ANGKATAN LXXIII
ANGKATAN LXXIII
ii
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal :
iii
Puji syukur kepada Allah Swt atas rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis
dapat melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto dan menyelesaikan penyusunan
laporan ini. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini berlangsung pada
tanggal 6 September 28 Oktober 2011. Dalam melaksanakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker ini penulis mendapat banyak sekali bantuan, baik berupa
bimbingan maupun informasi dari dari berbagai pihak. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kolonel CKm Drs. Firdaus Apen, Apt selaku Kepala Instalasi Farmasi
RSPAD Gatot Soebroto atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
mahasiswa PKPA.
2. Ibu Dra. Renni Septini., Apt. selaku pembimbing dari Instalasi Farmasi
RSPAD Gatot Soebroto atas pengarahan, penerimaan yang sangat baik dan
kesabarannya selama PKPA dan penyusunan laporan ini.
3. Ibu Dr. Amarilla, MS, selaku pembimbing dari Departemen Farmasi FMIPA UI
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan
PKPA.
4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS selaku Ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI.
5. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku pimpinan program pendidikan profesi
apoteker Departemen Farmasi FMIPA-UI.
6. Ibu Dr. Retnosari Andrajati, Apt selaku pembimbing dari Departemen
Farmasi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
penyelesaian laporan PKPA.
7. Para apoteker di RSPAD Gatot Soebroto.
8. Seluruh karyawan Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto yang telah
memberikan bantuan selama penulis melaksanakan PKPA.
9. Keluarga tercinta yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dukungan,
dan doa.
iv
Penulis,
2011
HALAMAN JUDUL.. i
HALAMAN PENGESAHAN ....... iii
KATA PENGANTAR ...... iv
DAFTAR ISI ......... vi
DAFTAR LAMPIRAN...... vii
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................... 1
1.1 Latar Belakang....... 1
1.2 Tujuan................ 2
BAB 4. PEMBAHASAN.. 72
DAFTAR REFERENSI .. 99
vi
vii
1 Universitas Indonesia
1.2. Tujuan
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Instalasi Farmasi RSPAD Gatot
Soebroto Ditkesad adalah:
a. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian di RSPAD Gatot Soebroto.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Secara umum pelayanan farmasi rumah sakit memiliki dua fungsi, yaitu
pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan
obat dan alat kesehatan. Fungsi pengelolaan perbekalan farmasi terdiri dari
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004):
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
Universitas Indonesia
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan
berorientasi pada pasien, penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi
masyarakat. Instalasi Farmasi Rumah Sakit dipimpin oleh seorang apoteker yang
dalam melaksanakan tugas kefarmasiannya dibantu oleh beberapa personil. Sesuai
dengan isi Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.134/Menkes/SK/IV/1978,
tentang Susunan Organisasi, bahwa Instalasi Farmasi Rumah Sakit bertanggung
jawab kepada Direktur Rumah Sakit, yang dalam pelaksanaan sehari-hari
bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Penunjang Medik (Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit, 2004).
Universitas Indonesia
secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga
harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok, dan produk
yang sama.
b. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru
atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus.
d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat
di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun
nasional.
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dan
mengkaji rekam medik dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional.
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf
medis dan perawat (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, 2004).
2.3.4 Organisasi dan Kegiatan
Susunan kepanitiaan PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah
sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat. PFT harus
sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) Dokter, Apoteker, dan Perawat. Untuk
Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang
mewakili semua staf medis fungsional yang ada. Ketua PFT dipilih dari dokter
yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli
farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretaris PFT
adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali
dan untuk rumah sakit besar rapat diadakan sebulan sekali. Rapat PFT dapat
mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan
terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf
medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan
menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih
mempertimbangkan kesejahteraan pasien (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
2004).
2.4.2 Pedoman Penggunaan Formularium
Pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk kepada
dokter, apoteker, perawat, serta petugas administrasi di rumah sakit dalam
menerapkan sistem formularium. Pedoman penggunaan formularium meliputi:
a. Membuat kesepakatan antara staf medis dan berbagai disiplin ilmu dengan
Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan,
organisasi, fungsi, dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung Sistem
Formularium yang diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
b. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan
kebutuhan tiap-tiap institusi.
c. Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditulis
oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem formularium
yang dikembangkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
d. Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generik.
e. Membatasi jumlah produk yang mengatur pendistribusian obat generik
yang efek terapinya sama, seperti:
1) Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber
obat dari sediaan kimia, biologi, dan seiaan farmasi yang digunakan
oleh dokter untuk mendiagnosa dan mengobati pasien.
2) Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus
didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi.
3) Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber
obat dari sediaan kimia, biologi, dan sediaan farmasi yang digunakan
oleh dokter untuk mendiagnosa dan mengobati pasien (Peraturan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.5.3.2 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan.
Metode perencanaan antara lain:
a. Konsumsi
b. Epidemiologi
c. Kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.
Universitas Indonesia
2.5.3.4 Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan
kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi meliputi:
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus
b. Sediaan farmasi dengan harga murah
c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran
e. Sediaan farmasi untuk penelitian
f. Sediaan nutrisi parenteral
g. Rekonstruksi sediaan obat kanker (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, 2004).
2.5.3.5 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan
farmasi adalah:
a. Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa.
b. Barang harus bersumber dari distributor utama.
c. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS).
d. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai Certificate of
Origin.
e. Tanggal kadaluarsa minimal 2 tahun (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, 2004).
2.5.3.6 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang ditetapkan disertai dengan sistem informasi yang selalu
menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Persyaratan
penyimpanan yang ditetapkan antara lain:
a. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
31 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Unit pelayanan rawat jalan dibuka jam 7.30-14.30 WIB dari hari Senin
hingga Kamis dan pada hari Jumat dibuka pada pukul 7.30-15.00 WIB. Sistem
distribusi obat untuk pasien rawat jalan adalah berdasarkan resep individual
dimana resep yang diserahkan dilihat kelengkapannya dan diberi nomor kode urut
dan kode berdasarkan jenis poliklinik, yaitu:
A : Poliklinik Anak
B : Poliklinik Bedah
C : Poliklinik Kardiologi
D : Poliklinik Kebidanan
E : Poliklinik Gawat Darurat
F : Poliklinik Gigi dan Mulut
I : Poliklinik Penyakit Dalam
J : Poliklinik Jiwa
K : Poliklinik Kulit dan Kelamin
M : Poliklinik Mata
P : Poliklinik Pulmonologi
S : Poliklinik Neurologi
T : Poliklinik THT
KW : Poliklinik Karyawan
U : Dokter RSPAD Gatot Soebroto
Unit pelayanan rawat jalan hanya melayani pasien berhak, yaitu TNI
Angkatan Darat (AD), PNS Mabes TNI AD beserta keluarganya (suami, istri,
anak sah yang pertama dan kedua, berumur 21 tahun ke bawah, belum bekerja,
belum menikah atau sampai umur 25 jika masih kuliah). Resep ditulis oleh dokter
Universitas Indonesia
RSPAD Gatot Soebroto dan bukan resep iter. Prosedur pelayanan resep di unit
pelayanan rawat jalan adalah sebagai berikut:
a. Resep dibawa ke unit pelayanan rawat jalan melalui loket penerimaan
resep.
b. Kelengkapan dan identitas pasien pada resep diperiksa, lalu resep diberi
nomor urut (untuk petugas RSPAD Gatot Soebroto dengan warna biru,
kesatuan luar RSPAD dengan warna merah), diberi tanda jam resep
masuk, dibukukan, dan dibuat etiket.
c. Obat yang ada langsung disiapkan sesuai dengan ketentuan, yaitu untuk
penyakit kronis pemberian maksimal 10 hari dan untuk penyakit akut
maksimal 5 hari.
d. Bila obat sudah disiapkan, diperiksa oleh petugas, lalu diserahkan ke
pasien/keluarga pasien dengan memberi tanda terima (tanda tangan dan
nama jelas) oleh pasien/keluarga pasien. Resep yang dilayani akan
disimpan selama 3 tahun.
e. Jika obat yang diminta tidak ada, petugas segera menghubungi dokter
penulis resep untuk diganti obat sejenis yang ada. Bila obat tidak bisa
diganti, maka petugas akan membuat salinan resep. Untuk obat yang
termasuk dalam DOE, salinan resep dibuat 1 lembar kemudian diserahkan
pada pasien untuk diajukan ke Yanmasum Farmasi. Untuk obat yang tidak
termasuk dalam DOE tapi didukung oleh RSPAD, salinan resep dibuat
rangkap 3 kemudian diserahkan pada pasien setelah itu pasien meminta
persetujuan ke Kepala Instal Farmasi lalu salinan resep tersebut diajukan
di apotek PKM. Untuk obat yang tidak termasuk dalam DOE dan tidak
didukung oleh RSPAD, salinan resep dibuat 1 lembar kemudian
diserahkan pada pasien untuk ditebus di apotek di luar RSPAD. Bagan alur
pelayanan resep rawat jalan dapat dilihat pada Lampiran 4. Masing-masing
resep yang telah dilayani di unit pelayanan rawat jalan ini dihargai untuk
laporan akhir bulan dalam administrasi. Resep yang masuk berjumlah 300-
500 lembar per hari. Tenaga yang bertugas di unit pelayanan rawat jalan
berjumlah 17 orang, terdiri dari 1 apoteker, 9 asisten apoteker, 4 tenaga
honorer, dan 3 tenaga non farmasi. Unit pelayanan rawat jalan juga
Universitas Indonesia
Sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap merupakan kombinasi dari
sistem resep individual, dosis unit, dan persediaan terbatas di ruangan (limited
floor stock). Sistem resep individual adalah obat yang diberikan berdasarkan resep
yang diberikan dokter pada setiap pasien, baik rawat inap ataupun rawat jalan,
dengan prosedur sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Prosedur distribusi obat dosis unit di lantai perawatan bedah sama seperti
di lantai perawatan umum, namun resep diantarkan langsung oleh perawat ke
depo yang ada di departemen bedah yaitu Depo Kedokteran Militer di lantai 6.
Sistem persediaan obat di ruangan adalah persediaan obat yang selalu ada
dalam jumlah minimal di lantai atau ruang perawatan, biasanya untuk obat-obatan
yang bersifat life-saving yang digunakan saat kondisi gawat darurat, misalnya saat
ada pasien yang kejang, maka segera diberi antikejang (diazepam), pasien sesak
diberi injeksi aminofilin, atau kegawatan lainnya seperti dispneu, apneu, angina
pectoris, stroke hemorrhagic, dan intoksikasi.
Depo farmasi untuk pelayanan rawat inap terdiri dari empat lokasi yang
masing-masing menangani pelayanan farmasi untuk bagian-bagian yang berbeda,
yaitu:
a. Depo Rawat Mondok
Depo rawat mondok berada dibawah kepemimpinan seorang Apoteker
dibantu oleh 4 asisten apoteker dan 1 juru resep. Depo rawat mondok melayani
distribusi obat ke ruang perawatan yaitu IKA 1 dan 2, ruang bayi, lantai 1 paru,
lantai 4 paru, lantai 2 jantung, obgyn, jiwa, kamar bersalin, OKG, ICU dan IGD.
Prosedur pelayanan resep seperti yang tercantum dalam prosedur pelayanan rawat
Universitas Indonesia
inap, namun terdapat perbedaan untuk pelayanan resep untuk pasien yang akan
pulang dimana obat yang diresepkan harus diambil sendiri oleh pasien atau
keluarga pasien.
b. Depo Perawatan Umum
Depo di perawatan umum baru dibuka bulan Juli tahun 2009. Depo ini
terletak di lantai 1 gedung perawatan umum dan berada di bawah pimpinan
seorang Apoteker bagian pelayanan rawat inap yang dibantu oleh dua orang
Asisten Apoteker. Semua kebutuhan obat-obatan di ruangan perawatan umum,
dilayani oleh depo ini, kecuali lantai 4 yang merupakan bagian dari pelayanan
masyarakat umum. Prosedur pelayanan resep seperti yang tercantum dalam
prosedur pelayanan rawat inap, resep yang dibawa oleh perawat kemudian di-copy
sebagai arsip depo. Sistem distribusi obat yang diterapkan untuk lantai 1, 2, dan 6
adalah sistem dosis unit, sedangkan untuk lantai 3 dan 5 menggunakan sistem
peresepan individu. Obat yang masuk dan keluar dari depo farmasi ini dicatat
dalam kartu stok obat. Pasien yang dirawat di perawatan umum adalah pasien
berhak dan pasien Askes.
c. Depo Kedokteran Militer
Unit kedokteran militer terletak di lantai 6 gedung Departemen Bedah.
Depo farmasi di kedokteran militer melayani pengadaan obat pada unit ini. Depo
ini berada di bawah pimpinan seorang Apoteker bagian pelayanan rawat inap yang
dibantu oleh dua orang Asisten Apoteker. Prosedur pelayanan resep sama seperti
di pelayanan rawat inap, tetapi resep tidak dikirim melalui faksimili, melainkan
berupa resep asli. Sistem distribusi obat yang diterapkan adalah sistem unit dosis,
beberapa masih berupa resep individual dan persediaan di ruangan. Obat yang
masuk dan keluar dari depo farmasi ini dicatat dalam kartu stok obat. Pasien yang
dirawat adalah pasien yang berasal dari daerah konflik seperti daerah operasi
militer yang memerlukan perawatan luka tembak, luka tempur, atau luka pada saat
latihan militer.
d. Depo Instalasi Kamar Operasi
Depo instalasi kamar operasi berada di bawah pimpinan Apoteker rawat
mondok yang dibantu oleh Asisten Apoteker. Ruang persediaan di depo instalasi
kamar operasi berisi persediaan obat dan alat kesehatan sekali pakai dari gudang
Universitas Indonesia
farmasi. Permintaan obat dan alat kesehatan sekali pakai ke gudang farmasi
dilakukan satu kali dalam seminggu.
3.2.5.3 Urusan Pelayanan Khusus
Pelayanan khusus terdiri atas unit pelayanan restitusi dan unit pelayanan
farmasi diluar jam dinas (Pelayanan Jaga Cito).
a. Unit Pelayanan Restitusi
Unit Pelayanan Restitusi memiliki tugas antara lain:
1) Pasien rawat inap dan rawat jalan yang obatnya tidak tersedia di
Apotek Rawat Inap dan Rawat Jalan, resepnya dikopi dan dilayani
oleh Pelayanan Restitusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Resep obat yang telah dikopi dilayani di Restitusi sesuai prosedur
yang berlaku (untuk mendapatkan persetujuan dari Petugas yang
ditunjuk, Ka Instal Farmasi, Dirbinjang Med, Waka hingga ke Ka
RSPAD Gatot Ditkesad) selanjutnya resep dilayani melalui Apotek
PKM dan Apotek Kimia Farma No. 2, adapun pembagian ke
Yanmasum Farmasi atau Apotek Kimia Farma No. 2 sesuai kebijakan
berdasaran alokasi dana.
3) Resep Rawat Jalan khusus diluar anggota RSPAD yang obatny tidak
tersedia si Apotek Rawat Jalan, maka obatnya dilayani Restitusi
melalui Yanmasum Farmasi tujuannya agar obat dapat terlayani.
4) Untuk obat-obat khusus seperti Albumin, Insulin harus ada hasil
laboratorium. Untuk Meropex, Fosmicin harus ada hasil kulturnya.
Untuk obat kemoterapi harus ada persetujuan dari Tumor Bord.
5) Apotek Kimia Farma No. 2 dan Yanmasum Farmasi membuat laporan
harian dan bulanan atas pelayanan obat dan diperiksa oleh Petugas
Restitusi.
6) Petugas Restitusi juga mengecek tagihan dari Apotek Kimia Farma
No. 2 dan Yanmasum Farmasi untuk selanjutnya meneruskan ke Ka
Instal Farmasi da Ka Instal Farmasi membuat Nota Dinas persetujuan
pembayaran ke Ka RSPAD Gatot Soebroto.
7) Petugas Restitusi membuat laporan bulanan ke Ka Instalasi Farmasi
dan dilaporkan ke Ka RSPAD Gatot Soebroto.
Universitas Indonesia
Prosedur pelayanan obat restitusi untuk resep pasien rawat inap adalah
sebagai berikut:
1) Resep/salinan resep dibuat rangkap 4 untuk diajukan ke unit pelayanan
restitusi. Salinan resep diberi nomor, dibukukan dan dicap di
belakangnya untuk disetujui oleh Kepala Instalasi Farmasi dan atau
Apoteker yang telah diberi wewenang.
