Anda di halaman 1dari 37

Visi

Pada tahun 2028 menghasilkan perawat yang unggul dalam penerapan ketrampilan
keperawatan lansia berbasis IPTEK keperawatan.

PENDOKUMENTASIAN DI AREA PERAWATAN KHUSUS


AREA PERAWATAN KRITIS : INTENSIF CARE
Mata Kuliah : Dokumentasi Keperawatan

Disusun oleh:
Kelompok 6 / 2 Reguler C

1. Dede Adelia (P3.73.20.1.19.087)


2. Farah Yandika Sari (P3.73.20.1.19.095)
3. Istiqomah Noor .R. (P3.73.20.1.19.101)
4. Mila Febrina (P3.73.20.1.19.107)
5. Safira Akhwat (P3.73.20.1.19.113)

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-NYA, sehingga makalah yang berjudul “Pendokumentasian Keperawatan Kritis” ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan, untuk itu pada kesempatan ini
penulis mengucapka terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa.

2. Ibu Paula Krisanty, S.Kep., MA selaku dosen pembimbing dan pengajar mata kuliah
Dokumentasi Keperawatan di Jurusan Keperawatan Poltekkes Jakarta 3.

3. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan, baik moral maupun materil.

4. Teman-teman seperjuangan di Jurusan Keperawatan Poltekkes Jakarta 3 yang selalu

memberikan bantuan dan dukungan.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
dijadikan.Dalam penyusuan makalah ini penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca.

Bekasi, November 2020

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................4
C. Tujuan Masalah....................................................................................................................5
D. Metode Penulisan..................................................................................................................5
E. Sistematika Penulisan...........................................................................................................6
BAB II.............................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..............................................................................................................................7
A. Pengertian Dokumentasi Keperawatan.................................................................................7
B. Tujuan Dokumentasi Keperawatan.......................................................................................8
C. Prinsip-Prinsip Dokumentasi Keperawatan..........................................................................9
D. Manfaat Dokumentasi Keperawatan.....................................................................................9
E. Teknik Pencatatan Dokumentasi Asuhan Keperawatan.....................................................10
F. Pengertian Keperawatan Kritis...........................................................................................12
G. Prinsip Keperawatan Kritis.................................................................................................13
H. Peran dan Fungsi Perawat Kritis.........................................................................................13
I. Kolaborasi Tim Keperawatan Kritis...................................................................................14
J. Definisi ICU........................................................................................................................15
K. Fungsi dan Tujuan ICU......................................................................................................16
L. Jenis-Jenis ICU...................................................................................................................17
M. Indikasi Masuk Dan Keluar ICU....................................................................................19
N. Alur Pelayanan ICU............................................................................................................20
O. Karakteristik Perawat ICU..................................................................................................21
P. Dokumentasi Keperawatan Kritis.......................................................................................21
Q. Proses Keperawatan Kritis..................................................................................................25
R. Format Pendokumentasian Keperawatan Kritis.................................................................27
BAB III..........................................................................................................................................35

3
PENUTUP.....................................................................................................................................35
A. SIMPULAN........................................................................................................................35
B. SARAN...............................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................36

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasien kritis dengan perawatan di ruang ICU (Intensive Care Unit) memiliki
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Mengenali ciri-ciri dengan cepat dan
penatalaksanaan dini yang sesuai pada pasien beresiko kritis atau pasien yang berada
dalam keadaan kritis dapat membantu mencegah perburukan lebih lanjut dan
memaksimalkan peluang untuk sembuh (Gwinnutt, 2006 dalam Jevon dan Ewens,
2009).Comprehensive Critical Care Department of Health-Inggris merekomendasikan
untuk memberikan perawatan kritis sesuai filosofi perawatan kritis tanpa batas (critical
care without wall), yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi di manapun pasien
tersebut secara fisik berada di dalam rumah sakit (Jevon dan Ewens, 2009). Hal ini
dipersepsikan sama oleh tim pelayanan kesehatan bahwa pasien kritis memerlukan
pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring penilaian setiap tindakan yang
dilakukan.Dengan demikian pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh
karena dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau terjadinya
penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2007).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Dokumentasi Keperawatan?
2. Apa Tujuan Dokumentasi Keperawatan?
3. Apa Prinsip-Prinsip Dokumentasi Keperawatan?
4. Apa Manfaat Dokumentasi Keperawatan?
5. Apa Teknik Pencatatan Dokumentasi Asuhan Keperwatan?
6. Apa Pengertian Keperawatan Kritis?
7. Apa Prinsip Keperawatan Kritis?
8. Apa Peran dan Fungsi Perawat Kritis?
9. Bagaimana Kolaborasi Tim Keperawatan Kritis?
10. Apa Definisi ICU?

5
11. Apa Fungsi dan Tujuan ICU?
12. Apa Jenis-Jenis ICU?
13. Apa Indikasi Masuk Dan Keluar ICU?
14. Apa Alur Pelayanan ICU?
15. Apa Karakteristik Perawat ICU?
16. Apa Dokumentasi Keperawatan Kritis?
17. Bagaimana Proses Keperawatan Kritis?
18. Apa Format Pendokumentasian Keperawatan Kritis?

