Anda di halaman 1dari 24

Laporan Pendahuluan

“INFUS”
Untuk Memenuhi Target Pra-PKK Semester II

Oleh :
Naadiyah Putri Aqiila
Nim 2202021841

Dosen Pembimbing :
Amrina Nur Rohmah., S.Tr., M.Keb

Program Studi DIII Kebidanan


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Lamongan
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dengan judul “INFUS” ini disusun sebagai laporan Pra-PKK
program studi DIII Kebidanan Universitas Muhammadiyah Lamongan oleh:
Nama : NAADIYAH PUTRI AQIILA
Nim : 2202021841
Program Studi : DIII KEBIDANAN
Semester : II (Dua)
Telah diperiksa, dievaluasi dan disetujui oleh pembimbing praktik dan pembimbing
akademik di ruang Mentari Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.

Lamongan,18 Agustus 2023


Mahasiswa

Naadiyah Putri Aqiila


NIM : 2202021841

Menyetujui, DIII Kebidanan


Ruang Mentari Universitas Muhammadiyah Lamongan
RS Muhammadiyah Lamongan Pembimbing Akademik
Pembimbing Praktik Lahan

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................

1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang.......................................................................................................
B. Tujuan.....................................................................................................................
C. Rumusan Masalah.................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI..............................................................................................
A. Pengertian ..............................................................................................................
B. Tujuan Pemasangan Infus....................................................................................
C. Prinsip Pemasangan Infus....................................................................................
D. Indikasi...................................................................................................................
E. Kontraindikasi.......................................................................................................
F. Jenis-Jenis Cairan Infus........................................................................................
G. Ukuran Jarum Infus..............................................................................................
H. Komplikasi Pada Pemasangan Infus...................................................................
I. Standar Operasional Prosedur(SOP)...................................................................
BAB III TINJAUAN KASUS...........................................................................................
A. Pengkajian..............................................................................................................
B. Interpretasi Data Dasar........................................................................................
C. Antisipasi Masalah Potensial................................................................................
D. Identifikasi Kebutuhan Segera.............................................................................
E. Perencanaan...........................................................................................................
F. Implementasi..........................................................................................................
G. Evaluasi...................................................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengertian ..............................................................................................................
B. Etiologi....................................................................................................................
C. Patofisiologi............................................................................................................
D. Manifestasi Klinis .................................................................................................
E. Penatalaksanaan....................................................................................................
F. Macam Skala Nyeri...............................................................................................
G. Phatway..................................................................................................................
BAB V PENUTUP.............................................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................................................
B. Saran.......................................................................................................................

2
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

3
Cairan infus adalah air yang dimurnikan lewat proses penyulingan.
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui
intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan
pengobatan dan pemberian makanan.Cairan infus juga digunakan sebagai larutan
awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus dehidrasi
karena asupan oral tidak memadai, demam, dan lain-lain.
Pemasangan infus merupakan tindakan keperawatan yang bertujuan untuk
pemberian hidrasi intravena atau makanan dan administrasi. Pada pasien dengan
masalah sirkulasi salah satu tindakan yang sering dilakukan untuk menangani
masalah tersebut adalah dengan terapi intravena.
Terapi intravena harus diregulasi secara berkelanjutan karena perubahan
yang terjadi pada keseimbangan cairan dan elektrolit yang dibutuhkan pasien,
namun dengan terpasangnya infus yang terus menerus dan dalam jangka waktu
tertentu tentunya akan meningkatkan kemungkinan komplikasi dari pemasangan
infus.

B. Tujuan
1. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui apa pengertian dari pemasangan infus.
b. Untuk mengetahui apa tujuan dari pemasangan infus.
c. Untuk mengetahui prinsip pemasangan infus.
d. Untuk mengetahui indikasi pemasangan infus.
e. Untuk mengetahui kontraindikasi pemasangan infus.
f. Untuk mengetahui jenis-jenis cairan infus.
g. Untuk mengetahui macam-macam cairan infus.
h. Untuk mengetahui beberapa ukuran jarum infus.
i. Untuk mengetahui standar operasional prosedur pemasangan infus.
2. Tujuan Umum
a. Laporan ini bertujuan untuk memenuhi target pra PKK-1.
b. Laporan ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah
wawasan bagi para pembaca

C. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian pemasangan infus?