2) Kepala Instalasi Farmasi melalui Apoteker yang berwenang akan
memeriksa kembali apakah mungkin obat tersebut dapat diganti dengan
obat yang sejenis.
3) Jika obat tidak dapat diganti, maka obat akan direstitusi sesuai dengan
jumlah yang berlaku.
4) Resep tersebut dikirim ke apotek langganan, yaitu Kimia Farma No. 2
Senen dan Yanmasum Farmasi untuk diracik dan disiapkan, kemudian
dikirim kembali ke Unit Pelayanan Restitusi.
5) Obat yang diselesaikan pada jam kerja dikirim ke Unit Pelayanan
Restitusi sedangkan obat yang diselesaikan di luar jam kerja dikirim ke
Unit Pelayanan Jaga Cito untuk diantar atau diambil oleh petugas
masing-masing urusan yang memintanya.
b. Unit Pelayanan Jaga Cito
Adapun Unit Pelayanan Jaga Cito memiliki mekanisme kerja sebagai
berikut:
1) Unit Pelayanan Jaga Cito dibuka 24 jam pada hari libur dengan 3 shift
dan di luar jam dinas dengan 2 shift.
2) Resep yang dilayani berasal dari dokter Gawat Darurat atau ruang
perawatan.
3) Resep masuk ke Unit Pelayanan Jaga Cito dan kemudian dikerjakan
oleh petugas yang berjaga.
4) Petugas jaga cito memberikan obat sesuai ketentuan yang berlaku.
5) Obat yang ada disiapkan, sedangkan yang tidak ada diambil dari
Yanmasum Farmasi (Pelayanan Kesehatan Masyarakat), setelah itu
diserahkan ke pasien dengan disertai tanda tangan dan nama jelas.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
A, NaCl 0,9%, Dextrose 10%, Ringer Dextrose 5%, Aqua Pro Injection, Aqua
Bidestilata, Glukosa 5% dan Ringer Glukosa 5%, D5-1/4 NS (5% Dekstrosa dan
0,225% Sodium Klorida), D5-1/2 NS, NaCl 0,45% dan Glukosa 2,5% IV
infusion, NaCl 30 cc.
c. Unit Pelipatan Kasa
Kassa yang dibuat, dilipat dalam empat bentuk, yaitu:
1) Tahu besar, ukuran 6 x 6 cm, untuk luka bakar atau luka besar.
2) Tahu kecil, ukuran 3 x 3 cm, untuk luka kecil atau luka tembak.
3) Kasa infus berbentuk segitiga kecil.
4) Kasa gigi/lidi waten berbentuk bulat kecil.
Kasa-kasa tersebut didistribusikan ke semua Unit Perawatan Umum,
Lantai Kebidanan, Ruang Gawat Darurat. Kasa yang telah dilipat disterilkan di
Theatre Sterilization Supply Unit (TSSU) yang berada di bawah Instalasi Kamar
Operasi.
3.2.7.2 Urusan Perbekalan Kesehatan dan Gudang
Urusan perbekalan kesehatan dan gudang dipimpin oleh seorang Apoteker
yang bertanggung jawab kepada Kepala Sub Instalasi Farmasi. Tugas Kepala
Urusan Perbekalan Kesehatan dan Gudang adalah:
a. Membuat rencana kebutuhan obat dan material kesehatan per triwulan dan
per tahun.
b. Membuat laporan pemakaian obat secara berkala.
c. Menerima dan mendistribusikan obat, medical supply ke unit yang lain.
d. Mengurus obat yang direstitusi.
e. Menerbitkan daftar persediaan obat setiap bulan.
f. Mengumpulkan data dan penyusunan laporan pemakaian narkotika.
g. Mengawasi gudang perbekalan secara rutin.
h. Memberi saran dan perbaikan.
i. Melakukan pembinaan personil.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
persediaan barang untuk 3-4 bulan, fungsi untuk adanya buffer dan lead time
adalah mencegah kekosongan barang.
Pengadaan dilakukan oleh ULP (Unit Layanan Pengadaan).
Pengadaan barang yang fast moving dengan harga mahal dilakukan dengan
cara pembelian dengan jarak waktu pendek dan tetap berdasarkan tingkat
prioritas obat tersebut.
Anggaran yang digunakan dalam pengadaan barang adalah:
a) DPK (Dana Pemeliharaan Kesehatan), merupakan dana asuransi untuk
TNI dan PNS-TNI (potongan gaji 2% yang dikelola sendiri oleh TNI-
AD). Anggaran tersebut turun setiap bulan.
b) RBK (Rutin Bekal Kesehatan), merupakan dana APBN yang turun
setiap bulan.
c) Yanmasum (Pelayanan Masyarakat Umum), diambil dari keuntungan
melayani masyarakat umum untuk menunjang kekurangan dana dari
DPK dan RBK, sebagai subsidi bagi pasien dinas.
Universitas Indonesia
f. Penghapusan
Fungsi pendukung manajemen logistik meliputi:
1) Standardisasi dengan penggunaan DOE (Daftar Obat Essensial) rumah sakit
2) Katalogisasi (pengkodean) barang
3) Administrasi perbendaharaan material
4) Sistem informasi manajemen
5) Mobilisasi dan demobilisasi dalam keadaan darurat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Obat yang diterima disesuaikan dengan surat kontrak oleh Unit Gudmat
kemudian dibukukan dan disimpan di gudang obat dan alat kesehatan.
Sistem pengeluaran dan penyimpanan barang yang digunakan adalah
sistem FIFO (First In First Out) dan sistem FEFO (First Expired First
Out).
3.4.2 Urusan Alat Kesehatan
Alat kesehatan disimpan berdasarkan kegunaan alatnya dan abjad yang
dikelompokkan berdasarkan alat yang tidak habis pakai (alat bedah) dan alat yang
habis dipakai (medical supply seperti spuit, wing needle). Sistem penyimpanan
dari Gudmat menggunakan sistem FIFO.
3.4.3 Urusan Disposal
Urusan Disposal bertugas menerima, menyimpan dan menginventaris
material kesehatan yang tidak dapat dipakai lagi. Pengembalian barang rusak
menggunakan berita acara kerusakan dan mutasi inventaris yang disetujui
Dirbinjangmed, kemudian Gudmat mengusulkan kepada Karumkit untuk
dimusnahkan.
Alur pengelolaan barang di Gudmat, yaitu:
a. Penerimaan Barang
Ada beberapa persyaratan administrasi yang harus dipenuhi saat
penerimaan barang di gudang oleh rekaan/perusahaan, yaitu:
1) SPK (Surat Perintah Kerja) yang dikeluarkan oleh Karumkit yang
menyebutkan telah disetujuinya kerjasama dengan rekanan yang
bersangkutan.
2) Delivery Order (DO), yaitu surat pengiriman barang dari rekanan atau
perusahaan yang menyebutkan jumlah dan jenis barang yang dikirim ke
gudang.
Setelah barang diterima, dilanjutkan dengan komisi atau pemeriksaan oleh
tim komisi, disaksikan oleh rekanan dan juga petugas gudang. Komisi atau
pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa apakah barang yang diterima
spesifikasinya sesuai dengan pemesanan. Timkomisis ditunjuk langsung setiap
tahunnya oleh Kepala Rumah sakit.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
f) Karena berbahaya bila disimpan lebih lama, seperti amunisi, bahan peledak,
zat kimia, obat-obatan, dll.
g) Materiil dinas yang masih bisa operasional apabila dihapus harus ada
materiil baru sebagai pengganti agar tidak mengganggu operasional satuan.
2. Pertimbangan ekonomis
a) Karena berlebih/surplus
b) Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi Negara bila dihapus karena
biaya operasional dan pemeliharaannya lebih besar dari manfaat yang
diperoleh.
c) Secara umum tidak diperlukan lagi oleh TNI dan Kemhan.
3. Karena hilang/kekurangan perbendaharaan atau kerugian yang disebabkan :
a) Kesalahan atau kelalaian bendaharawan barang/pengurus barang
b) Di luar kesalahan atau kelalaian bendaharawan barang, misalnya karena
kesalahan administrasi atau alasan tak terduga (force majeure)
c) Mati, bagi tanaman atau hewan/ternak
Universitas Indonesia
dilakukan pemeriksaan terhadap mutu air limbah dari pH, debit perhari, suhu, dan
kandungan organik.
c. Pengolahan Limbah Padat
Limbah padat, dibedakan menjadi:
1) Limbah Medis
Limbah medis adalah limbah yang berasal dari ruangan perawatan,
laboratorium radiologi, kedokteran, kamar operasi, dan UGD. Limbah ini
bersifat infeksius. Limbah medis dibawa dari ruangan menggunakan kantung
plastik kuning lalu dibawa ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Infeksius
untuk kemudian dibakar menggunakan incinerator dengan suhu 1200C.
2) Limbah Non Medis
Limbah non medis adalah limbah yang tidak infeksius, seperti sampah dapur,
kertas, botol plastik, dan sebagainya. Limbah non medis dibawa dengan
menggunakan kantung plastik hitam. Limbah ini dibuang ke TPS kemudian
diangkut oleh Dinas Kesehatan DKI sebanyak 2 kali dalam 1 hari untuk dibawa
ke Tempat Pembuangan Akhir.
d. Pengendalian Serangga dan Binatang Pengganggu
Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu dilakukan secara
berkesinambungan agar populasinya dapat ditekan serendah mungkin sehingga
tidak merusak alat-alat yang ada, dan tidak mengganggu aktivitas serta tidak
menyebarkan penyakit. Dalam rangka pemberantasan serangga dan binatang
pengganggu, kegiatan yang dilakukan antara lain yaitu dengan cara penyemprotan
kecoa, fogging di lingkungan sekitar rumah sakit, desinfeksi ruangan, pemasangan
perangkap tikus, serta penangkapan kucing. Pengendalian ini dilakukan dengan 3
cara, yaitu:
1) Fisik : ditangkap dengan menggunakan perangkap.
2) Kimia : menggunakan bahan kimia misalnya dengan racun tikus.
3) Biologi : memelihara ikan di dalam got untuk memakan jentik nyamuk.
e. Desinfeksi dan Sterilisasi Ruangan
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan perawatan maka dilakukan
tindakan sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat-tempat yang dicurigai
mempunyai resiko terhadap penularan penyakit. Tindakan desinfeksi ruangan
Universitas Indonesia
dilakukan pada ruang pelayanan medis dan penunjang medis yang dicurigai
berpotensi terjadi kontaminasi/pencemaran oleh mikroba patogen antara lain
ruang operasi, ruang isolasi, ruang rawat inap, ruang ICU, kamar bayi dan juga
ruang pelayanan medis yang memerlukan kondisi steril sebelum dipakai untuk
melakukan kegiatan medis antara lain ruang operasi dan ruang isolasi.
f. Pengawasan Kualitas Lingkungan
Untuk melihat kualitas udara di dalam ruangan, maka dilakukan
pemeriksaan kondisi fisik bangunan seperti suhu ruangan, kelembaban,
pencahayaan, uji kebisingan, partikel debu, jumlah koloni kuman, dan identifikasi
gas berbahaya atau beracun.
g. Pengawasan Makanan dan Minuman
Pengawasan dilakukan mulai dari pemeriksaan tempat penyimpanan bahan
makanan, tempat pengolahan makanan, alat-alat makan, sampai makanan siap saji
yang siap diantar ke pasien.
h. Penyehatan Laundry
Kegiatan penyehatan laundry terdiri dari pengawasan fisik ruangan,
kebersihan linen, alat pelindung diri, kualitas air bersih, pengangkutan linen, serta
pemisahan ruangan untuk linen infeksius dan non infeksius. Linen infeksius
sebelum dicuci terlebih dahulu dilakukan perendaman dengan klorin selanjutnya
linen tersebut digabung dengan linen non infeksius untuk dilakukan pencucian.
i. Perlindungan Radiasi
Kegiatan yang dilakukan antara lain penanganan sampah padat radioaktif,
penggunaan film badge untuk petugas radiasi, kalibrasi alat radiologi,
pengamanan limbah cair radioaktif dari pasien pasca terapi, serta kerjasama
dengan BATAN (Badan Tenaga Atom dan Nuklir). Sampah padat radioaktif
dibungkus khusus dengan kantung plastik merah dan disimpan selama 3 bulan
sebelum dimusnahkan menggunakan incinerator. Penyimpanan tersebut
dimaksudkan untuk menghilangkan bekas radioaktif yang terdapat dalam sampah.
Universitas Indonesia
Bagian instalasi kamar operasi terdiri dari ruang persediaan obat dan alat
kesehatan sekali pakai, ruang operasi, dan ruang pelaksana sterilisasi.
3.6.1 Ruang Persediaan Obat dan Alat Kesehatan Sekali Pakai
Ruangan ini merupakan depo farmasi di Instalasi Kamar Operasi dimana
terdapat semua obat-obatan dan alat kesehatan sekali pakai untuk keperluan
pembedahan baik yang cito maupun yang telah terjadwal. Setiap hari depo farmasi
mendapatkan jadwal operasi yang akan dilakukan pada hari itu. Penggunaan obat
dan alat kesehatan sekali pakai ditulis di buku laporan pemakaian setelah seluruh
kegiatan di ruang operasi telah selesai, kemudian dokter menuliskan resep
obatobatan yang dipakai. Obat-obat gawat darurat antara lain adrenalin, lidokain,
darmicum, phentotal. Obat pramedikasi yang biasa digunakan adalah valium.
3.6.2 Ruang Operasi
Bagian Instalasi kamar operasi mempunyai 13 kamar operasi yang berada
di lantai I dan II, masing-masing kamar memiliki fungsi yang berbeda. Lantai I
terdiri dari 3 kamar operasi untuk unit bedah cito, diagnostik dan bedah minor.
Sedangkan lantai II terdiri dari 10 kamar operasi yang telah direncanakan, yaitu
kamar operasi bedah saraf, bedah penyakit dalam, bedah gigi-mulut dan THT,
bedah anak, bedah tumor-plastik dan digestif, bedah mata, bedah kebidanan,
bedah jantung-paru dan vaskuler, bedah urologi, dan bedah ortopedi. Bagian ini
melayani baik pasien berhak maupun pasien umum, namun administrasi dan
pelayanan farmasinya tetap dipisahkan seperti di bagian lainnya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
belum digunakan bisa tahan sampai 6 bulan. Tes yang dapat dilakukan untuk
mengetahui fungsi autoklaf sesuai dengan yang dibutuhkan atau tidak antara lain:
1) Bowie & Dick
Test ini dilakukan 1 bulan sekali, menggunakan temperatur 134-138C
selama 3 hingg 3,5 menit akan terjadi perubahan warna dari biru muda jadi
ungu menandakan autoklaf masih berfungsi.
2) Indikator test
Indikator test ditempelkan pada kemasan alat yang akan disterilkan. Jika
timbul warna strip hitam menandakan alat telah steril dan autoklaf masih
berfungsi.
b. Mengalirkan Gas Etilen Oksida
Cara ini digunakan untuk alat-alat yang tidak tahan pemanasan seperti alat
pembungkus dan polietilen, plastik, silikon, dan lainnya. Sterilisasi dilakukan
pada suhu 60C selama 3 jam dengan tekanan 0,78 bar.
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
rawat inap. Sedangkan pasien yang masuk ke rumah sakit dalam kondisi kritis,
dibawa ke unit gawat darurat, kemudian dari unit gawat darurat tersebut dokter
unit gawat darurat yang menentukan untuk ruang perawatan yang cocok untuk
pasien (ICU, Kedokteran militer, atau perawatan umum). Namun, jika pasien
hanya melakukan kunjungan ke poliklinik maka pada saat di loket pendaftaran,
pasien akan diberikan nomer antrian sesuai dengan poliklinik yang ia tuju. Setelah
dari polilinik, maka biasanya pasien tersebut akan menerima resep, dan resep
tersebut ditebus di apotek-apotek satelit yang berada di kawasan RSPAD.
Pelayanan kefarmasian di RSPAD mengikuti pola satu pintu, dimana
seluruh sistem perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, serta
pendistribusian dikelola oleh instalasi farmasi. Instalasi Farmasi RSPAD Gatot
Soebroto merupakan salah satu bentuk pelayanan penunjang medis yang dipimpin
oleh seorang Kepala Instalasi yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala
RSPAD Gatot Soebroto. Kepala Instalasi Farmasi dalam pelaksanaan tugasnya
dibantu oleh Kepala Sub Instalasi Penunjang Info, Kepala Sub Instalasi Pelayanan
Material Kesehatan dan Kepala Sub Instalasi Pemeliharaan Alat Kesehatan.
