakkan ke dalam lemari pendingin. Penyusunannya juga dilakukan
secara alfabetis. Sedangkan untuk medical supply penyimpanannya berbeda
dengan obat.
Penyusunan medical supply berdasarkan spesifikasi atau kegunaannya
untuk memudahkan dalam pencarian dan memudahkan dalam pengontrolan stok.
Guna memudahkan dalam mengontrol jumlah persediaan barang, setiap obat atau
medical supply yang masuk atau keluar gudang selalu dicatat di dalam kartu stok.
Setiap tahunnya, untuk mengetahui jumlah stok akhir dilakukan stock opname
setiap akhir tahun yang dilakukan oleh perwakilan bagian-bagian terkait yang
ditunjuk karumkit dan menjadi salah satu dasar rencana pengadaan barang tahun
selanjutnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


62

Prosedur penyimpanan obat, medical supply, dan cairan/infus.


1. Setelah obat, medical supply, cairan/infus dilakukan komisi penerimaan
barang oleh Tim Komisi, barang tersebut disimpan pada gudang
penyimpanan:
a) Obat kering (A1 K) disimpan pada gudang simpan obat kering
b) Obat basah (A1 B) disimpan pada gudang obat basah
c) Medical supply disimpan pada gudang simpan medical supply
d) Cairan/infuse disimpan pada gudang simpan cairan/infus
2. Seluruh obat, medical supply, cairan/infus (bekkes) harus:
a) Dicatat pada buku penerimaan barang
b) Dibuatkan kartu penerimaan harian (KPH)
c) Dicatat pada kartu stok gudang/kartu gantung gudang pada kolom
penerimaan
3. Obat, medical supply, cairan/infus (bekkes) yang masuk gudang simpan:
a) Setiap jenis merek dagang mempunyai satu kartu gantung gudang
b) Bekkes yang bersumber dari manapun dengan merek dagang sama
dicatat dalam satu kartu gantung gudang, dengan cara:
1) Cantumkan nama dan satuan barang/bekkes pada kolom isian nama
barang dan satuan yang terdapat pada kartu gantung gudang.
2) Cantumkan sumber dukungan bekkes pada kolom tanggal kartu
gantung gudang
3) Cantumkan tanggal penerimaan pada kolom keterangan kartu
gantung gudang
4) Cantumkan nomor dokumen barang pada kolom nomor kartu
gantung gudang
5) Cantumkan tanggal kadaluarsa obat pada kolom keterangan kartu
gantung gudang, setelah penulisan sumber dukungan
6) Jika pada kartu gantung gudang terjadi kesalahan tidak boleh
dikoreksi menggunakan tipe-x melainkan dicoret dan dibubuhi paraf.
7) Kartu gantung gudang harus selalu melekat pada barang/bekkes.
8) Kartu gantung gudang yang sudah terisi penuh tidak boleh
dipisahkan dengan kartu baru.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


63

9) Kartu gantung gudang yang barang/materialnya sudah tidak ada


disimpan pada tempat yang telah disiapkan.
10) Penyimpanan barang ditata menurut masa kadaluarsa masing-masing
bekkes (First Expired First Out).
c. Distribusi
Gudang material kesehatan mendistribusikan obat dan medical supply ke
gudang farmasi dan bagian-bagian lain yang membutuhkan. Alur pelayanan
permintaan obat atau medical supply di gudang material kesehatan yaitu surat
permintaan yang masuk diserahkan ke Kapokmin dan dengan bantuan Turmin
akan diadministrasikan dan dikeluarkan lembar disposisi untuk
dipindahtangankan ke Kasi Gudmatkes. Setelah diketahui Kasi Gudmatkes,
permintaan tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis barang yang diminta
(obat/medical supply/alkes). Setelah dikelompokkan, surat permintaan tersebut
diserahkan kepada masing-masing Kaur untuk kemudian diadministrasikan
kembali dengan bantuan turmin. Kemudian Turyan (pengatur pelayanan) segera
menyiapkan atau melayani permintaan tersebut.
d. Penghapusan
Selain bertanggungjawab dalam penerimaan, peyimpanan serta
pendistribusian barang, gudang material juga bertanggung jawab dalam hal
penghapusan barang yang dinilai sudah tidak memiliki nilai guna. Materiil yang
akan dihapus terlebih dahulu harus dilakukan pencelaan atau penelitian guna
dapat menentukan kondisi materiil yang memenuhi syarat untuk dihapus.
Pertimbangan atau alasan penghapusan barang bergerak meliputi:
1. Pertimbangan teknis
a) Secara fisik materiil tidak dapat digunakan karena rusak berat dan tidak
ekonomis bila diperbaiki
b) Secara teknis tidak dapat digunakan lagi akibat perkembangan teknologi
c) Telah melampaui batas waktu penggunaannya (kadaluarsa)
d) Perubahan spesifikasi akibat penggunaan misalnya terkikis.
e) Terjadi penurunan dalam timbangan/ukuran disebabkan penggunaan atau
susut dalam penyimpanan/pengangkutan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


64

f) Karena berbahaya bila disimpan lebih lama, seperti amunisi, bahan peledak,
zat kimia, obat-obatan, dll.
g) Materiil dinas yang masih bisa operasional apabila dihapus harus ada
materiil baru sebagai pengganti agar tidak mengganggu operasional satuan.
2. Pertimbangan ekonomis
a) Karena berlebih/surplus
b) Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi Negara bila dihapus karena
biaya operasional dan pemeliharaannya lebih besar dari manfaat yang
diperoleh.
c) Secara umum tidak diperlukan lagi oleh TNI dan Kemhan.
3. Karena hilang/kekurangan perbendaharaan atau kerugian yang disebabkan :
a) Kesalahan atau kelalaian bendaharawan barang/pengurus barang
b) Di luar kesalahan atau kelalaian bendaharawan barang, misalnya karena
kesalahan administrasi atau alasan tak terduga (force majeure)
c) Mati, bagi tanaman atau hewan/ternak

Untuk penghapusan alat kesehatan, sebelumnya bagian yang


membutuhkan penghapusan alat mengajukan surat permohonan penghapusan ke
Karumkit dengan memberikan tembusan ke unit gudang material. Gudang
material kemudian mengirimkan surat ke Karumkit yang menyatakan bahwa alat
siap dihapuskan. Selain itu, gudang material juga mengirimkan surat ke panitia
penghapusan/pencelaan dan dikeluarkan berita acara pemeriksaan yang
ditandatangani oleh panitia penghapusan/pencelaan, Kepala Unit Gudang
Material, dan diketahui oleh Karumkit, serta dilampirkan hasil penilaian alat.
Setelah dilakukan penghapusan, gudang material memebrikan surat kepada
Karumkit sebagai laporan telah dilakukannya penghapusan yang disertai dengan
berita acara pemeriksaan alat.

3.5 Unit Kesehatan Lingkungan dan Nosokomial


Unit Kesehatan Lingkungan (Kesling) dan Nosokomial berada dibawah
Dirbinyanmed. Unit Kesling dan Nosokomial membawahi:
a. Seksi Kesling serta K3 (Keamanan dan Keselamatan Kerja)
b. Seksi Nosokomial
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


65

3.5.1 Seksi Kesehatan Lingkungan dan K3


Kegiatan Bagian Kesehatan Lingkungan meliputi:
a. Pengelolaan Air Bersih
Sumber air bersih diperoleh dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum),
tetapi bila air PDAM terganggu maka air bersih dapat diperoleh dari sumur
artesis. Pemeriksaan rutin air bersih dilakukan setiap bulan di Laboratorium
Kesehatan Lingkungan (Kesling) RSPAD meliputi pemeriksaan:
1) Fisika : bau, warna
2) Kimia : logam berat, zat beracun
3) Mikrobiologi : ada tidaknya Eschericia coli
b. Pengolahan Limbah Cair
Limbah cair berasal dari berbagai macam unit, seperti: laboratorium, ruang
perawatan, dapur, laundry, dan bahan radioaktif. Kandungan limbah cair ini
sangat kompleks sehingga mempengaruhi kesehatan pada lingkungan hidup.
Penanganan limbah cair ini menggunakan sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air
Limbah).
IPAL terdiri dari 6 unit, yaitu:
1) IPAL IKA (Ilmu Kesehatan Anak)
2) IPAL Jiwa
3) IPAL Laundry dan Jenazah
4) IPAL Paru
5) IPAL Rehabilitasi Medik
6) IPAL Paviliun Kartika
Dalam IPAL ini limbah diolah dengan menggunakan metode lumpur aktif.
Setelah melalui proses pengolahan, limbah yang sudah memenuhi persyaratan
dibuang ke sungai. Pemantauan pengolahan limbah di RSPAD Gatot Soebroto
dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan mengirim sampel ke BPLHD (Badan
Pemeriksaan Lingkungan Hidup Daerah) untuk melihat aman tidaknya limbah
tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan beberapa parameter
diantaranya, Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand
(BOD), KMnO4, amonia, biru metilen, dan zat padat tersuspensi. Selain itu juga

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


66

dilakukan pemeriksaan terhadap mutu air limbah dari pH, debit perhari, suhu, dan
kandungan organik.
c. Pengolahan Limbah Padat
Limbah padat, dibedakan menjadi:
1) Limbah Medis
Limbah medis adalah limbah yang berasal dari ruangan perawatan,
laboratorium radiologi, kedokteran, kamar operasi, dan UGD. Limbah ini
bersifat infeksius. Limbah medis dibawa dari ruangan menggunakan kantung
plastik kuning lalu dibawa ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Infeksius
untuk kemudian dibakar menggunakan incinerator dengan suhu 1200C.
2) Limbah Non Medis
Limbah non medis adalah limbah yang tidak infeksius, seperti sampah dapur,
kertas, botol plastik, dan sebagainya. Limbah non medis dibawa dengan
menggunakan kantung plastik hitam. Limbah ini dibuang ke TPS kemudian
diangkut oleh Dinas Kesehatan DKI sebanyak 2 kali dalam 1 hari untuk dibawa
ke Tempat Pembuangan Akhir.
d. Pengendalian Serangga dan Binatang Pengganggu
Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu dilakukan secara
berkesinambungan agar populasinya dapat ditekan serendah mungkin sehingga
tidak merusak alat-alat yang ada, dan tidak mengganggu aktivitas serta tidak
menyebarkan penyakit. Dalam rangka pemberantasan serangga dan binatang
pengganggu, kegiatan yang dilakukan antara lain yaitu dengan cara penyemprotan
kecoa, fogging di lingkungan sekitar rumah sakit, desinfeksi ruangan, pemasangan
perangkap tikus, serta penangkapan kucing. Pengendalian ini dilakukan dengan 3
cara, yaitu:
1) Fisik : ditangkap dengan menggunakan perangkap.
2) Kimia : menggunakan bahan kimia misalnya dengan racun tikus.
3) Biologi : memelihara ikan di dalam got untuk memakan jentik nyamuk.
e. Desinfeksi dan Sterilisasi Ruangan
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan perawatan maka dilakukan
tindakan sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat-tempat yang dicurigai
mempunyai resiko terhadap penularan penyakit. Tindakan desinfeksi ruangan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


67

dilakukan pada ruang pelayanan medis dan penunjang medis yang dicurigai
berpotensi terjadi kontaminasi/pencemaran oleh mikroba patogen antara lain
ruang operasi, ruang isolasi, ruang rawat inap, ruang ICU, kamar bayi dan juga
ruang pelayanan medis yang memerlukan kondisi steril sebelum dipakai untuk
melakukan kegiatan medis antara lain ruang operasi dan ruang isolasi.
f. Pengawasan Kualitas Lingkungan
Untuk melihat kualitas udara di dalam ruangan, maka dilakukan
pemeriksaan kondisi fisik bangunan seperti suhu ruangan, kelembaban,
pencahayaan, uji kebisingan, partikel debu, jumlah koloni kuman, dan identifikasi
gas berbahaya atau beracun.
g. Pengawasan Makanan dan Minuman
Pengawasan dilakukan mulai dari pemeriksaan tempat penyimpanan bahan
makanan, tempat pengolahan makanan, alat-alat makan, sampai makanan siap saji
yang siap diantar ke pasien.
h. Penyehatan Laundry
Kegiatan penyehatan laundry terdiri dari pengawasan fisik ruangan,
kebersihan linen, alat pelindung diri, kualitas air bersih, pengangkutan linen, serta
pemisahan ruangan untuk linen infeksius dan non infeksius. Linen infeksius
sebelum dicuci terlebih dahulu dilakukan perendaman dengan klorin selanjutnya
linen tersebut digabung dengan linen non infeksius untuk dilakukan pencucian.
i. Perlindungan Radiasi
Kegiatan yang dilakukan antara lain penanganan sampah padat radioaktif,
penggunaan film badge untuk petugas radiasi, kalibrasi alat radiologi,
pengamanan limbah cair radioaktif dari pasien pasca terapi, serta kerjasama
dengan BATAN (Badan Tenaga Atom dan Nuklir). Sampah padat radioaktif
dibungkus khusus dengan kantung plastik merah dan disimpan selama 3 bulan
sebelum dimusnahkan menggunakan incinerator. Penyimpanan tersebut
dimaksudkan untuk menghilangkan bekas radioaktif yang terdapat dalam sampah.

3.6 Instalasi Kamar Operasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


68

Bagian Instalasi Kamar Operasi berada di bawah Dirbinyanmed. Bagian


ini mempunyai tugas dalam mengelola sarana dan prasarana untuk membantu
kegiatan pembedahan, meliputi:
a. Pemeliharaan dan penyiapan alat-alat operasi.
b. Sterilisasi ruangan dan alat-alat bedah.
c. Pendistribusian obat dan alat-alat bedah.

Bagian instalasi kamar operasi dipimpin oleh seorang Kepala Bagian


Instalasi kamar operasi yang membawahi:
a. Kasie Instalasi kamar operasi
b. Kasie Penunjang Instalasi kamar operasi
c. Kasie Anestesi

Bagian instalasi kamar operasi terdiri dari ruang persediaan obat dan alat
kesehatan sekali pakai, ruang operasi, dan ruang pelaksana sterilisasi.
3.6.1 Ruang Persediaan Obat dan Alat Kesehatan Sekali Pakai
Ruangan ini merupakan depo farmasi di Instalasi Kamar Operasi dimana
terdapat semua obat-obatan dan alat kesehatan sekali pakai untuk keperluan
pembedahan baik yang cito maupun yang telah terjadwal. Setiap hari depo farmasi
mendapatkan jadwal operasi yang akan dilakukan pada hari itu. Penggunaan obat
dan alat kesehatan sekali pakai ditulis di buku laporan pemakaian setelah seluruh
kegiatan di ruang operasi telah selesai, kemudian dokter menuliskan resep
obatobatan yang dipakai. Obat-obat gawat darurat antara lain adrenalin, lidokain,
darmicum, phentotal. Obat pramedikasi yang biasa digunakan adalah valium.
3.6.2 Ruang Operasi
Bagian Instalasi kamar operasi mempunyai 13 kamar operasi yang berada
di lantai I dan II, masing-masing kamar memiliki fungsi yang berbeda. Lantai I
terdiri dari 3 kamar operasi untuk unit bedah cito, diagnostik dan bedah minor.
Sedangkan lantai II terdiri dari 10 kamar operasi yang telah direncanakan, yaitu
kamar operasi bedah saraf, bedah penyakit dalam, bedah gigi-mulut dan THT,
bedah anak, bedah tumor-plastik dan digestif, bedah mata, bedah kebidanan,
bedah jantung-paru dan vaskuler, bedah urologi, dan bedah ortopedi. Bagian ini
melayani baik pasien berhak maupun pasien umum, namun administrasi dan
pelayanan farmasinya tetap dipisahkan seperti di bagian lainnya.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


69

Sterilisasi ruangan operasi dilakukan menyeluruh setiap 3 bulan sekali,


kecuali jika dilakukan operasi terhadap pasien terinfeksi, maka ruangan operasi
langsung disterilkan untuk menghindari penyebaran infeksi. Sterilisasi dilakukan
dengan menggunakan desinfektan formaldehid, timol, dan alkohol dengan
perbandingan tertentu.
3.6.3 Ruang Pelaksana Sterilisasi
Selain depo farmasi, bagian Instalasi Kamar Operasi juga membawahi
TSSU (Theater Sterilization Supply Unit). Ruang sterilisasi atau TSSU berpusat di
lantai II Instalasi Kamar operasi. Sterilisasi alat-alat bedah, pakaian di ruang
Instalasi Kamar Operasi, ruangan bedah maupun material lain yang perlu
disterilkan dilakukan oleh personil TSSU. TSSU tidak melayani sterilisasi
obatobatan dan cairan. Di TSSU juga dilakukan kegiatan pelipatan kasa yang
hanya digunakan di Instalasi Kamar Operasi. Kasa yang sudah dilipat dimasukkan
ke dalam kantong sterilisasi khusus. Alat yang telah disterilkan diberi tanggal
dilakukan sterilisasi untuk menentukan jangka waktu apakah alat tersebut masih
dalam kondisi steril atau tidak. Untuk sterilisasi ruangan dilakukan setiap 3 bulan
sekali.
TSSU juga melakukan uji mikrobiologi apakah alat-alat dan bahan yang
telah disterilkan benar-benar sudah steril atau belum. Sebelum dilakukan
sterilisasi, alat yang akan disterilkan direndam dengan cairan hexaminus 5%
selama 24 jam untuk alat yang terinfeksi atau selama 15 menit untuk alat yang
tidak terinfeksi. Setelah perendaman, dilakukan sterilisasi dengan salah satu dari
dua metode berikut:
a. Menggunakan Autoklaf (uap panas)
Autoklaf digunakan untuk sterilisasi alat-alat yang tahan terhadap panas
seperti bahan-bahan, tekstil, linen, baju operasi, logam, dan lainnya. Proses
sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf Jeringe pada temperatur135C
selama 45 menit dengan tekanan uap panas 3 bar. Penentuan masa kadaluarsa alat
yang sudah di sterilisasi tergantung dari pengemasnya, jika dibungkus dengan
kain alat yang belum digunakan selama 3 x 24 jam maka sebelum digunakan
harus disterilkan kembali. Jika dibungkus menggunakan packing press, alat yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


70

belum digunakan bisa tahan sampai 6 bulan. Tes yang dapat dilakukan untuk
mengetahui fungsi autoklaf sesuai dengan yang dibutuhkan atau tidak antara lain:
1) Bowie & Dick
Test ini dilakukan 1 bulan sekali, menggunakan temperatur 134-138C
selama 3 hingg 3,5 menit akan terjadi perubahan warna dari biru muda jadi
ungu menandakan autoklaf masih berfungsi.
2) Indikator test
Indikator test ditempelkan pada kemasan alat yang akan disterilkan. Jika
timbul warna strip hitam menandakan alat telah steril dan autoklaf masih
berfungsi.
b. Mengalirkan Gas Etilen Oksida
Cara ini digunakan untuk alat-alat yang tidak tahan pemanasan seperti alat
pembungkus dan polietilen, plastik, silikon, dan lainnya. Sterilisasi dilakukan
pada suhu 60C selama 3 jam dengan tekanan 0,78 bar.

3.7. Bagian Administrasi Pasien dan Informasi Medis (Minpasien dan


Formed)
Bagian Administrasi Pasien dan Informasi Medis (Minpasien dan Formed)
dipimpin oleh seorang kepala bagian berpangkat Letnan Kolonel CKm (K).
Bagian ini melayani proses administrasi pasien baik pasien berhak maupun pasien
askes, mulai proses mendaftar sampai proses pembuatan kartu berobat serta
penyimpanan catatan medik pasien. Pengolahan data pasien telah dilakukan secara
komputerisasi.
Secara garis besar, proses pelayanan administrasi pasien adalah pasien
mendaftar di loket penerimaan pasien rawat inap atau rawat jalan baik pasien baru
maupun pasien lama. Petugas akan memberikan nomor urut poliklinik kepada
pasien, selanjutnya petugas akan mencari catatan medik pasien bagi yang sudah
terdaftar, sedangkan untuk pasien yang belum mendaftar, petugas akan menginput
data pasien ke komputer untuk pembuatan catatan mediknya. Petugas akan
mencari catatan medik (CM) pasien dan mencatat CM sesuai dengan poliklinik
yang dituju dalam Laporan Harian Poliklinik atau buku ekspedisi kemudian CM
diantar ke poliklinik yang dituju.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


71

BAB 4
PEMBAHASAN

RSPAD (Rumah Sakit Umum Pusat Angkatan Darat) Gatot Soebroto


merupakan rumah sakit tingkat satu dan menjadi rujukan tertinggi di jajaran TNI
yang memberikan pelayanan kesehatan untuk prajurit TNI AD dan keluarga,
pegawai negeri sipil dan keluarga serta untuk masyarakat umum. Rumah sakit ini
terletak di Jalan Abdul Rahman Saleh 24, Jakarta Pusat. Berdasarkan
kepemilikannya, RSPAD Gatot Soebroto merupakan rumah sakit pemerintah dan
dikelola oleh Kementerian Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia.
Berdasarkan kriteria pembagian Rumah Sakit menurut PerMenkes RI
No.93/Menkes/SK/XI/1992 dan Undang-Undang Republik Indonesia No.44 tahun
2009, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto termasuk
rumah sakit kelas A yang memiliki tenaga spesialistik dan subspesialistik yang
lengkap dengan fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan
subspesialistik luas yaitu lebih dari empat spesialis dasar, lebih dari 17 spesialis
lain termasuk spesialis penunjang medik, serta lebih dari 13 subspesialis.
Pelayanan spesialis yang tersedia di rumah sakit ini yaitu spesialis anak, bedah,
penyakit dalam, obstetri dan ginekologi, gigi dan mulut, gizi, ginjal, jantung, kulit
dan kelamin, kedokteran nuklir, mata, paru, psikiatri, rehabilitasi medik, saraf dan
THT. Dilihat dari aspek jumlah tempat tidur, RSPAD memiliki jumlah tempat
tidur lebih dari 1000 dan hanya sekitar 771 tempat tidur yang digunakan secara
fungsional. RSPAD Gatot Soebroto juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit
pendidikan yaitu rumah sakit yang melaksanakan program pelatihan residensi
dalam medik, bedah, pediatri dan bidang spesialis lain.
RSPAD Gatot Soebroto memberikan pelayanan kesehatan secara gratis
kepada pasien berhak, yaitu anggota TNI, PNS Mabes TNI, PNS Kementerian
Pertahanan dan Keamanan (Kemhankam), PNS yang berdinas di RSPAD beserta
keluarganya yang terdiri dari suami, istri dan anak pertama dan kedua yang sah
dengan ketentuan masih berusia di bawah 21 tahun, belum bekerja, dan belum
menikah. Untuk prajurit TNI yang masih aktif maka masih termasuk dalam pasien
berhak. Sedangkan, untuk prajurit TNI yang sudah pensiun (purnawirawan) maka

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


72

dikatagorikan sebagai pasien ASKES. Pelayanan di RSPAD juga diberikan untuk


pasien SKTM, GAKIN, serta pasien umum yang lain.
RSPAD Gatot Soebroto memberikan beberapa pelayanan, diantaranya
pelayanan medis dan pelayanan penunjang untuk melayani pasien rawat inap dan
rawat jalan. Pelayanan medis yang diberikan adalah pelayanan 24 jam seperti
ambulance, apotik, laboratorium, bank darah, radiologi dan unit gawat darurat.
Pelayanan medis lainnya adalah poliklinik anak, bedah, penyakit dalam, obsteri
dan ginekologi, gigi dan mulut, gizi, ginjal, jantung, kulit dan kelamin, kedokteran
nuklir, mata, paru, psikiatri, paviliun kartika, rehabilitasi medik, saraf, dan THT.
Selain pelayanan medis dan penunjang, terdapat juga pelayanan lainnya, seperti
layanan rohani, kelompok senam, ATM, Bank, kantin, koperasi, masjid, salon
bahkan sarana fotokopi.
Pelayanan rawat jalan dilakukan di poliklinik yang ada di rumah sakit,
sedangkan pelayanan rawat inap dilakukan di ruang perawatan baik paviliun dan
non-paviliun. Paviliun terdiri dari Paviliun Kartika dan Paviliun Darmawan untuk
perawatan umum, serta Paviliun Imam Sujudi yang khusus melayani kebidanan.
Ruang perawatan non-paviliun terdiri dari Perawatan Umum, Perawatan Bedah,
Perawatan Paru, Perawatan Jiwa, Perawatan Obstetri dan Ginekologi, Instalasi
Kamar Anak, Unit Stroke, dan ICU. Semua paviliun maupun non-paviliun
melayani baik pasien berhak maupun umum.
Seluruh pasien yang masuk ke RSPAD semua datanya tercatat dalam
bagian administrasi pasien (Bagminpasien). Sebelum berobat, pasien
mendaftarkan diri di loket pendaftaran untuk memeriksakan dirinya ke poliklinik-
poliklinik yang terdapat di RSPAD yang jumlahnya adalah 19 jenis poliklinik.
Untuk pasien yang baru berobat di RSPAD maka pasien akan menerima map yang
berisi catatan medis yang masih kosong, sedangkan untuk pasien lama mereka
akan menerima map yang berisi catatan medis yang sudah terisi dari poliklinik
yang pernah ia kunjungi. Seluruh catatan medis pasien di RSPAD disimpan dalam
ruangan di bagminpasien, serta disusun sesuai nomor catatan medis yang tertera di
map. Jika kondisi pasien memerlukan perawatan lebih intensif (perlu melakukan
rawat inap) maka dokter dari poliklinik tersebut akan memberikan selembar kertas
yang berisi rujukan agar pasien tersebut diberikan tempat di ruang perawatan di