C. Tujuan Masalah
Tujuan penukisan makalah ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui Pengertian Dokumentasi Keperawatan
2. Mahasiswa dapat mengetahui Tujuan Dokumentasi Keperawatan
3. Mahasiswa dapat mengetahui Prinsip-Prinsip Dokumentasi Keperawatan
4. Mahasiswa dapat mengetahui Manfaat Dokumentasi Keperawatan
5. Mahasiswa dapat mengetahui Teknik Pencatatan Dokumentasi Asuhan Keperwatan
6. Mahasiswa dapat mengetahui Pengertian Keperawatan Kritis
7. Mahasiswa dapat mengetahui Prinsip Keperawatan Kritis
8. Mahasiswa dapat mengetahui Definisi ICU
9. Mahasiswa dapat mengetahui Fungsi dan Tujuan ICU
10. Mahasiswa dapat mengetahui Jenis-Jenis ICU
11. Mahasiswa dapat mengetahui Indikasi Masuk Dan Keluar ICU
12. Mahasiswa dapat mengetahui Alur Pelayanan ICU
13. Mahasiswa dapat mengetahui Karakteristik Perawat ICU
14. Mahasiswa dapat mengetahui Dokumentasi Keperawatan Kritis
15. Mahasiswa dapat mengetahui Proses Keperawatan Kritis
16. Mahasiswa dapat mengetahui Format Pendokumentasian Keperawatan Kritis

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah penulis memilih dengan mencari buku elektronik yang
menyangkut tentang Pendokumentasian Di Area Perawatan Khusus Area Perawatan

6
Kritis: Intensive Care dan mencari data mengenai kasus tersebut dari media komunikasi
elektronik yakni internet. Kemudian kami mengolah data dengan cara memilih data yang
sesuai dan mendekati kebenaran.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode
pemecahan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II PEMBAHASAN
Terdiri dari Pengertian, Konsep, Proses, Peran, Fungsi, Klasifikasi, Respon Klien,
Respon Perawat, Ruang Lingkup, Analisa, Format dan Pendokumentasian Keperawatan
Kritis.
BAB III PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan dan saran.

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang
dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang (Potter dan
Perry, 2002).
Dokumentasi secara umum merupakan suatu catatan otentik atau semua warkat asli
yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum, sedangkan
dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki
perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan klien,
perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar
komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat
(Hidayat, 2002).
Dokumentasi merupakan bagian integral proses keperawatan, bukan sesuatu yang
berbeda dari metode problem solving. Dokumentasi proses keperawatan mencakup
pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, tindakan, dan evaluasi terhadap klien
(Nursalam, 2009).

Pengertian lain dokumentasi asuhan keperawatan adalah sebagai berikut:

1. Suatu dokumen atau catatan yang berisi data tentang keadaan pasien yang dilihat tidak
saja dari tingkat kesakitan, akan tetapi juga dilihat dari jenis, kualitas dan kuantitas
dari layanan yang telah diberikan perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien (Ali,
2010).
2. Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat dimulai dari proses pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana tindakan, tindakan keperawatan dan evaluasi yang
dicatat baik berupa elektronik maupun manual serta dapat dipertanggungjawabkan
oleh perawat.

8
B. Tujuan Dokumentasi Keperawatan

Menurut Nursalam (2001), tujuan utama dari dokumentasi keperawatan adalah:


a. Mengkonfirmasikan data pada semua anggota tim kesehatan.
b. Memberikan bukti untuk tujuan evaluasi asuhan keperawatan.
c. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat.
d. Sebagai metode pengembangan ilmu keperawatan.
Menurut Serri (2010), tujuan dokumentasi keperawatan adalah:
a. Sebagai bukti kualitas asuhan keperawatan.
b. Bukti legal dokumentasi sebagai pertanggungjawaban perawat kepada klien.
c. Menjadi sumber informasi terhadap perlindungan individu.
d. Sebagai bukti aplikasi standar praktik keperawatan.
e. Sebagai sumber informasi statistik untuk standar dan riset keperawatan.
f. Dapat mengurangi biaya informasi terhadap pelayanan kesehatan.
g. Sumber informasi untuk data yang harus dimasukkan dalam dokumen keperawatan
yang lain sesuai dengan data yang dibutuhkan.
h. Komunikasi konsep risiko asuhan keperawatan.
i. Informasi untuk peserta didik keperawatan.
j. Menjaga kerahasiaan informasi klien.
k. Sebagai sumber data perencanaan pelayanan kesehatan di masa yang akan datang.
Menurut Isti (2009), tujuan utama dokumentasi keperawatan adalah:
a. Sebagai sarana komunikasi.
b. Sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat.
c. Sebagai informasi statistik.
d. Sebagai sarana pendidikan.
e. Sebagai sumber data penelitian.
f. Sebagai jaminan kualitas pelayanan kesehatan.
g. Sebagai sumber data perencanaan asuhan keperawatan berkelanjutan.

9
C. Prinsip-Prinsip Dokumentasi Keperawatan

Dalam membuat dokumentasi harus memperhatikan aspek-aspek keakuratan data,


breafity (ringkas), dan legality (mudah dibaca). Adapun prisip-prinsip dalam melakukan
dokumentasi yaitu:
a. Dokumen merupakan suatu bagian integral dari pemberian asuhan keperawatan.
b. Praktik dokumentasi bersifat konsisten.
c. Tersedianya format dalam praktik dokumentasi.
d. Dokumentasi hanya dibuat oleh orang yang melakukan tindakan atau mengobservasi
langsung klien.
e. Dokumentasi harus dibuat sesegera mungkin.
f. Catatan harus dibuat secara kronologis.
g. Penulisan singkatan harus menggunakan istilah yang sudah berlaku umum dan
seragam.
h. Tuliskan tanggal, jam, tanda tangan, dan inisial penulis.
i. Catatan harus akurat, benar, komplit, jelas, ringkas, dapat dibaca, dan ditulis dengan
tinta.
j. Dokumentasi adalah rahasia dan harus disimpan dengan benar.