Kepala Sub Instalasi Penunjang Info dipimpin oleh seorang apoteker, dimana
dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang Kepala Seksi Penunjang dan
Kepala Seksi Info dan Meso. Kepala Sub Instalasi Pelayanan Material Kesehatan
dipimpin oleh seorang Apoteker, dimana dalam melaksanakan tugasnya dibantu
oleh seorang Kepala Seksi Pelayanan Rawat Inap, Kepala Urusan Pelayanan
Khusus dan Kepala Seksi Pelayanan Rawat Jalan. Kepala Sub Instalasi
Pemeliharaan Alat Kesehatan dipimpin oleh seorang dengan jabatan Letnan
Kolonel (Letkol), dimana dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Kepala
Urusan Teknik Pemeliharaan Kesehatan dan Kepala Urusan Teknik Instalasi Gas
Medik. Jumlah apoteker di IFRS RSPAD Gatot Soebroto tidak sebanding dengan
beban kerja dan tanggung jawab yang dipikul, karena berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit bahwa idealnya untuk pelayanan kefarmasian
30 tempat tidur diperlukan 1 orang apoteker.
Tugas Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto adalah mengelola dan
menyelenggarakan kegiatan peracikan, penyimpanan, penyediaan dan penyaluran
Universitas Indonesia
obat-obatan serta bahan kimia, penyimpanan dan penyaluran alat kedokteran, alat
perawatan dan alat kesehatan, serta mengelola dan mengkoordinasikan pelayanan
depo-depo farmasi di ruangan, menyelenggarakan pelayanan farmasi klinik dan
informasi obat. Secara garis besar Instalasi Farmasi Rumah Sakit berfungsi
sebagai pengelola perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan
perbekalan farmasi di RSPAD Gatot Soebroto meliputi pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian, pelaporan dan
pemusnahan. Pemilihan perbekalan farmasi di RSPAD Gatot Soebroto didasarkan
pada data penggunaan obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi
dan gas medis di rumah sakit.
Sub Instalasi Penunjang dan Informasi membawahi unit penunjang dan
MESO. Unit penunjang terdiri dari Kepala Urusan Produksi (Kaur Produksi),
perbekalan kesehatan dan gudang. Kepala urusan produksi memiliki tugas antara
lain memproduksi obat sesuai dengan formula yang ada di bawah pengawasan
Kasi Penunjang, mencatat dan melaporkan semua hasil produksi yang telah
dibuat, mencatat dan melaporkan pengeluaran hasil produksi, melakukan
pemeriksaan mutu terhadap hasil produksi secara organoleptis, mencatat dan
melaporkan bahan baku yang tidak ada dalam persediaan ke Kasi Penunjang,
menyelenggarakan stock opname bahan baku dan sediaan hasi produksi setiap
akhir tahun anggaran. Bagian produksi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: Anmaak,
distribusi cair-steril dan pelipatan kassa. Perbekalan kesehatan dan gudang
merupakan bagian dari instalasi penunjang, yang bertugas melakukan
penyimpanan dan pendistribusian perbekalan kesehatan kepada seluruh depo
farmasi yang ada di RSPAD Gatot Soebroto.
Manajemen drug supply terdiri dari perencanaan, pengadaan, penerimaan
penyimpanan, distribusi, penyerahan, pencatatan dan penghapusan. Perencanaan
dan pengadaan obat di RSPAD Gatot Soebroto dilakukan oleh Bagian
Perencanaan dan Pengendalian Pengadaan Bekal Kesehatan (Rendal Ada Bekkes).
Jumlah dan jenis obat yang beredar di Indonesia sangat banyak, maka
dalam penggunaan obat-obatan RSPAD Gatot Soebroto berpedoman pada Daftar
Obat Esensial (DOE) rumah sakit yang disusun olah Panitia Farmasi dan Terapi
(PFT) RSPAD Gatot Soebroto yang mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional
Universitas Indonesia
(DOEN) dan DOE ABRI. Dalam penyediaan obat, RSPAD Gatot Soebroto
mengacu kepada DOE edisi VIII yang disusun pada tahun 2009. Perencanaan
dibuat berdasarkan laporan rencana kebutuhan yang dibuat oleh sub instalasi
penunjang dan informasi bagian gudang farmasi, juga dari laporan rencana
kebutuhan unit lain yang tidak mengambil bekal kesehatan dari gudang farmasi.
Untuk pembelian barangnya dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan (dulu
disebut panitia pengadaan) yang tidak termasuk dalam struktur organisasi rumah
sakit.
Setiap tahun Instalasi Farmasi membuat praperencanaan. Perencanaan
pengadaan bekal kesehatan di Instalasi Farmai RSPAD dilakukan dengan metode
konsumtif, yaitu didasarkan pada penggunaan perbekalan periode sebelumnya.
Selain itu juga berdasarkan metode epidemiologi penyakit, DOE dan masukan
dari departemen-departemen terkait (user). Praperencanaan kebutuhan obat
ditandatangani oleh Ka Instalasi Farmasi kemudian berkas rencana tersebut
dikirim ke Dirbinjangmed dengan tembusan ke Rendal Ada Bekkes kemudian
berkas tersebut akan dievaluasi oleh Rendal Ada Bekkes. Evaluasi dilakukan
dengan mempertimbangkan beberapa faktor lain diluar rencana kebutuhan yaitu
stock obat yang masih ada di Farmasi, rencana pengiriman obat dari pusat dan
berapa besarnya dana yang akan turun. Setelah itu, rencana kebutuhan tersebut
diajukan kepada Dirbinjangmed guna mendapatkan persetujuan dan diteruskan
kepada Karumkit RSPAD Gatot Soebroto untuk ditandatangani. Seluruh berkas
dikirim ke Ditkesad yang selanjutnya diserahkan kepada panitia lelang.
Proses pengadaan obat dan alat kesehatan di gudang farmasi meliputi:
pengisian lembar daftar permintaan (LDP), diajukan ke Bagian Daldisi & Invent
Matkes. Bila barang dan jumlah yang diinginkan ada maka dikeluarkan surat
perintah pengeluaran barang oleh Daldisi & Invent Matkes yang ditujukan ke
gudang material, kemudian bagian gudang material mengeluarkan barang
diketahui oleh kepala bagian disertai dengan bukti pengeluaran (BP), barang yang
dibutuhkan dapat segera disalurkan ke gudang farmasi dan siap didistribusikan ke
unit-unit pelayanan yang membutuhkan.
Perencanaan pengadaan juga diperhitungkan berdasarkan dana yang
diperoleh. Sumber dana berupa uang untuk pengadaan perbekalan kesehatan di
Universitas Indonesia
RSPAD diperoleh dari pusat yang terdiri dari Rutin Bekal Kesehatan( RBK) yang
berasal dari APBN dan Dana Pemeliharaan Kesehatan (DPK) yang berasal dari
potongan gaji pegawai baik TNI AD maupun PNS yang bekerja di lingkungan
TNI AD sebesar 2% serta dana intern yang berasal dari pelayanan pasien swasta.
Swasta disini maksudnya adalah dana yang diperoleh dari pelayanan rumah sakit
untuk non-anggota TNI dan PNS berupa dana hasil YanMasUm untuk
mendukung pasien berhak. Selain dalam bentuk uang, RSPAD juga menerima
perbekalan kesehatan dalam bentuk barang yang berasal dari Ditkesad (Lafiad,
Labiomed, pengadaan pusat), Puskes TNI, Kemhan RI, dan lainnya seperti hibah.
Dari keseluruhan sumber dana, yang terbesar berasal dari swasta.
Pengadaan perbekalan kesehatan di RSPAD mengacu pada PP No. 54
Tahun 2010 sebagai pengganti Keppres No. 80 Tahun 2003. Pembelian langsung
dilakukan untuk pengadaan barang senilai hingga 100 juta rupiah, sedangkan
diatas 100 juta rupiah dilakukan lelang atau tender. Proses pengadaan secara
lelang dengan dana DPK dan RBK lebih dari 100 juta rupiah dibeli melalui ULP
Ditkesad, prosesnya sebagai berikut, perencanaan dari RSPAD diajukan ke Ditkes
AD, kemudian dilakukan lelang di Ditkes. Selanjutnya pemenang lelang
mengirimkan barang ke Gupus I Ditkesad baru setelah itu dikirimkan ke Gudang
material RSPAD dan seterusnya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Sedangkan untuk pengadaan sebesar kurang dari 100 juta rupiah yang berasal dari
dana DPK, RBK, dan kontribusi YMU pembelian dilakukan oleh ULP RSPAD.
Untuk pembelian yang kurang dari 10 juta maka pembelian dilakukan oleh pejabat
pengadaan yaitu Kepala Bagian Logistik RSPAD.
RSPAD memiliki 2 gudang tempat penyimpanan perbekalan kesehatan
yaitu Gudang Material (Gudmat) dan gudang farmasi. Gudang material kesehatan
(Gudmatkes) berada di bawah unit gudang material. Bagian gudmatkes terbagi
lagi menjadi 4 bagian di bawahnya yaitu urusan alat kesehatan, medical supply,
obat, dan disposal. Fungsi utama dari bagian gudang material kesehatan adalah
menerima, menyimpan, distribusi, dan disposal obat-obat dan material kesehatan
lainnya. Perbedaannya dengan gudang farmasi adalah gudmatkes ini merupakan
tempat penerimaan barang-barang material kesehatan dari supplier langsung. Dari
Universitas Indonesia
sini material kesehatan tersebut baru didistribusikan ke gudang farmasi dan unit
lainnya seperti unit bedah.
Pengadaan obat dan material kesehatan di instalasi farmasi RSPAD
berawal dari perencanaan oleh bagian Rendal Ada, setelah tercapai kesepakatan
dengan supplier maka dibuatlah kontrak kerjasama. Pihak supplier dan gudang
selanjutnya menyepakati waktu pengiriman barang ke gudang material. Kemudian
barang dikirim ke gudang material dalam bentuk kardus-kardus besar atau biasa
disebut dengan istilah koli. Barang yang diterima dibuka kemasan kardusnya
oleh tim komisi bersama dengan pihak supplier yang mengirimkan barang. Tim
komisi merupakan sebuah tim yang terdiri dari minimal tiga orang yaitu ketua,
sekretaris dan anggota. Tim ini tidak harus terdiri dari orang dengan latar
belakang farmasi dan dibentuk setiap setahun sekali. Namun sebaiknya, orang
dengan latar belakang farmasi turut dilibatkan dalam tim komisi untuk
memastikan kondisi obat baik dan sesuai dengan kondisi optimal obat. Tugas tim
ini saat menerima barang dari supplier adalah memeriksa barang disesuaikan
dengan kontrak. Setelah itu dibuat berita acara dan ditandatangani oleh tiap orang
dari tim komisi. Umumnya tim komisi membuka kemasan dan memeriksa barang
pada saat barang baru diterima, namun tidak menutup kemungkinan pemeriksaan
dan pembukaan kemasan ini dilakukan tidak pada waktu atau hari yang sama
dengan diterimanya barang. Hal ini disebabkan oleh masing-masing tim komisi
juga memiliki pekerjaan struktural atau fungsional lain di RSPAD ini. Jika tidak
dilakukan di hari yang sama pada saat penerimaan barang, tim komisi melakukan
pemeriksaan paling lambat tiga hari dari hari penerimaan barang. Setelah itu
barang disimpan pada masing-masing tempat penyimpanan barang.
Tempat penyimpanan barang-barang material kesehatan di gudang
material dibedakan menjadi gudang obat kering, gudang obat basah, gudang
medical supply dan gudang cairan dan infus. Gudang obat kering, obat basah, dan
medical supply terletak di lantai dua dari bangunan gudang material. Gudang obat
dan medical supply dibuat terpisah, dengan demikian hal ini memudahkan
pengambilan dan distribusi obat keberbagai unit termasuk gudang farmasi.
Masing-masing bagian memiliki pengatur administrasi dan pengatur pelayanan
sendiri, sehingga bon permintaan dari unit pengguna diajukan ke masing-masing
Universitas Indonesia
bagian dan tidak dijadikan satu antara obat dan medical supply. Gudang obat
terbagi menjadi dua yaitu obat basah dan obat kering, dengan demikian hal ini
juga memudahkan penyimpanan barang sesuai kondisi penyimpanan tiap-tiap
obat. Masing-masing gudang obat mengatur penyimpanan barangnya sesuai abjad,
dan kartu stok tiap jenis barang diletakkan di rak masing-masing dan berdekatan
dengan barangnya. Gudang obat basah menyimpan obat-obat seperti injeksi,
suppositoria, dan sirup, sedangkan gudang obat kering menyimpan obat-obat yang
berupa tablet, kapsul, bahan obat bubuk, dan lain sebagainya. Semuanya disusun
pada rak-rak besi dan diatur dengan sistem FEFO. Pada gudang obat basah
terdapat pendingin ruangan yang mengatur kondisi suhu ruangan sekitar 25-28C,
juga tersedia lemari pendingin dengan suhu 8C. Lemari narkotika dan
psikotropika juga terletak disini dan tersimpan secara terpisah. Gudang obat
kering tidak tersedia pendingin ruangan AC, hanya terdapat beberapa kipas angin
sehingga kondisi dalam ruangan cenderung agak panas namun masih tetap dapat
menjaga kondisi obat-obat kering di dalamnya. Untuk cairan dan infus disimpan
di ruangan yang terpisah. Hal ini dapat memudahkan pencariannya dan dapat
menghindari rusaknya obat-obat jenis lain jika terjadi kebocoran dari obat cair ini.
Namun ruangan yang disediakan lebih kecil dan kapasitasnya tidak memadai
untuk menampung semua jenis obat cair dan infus, sehingga penyusunannya tidak
teratur dan menyulitkan pencarian dan pengambilan barang. Seharusnya
disediakan ruangan yang lebih besar dan jika memungkinkan disediakan rak-rak
yang tidak terlalu tinggi untuk memudahkan pengambilan barang, agar jika terjadi
kebocoran tidak langsung, merembes ke kardus lainnya dan cepat terdeteksi
kebocoran tersebut. Sistem keamanan di gudang untuk mencegah dari kebakaran
terdapat alat pemadam otomatis berupa cairan pemadam dalam tabung kecil yang
dapat mendeteksi asap dan langsung pecah atau meledak sehingga dapat
memadamkan seluruh ruangan. Sumber Daya Manusia (SDM) yang bertugas di
unit Gudmat berjumlah 24 orang, namun tidak satu pun yang mempunyai latar
belakang farmasi baik apoteker atau tenaga teknis kefarmasian. Tenaga farmasi
sebagai penanggung jawab gudang memiliki fungsi sebagai pengaturan
penyimpanan obat sesuai dengan kondisi obat masing-masing, sehingga mutu obat
dapat dijaga baik yang terdapat dalam persediaan dan yang akan didistribusikan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
farmasi, tanggal pembuatan dan kode pembuatan. Kode pembuatan berbeda antara
batch yang satu dengan yang lain dengan tujuan mempermudah penarikan apabila
terjadi kesalahan pada satu batch. Penentuan jumlah sediaan farmasi yang akan
diproduksi berdasarkan metode konsumsi yaitu penggunaan pada satu minggu
sebelumnya dan dibuat untuk penggunaa selama 7 hari.
Sebelum didistribusikan, produk sediaan farmasi yang dihasilkan disimpan
dalam ruangan khusus tempat penyimpanan bahan baku dan sediaan jadi.
Penyimpanan dikelompokkan berdasarkan jenis sediaan yaitu padat, setengah
padat dan cair. Hasil produksi non steril didistribusikan pada apotek rawat jalan
dan rawat inap dengan menggunakan daftar permintaan dari masing-masing
apotek berdasarkan kebutuhan minggu lalu.
Selain produksi sediaan farmasi non steril, bagian produksi juga
mendistribusikan cairan infus pada apotek rawat inap. Jenis infus yang
didistribusikan merupakan infus standar hasil produksi dari Lembaga Biomedis
(LABIOMED) Angkatan Darat dan perusahaan produsen infus lainnya dengan
waktu pengiriman tiap 3 bulan seperti Ringer Laktat, NaCl 0,9%, Dextrose 10 %,
Ringer Dextrose 5%, Ringer Acetate, Aqua Pro Injection, Aqua Bidestilata,
Glukosa 5% dan Ringer Glukosa 5%, D5-1/4 NS (5% Dekstrose dan 0,225%
Sodium Klorida), D5-1/2 NS, NaCl 0,45% dan Glukosa 2,5% IV infusion, NaCl
30 cc. Sedangkan permintaan Total Parenteral Nutrition (TPN) dilakukan pada
bagian restitusi.