4
2) Apa Tujuan Pemasangan Infus?
3) Apa Prinsip Pemasangan Infus?
4) Apa Indikasi pemasangan infus?
5) Apa kontraindikasi pemasangan infus?
6) Apa saja Jenis-Jenis Cairan Infus?
7) Apa saja Macam-Macam Jenis Infus?
8) Apa saja Ukuran Jarum Infus?
9) Bagaimana standar operasional prosedur pemasangan infus?

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Pemasangan infus adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui
sebuah jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan
cairan/zat-zat makanan dari tubuh. Pemasangan infus dilakukan pada pasien yang
memerlukan masukan cairan melalui intravena yang mengalami pengeluaran
cairan/nutrisi yang berat, dehidrasi, dan syok.
Terapi intravena atau yang biasa disebut dengan terapi infus merupakan
metode yang efektif untuk menyuplai cairan, elektrolit, nutrisi, dan obat melalui
pembuluh darah atau intravaskular. Pemberian cairan intravena adalah pemberian
cairan atau darah langsung ke dalam vena yang dapat dikerjakan dengan 2 cara yaitu
tanpa membuat luka sayat, jarum infus (ujung tajam) ditusukkan langsung ke dalam
vena.

5
B. Tujuan Pemasangan Infus
1. Mempertahankan/menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,
vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat
melalui oral.
2. Memperbaiki keseimbangan asam basa.
3. Memperbaiki keseimbangan volume komponen-komponen darah.
4. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh.
5. Memonitor tekan vena central (CVP).
6. Memberikan nutrisi pada saat System pencernaan diistirahatkan

C. Prinsip pemasangan Infus


1. Pada anak/paediatrik
Karena vena klien sangat rapuh hindari tempat-tempat yang mudah
digerakkan/digeser dan gunakan alat pelindung sesuai kebutuhan.
2. Pada lansia
Pada lansia sedapat mungkin gunakan jarum dengan ukuran paling kecil
(24- 26). Ukuran kecil mengurangi trauma pada vena dan memungkinkan aliran
kecil mengurangi trauma pada vena dan memungkinkan aliran darah lebih lancar.
D. Indikasi
1. Pasien dengan keadaan emergency (misalnya pada tindakan RJP), yang
memungkinkan pemberian obat langsung ke dalam intravena.
2. Untuk memberikan respons yang cepat terhadap pemberian obat (sperti furosemid,
digoxin).
3. Pasien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar terus menerus melalui
intravena.
4. Pasien yang membutuhkan pencegahan gangguan cairan dan elektrolit.
5. Pasien yang mendapatkan transfusi darah.
6. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada
operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk
persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat).
7. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi
(kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah
kolabs (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.

6
E. Kontraindikasi
Pada pemasangan infus melalui jalur pembuluh darah vena:
1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi dilokasi pemasangan infuse.
2. Daerah pada lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan A-V shut pada tindakan hemodialisa.
3. Obat-obatan yang berpotensi iritasi terhadap pembuluh vena kecil yang aliran
darahnya lambat (misalnya pembuluh vena ditungkai dan kaki).

F. Jenis-jenis cairan infus


1. Cairan hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentraasi ion Na+ lebih
rendah dibanding serum) sehingga larut dalam serum dan menurunkan
osmalaritasnya serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke
jaringan sekitarnya sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada
keadaan sel mengalami dehidrasi.
2. Cairan isotonic
Osmolalitasnya cairan mendekati serum sehingga terus berada di dalam
pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi.
3. Cairan hipertonik
Osmolalitasnya lebih tinggi dibanding serum sehingga menarik cairan dan
elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan
tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema.
Pembagian Cairan Infus berdasarkan Kelompoknya
a. Kristaloid : bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume
cairan ke dalam pembuluh darah dalam waktu ayng singkat dan berguna pada
pasien yang memerlukan cairan segera, misalnya RL dan garam fisiologis.
b. Koloid : ukuran molekulnya cukup besar sehingga tidak akan keluar dari
membrane kapiler dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka siftnya
hipertonik dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya
albumin dan steroid.