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


73

rawat inap. Sedangkan pasien yang masuk ke rumah sakit dalam kondisi kritis,
dibawa ke unit gawat darurat, kemudian dari unit gawat darurat tersebut dokter
unit gawat darurat yang menentukan untuk ruang perawatan yang cocok untuk
pasien (ICU, Kedokteran militer, atau perawatan umum). Namun, jika pasien
hanya melakukan kunjungan ke poliklinik maka pada saat di loket pendaftaran,
pasien akan diberikan nomer antrian sesuai dengan poliklinik yang ia tuju. Setelah
dari polilinik, maka biasanya pasien tersebut akan menerima resep, dan resep
tersebut ditebus di apotek-apotek satelit yang berada di kawasan RSPAD.
Pelayanan kefarmasian di RSPAD mengikuti pola satu pintu, dimana
seluruh sistem perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, serta
pendistribusian dikelola oleh instalasi farmasi. Instalasi Farmasi RSPAD Gatot
Soebroto merupakan salah satu bentuk pelayanan penunjang medis yang dipimpin
oleh seorang Kepala Instalasi yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala
RSPAD Gatot Soebroto. Kepala Instalasi Farmasi dalam pelaksanaan tugasnya
dibantu oleh Kepala Sub Instalasi Penunjang Info, Kepala Sub Instalasi Pelayanan
Material Kesehatan dan Kepala Sub Instalasi Pemeliharaan Alat Kesehatan.
Kepala Sub Instalasi Penunjang Info dipimpin oleh seorang apoteker, dimana
dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang Kepala Seksi Penunjang dan
Kepala Seksi Info dan Meso. Kepala Sub Instalasi Pelayanan Material Kesehatan
dipimpin oleh seorang Apoteker, dimana dalam melaksanakan tugasnya dibantu
oleh seorang Kepala Seksi Pelayanan Rawat Inap, Kepala Urusan Pelayanan
Khusus dan Kepala Seksi Pelayanan Rawat Jalan. Kepala Sub Instalasi
Pemeliharaan Alat Kesehatan dipimpin oleh seorang dengan jabatan Letnan
Kolonel (Letkol), dimana dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Kepala
Urusan Teknik Pemeliharaan Kesehatan dan Kepala Urusan Teknik Instalasi Gas
Medik. Jumlah apoteker di IFRS RSPAD Gatot Soebroto tidak sebanding dengan
beban kerja dan tanggung jawab yang dipikul, karena berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit bahwa idealnya untuk pelayanan kefarmasian
30 tempat tidur diperlukan 1 orang apoteker.
Tugas Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto adalah mengelola dan
menyelenggarakan kegiatan peracikan, penyimpanan, penyediaan dan penyaluran

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


74

obat-obatan serta bahan kimia, penyimpanan dan penyaluran alat kedokteran, alat
perawatan dan alat kesehatan, serta mengelola dan mengkoordinasikan pelayanan
depo-depo farmasi di ruangan, menyelenggarakan pelayanan farmasi klinik dan
informasi obat. Secara garis besar Instalasi Farmasi Rumah Sakit berfungsi
sebagai pengelola perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan
perbekalan farmasi di RSPAD Gatot Soebroto meliputi pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian, pelaporan dan
pemusnahan. Pemilihan perbekalan farmasi di RSPAD Gatot Soebroto didasarkan
pada data penggunaan obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi
dan gas medis di rumah sakit.
Sub Instalasi Penunjang dan Informasi membawahi unit penunjang dan
MESO. Unit penunjang terdiri dari Kepala Urusan Produksi (Kaur Produksi),
perbekalan kesehatan dan gudang. Kepala urusan produksi memiliki tugas antara
lain memproduksi obat sesuai dengan formula yang ada di bawah pengawasan
Kasi Penunjang, mencatat dan melaporkan semua hasil produksi yang telah
dibuat, mencatat dan melaporkan pengeluaran hasil produksi, melakukan
pemeriksaan mutu terhadap hasil produksi secara organoleptis, mencatat dan
melaporkan bahan baku yang tidak ada dalam persediaan ke Kasi Penunjang,
menyelenggarakan stock opname bahan baku dan sediaan hasi produksi setiap
akhir tahun anggaran. Bagian produksi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: Anmaak,
distribusi cair-steril dan pelipatan kassa. Perbekalan kesehatan dan gudang
merupakan bagian dari instalasi penunjang, yang bertugas melakukan
penyimpanan dan pendistribusian perbekalan kesehatan kepada seluruh depo
farmasi yang ada di RSPAD Gatot Soebroto.
Manajemen drug supply terdiri dari perencanaan, pengadaan, penerimaan
penyimpanan, distribusi, penyerahan, pencatatan dan penghapusan. Perencanaan
dan pengadaan obat di RSPAD Gatot Soebroto dilakukan oleh Bagian
Perencanaan dan Pengendalian Pengadaan Bekal Kesehatan (Rendal Ada Bekkes).
Jumlah dan jenis obat yang beredar di Indonesia sangat banyak, maka
dalam penggunaan obat-obatan RSPAD Gatot Soebroto berpedoman pada Daftar
Obat Esensial (DOE) rumah sakit yang disusun olah Panitia Farmasi dan Terapi
(PFT) RSPAD Gatot Soebroto yang mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


75

(DOEN) dan DOE ABRI. Dalam penyediaan obat, RSPAD Gatot Soebroto
mengacu kepada DOE edisi VIII yang disusun pada tahun 2009. Perencanaan
dibuat berdasarkan laporan rencana kebutuhan yang dibuat oleh sub instalasi
penunjang dan informasi bagian gudang farmasi, juga dari laporan rencana
kebutuhan unit lain yang tidak mengambil bekal kesehatan dari gudang farmasi.
Untuk pembelian barangnya dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan (dulu
disebut panitia pengadaan) yang tidak termasuk dalam struktur organisasi rumah
sakit.
Setiap tahun Instalasi Farmasi membuat praperencanaan. Perencanaan
pengadaan bekal kesehatan di Instalasi Farmai RSPAD dilakukan dengan metode
konsumtif, yaitu didasarkan pada penggunaan perbekalan periode sebelumnya.
Selain itu juga berdasarkan metode epidemiologi penyakit, DOE dan masukan
dari departemen-departemen terkait (user). Praperencanaan kebutuhan obat
ditandatangani oleh Ka Instalasi Farmasi kemudian berkas rencana tersebut
dikirim ke Dirbinjangmed dengan tembusan ke Rendal Ada Bekkes kemudian
berkas tersebut akan dievaluasi oleh Rendal Ada Bekkes. Evaluasi dilakukan
dengan mempertimbangkan beberapa faktor lain diluar rencana kebutuhan yaitu
stock obat yang masih ada di Farmasi, rencana pengiriman obat dari pusat dan
berapa besarnya dana yang akan turun. Setelah itu, rencana kebutuhan tersebut
diajukan kepada Dirbinjangmed guna mendapatkan persetujuan dan diteruskan
kepada Karumkit RSPAD Gatot Soebroto untuk ditandatangani. Seluruh berkas
dikirim ke Ditkesad yang selanjutnya diserahkan kepada panitia lelang.
Proses pengadaan obat dan alat kesehatan di gudang farmasi meliputi:
pengisian lembar daftar permintaan (LDP), diajukan ke Bagian Daldisi & Invent
Matkes. Bila barang dan jumlah yang diinginkan ada maka dikeluarkan surat
perintah pengeluaran barang oleh Daldisi & Invent Matkes yang ditujukan ke
gudang material, kemudian bagian gudang material mengeluarkan barang
diketahui oleh kepala bagian disertai dengan bukti pengeluaran (BP), barang yang
dibutuhkan dapat segera disalurkan ke gudang farmasi dan siap didistribusikan ke
unit-unit pelayanan yang membutuhkan.
Perencanaan pengadaan juga diperhitungkan berdasarkan dana yang
diperoleh. Sumber dana berupa uang untuk pengadaan perbekalan kesehatan di

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


76

RSPAD diperoleh dari pusat yang terdiri dari Rutin Bekal Kesehatan( RBK) yang
berasal dari APBN dan Dana Pemeliharaan Kesehatan (DPK) yang berasal dari
potongan gaji pegawai baik TNI AD maupun PNS yang bekerja di lingkungan
TNI AD sebesar 2% serta dana intern yang berasal dari pelayanan pasien swasta.
Swasta disini maksudnya adalah dana yang diperoleh dari pelayanan rumah sakit
untuk non-anggota TNI dan PNS berupa dana hasil YanMasUm untuk
mendukung pasien berhak. Selain dalam bentuk uang, RSPAD juga menerima
perbekalan kesehatan dalam bentuk barang yang berasal dari Ditkesad (Lafiad,
Labiomed, pengadaan pusat), Puskes TNI, Kemhan RI, dan lainnya seperti hibah.
Dari keseluruhan sumber dana, yang terbesar berasal dari swasta.
Pengadaan perbekalan kesehatan di RSPAD mengacu pada PP No. 54
Tahun 2010 sebagai pengganti Keppres No. 80 Tahun 2003. Pembelian langsung
dilakukan untuk pengadaan barang senilai hingga 100 juta rupiah, sedangkan
diatas 100 juta rupiah dilakukan lelang atau tender. Proses pengadaan secara
lelang dengan dana DPK dan RBK lebih dari 100 juta rupiah dibeli melalui ULP
Ditkesad, prosesnya sebagai berikut, perencanaan dari RSPAD diajukan ke Ditkes
AD, kemudian dilakukan lelang di Ditkes. Selanjutnya pemenang lelang
mengirimkan barang ke Gupus I Ditkesad baru setelah itu dikirimkan ke Gudang
material RSPAD dan seterusnya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Sedangkan untuk pengadaan sebesar kurang dari 100 juta rupiah yang berasal dari
dana DPK, RBK, dan kontribusi YMU pembelian dilakukan oleh ULP RSPAD.
Untuk pembelian yang kurang dari 10 juta maka pembelian dilakukan oleh pejabat
pengadaan yaitu Kepala Bagian Logistik RSPAD.
RSPAD memiliki 2 gudang tempat penyimpanan perbekalan kesehatan
yaitu Gudang Material (Gudmat) dan gudang farmasi. Gudang material kesehatan
(Gudmatkes) berada di bawah unit gudang material. Bagian gudmatkes terbagi
lagi menjadi 4 bagian di bawahnya yaitu urusan alat kesehatan, medical supply,
obat, dan disposal. Fungsi utama dari bagian gudang material kesehatan adalah
menerima, menyimpan, distribusi, dan disposal obat-obat dan material kesehatan
lainnya. Perbedaannya dengan gudang farmasi adalah gudmatkes ini merupakan
tempat penerimaan barang-barang material kesehatan dari supplier langsung. Dari

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


77

sini material kesehatan tersebut baru didistribusikan ke gudang farmasi dan unit
lainnya seperti unit bedah.
Pengadaan obat dan material kesehatan di instalasi farmasi RSPAD
berawal dari perencanaan oleh bagian Rendal Ada, setelah tercapai kesepakatan
dengan supplier maka dibuatlah kontrak kerjasama. Pihak supplier dan gudang
selanjutnya menyepakati waktu pengiriman barang ke gudang material. Kemudian
barang dikirim ke gudang material dalam bentuk kardus-kardus besar atau biasa
disebut dengan istilah koli. Barang yang diterima dibuka kemasan kardusnya
oleh tim komisi bersama dengan pihak supplier yang mengirimkan barang. Tim
komisi merupakan sebuah tim yang terdiri dari minimal tiga orang yaitu ketua,
sekretaris dan anggota. Tim ini tidak harus terdiri dari orang dengan latar
belakang farmasi dan dibentuk setiap setahun sekali. Namun sebaiknya, orang
dengan latar belakang farmasi turut dilibatkan dalam tim komisi untuk
memastikan kondisi obat baik dan sesuai dengan kondisi optimal obat. Tugas tim
ini saat menerima barang dari supplier adalah memeriksa barang disesuaikan
dengan kontrak. Setelah itu dibuat berita acara dan ditandatangani oleh tiap orang
dari tim komisi. Umumnya tim komisi membuka kemasan dan memeriksa barang
pada saat barang baru diterima, namun tidak menutup kemungkinan pemeriksaan
dan pembukaan kemasan ini dilakukan tidak pada waktu atau hari yang sama
dengan diterimanya barang. Hal ini disebabkan oleh masing-masing tim komisi
juga memiliki pekerjaan struktural atau fungsional lain di RSPAD ini. Jika tidak
dilakukan di hari yang sama pada saat penerimaan barang, tim komisi melakukan
pemeriksaan paling lambat tiga hari dari hari penerimaan barang. Setelah itu
barang disimpan pada masing-masing tempat penyimpanan barang.
Tempat penyimpanan barang-barang material kesehatan di gudang
material dibedakan menjadi gudang obat kering, gudang obat basah, gudang
medical supply dan gudang cairan dan infus. Gudang obat kering, obat basah, dan
medical supply terletak di lantai dua dari bangunan gudang material. Gudang obat
dan medical supply dibuat terpisah, dengan demikian hal ini memudahkan
pengambilan dan distribusi obat keberbagai unit termasuk gudang farmasi.
Masing-masing bagian memiliki pengatur administrasi dan pengatur pelayanan
sendiri, sehingga bon permintaan dari unit pengguna diajukan ke masing-masing

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


78

bagian dan tidak dijadikan satu antara obat dan medical supply. Gudang obat
terbagi menjadi dua yaitu obat basah dan obat kering, dengan demikian hal ini
juga memudahkan penyimpanan barang sesuai kondisi penyimpanan tiap-tiap
obat. Masing-masing gudang obat mengatur penyimpanan barangnya sesuai abjad,
dan kartu stok tiap jenis barang diletakkan di rak masing-masing dan berdekatan
dengan barangnya. Gudang obat basah menyimpan obat-obat seperti injeksi,
suppositoria, dan sirup, sedangkan gudang obat kering menyimpan obat-obat yang
berupa tablet, kapsul, bahan obat bubuk, dan lain sebagainya. Semuanya disusun
pada rak-rak besi dan diatur dengan sistem FEFO. Pada gudang obat basah
terdapat pendingin ruangan yang mengatur kondisi suhu ruangan sekitar 25-28C,
juga tersedia lemari pendingin dengan suhu 8C. Lemari narkotika dan
psikotropika juga terletak disini dan tersimpan secara terpisah. Gudang obat
kering tidak tersedia pendingin ruangan AC, hanya terdapat beberapa kipas angin
sehingga kondisi dalam ruangan cenderung agak panas namun masih tetap dapat
menjaga kondisi obat-obat kering di dalamnya. Untuk cairan dan infus disimpan
di ruangan yang terpisah. Hal ini dapat memudahkan pencariannya dan dapat
menghindari rusaknya obat-obat jenis lain jika terjadi kebocoran dari obat cair ini.
Namun ruangan yang disediakan lebih kecil dan kapasitasnya tidak memadai
untuk menampung semua jenis obat cair dan infus, sehingga penyusunannya tidak
teratur dan menyulitkan pencarian dan pengambilan barang. Seharusnya
disediakan ruangan yang lebih besar dan jika memungkinkan disediakan rak-rak
yang tidak terlalu tinggi untuk memudahkan pengambilan barang, agar jika terjadi
kebocoran tidak langsung, merembes ke kardus lainnya dan cepat terdeteksi
kebocoran tersebut. Sistem keamanan di gudang untuk mencegah dari kebakaran
terdapat alat pemadam otomatis berupa cairan pemadam dalam tabung kecil yang
dapat mendeteksi asap dan langsung pecah atau meledak sehingga dapat
memadamkan seluruh ruangan. Sumber Daya Manusia (SDM) yang bertugas di
unit Gudmat berjumlah 24 orang, namun tidak satu pun yang mempunyai latar
belakang farmasi baik apoteker atau tenaga teknis kefarmasian. Tenaga farmasi
sebagai penanggung jawab gudang memiliki fungsi sebagai pengaturan
penyimpanan obat sesuai dengan kondisi obat masing-masing, sehingga mutu obat
dapat dijaga baik yang terdapat dalam persediaan dan yang akan didistribusikan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


79

Selain itu, farmasi memiliki fungsi pengendalian, administrasi dan evaluasi


penggunaan obat. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan fungsi gudang sebagai
tempat penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan kesehatan
khususnya obat, perlu ditambahkan SDM yang memiliki latar belakang farmasi.
Selain menyimpan barang, bagian gudang juga bertugas melakukan
disposal obat-obat yang sudah kadaluarsa dan alat-alat kesehatan yang rusak berat.
Setelah dilakukan dokumentasi di masing-masing unit pengguna, barang-barang
yang hendak dilakukan disposal biasanya disimpan di salah satu bagian di gudang
material dan dikumpulkan terlebih dahulu dari unit-unit pengguna. Obat-obat dan
alat kesehatan dimusnahkan dengan prosedur khusus dan tidak sama dengan
rumah sakit pada umumnya karena barang-barang yang digunakan di RSPAD ini
adalah milik Negara sehingga mekanisme proses disposal dilakukan juga
melibatkan lembaga Negara lainnya dan cukup rumit Selain gudang material,
terdapat pula gudang farmasi yang memiliki fungsi penyimpanan perbekalan
farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan resep obat apotek baik rawat inap
dan rawat jalan. Gudang farmasi melakukan permintaan perbekalan farmasi ke
gudang material setiap seminggu sekali. Pada prinsipnya, penyimpanan
perbekalan farmasi tidak jauh berbeda dengan gudang material. Penyimpanan
sediaan farmasi yang dilakukan dapat dikatakan sudah baik. Perbekalan farmasi
disimpan berdasarkan bentuk sediaan, alfabetis dan disesuaikan dengan suhu
penyimpanan yang sesuai untuk masing-masing obat. Gudang farmasi mempunyai
tiga ruangan penyimpanan berdasarkan jenis dan sifatnya, yaitu gudang A1 kering
untuk menyimpan sediaan tablet, gudang A1 basah untuk menyimpan sediaan cair
dan semipadat, serta gudang A2 untuk menyimpan medical supply.
Pengendalian dilakukan dengan pencatatan keluar masuknya barang pada
buku ekspedisi yang berguna dalam mempermudah pengendalian dan pengadaan
barang, sehingga kemungkinan terjadinya kehilangan dan kerusakan barang dapat
dihindari. Pengeluaran perbekalan farmasi dilakukan dengan sistem First In First
Out (FIFO) dan sistem First Expired First Out (FEFO), gunanya untuk
memperkecil jumlah perbekalan farmasi yang rusak atau kadaluarsa. Obat-obat
yang memerlukan penyimpanan dalam suhu rendah (misalnya vaksin dan
suppositoria) disimpan dalam lemari pendingin untuk menjaga kestabilan sediaan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


80

Untuk obat-obat khusus, seperti obat-obat narkotika dan psikotropika disimpan


dalam lemari khusus, yaitu lemari kayu yang terdiri dari dua pintu, satu pintu
untuk obat-obat narkotika dan satu pintu lagi untuk obat psikotropika. Obat-
obatan dengan harga mahal, seperti albumin, juga diletakkan dalam lemari khusus
untuk memudahkan pengawasan. Untuk menjaga kestabilan obat, gudang farnasi
menggunakan pendingin ruanggan yang bersifat non stop meski diluar jam kerja.
Selain melalui pembelian dan hibah, pengadaan obat di RSPAD juga
dilakukan dengan memproduksi sendiri. Pengadaan barang farmasi melalui
produksi merupakan tanggung jawab instalasi farmasi yang dilakukan oleh bagian
Produksi dengan cara memproduksi sendiri beberapa barang farmasi. Instalasi
Farmasi RSPAD Gatot Soebroto mempunyai Unit Produksi yang berada dibawah
Sub Instalasi Penunjang dan Informasi Obat dipimpin oleh seorang apoteker yang
bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Farmasi. Kriteria obat yang
diproduksi adalah obat yang harganya lebih murah jika diproduksi sendiri, obat
yang tidak terdapat di pasaran, obat dengan formula khusus, obat yang harus
dibuat segar. Bagian produksi di Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto saat ini
hanya memproduksi produk non steril untuk menunjang kebutuhan medis di
Rumah Sakit. Sedangkan produk steril belum dapat diproduksi kembali karena
keterbatasan tempat dan alat yang tersedia. Kegiatan produksi yang dilakukan
yaitu membuat sediaan farmasi non steril untuk penggunaan dalam dan luar,
distribusi cairan infus dan pelipatan kain kasa. Kriteria obat non steril yang
diproduksi yaitu sediaan farmasi dengan formula standar dengan acuan seperti
Formularium Nasional, Farmakope Indonesia, Martindale, dan buku standar
lainnya. Selain itu, kriteria obat non steril yang diproduksi yaitu sediaan farmasi
dengan kemasan yang lebih kecil, dan tidak tersedia dipasaran. Dengan
memproduksi sendiri dapat diperoleh sediaan sesuai dengan kebutuhan dengan
harga yang lebih murah sehingga menguntungkan pihak rumah sakit dan pasien.
Sediaan farmasi yang diproduksi berupa sediaan padat (kapsul, suppositoria),
setengah padat (salep) dan cair seperti OBH, povidone iodine, betadine, teofilin
kapsul 100 mg, CaCO3 kapsul 500 mg, salicyl zalf dan ichtiyol.
Proses pembuatan sediaan farmasi di bagian produksi antara lain
pembuatan, pengemasan dan pemberian etiket. Pada etiket terdapat nama sediaan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


81

farmasi, tanggal pembuatan dan kode pembuatan. Kode pembuatan berbeda antara
batch yang satu dengan yang lain dengan tujuan mempermudah penarikan apabila
terjadi kesalahan pada satu batch. Penentuan jumlah sediaan farmasi yang akan
diproduksi berdasarkan metode konsumsi yaitu penggunaan pada satu minggu
sebelumnya dan dibuat untuk penggunaa selama 7 hari.
Sebelum didistribusikan, produk sediaan farmasi yang dihasilkan disimpan
dalam ruangan khusus tempat penyimpanan bahan baku dan sediaan jadi.
Penyimpanan dikelompokkan berdasarkan jenis sediaan yaitu padat, setengah
padat dan cair. Hasil produksi non steril didistribusikan pada apotek rawat jalan
dan rawat inap dengan menggunakan daftar permintaan dari masing-masing
apotek berdasarkan kebutuhan minggu lalu.
Selain produksi sediaan farmasi non steril, bagian produksi juga
mendistribusikan cairan infus pada apotek rawat inap. Jenis infus yang
didistribusikan merupakan infus standar hasil produksi dari Lembaga Biomedis
(LABIOMED) Angkatan Darat dan perusahaan produsen infus lainnya dengan
waktu pengiriman tiap 3 bulan seperti Ringer Laktat, NaCl 0,9%, Dextrose 10 %,
Ringer Dextrose 5%, Ringer Acetate, Aqua Pro Injection, Aqua Bidestilata,
Glukosa 5% dan Ringer Glukosa 5%, D5-1/4 NS (5% Dekstrose dan 0,225%
Sodium Klorida), D5-1/2 NS, NaCl 0,45% dan Glukosa 2,5% IV infusion, NaCl
30 cc. Sedangkan permintaan Total Parenteral Nutrition (TPN) dilakukan pada
bagian restitusi.
Sedangkan untuk pelipatan kain kassa diperuntukkan bagi rawat inap
seperti perawatan umum, Intensive Care Unit (ICU), Instalasi Gawat Darurat, dan
kebidanan. Permintaan dilakukan oleh perawat dengan membawa tromol yang
selanjutnya disterilisasi di bagian Central Sterile Supply Department (CSSD)
yang terpusat berada di bedah sentral. Sama halnya dengan permintaan sediaan
farmasi non steril, permintaan infus dan kain kassa dilakukan menggunakan daftar
permintaan dari ruangan.berdasarkan penggunaan seminggu sebelumnya yang
ditandatangani oleh dokter di lantai perawatan masing-masing.
Proses pemusnahan barang farmasi dari Instalasi Farmasi dilakukan oleh
urusan disposal. Bagian ini bertugas menerima. Menyimpan, dan
menginventarisasi material kesehatan yang sudah tidak terpakai. Pengembalian