Sedangkan untuk pelipatan kain kassa diperuntukkan bagi rawat inap
seperti perawatan umum, Intensive Care Unit (ICU), Instalasi Gawat Darurat, dan
kebidanan. Permintaan dilakukan oleh perawat dengan membawa tromol yang
selanjutnya disterilisasi di bagian Central Sterile Supply Department (CSSD)
yang terpusat berada di bedah sentral. Sama halnya dengan permintaan sediaan
farmasi non steril, permintaan infus dan kain kassa dilakukan menggunakan daftar
permintaan dari ruangan.berdasarkan penggunaan seminggu sebelumnya yang
ditandatangani oleh dokter di lantai perawatan masing-masing.
Proses pemusnahan barang farmasi dari Instalasi Farmasi dilakukan oleh
urusan disposal. Bagian ini bertugas menerima. Menyimpan, dan
menginventarisasi material kesehatan yang sudah tidak terpakai. Pengembalian
Universitas Indonesia
barang dilakukan dengan membuat berita acara kerusakan yang disetujui oleh
Dirbinjangmed, kemudian unit Gudmat mengusulkan kepada Karumkit
untukdimusnahkan. Cara pemusnahan obat dilakukan berdasarkan bentuk
sediaannya, untuk sediaan cair dilakukan dengan pengenceran kemudian dialiri air
mengalir, sediaan padat digerus terlebih dahulu kemudian ditanam dalam tanah,
untuk sediaan semisolid, dicairkan dalam waterbath kemudian dialiri dengan air
mengalir. Sedangkan untuk narkotik dan psikotropik dibuat berita acara
pemusnahan dan disaksikan oleh pihak berwenang. Semua proses harus diketahui
oleh Karumkit.
Sub Instalasi Pelayanan Material Kesehatan, terdiri dari Pelayanan Rawat
Inap dan Pelayanan Rawat Jalan dimana sistem distribusinya dilakukan secara
desentralisasi karena disesuaikan dengan kondisi rumah sakit. Sistem
desentralisasi ini dilakukan dengan membuat apotek-apotek satelit, atau yang
biasa disebut degan depo. Depo yang terdapat di kawasan RSPAD diantaranya,
depo farmasi rawat jalan, rawat mondok, perawatan umum, kedokteran militer,
dan depo farmasi IKO (instalasi kamar oprasi), yang melayani resep dari pasien-
pasien berhak. Kemudian ada pula depo farmasi yang melayani pasien-pasien
swasta dan ASKES diantaranya PKM 1 , PKM 2, PKM 3, dan PKM 4, PKM satu
sampai tiga adalah apotek untuk melayani pasien swasta, sedangkan PKM 4
adalah apotek yang melayani pasien ASKES.
Pelayanan kefarmasian di RSPAD yang berorientasi kepada pasien yang
diterapkan di unit pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Unit pelayanan rawat
jalan hanya melayani pasien berhak dan tidak terdapat transaksi. Pendistribusian
obat di unit pelayanan rawat jalan ini dilakukan dengan menerapkan sistem
distribusi obat resep individual, yaitu obat yang disiapkan sesuai dengan
permintaan dalam resep untuk masing-masing pasien, kemudian langsung
diserahkan kepada pasien atau keluarga pasien yang mengambil. Keuntungan
sistem resep individual diantaranya adalah semua resep obat dikaji langsung oleh
farmasis, memungkinkan adanya interaksi antara farmasis, dokter dan pasien serta
meningkatkan pengawasan obat-obatan dengan lebih teliti. Alur pasien untuk
mendapatkan obat di unit pelayanan rawat jalan yaitu dengan menyerahkan resep
ke loket pendaftaran dan melengkapi data indentitas pasien yaitu meliputi nama
Universitas Indonesia
pasien, nomor catatan medik, nama penanggung berhak, tempat dinas dan
kesatuan, pangkat atau golongan, alamat, nomor telepon, dan stempel poliklinik
tempat berobat. Resep yang dilayani oleh unit pelayanan rawat jalan terbatas pada
resep yang ditulis oleh dokter RSPAD dan harus memiliki kelengkapan identitas
pasien. Kemudian pasien akan diberikan nomor urut yang dilengkapi kode poli
asal pasien berobat agar memudahkan pencarian obat berdasarkan asal polinya
jika terdapat kesalahan penomoran resep. Pasien berhak yang berdinas di RSPAD
akan diberi nomor urut berwarna biru, sedangkan pasien berhak yang berasal dari
kesatuan luar RSPAD akan diberi nomor urut berwarna merah. Setiap resep yang
masuk, oleh petugas akan dicantumkan waktu penerimaan resep dan waktu resep
selesai dikerjakan dengan tujuan sebagai salah satu bahan evaluasi pelayanan di
unit pelayanan rawat jalan. Tenaga yang bertugas di apotek rawat jalan berjumlah
20 orang terdiri dari 1 apoteker, 12 asisten apoteker, 4 tenaga honorer, dan 3
pekerja non farmasi. Resep yang masuk berjumlah 300-500 lembar per hari.
Pelayanan kefarmasian di apotek rawat jalan RSPAD berorientasi kepada
pasien. Unit pelayanan rawat jalan hanya melayani pasien berhak dan tidak
terdapat transaksi uang. Yang dimaksud dengan pasien berhak yaitu TNI
Angkatan Darat (AD), Angkatan Udara (AU), Angkatan Laut (AL), PNS Mabesn
TNI beserta keluarganya (suami, istri, anak sah yang pertama dan kedua, berumur
21 tahun ke bawah, belum bekerja, belum menikah atau sampai umur 25 jika
masih kuliah). Pendistribusian obat di unit pelayanan rawat jalan menerapkan
sistem distribusi obat resep individual, yaitu obat disiapkan sesuai dengan
permintaan dalam resep untuk setiap pasien, selanjutnya diserahkan kepada pasien
atau keluarga pasien yang mengambil. Keuntungan sistem resep individual
diantaranya ialah semua resep obat dikaji dan dibawah pengawasan farmasis,
memungkinkan adanya interaksi antara farmasis, dokter dan pasien serta
meningkatkan pengawasan obat-obatan dengan lebih teliti.
Alur pasien untuk mendapatkan obat di unit pelayanan rawat jalan yaitu
pasien menyerahkan resep ke loket pendaftaran dan melengkapi data indentitas
meliputi nama pasien, nomor catatan medik, nama penanggung berhak, tempat
dinas dan kesatuan, pangkat atau golongan, alamat, nomor telepon, dan stempel
poliklinik tempat berobat. Resep yang dilayani oleh unit pelayanan rawat jalan
Universitas Indonesia
terbatas pada resep yang ditulis oleh dokter RSPAD dan harus memiliki
kelengkapan identitas pasien. Kemudian pasien akan diberikan nomor urut, pada
resep selain ditulis nomer urut juga dilengkapi oleh kode poli tempat asal resep
dikeluarkan, hal ini dimaksudkan agar memudahkan pencarian obat bila terdapat
kesalahan penomoran resep.
Pasien berhak yang berdinas di RSPAD akan diberi nomor urut berwarna
biru, sedangkan pasien berhak yang berasal dari kesatuan luar RSPAD akan diberi
nomor urut berwarna merah. Setiap resep yang masuk, oleh petugas akan
dicantumkan waktu penerimaan resep dan waktu resep selesai dikerjakan dengan
tujuan sebagai salah satu bahan evaluasi pelayanan di unit pelayanan rawat jalan
yang berkaitan dengan waktu tunggu pasien untuk mendapatkan obatnya. Tenaga
kerja yang bertugas di apotek rawat jalan berjumlah 19 orang terdiri dari 1
apoteker, 11 asisten apoteker, 4 tenaga honorer, dan 3 pekerja non farmasi. Resep
yang masuk berjumlah 300-500 lembar per hari. RSPAD mempunyai ketentuan
dalam menyiapkan obat yang akan diberikan kepada pasien, seperti pada pasien
kronis, obat disiapkan untuk pemakaian maksimal 10 hari, sedangkan untuk
pasien dalam kondisi akut diberikan obat untuk pemakaian maksimal selama 5
hari. Jika ada resep dengan obat yang termasuk dalam DOE tetapi tidak tersedia,
pasien yang berasal dari kesatuan luar RSPAD akan mendapatkan salinan resep
rangkap tiga untuk diajukan ke Yanmasum Farmasi dan apabila di Yanmasum
Farmasi tidak tersedia juga, pasien akan mendapatkan salinan resep satu lembar
untuk digunakan membeli obat di apotek luar RSPAD. Sedangkan untuk pasien
berhak, jika obat tidak tersedia akan dibuatkan salinan resep empat rangkap untuk
dikirimkan ke unit pelayanan restitusi.
Setelah resep selesai dikerjakan dan disiapkan maka resep akan di periksa
ulang oleh Asisten Apoteker (AA), diperiksa etiketnya dan kesesuaian antara
resep dengan nama dan jumlah obat yang disiapkan, serta membuatkan copy resep
untuk obat yang tidak tersedia stoknya. Bila telah sesuai, resep diparaf dan ditulis
waktu pemeriksaan, setelah itu obat dapat diserahkan pada pasien. Obat yang telah
selesai diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien melalui loket penyerahan
obat disertai dengan nama dan tanda tangan yang mengambil obat tersebut.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Jumlah obat yang diberikan terkadang tidak sesuai dengan jumlah yang
diresepkan oleh dokter, untuk hari Senin-Jumat obat yang diberikan adalah untuk
pemakaian selama 1 hari, sedangkan untuk hari libur jumlah obat yang diberikan
adalah sejumlah keperluan penggunaan selama hari libur.
Obat-obat yang tidak tersedia di apotek jaga cito nantinya akan
dipinjamkan ke PKM dan ditulis di buku peminjaman dan akan dibuat laporan
penggunaannya. Petugas akan mencatat semua resep yang masuk didalam buku
perekapan resep, di dalam buku tersebut obat-obat yang tidak tersedia di apotek
jaga cito dan harus dipinjamkan dari apotek PKM diberi tanda dan dicatat lagi
pada buku yang berbeda. Pencatatan ini setiap harinya akan diadministrasikan
oleh bagian gudang farmasi untuk melihat penggunaan dan stok obat karena
semua obat yang ada di apotek jaga cito masuk ke dalam stok dari gudang
farmasi. Sementara itu, pencatatan penggunaan obat dari apotek PKM akan
diadministrasikan oleh bagian restitusi.
Penerapan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien juga
diterapkan di unit pelayanan rawat inap. Unit pelayanan ini melayani resep-resep
pasien rawat inap yang berasal dari lantai perawatan umum, penyakit dalam, lantai
1 dan 4 paru, lantai 2 jantung, ICU, gawat darurat, instalasi kamar operasi, bedah
jantung, perawatan kebidanan, kamar bersalin, kamar operasi, kedokteran militer
(dokmil), perawatan anak (IKA), bayi, dan jiwa. Banyaknya resep yang dilayani
oleh unit pelayanan rawat inap menyebabkan sistem distribusi obat di unit
pelayanan rawat inap berdasarkan sistem distribusi desentralisasi dengan 4 depo
farmasi, yaitu depo farmasi di rawat mondok, kedokteran militer, lantai perawatan
umum, dan kamar operasi. Hal ini bertujuan agar pelayanan obat kepada pasien
lebih cepat dan efisien serta memudahkan petugas untuk mendistribusikan obat
karena jarak lokasi ruang perawatan di RSPAD dengan unit pelayanan rawat inap
berjauhan.
Depo farmasi yang pertama akan dijelaskan adalah depo farmasi rawat
mondok. Depo farmasi ini melayani resep yang berasal dari ruang perawatan
jantung, anak, paru, kebidanan, tumor, jiwa, paru, dan ICU. Sistem distribusi obat
yang diterapkan di depo farmasi rawat mondok adalah sistem resep individual,
unit dose dan floor stock. Sistem distribusi obat unit dose baru diterapkan pada
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
agar para petugas terlatih untuk menangani sistem unit dose pada lantai yang
paling sibuk terlebih dahulu, dengan begitu jika hal tersebut dapat terlaksana
dengan baik maka untuk pelaksanaan sistem unit dose di lantai yang lain pun akan
menjadi hal yang lebih mudah.
Depo farmasi selanjutnya adalah depo farmasi perawatan umum. Depo ini
berada di unit perawatan umum yang dikhususkan untuk menangani pasien-pasien
rawat inap yang menderita penyakit dalam. Gedung unit perawatan umum terdiri
dari 6 lantai dan depo farmasi di unit ini melayani resep dari lantai 1, 2, 3, 5 dan 6.
Depo farmasi tidak melayani resep di lantai 4 karena lantai 4 dikhususkan untuk
pasien swasta, yaitu pasien swasta kelas 3 dan pasien ASKES dari departemen di
luar departemen pertahanan, misalnya departemen keuangan. Seperti halnya di
unit bedah sentral, tiap lantai di unit perawatan umum melayani pasien yang
berbeda sesuai dengan pangkatnya. Lantai 1 untuk pasien VIP, yaitu pasien
dengan berpangkat Kolonel dan pasien ASKES (pensiunan dengan pangkat
terakhir sebagai kolonel), lantai 2 untuk diperuntukkan untuk pasien dengan
pangkat Letkol, Mayor dan PNS golongan IV beserta pasien ASKES-nya, lantai 3
untuk Kapten, Letnan dan PNS golongan III, lantai 5 untuk pasien Tamtama,
Bintara, PNS golongan II (khusus wanita), lantai 6 untuk pasien Tamtama, Bintara
dan PNS golongan II (khusus laki-laki). Depo farmasi perawatan umum telah
melaksanakan sistem distribusi unit dose di lantai 1, 2 dan 6 , sedangkan lantai 3
dan 5 masih menggunakan sistem distribusi obat kombinasi resep individual.
Sebenarnya di lantai 3 dan 5 juga telah dilaksanakan sistem distribusi obat
unitdose, namun yang mengerjakan adalah perawat. Hal ini disebabkan kurangnya
tenaga farmasi.
Sistem distribusi obat persediaan di ruangan (floor stock) juga tersedia di
seluruh lantai gedung perawatan umum. Obat-obat yang terdapat di ruangan
biasanya obat-obat yang sifatnya gawat darurat (emergency), seperti adrenalin,
antibiotik injeksi, dopamin, infus, dan medical supply untuk kebutuhan 1 minggu.
Untuk pasien swasta di lantai 4 obat dibeli ke apotek mitra (Kimia Farma) atau
PKM dan dapat diserahkan pada perawat untuk dilakukan unit dose atau dipegang
sendiri oleh pasien/keluarganya.
Universitas Indonesia
Depo farmasi yang keempat adalah depo farmasi di kamar operasi. Depo
farmasi ini masih menggunakan sistem resep individual. Depo farmasi di kamar
operasi menyiapkan kebutuhan obat-obat dan medical supply yang diperlukan
pada saat tindakan operasi untuk masing-masing kamar operasi. Jika dalam
perjalanan operasi terdapat kekurangan obat, perawat yang mendampingi proses
operasi datang ke depo farmasi untuk mengambil obat lagi. Pencatatan
penggunaan obat dan medical supply di kamar operasi dilakukan setelah operasi
selesai. Kemudian petugas meminta dokter untuk menuliskan resep obat sesuai
dengan yang digunakan saat melakukan operasi.