D. Manfaat Dokumentasi Keperawatan


Dokumentasi keperawatan mempunyai manfaat yang sangat penting dalam bidang
keperawatan. Dibawah ini merupakan manfaat dokumentasi keperawatan:
1. Hukum
Dokumentasi keperawatan dapat dijadikan sebagai bukti dalam persoalan yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien yang
bersangkutan. Bisa dipergunakan sebagai bukti persidangan.
2. Jaminan mutu (kualitas pelayanan)
Memberi kemudahan dalam menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan, sehingga
tercapai pelayanan kesehatan yang berkualitas. Bisa digunakan sebagai gambaran
kinerja/pelayanan kesehatan yang diberikan.
3. Komunikasi
dokumentasi dapat dikatakan juga sebagai alat perekam terhadap masalah terkait si
klien. Dengan adanya dokumentasi tersebut dapat menjadi alat komunikasi untuk si

10
perawat atau tim kesehatan lainnya agar dijadikan pedoman dalam memberlakukan
asuhan keperawatan.
4. Keuangan (Biaya)
Sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya perawatan klien. Bisa diprediksi secara
pasti biaya yang diperlukan serta distribusinya.
5. Pendidikan
Sebagai bahan atau referensi pembelajaran bagi peserta didik dan acuan dalam
perkembangan pendidikan tinggi keperawatan.
6. Penelitian
Sebagai bahan /objek penelitian guna perkembangan keperawatan ke arah yang lebih
baik.
7. Akreditasi

Dengan melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran dan
fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan klien. Hal ini akan bermanfaat
bagi peningkatan mutu pelayanan dan bahan pertimbangan dalam kenaikan jenjang
karir atau kenaikan pangkat.

E. Teknik Pencatatan Dokumentasi Asuhan Keperawatan


Indriono (2011) menerangkan dalam pendokumentasian ada 3 teknik, yaitu : teknik
naratif, teknik flow sheet, dan teknik checklist. Teknik tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:

1) Naratif
Bentuk naratif merupakan pencatatan tradisonal dan dapat bertahan paling lama serta
merupakan sistem pencatatan yang fleksibel. Karena suatu catatan naratif dibentuk oleh
sumber asal dari dokumentasi maka sering dirujuk sebagai dokumentasi berorientasi pada
sumber.
Sumber atau asal dokumentasi dapat di peroleh dari siapa saja, atau dari petugas
kesehatan yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi. Setiap narasumber
memberikan hasil observasinya, menggambarkan aktifitas dan evaluasinya yang unik.
Cara penulisan ini mengikuti dengan ketat urutan kejadian / kronologisnya.

11
Keuntungan pendokumentasian catatan naratif :
a. Pencatatan secara kronologis memudahkan penafsiran secara berurutan dari
kejadian dari asuhan / tindakan yang dilakukan
b. Memberi kebebasan kepada perawat untuk mencatat menurut gaya yang disukainya
c. Format menyederhanakan proses dalam mencatat masalah, kejadian perubahan,
intervensi, reaksi pasien dan outcomes.

Kelemahan pendokumentasian catatan naratif :

a. Cenderung untuk menjadi kumpulan data yang terputus-putus, tumpang tindih dan
sebenarnya catatannya kurang berarti
b. Kadang- kadang sulit mencari informasi tanpa membaca seluruh catatan atau
sebagian besar catatan tersebut
c. Perlu meninjau catatan dari seluruh sumber untuk mengetahui gambaran klinis
pasien secara menyeluruh
d. Dapat membuang banyak waktu karena format yang polos menuntun pertimbangan
hati-hati untuk menentukan informasi yang perlu dicatat setiap pasien
e. Kronologis urutan peristiwa dapat mempersulit interpretasi karena informasi yang
bersangkutan mungkin tidak tercatat pada tempat yang sama
f. Mengikuti perkembangan pasien bisa menyita banyak waktu

2) Flowsheet ( bentuk grafik)


Flowsheet memungkinkan perawat untuk mencatat hasil observasi atau pengukuran
yang dilakukan secara berulang yang tidak perlu ditulis secara naratif, termasuk data
klinik klien tentang tanda-tanda vital ( tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu), berta
badan, jumlah masukan dan keluaran cairan dalam 24 jam dan pemberian obat.
Flowsheet merupakan cara tercepat dan paling efisien untuk mencatat informasi.
Selain itu tenaga kesehatan akan dengan mudah mengetahui keadaan klien hanya dengan
melihat grafik yang terdapat pada flowsheet. Oleh karena itu flowsheet lebih sering
digunakan di unit gawat darurat, terutama data fisiologis.
Flowsheet sendiri berisi hasil observasi dan tindakan tertentu. Beragam format
mungkin digunakan dalam pencatatan walau demikian daftar masalah, flowsheet dan

12
catatan perkembangan adalah syarat minimal untuk dokumentasi pasien yang
adekuat/memadai.

3) Checklist
Checklist adalah suatu format yang sudah dibuat dengan pertimbangan-pertimbangan
dari: standar dokumentasi keperawatan sehingga memudahkan perawat untuk mengisi
dokumentasi keperawatan, karena hanya tinggal mengisi item yang sesuai dengan
keadaan pasien dengan mencentang. Jika harus mengisi angka itupun sangat ringkas pada
data vital sign. Keuntungan penggunaan format dokumentasi checklist (Yulistiani,
Sodikin, Suprihatiningsih, dan Asiandi, 2003) dalam dhian (2012):

a. Bagi Perawat :
Waktu pengkajian efisien; Lebih banyak waktu dengan klien dalam melakukan
tindakan keperawatan sehingga perawatan yang paripurna dankomprehensif dapat
direalisasikan; Dapat mengantisipasi masalah resiko ataupun potensial yang
berhubungan dengan komplikasi yang mungkin timbul; serta Keilmuwan
keperawatan dapat dipertanggungjawabkan secara legalitas dan akuntabilitas
keperawatan dapat ditegakkan. B
b. Untuk Klien dan Keluarga :
Biaya perawatan dapat diperkirakan sebelum klien memutuskan untuk rawat
inap/rawat jalan; Klien dan keluarga dapat merasakan SMI kepuasan akan makna
asuhan keperawatan yang diberikan selama dilakukan tindakan keperawatan;
Kemandirian klien dan keluarganya dapat dijalin dalam setiap tindakan
keperawatan dengan proses pembelajaran selama asuhan keperawatan diberikan;
dan Perlindungan secara hukum bagi klien dapat dilakukan kapan saja bila terjadi
malpraktek selama perawatan berlangsung.