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


82

barang dilakukan dengan membuat berita acara kerusakan yang disetujui oleh
Dirbinjangmed, kemudian unit Gudmat mengusulkan kepada Karumkit
untukdimusnahkan. Cara pemusnahan obat dilakukan berdasarkan bentuk
sediaannya, untuk sediaan cair dilakukan dengan pengenceran kemudian dialiri air
mengalir, sediaan padat digerus terlebih dahulu kemudian ditanam dalam tanah,
untuk sediaan semisolid, dicairkan dalam waterbath kemudian dialiri dengan air
mengalir. Sedangkan untuk narkotik dan psikotropik dibuat berita acara
pemusnahan dan disaksikan oleh pihak berwenang. Semua proses harus diketahui
oleh Karumkit.
Sub Instalasi Pelayanan Material Kesehatan, terdiri dari Pelayanan Rawat
Inap dan Pelayanan Rawat Jalan dimana sistem distribusinya dilakukan secara
desentralisasi karena disesuaikan dengan kondisi rumah sakit. Sistem
desentralisasi ini dilakukan dengan membuat apotek-apotek satelit, atau yang
biasa disebut degan depo. Depo yang terdapat di kawasan RSPAD diantaranya,
depo farmasi rawat jalan, rawat mondok, perawatan umum, kedokteran militer,
dan depo farmasi IKO (instalasi kamar oprasi), yang melayani resep dari pasien-
pasien berhak. Kemudian ada pula depo farmasi yang melayani pasien-pasien
swasta dan ASKES diantaranya PKM 1 , PKM 2, PKM 3, dan PKM 4, PKM satu
sampai tiga adalah apotek untuk melayani pasien swasta, sedangkan PKM 4
adalah apotek yang melayani pasien ASKES.
Pelayanan kefarmasian di RSPAD yang berorientasi kepada pasien yang
diterapkan di unit pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Unit pelayanan rawat
jalan hanya melayani pasien berhak dan tidak terdapat transaksi. Pendistribusian
obat di unit pelayanan rawat jalan ini dilakukan dengan menerapkan sistem
distribusi obat resep individual, yaitu obat yang disiapkan sesuai dengan
permintaan dalam resep untuk masing-masing pasien, kemudian langsung
diserahkan kepada pasien atau keluarga pasien yang mengambil. Keuntungan
sistem resep individual diantaranya adalah semua resep obat dikaji langsung oleh
farmasis, memungkinkan adanya interaksi antara farmasis, dokter dan pasien serta
meningkatkan pengawasan obat-obatan dengan lebih teliti. Alur pasien untuk
mendapatkan obat di unit pelayanan rawat jalan yaitu dengan menyerahkan resep
ke loket pendaftaran dan melengkapi data indentitas pasien yaitu meliputi nama

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


83

pasien, nomor catatan medik, nama penanggung berhak, tempat dinas dan
kesatuan, pangkat atau golongan, alamat, nomor telepon, dan stempel poliklinik
tempat berobat. Resep yang dilayani oleh unit pelayanan rawat jalan terbatas pada
resep yang ditulis oleh dokter RSPAD dan harus memiliki kelengkapan identitas
pasien. Kemudian pasien akan diberikan nomor urut yang dilengkapi kode poli
asal pasien berobat agar memudahkan pencarian obat berdasarkan asal polinya
jika terdapat kesalahan penomoran resep. Pasien berhak yang berdinas di RSPAD
akan diberi nomor urut berwarna biru, sedangkan pasien berhak yang berasal dari
kesatuan luar RSPAD akan diberi nomor urut berwarna merah. Setiap resep yang
masuk, oleh petugas akan dicantumkan waktu penerimaan resep dan waktu resep
selesai dikerjakan dengan tujuan sebagai salah satu bahan evaluasi pelayanan di
unit pelayanan rawat jalan. Tenaga yang bertugas di apotek rawat jalan berjumlah
20 orang terdiri dari 1 apoteker, 12 asisten apoteker, 4 tenaga honorer, dan 3
pekerja non farmasi. Resep yang masuk berjumlah 300-500 lembar per hari.
Pelayanan kefarmasian di apotek rawat jalan RSPAD berorientasi kepada
pasien. Unit pelayanan rawat jalan hanya melayani pasien berhak dan tidak
terdapat transaksi uang. Yang dimaksud dengan pasien berhak yaitu TNI
Angkatan Darat (AD), Angkatan Udara (AU), Angkatan Laut (AL), PNS Mabesn
TNI beserta keluarganya (suami, istri, anak sah yang pertama dan kedua, berumur
21 tahun ke bawah, belum bekerja, belum menikah atau sampai umur 25 jika
masih kuliah). Pendistribusian obat di unit pelayanan rawat jalan menerapkan
sistem distribusi obat resep individual, yaitu obat disiapkan sesuai dengan
permintaan dalam resep untuk setiap pasien, selanjutnya diserahkan kepada pasien
atau keluarga pasien yang mengambil. Keuntungan sistem resep individual
diantaranya ialah semua resep obat dikaji dan dibawah pengawasan farmasis,
memungkinkan adanya interaksi antara farmasis, dokter dan pasien serta
meningkatkan pengawasan obat-obatan dengan lebih teliti.
Alur pasien untuk mendapatkan obat di unit pelayanan rawat jalan yaitu
pasien menyerahkan resep ke loket pendaftaran dan melengkapi data indentitas
meliputi nama pasien, nomor catatan medik, nama penanggung berhak, tempat
dinas dan kesatuan, pangkat atau golongan, alamat, nomor telepon, dan stempel
poliklinik tempat berobat. Resep yang dilayani oleh unit pelayanan rawat jalan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


84

terbatas pada resep yang ditulis oleh dokter RSPAD dan harus memiliki
kelengkapan identitas pasien. Kemudian pasien akan diberikan nomor urut, pada
resep selain ditulis nomer urut juga dilengkapi oleh kode poli tempat asal resep
dikeluarkan, hal ini dimaksudkan agar memudahkan pencarian obat bila terdapat
kesalahan penomoran resep.
Pasien berhak yang berdinas di RSPAD akan diberi nomor urut berwarna
biru, sedangkan pasien berhak yang berasal dari kesatuan luar RSPAD akan diberi
nomor urut berwarna merah. Setiap resep yang masuk, oleh petugas akan
dicantumkan waktu penerimaan resep dan waktu resep selesai dikerjakan dengan
tujuan sebagai salah satu bahan evaluasi pelayanan di unit pelayanan rawat jalan
yang berkaitan dengan waktu tunggu pasien untuk mendapatkan obatnya. Tenaga
kerja yang bertugas di apotek rawat jalan berjumlah 19 orang terdiri dari 1
apoteker, 11 asisten apoteker, 4 tenaga honorer, dan 3 pekerja non farmasi. Resep
yang masuk berjumlah 300-500 lembar per hari. RSPAD mempunyai ketentuan
dalam menyiapkan obat yang akan diberikan kepada pasien, seperti pada pasien
kronis, obat disiapkan untuk pemakaian maksimal 10 hari, sedangkan untuk
pasien dalam kondisi akut diberikan obat untuk pemakaian maksimal selama 5
hari. Jika ada resep dengan obat yang termasuk dalam DOE tetapi tidak tersedia,
pasien yang berasal dari kesatuan luar RSPAD akan mendapatkan salinan resep
rangkap tiga untuk diajukan ke Yanmasum Farmasi dan apabila di Yanmasum
Farmasi tidak tersedia juga, pasien akan mendapatkan salinan resep satu lembar
untuk digunakan membeli obat di apotek luar RSPAD. Sedangkan untuk pasien
berhak, jika obat tidak tersedia akan dibuatkan salinan resep empat rangkap untuk
dikirimkan ke unit pelayanan restitusi.
Setelah resep selesai dikerjakan dan disiapkan maka resep akan di periksa
ulang oleh Asisten Apoteker (AA), diperiksa etiketnya dan kesesuaian antara
resep dengan nama dan jumlah obat yang disiapkan, serta membuatkan copy resep
untuk obat yang tidak tersedia stoknya. Bila telah sesuai, resep diparaf dan ditulis
waktu pemeriksaan, setelah itu obat dapat diserahkan pada pasien. Obat yang telah
selesai diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien melalui loket penyerahan
obat disertai dengan nama dan tanda tangan yang mengambil obat tersebut.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


85

Kegiatan konseling untuk pasien-pasien rawat jalan, dilakukan di apotek


Askes dan apotek Rawat jalan untuk pasien berhak. Konseling yang dilakukan di
apotek askes ditujukan terhadap pasien dengan riwayat penyakit diabetes mellitus
(DM), khususnya yang mendapatkan resep flexpen baik Novorapid, Levemir atau
Novomix. Sedangkan konseling yang dilakukan di apotek Rawat Jalan ditujukan
untuk pasien-pasien HIV. Konseling ini lebih bersifat sharing antara pasien
dengan praktisi kesehatan, untuk pasien diabetes disini pasien dijelaskan
mengenai cara penyuntikan insulin, cara penyimpanan, tempat penyuntikan dan
hal-hal lain yang ingin diketahui oleh pasien. Sedangkan untuk pasien HIV
apoteker lebih memberikan motivasi kepada pasien agar pasien bisa menerima
penyakitya, selain itu apoteker juga menjelaskan mengenai pengobatannya.
Setelah selesai melakukan konseling kegiatan tersebut dicatat ke dalam lembar
konseling (1 pasien, 1 lembar konseling) dan resep dicap.
Atas dasar pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien atau
patient oriented, maka unit pelayanan rawat jalan memiliki standar waktu
pengerjaan resep yaitu 1 jam untuk obat racikan dan 30 menit untuk obat non
racikan. Akan tetapi, hal ini belum sepenuhnya terpenuhi karena banyaknya resep
yang masuk dan keterbatasan tenaga yang bertugas, sehingga sering kali
pelayanan resep melebihi dari waktu pelayanan yang telah ditetapkan. Selain itu,
pada saat penyerahan obat, pelayanan informasi obat kepada pasien atau keluarga
pasien juga masih tidak maksimal, baik karena keterbatasan jumlah tenaga
maupun pihak pasien yang memiliki keterbatasan waktu, terlebih untuk pasien
yang berasal dari luar Jakarta, serta masih kurangnya kesadaran pasien akan
haknya untuk mendapatkan informasi obat yang penting untuk perbaikan
kesehatannya.
Pada hari libur ataupun pada hari kerja namun di luar jam kerja (di atas
jam 14.30), pelayanan resep diberikan oleh apotek yang disebut dengan apotek
jaga cito. Apotek ini buka 24 jam pada hari Sabtu dan Minggu, dan 2 shift pada
hari kerja, yaitu dari pukul 15.00 hingga 07.30. setiap harinya ada petugas, pada
umumnya asisten apoteker, yang bertugas di apotek ini secara bergiliran. Petugas
tersebut akan melayani resep baik resep pasien dinas dari rawat jalan maupun dari
rawat inap.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


86

Jumlah obat yang diberikan terkadang tidak sesuai dengan jumlah yang
diresepkan oleh dokter, untuk hari Senin-Jumat obat yang diberikan adalah untuk
pemakaian selama 1 hari, sedangkan untuk hari libur jumlah obat yang diberikan
adalah sejumlah keperluan penggunaan selama hari libur.
Obat-obat yang tidak tersedia di apotek jaga cito nantinya akan
dipinjamkan ke PKM dan ditulis di buku peminjaman dan akan dibuat laporan
penggunaannya. Petugas akan mencatat semua resep yang masuk didalam buku
perekapan resep, di dalam buku tersebut obat-obat yang tidak tersedia di apotek
jaga cito dan harus dipinjamkan dari apotek PKM diberi tanda dan dicatat lagi
pada buku yang berbeda. Pencatatan ini setiap harinya akan diadministrasikan
oleh bagian gudang farmasi untuk melihat penggunaan dan stok obat karena
semua obat yang ada di apotek jaga cito masuk ke dalam stok dari gudang
farmasi. Sementara itu, pencatatan penggunaan obat dari apotek PKM akan
diadministrasikan oleh bagian restitusi.
Penerapan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien juga
diterapkan di unit pelayanan rawat inap. Unit pelayanan ini melayani resep-resep
pasien rawat inap yang berasal dari lantai perawatan umum, penyakit dalam, lantai
1 dan 4 paru, lantai 2 jantung, ICU, gawat darurat, instalasi kamar operasi, bedah
jantung, perawatan kebidanan, kamar bersalin, kamar operasi, kedokteran militer
(dokmil), perawatan anak (IKA), bayi, dan jiwa. Banyaknya resep yang dilayani
oleh unit pelayanan rawat inap menyebabkan sistem distribusi obat di unit
pelayanan rawat inap berdasarkan sistem distribusi desentralisasi dengan 4 depo
farmasi, yaitu depo farmasi di rawat mondok, kedokteran militer, lantai perawatan
umum, dan kamar operasi. Hal ini bertujuan agar pelayanan obat kepada pasien
lebih cepat dan efisien serta memudahkan petugas untuk mendistribusikan obat
karena jarak lokasi ruang perawatan di RSPAD dengan unit pelayanan rawat inap
berjauhan.
Depo farmasi yang pertama akan dijelaskan adalah depo farmasi rawat
mondok. Depo farmasi ini melayani resep yang berasal dari ruang perawatan
jantung, anak, paru, kebidanan, tumor, jiwa, paru, dan ICU. Sistem distribusi obat
yang diterapkan di depo farmasi rawat mondok adalah sistem resep individual,
unit dose dan floor stock. Sistem distribusi obat unit dose baru diterapkan pada

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


87

ruang perawatan kebidanan dan perawatan anak lantai 1 dikarenakan keterbatasan


tenaga farmasi untuk mengerjakannya. Ruang perawatan yang lain masih
menerapkan sistem distribusi obat berdasarkan resep individual. Sistem distribusi
obat floor stock diterapkan pada setiap ruang untuk obat-obat yang bersifat gawat
darurat agar ketika obat tersebut sedang dibutuhkan dapat dengan mudah dan
cepat didapatkan oleh petugas kesehatan karena obat-obat yang bersifat gawat
darurat ini biasanya berpengaruh terhadap keselamatan jiwa pasien. Distribusi
obat di ICU (Intensive Care Unit) menggunakan sistem floorstock dibawah
pengelolaan asisten apoteker. ICU menyediakan obat untuk pasien berhak,
ASKES dan swasta. Obat-obat diresepkan oleh dokter per hari sesuai dengan
kebutuhan pasien pada hari itu. Selanjutnya resep untuk pasien berhak diserahkan
pada depo farmasi rawat mondok sedangkan pasien ASKES resep diserahkan
pada keluarga pasien untuk ditebus di apotek ASKES.
Depo farmasi yang kedua adalah depo farmasi kedokteran militer atau
biasa disebut dengan dokmil. Depo farmasi ini berada di lantai 6 gedung bedah
sentral, dan bertugas melayani resep untuk ruang perawatan bedah lantai 3, 4, 5,
dan 6. Ruang perawatan bedah tiap lantai dibedakan berdasarkan pangkat pasien.
Lantai 3 melayani pasien PATI, VVIP dan stroke, lantai 4 melayani pasien dengan
pangkat PAMEN, dan lantai 5 melayani pasien dengan pangkat PAWA, Bintara,
dan Tamtama. Sementara itu, lantai 6 adalah lantai kedokteran militer. Istilah
kedokteran militer ini digunakan karena pada awalnya diperuntukkan bagi pasien
yang bertugas di daerah perang. Namun, karena saat ini tidak ada peperangan
maka lantai kedokteran militer diperuntukkan untuk pasien rawat bedah dan
biasanya melayani pasien-pasien yang terluka saat latihan tempur. Sistem
distribusi obat di dokmil adalah resep individual dan total floor stock untuk
seluruh lantainya (lantai 1-6 gedung bedah sentral). Untuk sistem distribusi unit
dose baru dapat dilakukan di lantai 5, karena lantai 1 merupakan ruang poliklinik,
lantai 2 adalah kamar oprasi, dan ruang perawatan di 3, 4, 5, dan 6. Namun hanya
lantai 5 yang menggunakan system distribusi unit dose, sedangkan lantai 3,4, dan
6 belum dapat melaksanakan sistem distribusi unit dose karena keterbatasan
sumber daya manusia. Lantai 5 ini dipilih karena disini melayani pasien dengan
jumlah yang lebih banyak dibandingkan lantai yang lain. Hal ini dimaksudkan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


88

agar para petugas terlatih untuk menangani sistem unit dose pada lantai yang
paling sibuk terlebih dahulu, dengan begitu jika hal tersebut dapat terlaksana
dengan baik maka untuk pelaksanaan sistem unit dose di lantai yang lain pun akan
menjadi hal yang lebih mudah.
Depo farmasi selanjutnya adalah depo farmasi perawatan umum. Depo ini
berada di unit perawatan umum yang dikhususkan untuk menangani pasien-pasien
rawat inap yang menderita penyakit dalam. Gedung unit perawatan umum terdiri
dari 6 lantai dan depo farmasi di unit ini melayani resep dari lantai 1, 2, 3, 5 dan 6.
Depo farmasi tidak melayani resep di lantai 4 karena lantai 4 dikhususkan untuk
pasien swasta, yaitu pasien swasta kelas 3 dan pasien ASKES dari departemen di
luar departemen pertahanan, misalnya departemen keuangan. Seperti halnya di
unit bedah sentral, tiap lantai di unit perawatan umum melayani pasien yang
berbeda sesuai dengan pangkatnya. Lantai 1 untuk pasien VIP, yaitu pasien
dengan berpangkat Kolonel dan pasien ASKES (pensiunan dengan pangkat
terakhir sebagai kolonel), lantai 2 untuk diperuntukkan untuk pasien dengan
pangkat Letkol, Mayor dan PNS golongan IV beserta pasien ASKES-nya, lantai 3
untuk Kapten, Letnan dan PNS golongan III, lantai 5 untuk pasien Tamtama,
Bintara, PNS golongan II (khusus wanita), lantai 6 untuk pasien Tamtama, Bintara
dan PNS golongan II (khusus laki-laki). Depo farmasi perawatan umum telah
melaksanakan sistem distribusi unit dose di lantai 1, 2 dan 6 , sedangkan lantai 3
dan 5 masih menggunakan sistem distribusi obat kombinasi resep individual.
Sebenarnya di lantai 3 dan 5 juga telah dilaksanakan sistem distribusi obat
unitdose, namun yang mengerjakan adalah perawat. Hal ini disebabkan kurangnya
tenaga farmasi.
Sistem distribusi obat persediaan di ruangan (floor stock) juga tersedia di
seluruh lantai gedung perawatan umum. Obat-obat yang terdapat di ruangan
biasanya obat-obat yang sifatnya gawat darurat (emergency), seperti adrenalin,
antibiotik injeksi, dopamin, infus, dan medical supply untuk kebutuhan 1 minggu.
Untuk pasien swasta di lantai 4 obat dibeli ke apotek mitra (Kimia Farma) atau
PKM dan dapat diserahkan pada perawat untuk dilakukan unit dose atau dipegang
sendiri oleh pasien/keluarganya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


89

Depo farmasi yang keempat adalah depo farmasi di kamar operasi. Depo
farmasi ini masih menggunakan sistem resep individual. Depo farmasi di kamar
operasi menyiapkan kebutuhan obat-obat dan medical supply yang diperlukan
pada saat tindakan operasi untuk masing-masing kamar operasi. Jika dalam
perjalanan operasi terdapat kekurangan obat, perawat yang mendampingi proses
operasi datang ke depo farmasi untuk mengambil obat lagi. Pencatatan
penggunaan obat dan medical supply di kamar operasi dilakukan setelah operasi
selesai. Kemudian petugas meminta dokter untuk menuliskan resep obat sesuai
dengan yang digunakan saat melakukan operasi.
Alur pelayanan resep di depo-depo farmasi rawat inap umumnya sama,
kecuali pelayanan resep di kamar operasi. Alur pelayanan resep dimulai dari
penerimaan resep, dapat melalui faksimili atau dibawa langsung oleh perawat dari
masing-masing ruang perawatan. Selain itu, resep juga dapat dibawa langsung
oleh keluarga pasien jika pasien hendak pulang. Resep yang telah diterima
kemudian diperiksa/diskrining, berupa skrining administratif, skrining farmasetik,
dan skrining klinis oleh petugas di depo farmasi. Namun, skrining farmasetis dan
klinis kurang begitu diperhatikan dan hanya dicek dosis obat yang akan diberikan
serta usaha untuk melakukan substitusi apabila ada obat yang tidak ada dalam
persediaan. Skrining mengenai ada tidaknya interaksi antar obat kurang begitu
diperhatikan oleh petugas. Asuhan kefarmasian di pelayanan rawat inap juga
belum dapat berjalan dengan optimal, karena hanya ada satu apoteker penanggung
jawab di masing-masing depo sehingga akan menjadi tugas yang berat jika selain
harus mengecek tiap resep yang masuk, apoteker tersebut juga harus memberikan
konseling bagi pasien yang hendak pulang atau memberikan informasi cara
pemakaian obat pada pasien yang sedang dirawat. Setelah dilakukan skrining
resep, maka selanjutnya resep tersebut diberi nomor sesuai dengan warna yang
menunjukkan dari ruang perawatan mana resep tersebut dikirim, lalu resep
tersebut ditulis pada buku pencatatan berdasarkan masing-masing poli dan
diperiksa ketersediaan obat di depo farmasi. Untuk obat yang tersedia dapat
langsung disiapkan oleh petugas dengan ketentuan dalam penyiapan obat yang
diresepkan, yaitu obat injeksi disiapkan maksimal untuk 2 hari sedangkan obat per
oral disiapkan untuk 5 hari. Jika jumlah obat yang diminta di dalam resep

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


90

melebihi ketentuan tersebut maka pemberian obat disesuaikan dengan jumlah


maksimal yang diizinkan. Tetapi jika pasien tersebut akan pulang, maka obat
dapat diberikan sesuai dengan jumlah yang tertera pada resep. Selain itu, obat
yang diberikan juga disesuaikan dengan obat yang tersedia di apotek, misalnya
obat yang diminta pada resep dengan nama dagang tertentu dapat diganti oleh
pihak apotek dengan obat yang mempunyai zat aktif dan khasiat yang sama.
Obat-obat yang dibutuhkan oleh pasien rawat inap jika tidak tersedia di
apotek maka akan dibuatkan salinan resep rangkap 4 oleh petugas, 2 rangkap
untuk apotek langganan, 1 rangkap untuk restitusi dan sisanya untuk arsip di
tempat resep asal. Salinan resep tersebut dikirimkan oleh petugas depo farmasi ke
Unit Pelayanan Restitusi dan diperiksa kelengkapannya. Unit Pelayanan Restitusi
antara lain bertugas melayani resep restitusi pasien rawat inap, melayani narkotika
khusus sediaan injeksi, obat obat khusus seperti albumin, streptase, obat kanker.
Jika kelengkapan tersebut telah dipenuhi maka restitusi dapat diajukan untuk
disetujui oleh pejabat yang berwenang berdasarkan besarnya dana atau harga.
Persetujuan tersebut dilakukan berjenjang, yaitu jika harga kurang dari 300 ribu
rupiah disetujui oleh apoteker yang ditunjuk, harga di atas 300 ribu1 juta rupiah
disetujui oleh kepala instalasi farmasi, 1-3 juta disetujui oleh Dirbinjangmed, 3-5
juta disetujui oleh Waka RSPAD dan di atas 5 juta disetujui oleh Kepala RSPAD.
Atas persetujuan dari pejabat yang berwenang, obat akan dipenuhi berdasarkan
biayanya. Adanya keterbatasan dana restitusi ini, maka pelayanan restitusi
diutamakan untuk pasien rawat inap. Obat yang akan direstitusi dibawa ke apotek
mitra (Kimia Farma) atau ke Yanmasum Farmasi untuk diadakan. Administrasi di
farmasi rawat inap seperti pencatatan resep dan stok obat masih dilakukan secara
manual dan belum diterapkan sistem administrasi secara komputerisasi.
Pencatatan resep dilakukan di buku rekapan resep dan stok dicatat pada kartu stok.
Hal ini tentu akan menambah beban kerja dari petugas, karena selain harus
melayani resep petugas juga harus mengurus administrasi secara manual. Selain
itu, penghitungan stok obat juga akan lebih mudah jika memakai sistem
komputerisasi. Dengan sistem komputerisasi maka akan dengan mudah diketahui
stok obat yang masuk dan keluar karena sistem ini dapat dibuat terintegrasi
dengan unit gudang dan depo farmasi lainnya sehingga dapat jelas terlihat alur

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


91

keluar masuknya obat baik di gudang maupun di depo-depo farmasi. Namun,


penerapan sistem komputerisasi ini juga memiliki kelemahan, yaitu pihak farmasi
harus menyediakan fasilitas berupa komputer beserta programnya, lalu harus
membangun jaringan yang dapat mengintegrasikan sistem komputer yang ada di
gudang maupun yang ada di semua depo farmasi. Selain itu, permasalahannya
adalah apabila terjadi kerusakan baik pada sistem maupun pada komputer itu
sendiri. Depo-depo farmasi tersebut beroperasi pada hari dan jam kerja yaitu hari
senin hingga jumat pukul 07.30 hingga 14.30. Sementara itu, pada hari libur
ataupun pada hari kerja namun di luar jam kerja (di atas jam 14.30), pelayanan
resep diberikan oleh apotek yang disebut dengan apotek jaga cito. Apotek ini buka
24 jam pada hari Sabtu dan Minggu, dan 2 shift pada hari kerja, yaitu dari pukul
15.00 hingga 07.30. setiap harinya ada petugas, pada umumnya asisten apoteker,
yang bertugas di apotek ini secara bergiliran. Petugas tersebut akan melayani
resep baik resep pasien dinas dari rawat jalan maupun dari rawat inap. Jumlah
obat yang diberikan terkadang tidak sesuai dengan jumlah yang diresepkan oleh
dokter, untuk hari Senin-Jumat obat yang diberikan adalah untuk pemakaian
selama 1 hari, sedangkan untuk hari libur jumlah obat yang diberikan adalah
sejumlah keperluan penggunaan selama hari libur.
Obat-obat yang tidak tersedia di apotek jaga cito nantinya akan
dipinjamkan ke PKM dan ditulis di buku peminjaman dan akan dibuat laporan
penggunaannya. Petugas akan mencatat semua resep yang masuk didalam buku
perekapan resep, di dalam buku tersebut obat-obat yang tidak tersedia di apotek
jaga cito dan harus dipinjamkan dari Yanmasum Farmasi diberi tanda dan dicatat
lagi pada buku yang berbeda. Pencatatan ini setiap harinya akan diadministrasikan
oleh bagian gudang farmasi untuk melihat penggunaan dan stok obat karena
semua obat yang ada di apotek jaga cito masuk ke dalam stok dari gudang
farmasi. Sementara itu, pencatatan penggunaan obat dari Yanmasum Farmasi akan
diadministrasikan oleh bagian restitusi. Obat yang tidak tersedia namun didukung
pengadaannya di rumah sakit akan disediakan melalui unit pelayanan restitusi
yang berada di bawah urusan pelayanan khusus. Asal mula digunakan istilah
restitusi ialah sebagai penggantian pembelian obat pasien yang didukung oleh
RSPAD namun tidak terdapat persediaannya di gudang. Umumnya sistem