Alur pelayanan resep di depo-depo farmasi rawat inap umumnya sama,
kecuali pelayanan resep di kamar operasi. Alur pelayanan resep dimulai dari
penerimaan resep, dapat melalui faksimili atau dibawa langsung oleh perawat dari
masing-masing ruang perawatan. Selain itu, resep juga dapat dibawa langsung
oleh keluarga pasien jika pasien hendak pulang. Resep yang telah diterima
kemudian diperiksa/diskrining, berupa skrining administratif, skrining farmasetik,
dan skrining klinis oleh petugas di depo farmasi. Namun, skrining farmasetis dan
klinis kurang begitu diperhatikan dan hanya dicek dosis obat yang akan diberikan
serta usaha untuk melakukan substitusi apabila ada obat yang tidak ada dalam
persediaan. Skrining mengenai ada tidaknya interaksi antar obat kurang begitu
diperhatikan oleh petugas. Asuhan kefarmasian di pelayanan rawat inap juga
belum dapat berjalan dengan optimal, karena hanya ada satu apoteker penanggung
jawab di masing-masing depo sehingga akan menjadi tugas yang berat jika selain
harus mengecek tiap resep yang masuk, apoteker tersebut juga harus memberikan
konseling bagi pasien yang hendak pulang atau memberikan informasi cara
pemakaian obat pada pasien yang sedang dirawat. Setelah dilakukan skrining
resep, maka selanjutnya resep tersebut diberi nomor sesuai dengan warna yang
menunjukkan dari ruang perawatan mana resep tersebut dikirim, lalu resep
tersebut ditulis pada buku pencatatan berdasarkan masing-masing poli dan
diperiksa ketersediaan obat di depo farmasi. Untuk obat yang tersedia dapat
langsung disiapkan oleh petugas dengan ketentuan dalam penyiapan obat yang
diresepkan, yaitu obat injeksi disiapkan maksimal untuk 2 hari sedangkan obat per
oral disiapkan untuk 5 hari. Jika jumlah obat yang diminta di dalam resep
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
penggantian ini dilakukan dengan cara salinan resep diberikan pada pasien untuk
membeli sendiri obatnya di apotek di luar RSPAD kemudian dimintakan kuitansi
dari apotek baru setelah itu direstitusi (digantikan) berupa uang. Namun, sistem
yang berjalan di RSPAD ini restitusi atau penggantiannya berupa obat yang
langsung diberikan pada pasien. Alur pelayanan restitusi kurang lebih yaitu
salinan resep dari instalasi farmasi rawat jalan atau rawat inap sebanyak 3-4
lembar kemudian di proses sesuai prosedur yang berlaku, selanjutnya obat
dibelikan oleh petugas melalui apotek swasta yang ditunjuk (Kimia Farma atau
PKM) baru setelah itu obat diberikan pada pasien melalui petugas atau pasien
sendiri yang mengambil ke bagian pelayanan restitusi. Salinan resep rangkap 3
dibuat oleh Instalasi Farmasi Rawat Jalan, 2 lembar untuk Apotek swasta yang
ditunjuk dan 1 lembar untuk unit pelayanan restitusi. Sedangkan salinan resep
rangkap 4 dibuat oleh instalasi Farmasi Rawat Inap, 2 lembar untuk Apotek
swasta yang ditunjuk, 1 lembar untuk unit pelayanan restitusi, dan 1 lembar lagi
untuk arsip tempat resep berasal. Sistem pelayanan restitusi tersebut dilakukan
untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan uang Negara oleh pasien yang
membeli obatnya sendiri ke Apotek di luar RSPAD. Selain itu, dengan sistem ini
obat-obat yang dibeli terjamin kualitasnya dan diperoleh dengan harga sesuai
standar dari apotek yang ditunjuk.
Pembayaran obat-obat yang direstitusi dilakukan berdasarkan laporan
tagihan yang dikeluarkan oleh masing-masing Apotek yang ditunjuk (KF dan
PKM). Lembar tagihan obat dikeluarkan berupa laporan tagihan harian dan
laporan tagihan mingguan. Laporan tagihan ini kemudian diperiksa kebenarannya
dengan cara disesuaikan dengan salinan resep yang menyertai lembar tagihan.
Laporan tagihan yang sudah sesuai disetujui oleh Kaur Pelayanan Khusus, lalu
dilanjutkan prosesnya hingga ke Ka RSPAD agar dapat dilakukan pembayaran.
Obat-obat yang dilayani di restitusi juga mencakup obat-obat khusus seperti
albumin, streptase, dan obat-obat kanker. Pengajuan obat-obat khusus ini selain
resep dari dokter juga harus disertai dokumen lain seperti hasil laboratorium
terakhir, diagnosa dokter, dan sebagainya.
Pelaporan dilakukan setiap satu bulan sekali khususnya untuk obat-obat
narkotika dan psikotropika. Laporan yang dibuat oleh masing-masing depo akan
Universitas Indonesia
dikirim ke IFRS dan disetujui Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Laporan
yang telah ditandatangani dan disetujui dikirim ke Dinkes Kota. Pemusnahan
dilakukan terhadap sediaan yang sudah rusak dan kadaluarsa oleh panitia
pemusnahan, disaksikan oleh satu orang apoteker. Setiap proses pemusnahan
tersebut harus dibuat laporan pemusnahan atau berita acara pemusnahan.
Pelayanan Farmasi Klinik merupakan salah satu tugas apoteker di rumah sakit.
Pelayanan Farmasi Klinik belum semua dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSPAD
Gatot Soebroto. Pelayanan Farmasi Klinik yang sudah dilakukan di RSPAD Gatot
Soebroto diantaranya adalah pemberian konseling, Pelayanan Informasi Obat
(PIO) dan visite pasien yang bersifat insidensial. Monitoring Efek Samping Obat
(MESO) belum dilakukan dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia
(apoteker). Selain itu pelayanan farmasi klinik dalam hal dispensing sediaan
farmasi khusus misalnya dispensing sediaan farmasi berbahaya seperti obat
kanker dan dispensing sediaan farmasi pencampuran obat steril hanya dilakukan
proses penyiapannya saja seperti memberi label atau etiket serta penyerahan obat
dengan informasi tetapi pada saat meracik atau mencampur sediaan-sediaan
farmasi tersebut dilakukan oleh perawat diruang rawat tanpa pengawasan dari
apoteker. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya ruangan khusus untuk
dispensing sediaan farmasi tersebut dan beban kerja apoteker yang cukup banyak
dengan jumlah tenaga apoteker yang terbatas.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSPAD Gatot
Soebroto, kami menyimpulkan antara lain:
a. Apoteker di RSPAD Gatot Soebroto telah menjalankan tugas dan tanggung
jawab dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian.
b. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto sesuai
dengan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian antara lain pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter dan pelayanan informasi obat.
c. Manajemen rumah sakit di RSPAD Gatot Soebroto telah diterapkan dengan
baik.
d. Pelayanan farmasi klinis di RSPAD Gatot Soebroto belum semuanya
dilakukan. Penerapan farmasi klinis di RSPAD Gatot Soebroto antara lain
penerapan konseling, Pelayanan Informasi Obat dan visite yang bersifat
insidental.
5.2 Saran
a. Demi meningkatkan kinerjanya, IFRS RSPAD Gatot Soebroto perlu memperluas
pelayanan farmasi klinik seperti pelayanan konseling tidak hanya diberikan
kepada pasien TBC, diabetes dan HIV saja, monitoring efek samping obat, visite
apoteker ke ruang perawatan bersama dokter dan perawat, pelayanan PIO (Pusat
Informasi Obat) dan pelayanan farmasi klinik lainnya.
b. Untuk menunjang peningkatan kinerja dalam penerapan farmasi klinik, IFRS
harus menambah jumlah apoteker dan tenaga farmasi atau mengoptimalkan
apoteker dan tenaga farmasi yang telah ada.
c. Perlu adanya tenaga farmasi dalam menjalankan fungsi penyimpanan obat di
gudang material dan TSSU sebagai penanggung jawab operasional.
96 Universitas Indonesia
d. Pelayanan aseptic dispensing saat ini masih dibebankan kepada perawat, padahal
merupakan tanggung jawab farmasi sehingga diharapkan ke depannya bisa
diambil alih oleh tenaga farmasi
e. Pengkajian Daftar Obat Essensial (DOE) RSPAD harus dilakukan secara rutin
untuk mengurangi kemungkinan obat tidak tersedia.
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Komite Farmasi dan Terapi RSPAD Gatot Soebroto. (2009). Daftar Obat Esensial
Edisi ke-8. Jakarta: Author.
Kepala Staf TNI AD. (2006). Keputusan Kepala Staf TNI AD No.
Kep/50/XII/2006 tanggal 29 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tugas
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Direktorat Kesehatan
Angkatan Darat. Jakarta: Author.
Siregar, C.J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Yanmasum
Farmasi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ANGKATAN LXXIII
ii
Gambar 2.1 Flowchart Resep Pasien Askes Rawat Jalan Yanmasum RSPAD
Gatot Soebroto ........................................................................... 3
Gambar 2.2 Skema Prosedur Pelayanan Kesehatan Pada Pasien Askes ........ 6
Gambar 3.1 Alur Pelayanan Resep Askes Rawat Jalan ................................. 11
Gambar 3.2 Pendekatan Sistem ..................................................................... 12
iii
iv
iv
1 Universitas Indonesia
dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya (DepKes, 2009).
RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad sebagai Rumah Sakit Rujukan tertinggi
di lingkungan Angkatan Darat. Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
1197/Menkes/2004 dinyatakan bahwa Pengelolaan Obat di Rumah Sakit harus
menganut Sistem Satu Pintu, maka berdasarkan Surat Keputusan Menkes tersebut
terhitung tanggal 21 Februari 2011 Pelayanan Resep Obat Pasien Askes
diserahkan pengelolaannya ke Instalasi Farmasi yang sebelumnya di kelola oleh
Pihak ke III.
Pasien Askes termasuk salah satu jenis pasien yang terdapat di dalam
RSPAD Gatot Soebroto dimana pesertanya meliputi Pegawai Negeri Sipil,
Penerima Pensiun, Veteran dan Perintis Kemerdekaan yang membayar iuran
untuk jaminan pemeliharaan kesehatan, Dokter Pegawai Tidak Tetap dan Bidan
Pegawai Tidak Tetap. Pasien Askes dipilih karena pasien Askes ingin
mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal dengan biaya pengobatan yang
terjangkau dan obat yang dipilih juga sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu
pasien Askes juga menguntungkan rumah sakit karena segala biaya yang
dikeluarkan untuk pasien Askes sudah ditanggung oleh PT. Askes sehingga pihak
rumah sakit tidak akan dirugikan dengan adanya pasien Askes. Oleh karena itu
pihak rumah sakit selalu berusaha pemberikan pelayanan yang maksimal terutama
dalam hal melayani resep sehingga pasien merasa puas.
Waktu tunggu merupakan salah satu indikator dari jenis pelayanan yang
terdapat di rumah sakit. Waktu tunggu pelayanan obat jadi dan obat racikan
sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor:129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit adalah 30 menit dan 60 menit (DepKes, 2008).
1.2 Tujuan
Menganalisis lama waktu tunggu resep pasien askes rawat jalan untuk
jenis resep obat non racikan dan obat racikan di Yanmasum Farmasi Askes
RSPAD Gatot Soebroto.
Universitas Indonesia
2.1 Resep
2.1.1 Definisi Resep
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
922/Menkes/Per/IX/1993 dan Kepmenkes No.1332 Tahun 2002, resep adalah
permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi dan dokter hewan kepada Apoteker
Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita
sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
YANG
MEMERLUKAN
PROTOKOL
LOKET PENERIMAAN RESEP
VERIFIKASI AA Askes
RESEP DIVERIFIKASI
& DI INPUT
MASUK DPHO
PENYERAHAN
PEMBUATAN ETIKET
PANGGIL PASIEN
(CEK RESEP DGN NO TUNGGUI )
YA
KROSCEK DENGAN
DISPENSING OBAT COCOK ?
RESEP ASLI
EDIT
TIDAK
Gambar 2.1 Flowchart Resep Pasien Askes Rawat Jalan Yanmasum RSPAD
Gatot Soebroto
3 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Puskesmas
Rujukan
Surat rujukan
Peserta Dokter keluarga Rumah Sakit
Gawat Darurat
Apotek
Tanpa surat rujukan
Gambar 2.2 Skema Prosedur Pelayanan Kesehatan Pada Pasien Askes (PT Askes,
2004)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
obat racikan mempunyai pelayanan yang lebih lama dibandingkan dengan jenis
resep obat paten. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dapat disimpulkan
bahwa jenis resep racikan membutuhkan waktu yang lama karena harus
menghitung, menimbang, mengambil berapa banyak obat yang diperlukan sesuai
dengan dosis maksimum yang diperbolehkan serta harus memperhatikan dalam
mencampur sifat dan jenis bahan obat. Bagian ini memerlukan tenaga yang
berlatar belakang pendidikan farmasi kecuali dengan pengalaman kerja yang lama
dapat mengerjakan jenis resep obat racikan yang telah sering dilihat dan
dikerjakan oleh petugas.
b. Jumlah Item Obat
Wongkar L (2000) dan Yulia Y (1996) menyebutkan bahwa ada hubungan
antara jumlah item dengan waktu pelayanan resep. Hasil penelitian yang
dilakukan penulis mengatakan bahwa ada hubungan antara jumlah item dengan
waktu pelayanan resep, dimana jumlah item banyak mempunyai waktu pelayanan
yang lebih lama yaitu sebesar 56,2% dibandingkan jumlah item sedikit yaitu
sebesar 42,4%. Hal tersebut jelas dapat terlihat dimana setiap penambahan jumlah
item obat pada obat tentu akan mempengaruhi penambahan waktu dalam tahap
penomoran, tahap resep masuk, tahap pegambilan obat paten dan tahap
pembuatan obat racik, bungkus, cairan sehingga membutuhkan waktu yang lama
dibandingkan dengan jumlah item sedikit.
c. Shift Petugas
Sesuai dengan Fox (1989) seperti yang dikutipkan Ritung M (2003)
mengatakan bahwa waktu kerja non produktif (waktu kerja yang terbuang)
menyebabkan terhentinya suatu produksi yang disebabkan oleh kurangnya
pengawasan dari pihak manajemen dan dari sikap pegawai yang kurang baik,
antara lain kurangnya motivasi kerja, pegawai yang berbincang saat bekerja, tidak
masuk kerja, datang terlambat. Jika faktor non produktif ini dapat dihilangkan
atau dikurangi, maka akan dihasilkan penyelesaian pekerjaan yang lebih baik,
yang menyebabkan lawa waktu tunggu obat lebih cepat.
Menurut Mulyadi (1999) yang dikutip oleh Ritung M (2003) beberapa
faktor yang dapat menyebabkan total waktu pelayanan lebih panjang, yaitu
sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
YANG
MEMERLUKAN
PROTOKOL
LOKET PENERIMAAN RESEP
VERIFIKASI AA Askes
RESEP DIVERIFIKASI
& DI INPUT
MASUK DPHO
PENYERAHAN
PEMBUATAN ETIKET
PANGGIL PASIEN
(CEK RESEP DGN NO TUNGGUI)
YA
KROSCEK DENGAN
DISPENSING OBAT COCOK ?
RESEP ASLI
EDIT
TIDAK
11 Universitas Indonesia
Menurut Azwar, pendekatan sistem dapat menjadi alat untuk mencari letak
hambatan dan mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapi.
Sistem terdiri dari unsur-unsur yang saling mempengaruhi. Unsurunsur tersebut
menurut Azwar (1996) terdiri dari input (masukan), proses, output (keluaran),
umpan balik, dampak, dan lingkungan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.1 Hasil
Berdasarkan rekapitulasi data yang telah diperoleh, dapat diketahui
lamanya waktu tunggu pelayanan resep di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD
Gatot Soebroto dalam satuan menit.