F. Pengertian Keperawatan Kritis


Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi di bidang keperawatan yang
secara khusus menangani respon manusia terhadap masalah yang mengancam kehidupan.
Secara keilmuan perawatan kritis fokus pada penyakit yang kritis atau pasien yang tidak

13
stabil. Untuk pasien yang kritis, pernyataan penting yang harus dipahami perawat ialah
“waktu adalah vital”.

American Association of Critical-Care Nurses (AACN) mendefinisikan Keperawatan


kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang dihadapkan secara rinci
dengan manusia (pasien) dan bertanggung jawab atas masalah yang mengancam jiwa.

Asuhan keperawatan kritis mencakup diagnosis dan penatalaksanaan respon manusia


terhadap penyakit aktual atau potensial yang mengancam kehidupan. Lingkup praktik
asuhan keperawatan kritis didefinisikan dengan interaksi perawat kritis, pasien dengan
penyakit kritis, dan lingkungan yang memberikan sumber-sumber adekuat untuk
pemberian perawatan.

G. Prinsip Keperawatan Kritis


Pasien kritis adalah pasien dengan perburukan patofisiologi yang cepat yang dapat
menyebabkan kematian. Ruangan untuk mengatasi pasien kritis di rumah sakit terdiri
dari: Unit Gawat Darurat (UGD) dimana pasien diatasi untuk pertama kali, unit
perawatan intensif (ICU) adalah bagian untuk mengatasi keadaan kritis sedangkan bagian
yang lebih memusatkan perhatian pada penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah
koroner yang disebut unit perawatan intensif koroner Intensive Care Coronary Unit
(ICCU). UGD, ICU, maupun ICCU adalah unit perawatan pasien kritis dimana
perburukan patofisiologi dapat terjadi secara cepat yang dapat berakhir dengan kematian.

H. Peran dan Fungsi Perawat Kritis


Perawat critical care mempunyai berbagai peran formal, yaitu :
a. Bedsite nurse : peran dasar dari keperawatan kritis. Hanya mereka yang selalu bersama
pasien 24 jam, dalam 7 hari seminggu
b. Pendidik critical care : mengedukasi pasien
c. Case manager : mempromosikan perawat yang sesuai dan tepat waktu
d. Manager unit atau departemen (kepala bagian) : menjadi pengarah
e. Perawat klinis spesialis : dapat membantu membuat rencana askep
f. Perawat praktisi : mengelola terapi dan pengobatan.

Pada akhirnya perawat critical care mengkoordinkasikan dengan tim mengimplementasikan


rencana askep, memodif rencana sesuai kebutuhan dan respon pasien. Adapun kompetensi
perawat kritis adalah:
a. Pengkajian klinis : mengumpulkan data tentang pasien, evaluasi praktik

14
b. Pembuatan keputusan klinis: menilai/membuat keputusan berdasarkan data dan tanda
gejala
c. Perawatan: memberi askep pada pasien
d. Advokasi: melindungi hak pasien dan keluarga
e. Memikirkan sistem: mengarahkan sistem pelayanan yang bermanfaat bagi pasien 17
f. Fasilitator pembelajaran: sebagai edukator
g. Berespons terhadapd keberagaman: terima pasien dengann budaya yang berbeda
h. Kolaborasi: kerjasama dengan profesi lain

AACN juga menjelaskan bahwa peran perawat kritis adalah peran advokat. AACN
mendefinisikan advokat adalah menghormati dan mendukung nilai-nilai dasar, hak-hak, dan
keyakinan pasien sakit kritis. Dalam peran ini, perawat kritis melakukan hal:
a. Menghormati dan mendukung hak pasien atau pengganti pasien yang ditunjuk untuk
pengambilan keputusan otonom
b. Campur tangan ketika kepentingan terbaik pasien yang bersangkutan
c. Membantu pasien mendapatkan perawatan yang dibutuhkan
d. Menghormati nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan hak-hak pasien
e. Menyediakan pendidikan dan dukungan untuk membantu pasien atau pengganti pasien
yang ditunjuk membuat keputusan.
f. Mewakili pasien sesuai dengan pilihan pasien
g. Mendukung keputusan dari pasien atau pengganti yang ditunjuk, atau perawatan transfer
pasien kritis sama-sama berkualitas
h. Berdoa bagi pasien yang tidak dapat berbicara untuk mereka sendiri
i. Memantau dan menjaga kualitas perawatan pasien
j. Bertindak sebagai penghubung antara pasien, keluarga, dan profesional kesehatan lainnya

I. Kolaborasi Tim Keperawatan Kritis


Dasar pengelolaan  pasien ICU adalah pendekatan  multidisiplin dari beberapa disiplin
ilmu terkait  yang dapat memberikan  kontribusinya  sesuai dengan bidang keahliannya  dan
bekerjasama  di dalam tim. Tim tersebut terdiri  dari:
 Spesialis anestesi
 Dokter spesialis
 Perawat ICU
 Dokter ahli mikrobiologi klinik
 Ahli farmasi klinik
 Ahli nutrisi
 Fisioterapis
 Tenaga lain sesuai klasifikasi pelayanan ICU