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


92

penggantian ini dilakukan dengan cara salinan resep diberikan pada pasien untuk
membeli sendiri obatnya di apotek di luar RSPAD kemudian dimintakan kuitansi
dari apotek baru setelah itu direstitusi (digantikan) berupa uang. Namun, sistem
yang berjalan di RSPAD ini restitusi atau penggantiannya berupa obat yang
langsung diberikan pada pasien. Alur pelayanan restitusi kurang lebih yaitu
salinan resep dari instalasi farmasi rawat jalan atau rawat inap sebanyak 3-4
lembar kemudian di proses sesuai prosedur yang berlaku, selanjutnya obat
dibelikan oleh petugas melalui apotek swasta yang ditunjuk (Kimia Farma atau
PKM) baru setelah itu obat diberikan pada pasien melalui petugas atau pasien
sendiri yang mengambil ke bagian pelayanan restitusi. Salinan resep rangkap 3
dibuat oleh Instalasi Farmasi Rawat Jalan, 2 lembar untuk Apotek swasta yang
ditunjuk dan 1 lembar untuk unit pelayanan restitusi. Sedangkan salinan resep
rangkap 4 dibuat oleh instalasi Farmasi Rawat Inap, 2 lembar untuk Apotek
swasta yang ditunjuk, 1 lembar untuk unit pelayanan restitusi, dan 1 lembar lagi
untuk arsip tempat resep berasal. Sistem pelayanan restitusi tersebut dilakukan
untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan uang Negara oleh pasien yang
membeli obatnya sendiri ke Apotek di luar RSPAD. Selain itu, dengan sistem ini
obat-obat yang dibeli terjamin kualitasnya dan diperoleh dengan harga sesuai
standar dari apotek yang ditunjuk.
Pembayaran obat-obat yang direstitusi dilakukan berdasarkan laporan
tagihan yang dikeluarkan oleh masing-masing Apotek yang ditunjuk (KF dan
PKM). Lembar tagihan obat dikeluarkan berupa laporan tagihan harian dan
laporan tagihan mingguan. Laporan tagihan ini kemudian diperiksa kebenarannya
dengan cara disesuaikan dengan salinan resep yang menyertai lembar tagihan.
Laporan tagihan yang sudah sesuai disetujui oleh Kaur Pelayanan Khusus, lalu
dilanjutkan prosesnya hingga ke Ka RSPAD agar dapat dilakukan pembayaran.
Obat-obat yang dilayani di restitusi juga mencakup obat-obat khusus seperti
albumin, streptase, dan obat-obat kanker. Pengajuan obat-obat khusus ini selain
resep dari dokter juga harus disertai dokumen lain seperti hasil laboratorium
terakhir, diagnosa dokter, dan sebagainya.
Pelaporan dilakukan setiap satu bulan sekali khususnya untuk obat-obat
narkotika dan psikotropika. Laporan yang dibuat oleh masing-masing depo akan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


93

dikirim ke IFRS dan disetujui Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Laporan
yang telah ditandatangani dan disetujui dikirim ke Dinkes Kota. Pemusnahan
dilakukan terhadap sediaan yang sudah rusak dan kadaluarsa oleh panitia
pemusnahan, disaksikan oleh satu orang apoteker. Setiap proses pemusnahan
tersebut harus dibuat laporan pemusnahan atau berita acara pemusnahan.
Pelayanan Farmasi Klinik merupakan salah satu tugas apoteker di rumah sakit.
Pelayanan Farmasi Klinik belum semua dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSPAD
Gatot Soebroto. Pelayanan Farmasi Klinik yang sudah dilakukan di RSPAD Gatot
Soebroto diantaranya adalah pemberian konseling, Pelayanan Informasi Obat
(PIO) dan visite pasien yang bersifat insidensial. Monitoring Efek Samping Obat
(MESO) belum dilakukan dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia
(apoteker). Selain itu pelayanan farmasi klinik dalam hal dispensing sediaan
farmasi khusus misalnya dispensing sediaan farmasi berbahaya seperti obat
kanker dan dispensing sediaan farmasi pencampuran obat steril hanya dilakukan
proses penyiapannya saja seperti memberi label atau etiket serta penyerahan obat
dengan informasi tetapi pada saat meracik atau mencampur sediaan-sediaan
farmasi tersebut dilakukan oleh perawat diruang rawat tanpa pengawasan dari
apoteker. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya ruangan khusus untuk
dispensing sediaan farmasi tersebut dan beban kerja apoteker yang cukup banyak
dengan jumlah tenaga apoteker yang terbatas.

Untuk memelihara seluruh alat kesehatan yang ada di lingkungan RSPAD


maka dibentuklah Sub instalasi pemeliharaan alat kesehatan. Sub instalasi
Haralkes ini juga berada dibawah instalasi farmasi tugas dari sub instal haralkes
ini diantaranya: Menyelenggarakan perencanaan program kerja bidang
pemeliharaan dan perbaikan alat kesehatan, melakukan inventarisasi alat
kesehatan di seluruh RSPAD Gatot Soebroto, menyelenggarakan perencanaan,
penyimpanan dan pendistribusian gas medik untuk seluruh RSPAD Gatot
Soebroto serta menyusun laporan berkala seluruh kegiatan pemeliharaan alat
kesehatan dan pendistribusian gas medik serta mengevaluasi dan
menindaklanjutinya. Pemeliharaan alat kesehatan mencakup alat elektromedik dan
non elektromedik yang tidak habis dalam sekali pemakaian. Bila terjadi kerusakan
alat kesehatan, maka unit pengguna alat kesehatan tersebut melapor kepada Wakil
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


94

Kepala Rumah Sakit (Wakarumkit) dengan tembusan ke Instalasi Farmasi.


Instalasi Farmasi akan memeriksa jenis kerusakan alat kesehatan tersebut. Alat
kesehatan tersebut akan diperbaiki oleh teknisi. Apabila kerusakan tidak bisa
diperbaiki oleh teknisi, maka pengguna membuat Berita Acara Kerusakan (BAK)
yang ditandatangani oleh pengguna dan teknisi, kemudian dilaporkan kepada
Kasub Instal Haralkes untuk mengajukan perbaikan alat kesehatan. Beberapa alat
kesehatan berteknologi canggih, seperti Magnetic Resonance Imaging, telah
memiliki kontrak servis dengan agen tunggal. Sedangkan alat kesehatan dengan
teknologi sederhana, seperti stetoskop atau tensimeter, tidak digunakan lagi bila
telah mengalami kerusakan parah.
Sedangkan di unit gas medis, Unit ini menyediakan gas medik antara lain O2,
CO2 dan N2O. Unit ini melayani permintaan dari ICU, Instalasi Kamar Operasi,
Unit Perawatan Bedah, Paru dan Radionuklir. Permintaan oksigen disediakan
dalam bentuk liquid dan gas yang dikemas dalam wadah tabung. Oksigen liquid
memiliki sentral penyimpanan di belakang gedung perawatan ICU, sedangkan
tabung-tabung gas oksigen disimpan di ruang penyimpanan gas medik. Gas N2O
memiliki satu sentral penyimpanan yaitu di gedung unit perawatan bedah.
Pelayanan gas-gas medik ini diberikan untuk pasien berhak maupun umum.
Pelayanan gas oksigen diberikan kepada semua ruang perawatan, sedangkan
pelayanan gas N2O hanya diberikan kepada Unit Perawatan Bedah.
Dalam rangka meminimalisir terjadinya infeksi nasokomial maka RSPAD
Gatot Soebroto mempunyai bagian TSSU (Theather Sterile Supply Unit) yang
merupakan unit sterilisasi yang berada dibawah bagian Instalasi Kamar Operasi
yang kedudukannya tidak berada langsung dibawah Instalasi Farmasi. TSSU
melayani proses sterilisasi alat-alat kesehatan untuk kamar operasi dan
bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan sterilisasi di RSPAD Gatot
Soebroto. Adapun fungsi dari TSSU meliputi penerimaan barang yang akan
disterilkan, proses sterilisasi, produksi kasa steril, pengemasan, penyimpanan, dan
pendistribusian. Indikasi keberhasilan Rumah Sakit adalah menekan angka
infeksi/rendahnya infeksi nosokomial di RS sehingga TSSU merupakan salah satu
unsur penting di rumah sakit yang terlibat dalam proses pencegahan dan
pengurangan tingkat infeksi nosokomial.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


95

Untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat merupakan


tanggung jawab Unit Kesehatan Lingkungan RSPAD Gatot Soebroto yang berada
langsung di bawah Ka RSPAD. Unit Kesehatan Lingkungan memiliki tugas
pokok dalam pengolahan limbah padat dan cair, juga pengawasan kebersihan
ruangan dan gedung sehingga dapat menciptakan mutu kesehatan lingkungan
rumah sakit yang menjamin kepuasan pelangggan, mencegah infeksi nosokomial
dan mencegah serta mengendalikan pencemaran lingkungan hidup. Pengolahan
limbah di RSPAD Gatot Soebroto dibagi menjadi limbah padat organik (sisa-sisa
makanan pasien, daun-daun) dan anorganik (sampah non-medis seperti plastik,
kertas, kaleng) juga limbah cair. Unit Kesehatan Lingkungan bertanggung jawab
atas pengolahan limbah tersebut. Limbah padat medis dan limbah infesius diolah
menggunakan incenerator pada suhu berjalan, maksimal 1000-1200oC, hasil
pembakarannya berupa abu dan asap. Asap yang dikeluarkan oleh incenerator
dikeluarkan melalui cerobong asap yang telah dilengkapi dengan membran filter
sehingga asap yang dihasilkan tidak berwarna hitam. Limbah padat organik diolah
menjadi pupuk yang digunakan untuk pertamanan. Limbah padat anorganik (non-
medis) dan hasil pembakaran yang tidak dapat diolah, ditangani oleh dinas
kebersihan yang bekerjasama dengan RSPAD Gatot Soebroto. Limbah cair dari
seluruh ruangan di RSPAD Gatot Soebroto diolah secara biologis menggunakan
mikroorganisme dan dialirkan ke saluran pembuangan apabila telah memenuhi
baku standar.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSPAD Gatot
Soebroto, kami menyimpulkan antara lain:
a. Apoteker di RSPAD Gatot Soebroto telah menjalankan tugas dan tanggung
jawab dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian.
b. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto sesuai
dengan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian antara lain pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter dan pelayanan informasi obat.
c. Manajemen rumah sakit di RSPAD Gatot Soebroto telah diterapkan dengan
baik.
d. Pelayanan farmasi klinis di RSPAD Gatot Soebroto belum semuanya
dilakukan. Penerapan farmasi klinis di RSPAD Gatot Soebroto antara lain
penerapan konseling, Pelayanan Informasi Obat dan visite yang bersifat
insidental.

5.2 Saran
a. Demi meningkatkan kinerjanya, IFRS RSPAD Gatot Soebroto perlu memperluas
pelayanan farmasi klinik seperti pelayanan konseling tidak hanya diberikan
kepada pasien TBC, diabetes dan HIV saja, monitoring efek samping obat, visite
apoteker ke ruang perawatan bersama dokter dan perawat, pelayanan PIO (Pusat
Informasi Obat) dan pelayanan farmasi klinik lainnya.
b. Untuk menunjang peningkatan kinerja dalam penerapan farmasi klinik, IFRS
harus menambah jumlah apoteker dan tenaga farmasi atau mengoptimalkan
apoteker dan tenaga farmasi yang telah ada.
c. Perlu adanya tenaga farmasi dalam menjalankan fungsi penyimpanan obat di
gudang material dan TSSU sebagai penanggung jawab operasional.

96 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


97

d. Pelayanan aseptic dispensing saat ini masih dibebankan kepada perawat, padahal
merupakan tanggung jawab farmasi sehingga diharapkan ke depannya bisa
diambil alih oleh tenaga farmasi
e. Pengkajian Daftar Obat Essensial (DOE) RSPAD harus dilakukan secara rutin
untuk mengurangi kemungkinan obat tidak tersedia.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


98

DAFTAR REFERENSI

Komite Farmasi dan Terapi RSPAD Gatot Soebroto. (2009). Daftar Obat Esensial
Edisi ke-8. Jakarta: Author.

Kepala Staf TNI AD. (2006). Keputusan Kepala Staf TNI AD No.
Kep/50/XII/2006 tanggal 29 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tugas
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Direktorat Kesehatan
Angkatan Darat. Jakarta: Author.

Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia. (1985). Keputusan


Menteri Pertahanan dan Keamanan No. 013/Kep/VI/1985 tentang DOE
ABRI edisi I. Jakarta: Author.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit. Jakarta: Author.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1996). Peraturan Pemerintah RI No.


32 Tahun 1996 tentang Jenis Tenaga Kesehatan. Jakarta: Author.

Siregar, C.J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36


Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Author.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 44


Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta: Author.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


99

Lampiran 1. Denah Lokasi RSPAD Gatot Soebroto

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


100

Lampiran 2. Struktur Organisasi RSPAD Gatot Soebroto

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


101

Lampiran 3. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


102

Lampiran 4. Alur Pelayanan Resep Rawat Jalan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


103

Lampiran 5. Lembar Salinan Resep dan Etiket

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


104

Lampiran 6. Prosedur Pelayanan Obat Restitusi Rawat Inap

Yanmasum
Farmasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


105

Lampiran 7. Alur Pelayanan Resep Rawat Inap

Distribusi Sistem Unit Dose


Lantai I, II, dan VI Perawatan
Umum
Lantai Kebidanan
Kedokteran Militer

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


106

Lampiran 8. Kartu Stok Obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


107

Lampiran 9. Lembar Daftar Permintaan Obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


108

Lampiran 10. Struktur Organisasi Bagian Rendal Ada Bekkes

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


109

Lampiran 11. Alur Perencanaan Pengadaan Perbekalan Kesehatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


110

Lampiran 12. Struktur Organisasi Unit Gudang Material

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


111

Lampiran 13. Struktur Organisasi Instalasi Kamar Operasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


112

Lampiran 14. Alur Pasien Rawat Jalan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


113

Lampiran 15. Alur Rekam Medis Pasien Rawat Jalan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


114

Lampiran 16. Alur Pasien Rawat Inap

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


115

Lampiran 17. Alur Rekam Medis Pasien Rawat Inap

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


116

Lampiran 18. Kartu Konseling

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS WAKTU TUNGGU RESEP


DI YANMASUM FARMASI ASKES
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT
GATOT SOEBROTO
PERIODE 17 - 28 OKTOBER 2011

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

WILDYANTI PUSPITASARI K, S.Farm.


1006835570

ANGKATAN LXXIII

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


DEPARTEMEN FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2011

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... v

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan ......................................................................................... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3


2.1 Resep ........................................................................................... 3
2.2 Asuransi Kesehatan ..................................................................... 4
2.3 Lama Waktu Tunggu Pelayanan ................................................. 6

BAB 3. METODOLOGI DAN WAKTU PENELITIAN ........................... 11


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 11
3.2 Metodologi Penelitian ................................................................. 11

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 14


4.1 Hasil ............................................................................................ 14
4.2 Pembahasan ................................................................................. 20

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 30


5.1 Kesimpulan ................................................................................. 30
5.2 Saran ........................................................................................... 30

DAFTAR REFERENSI ................................................................................ 31

ii

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Flowchart Resep Pasien Askes Rawat Jalan Yanmasum RSPAD
Gatot Soebroto ........................................................................... 3
Gambar 2.2 Skema Prosedur Pelayanan Kesehatan Pada Pasien Askes ........ 6
Gambar 3.1 Alur Pelayanan Resep Askes Rawat Jalan ................................. 11
Gambar 3.2 Pendekatan Sistem ..................................................................... 12

iii

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Waktu Tunggu Pelayanan Obat Jadi .. 7


Tabel 2.2 Waktu Tunggu Pelayanan Obat Racikan ... 8
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non
Racikan yang Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi Askes
RSPAD Gatot Soebroto Tanggal 17 28 Oktober 2011.... 14
Tabel 4.2 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non
Racikan yang Tidak Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi
Askes RSPAD Gatot Soebroto Tanggal 17 28 Oktober
2011 15
Tabel 4.3 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep
Racikan yang Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi Askes
RSPAD Gatot Soebroto Tanggal 17 28 Oktober 2011.... 16
Tabel 4.4 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep
Racikan yang Tidak Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi
Askes RSPAD Gatot Soebroto Tanggal 17 28 Oktober
2011.... 17
Tabel 4.5 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non
Racikan yang Memerlukan Protokol Terapi di
Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto
tanggal 17 28 Oktober 2011 ... 18
Tabel 4.6 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Nn
Racikan Per Hari di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD
Gatot Soebroto tanggal 17 28 Oktober 2011... 18
Tabel 4.7 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep yang
Sesuai Standar Kemenkes di Yanmasum Farmasi Askes
RSPAD Gatot Soebroto Tanggal 17 28 Oktober 2011 19

iv

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Salinan Resep dan Etiket................................... 33


Lampiran 2. Stempel Waktu Kendali Pelayanan Resep . 34
Lampiran 3. Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan yang
Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot
Soebroto Tanggal 17 28 Oktober 2011.. 35
Lampiran 4. Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan yang
Tidak Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD
Gatot Soebroto Tanggal 17 28 Oktober 2011 39
Lampiran 5. Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Racikan yang
Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot
Soebroto Tanggal 17 28 Oktober 2011.. 41
Lampiran 6. Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Racikan yang
Tidak Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD
Gatot Soebroto Tanggal 17 28 Oktober 2011.. 42
Lampiran 7. Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Racikan yang
Memerlukan Protokol Terapi di Yanmasum Farmasi
Askes RSPAD Gatot Soebroto tanggal 17 28 Oktober
2011 ... 43
Lampiran 8. Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Per Hari di
Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto
tanggal 17 28 Oktober 2011 44

iv

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah
sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang
standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan
farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat (Depkes, 2004). Tujuan pelayanan kesehatan adalah
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang memuaskan harapan dan derajat
kebutuhan masyarakat (consumer satisfaction) melalui pelayanan yang efektif
oleh pemberi pelayanan yang juga akan memberikan kepuasan dalam harapan dan
kebutuhan pemberi pelayanan (provider satisfaction) dalam institusi pelayanan
yang diselenggarakan secara efisien (institutional satisfaction) (Saleha dan
Satrianegara, 2009). Mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap
pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan
kesehatan (Saleha dan Satrianegara, 2009).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit menyebutkan bahwa pasien adalah setiap orang yang
melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di rumah
sakit. Sedangkan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan
ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


2

dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya (DepKes, 2009).
RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad sebagai Rumah Sakit Rujukan tertinggi
di lingkungan Angkatan Darat. Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
1197/Menkes/2004 dinyatakan bahwa Pengelolaan Obat di Rumah Sakit harus
menganut Sistem Satu Pintu, maka berdasarkan Surat Keputusan Menkes tersebut
terhitung tanggal 21 Februari 2011 Pelayanan Resep Obat Pasien Askes
diserahkan pengelolaannya ke Instalasi Farmasi yang sebelumnya di kelola oleh
Pihak ke III.
Pasien Askes termasuk salah satu jenis pasien yang terdapat di dalam
RSPAD Gatot Soebroto dimana pesertanya meliputi Pegawai Negeri Sipil,
Penerima Pensiun, Veteran dan Perintis Kemerdekaan yang membayar iuran
untuk jaminan pemeliharaan kesehatan, Dokter Pegawai Tidak Tetap dan Bidan
Pegawai Tidak Tetap. Pasien Askes dipilih karena pasien Askes ingin
mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal dengan biaya pengobatan yang
terjangkau dan obat yang dipilih juga sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu
pasien Askes juga menguntungkan rumah sakit karena segala biaya yang
dikeluarkan untuk pasien Askes sudah ditanggung oleh PT. Askes sehingga pihak
rumah sakit tidak akan dirugikan dengan adanya pasien Askes. Oleh karena itu
pihak rumah sakit selalu berusaha pemberikan pelayanan yang maksimal terutama
dalam hal melayani resep sehingga pasien merasa puas.
Waktu tunggu merupakan salah satu indikator dari jenis pelayanan yang
terdapat di rumah sakit. Waktu tunggu pelayanan obat jadi dan obat racikan
sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor:129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit adalah 30 menit dan 60 menit (DepKes, 2008).

1.2 Tujuan
Menganalisis lama waktu tunggu resep pasien askes rawat jalan untuk
jenis resep obat non racikan dan obat racikan di Yanmasum Farmasi Askes
RSPAD Gatot Soebroto.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resep
2.1.1 Definisi Resep
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
922/Menkes/Per/IX/1993 dan Kepmenkes No.1332 Tahun 2002, resep adalah
permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi dan dokter hewan kepada Apoteker
Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita
sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

2.1.2 Pelayanan Resep


Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang
standar pelayanan kefarmasian di apotek, pelayanan resep merupakan tahapan-
tahapan yang dilakukan oleh petugas di suatu apotek atau instalasi farmasi.

FLOWCHART RESEP PASIEN ASKES RAWAT JALAN


PASIEN POLIKLINIK

YANG
MEMERLUKAN
PROTOKOL
LOKET PENERIMAAN RESEP

VERIFIKASI AA Askes
RESEP DIVERIFIKASI
& DI INPUT

MASUK DPHO
PENYERAHAN

PEMBUATAN ETIKET

PANGGIL PASIEN
(CEK RESEP DGN NO TUNGGUI )

YA

KROSCEK DENGAN
DISPENSING OBAT COCOK ?
RESEP ASLI

EDIT
TIDAK

Gambar 2.1 Flowchart Resep Pasien Askes Rawat Jalan Yanmasum RSPAD
Gatot Soebroto

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


4

2.2 Asuransi Kesehatan (Askes)


2.2.1 Mekanisme dan Prinsip Asuransi
Mekanisme Asuransi merupakan suatu sistem tanggung jawab bersama
untuk sebuah bencana yang akan menimpa suatu komunitas, pada dasarnya
mekanisme asuransi adalah mengalihkan resiko perorangan menjadi kelompok.
Datangnya suatu resiko termasuk sakit seseorang tidak dapat diperhitungkan,
sehingga apabila resiko itu ditanggung masing-masing orang yang terkena resiko
beban resiko akan menjadi berat (Sulastomo, 1997)
Penyelenggaraan asuransi kesehatan pada umumnya mengenal suatu pola
hubungan yang dikenal sebagai hubungan tiga pihak (tripartite). Perusahaan
asuransi kesehatan menerima sejumlah iuran dari para pesertanya. Peserta
asuransi kesehatan kemudian memperoleh pelayanan kesehatan dari para pemberi
pelayanan kesehatan (PPK). Sesuai dengan peraturan yang berlaku peserta dapat
mengajukan klaim pada perusahaan asuransi kesehatan atau PPK mengklaim
kepada perusahaan asuransi kesehatan. (Depkes RI, 1990).
2.2.2 Definisi Askes
Askes adalah identitas/bukti sah yang wajib dimiliki oleh peserta, dan
anggota keluarganya yang tidak dapat dipindahtangankan dan berlaku nasional
dimana masingmasing anggota keluarga memiliki 1 (satu) Kartu Askes yang
ditunjukkan pada setiap kali berobat di fasilitas pelayanan kesehatan yang
bekerjasama dengan PT Askes (PT Askes, 2004).
2.2.2 Peserta Askes
Peserta Askes antara lain:
a. Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran dan Perintis
Kemerdekaan yang membayar iuran untuk jaminan pemeliharaan
kesehatan
b. Dokter Pegawai Tidak Tetap
c. Bidan Pegawai Tidak Tetap.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


5

Peserta askes mempunyai hak:


a. Satu suami/istri yang sah dari peserta
b. Anak yang sah maksimal 2 (dua) orang dan belum mencapai umur 21
tahun atau 25 tahun bagi yang masih sekolah, belum kawin, belum
berpenghasilan sendiri, dan masih menjadi tanggungan peserta.
c. Janda atau duda dan anak yatim dari peserta (PT Askes, 2004).
2.2.3 Pelayanan Kesehatan Askes
Askes dalam pelayanan kesehatan meliputi:
a. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Rawat Jalan Tingkat pertama dan
Rawat Inap Tingkat Pertama)
b. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan (Rawat Jalan Tingkat Lanjutan dan
Gawat Darurat / Emergency)
c. Rawat Inap
d. Persalinan
e. Pelayanan Obat sesuai Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) PT. Askes
f. Alat Kesehatan yang meliputi:
1) Kacamata
2) Gigi Tiruan
3) Alat Bantu Dengar
4) Kaki/tangan tiruan
5) Implant
6) Operasi, termasuk operasi jantung dan paru
7) Haemodialisis (cuci darah)
8) Cangkok ginjal
9) Penunjang diagnostik termasuk USG, CT Scan dan MRI (PT Askes,
2004).
2.2.4 Prosedur Pelayanan Kesehatan Pada Pasien Askes
Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta Askes
adalah :
a. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar berkunjung ke
Puskesmas atau Dokter Keluarga.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


6

b. Apabila peserta Askes memerlukan pelayanan rujukan, maka yang


bersangkutan dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan, rujukan disertai
surat rujukan dan kartu peserta yang ditunjukkan sejak awal sebelum
mendapatkan pelayanan kesehatan.
c. Untuk memperoleh pelayanan rawat jalan di rumah sakit peserta harus
menunjukkan kartu peserta dan surat rujukan dari Puskesmas di loket
kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT.
ASKES (Persero).
d. Untuk peserta gawat darurat, langsung dibawa ke rumah sakit tanpa surat
rujukan.