G. Ukuran jarum infus

7
1. Ukuran 16
Penggunaan : dewasa, bedah mayor, trauma, apabila sejumlah besar cairan perlu
diinfuskan Pertimbangan perawat : sakit saat insersi, butuh vena besar.
2. Ukuran 18
Penggunaan : anak dan dewasa, untuk darah, komponen darah dan infus kental
lainnya Pertimbangan perawat : sakit saat insersi butuh vena besar.
3. Ukuran 20
Penggunaan : anak dan dewasa, sesuai untuk kebanyakan cairan infus, darah,
komponen darah dan infus kental lainnya.
4. Ukuran 22
Penggunaan : bayi, anak dan dewasa (terutama usia lanjut), cocok untuk sebagian
besar cairan infus. Pertimbangan perawat : lebih mudah menginsersi ke vena yang
kecil, tipis dan rapuh, sulit insersi melalui kulit yang keras.
5. Ukuran 24, 26
Penggunaan : neonatus, bayi, anak, dewasa (terutama usia lanjut), sesuai untuk
sebagian cairan infus tetapi kecepatan tetesannya lebih lambat. Pertimbangan
perawat : untuk vena yang sangat kecil, sulit insersi melalui kulit keras.
Vena untuk pemasangan infus yaitu:
a. Vena lengan atas (Vena safalika basalica dan vena mediana cubiti)
b. Vena pada tungkai (Vena saena)
c. Vena pada kepala,seperti vena temporalis frontalis (Khusus untuk anak-
anak).
d. Dorsal tangan (Vena supervisial dorsalis,vena basilika,vena safalika)

H. Komplikasi pada pemasangan infus


Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan infus yaitu:

8
1. Hematoma : darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh
darah arteri vena atau kapiler terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat
memasukkan jarum.
2. Infiltrasi : masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar akibat ujung jarum
infus melewati pembuluh darah.
3. Tromboflebitis : bengkak pada pembuluh darah vena, terjadi akibat infus yang
dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
4. Emboli udara : masuknya udara ke dalam sirkulasi darah terjadi akibat masuknya
udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah (Saputra,2013).

I. Standar Operasional Prosedur (SOP)


PERSIAPAN ALAT :
 Standart infus
 Cairan infus
 Infus set
 Alkohol swab
 Torniquet
 Transparan dresing
 Gunting
 Plester
 Pengalas dan perlak
 Bengkok
 Sarung tangan bersih
 Tempat sampah
 Jam tangan dan alat tulis
PERSIAPAN PASIEN :
1) Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
2) Menjelaskan prosedur timdakan
3) Meminta persetujuan pasien
4) Menyiapkan pasien pada posisi yang tepat atau nyaman.
PELAKSANAAN :
1. Mencuci tangan
2. Menutup kran aliran infus

9
3. Menghubungkan selang infuse dengan botol infus
4. Menggantung botol infuse pada standart infus
5. Membuka kran pada selang infus untuk menglirkan cairan kedalam bengkok
dan mengeluarkan udara (ujung jarum atau selang infus jangan sampai
menyentu bengkok)
6. Menutup kran kembali
7. Menyiapkan plester
8. Memakai handscoon
9. Memasang perlak dan pengalas
10. Memilih letak vena yang akan ditusuk
11. Memasang torniquet
12. Meminta pasien untuk mengepal dan membuka genggaman untuk mengisi vena
13. Membersihkan/aseptik area yang akan ditusuk dengan alkohol swab
14. Menusukkan jarum/abocath ke vena dengan lubang jarum menghadap ke atas
15. Bila darah sudah tampak tourniquet dilepas genggaman dibuka
16. Masukan jarum secara perlahan
17. Hubungkan ujung selang infus dengan pangkal jarum
18. Buka keran untuk mengalirkan cairan infus
19. Bila tetesan lancar lakukan fiksasi
20. Tulis tanggal dan jam pada plester bagian luar
21. Hitung jumlah tetesan sesuai kebutuhan
22. Perhatikan reaksi pasien
23. Rapikan pasien dalam keadaan posisi yang nyaman
24. Rapikan alat dan kembalikan pada tempatnya
25. Cuci tangan
26. Catat waktu pemasangan,jenis cairan dan jumlah cairan serta peralatan habis
pakai pada status pasien.
27. Memberikan edukasi ke pasien dan keluarga:
 Jangan memainkan kran aliran infus
 Tidak boleh menarik selang
 Tidak boleh terlalu banyak bergerak
 Bila infus tidak menetes hubungi petugas
28. Evaluasi