Tim Multidisiplin  mempunyai  5 (lima)  karakteristik:

15
 Staf medik dan keperawatan yang tanggung  jawab
 Staf medik, keperawatan, farmasi klinik, farmakologi  klinik, gizi klinik dan mikrobiologi
klinik yang berkolaborasi  pada pendekatan
 Mempergunakan standar, protocol  atau guideline  untuk memastikan  pelayanan yang
konsisten  baik oleh dokter, perawat  maupun staf  yang lain.
 Memiliki dedikasi untuk melakukan koordinasi dan komunikasi.
 Menekankan pada pelayaanan yang sudah tersertifikasi, pendidikan, penelitian, masalah
etik dan pengutamaan  pasien (Kemenkes, 2011)

Peran koordinasi dan integrasi dalam kerjasama tim:


 Mengingat keadaan pasien yang sedang dalam kondisi kritis, maka sistem  kerja tim
multidisiplin  diatur sebagai  berikut :
 Dokter primer yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien sesuai bidangnya dan
memberi pandangan atau usulan
 Ketua tim melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan,  memberi instruksi
terapi dan tindakan secara tertulis dengan mempertimbangkan  usulan anggota  tim
lainnya.
 Ketua tim berkonsultasi pada konsultan lain dengan mempertimbangkan usulan-usulan
anggota  tim dan memberikan perintah baik tertulis  dalam status  maupun lisan.
 Untuk menghindari kesimpangsiuran/tumpang tindih pelaksanaan pengelolaan pasien,
maka perintah  yang dijalankan  oleh petugas hanya yang berasal  dari ketua tim saja
(Kemenkes,2011).

J. Definisi ICU
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri,
dengan staf yang khusus dan pelengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi,
perawatan, dan terapi bagi yang menderita penyakit akut, cedera atau penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. ICU menyediakan sarana dan
prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi vital dengan menggunakan
keterampilan staf dalam mengelola keadaan tersebut. Saat ini di Indonesia, rumah sakit
kelas C yang lebih tinggi sebagai penyedia pelayanan kesehatan rujukan yang profesional
dan berkualitas dengan mengedepankan keselamatan pasien.
Adapun beberapa kriteria pasien yang memerlukan perawatan di ICU adalah:

16
1. Pasien berat, kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti
bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus menerus,
contoh gagal nafas berat, syok septik.
2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensif invasive atau non
invasive sehingga komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi, contoh paska
bedah besar dan luas, pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal, atau lainnya.
3. Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi akut,
sekalipun manfaat ICU sedikit, contoh pasien dengan tumor ganas metastasis
dengan komplikasi, tamponade jantung, sumbangan jalan nafas.

Sedangkan pasien yang tidak perlu masuk ICU adalah:

1. Pasien mati batang otak (dipastikan secara klinis dan laboratorium).


2. Pasien yang menolak terapi bantuan hidup.
3. Pasien secara medis tidak ada harapan dapat disembuhkan lagi, contoh karsinoma
stadium akhir, kerusakan susunan saraf pusat dengan keadaan vegatatif.

K. Fungsi dan Tujuan ICU


 Fungsi ICU. Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :
1. ICU Medik
2. ICU trauma/bedah
3. ICU umum
4. ICU pediatrik
5. ICU neonatus
6. ICU respiratorik

Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien yang
sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia umumnya berbentuk ICU
umum, dengan pemisahan untuk CCU (Jantung), Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan
utama untuk hal ini adalah segi ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi
peralatan dan pelayanan dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan Bedah.

 Tujuan ICU. Berikut adalah tujuan ICU :

17
1. Menyelamatkan kehidupan
2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan
monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data
yang didapat dan melakukan tindak lanjut.
3. Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
5. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan
pasien

L. Jenis-Jenis ICU
Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. ICU Primer
Ruang Perawatan Intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang
memerlukan perawatan ketat (high care). Ruang perawatan intensif mampu
melakukan resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu 24-48 jam.
Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah:
1. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat, dan
ruang rawat pasien lain.
2. Memiliki kebijakan/kriteria pasien yang masuk dan yang keluar
3. Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
4. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
5. Konsulen yang membantu harus siap dipanggil
6. Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat
pelatihan perawatan intensif, minimal satu orang per shift
7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi (Depkes RI, 2006).
2. ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder adalah pelayanan yang khusus mampu memberikan
ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu
kompleks. Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah:

18
1. Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang
rawat lain
2. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
3. Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi setiap
saat bila diperlukan
4. Memiliki seorang Kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif care atau
bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggung jawab
secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi
jantung paru (bantuan hidup dasara dan hidup lanjut)
5. Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun
6. Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam
batas tertentu, melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang
hidup
7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
8. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi (Depkes RI,
2006).
3. ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan intensif, mampu
memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan atau bantuan hidup multi
system yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak terbatas serta mampu
melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskuler invasif
dalam jangka waktu yang terbatas. Kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah:
1. Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit
2. Memilik kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
3. Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap saat bila
diperlukan
4. Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau dokter ahli
konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab secara keseluruhan.
Dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru (bantuan hidup
dasar dan bantuan hidup lanjut)

19
5. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama tiga tahun
6. Mampu melakukan semua bentuk pemantuan dan perawatan intensif baik
invasive maupun non-invasif
7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi
8. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medic dan perawat
agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
9. Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam
medic, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian (Depkes RI, 2006).

M. Indikasi Masuk Dan Keluar ICU


Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan kebutuhan
pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme untuk membuat
prioritas. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di
ICU.
 Kriteria Masuk
1. Golongan pasien prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat penunjang fungsi organ,
infus, obat vasoaktif/inotropic, obat anti aritmia. Sebagai contoh pasien pasca
bedah kardiotoraksis, sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit yang mengancam nyawa.
2. Golongan pasien prioritas 2
Golongan pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab
sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Sebagai contoh
pasien yang mengalami penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat
atau pasien yang telah mengalami pembedahan mayor. Terapi pada golongan
pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas karena kondisi mediknya senantiasa
berubah.