Puskesmas
Rujukan
Surat rujukan
Peserta Dokter keluarga Rumah Sakit

Gawat Darurat
Apotek
Tanpa surat rujukan

Gambar 2.2 Skema Prosedur Pelayanan Kesehatan Pada Pasien Askes (PT Askes,
2004)

2.3 Lama Waktu Tunggu Pelayanan


2.3.1 Definisi Lama Waktu Tunggu Pelayanan
Lama waktu tunggu adalah periode tersedia yang dimiliki operator untuk
memproduksi suatu barang atau jasa namun terbentur oleh kurang atau rusaknya
sumber daya yang tersedia. Waktu tunggu pasien di instalasi farmasi didefinisikan
sebagai jangka waktu dari awal pasien memasuki instalasi farmasi untuk
menyerahkan resep sampai pasien tersebut menerima obat dan meninggalkan
instalasi farmasi (Afolabi, 2003).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


7

2.3.2 Standar Pelayanan Minimal Farmasi Rumah Sakit (Depkes, 2008)


Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit,
terdapat 21 jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh
rumah sakit, salah satunya adalah pelayanan farmasi yang meliputi:
a. Waktu tunggu pelayanan
1) Obat jadi
2) Obat racikan
b. Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat
c. Kepuasan Pelanggan
d. Penulisan resep sesuai formularium
Selain itu, terdapat pula indikator mutu yang dapat menilai setiap jenis
pelayanan yang diberikan, salah satunya mengenai waktu tunggu pelayanan yang
terbagi menjadi dua yaitu waktu tunggu pelayanan obat jadi dan waktu tunggu
pelayanan obat racikan.

Tabel 2.1 Waktu Tunggu Pelayanan Obat Jadi


Judul Waktu tunggu pelayanan obat jadi
Dimensi mutu Efektivitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi
Definisi operasional Waktu tunggu pelayanan obat jadi adalah
tenggang waktu mulai pasien menyerahkan resep
sampai dengan menerima obat jadi
Frekuensi pengumpulan data 1 bulan
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah pasien yang disurvei dalam bulan tersebut
Sumber data Survey
Standar 30 menit
Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


8

Tabel 2.2 Waktu Tunggu Pelayanan Obat Racikan


Judul Waktu tunggu pelayanan obat racikan
Dimensi mutu Efektivitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi
Definisi operasional Waktu tunggu pelayanan obat racikan adalah
tenggang waktu mulai pasien menyerahkan resep
sampai dengan menerima obat racikan
Frekuensi pengumpulan data 1 bulan
Peride analisis 3 bulan
Numerator Jumlah pasien yang disurvei dalam bulan tersebut
Sumber data Survey
Standar 60 menit
Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi

2.3.3 Hubungan Antara Lama Waktu Tunggu dan Kepuasan Pasien


Pengalaman akan lama waktu tunggu akan mempengaruhi persepsi
pelanggan terhadap kualitas pelayanan (Afolabi, 2003). Hal tersebut juga
disebutkan dalam Kepmenkes Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, bahwa salah satu indikator yang digunakan
untuk mengevaluasi suatu mutu pelayanan adalah dimensi waktu lama pelayanan
yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Menurut penelitian Johnson
(Afolabi, 2003), waktu tunggu yang panjang merupakan alasan kenapa pasien
tidak menebus resepnya ke apotek tertentu. Waktu tunggu yang terlalu panjang
dapat mengurangi tingkat efisiensi pada pengelolaaan apotek tersebut (Afolabi,
2003). Waktu tunggu menjadi hal penting karena pelanggan atau konsumen selalu
beranggapan bahwa waktu tunggu itu selalu lama. Pelanggan atau konsumen
selalu overestimate terhadap waktu tunggu (Katz, 1991).
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lama Waktu Tunggu Resep
a. Jenis Resep
Hasil penelitian mengatakan bahwa ada hubungan antara jenis resep
dengan waktu pelayanan resep, dimana jenis resep obat racikan mempunyai waktu
pelayanan yang lebih lama yaitu sebesar 93,9% dibandingkan dengan jenis resep
obat paten yaitu sebesar 34,6%. Wongkar L (2000) juga mengatakan jenis resep

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


9

obat racikan mempunyai pelayanan yang lebih lama dibandingkan dengan jenis
resep obat paten. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dapat disimpulkan
bahwa jenis resep racikan membutuhkan waktu yang lama karena harus
menghitung, menimbang, mengambil berapa banyak obat yang diperlukan sesuai
dengan dosis maksimum yang diperbolehkan serta harus memperhatikan dalam
mencampur sifat dan jenis bahan obat. Bagian ini memerlukan tenaga yang
berlatar belakang pendidikan farmasi kecuali dengan pengalaman kerja yang lama
dapat mengerjakan jenis resep obat racikan yang telah sering dilihat dan
dikerjakan oleh petugas.
b. Jumlah Item Obat
Wongkar L (2000) dan Yulia Y (1996) menyebutkan bahwa ada hubungan
antara jumlah item dengan waktu pelayanan resep. Hasil penelitian yang
dilakukan penulis mengatakan bahwa ada hubungan antara jumlah item dengan
waktu pelayanan resep, dimana jumlah item banyak mempunyai waktu pelayanan
yang lebih lama yaitu sebesar 56,2% dibandingkan jumlah item sedikit yaitu
sebesar 42,4%. Hal tersebut jelas dapat terlihat dimana setiap penambahan jumlah
item obat pada obat tentu akan mempengaruhi penambahan waktu dalam tahap
penomoran, tahap resep masuk, tahap pegambilan obat paten dan tahap
pembuatan obat racik, bungkus, cairan sehingga membutuhkan waktu yang lama
dibandingkan dengan jumlah item sedikit.
c. Shift Petugas
Sesuai dengan Fox (1989) seperti yang dikutipkan Ritung M (2003)
mengatakan bahwa waktu kerja non produktif (waktu kerja yang terbuang)
menyebabkan terhentinya suatu produksi yang disebabkan oleh kurangnya
pengawasan dari pihak manajemen dan dari sikap pegawai yang kurang baik,
antara lain kurangnya motivasi kerja, pegawai yang berbincang saat bekerja, tidak
masuk kerja, datang terlambat. Jika faktor non produktif ini dapat dihilangkan
atau dikurangi, maka akan dihasilkan penyelesaian pekerjaan yang lebih baik,
yang menyebabkan lawa waktu tunggu obat lebih cepat.
Menurut Mulyadi (1999) yang dikutip oleh Ritung M (2003) beberapa
faktor yang dapat menyebabkan total waktu pelayanan lebih panjang, yaitu
sebagai berikut :

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


10

a. Moving time yaitu waktu yang timbul akibat hambatan komunikasi


pelanggan, dimana seringkali tidak setuju karena harga obat mahal atau masih
memiliki obat yang sama. Di pihak lain, bila obat tidak tersedia atau dosis
yang meragukan, maka petugas akan menghubungi dokter yang bersangkutan
sehingga tentu saja akan menghambat aktivitas selanjutnya.
b. Storage time yaitu tidak adanya petugas yang melaksanakan proses
selanjutnya, sehingga terjadi penumpukan pada masing-masing tahap.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


BAB III
METODOLOGI DAN WAKTU PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama 2 minggu dari tanggal 18-31 Oktober 2011 di


Yanmasum Farmasi AskesRSPAD Gatot Soebroto. Data yang dibutuhkan adalah
nomor resep, nama pasien, dan waktu pelayanan resep pada setiap titik dari alur
resep di apotek Askes RSPAD.

3.2 Metode Penelitian


Analisis data dilakukan dengan menghitung waktu pelayanan resep dengan
menggunakan stopwatch pada tiap titik dari alur resep di Yanmasum Farmasi
Askes RSPAD Gatot Soebroto.

FLOWCHART RESEP PASIEN ASKES RAWAT JALAN


PASIEN POLIKLINIK

YANG
MEMERLUKAN
PROTOKOL
LOKET PENERIMAAN RESEP

VERIFIKASI AA Askes
RESEP DIVERIFIKASI
& DI INPUT

MASUK DPHO

PENYERAHAN

PEMBUATAN ETIKET

PANGGIL PASIEN
(CEK RESEP DGN NO TUNGGUI)

YA

KROSCEK DENGAN
DISPENSING OBAT COCOK ?
RESEP ASLI

EDIT
TIDAK

Gambar 3.1 Alur Pelayanan Resep Askes Rawat Jalan

11 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


12

Dalam penelitiannya, Afalobi & Erhun (2003) menganalisis waktu tunggu


pelayanan resep pasien dengan membagi proses pelayanan resep tersebut menjadi
komponen tindakan dan komponen delay. Komponen tindakan adalah komponen
yang melibatkan kegiatan petugas secara aktif dalam mengerjakan resep
sedangkan komponen delay merupakan suatu kondisi dimana resep menunggu
untuk dikerjakan oleh petugas. Dari pengamatan komponen-komponen tersebut,
dapat dilihat dimana terdapatnya titik lamanya suatu proses pelayanan resep.
Lamanya waktu tunggu pelayanan resep di rumah sakit merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien di suatu pelayanan
farmasi rawat jalan rumah sakit. Agar lama waktu tunggu pelayanan farmasi dapat
memenuhi standar yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan maka rumah sakit
tersebut harus dapat menemukan hal apa saja yang menyebabkan waktu tunggu
tersebut belum dapat memenuhi standar.

INPUT PROSES OUTPUT

Gambar 3.2. Pendekatan Sistem

Menurut Azwar, pendekatan sistem dapat menjadi alat untuk mencari letak
hambatan dan mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapi.
Sistem terdiri dari unsur-unsur yang saling mempengaruhi. Unsurunsur tersebut
menurut Azwar (1996) terdiri dari input (masukan), proses, output (keluaran),
umpan balik, dampak, dan lingkungan.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua resep pasien rawat jalan yang masuk
setiap hari Senin sampai dengan Jumat pada peak hours yaitu pada pukul 11.00
14.00 yang diterima di Apotek Askes Yanmasum RSDPAD Gatot Soebroto. Pada
peak hours tersebut diasumsikan merupakan waktu dimana jumlah resep
mencapai puncaknya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


13

3.3.2. Besar Sampel


Besar sampel yang diambil dalam penelitian ini diperoleh dengan
menggunakan populasi selama sehari yaitu rata-rata sebesar 400 sampel resep.
Sampel penelitian diambil dengan menggunakan rumus slovin (1990) seperti yang
dikutip oleh Ritung M (2003), yaitu sebagai berikut:
N
n=
1 + N (e)2
Keterangan :
n = besar sampel
N = besar populasi
e = margin error, dalam penelitian ini 5%
Dari rumus tersebut, diperoleh besar sampel sebanyak 110 resep.
Prosedur penarikan sampel dengan random sampling yaitu dengan mengambil
sampel secara acak pada peak hours.

3.4. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data


3.4.1. Teknik Pengumpulan Data
Data diperoleh dari resep pasien rawat jalan yang masuk setiap hari Senin
sampai dengan Jumat pada peak hours yaitu pada pukul 11.00 14.00 yang
diterima di Yanmasum Farmasi Askes RSDPAD Gatot Soebroto. Pada peak hours
tersebut diasumsikan merupakan waktu dimana jumlah resep mencapai
puncaknya. Kemudian dihitung waktu pelayanan resep dengan menggunakan
stopwatch pada tiap titik dari alur resep di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD
Gatot Soebroto.
3.4.2. Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh dirubah ke dalam satuan menit kemudian dengan
menggunakan program Microsoft excel dihitung nilai mean, median dan standar
deviasi pada tiap titik dari alur resep di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot
Soebroto.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan rekapitulasi data yang telah diperoleh, dapat diketahui
lamanya waktu tunggu pelayanan resep di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD
Gatot Soebroto dalam satuan menit.
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan yang
Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto
Tanggal 17 28 Oktober 2011
Bagian Mean Median SD Min-Max
Delay 0,33 0,00 0,72 0,00 3,39
Penomoran
Proses 0,61 0,49 0,50 0,06 3,00
Delay 3,56 1,86 5,13 0,00 23,96
Verifikasi
Proses 1,79 1,26 1,70 0,52 12,20
Delay 6,88 4,56 7,39 0,00 30,31
Etiket
Proses 1,53 1,13 1,36 0,09 6,23
Delay 10,85 5,99 12,11 0,00 48,62
Dispensing
Proses 1,05 0,8 0,82 0,03 - 3,71
Delay 9,32 6,2 8,89 0,00 - 31,52
Pengecekan
Proses 2,07 1,36 1,84 0,15 - 9,25
Delay 2,30 1,70 2,06 0,00 - 7,57
Penyerahan
Proses 0,96 0,73 0,84 0,12 - 4,19
Total 41,10 39,60 26,42 5,28 - 114,29

14 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


15

Tabel 4.2 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan yang
Tidak Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot
Soebroto Tanggal 17 28 Oktober 2011
Bagian Mean Median SD Min-Max
Delay 0,40 0,24 0,62 0,00-1,87
Penomoran
Proses 0,78 0,34 1,83 0,10- 9,66
Delay 3,42 2,37 3,67 0,10- 15,01
Verifikasi
Proses 2,16 1,83 2,00 0,37-10,23
Delay 6,32 2,69 6,98 0,00-19,42
Etiket
Proses 1,80 1,21 1,25 0,39 - 4,35
Delay 7,85 2,05 11,38 0,00- 37,85
Dispensing
Proses 1,65 0,89 2,23 0,00-11,33
Delay 6,68 2,85 8,87 0,00-29,24
Pengecekan
Proses 2,21 1,28 1,96 0,19-6,64
Delay 0,24 1,99 2,69 0,00-12,29
Penyerahan
Proses 43,56 85,00 591,45 0,17-1550,00
Total 471,26 111,12 601,01 8,00-1591,52

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


16

Tabel 4.3 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Racikan yang
Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto
Tanggal 17 28 Oktober 2011
Bagian Mean Median SD Min-Max
Delay 0,25 0,00 0,38 0,00-0,87
Penomoran
Proses 0,29 0,34 0,14 0,08-0,45
Delay 2,94 2,52 1,67 1,22-5,49
Verifikasi
Proses 6,49 2,08 10,15 1,55-24,63
Delay 10,06 12,50 8,91 0,75-20,99
Etiket
Proses 1,34 1,20 0,63 0,70-2,24
Delay 10,85 7,72 9,90 4,07-28,34
Racik Ambil obat 4,43 4,12 1,97 1,81-7,30
Proses 11,10 10,19 7,30 2,47-22,74
Delay 2,75 0,63 4,97 0,00-11,61
Pengecekan
Proses 4,54 1,74 4,39 0,74-10,35
Delay 2,17 0,92 3,05 0,16-7,78
Penyerahan
Proses 0,61 0,61 0,21 0,39-0,81
Total 57,81 45,17 25,62 34,29-89,21

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


17

Tabel 4.4 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Racikan yang Tidak
Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto
Tanggal 17 28 Oktober 2011
Bagian Mean Median SD Min-Max
Delay 0,14 0,09 0,18 0,00-0,39
Penomoran
Proses 0,30 0,32 0,09 0,19-0,39
Delay 2,47 2,78 1,78 0,27-4,04
Verifikasi
Proses 3,73 3,79 2,22 0,99-6,36
Delay 7,57 5,54 9,04 0,22-18,98
Etiket
Proses 1,16 1,35 0,61 0,28-1,67
Delay 12,27 11,88 0,86 3,55-21,92
Racik Ambil obat 3,04 2,56 2,59 0,44-6,62
Proses 10,06 9,80 1,40 8,48-12,19
Delay 1,01 0,73 1,25 0,00-2,75
Pengecekan
Proses 1,10 0,76 0,92 0,44-2,45
Delay 1,09 0,76 1,34 0,00-2,85
Penyerahan
Proses 370,09 136,60 563,12 7,00-1200,14
Total 41,41 175,38 574,08 42,35-1262,06

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


18

Tabel 4.5 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan yang
Memerlukan Protokol Terapi di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD
Gatot Soebroto tanggal 17 28 Oktober 2011
Bagian Mean Median SD Min-Max
Delay 0,19 0,00 0,33 0,00 - 0,83
Penomoran
Proses 0,44 0,37 0,34 0,12 1,03
Delay 5,45 2,25 7,31 0,34 19,83
Verifikasi
Proses 7,05 6,99 4,38 0,70 13,99
Delay 4,66 2,64 6,64 0,18 17,80
Etiket
Proses 1,44 1,42 0,71 0,59 2,38
Delay 11,65 59,03 12,69 0,00 31,51
Dispensing
Proses 1,23 1,28 0,78 0,35 - 2,38
Delay 14,17 14,56 12,15 0,00 - 28,85
Pengecekan
Proses 2,58 2,47 1,74 0,73 - 5,72
Delay 3,29 1,11 4,08 0,00 - 9,61
Penyerahan
Proses 0,71 0,69 0,23 0,33 - 0,97
Total 52,86 51,52 29,99 20,60 - 95,53

Tabel 4.6 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan Per
Hari di Yanmasum Farmasi Ases RSPAD Gatot Soebroto tanggal 17
28 Oktober 2011
Hari Mean Median SD Min-Max
Senin 32,07 30,84 18,52 8,35 66,10
Selasa 30,14 22,64 16,48 7,52 61,82
Rabu 50,02 54,21 18,86 9,65 84,83
Kamis 66,83 80,31 27,19 19,01 109,19
Jumat 17,56 12,30 11,90 4,78 47,58

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


19

Tabel 4.7 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep yang Sesuai Standar
Kemenkes di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto
Tanggal 17 28 Oktober 2011
Total
Kategori
Nominal Presentase (%)
Sesuai 28 39
Non Racik SOP
Tidak sesuai 43 61
Sesuai 7 21
Non Racik Non SOP
Tidak sesuai 27 79
Sesuai 19 56
Non Racik Non SOP*
Tidak sesuai 15 44
Sesuai 4 57
Racik SOP
Tidak sesuai 3 42
Sesuai 1 25
Racik Non SOP
Tidak sesuai 3 75
Sesuai 3 75
Racik Non SOP*
Tidak sesuai 1 25
Sesuai 2 25
Protokol
Tidak sesuai 6 75
*waktu tunggu dihitung hingga nama pasien dipanggil

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


20

4.1 Pembahasan
Kepmenkes Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek menyatakan bahwa salah satu indikator yang digunakan
untuk mengevaluasi suatu mutu pelayanan adalah dimensi waktu lama pelayanan
yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dilakukan
pengukuran waktu tunggu pelayanan di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot
Subroto untuk mengevaluasi kesesuaian mutu pelayanan dengan standar yang
telah ditentukan. Sampel yang digunakan adalah resep pasien Yanmasum Farmasi
Askes rawat jalan RSPAD yang masuk pada peak hours yaitu pukul 11.00 14.00
WIB yang pengambilan datanya dilakukan pada 17 28 Oktober 2011. Pada peak
hours tersebut banyak resep yang masuk secara bersamaan yang terjadi karena
pasien setelah dari poliklinik secara bersamaan lalu menebus resepnya ke
Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto. Populasi sampel dalam
penelitian ini adalah 400 resep, diperoleh dari jumlah rata-rata resep yang masuk
setiap harinya ke Yanmasum Farmasi Askes rawat jalan. Sampel diitung dengan
metode Slovin dengan margin error 5% sehingga diperoleh jumlah sampel yang
dibutuhkan adalah 110 resep.
Resep yang masuk dipisahkan antara resep obat racikan dan non racikan.
Untuk setiap kategori lalu dibedakan lagi resep yang sesuai SOP, tidak sesuai
SOP, dan resep yang memerlukan protokol. Resep disebut sesuai SOP jika
mengikuti alur resep yang benar. Alur resep non racikan adalah penomoran,
verifikasi, pemberian etiket, dispensing, pengecekan, dan penyerahan. Untuk
resep non racikan (Tabel 4.1) didapatkan rata-rata waktu pada tahap delay
penomoran 19,96 detik dengan nilai tengah 0 detik dan standar deviasi 42,92
detik. Waktu tercepat pada tahap penomoran adalah 0 detik atau resep tidak
mengalami delay dan waktu terlama adalah 203,56 detik. Delay sebelum proses
penomoran yang lama bisa disebabkan karena banyaknya pasien yang datang
dalam waktu yang bersamaan ke Yanmasum Farmasi Askes setelah dari poliklinik
untuk menngambil obat. Rata-rata waktu yang diperlukan pada tahap proses
penomoran adalah 36,31 detik dengan nilai tengah 29,18 detik dan standar deviasi
30,01 detik. Waktu tercepat pada tahap penomoran adalah 3,30 detik dan waktu
terlama adalah 179,90 detik atau 3 menit 19 detik. Waktu proses penomoran

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


21

yang lama bisa disebabkan karena pada saat proses, ada berkas pasien yang belum
lengkap sehingga harus menunggu pasien melengkapinya.
Pada tahap verifikasi terjadi delay rata-rata selama 36,31 detik dengan nilai
tengah 111,74 detik atau 1 menit 51 detik dan standar deviasi 307,86 detik atau
5 menit 7 detik. Waktu tercepat pada tahap verifikasi adalah 0 detik karena
resep tidak mengalami delay dan waktu terlama adalah 1437,45 detik atau 23
menit 54 detik. Delay sebelum proses verifikasi yang lama bisa disebabkan karena
adanya penumpukan resep yang memerlukan waktu untuk verifikasi dengan
memasukkan data pasien dan obatnya ke komputer untuk pengendalian obat
pasien. Rata-rata waktu yang diperlukan pada tahap proses verifikasi adalah
107,12 detik atau 1 menit 47 detik dengan nilai tengah 75,55 detik atau 1
menit 15 detik dan standar deviasi 102,27 detik atau 1 menit 42 detik. Waktu
tercepat pada tahap penomoran adalah 30,93 detik dan waktu terlama adalah
731,39 detik atau 12 menit 11 detik. Waktu proses verifikasi ini termasuk cepat
melihat dengan banyaknya resep yang masuk. Proses ini juga memerlukan waktu
karena petugas harus memeriksa berapa jumlah obat yang boleh diberikan kepada
pasien. Jumlah petugas verifikasi sudah cukup memadai yaitu berjumlah 5 orang.
Pada tahap pemberian etiket terjadi delay rata-rata selama 412,97 detik
atau 6 menit 52 detik dengan nilai tengah 237,69 detik atau 3 menit 57 detik
dan standar deviasi 442,66 detik atau 7 menit 22 detik. Waktu tercepat pada tahap
penomoran adalah 0 detik atau resep tidak mengalami delay dan waktu terlama
adalah 1818,89 detik atau 30 menit 18 detik. Delay sebelum proses penomoran
yang lama ini disebabkan karena adanya penumpukan resep. Rata-rata waktu yang
diperlukan pada tahap proses pemberian etiket adalah 91,78 detik atau 1 menit
31 detik dengan nilai tengah 67,68 detik atau 1 menit 7 detik dan standar deviasi
81,84 detik atau 1 menit 21 detik. Waktu tercepat pada tahap pemberian etiket
adalah adalah 5,43 detik dan waktu terlama adalah 373,90 detik atau 6 menit 14
detik. Waktu proses pemberian etiket ini dipengaruhi oleh jumlah item obat yang
perlu diberi etiket.
Pada tahap dispensing atau penyiapan obat terjadi delay rata-rata selama
651,09 detik atau 10 menit 51 detik dengan nilai tengah 359,13 detik atau 6
menit 59 detik dan standar deviasi 726,59 detik atau 12 menit detik. Waktu

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


22

tercepat pada tahap dispensing adalah 0 detik karena resep tidak mengalami delay
dan waktu terlama adalah 2917,48 detik atau 48 menit 37 detik. Rata-rata waktu
yang diperlukan pada tahap proses dispensing adalah 63,13 detik atau 1 menit 3
detik dengan nilai tengah 48,21 detik dan standar deviasi 49,42 detik. Waktu
tercepat pada tahap dispensing adalah adalah 1,61 detik dan waktu terlama adalah
222,72 detik atau 3 menit 43 detik. Delay sebelum proses dispensing merupakan
proses yang paling lama dalam proses pelayanan resep dikarenakan banyaknya
jumlah resep dan jumlah item obat selain itu, di Yanmasum Farmasi Askes rata-
rata pasien mengambil obatnya untuk waktu pemakaian selama 1 bulan sehingga
memerlukan waktu lebih lama untuk menyiapkan obat.
Pada tahap pengecekan terjadi delay rata-rata selama 559,13 detik atau 9
menit 19 detik dengan nilai tengah 372,12 detik atau 6 menit 12 detik, dan
standar deviasi 533,33 detik atau 8 menit 53 detik. Waktu tercepat pada tahap
pengecekan adalah 0 detik karena resep tidak mengalami delay dan waktu terlama
adalah 1891,48 detik atau 31 menit 31 detik. Delay sebelum proses pengecekan
disebabkan karena adanya penumpukan obat setelah proses dispensing yang harus
diperiksa oleh petugas pengecekan. Rata-rata waktu yang diperlukan pada tahap
proses pengecekan adalah 124,17 detik atau 2 menit 4 detik dengan nilai tengah
81,82 detik atau 1 menit 21 detik dan standar deviasi 110,28 detik atau 1
menit 50 detik. Waktu tercepat pada tahap pengecekan adalah 9,23 detik dan
waktu terlama adalah 555,07 detik atau 9 menit 15 detik. Waktu proses
pengecekan ini dimulai dengan memasukan obat dan etiket ke dalam plastik serta
dilakukan pengecekan ulang jenis dan jumlah obat kemudian kesemua obat
tersebut dikemas lagi dalam plastik yang lebih besar. Waktu proses pengecekan
ini seharusnya bisa dipercepat jika proses memasukan obat ke plastik dilakukan
saat proses dispensing sehinnga perlu ditambah petugas pada tahap dispensing.
Tahap selanjutnya adalah penyerahan obat. Delay rata-rata pada tahap ini
adalah 138,12 detik atau 2 menti 18 detik dengan nilai tengah 101,94 detik atau
1 menit 41 detik, dan standar deviasi 123,84 detik atau 2 menit 3 detik. Waktu
tercepat pada tahap penomoran adalah 0 detik karena resep tidak mengalami delay
dan waktu terlama adalah 454,39 detik atau 7 menit 34 detik. Delay sebelum
proses penyerahan ini disebabkan karena adanya antrian pemanggilan pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