10
 Tusukan tepat
 Tetesan lancar
 Tidak terjadi hematoma
 Pasien merasa nyaman
 Sterilitas terjaga

BAB III
TINJAUAN KASUS

I.PENGKAJIAN
Tgl MRS : 21-08-23 Jam : 14.50

Tgl Pengkajian : 21-08-23 Jam : 14.50

No. Register : 37.06.46

Diagnosa Masuk : Meningitis

1. DATA SUBYEKTIF

11
A. Identitas Klien:
Nama : Tn.Suripno
Umur : 62thn
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Dusun Karanglangit

B. Riwayat Penyakit Sekarang


1. Keluhan Utama : Nyeri Kepala
2. Riwayat Keluhan Utama : Px datang dengan nyeri kepala yang dirasakan sejak 1
hari yang lalu. Nyeri kepala yang dirasakan di kepala bagian kiri. Px juga sebelumnya
sering mengeluhkan nyeri kepala namun dirasakan hilang timbul, serta sulit
menggerakan anggota tubuh bagian kiri sejak 1 hari yang lalu.

C. Riwayat Kesehatan yang Lalu


1. Riwayat Penyakit Kronik dan Menular : Tidak ada
2. Riwayat Penyakit Alergi : Tidak ada
3. Riwayat Operasi : Tidak ada

D. Riwayat Kesehatan Keluarga : Px mengatakan didalam keluarga tidak ada yang


menderita penyakit menular (HIV/AIDS, PMS), menurun (Hipertensi, DM, Asma).
E. Psikososial
1. Sosial/Interaksi : Px Berkomunikasi dengan baik
2. Konsep Diri : Cukup baik
3. Spiritual : Px masih aktif berdoa untuk meminta kesembuhan
F. Pola Kegiatan Sehari-hari
1. Makan : 3x /hari
2. Minum : 2500x /hari
3. Eliminasi
a. BAK : 4x /hari
b. BAB : 2x /hari
4. Kebersihan Diri
12
a. Mandi : 1x /hari
b. Keramas : 2x /minggu
c. Sikat Gigi : 2x /hari
d. Memotong Kuku : 1x /minggu
5. Istirahat dan Aktivitas
a. Tidur Malam : 10 jam/hari Jam : 20.00 s/d 05.00
b. Aktivitas : 2 jam/hari Jenis : Miring kiri & kanan

2. DATA OBJEKTIF
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Cukup lemah
TTV : TD : 135/100 mmHg
N : 87x/menit
RR : 24x/menit
S : 36̊C
b. Pemeriksaan Fisik
(1) Kepala : Rambut hitam, distribusi merata, tidak terdapat
benjolan
(2) Muka : Simetris, tidak oedema
(3) Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih
(4) Hidung : Normal, Tidak ada cuping hidung
(5) Mulut : Mukosa lembab, lidah hiperemik, rongga mulut tidak
berbau
(6) Telinga : Simetris, bersih, fungsi pendengaran baik
(7) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
(8) Dada : Bersih, tidak ada retraksi dinding dada
(9) Abdomen : Flat, Kenyal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada bekas
operasi
(10) Genetalia : Normal, tidak ada keputihan
(11) Ekstremitas Atas : Bagian kiri sulit digerakan
(12) Ekstremitas bawah : Bagian kiri sulit digerakan
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Leukosit : 7800 (4000-11000) MCH : 70,8
2. Eritrosit : 4,57 (L:4,5-6,6 P: 4,5-66 MC HC : 32,6
3. Hemoglobin : 14,1 Trombosit : 266.000
4. Hematokrit : 43,2 GDA : 109mg/dl
5. MCV : 94,7

13
3. INTERPRETASI DATA DASAR
Ds : Tn.Suripno usia 62th mengeluh nyeri pada kepala dan sulit menggerakan ekstermitas
P : Nyeri dirasakan pasien sering hilang timbul
Q : Nyeri dirasa pasien hilang timbul
R : Kepala bagian kiri
S : Skala 5
T : Sejak 1 hari yang lalu
Do : TD : 124/87 mmHg
N : 85x/menit
S : 37,3℃
RR : 24x/menit
4. ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL
Tidak ada

5. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


Tidak ada

6. PERENCANAAN
a. Tujuan dan kriteria hasil

Setelah dilakukan tindakan selama 30 menit diharapkan tingkat nyeri menurun dengan
kriteria hasil :

1) Keluhan nyeri menurun

2) Meringis menurun

3) Sikap proktektif menurun

4) Gelisah menurun

5) Kesulitan tidur menurun

b. Intervensi
1) Hasil pemeriksaan kondisi pasien
R/ Informasi yang cukup
2) Penyebab nyeri kepala
R/ Kooperatif mendengarkan penjelasan

14
3) Cara mengurangi rasa nyeri dengan teknik non farmakologis
R/ Informasi yang cukup dan mengikutsertakan asuhan
4) Melakukan mobilisasi sederhana
R/ Kooperatif mendengarkan penjelasan dan melakukannya

6. IMPLEMENTASI

Tgl/Jam Tindakan Paraf


21-08-23 Memberitahu hasil pemeriksaan bahwa keadaan pasien cukup
14.50 lemah dengan TD : 124/87mmHg, N : 85x/menit, S : 37,3℃, RR :
24x/menit.

14.53 Menjelaskan penyebab nyeri kepala

14.55 Memberitahu cara non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri,


yaitu dengan cara melakukan teknis napas yang dalam

15.00 Menjelaskan cara mobilisasi sederhana, yaitu dengan cara


melakukan gerakan ekstermitas secara rutin

EVALUASI

Tanggal : 21-08-23 Jam : 15.00 WIB

S : Pasien mengatakan nyeri dikepala bagian kiri dan sudah terasa baikan dari
sebelumnya

O : Pasien tampak lebih baik

A : Nyeri akut teratasi sebagian

15
P : Intervensi dihentikan

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyakit Meningitis


Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput yang disebut
meningen.Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid dan plamater
(leptomeningens) disebut meningitis.Peradang pada bagian duramater disebut

16
pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena bakteri, virus, jamur atau karena
toksin. Namun demikian sebagian besar meningitis disebabkan bakteri.Meningitis
adalah peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi otak dan medulla
spinalis (Tarwoto, 2013).Batticaca (2008), mengatakan meningitis adalah inflamasi
yang terjadi pada meningen otak dan medulla spinalis, gangguan ini biasanya
merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti pneumonia, endokarditis,
atau osteomielitis.Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput yang
disebut meningen.Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid dan
plamater (leptomeningens) disebut meningitis.Peradang pada bagian duramater
disebut pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena bakteri, virus, jamur atau
karena toksin. Namun demikian sebagian besar meningitis disebabkan
bakteri.Meningitis adalah peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi
otak dan medulla spinalis (Tarwoto, 2013).
Batticaca (2008), mengatakan meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen
otak dan medulla spinalis, gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri
(infeksi sekunder) seperti pneumonia, endokarditis, atau osteomielitis.
B. Etiologi
Widagdo, dkk(2013), mengatakan meningitis dapat disebabkan oleh berbagai macam
organisme : Haemophilus influenza, Neisseria meningitis(Meningococus), Diplococus
pneumonia, Streptococcus group A, Pseudomonas, Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, Klebsiella, Proteus. Paling sering klien memiliki kondisi predisposisi
seperti: fraktur tengkorak, infeksi, pembedahan otak atau spinal, dimana akan
meningkatkan terjadinya meningitis.
a. Meningitis bakteri
Organisme yang paling sering pada meningitis bakteri adalah : Haemophilus
influenza, Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides, dan Staphylococcus
aureus. Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dan dapat menimbulkan respon
peradangan. Neutropil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel-sel sebagai
respon peradangan. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang dibentuk di
ruang subaraknoid. Penumpukan didalam cairan serebrospinal akan menyebabkan
cairan menjadi kental sehingga dapat menggangu aliran serebrospinal di sekitar otak
dan medulla spinalis. Sebagian akan menganggu absorbsi akibat granulasi arakhnoid
dan dapat menimbulkan hidrosefalus. Penambahan eksudat di dalam ruang
subaraknoid dapat menimbulkan peradangan lebih lanjut dan peningkatan tekanan
intrakranial. Eksudat akan mengendap di otak dan saraf-saraf kranial dan spinal. Sel-
sel meningeal akan menjadi edema, membran sel tidak dapat lebih panjang mengatur
aliran cairan yang menujuh atau keluar dari sel.
b. Meningitis virus
Tipe meningitis ini sering disebut sebagai aseptik meningitis.Meningitis ini terjadi
sebagai akibat dari berbagai macam penyakit virus yang meliputi measles, mumps,
herpes simplex dan herpes zoster.Pembentukan eskudat pada umumnya terjadi diatas
korteks serebral, substansi putih dan meningens.Kerentanan jaringan otak terhadap
berbagai macam virus tergantung pada tipe sel yang dipengaruhi.Virus herpes simplex
merubah metabolisme sel, yang mana secara cepat menyebabkan perubahan produksi