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan yang
Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto
Tanggal 17 28 Oktober 2011
Bagian Mean Median SD Min-Max
Delay 0,33 0,00 0,72 0,00 3,39
Penomoran
Proses 0,61 0,49 0,50 0,06 3,00
Delay 3,56 1,86 5,13 0,00 23,96
Verifikasi
Proses 1,79 1,26 1,70 0,52 12,20
Delay 6,88 4,56 7,39 0,00 30,31
Etiket
Proses 1,53 1,13 1,36 0,09 6,23
Delay 10,85 5,99 12,11 0,00 48,62
Dispensing
Proses 1,05 0,8 0,82 0,03 - 3,71
Delay 9,32 6,2 8,89 0,00 - 31,52
Pengecekan
Proses 2,07 1,36 1,84 0,15 - 9,25
Delay 2,30 1,70 2,06 0,00 - 7,57
Penyerahan
Proses 0,96 0,73 0,84 0,12 - 4,19
Total 41,10 39,60 26,42 5,28 - 114,29
14 Universitas Indonesia
Tabel 4.2 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan yang
Tidak Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot
Soebroto Tanggal 17 28 Oktober 2011
Bagian Mean Median SD Min-Max
Delay 0,40 0,24 0,62 0,00-1,87
Penomoran
Proses 0,78 0,34 1,83 0,10- 9,66
Delay 3,42 2,37 3,67 0,10- 15,01
Verifikasi
Proses 2,16 1,83 2,00 0,37-10,23
Delay 6,32 2,69 6,98 0,00-19,42
Etiket
Proses 1,80 1,21 1,25 0,39 - 4,35
Delay 7,85 2,05 11,38 0,00- 37,85
Dispensing
Proses 1,65 0,89 2,23 0,00-11,33
Delay 6,68 2,85 8,87 0,00-29,24
Pengecekan
Proses 2,21 1,28 1,96 0,19-6,64
Delay 0,24 1,99 2,69 0,00-12,29
Penyerahan
Proses 43,56 85,00 591,45 0,17-1550,00
Total 471,26 111,12 601,01 8,00-1591,52
Universitas Indonesia
Tabel 4.3 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Racikan yang
Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto
Tanggal 17 28 Oktober 2011
Bagian Mean Median SD Min-Max
Delay 0,25 0,00 0,38 0,00-0,87
Penomoran
Proses 0,29 0,34 0,14 0,08-0,45
Delay 2,94 2,52 1,67 1,22-5,49
Verifikasi
Proses 6,49 2,08 10,15 1,55-24,63
Delay 10,06 12,50 8,91 0,75-20,99
Etiket
Proses 1,34 1,20 0,63 0,70-2,24
Delay 10,85 7,72 9,90 4,07-28,34
Racik Ambil obat 4,43 4,12 1,97 1,81-7,30
Proses 11,10 10,19 7,30 2,47-22,74
Delay 2,75 0,63 4,97 0,00-11,61
Pengecekan
Proses 4,54 1,74 4,39 0,74-10,35
Delay 2,17 0,92 3,05 0,16-7,78
Penyerahan
Proses 0,61 0,61 0,21 0,39-0,81
Total 57,81 45,17 25,62 34,29-89,21
Universitas Indonesia
Tabel 4.4 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Racikan yang Tidak
Sesuai SOP di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto
Tanggal 17 28 Oktober 2011
Bagian Mean Median SD Min-Max
Delay 0,14 0,09 0,18 0,00-0,39
Penomoran
Proses 0,30 0,32 0,09 0,19-0,39
Delay 2,47 2,78 1,78 0,27-4,04
Verifikasi
Proses 3,73 3,79 2,22 0,99-6,36
Delay 7,57 5,54 9,04 0,22-18,98
Etiket
Proses 1,16 1,35 0,61 0,28-1,67
Delay 12,27 11,88 0,86 3,55-21,92
Racik Ambil obat 3,04 2,56 2,59 0,44-6,62
Proses 10,06 9,80 1,40 8,48-12,19
Delay 1,01 0,73 1,25 0,00-2,75
Pengecekan
Proses 1,10 0,76 0,92 0,44-2,45
Delay 1,09 0,76 1,34 0,00-2,85
Penyerahan
Proses 370,09 136,60 563,12 7,00-1200,14
Total 41,41 175,38 574,08 42,35-1262,06
Universitas Indonesia
Tabel 4.5 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan yang
Memerlukan Protokol Terapi di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD
Gatot Soebroto tanggal 17 28 Oktober 2011
Bagian Mean Median SD Min-Max
Delay 0,19 0,00 0,33 0,00 - 0,83
Penomoran
Proses 0,44 0,37 0,34 0,12 1,03
Delay 5,45 2,25 7,31 0,34 19,83
Verifikasi
Proses 7,05 6,99 4,38 0,70 13,99
Delay 4,66 2,64 6,64 0,18 17,80
Etiket
Proses 1,44 1,42 0,71 0,59 2,38
Delay 11,65 59,03 12,69 0,00 31,51
Dispensing
Proses 1,23 1,28 0,78 0,35 - 2,38
Delay 14,17 14,56 12,15 0,00 - 28,85
Pengecekan
Proses 2,58 2,47 1,74 0,73 - 5,72
Delay 3,29 1,11 4,08 0,00 - 9,61
Penyerahan
Proses 0,71 0,69 0,23 0,33 - 0,97
Total 52,86 51,52 29,99 20,60 - 95,53
Tabel 4.6 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan Per
Hari di Yanmasum Farmasi Ases RSPAD Gatot Soebroto tanggal 17
28 Oktober 2011
Hari Mean Median SD Min-Max
Senin 32,07 30,84 18,52 8,35 66,10
Selasa 30,14 22,64 16,48 7,52 61,82
Rabu 50,02 54,21 18,86 9,65 84,83
Kamis 66,83 80,31 27,19 19,01 109,19
Jumat 17,56 12,30 11,90 4,78 47,58
Universitas Indonesia
Tabel 4.7 Rekapitulasi Data Waktu Tunggu Pelayanan Resep yang Sesuai Standar
Kemenkes di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto
Tanggal 17 28 Oktober 2011
Total
Kategori
Nominal Presentase (%)
Sesuai 28 39
Non Racik SOP
Tidak sesuai 43 61
Sesuai 7 21
Non Racik Non SOP
Tidak sesuai 27 79
Sesuai 19 56
Non Racik Non SOP*
Tidak sesuai 15 44
Sesuai 4 57
Racik SOP
Tidak sesuai 3 42
Sesuai 1 25
Racik Non SOP
Tidak sesuai 3 75
Sesuai 3 75
Racik Non SOP*
Tidak sesuai 1 25
Sesuai 2 25
Protokol
Tidak sesuai 6 75
*waktu tunggu dihitung hingga nama pasien dipanggil
Universitas Indonesia
4.1 Pembahasan
Kepmenkes Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek menyatakan bahwa salah satu indikator yang digunakan
untuk mengevaluasi suatu mutu pelayanan adalah dimensi waktu lama pelayanan
yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dilakukan
pengukuran waktu tunggu pelayanan di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot
Subroto untuk mengevaluasi kesesuaian mutu pelayanan dengan standar yang
telah ditentukan. Sampel yang digunakan adalah resep pasien Yanmasum Farmasi
Askes rawat jalan RSPAD yang masuk pada peak hours yaitu pukul 11.00 14.00
WIB yang pengambilan datanya dilakukan pada 17 28 Oktober 2011. Pada peak
hours tersebut banyak resep yang masuk secara bersamaan yang terjadi karena
pasien setelah dari poliklinik secara bersamaan lalu menebus resepnya ke
Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto. Populasi sampel dalam
penelitian ini adalah 400 resep, diperoleh dari jumlah rata-rata resep yang masuk
setiap harinya ke Yanmasum Farmasi Askes rawat jalan. Sampel diitung dengan
metode Slovin dengan margin error 5% sehingga diperoleh jumlah sampel yang
dibutuhkan adalah 110 resep.
Resep yang masuk dipisahkan antara resep obat racikan dan non racikan.
Untuk setiap kategori lalu dibedakan lagi resep yang sesuai SOP, tidak sesuai
SOP, dan resep yang memerlukan protokol. Resep disebut sesuai SOP jika
mengikuti alur resep yang benar. Alur resep non racikan adalah penomoran,
verifikasi, pemberian etiket, dispensing, pengecekan, dan penyerahan. Untuk
resep non racikan (Tabel 4.1) didapatkan rata-rata waktu pada tahap delay
penomoran 19,96 detik dengan nilai tengah 0 detik dan standar deviasi 42,92
detik. Waktu tercepat pada tahap penomoran adalah 0 detik atau resep tidak
mengalami delay dan waktu terlama adalah 203,56 detik. Delay sebelum proses
penomoran yang lama bisa disebabkan karena banyaknya pasien yang datang
dalam waktu yang bersamaan ke Yanmasum Farmasi Askes setelah dari poliklinik
untuk menngambil obat. Rata-rata waktu yang diperlukan pada tahap proses
penomoran adalah 36,31 detik dengan nilai tengah 29,18 detik dan standar deviasi
30,01 detik. Waktu tercepat pada tahap penomoran adalah 3,30 detik dan waktu
terlama adalah 179,90 detik atau 3 menit 19 detik. Waktu proses penomoran
Universitas Indonesia
yang lama bisa disebabkan karena pada saat proses, ada berkas pasien yang belum
lengkap sehingga harus menunggu pasien melengkapinya.
Pada tahap verifikasi terjadi delay rata-rata selama 36,31 detik dengan nilai
tengah 111,74 detik atau 1 menit 51 detik dan standar deviasi 307,86 detik atau
5 menit 7 detik. Waktu tercepat pada tahap verifikasi adalah 0 detik karena
resep tidak mengalami delay dan waktu terlama adalah 1437,45 detik atau 23
menit 54 detik. Delay sebelum proses verifikasi yang lama bisa disebabkan karena
adanya penumpukan resep yang memerlukan waktu untuk verifikasi dengan
memasukkan data pasien dan obatnya ke komputer untuk pengendalian obat
pasien. Rata-rata waktu yang diperlukan pada tahap proses verifikasi adalah
107,12 detik atau 1 menit 47 detik dengan nilai tengah 75,55 detik atau 1
menit 15 detik dan standar deviasi 102,27 detik atau 1 menit 42 detik. Waktu
tercepat pada tahap penomoran adalah 30,93 detik dan waktu terlama adalah
731,39 detik atau 12 menit 11 detik. Waktu proses verifikasi ini termasuk cepat
melihat dengan banyaknya resep yang masuk. Proses ini juga memerlukan waktu
karena petugas harus memeriksa berapa jumlah obat yang boleh diberikan kepada
pasien. Jumlah petugas verifikasi sudah cukup memadai yaitu berjumlah 5 orang.
Pada tahap pemberian etiket terjadi delay rata-rata selama 412,97 detik
atau 6 menit 52 detik dengan nilai tengah 237,69 detik atau 3 menit 57 detik
dan standar deviasi 442,66 detik atau 7 menit 22 detik. Waktu tercepat pada tahap
penomoran adalah 0 detik atau resep tidak mengalami delay dan waktu terlama
adalah 1818,89 detik atau 30 menit 18 detik. Delay sebelum proses penomoran
yang lama ini disebabkan karena adanya penumpukan resep. Rata-rata waktu yang
diperlukan pada tahap proses pemberian etiket adalah 91,78 detik atau 1 menit
31 detik dengan nilai tengah 67,68 detik atau 1 menit 7 detik dan standar deviasi
81,84 detik atau 1 menit 21 detik. Waktu tercepat pada tahap pemberian etiket
adalah adalah 5,43 detik dan waktu terlama adalah 373,90 detik atau 6 menit 14
detik. Waktu proses pemberian etiket ini dipengaruhi oleh jumlah item obat yang
perlu diberi etiket.
Pada tahap dispensing atau penyiapan obat terjadi delay rata-rata selama
651,09 detik atau 10 menit 51 detik dengan nilai tengah 359,13 detik atau 6
menit 59 detik dan standar deviasi 726,59 detik atau 12 menit detik. Waktu
Universitas Indonesia
tercepat pada tahap dispensing adalah 0 detik karena resep tidak mengalami delay
dan waktu terlama adalah 2917,48 detik atau 48 menit 37 detik. Rata-rata waktu
yang diperlukan pada tahap proses dispensing adalah 63,13 detik atau 1 menit 3
detik dengan nilai tengah 48,21 detik dan standar deviasi 49,42 detik. Waktu
tercepat pada tahap dispensing adalah adalah 1,61 detik dan waktu terlama adalah
222,72 detik atau 3 menit 43 detik. Delay sebelum proses dispensing merupakan
proses yang paling lama dalam proses pelayanan resep dikarenakan banyaknya
jumlah resep dan jumlah item obat selain itu, di Yanmasum Farmasi Askes rata-
rata pasien mengambil obatnya untuk waktu pemakaian selama 1 bulan sehingga
memerlukan waktu lebih lama untuk menyiapkan obat.
Pada tahap pengecekan terjadi delay rata-rata selama 559,13 detik atau 9
menit 19 detik dengan nilai tengah 372,12 detik atau 6 menit 12 detik, dan
standar deviasi 533,33 detik atau 8 menit 53 detik. Waktu tercepat pada tahap
pengecekan adalah 0 detik karena resep tidak mengalami delay dan waktu terlama
adalah 1891,48 detik atau 31 menit 31 detik. Delay sebelum proses pengecekan
disebabkan karena adanya penumpukan obat setelah proses dispensing yang harus
diperiksa oleh petugas pengecekan. Rata-rata waktu yang diperlukan pada tahap
proses pengecekan adalah 124,17 detik atau 2 menit 4 detik dengan nilai tengah
81,82 detik atau 1 menit 21 detik dan standar deviasi 110,28 detik atau 1
menit 50 detik. Waktu tercepat pada tahap pengecekan adalah 9,23 detik dan
waktu terlama adalah 555,07 detik atau 9 menit 15 detik. Waktu proses
pengecekan ini dimulai dengan memasukan obat dan etiket ke dalam plastik serta
dilakukan pengecekan ulang jenis dan jumlah obat kemudian kesemua obat
tersebut dikemas lagi dalam plastik yang lebih besar. Waktu proses pengecekan
ini seharusnya bisa dipercepat jika proses memasukan obat ke plastik dilakukan
saat proses dispensing sehinnga perlu ditambah petugas pada tahap dispensing.
Tahap selanjutnya adalah penyerahan obat. Delay rata-rata pada tahap ini
adalah 138,12 detik atau 2 menti 18 detik dengan nilai tengah 101,94 detik atau
1 menit 41 detik, dan standar deviasi 123,84 detik atau 2 menit 3 detik. Waktu
tercepat pada tahap penomoran adalah 0 detik karena resep tidak mengalami delay
dan waktu terlama adalah 454,39 detik atau 7 menit 34 detik. Delay sebelum
proses penyerahan ini disebabkan karena adanya antrian pemanggilan pasien.
Universitas Indonesia
Rata-rata waktu yang diperlukan pada tahap proses penyerahan adalah 57,66 detik
dengan nilai tengah 43,51 detik dan standar deviasi 50,32 detik. Waktu tercepat
pada tahap penyerahan adalah adalah 7,47 detik dan waktu terlama adalah 251,29
detik atau 4 menit 11 detik. Pada saat proses penyerahan ini disertai dengan
pemberian informasi obat bagi pasien yang memerlukan.
Rata rata waktu pelayanan resep non racikan yang sesuai SOP adalah
41 menit 6 detik dengan nilai tengah 39 menit 36 detik, dan standar deviasi 26
menit 25 detik. Waktu tercepat adalah 5 menit 16 detik dan waktu terlama 1
jam 54 menit 11 detik. Resep non racikan yang dilayani ada yang tidak sesuai
dengan SOP. Penyebab ketidaksesuaian dengan SOP ini antara lain dikarenakan
resep tidak melalui semua tahapan pelayanan resep atau karena resep ditinggal
oleh pasien. Untuk resep yang obatnya hanya 1 maka resep tersebut didahulukan
sehingga tidak mengalami delay dispensing dan pengecekan. Pada pelayanan
resep yang tidak sesuai SOP ini waktu terlama terletak pada tahap proses
penyerahan resep. Hal ini disebabkan karena banyak resep yang ditinggal oleh
pasien. Jika obat langsung diambil pasien maka rata-rata waktu pelayanan resep
ini seharusnya adalah 38 menit 21 detik.
Kategori yang selanjutnya adalah resep racikan, baik yang sesuai SOP
maupun non SOP. Resep dikatagorikan sebagai racikan apabila resep tersebut
memerlukan penanganan yang berbeda dengan resep non racik misalnya
pencampuran lebih dari satu obat dan pengemasan kembali obat ke dalam kapsul,
kertas perkamen, botol, maupun pot. Perbedaan alur untuk resep racikan dan non
racikan adalah pada proses verifikasi dan adanya proses peracikan.
Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap resep racikan dapat dilihat
pada Tabel 4.3. Tahap yang pertama adalah penomoran, pada proses ini terjadi
delay penomoran selama 14,77 detik dengan nilai tengah 0 detik dan standar
deviasi 22,94 detik. Waktu tercepat pada delay penomoran adalah 0 detik karena
resep tidak mengalami delay dan waktu terlama adalah 52,22 detik. Sedangkan
untuk proses penomoran, rata-rata waktu yang diperlukan pada tahap proses
penomoran adalah 17,32 detik dengan nilai tengah 20,11 detik dan standar deviasi
8,33 detik. Waktu tercepat pada proses penomoran adalah 5,00 detik dan waktu
terlama adalah 27,08 detik.