20
3. Golongan pasien priorotas 3
Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, yang disebabkan penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya,
secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di
ICU pada golongan ini sangat kecil. Sebagai contoh ntara lain pasien dengan
keganasan metastatic disertai penyulit infeksi, pericardial tamponande, sumbatan
jalan nafas, atau pesien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai
kmplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk
mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai
melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
4. Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala ICU, indikasi
masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan dengan catatan bahwa
pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar
fasilitas terbatas dapat digunakan untuk pasien prioritas 1,2,3. Sebagai contoh:
pasien yang memebuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup
yang agresif dan hanya demi perawataan yang aman saja, pasien dengan perintah
“Do Not Resuscitate”, pasien dalam keadaan vegetative permanen, pasien yang
ddipastikan mati batang otak namun hanya karena kepentingan donor organ, maka
pasien dapat dirawat di ICU demi menunjang fungsi organ sebelum dilakukan
pengambilan orga untuk donasi.
 Kriteria Keluar
1. Penyakit pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak memerluka terapi
atau pemantauan yang intensif lebih lanjut.
2. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak
bermanfaat atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada waktu
itu pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus (Kemenkes RI, 2011).

N. Alur Pelayanan ICU


Gambar 1: Alur pelayanan ICU di RS (Kemenkes RI, 2011, hal 17)
Pasien yang memerlukan pelayanan ICU berasal dari:

21
1. Pasien dari Instalasi Gawat Darurat (IGD)
2. Pasien dari High Care Unit (HCU)
3. Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar bersalin, ruang
endoskopi, ruang dialysis, dan sebagainya.
4. Pasien dari bangsal (Ruang Rawat Inap)

O. Karakteristik Perawat ICU


Karakteristik Perawat yang bekerja di lingkungan keperawatan intensif meliputi:
1. Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif dengan konsisten
2. Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya
3. Mengintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta diikuti oleh
nilai etik dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan
4. Berespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan
5. Menerapkan ketrampilan komunikasi secara efektif
6. Mendemonstrasikan kemampuan ketrampilan klinis yang tinggi
7. Menginterpretasiakan analisa situasi yang kompleks
8. Mengembangkan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga
9. Berpikir kritis
10. Mampu menghadapai tantangan
11. Mengembangkan pengetahuan dan penelitian
12. Berpikir ke depan
13. Inovatif

P. Dokumentasi Keperawatan Kritis


Dokumentasi di perawatan kritis merupakan kegiatan pencatatan pada kondisi pasien
yang kritis. Dokumentasi ini berhubungan dengan masalah kompleks yang harus dicatat
secara akurat, konsisten dan komprehensif. Kondisi kritis merupakan kondisi yang
mengkhawatirkan dan mengancam kehidupan. Kondisi ini memerlukan pengkajian secara
kontinu, intensif dan multidisiplin. Kondisi kritis berada dalam intervensi yang mengacu
pada pengembalian kestabilan, pencegahan komplikasi, dan adaptasi pasien. Kondisi
kritis yang harus dicatat antara lain: pengembalian kestabilan, pencegahan komplikasi,

22
dan adaptasi klien. Ciri khusus lain yang harus dicatat dalam kondisi kritis adalah;
kebutuhan perawatan total, haemodinamik yang tidak stabil, pemantauan yang terus
menerus, restriksi intake dan output, sakit berlebihan (nyeri), dan status neurologis yang
tidak stabil. Dalam mengatasi masalah pasien kritis, rencana keperawatan memiliki dua
tujuan yaitu menyelamatkan kehidupan dan mempertahankan kehidupan.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka perawat harus mempunyai pengetahuan dasar
tentang sistem tubuh manusia, mampu mengimplementasikan tindakan keperawatan
secara cepat, serta mampu berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan staf kesehatan
yang berkepentingan. Selain itu perawat harus cakap dalam menentukan cara untuk
menyelamatkan kehidupan dan mengambil tindakan pencegahan terjadinya penyakit atau
masalah psikologis. Sedangkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dalam keadaan kritis, perawat menggunakan standar yang sesuai dalam pelayanan
keperawatan yaitu standar komprehensif dan standar pendukung.
a. Standar Komprehensif, terdiri dari:

 Standar pertama: data dikumpulkan secara terus menerus yang menyangkut


tentang keadaan pasien yang kritis.
 Standar ke dua: masalah atau kebutuhan yang teridentifikasi dan prioritasnya
berdasarkan data yang terkumpul.
 Standar ke tiga: rencana asuhan keperawatan dirumuskan dengan tepat.
 Standar ke empat: rencana asuhan keperawatan diimplentasikan menurut
masalah yang diprioritaskan.
 Standar ke lima: hasil asuhan keperawatan di evaluasi secara terus menerus.

b. Standar Pendukung, terdiri dari:

 Standar pertama: mendokumentasikan semua data yang diperlukan pada catatan


pasien.
 Standar ke dua: mencatat masalah yang aktual, potensial dan risiko serta
menentukan prioritasnya dalam catatan pasien.
 Standar ke tiga: mencatat rencana asuhan keperawatan di catatan pasien.
 Standar ke empat: mendokumentasikan intervensi dalam catatan pasien.
 Standar ke lima: mencatat hasil evaluasi dalam catatan pasien.