23

Rata-rata waktu yang diperlukan pada tahap proses penyerahan adalah 57,66 detik
dengan nilai tengah 43,51 detik dan standar deviasi 50,32 detik. Waktu tercepat
pada tahap penyerahan adalah adalah 7,47 detik dan waktu terlama adalah 251,29
detik atau 4 menit 11 detik. Pada saat proses penyerahan ini disertai dengan
pemberian informasi obat bagi pasien yang memerlukan.
Rata rata waktu pelayanan resep non racikan yang sesuai SOP adalah
41 menit 6 detik dengan nilai tengah 39 menit 36 detik, dan standar deviasi 26
menit 25 detik. Waktu tercepat adalah 5 menit 16 detik dan waktu terlama 1
jam 54 menit 11 detik. Resep non racikan yang dilayani ada yang tidak sesuai
dengan SOP. Penyebab ketidaksesuaian dengan SOP ini antara lain dikarenakan
resep tidak melalui semua tahapan pelayanan resep atau karena resep ditinggal
oleh pasien. Untuk resep yang obatnya hanya 1 maka resep tersebut didahulukan
sehingga tidak mengalami delay dispensing dan pengecekan. Pada pelayanan
resep yang tidak sesuai SOP ini waktu terlama terletak pada tahap proses
penyerahan resep. Hal ini disebabkan karena banyak resep yang ditinggal oleh
pasien. Jika obat langsung diambil pasien maka rata-rata waktu pelayanan resep
ini seharusnya adalah 38 menit 21 detik.
Kategori yang selanjutnya adalah resep racikan, baik yang sesuai SOP
maupun non SOP. Resep dikatagorikan sebagai racikan apabila resep tersebut
memerlukan penanganan yang berbeda dengan resep non racik misalnya
pencampuran lebih dari satu obat dan pengemasan kembali obat ke dalam kapsul,
kertas perkamen, botol, maupun pot. Perbedaan alur untuk resep racikan dan non
racikan adalah pada proses verifikasi dan adanya proses peracikan.
Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap resep racikan dapat dilihat
pada Tabel 4.3. Tahap yang pertama adalah penomoran, pada proses ini terjadi
delay penomoran selama 14,77 detik dengan nilai tengah 0 detik dan standar
deviasi 22,94 detik. Waktu tercepat pada delay penomoran adalah 0 detik karena
resep tidak mengalami delay dan waktu terlama adalah 52,22 detik. Sedangkan
untuk proses penomoran, rata-rata waktu yang diperlukan pada tahap proses
penomoran adalah 17,32 detik dengan nilai tengah 20,11 detik dan standar deviasi
8,33 detik. Waktu tercepat pada proses penomoran adalah 5,00 detik dan waktu
terlama adalah 27,08 detik.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


24

Tahap yang kedua adalah verifikasi terjadi delay rata-rata selama 176,23
detik atau 2 menit 56 detik dengan nilai tengah 151,27 detik atau 2 menit 31
detik, dan standar deviasi 100,06 detik atau 1 menit 40 detik. Waktu tercepat
pada delay verifikasi adalah 73,36 detik atau 1 menit 13 detik dan waktu terlama
adalah 329,37 detik atau 5 menit 29 detik. Sedangkan untuk proses verifikasinya
itu sendiri, rata-rata waktu yang diperlukan adalah 389,37 detik atau 6 menit 29
detik dengan nilai tengah 124,77 detik atau 2 menit 4 detik, dan standar deviasi
608,74 detik atau 10 menit 8 detik. Waktu tercepat pada proses verifikasi adalah
93,20 detik atau 1 menit 33 detik dan waktu terlama adalah 1477,83 detik atau
24 menit 37 detik. Proses verifikasi pada resep racikan lebih lama dibandingkan
dengan resep non racikan, karena pada proses resep racikan dalam tahap verifikasi
dilakukan penghitungan jumlah obat yang akan diracik.
Tahap yang ketiga adalah pemberian etiket terjadi delay rata-rata selama
603,84 detik atau 10 menit 3 detik dengan nilai tengah 750,00 detik atau 12
menit 30 detik, dan standar deviasi 534,71 detik atau 8 menit 54 detik. Waktu
tercepat pada delay tahap penulisan etiket adalah 45,00 detik dan waktu terlama
adalah 1259,52 detik atau 20 menit 59 detik. Rata-rata waktu yang diperlukan
pada proses penulisan etiket adalah 63,84 detik atau 1 menit 3 detik dengan nilai
tengah 81,24 detik atau 1 menit 21 detik, dan standar deviasi 36,41 detik. Waktu
tercepat pada proses penulisan etiket adalah 16,91 detik dan waktu terlama adalah
99,97 detik atau 1 menit 39 detik.
Tahap yang ke empat adalah peracikan, alur proses racikan dan non
racikan berbeda karena di dalam proses racikan pada tahap ini ada proses
peracikan obat. Delay racikan rata-rata selama 650,98 detik atau 10 menit 50
detik dengan nilai tengah 463,38 atau 7 menit 43 detik, dan standar deviasi
594,29 detik atau 9 menit 54 detik. Waktu tercepat pada delay racikan 244,28
detik atau 4 menit 4 detik dan waktu terlama adalah 1700,31 detik atau 28 menit
20 detik. Kemudian proses ambil obat untuk diracik perlu waktu rata-rata 266,08
detik atau 4 menit 26 detik dengan nilai tengah 247,39 detik atau 4 menit 7
detik, dan standar deviasi 118,43 detik atau 1 menit 58 detik dengan waktu
tercepat 108,73 detik atau 1 menit 48 detik, dan waktu terlama adalah 438,22
detik atau 7 menit 18 detik. Lalu proses peracikan obat dengan rata-rata waktu

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


25

666,11 detik atau 11 menit 6 detik, nilai tengah 611,52 detik atau 10 menit 11
detik, dan standar deviasinya 438,10 detik atau 7 menit 18 detik. Waktu tercepat
pada proses ini adalah 148,26 detik atau 2 menit 28 detik dan waktu terlamanya
adalah 1364,29 detik atau 22 menit 44 detik.
Tahap yang ke lima adalah pengecekan. Delay pengecekan rata-rata
selama 164,79 detik atau 2 menit 44 detik dengan nilai tengah 37,77 detik, dan
standar deviasi 298,31 detik atau 4 menit 58 detik. Waktu tercepat pada delay
pengecekan 0 detik karena tidak terjadi delay dan waktu terlama adalah 696,89
detik atau 11 menit 36 detik. Kemudian proses pengecekan waktu rata-ratanya
adalah 272,19 detik atau 4 menit 32 detik, dengan nilai tengah 104,60 detik atau
1 menit 44 detik, standar deviasi 263,42 detik atau 4 menit 23 detik, dengan
waktu tercepat 44,54 detik dan waktu terlama adalah 621,02 detik atau 10 menit
21 detik.
Tahap yang ke enam adalah penyerahan. Delay penyerahan rata-rata
selama 130,31 detik atau 2 menit 10 detik, dengan nilai tengah 55,18 detik, dan
standar deviasi 182,96 detik atau 3 menit 2 detik. Waktu tercepat pada delay
penyerahan 10,07 detik dan waktu terlama adalah 466,67 detik atau 7 menit 46
detik. Kemudian proses penyerahan waktu rata-ratanya adalah 36,42 detik dengan
nilai tengah 36,85 detik, standar deviasi 12,44 detik, dengan waktu tercepat 23,45
detik, dan waktu terlama adalah 48,80 detik.
Jadi, rata-rata total waktu yang dibutuhkan untuk pelayanan resep racikan
yang sesuai SOP di Yanmasum Farmasi aSskes RSPAD Gatot Soebroto adalah
3468,78 detik atau 57,8 menit.
Untuk resep racikan yang tidak sesuai SOP memerlukan waktu lebih lama
pada proses penyerahan karena pasien tidak menunggu di Yanmasum Farmasi
Askes dan mengambil obatnya beberapa jam kemudian. Artinya, ketika petugas
selesai memanggil pasien untuk menyerahkan obat, pasien tidak ada di tempat
tunggu sehingga menambah waktu tunggu yang tercatat. Rata-rata waktu yang
dibutuhkan dari mulai resep masuk ke Yanmasum Farmasi Askes sampai obat
diterima oleh pasien pada resep racikan non SOP adalah 6,9 jam padahal rata-rata
waktu yang dibutuhkan dari resep masuk sampai petugas memanggil pasien hanya
43 menit 57 detik.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


26

Alasan pasien meninggalkan obatnya seperti yang dikemukakan pasien


bahwa pertimbangan pasien yang sedang sakit tidak kuat menunggu lama atau
rumahnya jauh sehingga memilih ditinggal agar tidak terlalu lama tiba di rumah.

yang sakit ibu saya usianya 70 tahun mba, karena sudah tua juga, dan
capek sudah kesiangan sudah berobat dari pagi..udah nggak
kuat,sehingga resep nggak ditungguin..saya juga tidak bisa mengambil
resep.. Baru bisa mengambilnya hari senin

Wahh..lama saya nunggunya bisa sampai 3-4 jam saya nunggu.. Ibu saya
tuh kalau berobat selalu di tinggal resepnya, karena..kalau hari-hari kerja
gini lama pelayanannya jadi kami nggak bisa nunggu lama..kadang ibu
saya, baru selesai jam12 berobat, baru mulai masukin resep jam1, nanti
selesai 3-4 jam jam5 baru selesai, sedangkan saya rumahnya jauh
(Cililitan)

Karena hampir setiap bulan ya,, saya sudah berjalan 5 tahun berobat
disini jadinya yaa menunggu aja, sedapetnya, sedipanggilnya aja. Yaa
kepengennya sih lebih cepat karena menunggu lama apalagi kalo bawa
bapak-bapak itu lagi sakit gitu. Kadang pernah saya tinggal, besok atau
sorenya baru saya ambil karena nunggu kelamaan.

Pelayanan resep non racikan untuk pasien Askes terdapat obat-obat yang
memerlukan protokol yang harus diverifikasi oleh pihak Askes di Yanmasum
Farmasi Askes. Obat-obat tang memerlukan protokol ini disebut obat khusus,
misalnya insulin, albumin, dan obat kanker. Pelayanan resep yang menggunakan
protokol ini pun mengikuti alur yang sama dengan alur pelayanan resep non
racikan sesuai prosedur yaitu penomoran, verifikasi, penulisan etiket, dispensing,
pengecekan, dan penyerahan obat pada pasien. Akan tetapi, pada proses verifikasi
waktu yang dibutuhkan lebih lama karena ada beberapa data tambahan yang
harus diinput dan dicek sebelum kemudian dilanjutkan ke proses yang
berikutnya.
Tahap penomoran resep yang memerlukan protokol terjadi delay dengan
waktu rata-rata 11,10 detik dan prosesnya 26,45 detik. Delay pada tahap

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


27

penomoran terjadi karena adanya penumpukkan resep ataupun antrian pasien pada
loket. Resep yang memerlukan protokol mengalami delay dan proses verifikasi
yang lebih lama dibandingkan resep lainnya yaitu dengan rata-rata delay 327,11
detik atau sekitar 5 menit 27 detik dan rata-rata prosesnya 422,78 detik atau
sekitar 7 menit 2 detik. Hal ini dikarenakan perlu adanya verifikasi tambahan dari
pihak Askes sehingga terjadi delay dan proses berulang yaitu verifikator dari
pihak Askes dan pihak Yanmasum Farmasi. Menurut wawancara dengan petugas
verifikator resep yang memerlukan protokol disampaikan saran sebaiknya dokter
dalam menulis resep mencantumkan nama, dosis dan signa obat yang lengkap.

Lamanya kan yang nggak numpuk, yang ngga sampe setengah jam gitu. Dari
ruangan atau dari polinya, paling nggak kan resep udah harus lengkap gitu yah?
Iya, kadang kan ada nih, permintaan kaya gini, plavix tapi ngga ada
diagnosanya, udah nyampe ke saya, kadang-kadang kan lolos jadi ga dibikin?...

Tahap selanjutnya resep yang telah diverifikasi akan disiapkan etiketnya.


Tahap penulisan etiket pun mengalami delay dengan waktu rata-rata 279,38 detik
atau 4 menit 39 detik dengan rata-rata waktu proses 86,46 detik. Delay pada
penulisan etiket terjadi karena adanya penumpukkan resep. Setelah resep
disiapkan etiketnya maka selanjutnya masuk pada tahap dispensing. Resep
kembali mengalami delay dispensing dengan rata-rata waktu 698,99 detik atau
sekitar 11 menit 38 detik dengan waktu proses dispensing 73,74 detik. Delay
dispensing terjadi karena kurangnya SDM yang melakukan dispensing sehingga
terjadi penumpukkan resep untuk disiapkan obatnya. Obat yang telah disiapkan
kemudian akan dilakukan pengecekan untuk kesesuaian obat dalam resep
sekaligus pengemasan obat. Tahap pengecekkan ini pun resep akan mengalami
delay dengan waktu rata-rata 850,47 detik atau sekitar 14 menit 10 detik dan
waktu rata-rata proses 154,95 detik atau sekitar 2 menit 34 detik. Selanjutnya
resep yang telah diperiksa akan diserahkan pada pasien dan pada penyerahannya
terjadi delay dengan waktu rata-rata 197,59 detik atau sekitar 3 menit 17 detik
dengan waktu rata-rata proses 42,49 detik. Delay pada penyerahan terjadi karena
petugas yang bertanggung jawab terkadang ikut membantu petugas lain pada

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


28

proses penulisan etiket, dispensing, dan pengecekkan sehingga terjadi


penumpukkan obat yang harus diserahkan pada pasien.
Pelayanan resep pada Yanmasum Farmasi Askes di hari Kamis memiliki
waktu tunggu tertinggi dibandingkan hari lainnya seperti yang terlihat pada Tabel
4.6. Tingginya waktu tunggu tersebut disebabkan oleh banyaknya resep yang
masuk di hari Kamis tersebut dibandingkan hari lainnya. Pada hari kamis
merupakan hari untuk poli internist atau penyakit dalam. Pasien yang terdaftar di
Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto adalah Purnawirawan TNI AD
dan PNS RSPAD Gatot Soebroto yang sudah purna tugas sehingga sebagian besar
merupakan geriatri. Pasien geriatri berpotensi mengalami penurunan fungsi organ
dan rentan terjadi komplikasi misalnya hipertensi, diabetes mellitus,
hiperlipidemia dan stroke. Selain dari jumlah pasien yang banyak, waktu
pelayanan resep yang lebih panjang juga disebabkan oleh jumlah item obat yang
lebih banyak pada resep dari poli penyakit dalam.
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit bahwa
standar pelayanan resep non racik adalah 30 menit sedangkan untuk resep
racikan 60 menit. Waktu pelayanan resep non racik yang sesuai SOP di
Yanmasum Farmasi Askes yang sesuai dengan standar adalah 39% sedangkan
yang tidak sesuai adalah 61% seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tingginya
persentase pelayanan resep yang tidak memenuhi standar ini disebabkan pada
delay penulisan etiket yaitu dengan mean 412,97 detik atau 6 menit 52 detik,
delay dispensing yang lama yaitu 651,09 detik atau 10 menit 51 detik, selain itu
juga delay pengecekan selama 559,13 detik atau 9 menit 19 detik seperti yang
dapat dilihat pada Tabel 4.1. Lamanya delay ini adalah karena terbatasnya jumlah
SDM pada tiga titik alur pelayanan resep sehingga resep menumpuk untuk dapat
diproses.
Waktu pelayanan resep non racik yang tidak sesuai SOP di Yanmasum
Farmasi Askes yang sesuai dengan standar adalah 21% sedangkan yang tidak
sesuai adalah 79% seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tingginya persentase
pelayanan resep yang tidak memenuhi standar ini disebabkan pada proses
penyerahan yang lama yaitu dengan mean 2613,54 detik atau 43 menit 33 detik

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


29

seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Lamanya proses ini karena pasien tidak
langsung mengambil obat. Pasien tidak menunggu di ruang tunggu dan umumnya
pasien kembali untuk mengambil obat beberapa jam kemudian. Jika pasien
menunggu dan langsung mengambil obatnya maka seharusnya proses tersebut
maka waktu pelayanan yang sesuai standar adalah 56% sedangkan yang tidak
sesuai standar adalah 44% seperti yang terlihat pada kolom Non Racik Non SOP*
di Tabel 4.7.
Waktu pelayanan resep racik yang sesuai SOP di Yanmasum Farmasi
Askes yang sesuai dengan standar adalah 57% sedangkan yang tidak sesuai adalah
42% seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tingginya persentase pelayanan
resep yang tidak memenuhi standar ini disebabkan pada proses delay etiket yang
lama yaitu dengan mean 2613,54 detik atau 43 menit 33 detik dan delay racik
yaitu dengan mean 650,98 detik atau 10 menit 50 detik serta proses racik 666,11
detik atau 11 menit 6 detik seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.3. Lamanya
delay ini karena keterbatasan SDM pada dua titik alur pelayanan resep.
Waktu pelayanan resep non racik yang tidak sesuai SOP di Yanmasum
Farmasi Askes yang sesuai dengan standar adalah 25% sedangkan yang tidak
sesuai adalah 75% seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tingginya persentase
pelayanan resep yang tidak memenuhi standar ini disebabkan pada proses delay
etiket yang lama yaitu dengan mean 454,25 detik atau 7 menit 34 detik dan
delay racik yaitu dengan mean 735,92 detik atau 12 menit 15 detik serta proses
racik 603,83 detik atau 10 menit 3 detik, selain itu pada proses penyerahan
22205,28 detik atau sekitar 6 jam seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Lamanya delay dan proses ini karena keterbatasan SDM pada dua titik alur
pelayanan resep serta pasien tidak menunggu di ruang tunggu untuk mengambil
obat, umumnya pasien kembali untuk mengambil obat beberapa jam kemudian.
Jika pasien menunggu dan langsung mengambil obatnya maka waktu pelayanan
yang sesuai standar adalah 75% sedangkan yang tidak sesuai standar adalah 25%
seperti yang terlihat pada kolom Racik Non SOP* di Tabel 4.7
Waktu pelayanan resep non racik yang memerlukan protokol di
Yanmasum Farmasi Askes yang sesuai dengan standar adalah 25% sedangkan
yang tidak sesuai adalah 75% seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tingginya

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


30

persentase pelayanan resep yang tidak memenuhi standar ini disebabkan delay
dispensing yaitu 698,99 detik atau 11 menit 38 detik, dan delay pengecekan
yaitu 850,47 detik atau 14 menit 10 detik seperti yang dapat dilihat pada Tabel
4.5. Lamanya delay dan proses ini karena keterbatasan SDM pada dua titik alur
pelayanan resep serta pada resep yang memerlukan protokol maka perlu ada
proses verifikasi tambahan dari pihak Askes sehingga memerlukan waktu lebih
untuk proses verifikasi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan antara jenis resep
dengan waktu pelayanan resep, yaitu jenis resep obat racikan mempunyai
pelayanan yang lebih lama. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa jenis resep obat racikan membutuhkan waktu yang lama
karena harus menghitung, menimbang, mengambil, berapa banyak obat yang
diperlukan sesuai dengan dosis maksimum yang diperbolehkan serta harus
memperhatikan dalam mencampur sifat dan jenis bahan obat. Bagian ini
memerlukan tenaga yang berlatar belakang pendidikan farmasi kecuali dengan
pengalaman kerja yang lama dapat mengerjakan jenis resep obat racikan yang
telah sering dilihat dan dikerjakan oleh petugas.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Rata-rata lama waktu tunggu resep pasien rawat jalan yang sesuai SOP di
Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto untuk jenis resep obat non
racikan adalah 41 menit (>30 menit) sehingga belum memenuhi Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit sesuai pada Kepmenkes RI Nomor
129/Menkes/SK/II/2008, sedangkan rata-rata lama waktu tunggu resep obat
racikan telah memenuhi standar yaitu 57,82 menit (<60 menit).

5.2 Saran
a. Untuk mengurangi waktu delay dan proses pengecekan maka sebaiknya
pengemasan obat dilakukan saat dispensing.
b. Dengan bertambahnya jobdesk petugas dispensing obat maka pada tahap
ini memerlukan petugas 2 orang, sehingga petugas peracikan hanya 1
orang.
c. Untuk memperluas moving space di ruang Yanmasum Farmasi Askes
sebaiknya ukuran tempat sampah diperkecil dan dilakukan pembuangan
sampah secara berkala serta petugas pembuang sampah pada tempatnya.
d. Untuk mempersingkat delay pengecekan alur resep di Yanmasum Farmasi
Askes kami menyarankan perubahan, yakni penulisan etiket dilakukan
setelah proses dispensing.

31 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


DAFTAR REFERENSI

Afolabi MO, Erhun WO, 2003, Patients Response to Waiting in An Out-Patient


Pharmacy in Nigeria, Tropical Journal of Pharmaceutical Research 2003 :
2(2). 207 214. Proquet Direct. Perpustakaan Universitas Indonesia,
Depok. 15 Oktober 2011. (www.proquet.com/pqdauto)

PT Askes, 2004, Pedoman Bagi Peserta ASKES Sosial, PT. (PERSERO) Asuransi
Kesehatan Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1993, Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/IX/1993, tentang Ketentuan Dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotik, Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.


1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan atas Permenkes
No.922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.


1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004, tentang Standar Pelayanan
Farmasi diRumah Sakit, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2008, Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor129/Menkes/SK/II/2008, tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44


Tahun 2009, tentang Rumah Sakit, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2010, Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010, tentang Klasifikasi Rumah
Sakit, Jakarta.