Universitas Indonesia
Tahap yang kedua adalah verifikasi terjadi delay rata-rata selama 176,23
detik atau 2 menit 56 detik dengan nilai tengah 151,27 detik atau 2 menit 31
detik, dan standar deviasi 100,06 detik atau 1 menit 40 detik. Waktu tercepat
pada delay verifikasi adalah 73,36 detik atau 1 menit 13 detik dan waktu terlama
adalah 329,37 detik atau 5 menit 29 detik. Sedangkan untuk proses verifikasinya
itu sendiri, rata-rata waktu yang diperlukan adalah 389,37 detik atau 6 menit 29
detik dengan nilai tengah 124,77 detik atau 2 menit 4 detik, dan standar deviasi
608,74 detik atau 10 menit 8 detik. Waktu tercepat pada proses verifikasi adalah
93,20 detik atau 1 menit 33 detik dan waktu terlama adalah 1477,83 detik atau
24 menit 37 detik. Proses verifikasi pada resep racikan lebih lama dibandingkan
dengan resep non racikan, karena pada proses resep racikan dalam tahap verifikasi
dilakukan penghitungan jumlah obat yang akan diracik.
Tahap yang ketiga adalah pemberian etiket terjadi delay rata-rata selama
603,84 detik atau 10 menit 3 detik dengan nilai tengah 750,00 detik atau 12
menit 30 detik, dan standar deviasi 534,71 detik atau 8 menit 54 detik. Waktu
tercepat pada delay tahap penulisan etiket adalah 45,00 detik dan waktu terlama
adalah 1259,52 detik atau 20 menit 59 detik. Rata-rata waktu yang diperlukan
pada proses penulisan etiket adalah 63,84 detik atau 1 menit 3 detik dengan nilai
tengah 81,24 detik atau 1 menit 21 detik, dan standar deviasi 36,41 detik. Waktu
tercepat pada proses penulisan etiket adalah 16,91 detik dan waktu terlama adalah
99,97 detik atau 1 menit 39 detik.
Tahap yang ke empat adalah peracikan, alur proses racikan dan non
racikan berbeda karena di dalam proses racikan pada tahap ini ada proses
peracikan obat. Delay racikan rata-rata selama 650,98 detik atau 10 menit 50
detik dengan nilai tengah 463,38 atau 7 menit 43 detik, dan standar deviasi
594,29 detik atau 9 menit 54 detik. Waktu tercepat pada delay racikan 244,28
detik atau 4 menit 4 detik dan waktu terlama adalah 1700,31 detik atau 28 menit
20 detik. Kemudian proses ambil obat untuk diracik perlu waktu rata-rata 266,08
detik atau 4 menit 26 detik dengan nilai tengah 247,39 detik atau 4 menit 7
detik, dan standar deviasi 118,43 detik atau 1 menit 58 detik dengan waktu
tercepat 108,73 detik atau 1 menit 48 detik, dan waktu terlama adalah 438,22
detik atau 7 menit 18 detik. Lalu proses peracikan obat dengan rata-rata waktu
Universitas Indonesia
666,11 detik atau 11 menit 6 detik, nilai tengah 611,52 detik atau 10 menit 11
detik, dan standar deviasinya 438,10 detik atau 7 menit 18 detik. Waktu tercepat
pada proses ini adalah 148,26 detik atau 2 menit 28 detik dan waktu terlamanya
adalah 1364,29 detik atau 22 menit 44 detik.
Tahap yang ke lima adalah pengecekan. Delay pengecekan rata-rata
selama 164,79 detik atau 2 menit 44 detik dengan nilai tengah 37,77 detik, dan
standar deviasi 298,31 detik atau 4 menit 58 detik. Waktu tercepat pada delay
pengecekan 0 detik karena tidak terjadi delay dan waktu terlama adalah 696,89
detik atau 11 menit 36 detik. Kemudian proses pengecekan waktu rata-ratanya
adalah 272,19 detik atau 4 menit 32 detik, dengan nilai tengah 104,60 detik atau
1 menit 44 detik, standar deviasi 263,42 detik atau 4 menit 23 detik, dengan
waktu tercepat 44,54 detik dan waktu terlama adalah 621,02 detik atau 10 menit
21 detik.
Tahap yang ke enam adalah penyerahan. Delay penyerahan rata-rata
selama 130,31 detik atau 2 menit 10 detik, dengan nilai tengah 55,18 detik, dan
standar deviasi 182,96 detik atau 3 menit 2 detik. Waktu tercepat pada delay
penyerahan 10,07 detik dan waktu terlama adalah 466,67 detik atau 7 menit 46
detik. Kemudian proses penyerahan waktu rata-ratanya adalah 36,42 detik dengan
nilai tengah 36,85 detik, standar deviasi 12,44 detik, dengan waktu tercepat 23,45
detik, dan waktu terlama adalah 48,80 detik.
Jadi, rata-rata total waktu yang dibutuhkan untuk pelayanan resep racikan
yang sesuai SOP di Yanmasum Farmasi aSskes RSPAD Gatot Soebroto adalah
3468,78 detik atau 57,8 menit.
Untuk resep racikan yang tidak sesuai SOP memerlukan waktu lebih lama
pada proses penyerahan karena pasien tidak menunggu di Yanmasum Farmasi
Askes dan mengambil obatnya beberapa jam kemudian. Artinya, ketika petugas
selesai memanggil pasien untuk menyerahkan obat, pasien tidak ada di tempat
tunggu sehingga menambah waktu tunggu yang tercatat. Rata-rata waktu yang
dibutuhkan dari mulai resep masuk ke Yanmasum Farmasi Askes sampai obat
diterima oleh pasien pada resep racikan non SOP adalah 6,9 jam padahal rata-rata
waktu yang dibutuhkan dari resep masuk sampai petugas memanggil pasien hanya
43 menit 57 detik.
Universitas Indonesia
yang sakit ibu saya usianya 70 tahun mba, karena sudah tua juga, dan
capek sudah kesiangan sudah berobat dari pagi..udah nggak
kuat,sehingga resep nggak ditungguin..saya juga tidak bisa mengambil
resep.. Baru bisa mengambilnya hari senin
Wahh..lama saya nunggunya bisa sampai 3-4 jam saya nunggu.. Ibu saya
tuh kalau berobat selalu di tinggal resepnya, karena..kalau hari-hari kerja
gini lama pelayanannya jadi kami nggak bisa nunggu lama..kadang ibu
saya, baru selesai jam12 berobat, baru mulai masukin resep jam1, nanti
selesai 3-4 jam jam5 baru selesai, sedangkan saya rumahnya jauh
(Cililitan)
Karena hampir setiap bulan ya,, saya sudah berjalan 5 tahun berobat
disini jadinya yaa menunggu aja, sedapetnya, sedipanggilnya aja. Yaa
kepengennya sih lebih cepat karena menunggu lama apalagi kalo bawa
bapak-bapak itu lagi sakit gitu. Kadang pernah saya tinggal, besok atau
sorenya baru saya ambil karena nunggu kelamaan.
Pelayanan resep non racikan untuk pasien Askes terdapat obat-obat yang
memerlukan protokol yang harus diverifikasi oleh pihak Askes di Yanmasum
Farmasi Askes. Obat-obat tang memerlukan protokol ini disebut obat khusus,
misalnya insulin, albumin, dan obat kanker. Pelayanan resep yang menggunakan
protokol ini pun mengikuti alur yang sama dengan alur pelayanan resep non
racikan sesuai prosedur yaitu penomoran, verifikasi, penulisan etiket, dispensing,
pengecekan, dan penyerahan obat pada pasien. Akan tetapi, pada proses verifikasi
waktu yang dibutuhkan lebih lama karena ada beberapa data tambahan yang
harus diinput dan dicek sebelum kemudian dilanjutkan ke proses yang
berikutnya.
Tahap penomoran resep yang memerlukan protokol terjadi delay dengan
waktu rata-rata 11,10 detik dan prosesnya 26,45 detik. Delay pada tahap
Universitas Indonesia
penomoran terjadi karena adanya penumpukkan resep ataupun antrian pasien pada
loket. Resep yang memerlukan protokol mengalami delay dan proses verifikasi
yang lebih lama dibandingkan resep lainnya yaitu dengan rata-rata delay 327,11
detik atau sekitar 5 menit 27 detik dan rata-rata prosesnya 422,78 detik atau
sekitar 7 menit 2 detik. Hal ini dikarenakan perlu adanya verifikasi tambahan dari
pihak Askes sehingga terjadi delay dan proses berulang yaitu verifikator dari
pihak Askes dan pihak Yanmasum Farmasi. Menurut wawancara dengan petugas
verifikator resep yang memerlukan protokol disampaikan saran sebaiknya dokter
dalam menulis resep mencantumkan nama, dosis dan signa obat yang lengkap.
Lamanya kan yang nggak numpuk, yang ngga sampe setengah jam gitu. Dari
ruangan atau dari polinya, paling nggak kan resep udah harus lengkap gitu yah?
Iya, kadang kan ada nih, permintaan kaya gini, plavix tapi ngga ada
diagnosanya, udah nyampe ke saya, kadang-kadang kan lolos jadi ga dibikin?...
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Lamanya proses ini karena pasien tidak
langsung mengambil obat. Pasien tidak menunggu di ruang tunggu dan umumnya
pasien kembali untuk mengambil obat beberapa jam kemudian. Jika pasien
menunggu dan langsung mengambil obatnya maka seharusnya proses tersebut
maka waktu pelayanan yang sesuai standar adalah 56% sedangkan yang tidak
sesuai standar adalah 44% seperti yang terlihat pada kolom Non Racik Non SOP*
di Tabel 4.7.
Waktu pelayanan resep racik yang sesuai SOP di Yanmasum Farmasi
Askes yang sesuai dengan standar adalah 57% sedangkan yang tidak sesuai adalah
42% seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tingginya persentase pelayanan
resep yang tidak memenuhi standar ini disebabkan pada proses delay etiket yang
lama yaitu dengan mean 2613,54 detik atau 43 menit 33 detik dan delay racik
yaitu dengan mean 650,98 detik atau 10 menit 50 detik serta proses racik 666,11
detik atau 11 menit 6 detik seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.3. Lamanya
delay ini karena keterbatasan SDM pada dua titik alur pelayanan resep.
Waktu pelayanan resep non racik yang tidak sesuai SOP di Yanmasum
Farmasi Askes yang sesuai dengan standar adalah 25% sedangkan yang tidak
sesuai adalah 75% seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tingginya persentase
pelayanan resep yang tidak memenuhi standar ini disebabkan pada proses delay
etiket yang lama yaitu dengan mean 454,25 detik atau 7 menit 34 detik dan
delay racik yaitu dengan mean 735,92 detik atau 12 menit 15 detik serta proses
racik 603,83 detik atau 10 menit 3 detik, selain itu pada proses penyerahan
22205,28 detik atau sekitar 6 jam seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Lamanya delay dan proses ini karena keterbatasan SDM pada dua titik alur
pelayanan resep serta pasien tidak menunggu di ruang tunggu untuk mengambil
obat, umumnya pasien kembali untuk mengambil obat beberapa jam kemudian.
Jika pasien menunggu dan langsung mengambil obatnya maka waktu pelayanan
yang sesuai standar adalah 75% sedangkan yang tidak sesuai standar adalah 25%
seperti yang terlihat pada kolom Racik Non SOP* di Tabel 4.7
Waktu pelayanan resep non racik yang memerlukan protokol di
Yanmasum Farmasi Askes yang sesuai dengan standar adalah 25% sedangkan
yang tidak sesuai adalah 75% seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tingginya
Universitas Indonesia
persentase pelayanan resep yang tidak memenuhi standar ini disebabkan delay
dispensing yaitu 698,99 detik atau 11 menit 38 detik, dan delay pengecekan
yaitu 850,47 detik atau 14 menit 10 detik seperti yang dapat dilihat pada Tabel
4.5. Lamanya delay dan proses ini karena keterbatasan SDM pada dua titik alur
pelayanan resep serta pada resep yang memerlukan protokol maka perlu ada
proses verifikasi tambahan dari pihak Askes sehingga memerlukan waktu lebih
untuk proses verifikasi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan antara jenis resep
dengan waktu pelayanan resep, yaitu jenis resep obat racikan mempunyai
pelayanan yang lebih lama. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa jenis resep obat racikan membutuhkan waktu yang lama
karena harus menghitung, menimbang, mengambil, berapa banyak obat yang
diperlukan sesuai dengan dosis maksimum yang diperbolehkan serta harus
memperhatikan dalam mencampur sifat dan jenis bahan obat. Bagian ini
memerlukan tenaga yang berlatar belakang pendidikan farmasi kecuali dengan
pengalaman kerja yang lama dapat mengerjakan jenis resep obat racikan yang
telah sering dilihat dan dikerjakan oleh petugas.
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Rata-rata lama waktu tunggu resep pasien rawat jalan yang sesuai SOP di
Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto untuk jenis resep obat non
racikan adalah 41 menit (>30 menit) sehingga belum memenuhi Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit sesuai pada Kepmenkes RI Nomor
129/Menkes/SK/II/2008, sedangkan rata-rata lama waktu tunggu resep obat
racikan telah memenuhi standar yaitu 57,82 menit (<60 menit).
5.2 Saran
a. Untuk mengurangi waktu delay dan proses pengecekan maka sebaiknya
pengemasan obat dilakukan saat dispensing.
b. Dengan bertambahnya jobdesk petugas dispensing obat maka pada tahap
ini memerlukan petugas 2 orang, sehingga petugas peracikan hanya 1
orang.
c. Untuk memperluas moving space di ruang Yanmasum Farmasi Askes
sebaiknya ukuran tempat sampah diperkecil dan dilakukan pembuangan
sampah secara berkala serta petugas pembuang sampah pada tempatnya.
d. Untuk mempersingkat delay pengecekan alur resep di Yanmasum Farmasi
Askes kami menyarankan perubahan, yakni penulisan etiket dilakukan
setelah proses dispensing.
31 Universitas Indonesia
PT Askes, 2004, Pedoman Bagi Peserta ASKES Sosial, PT. (PERSERO) Asuransi
Kesehatan Indonesia, Jakarta.
Mobach, Mark P. Consumer Behaviour in The Waiting Area Feb. 2005. Springer
Science Business Media. Springerlink Direct. Perpustakaan Universitas
Indonesia, Depok. 20 oktober 2010. (www.springerlink.com)
32 Universitas Indonesia
Ritung M., 2003. Lama Waktu Pelayanan Resep Racikan Khusus Hari Sabtu Di
Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSIA Hermina Bekasi Tahun 2003.
Program Pascasarjana FKMUI : Depok
Saleha, S. dan Satrianegara, M.F., 2009, Buku Ajar Organisasi dan Manajemen
Pelayanan Kesehatan serta Kebidanan, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Sulastomo, 1997. Asuransi Kesehatan dan Madaged Care, PT (Persero) Asuransi
Kesehatan Indonesia, Jakarta.
Wongkar L., 2001. Analisis Waktu Pelayanan Pengambilan Obat Di Apotek
Kimia Farma Kota Pontianak Tahun 2000. Program Pascasarjanan
FKMUI : Depok
Yulia Y., 1996. Analisis Alokasi Waktu Kerja Dan Hubungannya Dengan
Kualitas Pelayanan Resep Di Instalasi Farmasi RSU PMI Bogor. Program
Pascasarjanan FKMUI : Depok.