23
Dalam hal ini pencatatan dokumentasi keperawatan kritis meliputi pencatatan yang
mengacu pada standar komprehensif maupun standar pendukung dalam perawatan kritis
tersebut.Tantangan dokumentasi di area keperawatan kritis berkaitan dengan intensitas
asuhan keperawatan, kinerja berulang sangat tinggi, tugas-tugas teknik dengan interval
waktu yang sangat dekat. Dokumentasi yang tepat waktu, komprehensif, dan bermakna
merupakan tantangan sekalipun perawat keperawatan kritis yang paling kompeten dan
berpengalaman. Seni dari sistem pemantauan pasien yang terkomputerisasi dan alat-alat
lain seperti penyelamat kehidupan, seperti defibrilator eksternal, memiliki kapasitas untuk
menangkap, merekam, dan menyimpan data tanda vital dan peristiwa signifikan lainnya.
Oleh karena itu perawat sering mengandalkan sistem tersebut, terutama sistem
pemantauan disamping tempat tidur pasien, untuk mengukur tanda vital yang sangat
diperlukan dalam perawatan aktif pasien yang sangat tidak stabil. Pada kasus ini perawat
akan mendokumentasikan secara retrospektif berdasarkan informasi yang dicatat dan
disimpan oleh alat tersebut. Perawat sering menggunakan hasil cetakannya sebagai
lampiran pencatatan lembar alur. Hasilnya tinjauan dokumentasi keperawatan meliputi
campuran antara rekam medis manual dan terkomputerisasi (Patricia, 2005). Untuk
memahami lebih jauh tentang dokumentasi keperawatan kritis, perhatikanlah uraian
berikut ini:

 Lembar Alur di samping tempat tidur


Lembar alur merupakan dasar dokumentasi keperawatan kritis. Lembar alur
yang dibuat dengan baik dan komprehensif mengkomunikasikan dan
mencerminkan standar perawatan populasi pasien utama yang dilayani oleh unit.
Data harus diatur sedemikian rupa sehingga pengkajian dan dan intervensi rutin
dapat ditentukan sebelumnya dan perawat diminta untuk memastikan bahwa
dokumentasinya lengkap dan mencakup semua area penting intervensi
keperawatan. Tergantung dari populasi pasien yang dilayani, petunjuk tersebut bisa
bervariasi. Misalnya lembar alur unit perawatan kardiovaskular memiliki berbagai
parameter pengkajian khusus yang mengarahkan perawat untuk
mendokumentasikan kualitas dan jumlah drainase selang dada setiap jam sedangkan

24
catatan unit perawatan koroner tidak menspesifikan hal ini karena pasien dengan
infark miokard akut tidak secara rutin memakai selang dada.
Perlu Anda ketahui bahwa rancangan lembar alur dapat bervariasi sesuai dengan
organisasi yang membuatnya. Tanpa memikirkan bentuk format informasi seperti
tanda vital, pemberian obat, data laboratorium, dan pengkajian kontinum lainnya
serta informasi intervensi, umumnya ditempatkan dengan sangat jelas. Rutinitas
lainnya seperti intervensi keperawatan atau pengkajian seluruh tubuh, akan
tersimpan lebih strategis dalam format tersebut. Kolom waktu umumnya
dikosongkan, yang memungkinkan perawat untuk merancang sendiri frekuensi
pengukuran tanda vital atau kejadian lainnya berdasarkan status pasien. Hasilnya
satu format atau kumpulan banyak format dapat mewakili dokumentasi selama 24
jam. Pencatatan tepat waktu ini dilakukan untuk menceritakan semua kejadian
dalam waktu tersebut. Tujuan lembar alur adalah memberikan catatan status pasien
yang berkelanjutan dan kontinu. Hal ini berarti terjadi peningkatan rentang dari
beberapa menit sampai sekali setiap jam. Anda harus ingat, lembar alur hanya
selembar gambaran total dokumentasi keperawatan yang digunakan untuk
membantu catatan perkembangan dan lembaran dokumentasi lain untuk
menggambarkan secara lengkap pemberian pelayanan keperawatan kepada klien.
Dokumentasi harus mencakup perhatian semua aspek proses keperawatan yaitu
pengkajian, diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Dokumentasi respons,
perkembangan atau perburukan pasien serta hasil yang sudah di capai juga bagian
yang perlu didokumentasikan. Ada beberapa hal penting dalam pendokumentasian
keperawatan kritis yang juga harus di perhatikan, yaitu :
1. Dokumentasi Perubahan Kondisi Pasien : Henti nafas/Jantung dan Resusitas
Dokumentasi henti napas/jantung dan upaya resusitasi menjadi tantangan
tersendiri bagi perawat ICU. Beberapa situasi henti napas/jantung berhasil
diantisipasi agar kondisi pasien tidak memburuk, namun ada juga yang tidak
berhasil. Perawat harus dapat memisah-misahkan penyebab henti napas/jantung
pada saat itu dan mengambil tindakan yang tepat. Dukungan yang diberikan
organisasi pada perawat yang berupaya meresusitasi pasien dapat bervariasi.
Pada organisasi besar, tim perawat dan dokter yang terstruktur daat

25
memberikan respons, sedangkan organisasi lainnya, perawat mendapat
dukungan dari staf unit sesuai dengan protokol standar tertulis.
2. Dokumentasi Perubahan Kondisi Pasien : Pemberitahuan kepada Dokter
Pasien di area perawatan kritis sering kali diperiksa oleh beberapa dokter
dalam periode 24 jam. Dengan banyaknya dokter yang merawat pasien,
perawat harus mengkoordinasi dan mengorganisasikan implementasi
pengobatan yang diresepkan dan memastikan bahwa informasi yang ada
dikomunikasikan kedokter yang tepat. Informasi kontinu yang menggambarkan
kondisi pasien isampaikan dari orang ke orang (seperti ketika dokter
melakukan ronde tambahan) atau via telepon. Masingmasing dan setiap
komunikasi dengan dokter harus didokumentasikan baik dalam catatan
perkembangan atau dibagian keterangan lembar alur.