17
enzim atau neurotransmitter yang menyebabkan disfungsi dari sel dan kemungkinan
kelainan neurologi.
Nurarif dan Kusuma (2016), mengatakan penyebab meningitisada 2 yaitu:
a. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Dipiococus pneumonia dan
Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negative.
b. Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria
meningitidis dan diplococcus pneumonia.
C. Patofisiologi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu pada bagian
paling luar adalah duramater, bagian tengah araknoid dan bagian dalam
piamater.Cairan serebrospinalis merupakan bagian dari otak yang berada dalam ruang
subaraknoid yang dihasilkan dalam fleksus choroid yang kemudian dialirkan melalui
system ventrikal.
Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui beberapa cara
misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat tembus pada CSF dan
arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen mengakibatkan respon peradangan.
Netropil bergerak ke ruang subaraknoid untuk memfagosit bakteri menghasilkan
eksudat dalam ruang subaraknoid. Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan
pada ruang subaraknoid yang pada akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus.
Eksudat yang terkumpul juga akan berpengaruh terhadap saraf-saraf kranial dan
perifer. Makin bertambahnya eksudat dapat meningkatkan tekanan intracranial
(Tarwoto, 2013).
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapis meningitis: dura mater,araknoid dan
piamater. CSF diproduksi di dalam fleksus koroid ventrikel yang mengalir melalui
ruang subaraknoid di dalam system ventrikel dan sekitar otak dan medulla spinalis.
CSF diabsobsi melalui araknoid pada lapisan araknoid dari meningintis.
Organisme penyebab meningitis masuk melalui sel darah merah pada blood brain
barrier. Cara masuknya dapat terjadi akibat trauma penetrasi, prosedur pembedahan
atau pecahnya abses serebral. Meningitis juga dapat terjadi bila adanya hubungan
antara cairan serebrospinal dan dunia luar. Masuknya mikroorganisme menuju ke
susunan saraf pusat melalui ruang subarakhoid dapat menimbulkan respon
peradangan pada pia, araknoid, cairan serebrospinal dan ventrikel. Eksudat yang
dihasilkan dapat menyebar melalui saraf kranial dan spinal sehingga menimbulkan
masalah neurologi. Eksudat dapat menyumbat aliran normal cairan serebropinal dan
menimbulkan hidrosefalus (Widagdo, dkk, 2013) saraf kranial dan spinal sehingga
menimbulkan masalah neurologi. Eksudat dapat menyumbat aliran normal cairan
serebropinal dan menimbulkan hidrosefalus (Widagdo, dkk, 2013).
D. Manifestasi Klinis
Tarwoto (2013) mengatakanmanifestasi klinik pada meningitis bakteri diantaranya :
a. Demam, merupakan gejala awal
b. Nyeri kepala
c. Mual dan muntah
d. Kejang umum