Depkes RI, 1990, Manajemen Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Katz, Karen L et al, Prescription for The Waiting-in-Line Blues : Entertain,


Enlighten, and Engage. 1991 : Sloan Management Review : Winter 1991 :
32,2:Abi/Inform Global pg.44. Proquest Direct. Perpustakaan Universitas
Indonesia, Depok. 21 Oktober 2011 (www.proquest.com/pqdauto)

Mobach, Mark P. Consumer Behaviour in The Waiting Area Feb. 2005. Springer
Science Business Media. Springerlink Direct. Perpustakaan Universitas
Indonesia, Depok. 20 oktober 2010. (www.springerlink.com)
32 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


33

Ritung M., 2003. Lama Waktu Pelayanan Resep Racikan Khusus Hari Sabtu Di
Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSIA Hermina Bekasi Tahun 2003.
Program Pascasarjana FKMUI : Depok

Saleha, S. dan Satrianegara, M.F., 2009, Buku Ajar Organisasi dan Manajemen
Pelayanan Kesehatan serta Kebidanan, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Sulastomo, 1997. Asuransi Kesehatan dan Madaged Care, PT (Persero) Asuransi
Kesehatan Indonesia, Jakarta.
Wongkar L., 2001. Analisis Waktu Pelayanan Pengambilan Obat Di Apotek
Kimia Farma Kota Pontianak Tahun 2000. Program Pascasarjanan
FKMUI : Depok
Yulia Y., 1996. Analisis Alokasi Waktu Kerja Dan Hubungannya Dengan
Kualitas Pelayanan Resep Di Instalasi Farmasi RSU PMI Bogor. Program
Pascasarjanan FKMUI : Depok.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


Lampiran 1. Lembar Salinan Resep dan Etiket

34 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


Lampiran 2. Stempel Waktu Kendali Pelayanan Resep

35 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


Lampiran 3. Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan yang Sesuai SOP
di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto Tanggal 17 28 Oktober 2011
PENOMORAN VERIFIKASI ETIKET DISPENSING PENGECEKAN SERAH
NO NO RESEP HARI Nama Pasien Keterangan Total Non SOP
delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses

1 148 Senin Ny Epon 0.00 0.53 2.01 1.85 7.50 2.09 9.50 1.67 19.89 4.07 2.03 1.04 SOP 52.17 23.07

2 193 Senin Ny Dolly 0.00 0.42 3.92 0.96 3.96 0.09 7.91 1.21 15.59 0.36 0.67 1.61 SOP 36.70 68.31

3 222 Senin Tn Endang 0.00 0.62 0.38 2.79 0.00 1.48 0.77 0.93 3.04 2.22 0.44 0.86 SOP 13.51 93.40

4 208 Senin Ny Masitoh 0.00 0.63 2.75 0.75 7.88 0.63 1.52 1.40 3.83 1.16 1.12 0.80 SOP 22.47 48.23

5 145 Senin Ny Tuti 0.00 0.31 0.80 0.56 14.90 0.48 19.99 1.02 8.32 0.55 1.70 0.19 SOP 48.81 14.76

6 124 Senin Ny Supartini 0.00 0.50 11.77 1.54 22.45 0.64 16.36 0.47 8.59 2.10 0.45 1.23 SOP 66.10 30.09

7 177 Senin Ny Amsiyah 0.00 0.91 0.72 3.12 3.62 2.00 10.34 2.04 0.51 5.00 2.07 0.50 SOP 30.84 41.52

8 205 Senin Ny Sofia 0.00 0.68 2.86 0.96 2.58 1.02 5.88 0.34 2.78 1.26 1.83 0.21 SOP 20.41 40.06

9 179 Selasa Ny Saroha 0.00 0.34 0.58 0.82 4.09 0.70 1.32 2.18 1.72 1.27 0.61 0.43 SOP 14.07 19.01

10 211 Selasa Ny Siti Hindun 0.00 1.44 0.34 1.90 2.51 2.34 0.53 1.79 5.17 5.01 0.00 0.80 SOP 21.82 8.35

11 130 Selasa Ny Ellisabeth 0.00 0.38 7.04 0.79 17.48 0.52 22.77 1.04 8.02 0.48 2.67 0.63 SOP 61.82 47.30

12 185 Selasa Ny Sukiyati 0.00 0.36 2.99 1.78 6.28 0.89 14.38 0.57 25.48 1.36 2.15 2.90 SOP 59.16 30.57

13 212 Selasa Tn KJ Sihombing 0.91 1.21 4.38 1.34 16.61 0.24 2.51 0.57 9.18 0.90 1.22 0.54 SOP 39.60 23.71

14 159 Selasa Tn Hasbullah 0.00 0.32 1.86 0.63 1.22 1.31 1.87 0.91 5.89 1.25 0.75 0.88 SOP 16.90 18.09

15 166 Selasa Ny Saripah 3.39 0.35 2.92 1.41 2.92 0.69 2.91 0.04 0.26 1.18 0.92 0.89 SOP 17.88 23.54

16 124 Selasa Tn Amiludin 0.00 0.06 1.79 0.92 4.70 0.58 0.08 0.33 2.57 0.64 7.57 1.30 SOP 20.55 23.91

17 133 Selasa Ny Husma 0.00 0.48 0.47 1.60 1.99 1.10 1.01 0.81 3.41 2.17 0.33 0.46 SOP 13.84 26.73

18 148 Selasa Ny Widiastuti 0.00 0.53 0.35 0.93 1.60 0.31 1.24 0.27 0.30 0.98 0.29 0.72 SOP 7.52 17.07

19 158 Selasa Ny Entin 0.12 0.19 0.92 0.80 0.13 2.17 4.62 0.40 5.53 1.93 4.88 0.95 SOP 22.64 66.93

20 220 Selasa Ny Praptiningsih 0.00 0.57 1.37 1.05 5.70 1.17 6.19 0.25 2.08 0.94 2.10 0.26 SOP 21.68 39.13

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


21 203 Selasa Ny Sri 0.00 0.39 4.09 1.78 30.31 1.38 0.21 1.21 4.07 4.95 1.30 0.20 SOP 49.88 12.64

22 106 Selasa Ny Lioke 0.23 0.13 3.12 1.24 3.43 1.24 4.20 0.76 0.00 0.19 4.12 0.91 SOP 19.57 16.31

23 135 Selasa Ny Lies 0.00 0.60 0.57 1.70 0.28 0.82 0.70 0.05 1.66 0.50 1.61 0.61 SOP 9.12 19.54

24 185 Selasa Ny Sudini 1.24 0.67 0.53 1.43 8.95 1.25 2.78 3.22 0.61 2.35 0.39 0.59 SOP 24.02 30.60

25 181 Selasa Ny Muhamah 0.30 0.25 2.01 1.04 0.94 1.58 22.33 2.00 11.98 1.69 4.15 0.24 SOP 48.50 6.41

26 206 Selasa Ny St aimah 0.00 0.63 1.55 2.27 0.00 3.26 5.90 1.69 6.20 3.03 5.86 0.73 SOP 31.12 19.60

27 107 Rabu Tn Mirun 0.58 0.45 3.25 0.74 0.74 4.57 14.12 0.46 25.16 1.52 2.79 2.45 SOP 56.83 19.22

28 156 Rabu Ny Surati 0.38 0.49 5.31 0.55 17.24 1.94 16.67 0.58 9.71 0.47 3.26 3.07 SOP 59.66 14.23

29 212 Rabu Tn Ngadiman 0.00 1.07 2.83 2.02 4.11 1.88 24.05 1.98 13.54 2.06 0.60 2.87 SOP 57.02 17.97

30 135 Rabu Tn Hardiansyah 0.00 0.29 12.83 0.81 21.06 1.29 11.43 0.42 3.52 1.26 0.98 0.65 SOP 54.52 69.69
187 & 188 Rabu Tn Yohanes & Ny Maria
31 0.00 0.95 0.72 3.42 23.11 6.23 26.84 1.94 14.30 5.75 0.40 1.16 SOP 84.83 53.91

32 215 Rabu Ny Sawiyem 0.00 0.30 1.26 0.92 2.12 0.35 27.48 0.38 0.21 1.18 0.13 0.42 SOP 34.75 12.30

33 108 Rabu Ny Tumisem 0.00 0.81 2.41 2.15 3.49 1.79 5.22 0.54 25.92 0.65 0.99 3.58 SOP 47.55 61.26

34 154 Rabu Tn Uum/kasidiono 0.00 0.89 0.00 12.20 6.94 5.42 1.07 3.06 14.92 9.25 2.02 0.96 SOP 56.74 50.75

35 138 Rabu Tn Munanto 0.26 0.25 12.71 2.83 21.77 0.76 12.83 0.43 10.28 1.69 0.53 0.84 SOP 65.17

36 109 Rabu Tn Hadi Martoyo 1.42 0.33 6.48 6.52 1.52 5.42 6.77 1.78 23.76 3.84 6.67 0.48 SOP 64.99

37 213 Rabu Ny Ina 1.04 0.08 0.25 0.88 1.56 2.21 0.00 1.01 1.30 1.12 0.00 0.22 SOP 9.65

38 104 Rabu Ny Siti Aminah 0.22 0.25 3.61 0.68 4.24 1.63 7.35 0.47 24.19 2.29 6.75 0.58 SOP 52.28

39 214 Rabu Tn Joko 0.00 1.39 2.43 1.01 4.78 2.17 2.18 1.29 14.38 3.69 0.70 0.15 SOP 34.17

40 140 Rabu Tn Agus 1.05 0.18 17.32 3.03 13.81 1.27 13.59 0.75 12.52 2.10 0.50 1.27 SOP 67.39

41 223 Rabu Tn Musbar 0.13 1.16 1.75 1.44 3.91 1.12 10.83 0.59 13.42 1.83 0.03 4.19 SOP 40.39

42 161 Rabu Ny Kartini 0.00 0.42 0.00 2.65 19.78 0.45 6.07 1.17 17.53 0.37 2.89 1.53 SOP 52.87

43 206 Rabu Ny Lina 0.36 0.58 0.35 1.00 11.27 0.44 3.27 1.58 15.77 1.69 2.99 1.18 SOP 40.49

44 118 Kamis Tn B Budi 0.92 0.33 23.96 2.44 19.76 0.82 31.52 0.74 31.52 1.02 0.67 0.47 SOP 114.19

45 182 Kamis Tn Kemal 2.99 0.58 0.87 3.63 2.05 3.64 29.45 1.69 23.87 7.95 6.29 0.68 SOP 83.70

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


46 126 Kamis Nn Anita 0.00 0.49 4.59 2.54 6.76 2.47 23.63 0.96 4.14 2.28 3.79 0.59 SOP 52.26

47 191 Kamis Tn Mirta 0.00 2.61 0.90 2.63 11.28 1.42 38.83 1.20 22.40 5.96 1.59 0.46 SOP 89.26

48 121 Kamis Ny Mujiani 0.00 0.80 3.98 0.97 5.77 1.85 23.91 1.80 5.75 1.25 0.13 0.77 SOP 46.99

49 125 Kamis Tn J Soepapto 0.17 0.21 4.81 1.98 4.79 3.20 48.62 0.85 8.78 4.68 2.92 0.73 SOP 81.75

50 162 Kamis Ny Rosmini 1.53 1.08 6.44 0.52 11.55 0.71 36.49 0.24 21.46 1.58 0.74 0.32 SOP 82.65

51 233 Kamis Tn Suparno 0.62 0.38 0.15 1.24 13.48 0.64 12.60 0.75 19.24 1.02 6.02 0.38 SOP 56.52

52 120 Kamis Ny Julaiha 0.20 0.23 19.70 1.36 20.49 0.20 22.03 0.15 11.17 0.71 2.26 0.36 SOP 78.86

53 171 Kamis Ny Oneng R 0.24 0.37 2.15 3.15 7.59 1.42 39.03 3.54 18.95 0.59 6.33 0.12 SOP 83.50

54 124 Kamis Ny murdiah 0.00 0.91 5.10 0.89 0.00 0.41 27.78 0.03 1.10 0.32 5.44 1.26 SOP 43.24

55 184 Kamis Ny Aida 0.00 1.14 0.20 0.75 16.37 0.37 37.63 0.40 26.06 0.77 4.42 1.28 SOP 89.41

56 243 Kamis Ny Supriaty 3.35 0.10 1.71 3.30 3.02 2.73 4.59 2.37 1.89 4.27 6.14 1.00 SOP 34.45

57 119 Kamis Tn Nananng 0.52 0.62 23.13 6.44 15.56 4.03 18.52 3.71 28.40 3.11 2.12 0.32 SOP 106.50

58 126 Jumat Tn Tatang Subari 0.55 0.20 0.36 1.41 0.00 1.07 2.37 1.67 1.78 0.87 0.76 0.42 SOP 11.46

59 102 Jumat Tn Mirta 0.00 0.84 0.19 0.87 1.20 0.14 0.00 0.42 2.14 1.46 2.81 0.73 SOP 10.81
Ny Sugimah & Tn Warsimin
60 109 Jumat 0.00 0.51 2.61 1.96 3.73 5.10 2.42 0.98 12.06 3.52 2.33 1.93 SOP 37.15

61 114 Jumat Ny Leli Jamil 0.00 1.40 0.28 0.92 0.52 0.71 0.00 0.29 0.00 2.49 1.75 0.99 SOP 9.35

62 116 Jumat Ny Suprihatin 0.00 0.20 0.00 0.73 0.89 1.13 0.00 0.41 0.00 1.35 0.17 2.82 SOP 7.70

63 207 Jumat Ny Tuty 0.00 3.00 3.51 1.63 3.30 1.73 9.09 1.80 13.04 4.43 4.20 1.85 SOP 47.58

64 90 Jumat Tn M. Soleh 0.33 0.28 5.00 1.14 1.06 1.13 0.59 0.58 1.94 0.40 4.28 0.55 SOP 17.28

65 109 Jumat Ny Murniati 0.00 0.33 0.08 0.94 4.32 0.40 6.54 0.94 7.79 0.63 6.02 0.56 SOP 28.56

66 124 Jumat Tn Yunus S 0.34 0.68 0.86 2.03 0.16 0.43 2.33 0.80 0.00 0.15 1.58 1.22 SOP 10.60

67 107 Jumat Ny Ayuning 0.24 0.30 3.44 0.79 0.24 0.29 0.00 0.49 0.00 1.15 4.07 0.40 SOP 11.40

68 115 Jumat Ny Rita 0.00 0.44 1.05 0.98 0.17 0.94 2.54 0.60 0.00 3.66 0.13 0.17 SOP 10.68

69 95 Jumat Tn M Saman 0.00 0.63 0.39 0.81 0.22 1.67 0.00 0.32 1.00 1.63 1.58 0.59 SOP 8.83

70 117 Jumat Ny Daryati 0.00 0.57 1.20 0.65 0.00 0.34 0.00 0.68 0.00 0.50 0.90 0.44 SOP 5.28

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


71 119 Jumat Tn Achmad 0.00 0.37 0.65 1.26 0.91 0.97 0.00 0.70 0.00 0.83 0.54 0.73 SOP 6.95

MEAN 0.33 0.61 3.56 1.79 6.88 1.53 10.96 1.05 9.32 2.07 2.30 0.96 41.36 38.52

MEDIAN 0.00 0.49 1.86 1.26 3.96 1.13 6.07 0.80 6.20 1.36 1.70 0.73 39.60 34.17

ST DEV 0.72 0.50 5.13 1.70 7.39 1.36 12.06 0.82 8.89 1.84 2.06 0.84 26.98 25.42

MIN 0.00 0.06 0.00 0.52 0.00 0.09 0.00 0.03 0.00 0.15 0.00 0.12 5.28 5.28

MAX 3.39 3.00 23.96 12.20 30.31 6.23 48.62 3.71 31.52 9.25 7.57 4.19 114.19 114.19

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


Lampiran 4. Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan yang Tidak Sesuai SOP
di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto Tanggal 17 28 Oktober 2011
PENOMORAN VERIFIKASI ETIKET DISPENSING PENGECEKAN SERAH Total
sampai
NO Keteran dipang
NO HARI Nama Pasien Total
RESEP delay Proses delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses g-an
gil

Nn Adinda nur
1 218 Senin Safira 0.00 0.61 0.00 1.09 4.03 0.29 0.00 1.44 0.00 0.09 0.80 300.13 non SOP 308.47 8.35
2 149 Senin Ny Suyati 0.00 0.64 2.00 1.18 6.08 1.02 1.74 0.57 19.81 1.63 16.09 57.00 non SOP 107.75 50.75
3 235 Senin Ny Maria 0.00 1.06 0.00 2.32 0.00 1.53 0.39 1.73 0.00 0.65 4.96 0.00 non SOP 12.64 12.64
4 182 Senin Ny Sumiyem 0.00 0.37 3.76 1.57 1.58 6.74 2.21 11.58 1.96 5.88 4.40 0.42 non SOP 40.48 40.06
5 209 Selasa Tn Nurdin 1.38 0.63 0.00 0.76 7.99 1.67 0.00 0.30 0.00 0.16 3.42 35.00 non SOP 51.31 16.31
6 216 Selasa Ny Sudarmila 0.02 0.37 1.07 2.17 0.39 3.57 1.49 1.34 5.23 3.56 0.33 27.00 non SOP 46.54 19.54
7 111 Selasa Ny Basari 0.00 0.27 2.20 1.15 2.10 1.39 3.65 0.78 2.29 1.10 3.04 120.00 non SOP 137.97 17.97
Ny Rustini &
8 192 Selasa Tn Sutono 0.00 1.47 0.47 4.92 0.19 7.24 2.29 3.20 2.63 6.02 1.67 191.00 non SOP 221.09 30.09
Tn Asra
9 214 Selasa Alimansyah 0.00 0.31 0.60 3.62 0.61 2.90 0.32 2.85 1.29 6.64 3.93 1406.00 non SOP 1429.07 23.07
10 189 Selasa Ny Suhaeni 0.00 0.62 0.63 1.74 0.00 0.54 11.39 0.25 29.13 0.81 2.20 1140.35 non SOP 1187.65 47.30
Tn
Buchori/Rosma
11 214/215 Selasa ni 0.00 0.97 3.06 3.19 14.12 2.62 3.50 3.51 5.92 6.24 1.55 1020.52 non SOP 1065.20 44.69
12 107 Selasa Ny Siti Hainah 0.17 0.10 1.91 2.61 1.82 1.05 1.96 2.26 2.43 2.04 3.25 19.00 non SOP 38.60 19.60
13 133 Selasa Tn M Kaligis 1.76 0.16 4.22 0.54 17.43 1.37 23.24 1.87 3.58 0.89 6.22 240.00 non SOP 301.26 61.26
Ny Rinding
14 186 Selasa Simanjuntak 0.00 0.32 2.47 2.00 0.94 3.28 23.98 1.34 11.13 2.67 0.11 155.00 non SOP 203.23 48.23
Tn Sumantri
15 171 Rabu Anggadi 0.00 0.60 1.37 0.86 9.59 0.84 0.00 0.63 0.00 0.87 0.00 0.72 non SOP 15.48 14.76
Ny Mira
16 189 Rabu Sumirah 0.43 0.37 10.23 10.23 16.10 1.00 0.61 1.44 23.21 1.05 2.25 1.08 non SOP 68.01 66.93
17 197 Rabu Tn Djuwito 0.00 0.13 2.26 1.49 19.42 0.84 28.16 0.72 0.00 0.89 0.00 0.50 non SOP 54.41 53.91

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


18 145 Rabu Tn Nasir 0.00 0.47 15.01 0.75 17.64 0.74 14.92 0.59 15.14 0.73 2.32 1260.10 non SOP 1328.41 68.31
Ny Titi & Tn
19 171 Rabu Sanusi 0.35 0.59 0.23 2.79 2.49 4.35 4.89 1.56 0.68 5.72 0.07 0.17 non SOP 23.88 23.71
20 194 Rabu Ny Martini 0.80 0.74 1.38 2.10 2.83 3.14 5.83 2.04 0.00 4.94 0.11 0.20 non SOP 24.10 23.91
21 183 Rabu Ny Icha 1.87 0.41 4.11 1.22 3.85 1.00 32.24 0.43 22.28 0.69 2.29 1361.00 non SOP 1431.38 70.38
Tn
22 181 Kamis Simanungkait 0.00 0.24 4.25 0.90 14.55 2.40 37.85 0.84 25.78 1.92 4.67 1200.85 non SOP 1294.24 93.40
23 87 Kamis Tn Suprapto 0.26 0.21 3.35 2.77 2.56 4.09 0.36 0.57 2.11 1.81 0.91 180.49 non SOP 199.50 19.01
24 128 Kamis Tn Armadi 0.85 0.31 4.64 1.10 9.03 0.39 1.28 0.38 6.76 1.28 0.70 0.43 non SOP 27.16 26.73
Ny Murti
25 199 Kamis Riyanti 0.55 0.23 10.60 1.81 18.46 0.90 2.24 0.24 1.99 0.19 1.92 1.00 non SOP 40.13 39.13
26 83 Jumat Ny Djubaedah 0.40 0.11 6.84 0.60 1.91 0.43 3.31 0.15 3.00 0.50 1.96 135.00 non SOP 154.22 19.22
27 98 Jumat Tn Supardi 0.21 0.28 1.00 0.37 3.53 1.12 2.88 1.81 0.60 0.29 2.14 190.00 non SOP 204.23 14.23
28 97 Jumat Ny Siti Aisyah 0.81 0.20 0.10 1.85 0.57 2.40 0.11 3.37 0.00 3.73 3.94 0.83 non SOP 17.90 17.07
29 101 Jumat Ny Nina 0.83 0.92 0.36 0.52 0.16 0.55 1.39 0.00 0.00 0.52 1.15 1.59 non SOP 8.00 6.41
Nn Federika
30 123 Jumat Saudale 0.00 0.36 1.09 1.35 0.00 2.56 0.00 0.95 3.03 0.94 2.03 1380.00 non SOP 1392.30 12.30
31 93 Jumat Tn Abdul Muis 0.00 9.66 0.76 5.46 4.19 4.17 0.52 2.84 4.38 4.26 5.27 1550.00 non SOP 1591.52 41.52
32 91 Jumat Ny eem 0.00 0.61 4.34 2.20 1.65 2.06 0.44 0.38 2.69 3.00 0.73 12.44 non SOP 30.53 18.09
33 100 Jumat Tn subroto 0.40 1.10 3.84 2.06 0.62 0.83 1.09 11.33 0.00 0.89 1.38 34.00 non SOP 57.54 23.54
34 116 Jumat Ny Dyan 0.73 0.28 0.25 2.09 0.16 1.30 1.57 0.49 8.50 2.43 12.79 35.00 non SOP 65.60 30.60
MEAN 0.40 0.78 3.42 2.16 6.32 1.80 7.85 1.65 6.68 2.15 2.46 435.63 471.29 35.66
MEDIAN 0.24 0.34 2.37 1.83 2.69 1.21 2.10 0.89 2.85 1.17 1.99 85.00 111.12 25.32
ST DEV 0.52 1.83 3.67 2.00 6.98 1.25 11.38 2.23 8.87 1.94 2.69 591.45 601.05 22.31
MIN 0.00 0.10 0.10 0.37 0.00 0.39 0.00 0.00 0.00 0.19 0.00 0.17 8.00 6.41
MAX 1.87 9.66 15.01 10.23 19.42 4.35 37.85 11.33 29.13 6.64 12.79 1550.00 1591.52 93.40

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


Lampiran 5. Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Racikan yang Sesuai SOP
di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto Tanggal 17 28 Oktober 2011
PENOMORA
VERIFIKASI ETIKET RACIK PERIKSA SERAH
N NO NAMA N Kete- Non
HARI TOTAL
O RESEP PASIEN dela ambil rangan SOP
Proses delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses
y obat
2 161 Selasa Ny Ani 0.36 0.34 1.89 1.55 1.06 1.15 4.07 4.12 22.74 0.00 0.74 0.17 0.61 SOP 38.81 38.19
4 146 Selasa Ny Esra 0.00 0.08 2.52 1.81 20.99 1.20 28.34 4.90 10.19 0.63 10.35 7.78 0.41 SOP 89.21 88.80
5 157 Rabu Ny Sukimi 0.87 0.34 5.49 24.63 12.50 2.39 7.72 7.30 9.64 1.05 8.15 1.11 0.39 SOP 81.59
Tn
6 199 Rabu leonardus 0.00 0.23 1.22 2.37 15.02 1.26 6.04 1.81 2.47 0.44 1.74 0.88 0.81 SOP 34.29
7 115 Rabu Ny Anne M 0.00 0.45 3.57 2.08 0.75 0.70 8.08 4.03 10.47 11.61 1.70 0.92 0.81 SOP 45.17
Ny Hj.
3 159 Rabu Sumiyati 0.00 0.28 12.78 3.36 18.22 1.89 14.90 6.58 5.98 14.63 5.62 2.26 0.40 SOP 86.90 86.50
Tn Pandi B
1 136 Kamis Sumadi 0.40 6.19 13.88 3.21 21.18 1.19 42.09 6.06 11.55 1.64 1.19 7.43 0.94 SOP 116.97 116.02
MEAN 0.25 0.29 2.94 6.49 10.06 1.34 10.85 4.43 11.10 2.75 4.54 2.17 0.61 57.81 59.44
MEDIAN 0.00 0.34 2.52 2.08 12.50 1.20 7.72 4.12 10.19 0.63 1.74 0.92 0.61 45.17 45.17
ST DEV 0.38 0.14 1.67 10.15 8.91 0.63 9.90 1.97 7.30 4.97 4.39 3.15 0.21 25.62 25.66
MIN 0.00 0.08 1.22 1.55 0.75 0.70 4.07 1.81 2.47 0.00 0.74 0.17 0.39 34.29 34.29
MAX 0.87 0.45 5.49 24.63 20.99 2.39 28.34 7.30 22.74 11.61 10.35 7.78 0.81 89.21 89.21

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


Lampiran 6. Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Racikan yang Tidak Sesuai SOP
di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto Tanggal 17 28 Oktober 2011
PENOMORAN VERIFIKASI ETIKET RACIK PERIKSA SERAH Total sampai
NO RESEP dipanggil
HARI NAMA PASIEN KETERANGAN total
delay proses delay proses delay proses delay ambil obat proses delay proses delay proses
0.00 0.39 0.27 6.36 0.40 1.39 3.38 6.62 8.48 2.58 0.63 0.00 240.21 270.70 30.49
146 Selasa Tn Barimin non SOP

0.39 0.19 4.04 4.21 18.98 1.32 18.59 2.33 9.34 0.00 2.45 0.08 1200.14 1262.06 61.91
143 Selasa Ny Danu Purwati non SOP

0.17 0.35 1.79 0.99 10.68 0.28 5.17 0.44 12.19 0.00 0.44 2.85 7.00 42.35 35.35
183 Selasa Ny Federika non SOP

0.00 0.28 3.77 3.37 0.22 1.67 21.92 2.79 10.26 1.46 0.89 1.44 33.00 81.06 48.06
106 Jumat Ny Yuli non SOP