Q. Proses Keperawatan Kritis


Proses keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang meliputi pengkajian,
analisa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Asuhan Keperawatan Intensif adalah kegiatan praktek keperawatan intensif yang diberikan pada
pasien/keluarga. Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang merupakan metode ilmiah dan panduan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas guna mengatasi masalah pasien. Langkah-langkah yang harus
dilakukan meliputi pengkajian, masalah/diagnose keperawatan, rencana tindakan dan evaluasi
(Depkes RI, 2006).
A. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal proses keperawatan yang mengharuskan perawat


menemukan data kesehatan klien secara tepat. Pengkajian awal di dalam keperawatan intensif
sama dengan pengkajian umumnya yaitu dengan pendekatan system yang meliputi aspek bio-
psiko-sosio-kultural-spiritual, namun ketika klien yang dirawat telah menggunakan alat bantu
mekanik seperti alat bantu napas, hemodialisa, pengkajian juga diarahkan ke hal-hal yang lebih
khusus yakni terkait dengan terapi dan dampak dari penggunaan alat-alat tersebut.
B. Diagnosa Keperawatan

Setelah data dikumpulkan, data dianalisa. Dari pengkajian data dasar, masalah yang aktual,
potensial dan beresiko tinggi diidentifikasi dan diuraikan menurut prioritas sesuai dengan
kebutuhan keperawatan pasien kritis. Hal ini mungkin merupakan masalah yang kompleks
disebabkan oleh beratnya kondisi pasien. Prioritas paling tinggi diberikan pada masalah yang
mengancam kehidupan, lalu dapat dilanjutkan dengan mengidentifikasi alternative diagnose
untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan, dan diagnose untuk mencegah komplikasi.

26
C. Intervensi

Pembuatan tujuan, identifikasi dari tindakan keperawatan yang tepat dan pernyataan atas hasil
yang diharapkan merumuskan rencana keperawatan. Perencanaan tindakan keperawatan dibuat
apabila diagnose telah diprioritaskan. Perencanaan tindakan mencakup 4 unsur kegiatan yaitu
observasi/monitoring, terapi keperawatan, pendidikan dan tindakan kolaboratif. Pertimbangan
lain adalah kemampuan untuk melaksanakan rencana dilihat dari ketrampilan perawat, fasilitas,
kebijakan, dan standar operasional prosedur. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk membuat
efisiensi sumber-sumber, mengukur kemampuan dan mengoptimalkan penyelesaian masalah
(Depkes RI, 2006).
D. Implementasi

Perencanaan dimasukkan dalam tindakan selama fase implementasi. Ini merupakan fase kerja
aktual dari proses keperawatan.
E. Evaluasi

Suatu perbandingan antara hasil aktual pasien dan hasil yang diharapkan terjadi dalam fase
evaluasi. Pada bagian ini menunjukkan pentingnya modifikasi dalam rencana keperawatan atau
pengkajian ulang total dapa diidentifikasi.

27
R. Format Pendokumentasian Keperawatan Kritis

28
29
30
31
32
33
34
BAB III

PENUTUP

35
A. SIMPULAN
Ketika menggunakan strategi yang sudah disebutkan di atas, perawat memberikan
dokumentasi yang jelas dan ringkas tentang asuhan keperawatan serta mengurangi
kecenderungan kontroversi yang mungkin muncul karena pencatatan yang tidak sesuai.
Merupakan hal yang tidak praktis membawa lembar alur kesana kemari untuk
memastikan bahwa semua data sudah dicatat secara akurat dan tepat waktu, maka setiap
perawat harus membentuk sebuah system untuk mencakup informasi-informasi yang
kemudian dapat di dokkumentasikan dengan jarak waktu yang teratur. Mencatat data
sedekat mungkin dengan waktu kejadiannya merupakan tindakan yang bijaksana karena
dapat menurunkan waktu kejadiannya merupakan tindakan yang bijaksana karena dapat
menurunkan kesempatan terjadinya kesalah atau hilangnya pencatatan berdasarkan apa
yang anda piker telah terjadi. Berikut ini merupakan untuk penyelesaian dokumentasi:
1. Penggunaan lembaran alur untuk mencakup dan menyelesaikan semua area
2. Menghubungkan aktivitas dengan hasil yang dicapai pasien. Menggunakan
catatan naratif untuk menghubungkan masalah pasien dengan intervensi dan hasil.
Membuat penilaian tentang perkembanagan
3. Memastikan bahwa lembar alur dan cacatan perkembanagan konsisten
4. Mendokumentasikan setiap komunikasi dengan dokter

B. SARAN
Demikianlah penulisan kami kali ini, semoga apa yang kami tulis bermanfaat. Kritik
dan saran dari para pembaca yang membangun kami harapkan, agar meningkatkan
kemajuan penulisan kami ini.

DAFTAR PUSTAKA

36
Konsep ICU. (2016, Desember 09). Retrieved from Nersindoblog:
https://nersindonesiablog.wordpress.com/2016/12/09/konsep-icu/
Mulyanti, D. Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Retrieved from BPPSDMK:
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/PRAKTIKA-
DOKUMEN-KEPERAWATAN-DAFIS.pdf
Yulianti. (2020). Modul Perawatan Kritis. Retrieved from Esa Unggul: file:///D:/MATERI
%20SMT%203/OK%20MODUL%201%20PDF.pdf
Febrianti Suci. Peran dan Fungsi Perawat Kritis. Diakses tanggal 17 November 2020 dari
Academia : https://www.academia.edu/35303079/Resume_Kep_Kritis

37

Anda mungkin juga menyukai