18
e. Pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran sampai
dengan koma.
Sedangkan menurut (Widago, dkk, 2013) manifestasi klinis klien meningitis meliputi:
a. Sakit kepala
b. Mual muntah
c. Demam
d. Sakit dan nyeri secara umum
e. Perubahan tingkat kesadaran
f. Bingung
g. Perubahan pola nafas
h. Ataksia
i. Kaku kuduk
j. Ptechialrash
k. Kejang (fokal, umum)
l. Opistotonus
m. Nistagmus
n. Ptosis
o. Gangguan pendengaran
p. Tanda brundzinki’s dan kerniq’s positif
q. Fotophobia
E. Penatalaksanaan
Tarwoto ( 2013), mengatakan penatalakasanaan dibagi 2 yaitu:
1) Penatalaksanaan umum
a. Pasien diisolasi
b. Pasien diistirahatkan/ bedrest
c. Kontrol hipertermi dengan kompres
d. Kontrol kejang
e. Pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi
2) Pemberian antibiotik
a. Diberikan 10-14 hari atau setidaknya 7 hari bebas panas
b. Antibiotik yang umum diberikan: Ampisilin, Gentamisin, Kloromfenikol,
Sefalosporin.
c. Jika pasien terindikasi meningitis tuberkolusis diberikan obat-obatan
F. Macam skala nyeri
1. Skala Numerik 
Nyeri skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah di validasi . Berat ringannya
rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat
subyektif nyeri. Skalanumerik, dari 0 hingga 10, di bawah ini , dikenal juga
sebagai Visual Analog Scale(VAS), Nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas
nyeri, sedangkan sepuluh (10) ,suatu nyeri yang sangat hebat

19
2. Visual Analog Scale
Terdapat skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka. Bisa bebas
mengekspresikan nyeri ke arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan sakit tak
tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri yang sedang

3. Skala Wajah
Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda , menampilkan wajah
bahagiahingga wajah sedih, juga digunakan untuk "mengekspresikan" rasa nyeri.
Skala ini dapatdipergunakan mulai anak usia 3 (tiga) tahun

G. Phatway

20
BAB IV

21
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen nyeri harus menggunakan pendekatan yang holistik/ menyeluruh,
hal ini karena nyeri mempengaruhi keseluruhan aspek kehidupan manusia, oleh
karena itu kita tidak boleh hanya terpaku pada satu pendekatan saja tetapi juga
menggunakan pendekatan-pendekatan yang lain yang mengacu kepada aspek
kehidupan manusia yaitu biopsikososial kultural dan spiritual, pendekatan non
farmakologik dan pendekatan farmakologik tidak akan berjalan efektif bila digunakan
sendiri-sendiri, keduanya harus dipadukan dan saling mengisi dalam rangka
mengatasi/ penanganan nyeri pasien.
Pasien adalah individu-individu yang berbeda dan mempunyai respon secara
berbeda terhadap nyeri, sehingga penangananyapun tidak bisa disamakan antar
individu yang satu dengan yang lainnya. Pengkajian yang tepat, akurat tentang nyeri
sangat diperlukan sebagai upaya untuk mencari solusi yang tepat untuk
menanganinya, untuk itu pengkajian harus selalu dilakukan secara berkesinambungan,
sebagai upaya mencari gambaran yang terbaru dari nyeri yang dirasakan oleh pasien

B. Saran
Demi lengkapnya isi dan pembahasan mengenai laporan ini maka saya sebagai
penulis mengharapkan saran dari para pembaca dan pendengar demi kelengkapan
isinya. Untuk itu saya mohonkan sarannya yang bersifat membangun.

DAFTAR PUSTAKA

22
Alimul Hidayat, A. Aziz. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsp dan
Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Amalia A,Sulistyowati,Turlina L,Ummah F. (2020). BUKU PANDUAN PRAKTIK
LABOLATORIUM. Lamongan: UMLA PRESS.
Aryani, R. (2009). Prosedur Klinik Pada Mata ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
TIM.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Bahrudin, M. (2017). Patofisiologi Nyeri (PAIN). Jurnal Indonesia dan Kedokteran Keluarga. Malang.
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawan. Jakarta:
EGC.
Mubarok, Wahid Iqbal. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.
Musrifatul Uliyah, A. A. (2008). Praktikum Ketrampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta:
Salemba Medika.
Nanda Internasional. 2011. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2012-2014.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Saputra, L. (2013). Ketrampilan Dasar Untuk Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: Bina
Rupa Aksara.
Setyorini. (2006). Skill Labs. Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran UGM.
Weinstein. (2011). Terapi Intravena. Jakarta: EGC.
Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Sagung Seto.
Widago, wahyu., Toto Suharyanto, S. Kep, Ns., Ratna Aryani, S. Kep, Ns. (2013).
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Katalog Dalam Terbitan (KDT).

23

Anda mungkin juga menyukai