0.14 0.30 2.47 3.73 7.57 1.16 12.27 3.04 10.06 1.01 1.10 1.09 370.09 414.04 43.95
MEAN

0.09 0.32 2.78 3.79 5.54 1.35 11.88 2.56 9.80 0.73 0.76 0.76 136.60 175.88 41.70
MEDIAN

0.18 0.09 1.78 2.22 9.04 0.61 9.36 2.59 1.59 1.25 0.92 1.34 563.12 574.08 14.08
ST DEV

0.00 0.19 0.27 0.99 0.22 0.28 3.38 0.44 8.48 0.00 0.44 0.00 7.00 42.35 30.49
MIN

0.39 0.39 4.04 6.36 18.98 1.67 21.92 6.62 12.19 2.58 2.45 2.85 1200.14 1262.06 61.91
MAX

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


Lampiran 7. Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan yang Memerlukan Protokol Terapi
di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto tanggal 17 28 Oktober 2011
PENOMORAN VERIFIKASI ETIKET DISPENSING PENGECEKAN SERAH
NO NO RESEP HARI Nama Pasien delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses Keterangan Total
7 144 Selasa Ny Somauli 0.00 0.77 4.88 17.56 4.17 1.33 3.92 1.24 5.92 1.87 0.76 0.80 protokol 43.20
8 132 Selasa Ny Harta 0.58 0.16 1.23 11.26 16.08 0.68 16.83 1.43 3.92 1.11 2.66 0.39 protokol 56.34
3 122 Selasa Tn Heri Ngadini 0.00 0.12 0.34 14.00 0.18 1.45 0.00 0.40 0.29 2.21 0.65 0.97 protokol 20.60
4 207 Kamis Anastasia Sunarti 0.00 1.03 1.86 7.79 3.84 0.72 15.79 1.40 28.85 2.73 1.04 0.67 protokol 65.69
1 121 Kamis Tn Suwito 0.83 0.33 19.83 6.20 17.80 2.09 19.27 0.35 26.80 1.32 0.00 0.72 protokol 95.53
2 184 Jumat Ny Kaminten 0.00 0.63 2.45 0.70 4.06 0.59 31.51 1.15 21.73 0.73 9.61 0.33 protokol 73.51
5 108 Jumat Ny Tati Maryati 0.28 0.14 6.19 8.55 1.45 2.38 1.05 2.38 7.38 5.72 1.19 0.63 protokol 37.34
6 119 Jumat Tn Joni 0.00 0.41 2.04 5.05 0.62 1.42 2.28 1.69 0.00 2.79 7.28 0.93 protokol 24.49
MEAN 0.19 0.44 5.45 7.05 4.66 1.44 11.65 1.23 14.17 2.58 3.29 0.71 52.86
MEDIAN 0.00 0.37 2.25 6.99 2.64 1.43 9.03 1.28 14.56 2.47 1.11 0.69 51.52
ST DEV 0.33 0.34 7.31 4.38 6.64 0.71 12.69 0.78 13.20 1.74 4.08 0.23 29.99
MIN 0.00 0.12 0.34 0.70 0.18 0.59 0.00 0.35 0.00 0.73 0.00 0.33 20.60
MAX 0.83 1.03 19.83 14.00 17.80 2.38 31.51 2.38 28.85 5.72 9.61 0.97 95.53

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


Lampiran 8. Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan Per Hari
di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto tanggal 17 28 Oktober 2011
PENOMORAN VERIFIKASI ETIKET DISPENSING PENGECEKAN SERAH
NO NO RESEP HARI Nama Pasien delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses Keterangan Total
1 148 Senin Ny Epon 0.00 0.53 2.01 1.85 7.50 2.09 9.50 1.67 19.89 4.07 2.03 1.04 SOP 52.17
2 193 Senin Ny Dolly 0.00 0.42 3.92 0.96 3.96 0.09 7.91 1.21 15.59 0.36 0.67 1.61 SOP 36.70
3 222 Senin Tn Endang 0.00 0.62 0.38 2.79 0.00 1.48 0.77 0.93 3.04 2.22 0.44 0.86 SOP 13.51
4 208 Senin Ny Masitoh 0.00 0.63 2.75 0.75 7.88 0.63 1.52 1.40 3.83 1.16 1.12 0.80 SOP 22.47
5 145 Senin Ny Tuti 0.00 0.31 0.80 0.56 14.90 0.48 19.99 1.02 8.32 0.55 1.70 0.19 SOP 48.81
6 124 Senin Ny Supartini 0.00 0.50 11.77 1.54 22.45 0.64 16.36 0.47 8.59 2.10 0.45 1.23 SOP 66.10
7 177 Senin Ny Amsiyah 0.00 0.91 0.72 3.12 3.62 2.00 10.34 2.04 0.51 5.00 2.07 0.50 SOP 30.84
8 205 Senin Ny Sofia 0.00 0.68 2.86 0.96 2.58 1.02 5.88 0.34 2.78 1.26 1.83 0.21 SOP 20.41
9 179 Senin Ny Saroha 0.00 0.34 0.58 0.82 4.09 0.70 1.32 2.18 1.72 1.27 0.61 0.43 SOP 14.07
10 218 Senin Nn Adinda nur Safira 0.00 0.61 0.00 1.09 4.03 0.29 0.00 1.44 0.00 0.09 0.80 0.00 non SOP 8.35
11 149 Senin Ny Suyati 0.00 0.64 2.00 1.18 6.08 1.02 1.74 0.57 19.81 1.63 16.09 0.00 non SOP 50.75
12 235 Senin Ny Maria 0.00 1.06 0.00 2.32 0.00 1.53 0.39 1.73 0.00 0.65 4.96 0.00 non SOP 12.64
13 182 Senin Ny Sumiyem 0.00 0.37 3.76 1.57 1.58 6.74 2.21 11.58 1.96 5.88 4.40 0.00 non SOP 40.06
MEAN 0.00 0.59 2.43 1.50 6.05 1.44 5.99 2.04 6.62 2.02 2.86 0.76 32.07
MEDIAN 0.00 0.61 2.00 1.18 4.03 1.02 2.21 1.40 3.04 1.27 1.70 0.80 30.84
ST DEV 0.00 0.22 3.12 0.81 6.30 1.71 6.50 2.92 7.32 1.84 4.23 0.48 18.52
MIN 0.00 0.31 0.00 0.56 0.00 0.09 0.00 0.34 0.00 0.09 0.44 0.19 8.35
MAX 0.00 1.06 11.77 3.12 22.45 6.74 19.99 11.58 19.89 5.88 16.09 1.61 66.10

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


PENOMORAN VERIFIKASI ETIKET DISPENSING PENGECEKAN SERAH
NO NO RESEP HARI Nama Pasien delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses Keterangan Total
0.00 1.44 0.34 1.90 2.51 2.34 0.53 1.79 5.17 5.01 0.00 0.80 SOP 21.82
1 211 Selasa Ny Siti Hindun
0.00 0.38 7.04 0.79 17.48 0.52 22.77 1.04 8.02 0.48 2.67 0.63 SOP 61.82
2 130 Selasa Ny Ellisabeth
0.00 0.36 2.99 1.78 6.28 0.89 14.38 0.57 25.48 1.36 2.15 2.90 SOP 59.16
3 185 Selasa Ny Sukiyati
0.91 1.21 4.38 1.34 16.61 0.24 2.51 0.57 9.18 0.90 1.22 0.54 SOP 39.60
4 212 Selasa Tn KJ Sihombing
0.00 0.32 1.86 0.63 1.22 1.31 1.87 0.91 5.89 1.25 0.75 0.88 SOP 16.90
5 159 Selasa Tn Hasbullah
3.39 0.35 2.92 1.41 2.92 0.69 2.91 0.04 0.26 1.18 0.92 0.89 SOP 17.88
6 166 Selasa Ny Saripah
0.00 0.06 1.79 0.92 4.70 0.58 0.08 0.33 2.57 0.64 7.57 1.30 SOP 20.55
7 124 Selasa Tn Amiludin
0.00 0.48 0.47 1.60 1.99 1.10 1.01 0.81 3.41 2.17 0.33 0.46 SOP 13.84
8 133 Selasa Ny Husma
0.00 0.53 0.35 0.93 1.60 0.31 1.24 0.27 0.30 0.98 0.29 0.72 SOP 7.52
9 148 Selasa Ny Widiastuti
0.12 0.19 0.92 0.80 0.13 2.17 4.62 0.40 5.53 1.93 4.88 0.95 SOP 22.64
10 158 Selasa Ny Entin
0.00 0.57 1.37 1.05 5.70 1.17 6.19 0.25 2.08 0.94 2.10 0.26 SOP 21.68
11 220 Selasa Ny Praptiningsih
0.00 0.39 4.09 1.78 30.31 1.38 0.21 1.21 4.07 4.95 1.30 0.20 SOP 49.88
12 203 Selasa Ny Sri
0.23 0.13 3.12 1.24 3.43 1.24 4.20 0.76 0.00 0.19 4.12 0.91 SOP 19.57
13 106 Selasa Ny Lioke
0.00 0.60 0.57 1.70 0.28 0.82 0.70 0.05 1.66 0.50 1.61 0.61 SOP 9.12
14 135 Selasa Ny Lies
1.24 0.67 0.53 1.43 8.95 1.25 2.78 3.22 0.61 2.35 0.39 0.59 SOP 24.02
15 185 Selasa Ny Sudini
0.30 0.25 2.01 1.04 0.94 1.58 22.33 2.00 11.98 1.69 4.15 0.24 SOP 48.50
16 181 Selasa Ny Muhamah
0.00 0.63 1.55 2.27 0.00 3.26 5.90 1.69 6.20 3.03 5.86 0.73 SOP 31.12
17 206 Selasa Ny St aimah

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


1.38 0.63 0.00 0.76 7.99 1.67 0.00 0.30 0.00 0.16 3.42 0.00 non SOP 16.31
18 209 Selasa Tn Nurdin
0.02 0.37 1.07 2.17 0.39 3.57 1.49 1.34 5.23 3.56 0.33 0.00 non SOP 19.54
19 216 Selasa Ny Sudarmila
0.00 0.27 2.20 1.15 2.10 1.39 3.65 0.78 2.29 1.10 3.04 0.00 non SOP 17.97
20 111 Selasa Ny Basari
0.00 1.47 0.47 4.92 0.19 7.24 2.29 3.20 2.63 6.02 1.67 0.00 non SOP 30.09
21 192 Selasa Ny Rustini & Tn Sutono
0.00 0.31 0.60 3.62 0.61 2.90 0.32 2.85 1.29 6.64 3.93 0.00 non SOP 23.07
22 214 Selasa Tn Asra Alimansyah
0.00 0.62 0.63 1.74 0.00 0.54 11.39 0.25 29.13 0.81 2.20 0.00 non SOP 47.30
23 189 Selasa Ny Suhaeni
0.00 0.97 3.06 3.19 14.12 2.62 3.50 3.51 5.92 6.24 1.55 0.00 non SOP 44.69
24 214/215 Selasa Tn Buchori/Rosmani
0.17 0.10 1.91 2.61 1.82 1.05 1.96 2.26 2.43 2.04 3.25 0.00 non SOP 19.60
25 107 Selasa Ny Siti Hainah
1.76 0.16 4.22 0.54 17.43 1.37 23.24 1.87 3.58 0.89 6.22 0.00 non SOP 61.26
26 133 Selasa Tn M Kaligis
0.00 0.32 2.47 2.00 0.94 3.28 23.98 1.34 11.13 2.67 0.11 0.00 non SOP 48.23
27 186 Selasa Ny Rinding Simanjuntak
0.35 0.51 1.96 1.68 5.58 1.72 6.15 1.24 5.78 2.21 2.45 0.80 30.14
MEAN
0.00 0.38 1.79 1.43 2.10 1.31 2.78 0.91 3.58 1.36 2.10 0.72 22.64
MEDIAN
0.78 0.37 1.64 0.99 7.46 1.45 7.91 1.04 7.02 1.94 2.04 0.61 16.48
ST DEV
0.00 0.06 0.00 0.54 0.00 0.24 0.00 0.04 0.00 0.16 0.00 0.20 7.52
MIN
3.39 1.47 7.04 4.92 30.31 7.24 23.98 3.51 29.13 6.64 7.57 2.90 61.82
MAX

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


PENOMORAN VERIFIKASI ETIKET DISPENSING PENGECEKAN SERAH
NO NO RESEP HARI Nama Pasien delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses Keterangan Total
1 107 Rabu Tn Mirun 0.58 0.45 3.25 0.74 0.74 4.57 14.12 0.46 25.16 1.48 2.79 2.45 SOP 56.83
2 156 Rabu Ny Surati 0.38 0.49 5.31 0.55 17.24 1.94 16.67 0.58 9.71 0.45 3.26 3.07 SOP 59.66
3 212 Rabu Tn Ngadiman 0.00 1.07 2.83 2.02 4.11 1.88 24.05 1.98 13.54 2.00 0.60 2.87 SOP 57.02
4 135 Rabu Tn Hardiansyah 0.00 0.29 12.83 0.81 21.06 1.29 11.43 0.42 3.52 1.21 0.98 0.65 SOP 54.52
5 187 & 188 Rabu Tn Yohanes & Ny Maria 0.00 0.95 0.72 3.42 23.11 6.23 26.84 1.94 14.30 5.57 0.40 1.16 SOP 84.83
6 215 Rabu Ny Sawiyem 0.00 0.30 1.26 0.92 2.12 0.35 27.48 0.38 0.21 1.15 0.13 0.42 SOP 34.75
7 108 Rabu Ny Tumisem 0.00 0.81 2.41 2.15 3.49 1.79 5.22 0.54 25.92 0.63 0.99 3.58 SOP 47.55
8 154 Rabu Tn Uum/kasidiono 0.00 0.89 0.00 12.20 6.94 5.42 1.07 3.06 14.92 8.95 2.02 0.96 SOP 56.74
9 138 Rabu Tn Munanto 0.26 0.25 12.71 2.83 21.77 0.76 12.83 0.43 10.28 1.64 0.53 0.84 SOP 65.17
10 109 Rabu Tn Hadi Martoyo 1.42 0.33 6.48 6.52 1.52 5.42 6.77 1.78 23.76 3.71 6.67 0.48 SOP 64.99
11 213 Rabu Ny Ina 1.04 0.08 0.25 0.88 1.56 2.21 0.00 1.01 1.30 1.08 0.00 0.22 SOP 9.65
12 104 Rabu Ny Siti Aminah 0.22 0.25 3.61 0.68 4.24 1.63 7.35 0.47 24.19 2.22 6.75 0.58 SOP 52.28
13 214 Rabu Tn Joko 0.00 1.39 2.43 1.01 4.78 2.17 2.18 1.29 14.38 3.57 0.70 0.15 SOP 34.17
14 140 Rabu Tn Agus 1.05 0.18 17.32 3.03 13.81 1.27 13.59 0.75 12.52 2.03 0.50 1.27 SOP 67.39
15 223 Rabu Tn Musbar 0.13 1.16 1.75 1.44 3.91 1.12 10.83 0.59 13.42 1.77 0.03 4.19 SOP 40.39
16 161 Rabu Ny Kartini 0.00 0.42 0.00 2.65 19.78 0.45 6.07 1.17 17.53 0.36 2.89 1.53 SOP 52.87
17 206 Rabu Ny Lina 0.36 0.58 0.35 1.00 11.27 0.44 3.27 1.58 15.77 1.64 2.99 1.18 SOP 40.49
18 171 Rabu Tn Sumantri Anggadi 0.00 0.60 1.37 0.86 9.59 0.84 0.00 0.63 0.00 0.84 0.00 0.00 non SOP 14.76
19 189 Rabu Ny Mira Sumirah 0.43 0.37 10.23 10.23 16.10 1.00 0.61 1.44 23.21 1.02 2.25 0.00 non SOP 66.93
20 197 Rabu Tn Djuwito 0.00 0.13 2.26 1.49 19.42 0.84 28.16 0.72 0.00 0.86 0.00 0.00 non SOP 53.91
21 145 Rabu Tn Nasir 0.00 0.47 15.01 0.75 17.64 0.74 14.92 0.59 15.14 0.71 2.32 0.00 non SOP 68.31
22 171 Rabu Ny Titi & Tn Sanusi 0.35 0.59 0.23 2.79 2.49 4.35 4.89 1.56 0.68 5.53 0.07 0.00 non SOP 23.71
23 194 Rabu Ny Martini 0.80 0.74 1.38 2.10 2.83 3.14 5.83 2.04 0.00 4.78 0.11 0.00 non SOP 23.91

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


24 183 Rabu Ny Icha 1.87 0.41 4.11 1.22 3.85 1.00 32.24 0.43 22.28 0.67 2.29 0.00 non SOP 70.38
MEAN 0.37 0.55 4.50 2.60 9.72 2.12 11.52 1.08 12.57 2.24 1.64 1.51 50.05
MEDIAN 0.18 0.46 2.42 1.47 5.86 1.46 9.09 0.73 13.92 1.56 0.84 1.16 54.21
ST DEV 0.51 0.34 5.17 2.98 7.80 1.77 9.86 0.71 8.97 2.11 1.92 1.25 18.89
MIN 0.00 0.08 0.00 0.55 0.74 0.35 0.00 0.38 0.00 0.36 0.00 0.15 9.65
1.87 1.39 17.32 12.20 23.11 6.23 32.24 3.06 25.92 8.95 6.75 4.19 84.83
MAX

PENOMORAN VERIFIKASI ETIKET DISPENSING PENGECEKAN SERAH


NO NO RESEP HARI Nama Pasien delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses Keterangan Total
1 118 Kamis Tn B Budi 0.92 0.33 23.96 2.44 19.76 1.88 31.52 0.74 31.52 1.02 0.67 0.47 SOP 114.19
2 182 Kamis Tn Kemal 2.99 0.58 0.87 3.63 2.05 1.29 29.45 1.69 23.87 7.95 6.29 0.68 SOP 83.70
3 126 Kamis Nn Anita 0.00 0.49 4.59 2.54 6.76 6.23 23.63 0.96 4.14 2.28 3.79 0.59 SOP 52.26
4 191 Kamis Tn Mirta 0.00 2.61 0.90 2.63 11.28 0.35 38.83 1.20 22.40 5.96 1.59 0.46 SOP 89.26
5 121 Kamis Ny Mujiani 0.00 0.80 3.98 0.97 5.77 1.79 23.91 1.80 5.75 1.25 0.13 0.77 SOP 46.99
6 125 Kamis Tn J Soepapto 0.17 0.21 4.81 1.98 4.79 5.42 48.62 0.85 8.78 4.68 2.92 0.73 SOP 81.75
7 162 Kamis Ny Rosmini 1.53 1.08 6.44 0.52 11.55 0.76 36.49 0.24 21.46 1.58 0.74 0.32 SOP 82.65
8 233 Kamis Tn Suparno 0.62 0.38 0.15 1.24 13.48 5.42 12.60 0.75 19.24 1.02 6.02 0.38 SOP 56.52
9 120 Kamis Ny Julaiha 0.20 0.23 19.70 1.36 20.49 2.21 22.03 0.15 11.17 0.71 2.26 0.36 SOP 78.86
10 171 Kamis Ny Oneng R 0.24 0.37 2.15 3.15 7.59 1.63 39.03 3.54 18.95 0.59 6.33 0.12 SOP 83.50
11 124 Kamis Ny murdiah 0.00 0.91 5.10 0.89 0.00 2.17 27.78 0.03 1.10 0.32 5.44 1.26 SOP 43.24
12 184 Kamis Ny Aida 0.00 1.14 0.20 0.75 16.37 1.27 37.63 0.40 26.06 0.77 4.42 1.28 SOP 89.41
13 243 Kamis Ny Supriaty 3.35 0.10 1.71 3.30 3.02 1.12 4.59 2.37 1.89 4.27 6.14 1.00 SOP 34.45
14 119 Kamis Tn Nananng 0.52 0.62 23.13 6.44 15.56 0.45 18.52 3.71 28.40 3.11 2.12 0.32 SOP 106.50
15 181 Kamis Tn Simanungkait 0.00 0.24 4.25 0.90 14.55 0.44 37.85 0.84 25.78 1.92 4.67 0.00 non SOP 93.40
16 87 Kamis Tn Suprapto 0.26 0.21 3.35 2.77 2.56 0.84 0.36 0.57 2.11 1.81 0.91 0.00 non SOP 19.01

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


17 128 Kamis Tn Armadi 0.85 0.31 4.64 1.10 9.03 1.00 1.28 0.38 6.76 1.28 0.70 0.00 non SOP 26.73
18 199 Kamis Ny Murti Riyanti 0.55 0.23 10.60 1.81 18.46 0.84 2.24 0.24 1.99 0.19 1.92 0.00 non SOP 39.13
MEAN 0.68 0.60 6.70 2.13 10.17 0.74 24.24 1.14 14.52 2.26 3.17 0.63 67.86
MEDIAN 0.25 0.38 4.42 1.89 10.15 4.35 25.85 0.79 15.06 1.43 2.59 0.53 80.31
ST DEV 1.00 0.59 7.63 1.45 6.48 3.14 14.90 1.10 10.63 2.14 2.23 0.35 28.36
MIN 0.00 0.10 0.15 0.52 0.00 1.00 0.36 0.03 1.10 0.19 0.13 0.12 19.01
MAX 3.35 2.61 23.96 6.44 20.49 2.12 48.62 3.71 31.52 7.95 6.33 1.28 114.19

PENOMORAN VERIFIKASI ETIKET DISPENSING PENGECEKAN SERAH


NO NO RESEP HARI Nama Pasien delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses delay proses Keterangan Total
1 126 Jumat Tn Tatang Subari 0.55 0.20 0.36 1.41 0.00 1.07 2.37 1.67 1.78 0.87 0.76 0.42 SOP 11.46
2 102 Jumat Tn Mirta 0.00 0.84 0.19 0.87 1.20 0.14 0.00 0.42 2.14 1.46 2.81 0.73 SOP 10.81
Ny Sugimah & Tn Warsimin
3 109 Jumat 0.00 0.51 2.61 1.96 3.73 5.10 2.42 0.98 12.06 3.52 2.33 1.93 SOP 37.15
4 114 Jumat Ny Leli Jamil 0.00 1.40 0.28 0.92 0.52 0.71 0.00 0.29 0.00 2.49 1.75 0.99 SOP 9.35
5 116 Jumat Ny Suprihatin 0.00 0.20 0.00 0.73 0.89 1.13 0.00 0.41 0.00 1.35 0.17 2.82 SOP 7.70
6 207 Jumat Ny Tuty 0.00 3.00 3.51 1.63 3.30 1.73 9.09 1.80 13.04 4.43 4.20 1.85 SOP 47.58
7 90 Jumat Tn M. Soleh 0.33 0.28 5.00 1.14 1.06 1.13 0.59 0.58 1.94 0.40 4.28 0.55 SOP 17.28
8 109 Jumat Ny Murniati 0.00 0.33 0.08 0.94 4.32 0.40 6.54 0.94 7.79 0.63 6.02 0.56 SOP 28.56
9 124 Jumat Tn Yunus S 0.34 0.68 0.86 2.03 0.16 0.43 2.33 0.00 0.00 0.15 1.58 1.22 SOP 9.80
10 107 Jumat Ny Ayuning 0.24 0.30 3.44 0.79 0.24 0.00 0.00 0.00 0.00 1.15 4.07 0.40 SOP 10.63
11 115 Jumat Ny Rita 0.00 0.44 1.05 0.98 0.17 0.94 2.54 0.00 0.00 3.66 0.13 0.17 SOP 10.08
12 95 Jumat Tn M Saman 0.00 0.63 0.39 0.81 0.22 1.67 0.00 0.32 1.00 1.63 1.58 0.59 SOP 8.83
13 117 Jumat Ny Daryati 0.00 0.57 1.20 0.65 0.00 0.34 0.00 0.68 0.00 0.00 0.90 0.44 SOP 4.78
14 119 Jumat Tn Achmad 0.00 0.37 0.65 1.26 0.91 0.97 0.00 0.70 0.00 0.83 0.54 0.73 SOP 6.95
15 83 Jumat Ny Djubaedah 0.40 0.11 6.84 0.60 1.91 0.43 3.31 0.15 3.00 0.50 1.96 0.00 non SOP 19.22

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011


16 98 Jumat Tn Supardi 0.21 0.28 1.00 0.37 3.53 1.12 2.88 1.81 0.60 0.29 2.14 0.00 non SOP 14.23
17 97 Jumat Ny Siti Aisyah 0.81 0.20 0.10 1.85 0.57 2.40 0.11 3.37 0.00 3.73 3.94 0.00 non SOP 17.07
18 101 Jumat Ny Nina 0.83 0.92 0.36 0.52 0.16 0.55 1.39 0.00 0.00 0.52 1.15 0.00 non SOP 6.41
19 123 Jumat Nn Federika Saudale 0.00 0.36 1.09 1.35 0.00 2.56 0.00 0.95 3.03 0.94 2.03 0.00 non SOP 12.30
20 93 Jumat Tn Abdul Muis 0.00 9.66 0.76 5.46 4.19 4.17 0.52 2.84 4.38 4.26 5.27 0.00 non SOP 41.52
21 91 Jumat Ny eem 0.00 0.61 4.34 2.20 1.65 2.06 0.44 0.38 2.69 3.00 0.73 0.00 non SOP 18.09
22 100 Jumat Tn subroto 0.40 1.10 3.84 2.06 0.62 0.83 1.09 11.33 0.00 0.89 1.38 0.00 non SOP 23.54
23 116 Jumat Ny Dyan 0.73 0.28 0.25 2.09 0.16 1.30 1.57 0.49 8.50 2.43 12.79 0.00 non SOP 30.60
MEAN 0.21 1.01 1.66 1.42 1.28 1.36 1.62 1.31 2.69 1.70 2.72 0.74 17.56
MEDIAN 0.00 0.44 0.86 1.14 0.62 1.07 0.59 0.58 1.00 1.15 1.96 0.66 12.30
ST DEV 0.29 1.98 1.91 1.05 1.47 1.25 2.28 2.36 3.93 1.42 2.74 0.75 11.90
MIN 0.00 0.11 0.00 0.37 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.13 0.17 4.78
MAX 0.83 9.66 6.84 5.46 4.32 5.10 9.09 11.33 13.04 4.43 12.79 2.82 47.58

Laporan praktek..., Wildyanti Puspitasari Kardianto, FMIPA UI, 2011

Anda mungkin juga menyukai