Universitas Indonesia
34 Universitas Indonesia
35 Universitas Indonesia
1 148 Senin Ny Epon 0.00 0.53 2.01 1.85 7.50 2.09 9.50 1.67 19.89 4.07 2.03 1.04 SOP 52.17 23.07
2 193 Senin Ny Dolly 0.00 0.42 3.92 0.96 3.96 0.09 7.91 1.21 15.59 0.36 0.67 1.61 SOP 36.70 68.31
3 222 Senin Tn Endang 0.00 0.62 0.38 2.79 0.00 1.48 0.77 0.93 3.04 2.22 0.44 0.86 SOP 13.51 93.40
4 208 Senin Ny Masitoh 0.00 0.63 2.75 0.75 7.88 0.63 1.52 1.40 3.83 1.16 1.12 0.80 SOP 22.47 48.23
5 145 Senin Ny Tuti 0.00 0.31 0.80 0.56 14.90 0.48 19.99 1.02 8.32 0.55 1.70 0.19 SOP 48.81 14.76
6 124 Senin Ny Supartini 0.00 0.50 11.77 1.54 22.45 0.64 16.36 0.47 8.59 2.10 0.45 1.23 SOP 66.10 30.09
7 177 Senin Ny Amsiyah 0.00 0.91 0.72 3.12 3.62 2.00 10.34 2.04 0.51 5.00 2.07 0.50 SOP 30.84 41.52
8 205 Senin Ny Sofia 0.00 0.68 2.86 0.96 2.58 1.02 5.88 0.34 2.78 1.26 1.83 0.21 SOP 20.41 40.06
9 179 Selasa Ny Saroha 0.00 0.34 0.58 0.82 4.09 0.70 1.32 2.18 1.72 1.27 0.61 0.43 SOP 14.07 19.01
10 211 Selasa Ny Siti Hindun 0.00 1.44 0.34 1.90 2.51 2.34 0.53 1.79 5.17 5.01 0.00 0.80 SOP 21.82 8.35
11 130 Selasa Ny Ellisabeth 0.00 0.38 7.04 0.79 17.48 0.52 22.77 1.04 8.02 0.48 2.67 0.63 SOP 61.82 47.30
12 185 Selasa Ny Sukiyati 0.00 0.36 2.99 1.78 6.28 0.89 14.38 0.57 25.48 1.36 2.15 2.90 SOP 59.16 30.57
13 212 Selasa Tn KJ Sihombing 0.91 1.21 4.38 1.34 16.61 0.24 2.51 0.57 9.18 0.90 1.22 0.54 SOP 39.60 23.71
14 159 Selasa Tn Hasbullah 0.00 0.32 1.86 0.63 1.22 1.31 1.87 0.91 5.89 1.25 0.75 0.88 SOP 16.90 18.09
15 166 Selasa Ny Saripah 3.39 0.35 2.92 1.41 2.92 0.69 2.91 0.04 0.26 1.18 0.92 0.89 SOP 17.88 23.54
16 124 Selasa Tn Amiludin 0.00 0.06 1.79 0.92 4.70 0.58 0.08 0.33 2.57 0.64 7.57 1.30 SOP 20.55 23.91
17 133 Selasa Ny Husma 0.00 0.48 0.47 1.60 1.99 1.10 1.01 0.81 3.41 2.17 0.33 0.46 SOP 13.84 26.73
18 148 Selasa Ny Widiastuti 0.00 0.53 0.35 0.93 1.60 0.31 1.24 0.27 0.30 0.98 0.29 0.72 SOP 7.52 17.07
19 158 Selasa Ny Entin 0.12 0.19 0.92 0.80 0.13 2.17 4.62 0.40 5.53 1.93 4.88 0.95 SOP 22.64 66.93
20 220 Selasa Ny Praptiningsih 0.00 0.57 1.37 1.05 5.70 1.17 6.19 0.25 2.08 0.94 2.10 0.26 SOP 21.68 39.13
22 106 Selasa Ny Lioke 0.23 0.13 3.12 1.24 3.43 1.24 4.20 0.76 0.00 0.19 4.12 0.91 SOP 19.57 16.31
23 135 Selasa Ny Lies 0.00 0.60 0.57 1.70 0.28 0.82 0.70 0.05 1.66 0.50 1.61 0.61 SOP 9.12 19.54
24 185 Selasa Ny Sudini 1.24 0.67 0.53 1.43 8.95 1.25 2.78 3.22 0.61 2.35 0.39 0.59 SOP 24.02 30.60
25 181 Selasa Ny Muhamah 0.30 0.25 2.01 1.04 0.94 1.58 22.33 2.00 11.98 1.69 4.15 0.24 SOP 48.50 6.41
26 206 Selasa Ny St aimah 0.00 0.63 1.55 2.27 0.00 3.26 5.90 1.69 6.20 3.03 5.86 0.73 SOP 31.12 19.60
27 107 Rabu Tn Mirun 0.58 0.45 3.25 0.74 0.74 4.57 14.12 0.46 25.16 1.52 2.79 2.45 SOP 56.83 19.22
28 156 Rabu Ny Surati 0.38 0.49 5.31 0.55 17.24 1.94 16.67 0.58 9.71 0.47 3.26 3.07 SOP 59.66 14.23
29 212 Rabu Tn Ngadiman 0.00 1.07 2.83 2.02 4.11 1.88 24.05 1.98 13.54 2.06 0.60 2.87 SOP 57.02 17.97
30 135 Rabu Tn Hardiansyah 0.00 0.29 12.83 0.81 21.06 1.29 11.43 0.42 3.52 1.26 0.98 0.65 SOP 54.52 69.69
187 & 188 Rabu Tn Yohanes & Ny Maria
31 0.00 0.95 0.72 3.42 23.11 6.23 26.84 1.94 14.30 5.75 0.40 1.16 SOP 84.83 53.91
32 215 Rabu Ny Sawiyem 0.00 0.30 1.26 0.92 2.12 0.35 27.48 0.38 0.21 1.18 0.13 0.42 SOP 34.75 12.30
33 108 Rabu Ny Tumisem 0.00 0.81 2.41 2.15 3.49 1.79 5.22 0.54 25.92 0.65 0.99 3.58 SOP 47.55 61.26
34 154 Rabu Tn Uum/kasidiono 0.00 0.89 0.00 12.20 6.94 5.42 1.07 3.06 14.92 9.25 2.02 0.96 SOP 56.74 50.75
35 138 Rabu Tn Munanto 0.26 0.25 12.71 2.83 21.77 0.76 12.83 0.43 10.28 1.69 0.53 0.84 SOP 65.17
36 109 Rabu Tn Hadi Martoyo 1.42 0.33 6.48 6.52 1.52 5.42 6.77 1.78 23.76 3.84 6.67 0.48 SOP 64.99
37 213 Rabu Ny Ina 1.04 0.08 0.25 0.88 1.56 2.21 0.00 1.01 1.30 1.12 0.00 0.22 SOP 9.65
38 104 Rabu Ny Siti Aminah 0.22 0.25 3.61 0.68 4.24 1.63 7.35 0.47 24.19 2.29 6.75 0.58 SOP 52.28
39 214 Rabu Tn Joko 0.00 1.39 2.43 1.01 4.78 2.17 2.18 1.29 14.38 3.69 0.70 0.15 SOP 34.17
40 140 Rabu Tn Agus 1.05 0.18 17.32 3.03 13.81 1.27 13.59 0.75 12.52 2.10 0.50 1.27 SOP 67.39
41 223 Rabu Tn Musbar 0.13 1.16 1.75 1.44 3.91 1.12 10.83 0.59 13.42 1.83 0.03 4.19 SOP 40.39
42 161 Rabu Ny Kartini 0.00 0.42 0.00 2.65 19.78 0.45 6.07 1.17 17.53 0.37 2.89 1.53 SOP 52.87
43 206 Rabu Ny Lina 0.36 0.58 0.35 1.00 11.27 0.44 3.27 1.58 15.77 1.69 2.99 1.18 SOP 40.49
44 118 Kamis Tn B Budi 0.92 0.33 23.96 2.44 19.76 0.82 31.52 0.74 31.52 1.02 0.67 0.47 SOP 114.19
45 182 Kamis Tn Kemal 2.99 0.58 0.87 3.63 2.05 3.64 29.45 1.69 23.87 7.95 6.29 0.68 SOP 83.70
47 191 Kamis Tn Mirta 0.00 2.61 0.90 2.63 11.28 1.42 38.83 1.20 22.40 5.96 1.59 0.46 SOP 89.26
48 121 Kamis Ny Mujiani 0.00 0.80 3.98 0.97 5.77 1.85 23.91 1.80 5.75 1.25 0.13 0.77 SOP 46.99
49 125 Kamis Tn J Soepapto 0.17 0.21 4.81 1.98 4.79 3.20 48.62 0.85 8.78 4.68 2.92 0.73 SOP 81.75
50 162 Kamis Ny Rosmini 1.53 1.08 6.44 0.52 11.55 0.71 36.49 0.24 21.46 1.58 0.74 0.32 SOP 82.65
51 233 Kamis Tn Suparno 0.62 0.38 0.15 1.24 13.48 0.64 12.60 0.75 19.24 1.02 6.02 0.38 SOP 56.52
52 120 Kamis Ny Julaiha 0.20 0.23 19.70 1.36 20.49 0.20 22.03 0.15 11.17 0.71 2.26 0.36 SOP 78.86
53 171 Kamis Ny Oneng R 0.24 0.37 2.15 3.15 7.59 1.42 39.03 3.54 18.95 0.59 6.33 0.12 SOP 83.50
54 124 Kamis Ny murdiah 0.00 0.91 5.10 0.89 0.00 0.41 27.78 0.03 1.10 0.32 5.44 1.26 SOP 43.24
55 184 Kamis Ny Aida 0.00 1.14 0.20 0.75 16.37 0.37 37.63 0.40 26.06 0.77 4.42 1.28 SOP 89.41
56 243 Kamis Ny Supriaty 3.35 0.10 1.71 3.30 3.02 2.73 4.59 2.37 1.89 4.27 6.14 1.00 SOP 34.45
57 119 Kamis Tn Nananng 0.52 0.62 23.13 6.44 15.56 4.03 18.52 3.71 28.40 3.11 2.12 0.32 SOP 106.50
58 126 Jumat Tn Tatang Subari 0.55 0.20 0.36 1.41 0.00 1.07 2.37 1.67 1.78 0.87 0.76 0.42 SOP 11.46
59 102 Jumat Tn Mirta 0.00 0.84 0.19 0.87 1.20 0.14 0.00 0.42 2.14 1.46 2.81 0.73 SOP 10.81
Ny Sugimah & Tn Warsimin
60 109 Jumat 0.00 0.51 2.61 1.96 3.73 5.10 2.42 0.98 12.06 3.52 2.33 1.93 SOP 37.15
61 114 Jumat Ny Leli Jamil 0.00 1.40 0.28 0.92 0.52 0.71 0.00 0.29 0.00 2.49 1.75 0.99 SOP 9.35
62 116 Jumat Ny Suprihatin 0.00 0.20 0.00 0.73 0.89 1.13 0.00 0.41 0.00 1.35 0.17 2.82 SOP 7.70
63 207 Jumat Ny Tuty 0.00 3.00 3.51 1.63 3.30 1.73 9.09 1.80 13.04 4.43 4.20 1.85 SOP 47.58
64 90 Jumat Tn M. Soleh 0.33 0.28 5.00 1.14 1.06 1.13 0.59 0.58 1.94 0.40 4.28 0.55 SOP 17.28
65 109 Jumat Ny Murniati 0.00 0.33 0.08 0.94 4.32 0.40 6.54 0.94 7.79 0.63 6.02 0.56 SOP 28.56
66 124 Jumat Tn Yunus S 0.34 0.68 0.86 2.03 0.16 0.43 2.33 0.80 0.00 0.15 1.58 1.22 SOP 10.60
67 107 Jumat Ny Ayuning 0.24 0.30 3.44 0.79 0.24 0.29 0.00 0.49 0.00 1.15 4.07 0.40 SOP 11.40
68 115 Jumat Ny Rita 0.00 0.44 1.05 0.98 0.17 0.94 2.54 0.60 0.00 3.66 0.13 0.17 SOP 10.68
69 95 Jumat Tn M Saman 0.00 0.63 0.39 0.81 0.22 1.67 0.00 0.32 1.00 1.63 1.58 0.59 SOP 8.83
70 117 Jumat Ny Daryati 0.00 0.57 1.20 0.65 0.00 0.34 0.00 0.68 0.00 0.50 0.90 0.44 SOP 5.28
MEAN 0.33 0.61 3.56 1.79 6.88 1.53 10.96 1.05 9.32 2.07 2.30 0.96 41.36 38.52
MEDIAN 0.00 0.49 1.86 1.26 3.96 1.13 6.07 0.80 6.20 1.36 1.70 0.73 39.60 34.17
ST DEV 0.72 0.50 5.13 1.70 7.39 1.36 12.06 0.82 8.89 1.84 2.06 0.84 26.98 25.42
MIN 0.00 0.06 0.00 0.52 0.00 0.09 0.00 0.03 0.00 0.15 0.00 0.12 5.28 5.28
MAX 3.39 3.00 23.96 12.20 30.31 6.23 48.62 3.71 31.52 9.25 7.57 4.19 114.19 114.19
Nn Adinda nur
1 218 Senin Safira 0.00 0.61 0.00 1.09 4.03 0.29 0.00 1.44 0.00 0.09 0.80 300.13 non SOP 308.47 8.35
2 149 Senin Ny Suyati 0.00 0.64 2.00 1.18 6.08 1.02 1.74 0.57 19.81 1.63 16.09 57.00 non SOP 107.75 50.75
3 235 Senin Ny Maria 0.00 1.06 0.00 2.32 0.00 1.53 0.39 1.73 0.00 0.65 4.96 0.00 non SOP 12.64 12.64
4 182 Senin Ny Sumiyem 0.00 0.37 3.76 1.57 1.58 6.74 2.21 11.58 1.96 5.88 4.40 0.42 non SOP 40.48 40.06
5 209 Selasa Tn Nurdin 1.38 0.63 0.00 0.76 7.99 1.67 0.00 0.30 0.00 0.16 3.42 35.00 non SOP 51.31 16.31
6 216 Selasa Ny Sudarmila 0.02 0.37 1.07 2.17 0.39 3.57 1.49 1.34 5.23 3.56 0.33 27.00 non SOP 46.54 19.54
7 111 Selasa Ny Basari 0.00 0.27 2.20 1.15 2.10 1.39 3.65 0.78 2.29 1.10 3.04 120.00 non SOP 137.97 17.97
Ny Rustini &
8 192 Selasa Tn Sutono 0.00 1.47 0.47 4.92 0.19 7.24 2.29 3.20 2.63 6.02 1.67 191.00 non SOP 221.09 30.09
Tn Asra
9 214 Selasa Alimansyah 0.00 0.31 0.60 3.62 0.61 2.90 0.32 2.85 1.29 6.64 3.93 1406.00 non SOP 1429.07 23.07
10 189 Selasa Ny Suhaeni 0.00 0.62 0.63 1.74 0.00 0.54 11.39 0.25 29.13 0.81 2.20 1140.35 non SOP 1187.65 47.30
Tn
Buchori/Rosma
11 214/215 Selasa ni 0.00 0.97 3.06 3.19 14.12 2.62 3.50 3.51 5.92 6.24 1.55 1020.52 non SOP 1065.20 44.69
12 107 Selasa Ny Siti Hainah 0.17 0.10 1.91 2.61 1.82 1.05 1.96 2.26 2.43 2.04 3.25 19.00 non SOP 38.60 19.60
13 133 Selasa Tn M Kaligis 1.76 0.16 4.22 0.54 17.43 1.37 23.24 1.87 3.58 0.89 6.22 240.00 non SOP 301.26 61.26
Ny Rinding
14 186 Selasa Simanjuntak 0.00 0.32 2.47 2.00 0.94 3.28 23.98 1.34 11.13 2.67 0.11 155.00 non SOP 203.23 48.23
Tn Sumantri
15 171 Rabu Anggadi 0.00 0.60 1.37 0.86 9.59 0.84 0.00 0.63 0.00 0.87 0.00 0.72 non SOP 15.48 14.76
Ny Mira
16 189 Rabu Sumirah 0.43 0.37 10.23 10.23 16.10 1.00 0.61 1.44 23.21 1.05 2.25 1.08 non SOP 68.01 66.93
17 197 Rabu Tn Djuwito 0.00 0.13 2.26 1.49 19.42 0.84 28.16 0.72 0.00 0.89 0.00 0.50 non SOP 54.41 53.91
0.39 0.19 4.04 4.21 18.98 1.32 18.59 2.33 9.34 0.00 2.45 0.08 1200.14 1262.06 61.91
143 Selasa Ny Danu Purwati non SOP
0.17 0.35 1.79 0.99 10.68 0.28 5.17 0.44 12.19 0.00 0.44 2.85 7.00 42.35 35.35
183 Selasa Ny Federika non SOP
0.00 0.28 3.77 3.37 0.22 1.67 21.92 2.79 10.26 1.46 0.89 1.44 33.00 81.06 48.06
106 Jumat Ny Yuli non SOP
0.14 0.30 2.47 3.73 7.57 1.16 12.27 3.04 10.06 1.01 1.10 1.09 370.09 414.04 43.95
MEAN
0.09 0.32 2.78 3.79 5.54 1.35 11.88 2.56 9.80 0.73 0.76 0.76 136.60 175.88 41.70
MEDIAN
0.18 0.09 1.78 2.22 9.04 0.61 9.36 2.59 1.59 1.25 0.92 1.34 563.12 574.08 14.08
ST DEV
0.00 0.19 0.27 0.99 0.22 0.28 3.38 0.44 8.48 0.00 0.44 0.00 7.00 42.35 30.49
MIN
0.39 0.39 4.04 6.36 18.98 1.67 21.92 6.62 12.19 2.58 2.45 2.85 1200.14 1262.06 61.91
MAX